BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan persoalan penelitian. Dalam bab II ini akan membahas pengertian mengenai komunikasi, interaksi Simbolik dan pola komunikasi simbolik. Dengan demikian penjelasan itu akan mempermudah untuk melihat peran ciu dalam membangun komunikasi dalam komunitas Vespa Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksud hal-hal di atas. 2.1 Komunikasi Definisi dan pengertian komunikasi juga banyak dijelaskan oleh beberapa ahli komunikasi. Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifat yang diambil dari communis, yang bermakna umum bersama-sama (Wiryanto, 2004:5). Menurut Roger dan Lawrence (dalam Cangara, 2004:19), komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Tujuan utama digunakannya komunikasi adalah terciptanya komunikasi efektif yaitu yang mampu melahirkan efek dari komunikasi yaitu perubahan pendapat, sikap dan perilaku. Jadi efektivitas komunikasi tidak diukur hanya dari 7 pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, tetapi terutama adalah pada terjadinya perubahan dalam diri mereka untuk mendorong mereka melakukan tindakan sesuai dengan kita inginkan (Sutisna, 2001 : 266). Unsur-unsur dalam proses komunikasi, yaitu (Effendy, 2003:18-19): 1. Sender : komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. 2. Encoding: penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk 3. Message: pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. 4. Media: saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. 5. Decoding: yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya 6. Receiver : komunikan yang menerima pesan dari komunikator. 7. Respon: tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan apabila tersampaikan pesan. 8. Feedback : umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator. 9. Noise: gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. 8 Sumber: (Effendy, 2003:18) Gambar 2.1 Model Proses Komunikasi Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder (Effendy, 2003:11): a) Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media primer, yakni lambang (bahasa). b) Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua dalam melancarkan komunikasinya sebagai sasarannya berada di tempat relatif jauh atau jumlahnya banyak. 2.2 Interaksi Simbolik Teori Interaksi Simbolik menempatkan sudut pandang mansuia sebagai subjek. Dalam bukunya Mind, Self and Society, sebagaimana 9 dikutip Soeprapto (2002: 115), Mead memandang bahwa individu merupakan makhluk sensitif dan aktif. Karena itu, individu bukanlah budak masyarakat, melainkan individulah yang membentuk masyarakat itu. Pandangan interaksi simbolik sebagaimana diakui Mulyana (2002: 70) menyarankan bahwa perilaku seseorang itu sewajarnya dipelajari sebagai proses yang membentuk dan mengatur perilakunya sendiri sekaligus mempertimbangkan harapan-harapan orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Seseorang itu mendefinisikan perilaku orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendiri. Dari pemahaman teori ini menghasilkan pencitraan manusia yang dinamis, anti-determinasi dan penuh dengan optimisme. Herbert Blumer mengemukakan tiga premis utama yang mendasari teori interaksionisme simbolis (Soeprapto, 2002: 120-121), yaitu: a) Meaning: Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan maknamakna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. b) Language: Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa. c) Thought: Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung. Menurut Blumer (dalam Soeprapto, 2002) teori interaksi simbolik merujuk pada interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak akan beraksi begitu rupa atas tindakan orang lain, melainkan ia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain itu dengan makna tertentu. 