plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL
THE FIFTH MOUNTAIN
SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI
GURU AGAMA KATOLIK BAGI
MAHASISWA IPPAK UNIVERSTAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Hendri Chus Eddy Nurcahyo Dwi Saputro
NIM 081124008
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
 Ibu Bernadheta Sri Wahyuni, Alm. Ayah Aloysius Heryanto dan Kakak
Katarina Heni Noviyanti yang telah membantu dalam perjalanan suka dan
duka untuk menyelesaikan Skripsi ini.
 Para dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan ketekunan telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi di Kampus IPPAK
tercinta ini.
 F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik yang selalu memberikan semangat
dan motivasi.
 Teman-teman IPPAK seluruh angkatan khususnya untuk angkatan 2008
yang selalu memberi semangat dan motivasi.
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
MOTTO
“Jangan tuntut orang lain sempurna,
melainkan
ajarilah dia berbuat yang lebih baik”
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI
ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA
MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK
BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTAdipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap mahasiswa
IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta,dalam menanggapi panggilannya untuk menjadi guru
agama Katolik. Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin
banyak dibutuhkan diseluruh daerah yang ada di Indonesia. Secara khusus
Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa
Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan ataubukan
panggilannya.Dengan melihat kenyataan ini mahasiswa selalu mendapat
bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan
menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan
tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap.
Bertitik tolak dari alasan disatas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu
mahasiswa untuk menyadari panggilannya menjadi guru agama Katolik dengan
meneladan pada kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN. Dengan
adanya kisah nabi Elia diharapkan mahasiswa mampu meneladan dan belajar
untuk setia akan panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesional,
sehingga mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya nanti. Maka dalam skripsi
ini dibahas dua hal seputar kisah panggilan nabi Elia dalam novel THE FIFTH
MOUNTAIN dan pengertian tentang guru agama Katolik. Di samping itu juga
dijelaskan pengertian guru agama Katolik yang profesional, tantangan menjadi
guru dan tugas sebagai guru agama Katolik.
Dalam skripsi ini penulis menawarkan bentuk katekese dengan model
Shared Christian Praxis (SCP) yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas.
Tujuannya agar para mahasiswa semakin menyadari panggilannya untuk menjadi
guru agama Katolik, sehingga dalam menempuh perkuliahan mahasiswa memiliki
motivasi yang kuat yang datang dari dalam dirinya.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
This small thesis with the title BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN
NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA
MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK
BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTAis chosen based on writer’s concern to IPPAK (Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma University Yogyakarta,
in responding their calls to be Catholic religion teachers. Nowadays, Catholic
religion teachers as an occupation is more needed at many regions in Indonesia.
Especially, the fact that them selves, mostly Catholic Religion Education students
consider in a wrong direction or not the call of their life. Looking at this fact,
students always get a conseling guidance from every lecturer to recognize the cal
to be Catholic Religion teacher. Certainly, to realize a call is not easy, and it is a
process gradually.
Based on the reasons above, this small thesis is intended to help students
to recognize the call to be Catholic Religion teachers by taking example from the
story of the prophet Elijah in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel. With the story
of Elijah, student are expetced to pattern and learn to be faithful of their call to be
professional Catholic Religion teacher, so as they will fulfil their pupils needs
later. Thus, this thesis smallwill discuss about two things, the story of Elijah’s call
as a prophet in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel and the explanation about
Catholic Relogion teacher. Besides, there is also described a definition about
professional Catholic Religion techer, challenges to be a teacher, and duties as
Catholic religion teacher.
In this small thesis, the writer offers a catechesis with Shared Christian
Praxis (SCP) model which intergrated with spiritual formation. The purpose is in
order that the students more realize their calls to be Catholic religion teacher, then
the students have strong inner motivation in studying catecheses.
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM
NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN
PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA
IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.
Skripsi ini memuat pembahasan mengenai kisah nabi Elia dalam novel
THE FIFTH MOUNTAIN khususnya dalam hal panggilan. Disamping itu dibahas
pula mengenai guru agama Katolik yang profesional serta memaparkan program
katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang terintegrasi dengan
pembinaan spritualitas. Usulan tersebut dirancang khusus untuk mahasiswa
IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta agar mahasiswa semakin mantap akan panggilannya.
Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis
mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu
penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terimakasih terutama kepada:
1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku KaprodiIPPAK Universitas
Sanata Dharmayang telah memberi dukungan kepada penulis dalam
penyelesaian Skripsi ini.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utamayang selalu
memberi perhatian sepenuhnya dalam mendampingi penulisan skripsi ini, dan
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
dengan penuh kesabaran telah membimbing penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen penguji kedua yang juga
dengan sabar dan ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Yosef Hendrikus Bintang Nusantara SFK., M. Hum. selaku dosen penguji
ketiga yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis terutama dalam
proses skripsi ini.
5. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata
Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan semangat kepada
penulis.
6. Keluarga tercinta: Alm. Bapak Aloysius Heryanto, IbuBernadheta Sri
Wahyuni, Kakak Katarina Heni Noviyanti, yang selalu dengan ketulusan hati
mendoakan dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi penulis
dalam
menyelesaikan perkuliahan.
7. F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik, yang telah dengan setia mendampingi
penulis. Ucapan syukur dan terima kasih atas bantuan, saran, perhatian serta
cinta kasihnya yang selalu menguatkan penulis selama menyelesaikan skripsi
ini.
8. Segenap sahabat-sahabat tercinta mahasiswa angkatan 2008 dan lintas
angkatan yang telah mendukung dan berdinamika bersama dalam suka dan
duka sehingga menciptakan keluarga besar IPPAK yang penuh dengan
persaudaraan.
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
iv
MOTTO .....................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………..
vii
ABSTRAK .................................................................................................
viii
ABSTRACT ................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ...............................................................................
x
DAFTAR ISI .............................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN...........................................................................
xvii
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................
1
A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
5
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................
6
D. Manfaat Penulisan .........................................................................
6
E. Metode Penulisan ..........................................................................
7
F. Sistematika Penulisan ...................................................................
7
BAB II. KISAH PANGGILAN NABI ELIA BERDASARKAN NOVEL THE
FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI DAN PESAN-PESANNYA....
9
A. Siapakah Paulo Coelho? ...............................................................
9
B. Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” .............................
11
C. Panggilan Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ............
13
D. Nabi Elia dalam Kitab Suci...........................................................
16
E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain .......................
20
BAB III. PANGGILAN DAN TANTANGAN MENJADI GURU AGAMA
KATOLIK YANG PROFESIONAL .........................................
22
A. Panggilan dan Tantangan............... ...............................................
23
xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB
1. Panggilan .................................................................................
23
2. Tantangan .................................................................................
24
B. Guru Agama Katolik yang Profesional .........................................
27
1. Guru .........................................................................................
27
2. Guru Agama Katolik ................................................................
30
3. Profesional ................................................................................
33
4. Guru yang Profesional ..............................................................
35
a. Guru adalah Jabatan Profesional .........................................
35
b. Kompetensi Seorang Guru .................................................
36
C. Panggilan sebagai Guru Agama Katolik yang Profesional .........
37
1. Pelayanan Guru Agama ............................................................
39
2. Tanggapan Murid ....................................................................
40
D. Spiritualitas Pendidik Katolik..........................................................
41
E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik...........................................
41
1. Pengajar Pengetahuan Agama Katolik .....................................
42
2. Saksi Kristus.............................................................................
43
a. Guru Dapat Berkembang dalam Relasi ...............................
45
b. Menerima Diri .....................................................................
46
c. Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban ............
47
d. Percaya Diri .........................................................................
48
3. Pembinaan Iman .......................................................................
49
F. Refleksi Pribadi..............................................................................
50
IV.
USULAN
PROGRAM
TERINTEGRASI
SEBAGAI
MAHASISWA
DENGAN
UPAYA
AKAN
PERSIAPAN
KATEKSE
PEMBINAAN
SPIRITUALITAS
MENINGKATKAN
PANGGILANNYA
YANG
KESADARAN
SEBAGAI
GURU
AGAMA KATOLIK...................................................................
52
A. Gambaran Umum Katekese............... ..........................................
53
1. Pengertian Katekese .................................................................
53
2. Tujuan Katekese .......................................................................
54
3. Bentuk-Bentuk Katekese ..........................................................
56
xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4. Sumber Katekese ......................................................................
57
B. Pemilihan Model Katekese............... ..........................................
57
1. Shared.......................................................................................
59
2. Christian ...................................................................................
60
3. Praxis .......................................................................................
61
a) Aktivitas .................................................................................
61
b) Refleksi ..................................................................................
62
c) Kreativitas ..............................................................................
63
a. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) ..............
63
1) Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas......................................
63
2) Langkah I : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta
64
3) Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta ........
65
4) Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani.........
66
5) Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta
Konkret ..............................................................................
67
6) Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret .............
68
C. Usulan Program dan Persiapan Katekese ....................................
69
1. Pengertian Program .................................................................
69
2. Tujuan Penyusunan Program ..................................................
69
3. Sub. Tema dan Sub. Tujuan Katekese Model Shared Christian Praxis
(SCP) ........................................................................................
70
4. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP)
................................................................... ...............................
72
5. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) 75
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
85
A. Kesimpulan............... ...................................................................
85
B. Saran............... .............................................................................
88
1. Bagi Prodi IPPAK............... .....................................................
88
2. Bagi Pembinaan Spiritualitas............... ....................................
89
a. Materi Pembinaan Spiritualitas............... ...............................
89
b. Sarana dan Metode Pembinaan Spiritualitas............... ..........
89
xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas............... .....................
90
3. Bagi Mahasiswa............... ........................................................
90
DAFTAR PUSTAKA............... .................................................................
91
LAMPIRAN............... ................................................................................
93
Lampiran I : Cerita Kisah Nabi Elia “The Fifth Mountain”............... ........
(1)
xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab
Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 18 November 1965.
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para
Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16
Oktober 1979.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi,
18 November 1965.
LG
Lumen Gentium (Terang Bangsa-Bangsa),Konstitusi Dogmatik Konsili
Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
C.
Singkatan Lain
Bdk
: Bandingkan
Bimas
: Bimbingan Masyarakat
Cergam
: Cerita Bergambar
Hal
: Halaman
IPPAK
: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Jatim
: Jawa Timur
MB
: MadahBakti
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PKKI
: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
Prodi
: Program Studi
SCP
: Shared Christian Praxis
xviii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak
dibutuhkan oleh sekolah swasta Katolik maupun Negeri di seluruh daerah yang
ada di Indonesia. Pada kenyataannya lembaga pendidikan yang menghasilkan
tenaga pengajar agama Katolik sangatlah minim, selain itu pendapatan yang
diperoleh jika menjadi guru agama Katolik juga tidaklah sebandingan dengan jasa
yang telah diberikan. Selain itu juga masih banyak orang awam yang menganggap
pendidikan agama Katolik lebih cocok diberikan oleh kaum biarawan-biarawati
atau eks-biarawan-biarawati. Dari beberapa permasalahan tersebut mereka kurang
profesional untuk memenuhi tuntutan panggilan sebagai guru pendidikan agama
Katolik.
IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan
formal yang mencetak guru Agama Katolik profesional dalam tugas pendidikan
sehingga diharapkan mampu mendampingi peserta didik untuk menimba ilmu
seluas-luasnya dan berkembang dalam kepribadian yang baik. Kenyataan yang
dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama
Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan atau untuk menjadi seorang
guru agama Katolik bukan panggilannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
Dengan melihat kenyataan mahasiswa calon guru agama Katolik yang
berkuliah di IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta selalu mendapat bimbingan dari setiap
dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama
Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun
membutuhkan proses secara bertahap.
Profesi sebagai guru agama Katolik merupakan suatu profesi sarat makna.
Profesi ini akan bermakna apabila setiap orang yang menjalani profesi guru
agama Katolik dapat menyadari dan menghayatinya sebagai panggilan. Apabila
profesi sebagai guru agama Katolik dikaitkan dengan iman, menjadi guru agama
Katolik adalah panggilan Tuhan sendiri. Tugas guru agama Katolik secara rohani
adalah membantu peserta didik menuju kesempurnaan yang diharapkan oleh
Tuhan sendiri. Guru agama Katolik adalah mitra Tuhan dalam perutusan
pendidikan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi ketidaksesuaian antara
kenyataan dan harapan, yaitu faktor eksternal dan internal guru sendiri. Faktor
eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang menempatkan profesi
guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah profesi guru dipandang
sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis. Akibatnya banyak orang
muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah terlanjur di dalamnya akan
terpengaruh oleh mentalitas ekonomis tersebut. Dari segi internal, internalisasi
panggilan hidup sebagai guru dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang
menekuni profesi ini. Permasalahan ini akan dapat diperbaiki apabila guru
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya di tengah
perubahaan masyarakat dewasa ini.
Pada hakikatnya hal menyadari panggilan untuk menjadi guru agama
Katolik tidak hanya dialami oleh mahasiswa IPPAK-USD saja, demikian juga
dengan nabi Elia yang sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara
dengan malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak ayah-ibunya untuk menemui
seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan
Elia seorang nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang ”mengagungkan sabda
Tuhan”. Setelah menemui imam tersebut orang tua Elia melarang Elia untuk
menceritakan kepada siapapun segala yang telah dilihat dan didengarnya.
