II. TINJAUAN PUSTAKA C. DADIH Dadih adalah makanan tradisional Minangkabau dan daerah sekitarnya di Sumatera Barat seperti daerah Kampar, Propinsi Riau (Surono dan Hosono, 1995). Dadih pada umumnya dikonsumsi sebagai lauk pauk, makanan selingan, pelengkap upacara adat, dan sebagai obatobatan tradisional (Sugitha, 1995). Produk makanan ini dibuat dengan memasukkan susu kerbau segar yang telah disaring ke dalam bambu (khususnya bambu buluh), ditutup daun pisang lalu dibiarkan pada suhu kamar 1 sampai 2 hari sampai terbentuk gumpalan menyerupai pasta dan biasanya langsung dipasarkan dalam bambu (Rahman, 1991). Fermentasi pada dadih dilakukan oleh mikroorganisme yang diperkirakan berasal dari bambu (Zakaria et al., 1998), daun pisang serta susu kerbau (Yudoamijoyo et al., 1983). Proses pembuatan dadih saat ini masih dilakukan secara tradisional dan belum terstandarisasi, sehingga menghasilkan dadih dengan kualitas yang berbeda-beda dalam hal rasa, aroma, dan tekstur (Sirait, 1993). Pada pembuatan dadih secara tradisional tidak ditambahkan starter, sehingga konsistensi rasa, aroma dan tekstur sulit untuk dipertahankan pada setiap produksi. Proses pembuatan dadih secara tradisional dapat dilihat pada Gambar 1. Susu Kerbau Penuangan ke dalam wadah bambu (Ditutup dengan daun pisang yang sudah dilayukan diatas api dan diikat ) Fermentasi (Pada suhu ruang selama 48 jam) Dadih Gambar 1. Diagram alir pembuatan dadih tradisional (Sirait, 1993) Sedangkan pembuatan dadih yang telah dimodifikasi menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1984) adalah sebagai berikut : 1). Susu kerbau segar dipanaskan pada suhu 70˚C untuk membunuh bakteri yang tidak baik yang mungkin terdapat di dalam susu; 2) Susu didinginkan pada suhu 30˚C; 3). Susu dimasukkan ke dalam tabung bambu, ditutup daun pisang dan diikat dengan karet gelang; 4). Simpan pada suhu ruang 2 x 24 jam; 5). Dadih siap dikonsumsi atau dijual. Dadih yang baik berwarna putih dengan konsistensi menyerupai susu asam (yoghurt) dan mempunyai aroma khas susu asam (Sirait, 1993). Dadih mengandung beberapa zat gizi seperti: kadar air (84,35%), protein (5,93%), lemak (5,42%), karbohidrat (3,34%). Kandungan laktosa pada dadih sekitar 5,29%, pH 3,4 serta daya cerna protein yang cukup tinggi (86,4%97,7%). Dadih mengandung 16 asam amino (13 asam amino esensial dan 3 asam amino non esensial) sehingga dapat dijadikan sebagai makanan bergizi yang mudah diserap tubuh, dan mengandung vitamin A (1,70-7,22 IU/g) (Yudoamijoyo et al., 1983). Tabel 3 menunjukkan nilai gizi dadih dari Kabupaten Agam dan Solok. Tabel 3. Nilai gizi dadih di Kabupaten Agam dan Solok Zat Gizi Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%) Kadar Abu (%) Kadar Karbohidrat (%) Keasamaan (˚D) pH Kabupaten Agam 82,40 7,06 8,17 0,91 1,46 128,10 4,81 Kabupaten Solok 81,79 6,91 7,98 0,90 2,42 132,20 4,76 Sumber: Sirait, 1993 Menurut Pato (2003) mengkonsumsi dadih atau produk yang mengandung BAL dari dadih berpotensi untuk mencegah terjadinya kanker terutama kanker usus. Hal ini kemungkinan disebabkan BAL dadih mempunyai kemampuan untuk menurunkan dan menghambat terjadinya mutagenisitas yang disebabkan oleh makanan. Mekanisme efek antimutagenik berlangsung karena adanya ikatan antara mutagen atau karsinogen dengan peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel BAL dadih. Mutagen dan karsinogen yang terikat oleh BAL dadih akan dikeluarkan melalui feses dan air kemih. Hasil isolasi BAL pada dadih terdiri dari 36 strain genus Lactobacillus, Streptococcus (Ngatirah et al., 2000; Pato, 2003) dan Lactococcus (Hosono et al, 1989; Surono dan Nurani, 2001) seperti terlihat pada Tabel 4. Selain itu juga ditemukan bakteri yang tergolong non-bakteri asam laktat yaitu Micrococcus varians, Bacillus cereus dan Staphylococcus saprophyticus