7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diare Diare (diarrheal

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Diare
Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang
berarti mengalir terus. Diare adalah suatu keadaan kehilangan banyak cairan dan
elektrolit melalui tinja, sehingga terjadi perubahan konsistensi tinja (lembek dan
cair), hal ini disebabkan oleh hipersekresi ataupun gangguan absorpsi (mukosa
rusak, area absorpsi yang berkurang, hiperosmolaritas dan lain-lain). Diagnosis
kerja diare akut secara epidemilogik di masyarakat, berarti berak lembek cair
samapai cair sebanyak ≥ 3 kali perhari. Menurut WHO (1999) secara klinis diare
didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari
biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam
sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2007a), diare adalah suatu
penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja,
yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare pada bayi dan anak, keadaan ini
dapat diukur dengan jumlah feses yang lebih banyak dari 10 g/kgBB/24 jam atau
melewati batas normal pada dewasa 200g/24 jam. Dasar semua diare adalah
gangguan transportasi larutan usus, perpindahan air melalui membran usus
berlangsung secara pasif dan hal ini ditentukan oleh aliran secara aktif maupun
pasif, terutama natrium, klorida dan glukosa.
7
8
Jenis – jenis Diare
2.2
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis
yaitu:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat
Sedangkan menurut Depkes RI (2007b), berdasarkan jenis diare dibagi menjadi
empat yaitu :
1. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
penyebab utama kematian pada penderita diare.
2. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibatnya adalah
anoreksia, penurunan berat badan cepat dan kemungkinan terjadi
komplikasi pada mukosa.
3. Diare Persisten
Diare persisten yaitu, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibatnya penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain
Diare akut dan persisten sering juga disertai penyakit lain seperti demam,
gangguan gizi dan penyakit lain.
9
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak yang terjadi pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan
diare kronis adalah diare yang berlangsung terus menerus selama lebih dari 2
minggu. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah
cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu
sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak
lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu
maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
Diare mengakibatkan terjadinya:
1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, dan asidosis metabolik.
2. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah,
perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik
bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita
dapat meninggal.
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian
makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila
makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan
lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi
atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat
hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang
dan koma (Suharyono, 2008).
10
Sedangkan diare akut dapat mengakibatkan :
1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia
2. Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai
akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah (Soegijanto, 2002).
2.3
Penyebab Diare
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam
besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut:
1. Infeksi yang dapat disebabkan oleh :
a) Bakteri, misalnya : Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio,
Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus,
Campylobacter dan aeromonas; bakteri penyebab infeksi diare antara
lain Salmonella, Shigella, dan E. coli.
Shigella, yang sering menyebar melaui orang ke orang, dapat merusak
dinding saluran pencernaan dan menyebabkan semacam luka yang
berdarah. Sedikit saja jumlah bakteri Shigella yang diperlukan agar
terjadi infeksi.
Paling tidak lima kelas bakteri E. coli sering menyebabkan infeksi
diare pada anak-anak. Bakteri E. coli ini menyerang langsung dinding
saluran pencernaan atau menghasilkan suatu racun yang dapat
11
mengiritasi saluran pencernaan. Akibatnya anak akan sakit. Infeksi
karena E. coli ini sering menyebar melalui air atau makanan yang
terkontaminasi kotoran manusia dan daging yang dimasak kurang
matang.
b) Virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan
adenovirus.
c) Parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides,
Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila,
Belantudium coli dan Crypto.
Infeksi parasit walaupun jarang dijumpai juga dapat menyebabkan
diare. Parasit penyebab diare umumnya adalah Giardia karena parasit
ini mampu hidup di tempat-tempatdimana kuman lain tidak dapat
hidup. Infeksi akibat Giardia dapat menyebabkan diare yang kronik.
2. Alergi
Alergi terhadap makanan tertentu seperti laktosa susu yang dijumpai pada
susu kaleng atau dapat juga karena alergi terhadap susu sapi.
3. Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktosa atau akibat garam
magnesium yang terjadi karena diare osmotik yaitu bila ada bahan yang tidak
dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari
plasma sehingga terjadi diare.
4. Keracunan yang dapat disebabkan oleh :
a) Keracunan bahan kimiawi
b) Keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi oleh jazad
renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran.
12
5. Immunodefisiensi
Immunodefisiensi terjadi pada orang yang menderita penyakit HIV/AIDS
dimana infeksi HIV menyebabkan sistem imun penderita menjadi lemah dan
penderita lebih mudah untuk terkena infeksi yang secara normalnya bisa
dilawan. Pertahanan tubuh terhadap infeksi dan penyakit dimusnahkan oleh
HIV dengan cara memusnahkan CD4+ dan ini menghilangkan kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi akibatnya penderita mengalami infeksi
opportunistik. Antara infeksi opportunistik yang menyebabkan infeksi
gastrointestinal hingga menyebabkan diare kronik pada HIV adalah
Cryptosporidiosis yaitu sejenis parasit. Symptom yang dapat disebabkannya
adalah keram lambung, nausea, lemah, berat badan menurun, hilang selera
makan, muntah, dan dehidrasi (Coffey, 2009).