Sebenarnya Elia hanya berkomunikasi dengan malaikat pelindungnya, dan suarasuara itupun hanya menyangkut kehidupannya sendiri walaupun dia juga
mendapatkan penglihatan-penglihatan yang tidak dipahaminya. Karena larangan
dari orang tuanyalah maka suara-suara dan penglihatannya itu semakin jarang
dialaminya. Setelah dewasa Elia membuka bengkel tukang kayu dari uang yang
dipinjamkan dari orang tuanya (Coelho, 2011: 20-21).
Panggilan yang diterima oleh nabi Elia tidaklah mudah untuk langsung
diterima oleh nabi Elia sendiri, karena saat nabi Elia sudah dewasa dia
menganggap dirinya sebagai orang biasa dan mempunyai pekerjaan sebagai
tukang kayu di bengkelnya sendiri. Namun panggilan nabi Elia tidak berhenti
begitu saja. Saat nabi Elia sedang bekerja tiba-tiba mendengar suara yang
berbicara serentak dari segala penjuru “Kemudian datanglah firman Tuhan
kepadanya: katakan pada Ahab, demi Tuhan yang hidup, Allah Israel yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini,
kecuai kalau kukatakan”. Peristiwa yang dialami oleh nabi Elia pada saat itu
disebabkan oleh kekacuan yang terjadi di Israel, karena pada saat itu raja Ahab
setelah menikah dengan Izebel putri dari Tirus dan Izebel meminta raja Ahab
untuk mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon (Coelho, 2011: 22-25).
Setelah mendengar suara-suara dan penglihatan, nabi Elia berusaha
menemui raja Ahab untuk memberitahu bahwa akan terjadi kekeringan di seluruh
negeri, sampai seluruh bangsa itu berhenti menyembah dewa-dewa Fenisia. Raja
Ahab tidak memperdulikan perkataan nabi Elia, tetapi Izebel yang duduk di
samping Ahab mendengarkan ucapan-ucapan nabi Elia dengan penuh perhatian
dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan. Pada keesokan harinya nabi Elia
menemui raja Ahab dan menceritakan akan penglihatanya. Nabi Elia pagi-pagi
benar dibangunkan oleh orang Lewi agar bersembunyi, karena Izebel telah
menyakinkan raja Ahab bahwa para nabi merupakan ancaman bagi perkembangan
dan perluasan Israel. Maka raja Ahab memerintahkan agar para prajurit
menghukum mati semua nabi yang tidak mau meninggalkan tugas suci yang telah
diperintakan oleh Tuhan. Namun kepada nabi Elia tidak diberikan pilihan dia
harus dibunuh, maka dari itu nabi Elia dan orang Lewi berusaha untuk tetap
bersembunyi (Coelho, 2011: 26-28).
Kisah yang dialami nabi Elia, menggambarkan bagaimana nabi Elia tetap
setia dalam panggilan menjadi seorang nabi. Nabi Elia dalam menjalankan
panggilan mendapat banyak sekali pencobaan, mulai dari pengejaran oleh Ratu
Izebel, merasa gagal dalam mempertobatkan umat Israel dan raja Ahab dan Ia
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
mengira kerja kerasnya selama ini hanyalah suatu kegagalan besar dan hanya
tinggal dia sendiri yang bersujud kepada Tuhan. Tugas yang dilaksanakan oleh
nabi Elia sangat berat, namun kesetian nabi Elia terhadap Tuhan menyebabkan
dirinya tidak takut untuk menjalankan tugasnya meskipun dirinya merasa
terancam oleh orang-orang yang tidak suka akan apa yang telah dilakukan.
Berdasarkan kenyataan yang ada penulis mencoba menjawab dengan
memberikan sumbangan dalam bentuk gagasan atau pemikiran sebagai suatu
alternatif keterlibatan dalam memantapkan sebuah panggilan menjadi guru agama
Katolik. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi sebagai berikut: BELAJAR
DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH
MOUNTAIN
SEBAGAI
USAHA
MEMANTAPKAN
PANGGILAN
MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa
permasalahan yang menjadi fokus pembahasan skripsi ini. Berikut ini adalah
beberapa permasalahan tersebut:
1.
Apa yang dimaksud panggilan menurut novel The Fifth Mountain ?
2.
Bagaimanakah dinamika menentukan pilihan jalan hidup yang dilakukan oleh
Nabi Elia menurut novel The Fifth Mountain ?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3.
6
Bagaimanakah mempergunakan kisah hidup Nabi Elia menurut buku The
Fifth Mountain dalam pendampingan pemilihan jalan hidup bagi calon Guru
Agama Katolik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1.
Untuk memahami makna panggilan menurut novel The Fifth Mountain.
2.
Menggali nilai-nilai panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain.
3.
Memaparkan usaha memantapkan panggilan menjadi guru agama Katolik
berdasarkan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain.
4.
Memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1.
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para mahasiswa
IPPAK Sanata Dharma dalam panggilan sebagai guru agama Katolik.
2.
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk persiapan katekese
yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas bagi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan
Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3.
7
Dapat memperkembangkan penulis dalam proses berpikir, merasa, dan
menghayati panggilan menjadi guru agama Katolik.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode naratif. Narasi memiliki
makna pengisahan suatu cerita atau kejadian (Hofmann, 1994: 1). Naratif berarti
pola berdasarkan ceritera, rangkaian kalimat yang bersifat narasi atau bersifat
menggambarkan kisah panggilan nabi Elia dalam buku The Fifth Mountain
karangan Paulo Coelho sebagai usaha memantapkan panggilan mahasiswa IPPAK
Sanata Dharma untuk menjadi guru agama Katolik. Dengan menggali nilai-nilai
panggilan nabi Elia yang terdapat dalam buku The Fifth Mountain karangan Paulo
Coelho, dengan menggunakan bantuan buku-buku sumber, artikel-artikel, serta
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema karya tulis ini.
Dari buku-buku referensi yang dapat mendukung penulisan karya tulis,
penulis dapat mengumpulkan data-data ilmiah, lalu mengolahnya menjadi karya
ilmiah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini adalah :
Bab I menguraikan pendahuluan yang berisikan tentang : latar belakang
penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
Bab II menguraikan sekilas tentang siapa Paulo Coelho dan bagaimana
pandangannya tentang kisah panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain
serta perbandingan isi novel The Fifth Mountain dengan teks Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pesan-pesan panggilan Elia sebagai seorang
nabi dalam novel The Fifth Mountain dan kisah nabi Elia dalam Kitab Suci yang
dapat dijadikan pegangan dalam mematangkan panggilan sebagai seorang guru
agama Katolik.
Bab III menguraikan gambaran mengenai bagaimana menjadi Guru
Agama Katolik yang profesional, panggilan dan tantangan menjadi Guru Agama
Katolik, arti panggilan, tantangan, pengertian guru dan pengertian Guru Agama
Katolik.
Bab IV menuturkan sumbangan pemikiran dengan merancang persiapan
katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas yang dapat digunakan
untuk membantu memantapkan panggilan sebagai guru Agama Katolik.
Bab V merupakan penutup skripsi, berisikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
BAB II
KISAH PANGGILAN NABI ELIA
BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI
DAN PESAN-PESANNYA
A. Siapakah Paulo Coelho?
Paulo Coelho lahir di Rio de Jeneiro, Brazil, 24 Agustus 1947. Paulo
Coelho berasal dari sebuah keluarga kelas menengah di lingkungan perkotaan.
Ayahnya, Pedro adalah seorang arsitek, dan ibunya Lygia adalah seorang ibu
rumah tangga.
Paulo
Coelho
juga dikenal
dengan
nama Paul
Rabbit
seorang novelis Brasil. Ia merupakan salah satu penulis dengan karya yang paling
banyak dibaca di dunia saat ini. Paulo telah menerima sejumlah penghargaan
internasional atas karya-karyanya, termasuk Crystal Award dari Forum Ekonomi
Dunia. The Alchemist, novelnya yang paling terkenal, telah diterjemahkan ke
dalam 67 bahasa. Sang penulis telah menjual 150 juta kopi bukunya di seluruh
dunia (wikipedia Paulo Ceolho, 2013: 1).
Novel The Alchemist terbit pada tahun 1988, tema sentralnya bertuang
pada kalimat yang diucapkan Raja Melkisedek kepada si anak gembala, Santiago,
“kalau engkau mendambakan sesuatu, alam semesta bekerja sama membantumu
memperolehnya. Novel ini adalah tonggak awal yang akan menempatkan nama
Coelho dalam jajaran novelis tingkat dunia. Novel ini, berbeda dengan karyakarya Coelho sebelumnya, merupakan sebuah novel simbolik yang kaya akan
bahasa-bahasa metafora. Novel ini merupakan hasil kontemplasi Coelho setelah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
bergulat selama sebelas tahun dengan ilmu alkimia. Novel Sang Alkemis banyak
mendapat pengaruh dari Novel Tale of Two Dreamers karya Jorge Luis Borges,
seorang sastrawan Brasil kenamaan (wikipedia Sang Alkemis, 2013: 1).
Setelah kesuksesan novel Sang Alkemis bukan berarti Coelho berpuas diri.
Coelho merupakan seorang penulis produktif yang hampir setiap tahun selalu
mengeluarkan karya terbaru baik itu berupa novel asli, novel adaptasi, kumpulan
cerita pendek, maupun kumpulan artikel. Karya-karya Coelho lainnya
adalah: Brida (1990); O Dom Supremo (The Gift) (1991); As Valkirias (The
Valkyries) (1992); Maktub dan Na margem do rio Piedra eu sentei e chorei (Di
Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis) (1994); O Monte Cinco (Gunung
Kelima) (1996); Letras do amor de um prophet (Love Letters from a Prophet)
dan Manual do guerreiro da luz (The Manual of the Warrior of Light)
(1997); Veronika decide morrer (Veronika Memutuskan Mati) dan Palavras
essenciais (Essential Words) (1998), O Demônio e a srta Prym (Iblis dan Nona
Prym) (2000); Histórias para pais, filhos e netos (Fathers, Sons and Grandsons)
(2001); Onze Minutos (Sebelas Menit) (2003); O Gênio e as Rosas (The Genie
and the Roses) dan E no sétimo dia (And on the Seventh Day) (2004), O
Zahir (Zahir) dan Caminhos Recolhidos (Revived Paths) (2005); Ser como um rio
que flui (Like The Flowing River) dan A Bruxa de Portobello (The Witch of
Portobello) (2006); Vida: Citacoes selecionadas (Life: Selected Quotations)
(2007); O Vencedor esta So (The Winner Stands Alone), O Mago The
Wizard (Biografi karya Fernando Morais) (2008) (wikipedia Paulo Coelho, 2013:
1).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
The Fifth Mountain (Gunung Kelima) adalah novel kelima karangan Paulo
Coelho yang diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1998 dan dalam bahasa
Indonesia pada tahun 2005. Dikisahkan tentang Nabi Elia, seorang nabi yang
diajarkan oleh orang-tuanya untuk menolak panggilannya dari Tuhan. Dia
terpaksa menuruti panggilannya ketika rajanya, Raja Ahab memperbolehkan
istrinya, Ratu Izebel untuk memaksakan rakyat Israel untuk menyembah salah
satu dewa berhalanya. Setelah penderitaan berkepanjangan dan di bawah ancaman
kematian, Elia meloloskan diri dan diutus Tuhan untuk mencari seorang janda dari
Akbar yang akan menerimanya walaupun wanita itu sendiri kesusahan untuk
mencari makanan bagi anaknya. Ketika kota itu terancam peperangan, Elia
berseru pada Tuhan agar menyelamatkan kota itu dan penduduknya, tapi Tuhan
seakan tidak mendengar. Ketika dia meminta Tuhan menyelamatkan perempuan
yang dicintainya, Tuhan pun seakan memalingkan muka tak peduli. Segala
percobaan ini membuat Elia mempertanyakan kasih dan kemurahan hati Tuhan,
dan mendorongnya mengambil keputusan: menentang Tuhan sampai Dia
memberikan jawaban. Dari wanita dan putranya inilah Elia belajar untuk
mencintai, bertahan dalam rasa kehilangan dan tetap tegar melawan kekuatan
tirani yang fanatik (wikipedia Gunung Kelima, 2014: 1).
B. Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain”
Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan
rakyat Israel untuk mengganti kepercayaan dari menyembah Allah dengan
kepercayaan dari negeri Fenesia, negeri asal istrinya yang menyembah Baal.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
Sementara seorang pemuda yang bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu
tiba-tiba mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu yang didapat
memerintahkan Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan,
bahwa jika bangsa Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan
dilanda kekeringan yang panjang. Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel
memerintahkan membunuh seluruh nabi-nabi Israel yang masih menyembah
Allah. Namun Elia yang menjadi target utama berhasil lolos ke luar kota atas
petunjuk malaikat Allah, Elia menuju kota kecil yang bernama Akbar, yang
penduduknya juga menyembah Baal (Coelho, 2011: 15-51).
