PENGEMBANGAN EMPATI ANAK USIA DINI MELALUI MENDONGENG DI TAMAN KANAK-KANAK ASYIYAH PARIAMAN Nanik Iis* Abstrak Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Pariaman. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengembangan empati anak melalui mendongeng. Berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan bahwa empati anak masih rendah. Salah satu upaya untuk mengembangkan empati anak adalah melalui mendongeng. Metodologi pada penelitian ini adalah metodologi campuran dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Penelitian dirancang dua siklus. Manfaat dari penelitian adalah sebagai masukan untuk mengetahui seberapa pentingnya perkembangan empati bagi anak usia dini. Kata kunci: empati; anak; mendongeng Pendahuluan Pendidikan merupakan faktor utama yang akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Karena pendidikan merupakan bimbingan dan asuhan bagi anak yang mampu menunjukkan kepribadian dan prosesnya tidak hanya di batasi oleh dinding, langit dan ruang kelas tetapi juga dunia terbuka. Pendidikan dan proses belajar diharapkan di mulai sejak dini. Upaya mencerdaskan bangsa melalui sistem pendidikan nasional dengan mencakup semua lapisan masyarakat dan mencakup berbagai jenis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas seperti yang tercantum dalam UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, beraklhak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tingginya kepekaan empati akan berpengaruh pada kecakapan sosial anak. Dimana semakin tinggi kecakapan sosialnya, maka dia akan lebih mampu membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 1 mempengaruhi, membuat orang-orang lain merasa nyaman. Dengan demikian orang yang memiliki empati cukup tinggi akan mempunyai etika moral yang cukup tinggi pula dalam masyarakat. Namun masyarakat Indonesia semakin terkikis rasa empatinya dan semakin menghilangnya rasa sopan santun serta memudarnya rasa saling tolong menolong sehingga hal ini akan berdampak bagi perkembangan empati anak usia dini sebagai penerus bangsa. Taman kanak-kanak merupakan salah satu lembaga yang tepat untuk pendidikan anak usia dini mulai dari usia 5-6 tahun, yang berfungsi untuk mengembangkan seluruh aspek yang meliputi: aspek prilaku (Sosial Emosional), kognitif, psikomotor, bahasa dan seni. Pada anak usia dini semua aspek harus dapat dikembangkan dengan baik dan sesuai dengan keunikan dan tahap perkembangan usia anak. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia, anak belum mengetahui aturan, perilaku baik dan cara bersikap dengan orang lain. Anak usia dini juga sedang belajar bergaul dengan orang lain dan belajar memahami orang lain atau empati. Empati merupakan suatu emosi pada anak yang mampu melihat kesusahan orang lain, walaupun empati sudah ada pada anak namun harus ditumbuhkan agar berkembang karena salah satu cara untuk menanamkan perilaku baik dan saling menolong agar anak dapat diterima dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Menurut Goleman (1997:136) Kemampuan empati adalah “ Kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain “. Empati merupakan akar kepedulian dan kasih sayang dalam setiap hubungan emosional anak dalam upayanya untuk menyesuaikan emosionalnya dengan emosional orang lain. Empati merupakan kunci untuk memahami perasaan orang lain sehingga anak mampu menunjukkan sikap toleransinya dan dapat memberikan kasih sayang, memahami kebutuhan temannya, serta mau menolong teman yang sedang mengalami kesulitan. Anak yang belajar berempati akan memiliki kepedulian dan mampu mengendalikan emosinya dengan mampu memberi dan menerima maaf serta anak mau bermain bersama dan saling berbagi dengan temannya. Namun harapan di atas sangat berbeda dengan kenyataan yang peneliti temui di Taman Kanak kanak Aisyiyah