6. Sebab-sebab lain seperti imunisasi dimana diare sering timbul menyertai
campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare.
2.4
Patofisiologi Diare
Pada dasarnya diare terjadi bila terdapat gangguan transportasi terhadap air
dan elektrolit pada saluran cerna. Beberapa gangguan yang menyebabkan
terjadinya diare yaitu sebagai berikut :
1. Diare osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan yaitu :
a) Intoleransi makanan, yaitu apabila seseorang mengkonsumsi berbagai
jenis makanan dalam jumlah besar sekaligus.
13
b) Waktu pengosongan lambung yang cepat, yaitu terjadi pada pasien
yang sudah mengalami gastrektomi atau gastroenterostomi, dimana
makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya
timbul sekresi air dan elektrolit ke usus yang mengakibatkan volume
isi usus halus bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan
distensi usus. Distensi usus mengakibatkan diare berat yang disertai
hipovomik intravaskuler.
c) Defisiensi enzim, misalnya enzim laktase yaitu enzim yang disekresi
oleh intestin untuk mencerna disakrida laktase menjadi monosakarida
glukose dan galaktose. Enzim laktase diproduksi dan disekresi oleh sel
epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum
pada waktu lahir sampai usia anak-anak dan menurun sejalan dengan
pertambahan usia.
2. Diare sekretorik
Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang
ditimbulkan oleh dua kemungkinan yaitu diare sekretorik aktif dan diare
sekretorik pasif. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik
dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen
usus. Sedangkan diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran
(absorpsi) dari lumen ke dalam plasma atau percepatan cairan dari plasma
ke
lumen.
Kedua
jenis
diare
sekretorik
ini
menyebabkan
ketidakseimbangan dimana aliran sekresi lebih banyak daripada aliran
absorpsi sehingga menimbulkan diare.
14
3. Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit.
Diare jenis ini disebabkan oleh kerusakan di atas vili mukosa usus,
sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air yang mengakibatkan
terjadinya diare. Diare ini banyak terjadi pada kondisi infeksi/malnutrisi
dan kerusakan sel epitel. Malnutrisi adalah keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan sel epitel yang baru ada yang rusak sehingga jika
jumlah sel yang rusak lebih banyak maka makanan menjadi susah
diabsorpsi
4. Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
Dimana terjadi pacuan dari neuron dan hormonal menyebabkan motilitas
meningkat (misalnya makanan menjadi lebih cepat turun sehingga jumlah
makanan yang diabsorbsi menurun) akibatnya gangguan absorbsi
terganggu.
2.5
Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi tiga
kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai : muntah, badan lesu atau
lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran. Selain itu, dapat
pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu
misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri
dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam
tinggi.
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja
15
mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan
sesudah diare. Bila penderita banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan
tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit
yang melebihi pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan
dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
Tanda-tanda dehidrasi pada anak yaitu :
1. Tanpa dehidrasi : keadaan umum baik, mata normal, air mata ada, mulut
dan lidah basah, rasa haus ada dan minum seperti biasa, turgor kulit
kembali cepat.
2. Dehidrasi ringan-sedang : keadaan umum gelisah, rewel, mata normal, air
mata tidak ada, mulut dan lidah kering, rasa haus ada dan ingin minum
terus, turgor kulit kembali lambat.
3. Dehidrasi berat : keadaan umum lemah, lunglai, tidak sadar, mata sangat
cekung dan kering, air mata tidak ada, mulut dan lidah sangat kering, rasa
haus ada tetapi tidak bisa minum, turgor kulit kembali sangat lambat
(Subijanto,dkk, 2000)
16
2.6
Pengobatan dan Perawatan Diare
Penanggulangan diare berdasarkan tingkat dehidrasi (Depkes RI, 2010)
yaitu :
1. Rencana terapi A, untuk diare tanpa dehidrasi
Pada bayi, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang
utama. Berikan ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian.
Jika bayi memperoleh ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan namun jika bayi tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan satu
atau lebih cairan berikut : oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin)
atau air matang.
2. Rencana terapi B, untuk diare dengan dehidrasi ringan-sedang
a. Jumlah oralit yang diperlukan 3 jam pertama : 75 ml/kgBB
Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin makan dan
lanjutkan pemberian ASI
b. Berikan tablet zinc selama 10 hari
c. Setelah 3 jam, ulangi penilaian derajat dehidrasinya dan pilih
rencana terapi yang sesuai
3. Rencana terapi C, untuk diare dengan dehidrasi berat
Pada keadaan ini anak memerlukan perhatian yang lebih khusus dan
berikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, berikan oralit
melalui mulut, sementara infus disiapkan. Berikan 100 ml/kgBB cairan
ringer laktat atau ringer asetat (atau jika tidak tersedia, gunakan larutan
NaCl) yaitu dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah
30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan
17
75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun
adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan
70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.
2.7
Lama Rawat Inap dan Perawatan Diare di Rumah Sakit
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien
oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien
diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat
pasien dirawat. Ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni
oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit
sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di Unit
Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila
pasien tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit, atau menginap di
rumah sakit (Wikipedia, 2011).