Di kota Akbar Elia juga menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali
ke Israel, di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang menguji
keyakinannya akan Tuhan. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel
yang dicari-cari oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah
seorang janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia
mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia
dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai
menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur.
Akhirnya Elia menetap sementara di kota Akbar, sambil menunggu perintah
Tuhan untuk membawanya kembali ke Israel dan menyelamatkan bangsanya dari
penyembahan berhala di bawah kekuasaan Raja Ahab. Setelah bertahun-tahun
lamanya Elia bertahan di kota Akbar, Elia dihadapkan dengan peperangan yang
akan terjadi di kota Akbar, kota yang begitu indah dan damai. Di siniah Elia
dihadapakan dengan pilihan yang begitu sulit, dimana Elia harus bisa membuat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
kota Akbar tidak mendapat serangan dari para prajurit suruhan Raja Ahab.
Penduduk yang mulai tidak suka dengan keberadaan Elia, menganggap Elia
sebagai biang masalah yang terjadi di kota Akbar. Dimulai dari meninggalnya
anak dari janda yang ditinggali dan kota Akbar yang akan diserang oleh prajurit
Raja Ahab. Di tengah kejadian itu, penduduk meminta Gubernur menghukum Elia
untuk dihukum mati (Coelho, 2011: 51-73).
Akhirnya Elia dengan keberaniannya menemui semua penduduk kota
Akbar untuk siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kota Akbar dengan
meminta pertolongan kepada Allah agar diberi petunjuk. Setelah lama berdiam
menunggu, Elia mendapat suara malaikat Allah yang datang kepadanya agar Elia
kembali ke rumah janda tersebut untuk membangkitkan kembali anak janda itu
dengan menyebut nama Allah. Apa yang didapat dari malaikat Allah, Elia lakukan
bertujuan agar kota Akbar tetap memuliakan nama Allah (Coelho, 2011: 80-87).
C. Panggilan Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain”
Nabi Elia sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara dengan
malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak oleh ayah dan ibunya untuk menemui
seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan
Elia seorang Nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang “mengagungkan nama
sabda Tuhan”. Setelah berjam-jam berbicara dengan Elia, iman itu mengatakan
kepada ayah dan ibu Elia bahwa apa pun yang dikatakan anak mereka mesti
diperhatikan baik-baik (Coelho, 2011: 20).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
Setelah menemui imam Israel, ayah dan ibu Elia melarang Elia
menceritakan pada siapa pun apa yang telah dilihat dan didengarnya. Menjadi
nabi berarti memiliki ikatan-ikatan dengan Pemerintah dan ini sangat berbahaya.
Sebenarnya hal-hal yang didengar Elia tidaklah menarik bagi para imam ataupun
raja-raja. Dia berkomunikasi hanya dengan malaikat pelindungnya, dan nasihat
yang didengarnya hanya menyangkut kehidupannya sendiri. Nabi Elia juga
sesekali mendapat penglihatan yang tidak dipahaminya. Setelah penglihatanpenglihatan itu lenyap, dia pun berusaha melupakannya secepat mungkin dan
mematuhi permintaan ayah dan ibunya (Coelho, 2011: 20-21).
Dalam perjalanan waktu setelah nabi Elia tumbuh dewasa, dia mulai
jarang mendapatkan suara-suara dan penglihatan-penglihatan yang sering didapat
saat masih kecil. Setelah Elia dirasa cukup umur untuk mencari nafkah sendiri,
akhirnya ayah dan ibunya meminjamkan uang untuk membuka bengkel tukang
kayu (Coelho, 2011: 21).
Setelah lama bekerja sebagai tukang kayu, Elia menganggap dirinya orang
biasa, pakaiannya pun biasa, seperti orang pada umumnya, dan yang tersiksa
hanyalah jiwanya yang dipenuhi ketakutan-ketakutan serta godaan-godaan yang
dialami manusia lain pada umumnya. Ketika dia makin tenggelam dalam
pekerjaannya di bengkel tukang kayu miliknya, suara-suara itu tidak pernah lagi
didengarnya. Percakapan semasa kecil antara dirinya dan imam itu kini tinggal
kenangan samar. Elia tidak peraya Allah yang Maha Kuasa harus berbicara
dengan manusia agar perintah-perintah-Nya dipatuhi, yang terjadi pada masa kecil
itu hanyalah khayalan anak kecil yang tidak punya kegiatan (Coelho, 2011: 22).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
Namun saat Elia mendengar bahwa rajanya yang bernama Ahab menikah
dengan Izebel, putri dari Tirus, Elia tidak menganggap penting hal tersebut,
karena raja-raja Israel terdahulu juga pernah berbuat demikian, dan hasilnya
adalah kedamaian abadi di seluruh negeri, serta hubungan perdagangan yang kian
penting dengan Lebanon. Elia tidak telalu peduli bahwa rakyat tetangga itu
menyembah dewa-dewa yang tidak jelas atau menjalankan praktek-praktek
keagamaan yang aneh. Setelah naik takhta, Izebel meminta pada Ahab agar
mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon. Meski merasa marah Elia
tetap memuja Allah Israel dan menjalani hukum-hukum Musa (Coelho, 2011: 2324).
Kemudian terjadilah peristiwa yang sama sekali tak terduga. Suatu siang,
ketika Elia sedang menyelesaikan sebuah meja di bengkelnya, suasana
sekelilingnya menjadi gelap dan ribuan cahaya kecil mulai berkelap-kelip di
sekitarnya. Salah satu cahaya itu bersinar lebih terang, dan sekonyong-konyong
terdengar suara, seolah-olah berbicara serentak dari segala penjuru. Kemudian
datanglah firman Tuhan kepadanya “Katakan kepada Ahab, demi Tuhan yang
hidup, Allah Israel yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan
pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan”. Setelah mendapatkan suara
firman Allah, pada esok harinya Elia memutuskan untuk menemui raja Ahab
untuk menyampaikan apa yang telah dia dapatkan untuk memperingatkan raja
Ahab yang telah meninggalkan Allah (Coelho, 2011: 25-26).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
D. Nabi Elia dalam Kitab Suci
Dalam Kitab 1 Raja-raja, dikisahkan munculnya seorang nabi Israel yang
menjadi abdi setia Allah ketika Israel mulai menyimpang dari Allah dengan
menyembah Baal. Nama nabi itu adalah Elia. Ia berasal dari Tisbe-Gilead.
Elia adalah nabi yang dengan gigih berjuang untuk mengembalikan
keyakinan dan kesetiaan umat Israel pada Allah. Elia muncul ketika Israel mulai
tidak setia kepada Allah setelah Ahab, Raja Israel putra Omri memperistri Izebel,
seorang putri Etbaal, raja Sidon yang menyembah Baal (Bdk 1 Raj 16: 29-33).
Ahab mulai tidak setia kepada Allah dengan membangun mezbah untuk Baal di
samaria. Ahab juga membangun patung Asyera, salah satu dewi orang Sidon (Bdk
1 Raj 16: 32-33). Perbuatan raja Ahab ini menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah
Israel lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahulinya (Bdk 1 Raj 16: 33).
Lalu Tuhan mengutus nabi Elia untuk menjatuhkan hukuman atas dosa Ahab ini
dengan nubuat kekeringan di Israel (Bdk 1 Raj 17: 1). Saat itulah nabi Elia mulai
tampil sebagai pembela, sekaligus perantara Allah dalam melawan kekafiran
akibat penyembah Baal.
Oleh karena peran ini pula, Elia mengalami berbagai macam penderitaan
karena harus melawan ancaman dari raja Ahab dan Izebel. Untuk menghindari
pengejaran dari para pasukan raja Ahab, Elia mendapatkan firman Tuhan untuk
pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan (Bdk 1 Raj 17:
5). Tetapi setalah lama sungai itu menjadi kering, sebab hujan tidak turun di
negeri itu. Dengan ada itu Elia mendapat kembali firman Tuhan untuk pergi ke
Sarfat yang termasuk wilayah Sidon dan dimintanya Elia untuk berdiam diri,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda untuk memberinya makan (Bdk
1 Raj 17: 8-9).
Setelah sampai ke pintu gerbang kota tampaklah seorang janda yang
sedang mengumpulkan kayu. Elia menghampirinya dan berseru kepada janda
untuk mengambilkan sedikit air dan sepotong roti. Perempuan janda pun berkata
tidak ada roti kecuali segenggam tepung dalm tempayan dan sedikit minyak (Bdk
1 Raj 17: 10-12). Janda itu berkata “bahwa dia sekarang sedang mengumpulkan
dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan
bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." Tetapi Elia
berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan,
tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan
bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab
beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan
habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada
waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." Lalu pergilah perempuan itu
dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak
perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam
tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti
firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Sesudah itu anak
dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai
tidak ada nafasnya lagi. Kata perempuan itu kepada Elia: "Apakah maksudmu
datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan
kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?" (Bdk 1 Raj 17: 12-17).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
Elia yang selalu setia kepada Allah tetapi Elia juga tampak dalam
keraguan. Elia mempertanyakan kehendak Tuhan atas kematian anak dari janda di
Sarfat (Bdk 1 Raj 17: 20). Kedekatan dengan Allah ini pulalah yang
memampukan Elia membuat mukjizat-mukjizat: membangkitkan anak janda
Sarfat dari kematian ( Bdk 1 Raj 17: 21), mukjizat di gunung Karmel (Bdk 1 Raj
18: 20-46). Mujizat yang dilakukan oleh nabi Elia agar umat Isarel mengakui
bahwa hanya Allah Israel yang membuat mujizat melalui Elia.
Ketaatan dan kedekatan dengan Allah ini harus dibayar mahal oleh nabi
Elia. Ia harus mengalami berbagai macam penderitaan karena konsekunsinya dari
ketaatan dan kedekatannya dengan Allah. Salah satu penderitaan yang dialaminya
adalah ancaman pembunuhan dari Ahab dan Izebel hingga ia harus bersembunyi
di Sarfat. Elia menjadi orang asing yang terbuang dari negerinya sendiri, Israel.
Elia merasa sedih ketika menyaksikan pembunuhan para nabi yang setia kepada
Allah oleh Ahab dan Izebel. Bahakan Elia pernah merasa putus asa dan
menginginkan mati saja ketika harus lari dari ancaman Izebel (Bdk 1 Raj 19: 4).
Meski demikian, Elia tetap setia pada Yahwe, Allah yang telah menyertai
perjalanannya.
Sosoknya
sebagai
seorang
nabi
yang
selalu
berjuang
mengembalikan kesetiaan umat pada Yahwe telah dianggap sebagai pembaharu
perjanjian, berjuang di tengah-tengah situasi dimana kekafiran Baalisme
merajalela di Israel. Peran yang diemban oleh Elia ini tentu bukanlah sebuah
peran yang mudah. Ia diutus Yahwe agar mengingatkan umat Israel yang mulai
tidak setia pada Yahwe. Ketidaksetiaan pada Yahwe inilah yang menyebabkan
Israel mengalami berbagai kehancuran dan kekalahan dari bangsa lain. Kisah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
tentang Elia sebagai seorang nabi dapat kita temukan dalam Kitab Raja-raja. Elia
tidak seperti nabi-nabi yang menuliskan firman Tuhan serta ajaran-ajarannya. Ia
muncul dengan singkat sebagai salah satu nabi yang telah berkarya besar yakni
memperingatkan raja-raja Israel agar kembali setia kepada Yahwe. Ada beberapa
cerita heroik Elia dalam melaksanakan tugasnya sebagai nabi: membangkitkan
anak janda yang telah mati (1Raj 17:7-24), Elia di gunung Karmel (1Raj 18:1619), dan nubuat-nubuat yang benar-benar terjadi. Itu semua dialami oleh Elia
karena Tuhan Allah begitu mengasihi dirinya. Meski demikian, dari sisi
manusiawi Elia, ia pernah mengalami ketakutan yang besar ketika Ahab dan
Izebel berusaha membunuh dia (1Raj19:3). Ia juga hampir mengalami putus asa
ketika ia sampai di gunung Horeb. `Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun
sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia
ingin mati, katanya:"cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab
aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku" (1 Raj 19:4). Pengalaman ini
menggambarkan bahwa biarpun Elia adalah seorang nabi besar, namun rasa tidak
berdaya dan kerapuhan pribadinya dalam menjalankan perintah Tuhan sebagai
nabi ini seringkali dialaminya secara natural. Ia bahkan sempat tidak yakin akan
kemampuannya dalam menjalankan tugasnya sebagai nabi.
Hal ini ditegaskan oleh Surat Yakobus 5:17-18: `Elia adalah manusia biasa
sama seperti kita, dan ia telah sungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan
turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan. Lalu ia
berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya'.
Kebesaran Elia sebagai salah satu nabi yang berjuang bagi kekudusan Yahwisme
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
ini terpancar hingga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, nama Elia disebut
beberapa kali. Pandangan orang Yahudi pada Elia adalah sebagai seorang nabi
yang sedang mempersiapkan datangnya Mesias: `Sesungguhnya Aku akan
mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan' ( Bdk Mal 4:5).