Pariaman. Karena masih banyak anak didik yang masih belum berkembang pengembangan empatinya. Hal ini dapat dilihat dari sikap dan kebiasaan anak sehari-hari di sekolah seperti: anak lebih suka bermain sendiri dan berebut mainan, anak sukar berbagi mainan dan makanan kepada teman yang tidak membawa bekal makanan, anak masih belum mampu memberi dan menerima maaf temannya ketika melakukan kesalahan kepada temannya. Hal ini terjadi karena guru selalu memberikan Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 2 nasehat dengan menceramahi anak sehingga anak bosan dan tidak mau mendengar nasehat guru serta guru selalu menggunakan metode monoton dan media yang kurang menarik minat anak. Guru yang profesional dan kreatif merupakan guru yang memiliki wawasan dan pengetahuan sehingga mampu menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang menarik dengan menggunakan metode-metode yang dapat menggerakkan anak untuk mengekspresikan perasaan agar terjadi pembiasaan tingkah laku yang baik, guru harus mampu meningkatkan perasaan saling percaya dan usaha pemantapan perilaku yang baik secara terus menerus dan tingkah laku yang baik hanya dapat terjadi dalam suasana saling percaya. Guru mempunyai peranan dalam mewujudkan aspek-aspek perkembangan anak terutama pekembangan sosial emosional yaitu mengembangkan pengembangan empati anak dengan cara menjadi model dan contoh teladan dalam bersikap dan beperilaku agar anak dapat meniru perilaku baik dan berkembang empati anak. TK merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang memberikan pembelajaran sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempunyai prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Melalui bermain anak dapat belajar dan beraktifitas. Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan sehingga dapat memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu secara mendalam dan spontan berkembang kemampuannya serta melalui kegiatan yang menyenangkan akan dapat mengembangkan seluruh aspek pengembangan anak salah satunya perkembangan empati. Mendongeng merupakan salah satu cara yang sering dilakukan orang tua dalam mendidik anak nya untuk menanamkan nilai-nilai luhur. Dengan mendongeng melalui cerita yang berisikan kisah yang dapat menumbuhkan sikap empati anak maka anak akan dapat berimajinasi dan berkembang social emosional anak. Mendongeng yang tepat untuk anak usia dini adalah dongeng yang berisi pesan moral, nasehat dan bimbingan yang berguna bagi kehidupan. Dalam hal ini mendongeng menempati posisi pertama dalam mengubah etika anak-anak dengan cara yang menyenangkan tanpa mereka sadari dan mengembangkan imajinasi, mengekspresikan diri, mengasah pengalaman emosional dan memperluas wawasan pengetahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk menjadikan sebuah dongeng itu lebih hidup dan menarik untuk didengar tentu dibutuhkan kiat-kiat khusus atau teknik agar dongeng itu tidak membosankan. Hal inilah yang harus dipelajari lebih dalam oleh guru TK. Apa lagi jika guru menggunakan media dan metode yang tepat dan kreatif dalam menyampaikan Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 3 materinya, tentu anak akan lebih berminat dan bergairah dalam mengikuti kegiatan dan agar berkembang rasa empatinya sebagai prilaku yang baik. Berdasarkan kenyataan di atas peneliti mengangkat permasalahan ini karena masih banyak anak usia Taman Kanak kanak Asyiyah Pariaman yang masih belum berkembang empatinya. Anak masih suka bermain sendiri, berebut mainan, tidak mau menolong teman, sukar berbagi dan tidak mau memberi dan menerima maaf ketika melakukan kesalahan, anak masih belum mampu merasakan kesusahan temanya. Media dan metode yang digunakan gurupun terlalu monoton sehingga anak menjadi malas dalam mengikuti kegiatan. Dalam kaitan ini guru