ALOS merupakan indikator untuk mengukur rata-rata lama waktu pasien
mendapat perawatan. ALOS yaitu rata – rata jumlah hari pasien rawat inap tinggal
di rumah sakit, tidak termasuk bayi lahir. Standar efisiensi ALOS 3 – 12 hari dan
ALOS dianjurkan serendah mungkin tanpa mempengaruhi kualitas pelayanan
perawatan. Standar ALOS menurut Depkes RI tahun 2009 untuk perawatan pasien
diare di rumah sakit adalah 4 hari. Lama rawat diare menunjukkan periode waktu
saat bentuk tinja cair dan frekuensi yang lebih dari biasanya sampai konsistensi
tinja lembek atau padat berbentuk (dihitung dari waktu menderita diare di rumah
sampai diare berhenti di rumah sakit).
18
Perawatan pasien diare diawali dengan pemeriksaan pasien diare yaitu
dengan diagnosis pada diare. Langkah-langkah diagnosis sebagai berikut:
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Frekuensi diare
d. Lamanya diare
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
a. Tinja
b. Darah
c. Kultur tinja maupun darah
d. Serologi
4. Endoskopi
Setelah anamnesis dan diagnose, dilakukan tatalaksana dan pengobatan
diare tergantung penyebabnya, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
merupakan tindakan penanganan terpenting pada muntah dan diare akut. Pada
berbagai kasus hanya tindakan ini yang diperlukan. Penggantian cairan dan
elektrolit harus diberikan secara intravena. Pada penderita-penderita dehidrasi
berat, syok hipovolemik dan muntah hebat, pemberian cairan dan elektrolit
harus didasarkan atas hasil tes-tes laboratorium. Kebanyakan kasus penyakit
diare akut, fungsi pencernaan usus tetap normal, maka penggantian cairan
secara per oral cukup berguna bagi penderita yang tidak muntah dan tidak
19
mengalami dehidrasi berat. Gula (glukosa atau fruktosa) harus disertakan pula
dalam larutan elektrolit untuk memberikan cukup kalori dan meningkatkan
absorbsi (Trunkey et al., 1995).
Sedangkan standar pelayanan medis untuk perawatan pasien diare akut di
BRSU Tabanan adalah sebagai berikut :
1. Diare akut dengan kriteria diagnostik berupa mencret, ubun-ubun cekung,
mulut/bibir kering, turgor menurun, nadi cepat, mata cekung, nafas cepat
dan dalam.
2. Diagnosis banding : mencret psikologi yang disebabkan oleh Shigella,
V.cholera, Salmonela, E.rotavirus, Campilobacter.
3. Pemeriksaan penunjang berupa : kultur tinja, pemeriksaan rutin tinja, bila
perlu analisis gas darah/elektrolit.
4. Konsultasi kepada Dokter Spesialis Anak, standar tenaga medik : Dokter
Umum.
5. Perawatan RS : rawat inap apabila terdapat dehidrasi berat.
6. Terapi pengobatan : rehidrasi oral/parenteral, antibiotik atas indikasi, diet.
7. Penyulit : asidosis, hipokalemi, renjatan, hipernatremi, kejang.
8. Informed consent : tertulis, diperlukan untuk tindakan pungsi lumbal.
9. Lama perawatan 3 – 5 hari, masa pemulihan 2 – 3 minggu.
10. Luaran/output yang diharapkan : sembuh total (SPM BRSU Tabanan,
2011).
20
2.8
Konsep Dasar Timbulnya Penyakit
Dalam pandangan Epidemiologi Klasik dikenal “Segitiga Epidemilogi”
(epidemiologic triangle) yang digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit.
Segitiga ini terdiri atas pejamu (host), agent (agent) dan lingkungan
(environment).
PEJAMU
AGENT
LINGKUNGAN
Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi
Konsep ini bermula dari upaya untuk menjelaskan proses timbulnya
penyakit menular dengan unsur-unsur mikrobiologi yang infeksius sebagai agent,
namun selanjutnya dapat pula digunakan untuk menjelaskan proses timbulnya
penyakit tidak dengan memperluas pengertian “agent”.
Dalam konsep ini faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Agent penyakit (faktor etiologi)
a. Zat nutrisi ekses (kolesterol) / defisiensi (protein)
b. Agent kimiawi zat toksik (CO) / alergen (obat)
c. Agent fisik (radiasi)
d. Agent infeksius
2. Faktor pejamu (faktor intrinsik) mempengaruhi pajanan, kerentanan,
respons terhadap agent
21
a. Genetik (buta warna)
b. Usia
c. Jenis kelamin
d. Ras
e. Status fisiologis (kehamilan)
f. Status imunologis (hipersensitivitas)
g. Penyakit lain yang sudah ada sebelumnya
h. Perilaku manusia (diet)
3. Faktor lingkungan (faktor ekstrinsik) mempengaruhi keberadaan agent,
pajanan atau kerentanan agent.
a. Lingkungan fisik (iklim)
b. Lingkungan biologis
- Populasi manusia (kepadatan penduduk)
- Flora (sumber makanan)
- Fauna (vektor arthropoda)
c. Lingkungan sosial ekonomi
- Pekerjaan (pajanan terhadap zat kimia)
- Urbanisasi dan perkembangan ekonomi (kehidupan perkotaan)
- Bencana dan musibah (banjir)
22
2.9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Rawat Inap Pasien Diare
1.