Dalam Perjanjian Baru, ia sering dikaitkan dengan Yohanes Pembaptis
yang juga mempersiapkan kedatangan Mesias dan juga bersemangat dalam
mempertobatkan orang Israel. Posisi inilah yang menjadikan Elia sebagai nabi
besar. Namanya dalam Perjanjian Baru antara lain terdapat dalam: Mat 11:14,
16:14, 17:3,17:12, 27:47; Mrk 8:28, 6:15,9:4, 9:13,15:35; Luk 1:17,9:8, 9:30; Yoh
1:21, Rm 11:2 dan Yak 5:17.
E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain
Refleksi singkat tentang Elia dalam The Fifth Mountain Kisah Elia ini
menjadi inspirasi Paulo Coelho dalam menulis novel The Fifth Mountain. Dalam
novel tersebut, Paulo Coelho sungguh menggambarkan kisah Elia sebagai seorang
manusia biasa yang terpanggil sebagai seorang nabi. Bagaimana Elia juga
berjuang seperti manusia-manusia lain dalam menanggapi kehendak Tuhan,
dikisahkan dalam novel ini dengan amat hidup. Pergulatan Elia untuk memahami
diri sendiri, memahami panggilan hidupnya, hingga memahami realitas hidupnya
sesuai kehendak Tuhan sungguh tampak nyata dalam novel tersebut.
Dari Novel The Fifth Mountain, ada beberapa hal tentang hidup nabi Elia
yang dapat kita petik sebagai bahan refleksi hidup panggilan kita. Hal-hal berikut
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
adalah beberapa pesan menarik yang dapat saya simpulkan: Keberanian untuk
menerima dan menghayati panggilan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan
akan memunculkan banyak mukjizat (Coelho, 2011: 26). Panggilan istimewa
sebagai nabi tidak menjadikan Elia merasa mampu segala-galanya tetapi justru
merasa menjadi orang yang sangat biasa. Ia begitu rendah hati dengan panggilan
yang disandangnya sebagai nabi (Coelho, 2011: 79, 181). Meski ia tidak bisa
memahami panggilan khususnya sebagai nabi, Elia tetap taat mendengarkan
firman Tuhan dan menjalankan firman itu. Ia tidak lari kepada Baal tetapi justru
menantang Tuhan dengan berjuang keras memahami kehendak-Nya (Coelho,
2011: 267-268, 286, 294). Elia selalu dapat melihat kebaikan Tuhan. Ia seorang
yang penuh harapan (Coelho, 2011: 312). Elia adalah seorang yang reflektif dan
penuh cinta. Ini tampak dalam permemungan-permenungan pribadinya tentang
panggilan, karya dan cintanya kepada orang lain, termasuk kepada janda di Sarfat
itu. Dari kata-kata anak laki-laki yang diajak Elia untuk mendaki Gunung Kelima
dapat dijadikan sebagai bahan permenungan hidup "Di dunia sekitar kita. Kalau
engkau memperhatikan apa-apa yang terjadi dalam hidupmu, setiap hari akan
kautemukan dimana Dia menyembunyikan Sabda-sabda dan Kehendak-Nya.
Cobalah melakukan perintah-Nya : Untuk itulah engkau diberi kehidupan di dunia
ini" "Kalau kutemukan, akan kutuliskan sabda-sabda itu pada lempenganlempengan tanah liat" "Lakukanlah. Tapi terutama tuliskanlah semuanya itu di
dalam hatimu; di sana sabda-sabda itu tidak bisa dibakar atau dihancurkan, dan
kau kan membawanya bersamamu ke mana pun engkau pergi" (Coelho, 2011:
307).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
BAB III
PANGGILAN DAN TANTANGAN
MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL
Bab ini akan berbicara mengenai panggilan dan tantangan menjadi guru
agama Katolik yang profesional. Pada bab sebelumnya telah dibahas bagaimana
nabi Elia yang sejak kecil sudah mendapatkan suara-suara dan penglihatan,
merupakan panggilan yang secara tidak dia sadari bahwa Elia dipanggil oleh
Allah untuk menjadi seorang nabi. Panggilan yang diterima oleh Elia untuk
menjadi seorang nabi tidak atas kehendak dirinya sendiri, tetapi Allah sendiri
yang menghendaki dan Elia dengan kesetiaannya kepada Allah tetap
melaksanakan panggilan yang dia dapat dengan ketulusannya dalam melayani
Allah. Serta dengan keberaniannya Elia dapat melewati tantangan-tantangan yang
dia dapat saat melaksanakan tugasnya menjadi seorang Nabi. Dalam menanggapi
panggilan dan tantangan yang ada, diharapkan nabi Elia dapat menjadi inspirasi
bagi kita untuk menanggapi panggilan untuk menjadi guru agama Katolik yang
profesional, serta mempunyai kekuatan dalam menghadapi tantangan untuk
menjadi guru agama Katolik yang profesional.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
A. Panggilan dan Tantangan
1.
Panggilan
Panggilan artinya seorang yang dipanggil dan tujuan mengapa orang
dipanggil. Yang memanggil ialah Allah sendiri, yang dipanggil ialah manusia. Isi
panggilan sendiri ialah mengundang supaya manusia menyerahkan seluruh dirinya
kepada Allah. Akan tetapi Allah itu Roh, Allah tidak akan bisa dilihat dengan
mata dan firman-Nya tidak akan bisa kita dengar secara langsung oleh telinga kita.
Panggilan Allah dapat kita dengar di seluruh dunia melalui Gereja (Gabriel, 1962:
5).
Panggilan sebagai seorang beriman berarti bahwa setiap pribadi dipanggil
menjadi pengikut Kristus. Atas dasar pembaptisan setiap orang kristiani dipanggil
menjadi murid-murid Kristus. Menjadi murid Kristus berarti setiap orang
diundang untuk bersatu dengan Dia, mengikuti cara hidup-Nya dan melaksanakan
apa yang menjadi tugas pewartaan-Nya. Berkat sakramen Baptis, manusia
diangkat menjadi anak-anak Allah dan dirahmati sekaligus dipanggil untuk
mengambil bagian didalam tugas pengutusan Yesus Kristus membangun kerajaan
Allah.
Panggilan
dapat
ditanggapi
dengan
meneguhkan,
mengasihi,
menyemangati, memperhatikan, mendampingi dan membantu hidup peserta didik
yang dipercayakan kepada pengabdian kita (Heryatno, 2008: 91). Panggilan
merupakan peristiwa mukjizat dan misteri yang hanya dapat diketahui oleh Allah
sendiri. Seseorang hanya dapat mengenal dampak-dampak dalam jiwa yang sesuai
dengan dimensi jiwa yang disapa oleh Allah. Waktu pertama Allah menyapa pada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
dimensi mistik manusia, kesatuan dengan Allah sehingga berdampak partisipasi
tanpa hambatan dan tak terelakkan pada hidup.
2.
Tantangan
Penulis sendiri mengartikan tantangan sebagai keadaan dimana kita
dihadapkan dengan situasi yang sulit namun kita juga harus tetap bertahan untuk
menghadapi masalah tersebut agar dapat menghadapi masalah tersebut dengan
lancar.
Dengan adanya tantangan, dapat membuat orang belajar untuk
menghadapi segala permasalahan yang ada di sekitar kita. Seperti halnya untuk
menjadi seorang guru Agama Katolik, akan mengalami tantangan yang datang
dari faktor internal sendiri maupun dari ekternal. Dari faktor internal sendiri,
seorang guru Agama Katolik belum menemukan panggilan hidup sebagai guru
dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang menekuni profesi ini. Karena
beranggapan menjadi guru Agama Katolik adalah pilihan yang tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan. Permasalahan ini akan dapat diperbaiki apabila guru
berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya menjadi guru Agama
Katolik di tengah perubahaan masyarakat dewasa ini yang semakin modern.
Dari faktor eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang
menempatkan profesi guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah
profesi guru dipandang sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Akibatnya banyak orang muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah
terlanjur di dalamnya akan terpengaruh oleh mentalitas ekonomis tersebut. Bukan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
hanya masalah ekonomis tetapi juga dari segi birokrasi pemerintahan yang selalu
menomorduakan profesi guru Agama katolik untuk mendapatkan tempat yang
sama dengan mata pelajaran yang bersifat umum (pengangkatan menjadi PNS)
(Noviana Tri Lestari, 2012).
Berbagai tantangan yang dihadapi guru saat ini adalah :
1)
Guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru
untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri
dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul
kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga
karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali.
2)
Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi
antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non
PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak
sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya
hidupnya saja mereka sudah kembang kempis. Kenyataan di masyarakat
banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke
perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap
bulan.
Dengan
adanya
sertifikasi
guru
dalam
jabatan,
semoga
kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Biar bagaimanapun juga profesi
guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah
sepantasnya
apabila
profesi
ini
lebih
diperhatikan,
terlebih
kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurang kemudian
kreativitas guru menjadi mati. Banyak contoh lain dari kehidupan guru
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap
pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya
sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang
kembali pada mentalitas kita.
3)
Ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi
merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan.
Seorang guru sudah seyogyanya yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali
dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya yakin
bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat
perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan
hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima
saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang
disampaikannya sama seperti yang kemarin.
4)
Tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah
bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain
ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif,
inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian para siswa mempunyai bekal
yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat
sebagai bangsa Indonesia.
5)
Guru belum mampu menguasai kurikulum yang lama, namun muncullah
kurikulum yang baru; dengan berkembangnya teknologi yang semakin
maju (Rindi Antika Sari, 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
B. Guru Agama Katolik yang Profesional
Setiap orang yang ada di bumi ini yang ingin berkembang pastilah
membutuhkan bantuan guru. Mereka yang ingin berkembang itu mungkin tidak
sadar bahwa mereka membutuhkan jasa guru, baik yang melalui pendidikan
formal maupun yang tidak melalui pendidikan formal. Sejak manusia bergaul
telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu
untuk mempengaruhi orang-orang lain dalam pergaulan mereka, untuk
kepentingan kemajuan orang yang bersangkutan (Sumadi, 1990: 1). Usaha untuk
mempengaruhi juga berlaku dan terjadi di dalam Gereja dalam menyampaikan
nilai-nilai Kerajaan Allah seperti yang dilakukan oleh Yesus, para rasul juga para
pengganti rasul dan orang lain yang mengemban tugas menyampaikan nilai-nilai
Kerajaan Allah. Tugas menyampaikan nilai Kerajaan Allah dilakukan oleh banyak
orang. Pewartaan tentang Kerajaan Allah merupakan suatu tugas yang dipandang
sangat penting oleh Gereja (CT, art. 1). Salah satu pihak yang melakukan hal itu
adalah para guru agama yang sebenarnya mempunyai tugas di sekolah namun
juga sering diminta terlibat di paroki.
1.
Guru
Guru menurut penulis adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa
Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta
didik.
Guru
adalah
pendidik
dan
pengajar
pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai
semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang
mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Secara
formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri atau pun swasta yang
memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal
berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru
berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Dalam pandangan masyarakat, guru kita berubah dari waktu ke waktu.
Perubahan itu dipengaruhi oleh perubahan aspirasi masyarakat terhadap jabatan
guru, karena adanya perubahan persyaratan jabatan guru sebagai dampak
berkembangnya ilmu dan teknologi dan juga pengalaman terhadap kerja para guru
yang telah berkarya.
Pandangan klasik tentang guru adalah guru itu perlu “digugu” dan “ditiru”.
Hal ini mengandaikan bahwa pribadi guru tidak mempunyai cela atau kelemahan.
Pandangan ini tidak sesuai dengan kenyataan, sebab setiap guru adalah juga
manusia yang tidak terbebas dari adanya kelemahan dan kekurangan. Memang
seorang guru tetap dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang-orang
disekitarnya, namun kita perlu realistis untuk menyikapi.
Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, tuntutan terhadap guru
lebih banyak lagi. Masyarakat sudah semakin maju, dalam berkarya lebih
menonjolkan
rasionalitas,
sehingga
menuntut
dalam
segala
hal
mempertimbangkan keefisiensian, menuntut disiplin sosial, dan juga berorientasi
pada mutu. Harapan terhadap guru bahwa bila guru bermutu, maka semakin
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
besarlah sumbangannya bagi perkembangan diri siswa dan perkembangan
masyarakat pada umumnya. Karena itu pulalah berkaitan dengan peningkatan
mutu pendidikan, masyarakat mununtut pula peningkatan kualitas guru. Guru
tidak bisa berhenti pada apa yang sudah ia miliki, akan tetapi guru harus terus
belajar mengembangkan dirinya sehingga dapat mengimbangi kemajuan zaman
dan dapat menjawab kebutuhan siswa sesuai dengan zamannya.