memiliki tugas meluruskan kembali, baik dalam bentuk komunikasi langsung maupun dalam bentuk bercerita atau mendongeng. Oleh sebab itu peneliti mengambil judul Pengembangan Empati Anak Usia Dini Melalui Mendongeng di Taman Kanak kanak Asyiyah Pariaman. Peneliti mengharapkan dengan mendongeng ini akan dapat memberikan suatu teknik atau kiat kepada guru Taman Kanak kanak dalam membangun empati dan kepribadian anak dengan cara yang menyenangkan. Dari pernyataan di atas dapat di simpulkan bahwa masih belum berkembang empati anak guru belum mampu menyediakan media yang menarik, metode yang digunakan guru terlalu monoton, kurangnya pengetahuan guru tentang cara dan teknik mendongeng, maka peneliti mengambil batasan masalah bahwa pengembangan empati di Taman Kanak kanak. Asyiyah bustanul athfal Pariaman adalah ”masih belum berkembangnya empati anak”. Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan. Bagaimanakah meningkatkan pengembangan empati anak melalui mendongeng ? Berdasarkan permasalahan diatas bahwa pengembangan empati anak masih belum berkembang, maka digunakanlah mendongeng di kelompok B di Taman Kanak kanak Asyiyah Bustanul Athfal Pariaman untuk meningkatkan perkembangan empati anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan empati anak melalui mendongeng di Taman Kanak kanak Asyiyah Pariaman. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (class room action research). Darmansyah (2009:9) mengatakan PTK merupakan penelitian tindakan kelas yang berupaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian kelas ini dilakukan agar meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional dan refleksi diri sehingga hasil Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 4 belajar siswa menjadi lebih baik. Subjek penelitian ini adalah kelompok BI di Taman Kanak kakak Asyiyah Pariaman dengan jumlah peserta didik sebanyak 14 orang yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 5 orang anak perempuan. Menurut Arikunto (2006:92) prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa komponen yaitu: Perencanaan (planning), Pelaksanaan (acting), Pengamatan (observing), Perenungan (reflecting). Menurut Kemmis dan Mc Taggart dalam Arikunto (2006: 97) Penelitian yang dilakukan ini terdiri dari 2 siklus. Jika masalah pada siklus I belum terpecahkan, maka dapat dilakukan siklus II sebagai siklus berikutnya didasarkan pada hasil siklus sebelumnya. Instrumen Penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu: Format Observasi data yang didapat dari kegiatan anak yang diamati selama proses kegiatan untuk memantau tentang tumbuhnya empati anak dan perubahan-perubahan sikap empatinya dan hasilnya ditulis dalam lembaran observasi dan RKH, Dokumentasi berupa foto-foto atau rekaman anak selama kegiatan dan proses pembelajaran, Format Wawancara dilakukan untuk tanggapan keaktifan siswa terhadap kegiatan setelah pembelajaran berlangsung. Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu menurut Hariyadi (2009: 24) data yang diperoleh selama penelitian berlangsung dianalis dengan teknik presentase Data yang di analisis dengan menggunakan rumus untuk mengukur menigkatkan kreatifitas anak sebagai berikut: P/N = F x 100%. Menurut Arikunto (2006: 241) untuk menentukan bahwa aktifitas anak meningkat maka interprestasi aktifitas belajar anak adalah sebagai berikut: (1) 81%-100% = Sangat Tinggi (ST) (2) 61%-80% = Tinggi (T) (3) 21%-50% = Rendah (R). Kemampuan anak dikatakan meningkatkan apabila presentase hasil kegiatan anak meningkat dari hasil pengamatan sebelumya. Hasil Setelah peneliti melakukan pengamatan di Taman Kanak kanak Aisyiyah Pariaman ditemukan bahwa pengembangan empati anak masih sangat rendah, diantaranya masih banyak anak-anak yang belum memahami perasaan temannya dan lebih suka dengan kata