Umur
Umur anak adalah lama hidup anak yang dihitung berdasarkan sejak bulan
kehidupan sampai bulan pada saat dilakukan penelitian. Penyakit diare merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab
kunjungan puskesmas/balai pengobatan hampir selalu termasuk dalam 3 penyebab
utama. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare
sekitar 60 juta setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) adalah umur < 5 tahun.
Umur termasuk variabel yang penting dalam mempelajari suatu kesehatan
manusia karena :
a. Ada kaitan dengan daya tahan tubuh. Pada umumnya daya tahan tubuh
orang dewasa lebih kuat daripada daya tahan bayi atau anak-anak.
b. Ada kaitannya dengan ancaman terhadap kesehatan. Orang dewasa yang
karena pekerjaannya ada kemungkinan menghadapi ancaman penyakit
yang lebih besar daripada anak-anak.
c. Ada kaitannya dengan anak-anak, maka orang dewasa lebih banyak yang
merokok dan atau minum minuman beralkohol, sehingga kemungkinan
terkena penyakit akibat merokok dan alkohol juga lebih besar.
Pengaruh umur tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih
banyak terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna dan makin muda
umur bayi makin lama kesembuhan klinik diarenya. Kerusakan mukosa usus yang
menimbulkan diare dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus yang
banyak dipengaruhi dan dipertahankan oleh sistem imunologik intestinal serta
regenerasi epitel usus yang pada masa bayi muda masih terbatas kemampuannya.
23
Hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional di
Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa diare terbanyak
diderita oleh anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.
2.
Status Gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan
dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan
gizi. Metode penilaian tersebut adalah : konsumsi makanan, pemeriksaan
laboratorium, pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode
ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil
yang lebih efektif.
Status gizi pada balita berkaitan dengan jumlah dan susunan diet makanan
sehari-hari yang dikonsumsi. Jenis makanan masyarakat Indonesia sangat
bervariasi tergantung dari tersedianya jenis dan jumlah bahan pangan yang
tersedia. Selain itu juga tergantung pada kebiasaan dan tradisi setempat yang pada
umumnya cenderung mengkonsumsi karbohidrat tinggi seperti nasi, jagung, ketela
dan lain-lain, sementara itu untuk kandungan protein, lemak, mineral dan vitamin
masih kurang. Hal ini juga berkaitan dengan rendahnya tingkat ekonomi
masyarakat, sehingga daya beli masyarakat rendah. Semua itu bila berlangsung
dalam waktu lama akan menyebabkan terjadinya kekurangan nutrisi baik kualitas
maupun kuantitas sehingga pada akhirnya akan terjadi gangguan nutrisi
khususnya kekurangan gizi.
24
Status gizi pada balita berkaitan dengan sistem pertahanan tubuh terhadap
serangan penyakit, karena beberapa zat gizi ada yang berguna untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Semua kondisi tersebut, baik oleh karena
defisiensi makanan, penyakit infeksi dan keterbelakangan serta berbagai perilaku
lain yang tidak sehat pada akhirnya akan bermuara pada gangguan kesehatan dan
berbagai jenis patologi, salah satunya infeksi bakteri yang menyebabkan penyakit
diare. Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta
terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi
berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh
terutama penyakit diare.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare
yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan
kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan
kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.
Pada penderita gizi buruk dan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih
sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan
semakin berat diare yang dideritanya. Malnutrisi menyebabkan kerusakan barier
mukosa sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Malnutrisi juga
mengganggu produksi dan maturasi dari enterosit-enterosit baru sehingga
merubah morfologi intestinal. Diare pada anak dengan malnutrisi dan gizi buruk
cenderung lebih berat, lebih lama dan angka kematiannya lebih tinggi
dibandingkan dengan diare pada anak dengan gizi baik (Suharyono, 2002).
25
3.
Tingkat Dehidrasi
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan
tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit
yang melebihi pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan
dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Semakin berat tingkat
dehidrasi yaitu dengan gejala lemah, tidak sadar, tidak mau minum, kelopak mata
sangat cekung, sangat kering, kulit pucat, berat badan turun >10% dari berat
badan sebelumnya, akan memperparah diare yang dialami oleh bayi dan balita.
Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ariyanto (2011) yaitu penelitian observasional analitik pada 102 anak berusia
antara 1 bulan sampai 5 tahun, yang menderita diare akut dengan atau tanpa
dehidrasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. dr. Pirngadi, Medan,
Sumatera Utara, pada bulan Juni sampai Agustus 2010. Hasil penelitian Ariyanto
(2011) menunjukkan bahwa dari 118 kasus diare akut, dieksklusikan 16 orang dan
tinggal 102 anak yang diteliti selama dirawat di rumah sakit dan dijumpai kasus
diare akut tanpa dehidrasi sebanyak 1 (1%), diare akut dengan dehidrasi ringansedang sebanyak 89 (87,3%), diare akut dengan dehidrasi berat sebanyak 12
(11,7%), dan lama masa rawat di rumah sakit atau length of stay (mean ± SD)
adalah sebagai berikut, tanpa dehidrasi 76 ± 0 jam, dehidrasi ringan-sedang 65,4 ±
16,61 jam ( 95% CI : 61,91 – 68,90), dehidrasi berat 71,17 ± 17,35 jam ( 95% CI :
60,15 – 82,19). Kesimpulan penelitian tersebut adalah tidak ada perbedaan
bermakna antara lama masa rawat di rumah sakit dengan derajat dehidrasi akibat
diare akut pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
26
Hasil penelitian di atas bertentangan dengan teori yang penulis dapatkan
sebelumnya, oleh karena itu penulis meneliti variabel bebas tingkat dehidrasi
terhadap lama rawat inap bayi dan balita penderita diare akut.
4.
Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
Menurut Depkes RI (2005), ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada
bayi tanpa makanan dan minuman lain kecuali sirup obat dan vitamin dalam
bentuk tetes, untuk jangka waktu bayi sampai umur enam bulan. Sedangkan
Roesli (2000) menyatakan definisi yang sama dengan WHO dimana pemberian
ASI Eksklusif artinya bayi hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air putih juga tambahan makanan padat
seperti pisang, bubur, pepaya, susu, biskuit, bubur nasi maupun tim sampai bayi
berusia enam bulan.
Manfaat ASI bagi bayi adalah ASI mengandung zat kekebalan yang akan
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur.
Kolostrum yang terkandung dalam ASI mengandung zat kekebaalan 10-17 kali
lebih banyak daripada susu matang. ASI eksklusif membantu melindungi bayi
dari diare, sindrom Sudden Infant Death (SID), penyakit infeksi telinga, batuk,
pilek dan penyakit alergi (Roesli, 2000). Pemberian ASI secara eksklusif kepada
bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar
terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada
bayi yang tidak diberi ASI eksklusif pada enam bulan pertama kehidupannya,
risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang
tidak diberi ASI (Depkes RI, 2000).
27
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare
lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga
mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini
tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan.
Pemberian ASI dapat memperpendek lama rawat inap bayi yang menderita
diare karena :
1. ASI bersih dan bebas bakteria sehingga tidak membuat bayi sakit.
2. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan) imunoglobulin terhadap bakteri
infeksi. Hal ini akan membantu melindungi bayi sampai bayi bisa
membuat antibodinya sendiri.
3. ASI mengandung sel darah putih (leukosit) hidup yang membantu
memerangi infeksi.
4. ASI mengandung zat yang disebut faktor bifidus yang membantu bakteria
khusus, yaitu laktobacillus bifidus, tumbuh dalam usus halus bayi.
Laktobacillus bitidus mencegah bakteria berbahaya lainnya tumbuh dan
menyebabkan diare.
5. ASI mengandung laktoferin yang mengikat zat besi. Hal ini mencegah
pertumbuhan beberapa bakteria berbahaya yang memerlukan zat besi.
5.
Kelas Ruangan Perawatan
Kelas perawatan
adalah
tingkatan fasilitas ruangan perawatan yang
dipilih oleh pasien disesuaikan dengan pendapatan yang dimiliki, semakin baik
28
fasilitasnya maka nilai nominal yang dikeluarkan semakin tinggi (Anjaryani,
2009). Secara umum kelas ruangan perawatan dibedakan menurut fasilitas yang
disediakan, yaitu sebagai berikut :
1. Kelas III :

Satu kamar 5-6 Pasien (satu tempat tidur 1 pasien)

Kipas angin
2. Kelas II :

Satu kamar 3-4 Pasien (satu tempat tidur 1 pasien)

Kipas angin
3. Kelas I :

Satu kamar 2 Pasien (satu tempat tidur 1 pasien)

Kamar mandi di dalam
4. Madyatama :
2.10

Satu kamar 1 pasien

TV, AC, Kulkas, Intercom, Telpon, sofa

Kamar mandi di dalam

Sentral gas medik
Metode Survival Analysis
Analisis kesintasan (Survival Analysis) merupakan analisis statistika
khusus yang digunakan untuk menganalisis data yang variabelnya berkaitan
dengan waktu hingga munculnya suatu peristiwa. Armitage dan Berry (1987)
mengatakan bahwa analisis kesintasan merupakan analisis yang melibatkan uji
statistik untuk menganalisis data yang variabelnya berkaitan dengan waktu atau
29
lamanya waktu sampai terjadinya peristiwa tertentu. Analisis kesintasan ialah
kumpulan dari prosedur statistik untuk menganalisis data yang outcome variabel
yang diteliti adalah waktu hingga suatu peristiwa muncul.
Waktu kesintasan dapat didefinisikan sebagai waktu dari awal observasi
hingga terjadinya peristiwa, dapat dalam hari, bulan, maupun tahun. Peristiwa
tersebut dapat berupa perkembangan suatu penyakit, respon terhadap perawatan,
kambuhnya suatu penyakit, kematian atau peristiwa lain yang dipilih sesuai
dengan kepentingan si peneliti. Oleh karena itu waktu kesintasan dapat berupa
waktu sembuhnya dari penyakit, waktu dari memulai perawatan hingga terjadi
respon, dan waktu hingga terjadi kematian.