serta khamir yaitu Endomyces lactis (Hosono et al, 1989). Tabel 4. Bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih Genus Lactobacillus Streptococcus Leuconostoc Lactococcus Sumber: Hosono et al., 1989; Surono dan Nurani, 2001 Spesies L. brevis, L. casei subsp. casei, L. casei subsp. rhamnosus S. faecalis subsp. liquefaciens L. mesenteroides L. lactis subsp. lactis, L. lactis subsp.cremoris L. casei subsp. diacetylactis D. Susu Susu sapi murni adalah susu sapi yang diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus dan tidak ditambahkan sesuatu apapun (Sawarni et al., 1987). Susu mengandung berbagai macam nutrisi penting seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin B, vitamin A, dan vitamin D. Selain itu, susu juga merupakan sumber mineral dan kalsium (Varnam dan Sutherland, 1994). Mineral yang terdapat dalam air susu adalah Ca, P, Na, Zn, Mg, Cl, Fe, S, dan mineral essensial lainnya (Rahman et al., 1991). Susu sapi segar mempunyai keasaman 15–18˚Th, berat jenis 1,024–1,026, kadar lemak 3,5%, total padatan 12,83%, kadar protein 2%, kadar mineral 0,3%, dan pH antara 6,5-6,7. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 biasanya menunjukkan adanya gangguan pada kelenjar ambing sapi (mastitis) (Robinson dan Tamine, 1981; Dinas Peternakan Sumatra Utara, 2000). Penyakit mastitis menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan mineral dalam susu (Buckle et al., 2007). Sebaliknya jika pH kurang dari 6,5 menunjukkan adanya kerusakan karena mikroba (Robinson dan Tamine, 1981). Secara tradisional, bahan baku pembuatan dadih adalah susu kerbau. Susu kerbau mengandung total padatan yang cukup tinggi yaitu 21,40%, kadar protein 5,50%, kadar lemak 10,50%, serta kadar mineral 0,85% (Dinas Peternakan Sumatra Utara, 2000). Salah satu komponen penting susu adalah kasein. Kasein merupakan protein susu yang berbentuk kalsium kaseinat. Kasein merupakan partikel-partikel halus berdiameter sekitar 80 mikrometer dan membentuk suspensi koloidal dalam susu. Kasein ini dapat digumpalkan oleh asam, alkohol, rennet, dan logam (Rahman, et al., 1991). Kasein murni berwarna putih dan tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut basa atau asam kuat. Protein susu terdiri atas alpha, betha, dan kappa kasein. Keberadaan kasein dalam susu biasanya dalam bentuk partikel koloid yang terkenal dengan nama misel kasein (Widodo, 2003). Kasein juga merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa karena molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada titik isoelektris, jumlah muatan positif dan negatif sama. Pada pH di atas titik isoelektriknya, protein tersebut bermuatan negatif. Oleh karena itu pada elektroforesis molekulnya akan bergerak ke elektrode yang bermuatan positif. Sebaliknya pada pH di bawah titik isoelektris, protein mempunyai muatan positif, dan akan bergerak ke elektroda yang bermuatan negatif. Kasein tidak mengalami hidrasi, sehingga pada titik isoelektriknya mudah sekali digumpalkan (Belitz dan Grosch, 1999). Lemak juga merupakan komponen susu yang penting. Lemak terdapat sebagai globula atau emulsi yang berukuran kecil di dalam serum susu. Lemak susu merupakan senyawa trigliserida yang merupakan campuran dari berbagai jenis lemak, dan masing-masing terbentuk dari satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (Rahman et al., 1991). Susu mengandung laktosa yang merupakan suatu komponen gula. Laktosa terdapat dalam dua bentuk yaitu alfa laktosa dan beta laktosa. Alfa laktosa dapat berupa hidrat maupun anhidrat, sedangkan beta laktosa hanya terdapat dalam bentuk anhidrat. Oleh bakteri asam laktat, laktosa akan difermentasi menjadi asam laktat. Setiap 2 gram laktosa dapat dirubah menjadi sekitar 0,8 gram asam laktat oleh bakteri asam laktat (Rahman et al., 1991). Selain susu segar, dikenal pula susu bebas lemak atau susu skim. Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya, mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu bubuk skim banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan dan berfungsi untuk menambah total padatan (Buckle et al., 2007). Pemisahan lemak dengan skim dapat dilakukan karena adanya perbedaan gravitasi spesifik antara keduanya. Serum atau bagian skim memiliki gravitasi spesifik rata-rata 1,0366, sedangkan lemak susu mempunyai gravitasi spesifik rata-rata 0,930. Susu kering hasil proses spray drying umumnya berwarna cerah, 99% larut dalam air, dan kelarutannya bersifat hampir sama dengan susu sebelum dikeringkan. Tepung susu skim bersifat higroskopis dan mempunyai rasa susu masak atau susu yang dipanaskan (Eckles et al., 1984). Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah dalam makanannya karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu. Susu skim sering dimanfaatkan dalam pembuatan keju rendah lemak dan yoghurt (Buckle et al., 2007). Standar mutu susu skim bubuk dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Standar mutu susu skim bubuk Spesifikasi Heat Stabilizer (menit) Stabilizer Index (ml) Keasaman Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) Nilai Min 15 Maks 1,25 0,10 – 0,15 Maks 4 Maks 0,1 Sumber : Anonim, 2009 E. Fermentasi Susu oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) Fermentasi merupakan proses oksidasi anaerobik atau partial anaerobik dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol serta beberapa asam. Terdapat tiga jenis fermentasi dalam bidang pengawetan makanan, yaitu fermentasi alkohol, asam laktat, dan asam asetat (Muchtadi, 2008). Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam fermentasi susu adalah golongan bakteri asam laktat. Peranan bakteri ini terutama untuk memproduksi asam laktat, menghasilkan metabolit sekunder yang erat hubungannya dengan flavor khas untuk produk tertentu (Rahman, 1991). Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah bakteri yang memfermentasi gula (laktosa) untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat (Widodo, 2003). Asam laktat tersebut memberikan cita rasa yang segar pada dadih serta membantu terjadinya penggumpalan protein susu oleh rennet (Daulay, 1991). Bakteri asam laktat bersifat gram positif, biasanya tunggal, non motil, tidak membentuk spora dan hampir selalu bersifat katalase negatif. Bakteri ini aktif pada kisaran suhu 10-32˚C, dan hampir semuanya terbunuh pada suhu 62˚C selama 30 menit (Newlander dan Atherton, 1982). Berdasarkan jenis asam yang dihasilkan terdapat dua kelompok BAL, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Asam laktat merupakan satu-satunya produk hasil fermentasi pada kelompok BAL homofermentatif, sedangkan pada kelompok heterofermentatif selain memproduksi asam laktat juga memproduksi etanol dan asam asetat sebagai produk sampingan (Fardiaz, 1992). Metabolisme bakteri asam laktat melibatkan tiga macam alur metabolik untuk mengubah laktosa menjadi asam laktat, yaitu : homolactate pathway, phosphoketolase, dan heterolactate pathway (Monnet et al., 1996). Secara skematis ketiga alur tersebut melibatkan beberapa tahapan meliputi : (a) transport dan hidrolisis laktosa menjadi monosakarida, (b) konversi monosakarida menjadi triosa phospat dan berbagai produk intermediet lainnya, (c) konversi triosa phospat menjadi piruvat, (d) konversi piruvat menjadi asam laktat dan produk lainnya, (e) sekresi produk akhir fermentasi, dan (e) pengaturan fermentasi (Widodo, 2003). Asam laktat mempunyai sifat tidak berbau, berasa asam dan bercampur sempurna dengan air, titik cairnya rendah serta merupakan asam lemah. Hidrolisis laktosa ini mampu mereduksi kristalisasi laktosa dan menghasilkan produk rendah laktosa yang