tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros).
Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Scarabaeidae
Genus
: Oryctes
Spesies
: Oryctes rhinoceros L.
Telur
Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian
bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga
betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang
melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor
serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar
51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Umiarsih, 2011).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 1: Telur O. rhinoceros L.
Larva
Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna
putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm.
Larva deasa berukuran panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah
kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada
permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu
tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan ( Umiarsih, 2011).
Gambar 2: Larva O. rhinoceros L.
Perkembangan larva instar I antara 10 – 21 hari, instar II antara 12 – 21
hari dan instar III anatara 60 – 165 hari. Larva dewasa berbentuk seperti huruf C
dengan kepala berwarna coklat dan memiliki tungkai kaki. Pra pupa 8 – 13 hari
dan pupa antara 17 – 28 hari (Chandrika, 2005).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pupa
Pupa berukuran lebih kecil dari larva.Panjang 6-8 mm. Terbungkus kokon
yang berasal tanah berwarna kuning. Stadia ini terbagi atas 2 fase yaitu fase
pertama terjadi selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa.
Fase kedua terjadi selama 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa
menjadi imago. Masih berdiam dalam kokon (Umiarsih, 2011).
Gambar 3: Pupa O. rhinoceros L.
Imago
Imago tetap di dalam kokon sekitar 11-20 hari. Siklus hidup berlangsung
4-9 bulan mungkin lebih dari satu generasi per tahun. Di India panjang umur
imago rata-rata sekitar 4,7 bulan dan kemampuan betina menghasilkan telur 108
telur. Imago kumbang badak panjang 5-30 mm dan lebar 14-21 mm, berwarna
hitam atau hitam kemerahan, kuat dan ciri pada kumbang jantan memiliki tanduk
yang lebih panjang sedangkan pada kumbang betina pygedium berbulu coklat
kemerahan di permukaan ventral (Chandrika, 2005).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke
atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang
hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan
tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang
dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Umiarsih, 2011).
Gambar 4 : Imago O. rhinoceros L.
Gejala Serangan Kumbang Tanduk (O. rhinoceros)
Pada tanaman yang berumur antara 0 - 1 tahun, kumbang dewasa (baik
jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal batang yang dapat
mengakibatkan titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Pada
tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum
terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka ciri
khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga.
Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa
kumbang (Suhardiyono, 1988).
Kumbang dewasa masuk ke dalam daerah titik tumbuh dan memakan
bagian yang lunak. Bila serangan mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tetapi bila makan bakal daun hanya menyebabkan daun dewasa rusak seperti
terpotong gunting (Darmadi, 2008).
Tampak guntingan-guntingan/potongan-potongan pada daun yang baru
terbuka seperti huruf “V”, gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan
pangkal daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk
pertumbuhan. Serangan ini dapat dilakukan oleh serangga jantan maupun betina
(Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar 5: Gejala serangan O. rhinoceros L.
Jamur C. militaris
Menurut Holliday, dkk (2005), jamur C. militaris dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Klass
: Ascomycetes
Ordo
: Hypocreales
Famili
: Clavicipitaceae
Genus
: Cordyceps
Spesies
: C. militaris Fries.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Cordyceps sp. adalah genus jamur ascomycetes (jamur kantung) yang
mencakup sekitar 750 spesies. Semua jenis Cordyceps adalah endoparasitoid,
terutama pada serangga, sehingga mereka disebut sebagai jamur entomopatogen.
Jamur ini bersifat soil borne karena infeksi mulai terjadi pada saat larva turun ke
tanah untuk berkepompong (Wibowo dkk, 1994).
Pada awal ditemukannya, tampak struktur stromata yang timbul dari badan
ulat api. Stromata merupakan jalinan hifa yang membentuk tangkai, dimana pada
bagian fertile disebut peritesia yang mengandung askus dan askospora. Ukuran
stromata 8 – 70 × 1.5 – 6 mm, peritesium 500 – 720 × 300 – 480 μm, askus 300 –
510 × 3.5 – 5 μm, askospora 280 – 390 × 1μm, askospora mempunyai banyak
septa, ukuran spora 2 – 4.5 × 1 – 1.5 μm, dan warna koloni kuning keputihputihan (Kuo, 2006).
a
Gambar 6 : Jamur C. militaris pada media PDA
(a. Koloni jamur C. militaris putih)
Stroma dan sinemata Cordyceps berasal dari endosklerotium dan biasanya
keluar dari mulut dan anus serangga dan dapat berkembang dengan bantuan
cahaya. Stroma dan sinemata terdiri dari bundel-bundel yang tersusun rapi dan
membentuk garis-garis membujur atau terdiri dari hifa yang saling berjalin dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
peritesia yang berkembang semakin ke atas. Struktur badan buahnya dapat
mencapai panjang kira-kira 30 cm, dan bewarna kuning, jingga, merah, cokelat,
kuning tua, abu-abu, hijau, atau hitam. Peritesia mengandung askus yang panjang
dan sempit dengan askospora yang multisepta yang dapat berubah bentuk menjadi
semakin besar dalam satu bagian sel tersebut (Tanada dan Harry, 1993).
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan C. militaris
Hasil penelitian di Balai Penelitian Marihat menunjukkan bahwa pada kondisi
kelembapan yang cukup perkembangan Cordyceps dari mumifikasi sampai terjadinya
emisi askospora sekitar 24 hari. Keadaan yang sedikit gelap akan berpengaruh
terhadap evolusi stromata tetapi cahaya akan merangsang keluarnya peritesia. Waktu
yang diperlukan untuk pembentukan stromata berkisar antara 2 – 4 minggu setelah
inokulasi (Wibowo dkk, 1994).
Media yang dipakai untuk menumbuhkan jamur entomopatogen sangat
menentukan laju pembentukan koloni dan jumlah konidia selama pertumbuhan.
Jumlah konidia akan menentukan keefektifan jamur entomopatogen dalam
mengendalikan serangga. Jamur entomopatogen membutuhkan media dengan
kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi
akan meningkatkan virulensi jamur entomopatogen. Media dari jagung manis atau
jagung lokal + gula 1% menghasilkan jumlah konidia dan persentase daya kecambah
konidia yang lebih tinggi dibandingkan media yang lain (Prayogo dkk, 2006).
Mekanisme Infeksi Jamur C. militaris
Askospora yang berada pada integument dari larva dan pupa melakukan
penetrasi melalui pembuluh, dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lapisan kitin dari larva maupun pupa tersebut. Setelah infeksi, muncul badan hifa
berbentuk silindris pada haemocoel pupa, kemudian badan hifa meningkat dan
menyebar pada tubuh serangga (Schgal dan Sagar, 2006).
Gejala Serangan Jamur C.militaris
C. militaris dapat menyerang larva instar akhir maupun kepompong yang
ditandai dengan munculnya miselium berwarna putih dan mengalami mumifikasi.
Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mumifikasi), berwarna krem sampai
coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam
kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi diferensiasi
membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda. Ujung –
ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan
askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan
berkepompong, tetapi lebih banyak pada fase kepompong. Pada kondisi lapangan,
C. militaris tumbuh baik pada tempat-tempat lembab di sekitar piringan kelapa
sawit dan di gawangan. Menurut hasil penelitian kepompong terinfeksi cukup
tinggi dan bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan media terutama
kelembapan (Purba dkk, 1989).
Gambar 7 : Larva O. rhinoceros yang terinfeksi jamur C. militaris.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Download