Guru merupakan salah satu unsur dalam proses belajar mengajar
(Riduwan, 2004: 19). Guru memiliki multi peran, yakni mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa-siswi untuk mencapi
tujuan. Guru sebagai orang yang siap dicaci maki dan dibenci, namun tidak
pernah membalasnya. Guru adalah orang yang rela berkorban untuk anak didik
dan masyarakat lingkungannya. Guru adalah pelopor perubahan masyarakat
dengan tanpa membawa implikasi negatif. Guru merupakan sosok orang yang
ingin tahu pada semua hal untuk disampaikan pada siswanya. Guru adalah bentuk
manusia yang tidak bangga ketika disanjung dan tidak sedih ketika dicaci. Guru
adalah pribadi insan moderat, tidak ambisius, tanpa pamrih, tidak cepat
tersinggung, tidak suka marah, tidal lekas benci, tidak pernah putus asa, dan tidak
sulit memaafkan anak didiknya. Guru adalah sosok orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan lebih bila dibanding orang lain (Thoifuri, 2008:145-146) .
Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur
manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam
pendidikan. Dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Guru dalam pandangan masyarakat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak
mesti di lembaga pendidikan formal. Guru adalah orang yang bertanggung jawab
mencerdaskan kehidupan siswa dan mitra siswa dalam kebaikan. guru yang ideal
adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati
nurani.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, yang dimaksud dengan guru adalah
seorang pendidik yang memiliki aneka kemampuan dalam bidang pendidikan baik
menyangkut kompetensi profesional, sosial dan kompetensi kepribadian. Seorang
guru membuat persiapan sebelum mengajar, menerangkan dengan jelas, riang,
gembira, humoris, disiplin, bersahabat, perhatian, tegas, menguasai kelas, hormat
pada siswa, sabar, tidak membeda-bedakan siswa, dan mampu membangkitkan
semanga belajar pada siswa.
2.
Guru Agama Katolik
Guru menurut penulis yakni seseorang yang memilih untuk mengabdikan
diri guna mencerdaskan bangsa dan negara, baik itu yang benar-benar memilih
jalur di fakultas pendidikan maupun orang-orang yang dengan tulus hati
memberikan waktu, tenaga dan pikirannya demi membantu masyarakat di sekitar
dalam berbagai pembelajaran dan keahlian (menjahit, memasak, membatik, dll).
Guru sebagai pendidik profesional di sekolah, guru yang bermutu mampu
berperan sebagai pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga di antara
sesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung serta penyebar nilai-nilai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi siswa serta lingkungan
sosialnya, dan secara lebih mendasar guru yang bermutu tersebut juga giat
mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam berkarya dan dalam
pengabdian sosialnya. Guru tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan
atau tujuan pendidikan yang dipertunjukkan bagi siswa. Guru adalah pelajar
seumur hidup (Samana, 1994: 13-15).
Guru Agama Katolik adalah seseorang yang mempunyai pekerjaan utama
sebagai pengajar yang mengajarkan hal yang berhubungan dengan Agama
Katolik. Guru tidak hanya menyampaikan tentang pengetahuan agama saja
melainkan bertugas juga sebagai saksi murid Kristus di lingkungan sekolah dan di
masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa Guru Agama Katolik adalah seorang yang bertugas
membina iman murid di sekolah sekaligus kegiatan ini sebagai sumber mata
pencahariannya. Seorang pembina iman harus memiliki beberapa syarat yang
mutlak, yaitu: pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman iman yang memadai
dan mampu mengkomunikasikan imannya kepada murid-muridnya atau orang
yang dijumpainya (Setyakarjana, 1997:69).
Guru Agama Katolik selain harus memiliki syarat-syarat tersebut, juga
harus memiliki sikap yang kokoh. Sikap ini penting karena guru agama sering
disebut sebagai teladan. Sikap yang dimiliki seorang guru agama bisa diteladan
oleh murid maupun orang-orang yang selalu berjumpa di lingkungan sekolah
(Setyakarjana, 1997:71). Guru Agama Katolik harus mempunyai sikap
Kristosentris. Karena Guru Agama Katolik merupakan salah satu kelompok awam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
yang mempunyai tugas dalam dunia pendidikan. Menurut Apostolicam
Actuositatem dikatakan, “Mereka menjalankan kerasulan dengan kegiatan mereka
untuk mewartakan Injil demi penyucian sesama” (AA, art.2). Orang yang
mempunyai tugas untuk menyucikan sesama maka iapun menyucikan diri. Untuk
pelaksanakan penyucian, Guru Agama Katolik memiliki kedekatan dengan Yesus
Kristus. Guru hendaknya secara terus menerus mendalami kehidupannya dan
pembinaan dirinya selalu dalam terang Yesus Kristus yang termuat dalam Kitab
Suci (DV, art. 25). Nilai-nilai Injili perlu menyatu dalam hidup pribadi seorang
guru. Nilai-nilai inilah yang akan dihayati dalam hidupnya dan akan diteladani
oleh para murid-muridnya. Guru yang selalu berpegang pada Yesus Kristus akan
selalu mengusahakan agar dirinya semakin mengenal Yesus (Sidjabat, 1994:36).
Sesuai dengan Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis Dei Verbum
(DV, art. 25) dikatakan bahwa, “ sebagai diakon atau katekis yang secara sah
menunaikan pelayanan sabda perlu berpegang teguh pada alkitab”. Keseriusan
dan ketekunan untuk mencintai Kitab Suci akan sangat memungkinkan seorang
pewarta (Guru Agama Katolik) semakin mengenal Yesus. Jelas bahwa untuk bisa
mengenal Yesus Kristus, haruslah mengenal dan mencintai Kitab Suci. Kitab Suci
sebagai sumber inspirasi dalam menjalani hidup.
Guru
Agama
Katolik
merupakan
suatu
anugerah
atau
sebagai
panggilanNya untuk secara lebih utuh menjadi murid-muridNya dan untuk
mengaktualisasi seluruh potensi hidup kita sehingga berdasar rahmatNya para
peserta didik yang kita layani serta hidup kita terus maju berkembang mencapai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kepenuhannya,
berdasar
karya
Allah
kita
bersama-sama
33
mengusahakan
kepenuhan dan kelimpahan hidup (Heryatno, 2008: 91).
Guru Agama Katolik dipanggil untuk meneladani semangat dan sikap
Yesus di dalam tugas pelayanan. Dengan semangat itu para guru membantu
peserta didik agar senantiasa berkembang sesuai dengan ajaran Allah. Guru agama
Katolik mempunyai tugas membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan
iman, untuk tujuan itu pengajaran agama memberian pengetahuan yang lebih
fundamental perihal misteri iman, menolong peserta didik merasakan keagungan
misteri iman, dan menolong mereka menghayati serta mengamalkan imannya
dalam hidup sehari-hari (Marinus, 1999: 111).
Guru Agama Katolik adalah awam yang terlibat untuk ambil bagian dalam
tugas kenabian Yesus Kristus yang hidup di tengah masyarakat dan terlibat dalam
dinamika kehidupan masyarakat.
Yang menjadi misi Guru Agama Katolik adalah mewartakan kabar
gembira dan menyampaikan ajaran Katolik yang berpusat pada pribadi Yesus
Kristus, khususnya di sekolah dan berjuang agar warta keselamatan ilahi dipahami
dan dihayati oleh anak didik demi pengembangan imannya (Bimas Katolik Jatim,
2011: 1).
3.
Profesional
Profesional berasal dari kata profesi, yakni pekerjaan yang mensyaratkan
pelatihan dan penguasaan pengetahuan tertentu dan biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik dan proses sertifikasi serta izin atau lisensi resmi. Istilah profesi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karakteristik adanya praktik
yang ditunjang dengan teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku, dan
punya otonomi yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya (Alma, 2010: 133).
Berbicara mengenai profesional jelas ada kaitannya dengan profesi.
Sedangkan menurut Campbell dalam bukunya yang berjudul Profesionalisme dan
Pendampingan Pastoral:
Hakikat yang sesungguhnya dari profesionalitas tidaklah jelas. Istilah
„profesi‟ pada mulanya digunakan dalam konteks hidup iman, yaitu
„professus‟ (bhs. Latin): mengakui iman secara terbuka di hadapan publik.
Namun istilah „profesi‟ sudah mengalami perubahaan makna sejalan
dengan perkembangan zaman (1994: 23).
Meskipun pada awalnya, istilah “profesi” tidak begitu jelas sebagaimana diketahui
Campbell, tetapi ia mengakui juga bahwa istilah tersebut mengalami perubahan
sejalan dengan perkembangan zaman. Kalau dulu istilah “profesi” digunakan
untuk membedakan tugas religius dengan tugas sekular, sekarang istilah “profesi”
digunakan untuk membedakan kelas-sosial. Dalam hal ini kelas-sosial dipahami
secara luas. Maka dari pengertian di atas kita menangkap bahwa profesi adalah
suatu pekerjaan yang menuntut keahlian dan dilakukan secara terbuka di hadapan
umum. Keahlian ini diperoleh entah melalui pendidikan formal ataupun keahlian
karena pembiasaan.
Kuntjara dalam artikelnya yang berjudul Profesionalisme Kerja Guru
Perlu Segera Dimantapkan, yang dikutip dari pendapat P. Siegart menyebutkan:
Ada tiga sikap dasar bagi individu dan masyarakat untuk dapat menjadi
profesional. Ketiga sikap dasar itu adalah: adanya keseimbangan antara
sikap altruistik dengan sikap non-altruistik dalam diri individu maupun
masyarakat; adanya penonjolan kepentingan luhur dalam praktek kerja
keseharian; dan munculnya siap solider antara teman seprofesi (1998; 29).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
Dari pengertian di atas profesionalitas adalah: adanya kapasitas keahlihan
yang bersumber pada ilmu pengetahuan, perilaku atau tindakan yang didasari oleh
iman akan Allah di muka umum dan juga adanya pelayanan atau pengabdian yang
tulus terhadap individu maupun masyarakat luas.
4.
Guru yang Profesional
Dalam bahasa sehari-hari seorang guru disebut perfesional bila mampu
menjadikan peserta didik seperti yang telah dicita-citakan; bila orang sungguh
merasakan dan mengalami suatu yang berarti, yang bermakna dalam hidupnya
berkat tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh si guru dan bila guru
berkompetensi dalam tugasnya. Di bawah ini kita akan melihat dua hal sebagai
bagian dari profesioanalitas keguruan.
a.
Guru adalah Jabatan Profesional
Guru adalah jabatan yang tergolong profesional karena memenuhi ketiga
macam persyaratan yang telah ditentukan, seperti memerlukan persiapan atau
pendidikan khusus, memiliki kecakapan untuk memenuhi persyaratan yang telah
dibakukan oleh pihak yang berwenang dan mendapat pengakuan dari masyarakat
atau pemerintah. Oleh karena itu seorang guru dalam seluruh waktunya
diharapkan untuk mengemban profesinya itu sambil terus maju untuk
mengembangkan dan meningkatkannya. Jabatan guru yang bersifat profesional itu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
menuntut peningkatan kecakapan keguruannya untuk selalu ditumbuhkan dan
diperkembangkan.
Samana dalam buku Profesionalisme Keguruan, mengatakan bahwa
jabatan profesional perlu dibedakan dari jenis pekerjaan yang dapat dipenuhi
lewat pembiasaan melakukan keterampilan tertentu. Sebab seorang pekerja
profesional dituntut “menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang
menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang
positif dalam melaksanakan serta memperkembangkan mutu karya” (Samana,
1994: 27).
b.
Kompetensi Seorang Guru
Jabatan guru yang dikenakan oleh para pendidik (para guru) yang
tergolong jabatan profesional dituntut menguasai kompetesi keguruannya,
berkualitas
mandiri,
dan
selalu
giat
belajar
berkesinambungan
untuk
menyempurnakan diri dan karyanya. Seorang disebut kompeten dalam bidang
tertentu bila ia menguasai kecakapan kerja selaras dengan tuntutan keahliannya.
Kadar kompetensi tidak hanya menunjukkan kuantitas kerja tetapi sekaligus
menunjukan kualitas kerja itu sendiri.
Kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional (Samana, 1994: 53). Hal ini menunjukan
bahwa seluruh kehidupan guru sungguh mempunyai peranan penting, baik dalam
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah atau dalam masyarakat pada
umumnya. Dikatakan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan
modal dasar bagi guru dalam menjalankan tugas keguruannya secara profesional,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
karena kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan pengkhususan komunikasi
personal antara pendidik dan peserta didik. Dalam komunikasi itu tentu dituntut
kematangan dari setiap pribadi. Konkretnya pendidik (guru) dituntut lebih dewasa
daripada peserta didik.
Hamalik (2001: 117-118) menguraikan bahwa jabatan guru dikenal
sebagai suatu pekerjaan profesional, artinya jabatan yang memerlukan keahlian
khusus. Seorang guru yang profesional harus menguasai betul tentang seluk-beluk
pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainnya. Adapun syarat-syarat menjadi
guru sebagai pekerja yang profesional antara lain: (1) harus memiliki bakat
sebagai guru; (2) harus memiliki keahlian sebagai guru; (3) memiliki kepribadian
yang baik dan terintergrasi; (4) memiliki mental yang sehat; (5) berbadan sehat;
(6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas; (7) guru adalah berjiwa
pancasila; (8) guru adalah seorang warga yang baik.
