2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Berbeda dengan pelabuhan niaga, pelabuhan perikanan pada umumnya memiliki ciri-ciri khusus, seperti tempat pendaratan ikan, pelelangan ikan, cold storage, pabrik es, perlengkapan fish processing dan tempat pengadaan sarana penangkapan ikan. Pelabuhan perikanan harus mampu memberikan perlindungan bagi kapal-kapal perikanan yang mengisi bahan bakar, mendaratkan ikan maupun yang berlabuh, melayani penanganan dan pemrosesan hasil tangkapan serta tata niaganya. Selain itu, pelabuhan perikanan harus pula dapat melayani kebutuhan nelayan untuk beristirahat atau melakukan kegiatan sosial lainnya di daratan (Murdiyanto, 2003). Dalam pengklasifikasian pelabuhan perikanan di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, PPI termasuk pelabuhan tipe D dengan kriteria, antara lain: (1) Melayani kapal perikanan yang mencakup kegiatan perikanan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan; (2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 Gross Tonnage (GT); (3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam minus 2 m; dan (4) Mampu menampung sekurang-kurangnya seluas 2 ha. 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang bersifat umum (general function) dan fungsi khusus (special function). Fungsi umum merupakan fungsi yang terdapat pada pelabuhan umum atau pelabuhan niaga yang bukan merupakan 4 perlabuhan perikanan. Fungsi khusus dalam hal ini adalah fungsi-fungsi yang berkaitan dengan masalah perikanan yang memerlukan pelayanan khusus yang belum terlayani oleh adanya berbagai fasilitas fungsi umum, seperti fasilitas pengolahan ikan dan pelelangan ikan (Murdiyanto, 2003). 1) Fungsi umum Berbagai fasilitas yang perlu dibangun untuk memenuhi fungsi umum suatu pelabuhan perikanan, antara lain: (1) Jalan masuk yang aman, yang mempunyai kedalaman air yang cukup serta mudah dilayari oleh kapal yang datang dari laut terbuka menuju pintu gerbang masuk pelabuhan; (2) Pintu atau gerbang pelabuhan dan saluran navigasi yang cukup aman dan dalam; (3) Kolam air yang cukup luas dan dalam serta terlindung dari gelombang dan arus yang kuat untuk keperluan kegiatan kapal di dalam pelabuhan; (4) Bantuan peralatan navigasi baik visual maupun elektronis untuk memandu kapal agar dapat melakukan manuver di dalam areal pelabuhan dengan lebih mudah dan aman; (5) Bila dipandang perlu, dapat mendirikan bangunan penahan gelombang (breakwater) untuk mengurangi pengaruh atau memperkecil gelombang dan angin badai di jalan masuk dan fasilitas pelabuhan lainnya; (6) Dermaga yang cukup panjang dan luas untuk melayani kapal yang berlabuh; (7) Fasilitas yang menyediakan bahan kebutuhan pelayaran seperti bahan bakar minyak, pelumas, air minum, listrik, sanitasi dan kebersihan, saluran pembuangan sisa kotoran dari kapal, penanggulangan sampah, dan sistem pemadam kebakaran; (8) Bangunan rumah dan perkantoran yang perlu untuk kelancaran dan pendayagunaan operasional pelabuhan; (9) Area di bagian laut dan darat untuk perluasan atau pengembangan pelabuhan; (10) Jalan raya atau jalan kereta api/lori yang cukup panjang untuk sistem transportasi dalam areal pelabuhan dan untuk hubungan dengan daerah lain 5 di luar pelabuhan; (11) Halaman tempat parkir yang cukup luas untuk kendaraan industri atau perorangan di dalam pelabuhan sehingga arus lalu lintas di komplek pelabuhan dapat berjalan dengan lancar; dan (12) Fasilitas perbaikan, reparasi, dan pemeliharaan kapal seperti dock dan perbengkelan umum untuk melayani permintaan sewaktu-waktu. 2) Fungsi khusus Fungsi khusus merupakan tugas pelayanan di pelabuhan perikanan yang membedakan pelabuhan perikanan dari pelabuhan lain yang bukan pelabuhan perikanan. Fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi fungsi khusus pelabuhan perikanan ini, antara lain: (1) Fasilitas pelelangan ikan yang cukup luas dan dekat dengan tempat pendaratan; (2) Fasilitas pengolahan ikan seperti tempat pengepakan, pengemasan dan cool storage; (3) Pabrik es; dan (4) Fasilitas penyediaan sarana produksi penangkapan ikan. UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan menerangkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, berupa: 1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; 6 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau 14) Pengendalian lingkungan. Fungsi pelabuhan perikanan sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi terdapat di Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006, yaitu: 1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan; 3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; 4) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan; 5) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan; 6) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya; 7) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari; dan 8) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan,1982 vide Kartika, 2007) adalah: 1) Pusat aktivitas produksi Pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan ikan, tempat persiapan operasi penangkapan, dan tempat berlabuh yang aman. 2) Pusat distribusi dan pengolahan Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan pendistribusian ikan. 3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan informasi antar nelayan dan masyarakat. 