memungkinkan produk dadih ini aman dikonsumsi bagi penderita ketidaktoleranan laktosa (lactose intolerance) (Casida, 1968). Mikroorganisme dapat diklasifikasikan sebagai probiotik apabila non patogen, mempunyai viabilitas tinggi yaitu antara 106 sampai 109 cfu/ml, menghasilkan substansi antimikrobial, mampu berkompetisi dengan bekteri patogen, dan tahan terhadap enzim-enzim pencernaan (Suskovic et al., 2001). Bakteri Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum termasuk ke dalam mikroorganisme probiotik (Vedamuthu, 2006). Lactobacillus casei tergolong dalam famili Lactobacillaceae, bersifat fakultatif heterofermentatif, berbentuk batang panjang, anaerobik fakultatif dan katalase negatif yaitu memilih keadaan dengan kadar oksigen yang rendah untuk pertumbuhannya (Jay, 2000), serta memiliki pertumbuhan yang optimum pada suhu 30˚C dan sangat tahan terhadap asam dibandingkan dengan spesies bakteri lain (Buckle et al., 2007). Pada suhu yang lebih rendah (1020˚C), semua spesies laktobasili tidak dapat tumbuh. Lactobacillus casei ini merupakan organisme yang mampu berkembang biak dalam saluran pencernaan dan mempunyai daya tahan yang kuat terhadap enzim pencernaan (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Lactobacillus casei mengeluarkan senyawa peptidoglycan yang mendukung pertahanan alami tubuh inang dan merangsang respon kekebalan di dalam usus. Lactobacillus casei ini mempunyai pengaruh meningkatkan sistem kekebalan dengan cara memproduksi senyawa ‘bacteriocins’ yang menghalangi pertumbuhan bakteri patogen di dalam usus halus (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Menurut Robinson dan Tamine (1981), Lactobacillus casei tidak memproduksi amonia dari arginin namun dapat memfermentasi amigdalin, manitol, solobiosa, dan salisin. Lactobacillus casei tidak dapat memfermentasi substrat melobiosa, rafinosa, rhamnosa, gliserol, dan jarang memfermentasi inositol atau sorbosa. Keunggulan dari Lactobacillus casei sebagai probiotik diantaranya adalah: (1). Membantu aktifitas Bifidobacteria dan bakteri berguna lainnya; (2). Menyerap bahan berbahaya dalam sistem pencernaan; (3). Mempunyai efek antagonistik dengan membunuh bakteri patogen; (4). Mempunyai efek anti tumor dan (5). Memiliki efek klinis dalam pengobatan berbagai penyakit (Margawani, 1995). Bakteri Bifidobacterium longum termasuk dalam jenis BAL. Bifidobacterium longum termasuk dalam strain Bifidobacterium. Bifidobacterium merupakan bakteri gram positif, non motil, tidak berspora, dan katalase negatif. Bifidobacterium mempunyai berbagai bentuk seperti pendek, bengkok, tangkai, tangkai seperti batang, dan batang dibagi dalam dua cabang Y-Shaped. Nama Bifidobacterium diperoleh berdasarkan keberadaannya dalam bentuk Y-Shaped atau bentuk bifid (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bifidobacterium longum merupakan bakteri yang memfermentasi secara anaerob dan bersifat heterofermentatif. Bifidobacterium memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan rasio 2 : 3, tanpa menghasilkan karbondioksida. Produk metabolit utama dari bakteri ini adalah asam asetat (Tamime, 2002). Bifidobacterium longum banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus besar. Bakteri ini membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen dengan cara menempel pada dinding usus dan mendesak bakteri tak ramah dan kapang keluar. Bifidobacterium longum menghasilkan asam laktat, asam asetat sehingga menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang tidak diinginkan, meningkatkan penyerapan zat kapur, mempunyai aktivitas antitumor yang kuat, dan mengurangi timbulnya tumor pada kolon (Wahyudi dan Samsundari, 2008). F. Bahan Tambahan Pangan (BTP) Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, namun ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Berdasarkan