Dari uraian di atas yang dimaksud dengan guru yang profesional adalah
guru yang mempunyai keahlian yang dimiliki dalam melakukan suatu pekerjaan
yang sesuai dengan bidang keahliannya. Guru yang mampu memberi teladan
kepada para siswa dalam kehidupan sehari-hari, sebagai sahabat, disiplin, sehat
jiwa dan raga, dan mampu memberikan yang terbaik bagi siswanya.
C. Panggilan sebagai Guru Agama Katolik yang Profesional
Panggilan merupakan suatu mukjiat dan misteri yang hanya diketahui oleh
Allah sendiri. Manusia hanya dapat mengenal dampak-dampak dalam jiwa yang
nantinya jiwa itu akan disapa oleh Allah sendiri. Panggilan sebagai rahmat yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
dicurahkan dan dampaknya akan dirasakan, seperti adanya ketertarikan, keinginan
dan hiburan atau daya dorong untuk memeluk panggilannya (Darminta, 2006: 2223).
Guru itu perlu “digugu” dan “ditiru”. Hal ini mengandaikan bahwa pribadi
guru tidak mempunyai cela atau kelemahan. Pandangan ini tidak sesuai dengan
kenyataan, sebab setiap guru adalah juga manusia yang tidak terbebas dari adanya
kelemahan dan kekurangan. Memang seorang guru tetap dituntut menjadi teladan
bagi siswa dan orang-orang disekitarnya. Guru yang bersifat profesional diharap
mampu berperan sebagai agen perubahan melalui jalur pendidikan dan guru yang
mampu sebagai fasilitator belajar siswa serta mampu bertanggung jawab secara
profesioanal untuk kecakapan keguruannya baik yang menyangkut dasar keilmuan
maupun sikap keguruannya (Samana, 1994: 25-26).
Guru agama yang dipercaya mempunyai tugas langsung sebagai pendidik
dan pendamping anak bidang moral dan keagamaan di sekolah mempunyai
tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab yang berat memerlukan tenaga
profersional. Profesionalisme jelas tidak hanya dimiliki oleh pekerjaan guru.
Profesionalisme jangan dilihat dari sudut pembayaran hasil pekerjaan atau
pelayanan yang dipercayakan kepadanya. Profesionalisme hendaknya dilihat dari
sudut keandalannya dalam pelayanan serta layanan yang diakui, dihargai oleh
masyarakat (Sidjabat, 1994: 32-33).
Profesionalisme ditentukan oleh layanan yang terjadi. Jelas bahwa untuk
melihat pelayanan itu dinilai sudah dilakukan secara profesional atau belum harus
dilihat dari si pemberi dan penerima layanan. Oleh karena itu, untuk mengetahui
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
sampai sejauh mana guru agama telah menjalankan tugas sebagai guru maka perlu
juga dilihat dari guru agama dalam memberikan layanan dan penerima layanan
(murid) dalam menanggapi layanan guru.
1.
Pelayanan Guru Agama
Profesionalisme seorang guru agama bisa dilihat dari bagaimana seorang
guru menguasai betul apa yang dilakukan. Penguasaan ini meliputi pengetahuan
guru, pemahaman dan penghayatan seorang guru terhadap nilai yang akan
diberikan.
Guru yang ingin menguasai pengetahuan secara menyeluruh perlu secara
terus menerus terbuka terhadap sesuatu yang baru. Guru harus memiliki prinsip
dan mengembangkan prinsip atau teori mengenai profesi keguruannya (Sidjabat,
1994: 32). Hal itu berlaku juga bagi seorang guru agama. Cara pengembangan
prinsip ini bisa dengan berbagai cara misalnya dengan belajar sendiri,
mereflesikan pengalaman kerja, diskusi dengan saudara seprofesi, maupun
melalui media massa lain baik elektronik maupun non elektronik. Melalui media
massa seseorang bisa lebih berkembang pengetahuannya.
Guru haruslah selalu menyadari bahwa pengetahuan selalu berkembang
dan anak-anak yang dihadapi juga selalu berganti. Kesadaran ini akan membantu
guru untuk selalu mengembangkan dirinya (Sidjabat, 1994: 45). Guru yang selalu
berkembang akan mampu mengkomunikasikan pengetahuannya dengan penuh
percaya diri.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2.
40
Tanggapan Murid
Pelayanan dan pemberian apapun akan mempunyai arti kalau itu bisa
diterima oleh pihak yang dituju. Pelayanan di sini berlaku juga apa yang
dilakukan oleh guru. Guru mempunyai informasi yang akan diberikan kepada
murid karena guru mempunyai peran sebagai transformator.
Guru yang telah memiliki pengalaman yang baik haruslah mampu
menyampaikan kepada murid dengan baik dan penuh variasi sehingga murid akan
dengan senang hati menerima informasi dari guru dengan tidak merasa bosan.
Guru tidak bisa begitu saja menyampaikan informasi. Guru harus melihat apa
yang dibutuhkan para muridnya. Oleh karena itu guru harus rela berkorban dan
menempatkan kepentingan orang lain lebih dahulu (Sidjabat, 1994: 39). Guru
yang baik adalah guru yang mampu menyampaikan bahan yang relevan bagi
kebutuhan murid (Sidjabat, 1994: 8).
Murid yang merasa bahwa apa yang dibutuhkan dan apa yang diharapkan
bisa ditemukan pada seorang guru akan mengikuti ajaran guru dengan senang hati
tanpa paksaan. Hal ini terjadi ketika guru mengutamakan apa yang dibutuhkan
oleh para muridnya.
Peristiwa pelayanan yang dilakukan oleh seorang guru kepada seorang
murid bisa dikatakan diterima jika ada tanggapan dari para murid. Bentuk
ungkapan tanggapan dari para murid bisa bermacam-macam. Ungkapan itu bisa
hanya ketertarikan terhadap bahan pelajaran atau juga pertanyaan atas
kekurangjelasan bahan pelajaran (Sidjabat, 1994: 10).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
D. Spiritualitas Pendidik Katolik
Spiritualitas pendidik Katolik merupakan spiritualitas bervisi Katolik yang
secara nyata diwujudkan dalam tugas dan peran pendidik di tengah masyarakat.
Proses dan dinamika pendidikan di sekolah menjadi konteks penghayatan
spiritualitas pendidik Katolik. Bervisi Katolik berarti spiritualitas mempunyai akar
dalam tradisi iman Katolik. Groome (1998: 426) menyatakan bahwa panggilan
menjadi pendidik adalah panggilan yang bersifat eutopis. Groome membedakan
kata eutopis dengan utopia yang secara harafiah berarti tidak ada tempat (no
place), suatu keadaan ideal yang sulit diraih. Sedangkan Groome memakai kata
eutopia (berasal dari kata eu-topos) yang berarti suatu tempat yang sejati, suatu
cita-cita yang pantas diperjuangkan. Walaupun menjadi pendidik yang ideal tidak
akan pernah terpenuhi oleh siapapun namun visi spiritual dapat memberikan
inspirasi bagi setiap pendidik untuk menjadi yang terbaik sebagai seorang
pendidik, yakni menjadi seperti bintang-bintang di surga.
E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik
Pengertian mengenai Guru Agama Katolik telah dibahas pada bagian
depan yaitu pada bagian “Guru Agama Katolik”. Berdasarkan pengertian Guru
Agama Katolik yang dimaksud adalah guru agama yang mengajar di sekolah
berkaitan dengan Agama Katolik.
Pembahasan pengertian Guru Agama Katolik mengandung juga tugas yang
diemban oleh seorang guru di sekolah. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi
dogmatis Gravissimum Educationis menjelaskan bahwa, tugas guru ini meliputi:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
sebagai pengajar pengetahuan agama, sebagai saksi Kristus, sebagai pembina
iman murid di sekolah (GE, art. 7).
Tugas-tugas tersebut menjadi tugas pokok seorang guru Agama Katolik di
sekolah. Guru yang mengemban tugas-tugas itu baik di sekolah maupun non
Katolik perlu dipersiapkan terlebih dahulu (GE, art. 8). Persiapan ini dibutuhkan
karena tugas yang diemban itu memang sangat berat. Ketiga tugas itu merupakan
cara untuk membantu orang mencapai kesempurnaan seutuhnya.
Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis
Lumen Gentium
menjelaskan bahwa Gereja mempunyai pandangan bahwa semua orang dipanggil
untuk mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan dalam cinta kasih
(LG, art. 40). Pernyataan Gereja itu adalah sesuatu pernyataan yang berlaku bagi
para guru dan sangat penting agar para guru dan para pendidik, yang karena
panggilan serta tugas mereka untuk menjalankan bentuk kerasulan awam yang
luhur, hendaknya berbekalkan pengetahuan yang diperlukan dan kecakapan untuk
mendidik.
1.
Pengajar Pengetahuan Agama Katolik
Guru yang mempunyai tugas sebagai pengajar dimaksudkan bahwa guru
mempunyai peran untuk mentransfer apa yang diketahuinya. Bahan-bahan yang
ditransfer bisa berupa keyakinan, dogma-dogma, doktrin yang ditujukan kepada
peserta didiknya (Sidjabat, 1994: 7).
Guru yang mempunyai tugas ini haruslah menguasai betul apa yang akan
diajarkan dan berkompeten dalam bidangnya. Untuk mengetahui sampai sejauh
mana murid mampu menerima pelajaran yang diberikan oleh guru ada beberapa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
hal yang menjadi patokan yaitu sampai sejauh mana murid mengetahui
pelajarannya, mampu mengulang, serta memahami secara kognitif. Jelas bahwa
tugas ini adalah untuk mengembangkan tingkat kecedasan anak didik yang
intelektual. Tujuan dari pengajaran mulai dari Sekolah Dasar sampai Universitas
jelas bahwa peserta didik dituntut untuk mencapai kematangan intelektual dan
emosional.
Tugas guru sebagai pengajar agama jelas bahwa ia memenuhi salah satu
tujuan pendidikan nasional yakni membantu seorang anak untuk semakin
berkembang dalam pengetahuan. Perkembangan pengetahuan penting karena hal
ini bisa sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan yang lan yakni emosi dan
kepribadian seseorang.
Guru bertugas sebagai pengajar karena tuntutan kurikulum pendidikan.
Dalam kurikulum pendidikan selalu ada bidang studi agama. Jelas bahwa dari
kurikulum itu dibutuhkan orang yang mempunyai kompetensi di bidang agama
termasuk Agama Katolik. Guru Agama Katolik ikut serta dalam pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang keagamaan. Pengetahuan keagamaan penting karena
imanpun memerlukan rasional. Iman harus bisa dipertanggungjawabkan. Iman
yang tanpa pengetahuan dan pemikiran akan dilaksanakan hanya berdasrkan
emosi. Oleh karena itu penting pengetahuan tentang agama kepada siswa.
2.
Saksi Kristus
Guru Agama Katolik di sekolah-sekolah adalah seorang yang telah
menerima baptisan sebagai murid Kristus. Pernyataan ini disampaikan untuk
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
memperjelas bahwa tugas Guru Agama Katolik tidak hanya mengajar,
mentransfer apa yang diketahui, namun berdasarkan baptisan mereka bertugas
juga sebagai saksi Kristus.
Tugas Guru Agama Katolik yang lain adalah sebagai saksi Kristus.
Mereka yang telah menerima pembaptisan menerima juga berbagai karunia. Salah
satu karunia yag diterima oleh orang itu adalah karunia mengajar.
Guru sebagai murid Kristus. Guru Agama Katolik adalah para pengikut
Kristus. Oleh karena itu guru harus menjadi murid-Nya, meneladan Yesus dalam
bakti-Nya kepada Kerajaan Allah (Barry, 2000: 129). Guru seharusnya selalu
meneladan apa yang dicontohkan oleh Sang Guru yakni Yesus Kristus. Yesus
sebagai guru memberikan banyak teladan. Teladan-teladan yang diberikan oleh
Sang Guru itulah yang layak ditiru oleh para pengikut-Nya.
Teladan-teladan Yesus inilah yang seharusnya juga menjadi patokan
bagaimana sebagai pengikut Yesus mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Oleh
karena itu untuk bisa meneladan Sang Guru maka seorang Guru Agama Katolik
seharusnya selalu berusaha semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus
(Sidjabat, 1994: 36). Guru tidak hanya tahu siapa Yesus tetapi harus mengetahui
bagaimana Yesus menjadi guru yang baik. Guru yang baik adalah seperti Yesus
yakni kesesuaian antara yang diajarkan dengan perbuatannya. Yesus yang
berbakti kepada Kerajaan Allah juga diikuti dan dijalankan oleh para guru agama.
Kesaksian seorang guru agama lebih dilihat dari kehidupannya sehari-hari.
Oleh karena itu guru agama seharusnya memiliki konsep diri yang mantap.
Konsep diri yang positif dari seorang guru sebagai saksi Kristus meliputi: guru
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
dapat berkembang dalam relasi, menerima diri, mengembangkan diri untuk siap
sedia berkorban dan percaya diri (Sidjabat, 1994: 38-39).
a.