10 Oleh karena itu, esensi interaksi simbolik menurut Mulyana (2002: 68) adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Dalam konteks berkomunikasi, seorang aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke mana arah tindakannya dimaksudkan. Akan tetapi, situasi demikian tidak berarti seseorang itu selalu dilingkupi objek-objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Sebaliknya, individu itu justru yang membentuk objek-objek tersebut (Soeprapto, 2002: 121). Sebagaimana diterangkan Veeger (1993: 224-228) bahwa teori interaksi simbolik Blumer sebenarnya melanjutkan gagasan-gagasan Mead yang bertumpu pada lima hal, yaitu: a. Konsep Diri. Manusia merupakan organisme yang dilengkapi dengan kesadaran akan dirinya (an organism having a self). Ia memiliki kemampuan untuk mempelajari, berinteraksi dan sibuk dengan dirinya sendiri. b. Konsep Perbuatan. Konsep ini memperlihatkan bahwa perbuatan manusia itu dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri. Perbuatan demikian menjadi khas atau unik. c. Konsep Objek. Manusia hidup di tengah berbagai hal yang menjadi perhatian aktif dirinya. Di sini, hakikat objek tidak ditentukan oleh ciri-ciri instrinsik objek itu, melainkan ditentukan oleh pencitraan diri orang itu atas objek-objek tersebut. 11 d. Konsep Interaksi Sosial. Manusia itu berusaha menempatkan dirinya dalam posisi orang lain. Mereka mencari, memahami dan menafsirkan arti dari suatu aksi yang diberikan orang lain untuk kemudian bertindak sesuai dengan arti tersebut. Dari sini muncul transaksi yang nilainya melebihi jumlah total unsur-unsur maksud, tujuan dan sikap masing-masing pihak. e. Konsep Joint Action. Konsep ini menunjukkan aksi kolektif yang lahir karena tindakan saling menyerasikan antara satu (seseorang) dengan lainnya. Menurut Blumer joint action mempunyai karir yakni mengalami perkembangan organisasi bisa dan menghadapi memerlukan kebimbangan, waktu, sehingga ketidakpastian, ketergantungan dan perubahan (Veeger, 1993: 227). 2.3 Pola Komunikasi Pengertian pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004). Denis Mc.Quail (2004) menyatakan bahwa secara umum pola komunikasi terbagi menjadi 6 tingkatan yakni sebagai berikut : 1. Intrapersonal Communication yakni proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi, melalui pancaindra dan sistem syaraf misalnya berfikir, merenung, mengingatingat sesuatu, menulis surat dan menggambar. 12 2. Interpersonal Communication yaitu komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lain, misalkan percakapan tatap muka, diantara dua orang, surat menyurat pribadi, dan percakapan melalui telepon. Corak komunikasi juga lebih bersifat pribadi, dalam arti pesan atau informasi yang disampaikan hanya untuk ditujukan untuk kepentingan pribadi para pelaku komunikasi yang terlibat. 3. Komunikasi dalam kelompok yaitu kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok, pada tingkatan ini setiap individu masing-masing berkomunikasi sesuai dengan pesan dan kedudukannya dalam kelompok bukan bersifat pribadi 4. Komunikasi antar kelompok atau asosiasi yaitu kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya atau suatu asosiasi dengan asosiasi lainnya, jumlah pelaku yang terlibat dalam komunikasi jenis ini boleh jadi hanya dua atau beberapa orang saja tetapi masing-masing membawa pesan dan kedudukannya sebagai wakil dari kelompok masing-masing. 5. Komunikasi organisasi adalah mencakup kegiatan organisasi dalam suatu organisasi dan komunikasi antar organisasi, bedanya komunikasi kelompok adalah bahwa sifat komunikasi ini lebih formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melaksanakan kegiatan komunikasinya. 6. Komunikasi dengan masyarakat luas yaitu pada tingkat kegiatan ini komunikasi ditujukan pada masyarakat luas. 13 Menurut Canggara (2004) pola komunikasi terdiri dari pola komunikasi primer, pola komunikasi sekunder, pola komunikasi linear dan pola komunikasi sirkular. 1) Pola komunikasi Primer Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Dalam proses komunikasi primer ini menggunakan lambang bahasa dan anggota badan dalam menyampaikan pesan komunikasi atau memberikan respon atas pesan tersebut. 