Dalam menentukan waktu kesintasan, T, terdapat 3 elemen dasar yang
diperlukan yaitu :
1. Waktu awal (time origin)
2. Peristiwa akhir/waktu akhir (failure event)
3. Skala waktu sebagai satuan pengukuran waktu
T (lama waktu)
waktu awal
waktu akhir
Gambar 2.2 Elemen dasar analisis kesintasan
T adalah lama dari waktu awal (time origin) misalnya dari lahir hingga
terjadi peristiwa tertentu misalnya kematian dalam tahun (skala waktu). Waktu
awal harus didefinisikan dengan jelas, namun tidak harus waktu kelahiran
misalnya waktu awal melakukan perawatan atau awal didiagnosa penyakit tertentu
30
(untuk percobaan klinis). Begitu juga waktu akhir harus didefinisikan secara jelas
tidak harus kematian, misalnya waktu terjadinya struk, atau waktu kambuhnya
penyakit.
Analisis kesintasan memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Mengestimasi dan mengiterpretasikan fungsi kesintasan dan/atau fungsi
hazard
2. Membandingkan fungsi kesintasan dan/atau fungsi hazard pada 2
kelompok atau lebih
3. Mengestimasi hubungan antara variabel penjelas dengan waktu kesintasan
2.10.1 Life Table
Tabel kematian atau Life Table adalah suatu metode analisis data
longitudinal mengenai pola kematian menurut umur. Metode ini dapat dipakai
mengukur lama hidup atau yang lebih dikenal dengan harapan hidup atau
expectation of life pada setiap umur dari suatu kelompok penduduk dengan
karakteristik sama yang dikenal dengan kohort. Selain itu, metode ini
memberlakukan kejadian tertutup, yaitu terhadap kematian yang dipantau dari
setiap anggota kohort sampai semuanya mengalami kematian (Widarsa, 2009).
2.10.2 Data Tersensored (Censored)
Perbedaan antara analisis kesintasan dengan analisis statistika lainnya
ialah terdapatnya suatu peristiwa yang lama waktu terjadinya terhadap objek
adalah bervariasi. Selain itu adanya kemungkinan beberapa objek yang waktu
sampai terjadinya peristiwa tidak diobservasi secara penuh (sensor). Data
31
dikatakan tersensor jika observasi waktu kesintasan hanya sebagian, tidak sampai
failure event. Penyebab terjadinya data tersensor antara lain :
1. Loss to follow up, terjadi bila objek pindah, meninggal atau menolak untuk
berpartisipasi
2. Drop out, terjadi bila perlakuan dihentikan karena alasan tertentu
3. Termination of study, terjadi bila masa penelitian berakhir sementara objek
yang diobservasi belum mencapai failure event
4. Death, jika penyebab kematian bukan dibawah penyelidikan (misalnya
bunuh diri)
Sedangkan menurut Kleinbaum dan Klein (2005) ada 3 alasan umum
terjadinya penyensor, yaitu:
1. Objek tidak mengalami peristiwa sebelum masa penelitian berakhir
2. Objek hilang selama masa follow-up ketika masa penelitian
3. Objek ditarik dari penelitian karena kematian (jika kematian bukan
peristiwa yang diobservasi) atau disebabkan alasan lain.
Situasi
ini
diilustrasikan
dengan
grafik
di
bawah
ini.
Grafik
menggambarkan beberapa orang atau objek yang diikuti. 𝑋 menyatakan orang
atau objek yang mendapatkan peristiwa.
32
2
A
4
6
8
10
12
X
B
C
Penelitian berakhir
dikeluarkan
D
Penelitian berakhir
E
hilang
F
X
Gambar 2.3 Grafik data tersensor
1. Left-censored, observasi dikatakan left-cencored jika objek yang
diobservasi mengalami peristiwa di bawah waktu yang telah ditetapkan
atau ketika masa observasi belum selesai
2. Right-censored, obsevasi dikatakan right-cencored jika objek masih hidup
atau masih beroperasi ketika masa observasi telah selesai
3. Interval-censored, ketika objek mengalami peristiwa diantara interval
waktu tertentu maka observasi dikatakan interval-censored.
Menurut Lee dan Wang (2003) ada 3 tipe penyensoran data, yaitu:
1. Tipe I, jika objek-objek diobservasi selama waktu tertentu, namun ada
beberapa objek yang mengalami peristiwa setelah periode atau masa
33
observasi selesai, dan sebagian lagi mengalami peristiwa diluar yang
ditetapkan
2. Tipe II, masa observasi selesai setelah sejumlah objek yang diobservasi
diharapkan mengalami peristiwa yang ditetapkan, sedang objek yang tidak
mengalami peristiwa disensor
3. Tipe III, jika waktu awal dan waktu berhentinya observasi dari objek
berbeda-beda. Sensor tipe III ini sering disebut sebagai random-censored
2.10.3 Kaplan Meier
Prosedur Kaplan-Meier yang pertama kali diperkenalkan oleh Kaplan dan
Meier pada tahun 1958 untuk menganalisis harapan hidup untuk periode waktu
tertentu dari sebuah penelitian kohort atau eksperimental (follow-up study).