hatinya sendiri. Hal ini masih terlihat beberapa di antara mereka yang masih suka mengganggu temannya saat bermain dan pada waktu belajar, tidak peduli terhadap kesusahan orang lain, tidak mau menolong teman, tidak mau meminta maaf jika melakukan Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 5 kesalahan dan memberi maaf. Sebelum dilakukan tindakan kondisi awal anak dalam meningkatkan perkembangan empati dapat di uraikan sebagai berikut. Perilaku anak dalam pengembangan empati anak pada kondisi awal (sebelum tindakan) sebagai berikut: Pada aspek ke 1 anak mau bermain dengan teman anak yang sangat tinggi berjumlah tidak ada, yang tinggi 21,42%, rendah 78.57%. Pada aspek ke 2 anak mau menolong teman anak yang sangat tinggi tidak ada, tinggi 28.57%, rendah 71.43%. Pada aspek ke 3 anak mau bebagi dengan teman anak yang sangat tinggi tidak ada, tinggi 28.57%, dan rendah 71.43%. Pada aspek ke 4 anak mau memberi dan menerima maaf anak yang sangat tinggi tidak ada, anak yang tinggi 35.71%, dan anak yang rendah 64.28%. Dari uraian di atas tergambarlah sikap perilaku anak dalam pengembangan empati anak yang masih rendah. Untuk itu peneliti perlu melaksanakan penelitian yang dimulai dari siklus I pertemuan I, II dan III. Deskripsi hasil penelitian di uraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus yang dilakukan pada kegiatan dalam siklus sebagai berikut: 1. Deskripsi siklus I Siklus I pertemuan I di lakukan pada hari Senin tanggal 13 Februari 2012, selanjutnya pertemuan II hari Senin tanggal 20 Februari 2012 dan pertemuan III hari Senin tanggal 27 Februari 2012. Secara keseluruhan tindakan pada siklus I dapat di laksanakan sesuai dengan rancangan yang telah dibuat sebelumnya dengan langkah sebagai berikut: (a) Perencanaan yaitu Penelitian melakukan analisis kurikulum untuk menetukan capaian perkembangan dan indikator. Guru melaksanakan proses pembelajaran untuk pengembangan empati anak sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah direncanakan. Capaian perkembangan diambil dari pembentukan perilaku dan kemampuan sosial emosional dan kemandirian. Dari pembentukan perilaku Capaian perkembangannya adalah anak terbiasa berperilaku saling hormat menghormati dan membedakan perbuatan yang baik dan buruk. Hasil belajar dari Capaian perkembangan ini adalah menunjukkan rasa empati dengan indikatornya adalah senang menolong, mau memohon dan memberi maaf serta mengajak teman bermain dan belajar. Peneliti melakukan perencanaan dengan membuat rancangan kegiatan harian. Komponen-komponennya yaitu indikator, kegiatan pembelajaran, alat atau sumber serta penilaian. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah bercerita, tanya jawab dan praktek langsung serta mempersiapkan media-media pendukung seperti: bukubuku cerita dongeng yang sesuai dengan perkembangan anak. (b) Pelaksanaan pembelajaran Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 6 adalah suatu bentuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang terpadu dengan sistimatis dan berkesinambungan agar tercapai tujuan pembelajaran. Peneliti melaksanakan proses kegiatan pembelajaran melalui mendongeng dengan menyiapkan media buku-buku cerita untuk anak usia dini dengan rancangan kegiatan harian yang telah di susun. Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, maka peneliti mendapatkan: (1) Anak merasa tertarik dan berminat untuk mengikuti kegiatan mendongeng,(2) Anak dapat mengulang cerita dengan bahasa yang sederhana,(3) Anak sudah mau bermain dengan teman,(4) Anak mau menolong teman,anak mau berbagi dengan teman dan mau memberi dan menerima maaf kepada teman,(5) Anak dapat menerapkan pesan empati dan nasehat cerita dalam kehidupan,(6) Masih ada beberapa orang anak yang masih belum beminat mendengarkan cerita dongeng dan masih ada beberapa orang anak belum bisa menerapkan pesan dongeng dalam kehidupan. Setelah melakukan Siklus I mulai dari pertemuan I, pertemuan II, pertemuan III, peneliti melakukan tanya jawab kepada anak tentang kegiatan yang telah dilakukan. Dari beberapa pertanyaan di atas beberapa orang anak sudah dapat menjawab pertanyaan dengan baik serta bisa membedakan perbuatan baik dan buruk dalam cerita dongeng.Dari uraian di atas tergambarlah sikap anak dalam mendengarkan cerita, pada siklus I, pertemuan I,II dan III sudah terjadi peningkatan tetapi belum maksimal. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi pada siklus II pertemuan berikutnya. (c) Refleksi Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, berjalan sesuai dengan rencana. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa dampak pembelajaran sudah cukup berhasil, ini terlihat dari: (1) Perubahan terhadap sikap perilaku dalam meningkatkan pengembangan empati anak meningkat. Berdasarkan persentase rata-rata siklus I pertemuan I, II, III adalah sebagai berikut pada siklus I pertemuan I rata-rata kategori sangat tinggi dengan persentase 16.05%, pada kategori tinggi dengan persentase 39.28%, pada kategori rendah dengan persentase 44.64%. Pada pertemuan II rata-rata kategori sangat tinggi dengan persentase 28.57%, pada kategori tinggi dengan persentase 35.71%, pada kategori rendah dengan persentase 35.71%. Pada pertemuan III rata-rata kategori sangat tinggi dengan persentase 35.71%, pada kategori tinggi dengan persentase 33.92%, pada kategori rendah dengan persentase 30.35%, maka dapat disimpulkan bahwa masih ada 30.35% anak yang pengembangan empati masih rendah dalam mengikuti kegiatan mendongeng. Anak yang pengembangan empatinya ratarata sangat tinggi baru mencapai 35.71% berarti belum mencapai target yang di harapkan yaitu 75%. Masih ada anak yang malas dan kurang tertarik dalam mendengarkan cerita Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 7 dongeng. Masih terdapat beberapa orang anak yang belum bisa menerapkan pesan cerita dalam kehidupan sehingga belum nampak perubahan sikap perilaku mereka.Untuk mengatasi hal di atas dilakukan hal sebagai berikut: (1) Memotivasi dan membimbing yang sikap positifnya masih rendah dan sedang agar di siklus ke dua sikap positifnya lebih meningkat.(2) Mendampingi anak secara individual terutama bagi anak-anak yang pengembangan empati yang masih rendah dan yang belum bisa mengulang cerita dengan baik.(3) Merancang kegiatan dengan lebih menarik lagi, dengan teknik mendongeng yang lebih menarik minat anak serta menyajikan cerita yang lebih menarik lagi dengan media buku cerita dongeng bergambar yang sangat disukai oleh anak. 2. Deskripsi Siklus II Dari hasil pelaksanaan siklus I, ternyata tidak mencapai hasil maksimum. Maka peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II yang dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan I dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 5 Maret 2012, pertemuan II dilaksanakan pada hari Senin tanggal 12 Maret 2012, pertemuan III dilaksanakan pada hari Senin tanggal 19 Maret 2012. (a) Perencanaan Tindakan perencanaan siklus II ini hampir sama dengan siklus I. (b) Tindakan (c) Pengamatan pada akhir siklus II kegiatan mendongeng dalam meningkatkan pengembangan empati anak telah menunjukkan kemajuan yang berarti, peneliti mendapatkan hasil dari setiap aspek terlihat peningkatannya, yaitu anak semakin tertarik mendengar cerita dongeng, anak dapat memahami dengan baik pesan empati yang ada dalam cerita dongeng dan anak dapat menerapkan pesan empati dalam kehidupan terutama di sekolah anak sudah mampu merasakan perasaan orang lain disekitarnya seperti anak sudah mau menolong teman yang kesulitan dalam belajar dan sudah mau berbagi makanan kepada teman yang tidak memiliki bekal