2) Pola komunikasi Sekunder Pola komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang komunikasi yang jauh tempatnya, atau banyak jumlahnya. Dalam proses komunikasi secara sekunder ini semakin lama akan semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih. 3) Pola Komunikasi Linear Linear di sini mengandung makna lurus, yang berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus, penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Dalam proses komunikasi ini pesan yang disampaikan akan efektif apabila ada perencanaan sebelum melaksanakan komunikasi. Komunikasi linier dalam prakteknya hanya ada pada komunikasi bermedia, tetapi dalam 14 komunikasi tatap muka juga dapat dipraktekkan, yaitu apabila komunikasi pasif. Selain pola komunikasi yang diterangkan di atas, DeVito (1997: 344-345) membagi pula beberapa pola aliran komunikasi (informasi) dalam sebuah kelompok atau organisasi yaitu : 1) Pola Roda Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Dimana orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. Gambar 2.2 Pola Roda 2) Pola Rantai Pada pola komunikasi rantai, A dapat berkomunikasi dengan B, B dengan C, C dengan D, dan seterusnya. Tidak seperti pola roda atau lingkaran pada pola rantai ini tidak memiliki kedudukan posisi sentral. Gambar 2.3 Pola Rantai 15 3) Pola Lingkaran Pada pola lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi dengan yang lainnya. Demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Gambar 2.4 Pola Lingkaran 4) Pola Y Tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang disampingnya. Gambar 2.5 Pola Y 5) Pola Bintang Struktur pola bintang hanpir sama dengan pola lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan 16 yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya, namun memiliki jaringan desentralisasi yang terpusat. Gambar 2.6 Pola Bintang 2.4 Konsep Komunitas Hermawan (2008: 127) menyatakan bahwa komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain dari yang seharusnya dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar anggota komunitas tersebut karena ada kesamaan interest atau values. Iriantara (2004: 22) mendefinisikan makna komunitas adalah sekumpulan individu yang mendiami lokasi tertentu dan biasanya terkait dengan kepentingan yang sama. Sedangkan menurut Wenger, McDermott dan Snyder (2002: 4) komunitas adalah sekumpulan orang yang saling berbagi masalah, perhatian atau kegemaran terhadap suatu topik dan memperdalam pengetahuan serta keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara terusmenerus. Menurut Jon M. Shepard (dalam Sunarto. 2000 :182) komunitas didefinisikan sebagai “the type of social interaction in which an individual behaves toward other in ways expected by the group”. Apapun definisinya, 17 komunitas harus memiliki sifat interaksi. Interaksi yang ditekankan lebih kepada interaksi informal dan spontan daripada interaksi formal, serta memiliki orientasi yang jelas. Ciri utama sebuah komunitas adalah adanya keharmonisan, egalitarian serta sikap saling berbagi nilai dan kehidupan. Hubungan dalam komunitas lebih jauh lagi akan menghasilkan sistemsistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan mereka, sehingga memunculkan kebudayaan yang mengikat satu sama lain (Bungin 2008: 29). Komunitas memiliki banyak makna. Komunitas dapat dimaknai sebagai sebuah kelompok dari suatu masyarakat atau sebagai sekelompok orang yang hidup di suatu area khusus yang memiliki karakteristik budaya yang sama. Menurut Wenger, McDermott dan Snyder (2002: 24), komunitas mempunyai berbagai macam bentuk dan karakteristik, di antaranya: 1. Besar atau kecil Keanggotaan di beberapa komunitas ada yang hanya terdiri dari beberapa anggota saja dan ada yang mencapai 1000 anggota. Besar atau kecilnya anggota di suatu komunitas tidak menjadi masalah, meskipun demikian komunitas yang memiliki banyak anggota biasanya dibagi menjadi sub divisi berdasarkan wilayah sub tertentu. 2. Terpusat atau Tersebar Sebagian besar suatu komunitas berawal dari sekelompok orang yang bekerja di tempat yang sama atau memiliki tempat tinggal yang berdekatan. Sesama anggota komunitas saling berinteraksi secara tetap serta ada beberapa komunitas yang tersebar di berbagai wilayah. 