Metode ini juga disebut sebagai the product-limit method of estimating survival
probabilities karena probabilitas harapan hidup sampai waktu tertentu merupakan
perkalian probabilitas dari waktu ke waktu. Kaplan-Meier survival analysis
(KMSA) adalah metode untuk membuat table dan grafik fungsi harapan hidup
(survival function) atau fungsi kematian kasar (hazard function) untuk lama waktu
terjadinya suatu kondisi yang diteliti dari saat pengamatan dimulai (time to event
data). Waktu terjadinya kondisi yang diteliti, misalnya waktu terjadinya kematian,
waktu mulai hilangnya gejala tertentu, dan lainnya. Metode ini tidak didisain
untuk menganalisis efek dari variable kovariat, tetapi metode KMSA merupakan
prosedur deskriptif untuk data lama waktu terjadinya suatu kondisi (time to event
data) bila waktu hanya satu-satunya variabel yang berperan. Bila ada faktor
kovariat selain waktu yang dianggap berperan terhadap lama waktu timbulnya
34
kondisi yang diteliti, maka hasil analisis KMSA akan bias akibat adanya efek dari
faktor kovariat tersebut. Bila terdapat faktor kovariat yang mempengaruhi lama
waktu terjadinya kondisi yang diteliti, metode analisis yang dapat dipakai adalah
Regresi Cox sedangkan metode KMSA masih perlu dilakukan sebagai langkah
awal dari analisis Regresi Cox.
Sebenarnya metode life-table sama dengan Kaplan-Meier, namun pada
life-table objek diklasifikasi berdasarkan karakteristik tertentu yang masingmasing karakteristik disusun dengan interval dengan menganggap peluang
terjadinya efek selama masa interval adalah konstan, sehingga data yang diperoleh
akan lebih umum. Sedangkan pada metode Kaplan-Meier objek dianalisis sesuai
dengan waktu aslinya masing-masing. Hal ini mengakibatkan proporsi kesintasan
yang pasti karena menggunakan waktu kesintasan secara tepat sehingga diperoleh
data yang lebih akurat. Selain itu Kaplan-Meier merupakan metode yang
digunakan ketika tidak ada model yang layak untuk data kesintasan. Selama
hampir 4 dekade metode estimasi Kaplan-Meier merupakan salah satu dari kunci
metode statistika untuk analisis data kesintasan tersensor, estimasi Kaplan-Meier
dikenal juga dengan estimasi product-limit.
Metode analisis Kaplan-Meier dipakai untuk membandingkan proporsi
survival dua grup misalnya membandingkan proporsi survival antara kanker
cervik statdium I dan II (low grade) dengan stadium III dan IV (high grade) atau
membandingkan lama rawat antara kelompok pasien diare yang diberikan
probiotik dengan kelompok yang tidak mendapat probiotik.
35
2.10.4 Prosedur Penghitungan Analisis Kaplan Meier
Terdapat beberapa statistik yang perlu dihitung dalam analisis KMSA
yang meliputi Pt adalah proporsi survival dari sample untuk lama waktu tertentu
(t), St adalah harapan hidup sampai waktu ke t, median harapan hidup, angka
harapan hidup sampai 5 tahun, mean harapan hidup, rerata kematian kasar
(average hazard rate), grafik proporsi survival kumulatif (the cumulative survival
proportion), dan log rank test untuk menguji signifikansi perbedaan proporsi
survival dari dua grup yang dibandingkan.
1. Proporsi survival
Proporsi survival dipakai untuk memperkirakan probabilitas survival pada
propulasi sampai kurun waktu pengamatan t yang besarnya dapat dihitung
dari jumlah yang masih hidup sampai akhir waktu ke t dibagi jumlah yang
masih hidup pada waktu t-1 (atau awal waktu t). Misalnya pada nol bulan
yang hidup 100 dan sampai akhir waktu pengamatan ke 1 bulan tinggal
90, maka proporsi survival sampai 1 bulan pengamatan adalah:
Jumlah sample yang hidup sampai t pengamatan
P(t=1) = ------------------------------------------------------------------Jumlah sample yang hidup pada waktu pengamatan t-1
90
P(t=1) = ------- = 0,90
100
2. Probabilitas survival sampai waktu pengamatan ke t
Probabilitas survival sampai waktu pengamatan ke t (St) diperkirakan
sama dengan hasil perkalian proporsi survival dari waktu ke waktu sampai
waktu pengamatan ke t = k dengan rumus perhitungan:
36
S(t=k) = P(t=0) x P(t=1) x P(t=2) x .....x P(t=k)
3. Median lama survival (survival time)
Median harapan hidup ditentukan dari waktu pengamatan dimana angka
proporsi survival kumulatif terletak di waktu pengamatan yang ke 50%.