makanan. (d) Refleksi keberhasilan yang telah di peroleh pada siklus II dapat di uraikan sebagai berikut: Sikap positif anak mengikuti pembelajaran mengalami peningkatan disetiap pertemuan I, II, III pada siklus I sedangkan pada siklus II setiap pertemuan I, II, III juga mengalami peningkatan,Perubahan terhadap sikap perilaku anak dalam pengembangan empati dalam kategori sangat tinggi meningkat yaitu anak mau bermain dengan teman, anak mau menolong teman, anak mau berbagi dengan teman, anak mau memberi dan menerima maaf,hingga Adanya upaya peneliti perbaikan yang dilakukan pembelajaran pada siklus II menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan dari pencapaian hasil akhir siklus I dan II, peneliti berkeyakinan Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 8 bahwa melalui mendongeng dengan cerita yang mendidik akan dapat meningkatkan pengembangan empati anak pada kelompok B1 di TK Aisyiyah Pariaman. Pembahasan Pada bagian ini dikemukakan pembahasan mengenai hasil observasi pengembangan empati anak usia dini melalui mendongeng di TK Aisyiyah Pariaman. Berdasarkan kondisi awal, sebagian besar anak kelompok B1 belum memahami tentang perbuatan baik dan buruk yang sering mereka lakukan. Menurut pendapat beberapa para ahli bahwa pengembangan empati anak usia dini dapat peneliti simpulkan seperti menurut pendapat Goleman (1997) pengembangan Empati anak merupakan kemampuan anak untuk mengetahui perasaan orang lain dimana anak yang memiliki empati akan mampu membaca perasaan orang lain dengan baik. Dalam Permen RI No 58 (2009) mengatakan sikap perilaku baik dan menunjukkan rasa empati pada diri anak di tandai dengan anak mau bermain dengan teman, anak mau menolong teman, anak mau berbagi dengan teman, anak mau memberi dan menerima maaf. Pengembangan empati anak usia dini melalui mendongeng, mampu dilakukan anak dengan baik, sehingga pengembangan empati anak meningkat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Keberhasilan pengembangan empati anak melalui mendongeng dapat dijabarkan sebagai berikut: Berdasarkan penelitian siklus I dan siklus II dapat di jabarkan keberhasilan pengembangan empati anak melalui mendongeng ditinjau dari aktivitas guru, pembelajaran pada siklus II sudah berjalan dengan baik dan berhasil. Perubahan sikap perilaku dalam pengembangan empati anak melalui mendongeng mengalami peningkatan sebagai dari aspek anak mau bermain dengan teman sikap perilakunya sangat tinggi pada kondisi awal tidak ada, setelah diadakan siklus I meningkat menjadi 42.85%, pada siklus II meningkat menjadi 85.71%. Dari aspek anak mau menolong teman anak yang sangat tinggi pada kondisi awal tidak ada, setelah diadakan siklus I meningkat menjadi 28.57%, pada siklus II meningkat menjadi 78.57%. Dari aspek anak mau berbagi dengan teman anak yang sangat tinggi pada kondisi awal tidak ada, setelah diadakan siklus I meningkat menjadi 35.71%, pada siklus II meningkat menjadi 85.71%. Dari aspek anak mau memberi dan menerima maaf anak sangat tinggi pada kondisi awal tidak ada, setelah diadakan siklus I meningkat menjadi 35.71%, pada siklus II meningkat naik menjadi 92.86%. Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 9 Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan pada BAB I dan BAB IV, maka dapat diambil kesimpulan TK merupakan Pendidikan Anak Usia Dini berumur 5-6 tahun, yang merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan pembiasaan salah satunya pengembangan empati. Pada hakikatnya pendidikan anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara yang meyenangkan. Untuk itu pendidikan anak usia dini adalah upaya untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak.Salah satu cara untuk mengembangkan perilaku empati anak usia dini adalah melalui mendongeng yang berisi pesan