18 3. Berumur panjang atau berumur pendek Terkadang sebuah komunitas dalam perkembangannya, memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan jangka waktu keberadaan sebuah komunitas sangat beragam. Beberapa komunitas dapat bertahan dalam jangka tahunan, tetapi ada pula komunitas yang berumur pendek. 4. Internal atau Eksternal Sebuah komunitas dapat bertahan sepenuhnya dalam unit bisnis atau bekerjasama dengan organisasi yang berbeda. 5. Homogen atau Heterogen Sebagian komunitas berasal dari latar belakang yang sama serta ada yang terdiri dari latar belakang yang berbeda. Pada umumnya jika sebuah komunitas berasal dari latar belakang yang sama komunikasi akan lebih mudah terjalin, sebaliknya jika komunitas terdiri dari berbagai macam latar belakang diperlukan rasa saling menghargai dan rasa toleransi yang cukup besar satu sama lain. 6. Spontan atau Disengaja Beberapa komunitas ada yang berdiri tanpa adanya intervensi atau usaha pengembangan dari suatu organisasi. Anggota secara spontan bergabung karena kebutuhan berbagi informasi dan memiliki minat yang sama. Pada beberapa kasus, terdapat komunitas yang secara sengaja didirikan secara spontan atau disengaja tidak menentukan formal atau tidaknya sebuah komunitas. 7. Tidak Dikenal atau Dibawahi sebuah institusi 19 Sebuah komunitas memiliki berbagai macam hubungan dengan organisasi, baik itu komunitas yang tidak dikenali, maupun komunitas yang berdiri di bawah sebuah institusi. Sejalan dengan pemikiran mengenai konsep komunitas di atas, salah satu ikatan yang membentuk suatu komunitas ialah karena adanya identitas kolektif yang disepakati menjadi penanda dari kelompok tersebut yang kemudian membangun pola komunikasi, sehingga dapat terbentuk suatu komunitas. Identitas menurut Giddens (1991: 187) bukanlah seperangkat karakteristik yang kita miliki atau kita tunjuk, tetapi lebih kepada model berpikir tentang diri kita sendiri. Giddens menjelaskan identitas sebagai sebuah proyek. Artinya, identitas tersebut merupakan kreasi mengenai diri sendiri yang berada dalam sebuah proses berpikir yang dilatarbelakangi oleh pengalaman di masa lalu dan apa yang kita harapkan di masa depan (Giddens, 1991: 188). Menurut Barker (2005: 220), identitas adalah ekspektasi dan opini orang lain terhadap diri kita. Identitas yang dimiliki seseorang akan selalu dipengaruhi oleh identitas diri seseorang dan pengaruh lingkungan sosial tempat ia mengaitkan diri sebagai kelompok. Identitas juga merupakan suatu esensi yang dapat dimaknai melalui selera, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup. Identitas yang dibentuk oleh individual-individual dalam sebuah komunitas sosial, secara tidak langsung merupakan pembentukan identitas komunitas tersebut (Barker, 2005: 220). Dengan demikian identitas dapat dimaknai sebagai penanda bahwa suatu komunitas berbeda atau sama dengan yang lainnya. 20 Pembentukan simbol oleh Individual-individual dalam sebuah komunitas dapat memiliki peranan penting dalam membangun identitas kelompok. Andrianto (2006: 200-201) mengidentifikasi tiga peran utama simbol dalam komunitas bagi konstruksi identitas kelompok subkultur yaitu: a. Sebagai sumber rujukan penampilan dan gaya sesuai yang ditampilkan; b. Memberi pemaknaan terhadap simbol-simbol budaya yang dipraktekkan dalam interaksi komunitasnya; c. Membangun kohesivitas kelompok. 2.5 Kerangka Pemikiran KOMUNITAS VESPA KASOOS SIMBOL Interaksi Simbolik POLA KOMUNIKASI Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian Pada komunitas vespa Kasoos ada berbagai simbol yang digunakan sebagai identitas kelompok. Simbol tersebut digunakan untuk membangun pola komunikasi dalam komunitas vespa Kasoos. Dalam menggunakan simbol tersebut ada interaksi atau pertukaran simbol yang diberi makna. 21 Simbol dalam pola komunikasi tersebut yang membentuk keberadaan komunitas Kasoos. Berdasarkan kerangka pemikiran pada Gambar 2.7, maka penelitian ini akan menelaah secara mendasar tentang kekhususan pola komunikasi simbolik yang terjadi di komunitas Vespa Kasoos sebagai bagian dari proses sosial yang diciptakan oleh perilaku antar individu anggota komunitas Vespa Kasoos. 22