7 2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas, baik fasilitas pokok maupun fungsional. Fasilitas-fasilitas pelabuhan dibangun untuk membantu pelabuhan perikanan agar mampu menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pelabuhan perikanan serta untuk memberikan kemudahan dan kelancaran bagi masyarakat perikanan dalam melakukan aktivitasnya di pelabuhan. Menurut Lubis (2005), pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan ikan harus mempunyai fasilitas yang mampu: 1) Memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan; 2) Menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia; dan 3) Mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006, fasilitas-fasilitas yang dimiliki pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan terbagi menjadi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar, keluar masuk pelabuhan, maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan, terdiri atas: (1) Fasilitas pelindung (breakwater, revetment, dan groin); (2) Fasilitas tambat (dermaga dan jetty); (3) Fasilitas perairan (kolam dan alur pelayaran); (4) Fasilitas penghubung (jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan); dan (5) Fasilitas lahan (lahan pelabuhan perikanan). Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas tersebut di suatu pelabuhan perikanan sangat penting untuk memperlancar berbagai aktivitas yang ada di pelabuhan terutama aktivitas pendaratan ikan. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna 8 dari fasilitas pokok yang dapat menunjang kelancaran aktivitas di pelabuhan, terdiri atas: (1) Fasilitas pemasaran hasil perikanan (Tempat Pelelangan Ikan/TPI); (2) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi (telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas); (3) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar; (4) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan (dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring); (5) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil tangkapan perikanan (transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu); (6) Fasilitas perkantoran (kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya); (7) Fasilitas transportasi (sarana angkutan ikan); dan (8) Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan di suatu pelabuhan perikanan dalam rangka meningkatkan nilai guna fasilitas pokok dengan memberikan pelayanan yang dapat menunjang aktivitas-aktivitas yang ada di suatu pelabuhan. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan atau para pelaku mendapat kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan, terdiri atas: (1) Fasilitas pembinaan nelayan (balai pertemuan nelayan); (2) Fasilitas pengelola pelabuhan (mess operator, pos pelayanan terpadu, dan pos jaga); dan (3) Fasilitas sosial dan umum (tempat penginapan nelayan, tempat peribadatan, mandi cuci kakus (MCK), guest house, dan kios). Semakin baik pengelolaan fasilitas pelabuhan, maka fungsi pelabuhan perikanan akan terpenuhi secara optimal, sebagai contoh, jika dermaga bongkar cukup menampung kapal yang membongkar hasil tangkapan dari dalam palkah maka fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan ikan terpenuhi (Setiawan, 2006). 9 2.4 Aktivitas Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan yang telah dibangun hendaknya dapat berfungsi secara optimal. Dengan kata lain, sarana pelabuhan perikanan yang ada digunakan untuk mengelola aktivitas yang meliputi proses pendaratan, pengolahan, dan pemasaran ikan. 1) Pendaratan Pengelolaan aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan meliputi beberapa proses, antara lain pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sangat tergantung kelengkapan fasilitas yang ada di pelabuhan, seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran yang dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat di pelabuhan guna melakukan pembongkaran hasil tangkapan dan menyediakan bahan perbekalan untuk melaut. Hasil tangkapan yang telah dibongkar akan dibawa ke TPI dan selanjutnya dilakukan pelelangan ikan sebagai awal dari proses pemasaran ikan (Lubis, 2007). 2) Pengolahan Hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan selanjutnya dilelang dan dipasarkan dalam bentuk olahan maupun keadaan segar. Pengolahan terhadap hasil tangkapan dilakukan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu hasil tangkapan dalam rangka menghindari kerugikan pasca tangkap. Aktivitas pengolahan hasil tangkapan di pelabuhan biasanya dilakukan pada saat musim ikan untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk ikan segar (Lubis, 2007). Menurut Lubis (2007), jenis olahan yang umumnya berada di pelabuhan perikanan Indonesia kecuali Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, masih bersifat tradisional dan belum memperlihatkan kualitas ikan, sanitasi, dan cara pengepakan yang baik seperti pada pengolahan ikan asin dan ikan pindang. Jenis olahan akan menentukan luas daerah distribusi atau hinterland dari pelabuhan tersebut. 