Guru Dapat Berkembang dalam Relasi
Manusia sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial mereka saling
mengadakan relasi atau hubungan dengan orang-orang lain. Hubungan antara
pribadi atau kelompok sering disebut sebagai suatu relasi. Peristiwa mengadakan
relasi juga terjadi dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan dua pihak
yang saling berkepentingan dalam berelasi adalah guru dan murid. Guru dan
murid harus mampu mengadakan relasi sehingga proses pembelajaran terjadi
dengan baik.
Guru dalam berelasi terutama ditujukan kepada para murid. Seorang guru
berusaha agar apapun yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan seorang murid. Dasar dari pemenuhan ini adalah kesadaran bahwa
“saya selalu dapat memberi kepada orang lain berarti saya tidak mencemaskan diri
sendiri” (Barry, 2000: 146). Kebutuhan murid tidak mudah untuk bisa dimengerti
kalau murid belum terbuka dengan guru. Oleh karena itu guru harus mempunyai
pendirian bahwa ia harus mampu menerima orang lain apa adanya seperti ia
menerima dirinya sendiri. Setiap orang mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Keterbukaan ini memungkinkan guru untuk lebih berkembang dalam relasi
(Sidjabat, 1994: 38). Relasi yang baik akan membuat suasana belajar manarik dan
menyenangkan. Murid akan mampu menerima diri apa adanya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
Kemampuan berelasi yang diusahakan, dijalankan guru menunjukan
bahwa ia penuh dengan kerendahaan diri dan keterbukaan. Guru akan semakin
berkembang dalam berelasi tidak hanya dengan para murid tetapi dengan semua
orang yang dijumpainya.
b. Menerima Diri
Setiap pribadi yang ada di dunia ini memiliki kelebihan masing-masing.
Kelebihan yang dimiliki oleh satu pribadi belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Keadaan semacam itu kadang bisa menimbulkan rasa iri dan cemburu. Rasa iri
dan cemburu muncul karena pribadi yang bersangkutan merasa bahwa dia kurang
dibandingkan dengan orang lain. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pribadi
yang bersangkutan sebaiknya mampu diterima dengan baik.
Proses penerimaan diri secara penuh bukan merupakan hal yang mudah.
Orang akan merasa sulit untuk mengakui keberadaan dirinya lebih-lebih untuk
hal-hal yang dipandang negatif. Proses penerimaan diri secara penuh, baik itu segi
positif maupun negatif memerlukan kesadaran akan keadaan itu. Kesadaran
bahwa apa yang ada pada dirinya adalah yang terbaik karena itu merupakan
anugerah Allah (1 Kor 12: 4-6).
Proses penerimaan diri tidak hanya berlaku bagi orang awam. Semua
orang diharapkan mampu menerima diri. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk
bisa menerima diri apa adanya.
Guru harus mampu menerima diri baik segi positif maupun negatif yang
ada pada dirinya. Kemampuan menerima diri dengan penuh kesadaran akan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
memungkinkan untuk bisa menerima diri dengan penuh kesadaran akan
memungkinkan untuk bisa menerima keadaan murid apa adanya. Kemampuan
menerima diri menunjukkan bahwa guru memandang murid sebagai manusia
yang perlu diutamakan. Guru tidak mengutamakan apa yang menjadi
keinginannya. Guru melihat apa yang dibutuhkan murid dan apa yang ada pada
dirinya. Kemampuan melihat orang lain dan diri sendiri memungkinkan untuk
bisa menerima diri apa adanya.
c.
Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban
Banyak kegiatan yang selalu harus membutuhkan latihan. Latihan yang
sebenarnya bertujuan untuk mengembangkan kegiatan yang akan dilakukan.
Proses pengembangan ini berlaku bagi seorang guru yang ingin mengabdikan diri
dalam dunia pendidikan. Hal ini berlaku juga bagi Guru Agama Katolik.
Guru Agama Katolik adalah murid Kristus juga yang harus selalu berlatih
mengembangkan diri agar semakin menyerupai Yesus Kristus, sebagai Guru
Utama. Salah satu hal yang pasti dalam pengembangan diri seorang guru adalah
kemauan untuk berkorban. Yesus sebagai Guru Utama telah memberikan contoh
bagaimana berkorban. Wujud dari pengorbanan itu adalah pengorbanan diri, yaitu
dengan penyangkalan diri, meninggalkan diri (Quoist, 1980: 20).
Berkorban merupakan usaha yang secara manusiawi berat bagi orang yang
bersangkutan. Keberatan sebagai pribadi dikarenakan barlawanan dengan sifat
manusia. Manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup enak. Kecenderungan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
ini berlawanan dengan berkorban. Berkorban merupakan pelepasan apa yang
menjadi kesenangan.
Kesulitan untuk berkorban perlu adanya latihan. Latihan berkorban agar
apa yang menjadi kecenderungan untuk menyenangkan diri sendiri berubah
dibagikan kepada orang lain. Berkorban itu perlu kerelaan dan kesadaran diri.
Oleh karena itu perlu kesiapan diri untuk berkorban.
Bentuk pengorbanan ada bermacam-macam. Guru juga harus mempunyai
kesiapan untuk berkorban. Guru harus mengutamakan apa yang menjadi
kebutuhan murid, bukan kebutuhan pribadi. Guru adalah pelayan. Guru Agama
Katolik yang berperan dalam menjalankan karya pelayanan harus berinspirasi dari
Yesus Guru utamanya. Yesus sebagai Guru utama para guru akan diteladani
dalam segala karya-Nya. Selain itu guru terus mengembangkan inspirasi dalam
pelayanan khususnya terhadap para murid.
d. Percaya Diri
Seseorang dinilai baik atau buruk berdasarkan penampilan dalam
kehidupan sehari-hari. Penampilan setiap pribadi tergantung dari letak profesi
pribadi yang bersangkutan berada. Masing-masing pribadi mempunyai cara
berpenampilan sendiri-sendiri. Namun sebagai seorang guru yang mempunyai
tugas sebagai teladan, ia seharusnya bertingkah laku sederhana dan terbuka.
keterbukaan seorang guru bisa dijadikan cermin oleh murid. keterbukaan akan
membawa guru tampil apa adanaya sesuai dengan kepribadiannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
Seorang guru yang berfungsi sebagai pendidik juga mempunyai kriteria
penampilan. Jelas bahwa kriteria seorang guru adalah selalu berhubungan dengan
tingkah laku ini bertujuan untuk semakin mendukung tugas sebagai pembawa
nilai. Oleh karena itu seorang guru terutama Guru Agama Katolik seharusnya
memiliki sumber inspirasi sebagai pegangan dalam bertingkah laku (Sidjabat,
1994: 40).
Kepercayaan diri ini penting untuk menjalankan tugasnya. Oleh karena itu
baik kalau guru agama juga memiliki motto yang teinspirasi dari sabda Yesus
tentang keterlibatan Yesus dam karyanya. Yesus adalah pokok anggur kita (Yoh
15:5). Dalam karyanya guru mendapat dukungan dari sabda Yesus. Kesadaran
bahwa di luar Yesus guru tidak bisa berbuat apa-apa. Yesus sebagai pokok dalam
segala yang akan dilakukan.
3.
Pembinaan Iman
Dalam Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II
kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini,
dijelaskan bahwa Guru sebagai pembina iman dimaksudkan di sini adalah guru
yang membina iman Katolik pada anak. Banyak pihak yang mempunyai tugas
sebagai pembina suara hati (CT, art. 24).
Pembinaan suara hati merupakan sesuatu yang sangat penting bagi Gereja.
Hal ini benar-benar diakui oleh Gereja. Semua anggota Gereja harus terlibat
dalam tugas pembinaan suara hati. Guru-guru juga mempunyai tugas yang sama
yakni sebagai pembina iman (CT, art. 16).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
Proses pembinaan iman yang mempunyai tujuan agar anak semakin
dewasa dalam iman adalah dengan cara merasukkan kekuatan Injil ke dalam inti
kebudayaan. Inti kebudayaan bisa terdapat pada masyarakat maupun anak-anak.
Oleh karena itu dalam menyampaikan sesuatu dengan ungkapan yang relevan
(CT, art. 53). Nilai apa yang akan diberikan dan siapa yang dituju. Nilai yang
disampaikan haruslah mampu ditangkap dan dicerna oleh si penerima.
Pembinaan iman jelas ditujukan kepada semua orang yang memerlukan
bantuan. Di sekolah guru mempunyai tugas untuk membantu anak agar anak yang
kehidupan berimannya masih kurang mendapat perhatian. Pembinaan iman
penting karena anak dituntut untuk berkembang. Tugas demikian juga merupakan
tugas dari seorang Guru Agama Katolik.
F. Refleksi Pribadi
Guru agama Katolik panggilan yang setiap orang belum tentu terpanggil.
Bagi saya sendiri panggilan menjadi guru agama Katolik, saya alami saat mulai
kuliah di IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Panggilan menjadi guru
agama Katolik benar-benar saya rasakan saat saya menerima mata kuliah
pembinaan spritualitas dari semester awal hingga akhir. Pembinaan spiritualitas
membuat saya benar-benar mengalami perubahan dimana yang tadinya saya
masih setengah hati untuk menjadi guru agama Katolik, sampai dengan saya ingin
benar-benar menjadi guru agama Katolik.
Dengan berjalanya waktu saya mengikuti dinamika perkuliahan di IPPAK
Sanata Dharma Yogyakarta sampai dengan saya menyusun tugas akhir untuk lulus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
dari IPPAK. Saya mencoba menemukan makna panggilan menjadi guru agama
Katolik dengan belajar dari kisah panggilan nabi Elia yang dimana, nabi Elia
dipanggil untuk menjadi nabi bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan dari
Allah sendiri. Panggilan yang diterima oleh nabi Elia dan pergulatan yang dialami
oleh nabi Elia sendiri dalam menanggapi panggilannya sendiri, adanya kesamaan
dalam hal pergulatan menanggapi panggilan yang dialami oleh para mahasiswa
IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kisah panggilan nabi Elia dapat
dijadikan inspirasi bagi para mahasiswa dan bagi diri saya untuk lebih
menguatkan panggilan untuk menjadi guru agama Katolik. Panggilan untuk
menjadi pewarta kerajaan Allah tidaklah mudah, banyak sekali tantangan yang
akan didapat. Dalam menanggapi panggilan menjadi guru agama Katolik, mata
kuliah
pembinaan
spritualitas
sangatlah
membantu.
Dalam
pembinaan
spiritualitas, kita diajak untuk menemukan sebuah panggilan secara bertahap.
Kisah panggilan nabi Elia sangatlah bagus untuk dijadikan inspirasi bagi diri saya
dan mahasiswa untuk menguatkan panggilan menjadi guru agama Katolik.
Melalui mata kuliah pembinaan spiritualitas, kisah panggilan nabi Elia dapat
dijadikan motivasi bagi mahasiswa IPPAK untuk lebih menguatkan panggilan
menjadi guru agama Katolik yang profesional. Panggilan yang kita alami bukan
atas kehendak diri kita sendiri, melainkan Allah sendiri yang memanggil diri kita
untuk menjadi pelayan Allah dan sebagai pewarta kabar gembira bagi semua
orang.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
BAB IV
USULAN PROGRAM PERSIAPAN KATEKESE YANG TERINTEGRASI
DENGAN PEMBINAAN SPIRITUALITAS SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN KESADARAN MAHASISWA AKAN
PANGGILANNYA SEBAGAI GURU AGAMA KATOLIK
Setelah pada bab sebelumnya menguraikan pokok-pokok berharga tentang
panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain, serta panggilan dan
tantangan menjadi guru agama Katolik yang profesional. Maka pada bab ini
penulis menyampaikan usulan program persiapan katekese yang terintegrasi
dengan pembinaan spritualitas sebagai upaya meningkatkan kesadaran mahasiswa
sebagai guru agama Katolik yang bertolak dari kisah panggilan nabi Elia dalam
novel The Fifth Mountain.
Pembinaan spiritualitas yang dialami oleh mahasiswa Prodi IPPAK sering
kali dialami sebagai peristiwa formal yang belum direfleksikan, sehingga dampak
dari pembinaan spiritualitas tidak dirasakan oleh mahasiswa. Di Prodi IPPAK
perlu diadakan program katekese
yang terintegrasi dengan pembinaan
spiritualitas, khusunya untuk pembinaan spiritualitas semester IV. Program ini
bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam merefleksikan dan menemukan
makna dari pembinaan spiritualitas yang telah diikuti. Oleh karena itu dalam Bab
IV ini, penulis mengusulkan program katekese yang terintegrasi dengan
pembinaan spiritualitas yang meliputi gambaran umum katekese, program
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
katekese, dan petunjuk pelaksanaan program katekese yang terintegrasi dengan
pembinaan spiritualitas semester IV.
A. Gambaran Umum Katekese
1.
Pengertian Katekese
Menurut Anjuran Paus Yohanes Peulus II tentang katekese masa kini
(Catechesi Tradendae):
Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa
dalam iman yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang
pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud
mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen” (CT, art.
18).