tujuan pemakaiannya di dalam pangan, BTP dikelompokkan menjadi bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, penggumpal, pengental, serta pemucat (Anonim, 2008). Menggumpal atau mengental merupakan salah satu sifat susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam (Buckle et al., 2007). Penggumpalan susu secara alami terjadi pada titik isoelektrik (pH 4,7), yaitu kondisi dimana muatan listrik pada permukaan protein adalah nol (Daulay, 1991). Protein susu dalam keadaan normal tidak menggumpal, bermuatan negatif dan muatan ini mempertahankan protein dalam suspensi. Sedangkan molekul asam laktat yang dihasilkan selama fermentasi bermuatan positif. Dengan demikian, apabila jumlah asam laktat yang diproduksi selama fermentasi cukup banyak dalam susu, maka protein yang bermuatan negatif akan ditarik sehingga terjadi proses netralisasi (Daulay, 1991). Gambar 2 di bawah ini menjelaskan mengenai mekanisme pengendapan kasein oleh asam laktat pada titik isoelektrik. Muatan (-) pada partikel kasein + Pengendapan partikel + + + + + + + + + + Netralisasi dengan muatan (+) dari asam laktat Gambar 2. Pengendapan kasein pada titik isolektrik (Rahman et al., 1991) a) Enzim Renin Renin termasuk enzim protease asam, yaitu enzim yang mempunyai sisi aktif pada dua gugus karboksil (Rao et al., 1998). Disamping terdapat renin, dalam rennet juga terkandung enzim protease lain yaitu pepsin. Perbandingan renin dan pepsin dalam ekstrak rennet yang diperoleh dari abomasum ruminansia yang masih menyusu adalah 88-94% dan 6-21%, sedangkan dalam ekstrak rennet yang diperoleh dari abomasum ruminansia dewasa yang sudah tidak menyusu lagi masing-masing adalah 6-10% dan 9094% (Scott, 1981). Renin bekerja menggumpalkan susu melalui dua tahap reaksi, yaitu secara enzimatis dan non enzimatis. Kedua reaksi tersebut berlangsung secara terpisah, namun tidak dapat dibedakan secara visual (Rahman et al., 1991). Enzim renin akan merusak kestabilan misel kasein. Renin memecah ikatan spesifik antara fenilalanin dan metionin, merusak bagian yang kaya kerbohidrat (glikoprotein) sehingga terbentuk para-k-kasein. Sisa kasein tidak dapat mempertahankan kestabilan misel karena hilangnya bagian asam dari molekul. Kemudian k-kasein saling mendekat dan bersatu dengan ikatan hidrofobik, membentuk jaringan tiga dimensi yang merangkap fase cairan dari susu. Renin tidak memindahkan kalsium dari misel, sehingga dadih yang terbentuk berupa kalsium fosfo kaseinat yang keras dan elastis (Charley, 1982). Mekanisme penggumpalan susu tersebut terlihat pada Gambar 3. Renin Kasein Parakasein Ca2+ Parakasein + Dikalsium parakaseinat Whey terlarut + Proteasa (terlarut) pH 6,0-6,4 Gambar 3. Mekanisme penggumpalan susu oleh rennin (Rahman et al., 1991) b) Enzim Papain Papain adalah enzim proteolitik yang terdapat pada getah pepaya. Aktivitas proteolitik merupakan tingkat keaktifan papain untuk menghidrolisis protein yang dinyatakan dalam satuan unit per gram. Aktivitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, temperatur, konsentrasi substrat, konsentrasi aktivator, dan konsentrasi inhibitor. Selain mengandung papain, getah buah pepaya juga tersusun atas enzim khimopapain dan lisozim sebesar 45% dan 20% (Winarno, 1980). Secara fisik, papain berbentuk tepung, berwarna putih sampai putih kekuningan dengan rasa dan bau yang khas. Enzim ini juga memiliki ciri-ciri mudah larut dalam air, gliserin, dan dalam larutan alkoholik yang konsentrasinya rendah, namun tidak larut dalam pelarut organik (Sastrowidiryo, 1971). Aktivitas enzim papain ditandai dengan proses pemecahan substrat menjadi produk oleh gugus histidin dan sistein pada sisi aktif enzim. Aktivitas katalitik enzim papain dipengaruhi oleh karakteristik getah pepaya yang digunakan untuk isolasi enzim papain