3) Pemasaran Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu pelabuhan perikanan dapat 10 bersifat lokal, nasional, maupun ekspor, yaitu tergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Pemasaran produksi hasil tangkapan bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang. Dengan demikian, sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus dikelola dengan baik dan teratur. Pemasaran yang baik hendaknya ditunjang oleh transportasi yang baik pula. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), pengangkutan (transportasi) berarti bergeraknya atau berpindahnya barang dari tempat produksi dan atau tempat penjualan ke tempat barang tersebut akan dipakai. Apabila fungsi pengangkutan dilakukan tepat waktu, maka fungsi ini akan menciptakan kegunaan waktu atas barang dagangan. Aspek terpenting dari pengangkutan adalah biaya pengangkutan, yang sangat dipengaruhi oleh tarif angkutan. Dengan demikian, biaya atau tarif angkutan yang tinggi akan mempersempit daerah pasar dari barang dagangan. Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak memerlukan kecepatan dan penanganan selama perjalanan. Kecepatan pengangkutan sangat penting dalam tata niaga hasil perikanan. Keterlambatan dalam pengangkutan dapat menurunkan kualitas ikan sehingga harga ikan pun turun. 2.5 Analytic Hierarchy Process (AHP) Pemecahan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur di bidang perikanan dan kelautan ini dapat dilakukan melalui suatu model analisis yaitu metode Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas di dalam rancangannya terhadap suatu masalah. AHP merupakan model bekerjanya pikiran yang teratur untuk menghadapi kompleksitas yang ditangkapnya. Metode ini menstruktur masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas (Nurani, 2002). Teknik AHP menyediakan prosedur yang telah teruji efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan. AHP mencerminkan cara alami manusia bertingkah laku dan berpikir. Namun AHP 11 memperbaiki proses alami ini dengan mempercepat proses berpikir dan meluaskan kesadaran agar mencakup lebih banyak faktor daripada yang biasa dipertimbangkan. AHP adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mempertimbangkan suatu persoalan sebagai satu keseluruhan dan mengkaji interaksi serempak dari berbagai komponen menjadi suatu hirarki. Proses ini memaparkan persoalan sebagaimana dilihat dalam kompleksitasnya dan diperluas definisi dan strukturnya melalui pengulangan (Saaty, 1991). Menurut Saaty (1991), AHP memerlukan informasi dan pertimbangan dari beberapa peserta dalam proses tersebut untuk mengidentifikasi persoalan yang kritis, mendefinisikan strukturnya, dan menentukan serta menyelesaikan konflik. Melalui serentetan kerja sintesis, AHP mensintesis penilaian-penilaian mereka menjadi suatu taksiran menyeluruh dari prioritas-prioritas relatif berbagai alternatif tindakan. Prioritas-prioritas yang dihasilkan AHP merupakan satuan dasar yang digunakan dalam semua jenis analisis, misalnya garis pedoman, mengalokasikan sumberdaya atau sebagai probabilitas dalam membuat ramalan. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan yang lebih kecil yang ditangani dengan mudah (Hafid, 2010). Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1991): 1) Memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur; 2) Memudahkan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks; 3) Dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pikiran yang linear; 4) Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilih elemen sistem dalam berbagai tingkatan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat; 5) Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk men- 12 dapatkan prioritas; 6) Melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas; 7) Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap alternatif; 8) Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka; 9) Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintensis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda; dan 10) Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam metode AHP (Hafid, 2010), antara lain: 1) Terdapat kesulitan dalam penyusunan struktur hirarki yang menggambarkan bagaimana goal yang akan dicapai; 2) Terdapat kemungkinan hasil akhir AHP tidak konsisten, yang memungkinkan struktur hirarki harus diperbaiki; dan 3) Kesulitan meminta tanggapan ulang kepada responden dalam memilih nilai skala berbanding berpasangan. Metode AHP ini dapat digunakan tanpa database, asalkan para analis memahami dan menguasai secara mendalam permasalahan yang akan dipecahkan. Data penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas dari responden, tidak tergantung pada kuantitas tertentu. Sebuah hirarki yang telah disusun dengan elemen di tiap tingkatnya menjadi tidak berarti apabila tanpa nilai atau bobot bagi elemen di satu tingkat yang nantinya akan mempengaruhi bobot pada tingkat di bawahnya. Terdapat tiga prinsip dasar dalam analisis AHP, yaitu prinsip penyusunan hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.