empati.Pengaruh lingkungan dan keluarga adalah hal yang paling penting dalam meningkatkan perkembangan empati anak. Peran orang tua dan guru adalah hal yang paling utama memberikan pengasuhan yang positif, merespon dan mengarahkan setiap perilaku ke arah yang baik. Tujuan meningkatkan pengembangan empati anak melalui mendongeng adalah untuk mengenalkan kepada anak mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk serta memotivasi anak untuk ikut merasakan kesedihan, kesusahan orang lain.Untuk menjadi seorang pendongeng yang hebat dan dapat menghidupkan suasana cerita guru harus pandai dalam memilih cerita dan dapat menguasai teknik-teknik mendongeng. Penyediaan bukubuku dongeng yang mendidik dan menarik akan dapat menimbulkan minat anak dalam mendengarkan cerita dongeng bagi pembentukan empatinya.Sikap positif anak-anak di lokal B1 di TK Aisyiyah Pariaman dapat di kembangkan melalui kegiatan mendongeng. Melalui kegiatan mendongeng dapat meningkatkan pengembangan empati anak, ini dapat di lihat dari peningkatan pengembangan empati anak dari kondisi awal ke siklus I ke siklus II yaitu nilai rata-rata mengalami peningkatan yang maksimal. Dalam pengembangan empati anak di usia dini masih banyak belajar tentang berbagai hal dalam kehidupannya. Anak belajar mengamati, mengenal, dan berbuat sesuai kata hati mereka. Anak belajar berbagai peristiwa dalam hidupnya dan dari berbagai peristiwa tersebut, akan diterima oleh anak pengaruh positif dan negatif. Pada umumnya anak usia dini sangat suka bermain dengan teman sebayanya, anak juga dapat merasakan kesusahan teman sehingga timbulah sifat empati dari dirinya terhadap orang lain. Untuk itulah dibutuhkan bimbingan dan arahan sejak usia dini agar prilaku baik ini tetap tertanam hingga mereka dewasa. Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 10 Kita dapat membimbing dan mengarahkan sikap perilaku yang baik pada diri mereka dengan memberikan nasehat melalui cara yang menyenangkan sehingga mereka tidak terpaksa dan merasa di gurui. Hal ini dapat dilakukan dengan bercerita atau mendongeng. Dengan adanya penelitian tindakan kelas ini imbasnya terhadap guru adalah dapat memberikan wawasan, keterampilan serta ilmu pengetahuan dalam mengarahkan dan membimbing pengembangan empati anak kearah yang lebih baik. Sedangkan imbasnya untuk anak kelompok B1 TK Aisyiyah Pariaman dapat meningkatkan pengembangan empati mereka kearah yang lebih baik. Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang ingin peneliti uraikan adalah agar pembelajaran lebih kondusif dan menarik minat anak, sebaiknya guru lebih kreatif dalam merancang kegiatan pembelajaran dengan dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan. Pihak sekolah sebaiknya menyediakan buku-buku cerita dongeng yang menarik bagi anak serta mengandung pesan empati.Hendaknya guru mampu menguasai teknik-teknik mendongeng ini supaya cerita yang kita sampaikan lebih di minati lagi oleh anak. Jadikanlah kegiatan mendongeng sebagai salah satu cara dalam memberikan penanaman sikap empati kepada anak di sekolah tanpa mereka merasa di gurui. Bagi peneliti lanjutan di harapkan dapat melanjutkan Penelitian tentang kegiatan mendongeng. Bagi pembaca di harapkan dapat menggunakan skripsi ini sebagai sumber ilmu pengetahuan guna menambah wawasan. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Darmansyah. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Padang: Suka Bina Press. Goleman, Daniel.1997. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Haryadi, Moh. 2009. Statistik Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya. PERMEN RI No 58 tahun 58. Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas. UU RI No 20 tahun 2003. Tentang Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Pesona PAUD Vol.1 No.1 [email protected]* 11