serta proses pengeringan getah (Sabariyyah, 2005). Enzim papain sebagai salah satu pengganti enzim rennet mempunyai beberapa kelebihan antara lain : lebih mudah didapat, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan terhadap kondisi asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta harganya murah (Anonim, 1991). Kestabilan enzim baik sekali pada larutan yang memiliki pH 5,0 sedangkan pH optimum untuk substrat albumin maupun kasein adalah 7,0 dan untuk substrat gelatin 5,0. Keaktifan enzim papain akan menurun pada pemanasan 70˚C selama 30 menit pada pH 7,0 (Winarno, 1980). c) Kapang Mucor sp. Rennet yang banyak digunakan sebagai pengganti rennet anak sapi muda adalah rennet mikroorganisme seperti dari kapang dan bakteri. Biaya untuk memproduksi rennet dari mikroba lebih murah dibandingkan dengan rennet dari anak sapi muda. Mikroorganisme yang telah digunakan untuk produksi rennet antara lain Bacillus polyxa, Mucor pusillus dan Mucor miehei (Daulay, 1991). Aktivitas rennet dalam mengkoagulasi protein susu dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah jenis mikroba yang digunakan; dan Mucor sp. merupakan jenis mikroba yang baik untuk digunakan sebagai penggumpal susu (Arima, 1976). Mucor memiliki karakteristik yang umum dimiliki oleh famili Mucorales yaitu sporangium berbentuk bulat dengan kolumena, hifa bersepta, adanya rhizoid dan stolon, zygospora terdapat pada bagian atas atau dalam substrat dan heterogamet (Ainsworth dan Bisby, 1954). Protease dari koagulan Mucor miehei memecah ikatan peptida pada residu asam amino aromatik, yaitu ikatan fenilalanin/valin, leusin/tirosin, fenilalanin/fenalalanin, atau pada ikatan fenilalanin/tirosin. Enzim tersebut mendegradasi semua kasein dengan cepat pada pH 5,5 hingga 7,0 (Scott, 1981). Enzim ini sangat sensitif terhadap temperatur pada kisaran 37˚C hingga 45˚C (optimum pada suhu 42˚C) dan akan rusak pada temperatur 70˚C (Daulay, 1991). Ekstrak Mucor pusillus lebih dulu digunakan dibandingkan dengan kapang lainnya sebagai rennet komersial untuk pembuatan keju (Scott, 1981). Renin dari Mucor pusillus stabil pada pH 3,0 sampai 9,0 dan suhu 5˚C, akan tetapi lebih stabil pada pH 6,0. Susunan asam amino renin dari Mucor pusillus mirip dengan hewan. Aktivitas renin Mucor pusillus akan terhambat oleh p-merkuri-benzoat, EDTA atau sejumlah ion logam kecuali Hg+2 dan Fe+3, sedangkan renin hewan tidak terhambat. Renin yang berasal dari anak sapi daya gumpalnya terhadap susu lebih besar bila dibandingkan dengan renin yang berasal dari mikroba. Koagulasi susu maksimum terjadi pada suhu 40 - 45˚C untuk enzim renin yang berasal dari hewan, sedangkan renin yang berasal dari mikroba maksimum pada suhu 75 - 80˚C (Matsubara dan Feder, 1971). Mucor pusillus merupakan kapang termofilik, yang tumbuh pada kisaran suhu 20-55˚C dan pH sekitar 5,0 (Aunstrup, 1979). Mucor pusillus lebih cocok ditumbuhkan pada media padat dibandingkan dengan media cair untuk produksi rennet. Jika ditumbuhkan pada media padat dapat menghasilkan enzim dua kali lebih banyak dibandingkan pada media cair. Disamping itu, apabila ditumbuhkan pada media cair maka akan lebih banyak menghasilkan enzim-enzim proteolitik dan lipase (Stenberg, 1976). Media yang umum digunakan untuk menumbuhkan kapang Mucor pusillus antara lain Potato Dextrose Agar (PDA), taoge agar, Tomato Peptone Extract Sucrose Substrate (TPSS), media Mucor sintesis, larutan agar Czapek’s, Corn Step Agar, dan agar pasta jagung-oat. Mucor pusillus mempunyai koloni berwarna putih, pada awal pertumbuhan kemudian berubah menjadi abu-abu atau kuning keabu-abuan. Sporangiofora tidak bercabang, tetapi pada ujungnya bercabang membentuk spora (Arima, 1976). Produksi rennet Mucor pusillus T83 optimum pada suhu 37˚C dengan waktu inkubasi selama 6-7 hari (Sutrasno, 1989).