4. Angka harapan hidup lima tahun (five years survival rate)
Angka harapan hidup lima tahun dapat langsung didapat dari angka
proporsi survival kumulatif sampai pengamatan ke 5 tahun (60 bulan).
5. Rerata lama survival (survival time)
Angka rerata harapan hidup dihitung dari total waktu pengamatan dari
semua sampel dibagi jumlah sampel. Misalnya jumlah sampel n = 3,
sampel ke 1 diamati sampai 3 bulan dan dia mati, sampel ke 2 diamati
sampai 6 bulan kemudian dia drop out, sampel yang ke 3 diamati sampai 1
bulan dia mati, maka rerata survival time adalah:
3+6+1
Rerata waktu survival = --------------- = 3,33 bulan
3
2.10.5 Uji Log Rank
Pada statistika, uji log rank (uji Mantel-Cox) ialah sebuah uji kemaknaan
untuk membandingkan fungsi kesintasan diantara 2 kelompok. Uji ini merupakan
uji statistik non-parametrik dan sesuai digunakan ketika data tidak simetris yaitu
data miring ke kanan. Selain itu uji log rank banyak digunakan dalam uji klinis
untuk melihat efisiensi dari suatu perawatan baru yang dibandingkan dengan
perawatan yang lama apabila yang diukur adalah waktu hingga terjadi sebuah
peristiwa.
37
Log rank test dipergunakan untuk menguji hipotesis perbedaan proporsi
survival dua kelompok, misalnya antara kelompok kanker stadium awal (low
grade) dengan kanker stadium lanjut (high grade). Prinsip log rank test sama
dengan Mantel-Haenzel Test yang merupakan analisis strata dan dalam hal ini
stratanya adalah waktu. Langkah pengujian adalah sebagai berikut.
1. Untuk setiap strata dibuat tabel 2 x 2 dimana baris pertama berisikan data
yang meninggal dan baris ke dua data yang hidup, kolom pertama Grup A
dan kolom ke dua Grup B seperti contoh berikut.
Tabel 2.1 Tabel contingensi untuk stratum waktu pengamatan ke t (k)
Status
Grup A
Grup B
Total
Jml meninggal (dx)
ak
bk
ak + bk
Jml hidup (n’x - dx)
ck
dk
ck + dk
ak +ck
bk +dk
nk
Jml at risk (n’x)
2. Menghitung nilai ekspektasi sel ak yaitu sebagai berikut :
(ak + bk) x (ak + ck)
Eak = ------------------------nk
3. Menghitung varian stratum ke t(k) yaitu sebagai berikut :
(ak + bk)(ck + dk)(ak + ck)(bk + dk)
Vk = -----------------------------------------nk2 (nk -1)
4. Menghitung nilai Chi-square adalah sebagai berikut :
 a   E 

V
2
X
2
k
MH
ak
k
38
2.10.6 Regresi Cox
Analisis Regresi Cox (proportional hazard) merupakan analisis yang
digunakan untuk menganalisa data waktu kejadian dan untuk mengetahui
hubungan waktu kejadian dengan salah satu variabel bebasnya. Cox Regression
dipakai bila akan mempelajari pengaruh variabel bebas X dan beberapa variabel
covariat (pengganggu) terhadap variabel tergantung Y “time-until-event data”.
Misalnya akan mempelajari efektivitas dua jenis obat (variabel bebas X1)
mencegah kambuhnya imfark jantung berikutnya dalam bulan (variabel
tergantung Y) dan beberapa variabel covariat seperti tekanan darah sistolik
(variabel X2), riwayat keluarga menderita penyakit jantung (variabel X3), berat
badan (variabel X4), Indek masa tubuh (variabel X5), dan umur (variabel X6).
Model Regresi Cox mengasumsikan bahwa variabel covariat memberikan
efek meningkatkan atau mengurangi hazard pada orang tertentu dibandingkan
dengan akan base line value. Misalnya untuk contol trial klinik di atas akan
dipelajari k variabel covariat pada setiap subjek penelitian dan ho (ti) adalah base
line hazard, maka model Regresi Coxnya menjadi:
h(ti) = ho(ti) exp ( 1zi1 + 2zi2 + ......+ kzik)
Keterangan:
h(ti) : hazard pada waktu (ti)
h0(ti); base line hazard pada waktu (ti)
k : koefisien regresi
zik : risk faktor
39
Koefisien regresi k menggambarkan perubahan hazard akibat faktor
risiko ke k. Dari rumus di atas diketahui bahwa exponential koefisien regresi di
atas merupakan ratio dari hazard. Oleh karena itulah metode ini disebut metode
proportional hazard regression. Hazard ratio ini mirip dengan Odd Ratio pada
logistic regression. Rumus di atas dapat diubah menjadi seperti di bawah ini.
h(t i )
 exp(  1 z i1   2 z i 2  ........   k z ik )
h0 (t i )
Penghitungan koefisien regresi k agar menggunakan software statistik
yang ada seperti SPSS, karena tidak ada satu rumus langsung yang dapat dipakai.
Output komputer biasanya meliputi koefisien regresi, standar error, hazard ratio
dan confidence interval. Grafik fungsi hazard dan survival juga dapat dijumpai
pada output komputer.
Download