Dari
pengertian
menumbuhkembangkan
di
atas
iman bagi
katekese
merupakan
suatu
sarana
masing-masing orang sesuai
dengan
keadaannya. Katekese dimaksudkan untuk mengantar para pendengarnya
memasuki kepenuhan hidup dalam Kristus. Mengalami kepenuhan dalam Kristus
berarti orang hidup seperti Kristus, bersikap, dan berbuat seperti Kristus serta
berpikir seperti Kristus. Kristus yang hidup menampakkan dan mewartakan Kabar
Gembira Kerajaan Allah bagi setiap orang. kiranya orang Kristen pun berbuat
demikian bila telah mengalami kepenuhan hidup dalam Kristus.
Dalam terang Konsili Vatikan II juga, yang disesuaikan dengan situasi
konkret umat Indonesia, pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia thn.
1980 di Klender (Jawa Barat) menyepakati suatu rumusan katekese yakni
“Katekese Umat” yang diartikan sebagai Komunikasi Iman. Rumusan tersebut
adalah:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi atau tukar-menukar
pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat atau
kelompok. Melalui kesaksian peserta saling membantu sedemikian rupa,
sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin
sempurna. Dalam ketekese umat tekanan terutama diletakan pada
penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat
mengandaikan ada perencanaan (Huber, 1981).
Semakin jelas bahwa orang yang mengalami kepenuhan dalam Kristus
mampu berbagi pengalaman iman, memberi kesaksian iman yang hidup serta
mampu membawa kabar gembira bagi setiap orang. Melalui berbagai pengalaman
iman, saling membantu, dan meneguhkan satu-sama lain, mereka menunjukan
bahwa mereka bisa secara bersama-sama menghayati iman dan akhirnya
berkembang dalam iman. Dalam proses itu pula diharapkan mereka semakin
beriman pada Kristus dan sekaligus mendatangkan berkat bagi sesamanya.
2.
Tujuan Katekese
Dalam kehidupan beriman, setiap orang dimungkinkan untuk berkembang
dan semakin dewasa dalam imannya. Orang yang berkembang dalam iman adalah
orang yang mampu memberi kesaksian tentang imannya akan Kristus dalam hidup
di tengah masyarakat. Seperti dikemukakan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam
Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae tujuan khas katekese adalah,
“Mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari
memekarkan menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan perihidup
Kristen Umat beriman, muda maupun tua” (CT, art. 20). Jelaslah bahwa katekese
bertujuan
untuk
mendewasakan
iman,
memelihara,
merawat,
dan
mempertumbuhkan iman. Katekese membantu orang supaya makin bersatu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
dengan Kristus, sanggup membina hubungan secara personal dengan pribadi
Yesus, dengan kata lain hidup dala Yesus. Hubungan personal itu akan
menumbuhkan dan mendorong orang beriman untuk mengambil bagian dalam
tugas perutusan Yesus, yakni mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Yang berani
ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus adalah orang yang tahu persis tugas
perutusan Yesus tersebut. Hanya orang yang dewasa dalam ilmanlah yang mampu
mengenal dan mewujudkannya. Orang menjadi dewasa dalam iman juga tidak
terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses yang bertahap. Bagian dari
proses itu adalah adanya pembinaan dan latihan yang terus-menerus. Katekese
sebagai salah satu usaha dalam pendewasaan iman tersebut, tidak cukup bila
dilakukan hanya sekali saja. Akan tetapi bermanfaatlah bila pertemuan katekese
dilakukan terus-menerus sehaingga dari hari ke hari semakin mengalami
kepenuhan dalam Kristus. Demikian juga semakin jelas tujuan katekese sebagai
komunikasi iman dalam konteks situasi Indonesia dirumuskan oleh PKKI II
(1980) seperti di bawah ini:
-
Dalam terang injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman
kita sehari-hari.
Kita bertobat kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya
dalam kenyataan sehari-hari.
Kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih
dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita.
Kita makin bersatu dengan Kristus, makin mengumat, dan makin tegas
mewujudkan tugas Gereja.
Akhirnya kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam
hidup kita di tengah masyarakat (Setyakarjana, 1997: 67).
Ternyata pengalaman hidup sehari-hari umat mempunyai arti dan makna.
Dengan diterangi oleh sabda Allah dalam pertemuan katekese kita dapat semakin
meresapi makna pengalaman itu, melalui pengalaman nyata kita dapat menyadari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
kehadiran Allah dan kita dapat bertemu dengan Allah yang terus-menerus hadir
dan menyapa kita. Menyadari hal itu kita pun berani dan mampu memberi
kesaksian hidup dan bahkan berani membantu saudara-saudara yang lain sehingga
bersama-sama dapat berkembang dalam iman akan Yesus Kristus. Di sini
katekese hendak mengembangkan pemahaman orang beriman terhadap misteri
Kristus, menumbuhkan kebanggaan dalam diri orang beriman sebagai orang
Kristen, dan sekaligus meneguhkan mereka untuk menghayati iman mereka dalam
hidup sehari-hari.
Tujuan katekese ini membantu seluruh umat untuk secara bersama-sama
menghayati
iman
dan
berkembang
bersama-sama
pula
meski
dalam
pelaksanannya disesuaikan dengan situasi dan keadaan setempat di Keuskupan
masing-masing. Tetapi bahwa arah yang hendak ditempuh oleh katekese sudah
jelas.
3.
Bentuk-Bentuk Katekese
Menurut Direktorium Katekese Umum, bentuk katekese beragam
tergantung kebutuhan. Ada katekese untuk anak, katekese untuk orang dewasa,
dan juga katekese bagi para katekumen yang mempersiapkan diri menerima
baptisan. Dengan demikian pelaksanaan katekese pun sangat bervariasi. Dengan
kata lain, katekese dapat dalam bentuk: “sistematik, vokasional, untuk perorangan
atau kelompok, teroganisir atau spontan dan lain-lain” (Direktorium 19: 34).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4.
57
Sumber Katekese
Yang merupakan sumber katekese adalah Kitab Suci dan Tradisi Gereja.
Kedua sumber ini dipahami sebagai wahyu ilahi. Menurut Anjuran Apostolik
Catechesi Tradendae Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Katekese selalu akan
menggali isinya dari sumber hidup, yakni sabda Allah, yang disalurkan dalam
Tradisi dan Kitab Suci” (CT, art. 27). Kitab Suci dan Tradisi Gereja merupakan
harta kekayaan iman Gereja yang harus dipelihara dan diteruskan kepada generasi
yang akan datang. Harta kekayaan iman Gereja (Sabda Allah) ini perlu
didialogkan terus-menerus agar hidup jemaat diresapi dan dibentuk oleh-Nya dari
dalam. Kedua sumber ini juga dipercaya sebagai pembimbing yang mampu
mengarahkan jemaat dan membawa jemaat sampai kepada kedewasaan iman. Di
samping itu pengalaman hidup jemaat juga merupakan sumber katekese, karena
dalam pengalaman nyata sehari-hari Allah mewujudkan kehadiran-Nya. Hal ini
perlu disadari sehingga dapat menghayatinya. Dalam penghayatan itu diharapkan
jemaat dapat menemukan makna tradisi dalam hidup konkret.
B. Pemilihan Model Katekese
Mengingat yang akan menjadi peserta adalah calon Guru Agama Katolik
atau mahasiswa maka tergolong kelompok orang dewasa, maka pengandaian kita
bahwa mereka telah memiliki pengalaman-pengalaman yang cukup banyak.
Pengalaman-pengalaman ini dapat menjadi sumber yang subur dan kaya bagi
pelaksanaan katekese. Salah satu ciri pendalaman iman orang dewasa adalah
sharing pengalaman iman atau tukar pengalaman hidup beriman antar peserta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
Maka dalam rangka pendampingan ini, penulis memilih katekese dengan
pendekatan model Shared Christian Praxis (SCP). Shared Christian Praxis adalah
suatu pendekatan katekese yanag menekankan proses “dialogis partisipatif” yakni
model yang mengusahakan adanya dialog anatara visi dan tradisi hidup peserta
dengan visi dan tradisi kristiani.
Model SCP ini cukup sesuai dengan keadaan calon Guru Agama Katolik
atau para mahasiswa karena dapat membantu mereka untuk mereflesikan
pengalaman hidup mereka (visi hidup peserta) dan mengkonfrontasikannya
dengan visi kristiani (Sabda Allah). Dengan demikian lahirlah kesadaran baru
yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Katekese model SCP memiliki
lima langkah penting yang dilaksanakan secara berurutan. Sebelum langkah
pertama masih ada juga yang disebut “langkah Nol atau pemusatan aktifitas”
dengan tujuan untuk menciptakan situasi pertemuan pertemuan menjadi akrab,
hangat dan penuh persaudaraan.
Katekese dengan model Shared Christian Praxis (SCP) ini pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas H. Groome, seorang ahli katekese yang berusaha
mencari pendekatan katekese yang handal dan efektif untuk menjawab kebutuhan
para katekis dalam membantu umat demi perkembangan iman mereka, yaitu suatu
model yang sungguh mempunyai dasar teologis yang kuat, mampu memanfaatkan
perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan pastoral yang aktual.
Model Shared Christian Praxis (SCP) merupakan suatu alternatif katekese
model pengalaman hidup. Shared Christian Praxis menekankan proses
berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif, berawal dari pengalaman iman
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
dan visi Kristiani (idealitas) supaya muncul pemahaman, sikap dan kesadaran
baru (aktualitas) yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Dan pada
akhirnya baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan
pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Alah
(Groome, 1997: 1).
Orientasi model ini adalah praksis peserta sebagai subyek yang bebas dan
bertanggungjawab. Sesuai dengan tiga huruf (S-C-P), model ini memilki tiga
komponen yaitu shared, christian, praxis.
1.
Shared
Istilah shared atau sharing mengandung pengertian komunikasi timbal
balik, partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Istilah ini juga merupakan
proses katekese yang menekankan unsur dialog partisipatif peserta yang ditandai
dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam
sharing semua peserta diharapkan untuk ikut aktif, terbuka, siap mendengar
dengan hati pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan kebebasan hati
(Groome, 1997: 4).
Dikatakan pula bahwa sharing berarti berbagi rasa, pengetahuan serta
saling mendengarkan pengalaman orang lain. Ada dua unsur penting yaitu
membicarakan dan mendengarkan. Arti dari membicarakan disini adalah lebih
pada menyampaikan atau mengungkapkan pengalaman hidup yang didasari oleh
sikap keterbukaan, kepercayaan dan kerendahan hati untuk mengungkapkan
pengalaman dan pengetahuan yang nyata dalam dirinya. Sedangkan maksud dari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
mendengarkan disini adalah berarti mendengar dengan hati yang disharingkan.
Mendengarkan berarti juga melibatkan keseluruhan diri sehingga dalam
mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang disharingkan
peserta lainnya (Sumarno Ds., 2012:16-17).
2.
Christian
Maksud Christian atau kristiani dalam Shared Christian Praxis (SCP)
adalah mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya
makin terjangkau dan relevan untuk kehidupan peserta. Kekayaan iman Kristiani
yang ditekankan dalam model ini adalah pengalaman iman tradisi Kristiani
sepanjang sejarah dan visinya (Groome. 1997: 2).
Tradisi mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup dan sungguh
dihidupi. Ini mengungkapkan tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah
yang terlaksana dalam hidup mereka sebagai realitasiman, tradisi senantiasa
mengundang keterlibatan praktis.
Tradisi (dengan huruf besar T) dalam Gereja bukan berarti hanya sejarah
naratif atau adat istiadat ritual masa lampau saja, tetapi seluruh pengalaman
iman umat dalam bentuk apapun yang sudah dibakukan oleh Gereja dalam
rangka menanggapi perwahyuan Allah di dunia ini. Orang tidak bisa begitu
saja menciptakan Tradisi sendiri. Bahkan dalam Gereja tidak semua tradisi
yang ada diterima sebagai Tradisi (Sumarno Ds., 2012: 17).
Sedang Visi menegaskan tuntutan dan janji Allah yang terkandung di
dalam tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk
menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Visi yang paling hakiki adalah
tewujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia (Groome,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
1997: 3). Tradisi dan Visi tidak dapat dipisahkan karena Visi bukan hanya
pengetahuan saja melainkan kenyataan hadirnya dalam bentuk konkret dari
Tradisi dan merupakan jawaban hidup bagi orang beriman terhadap janji Allah
yang terungkap dalam pengalaman dan Tradisi kristiani. “Visi merupakan
manifestasi konkret dari jawaban manusia terhadap janji Allah yang terwujudkan
dalam sejarah atau Tradisi” (Sumarno Ds., 2012: 17).
3. Praxis
Praxis adalah suatu tindakan manusia yang sudah direfleksikan sebagai
tindakan. Praxis meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia yang
mempunyai tujuan untuk mencapai perubahan hidup yang meliputi kesatuan antar
praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis, sintesis praktek dan
teori akan membentuk suatu kreatifitas, sedangkan refleksi kritis dan kesadaran
historis akan mengarah pada keterlibatan baru. Praxis mempunyai tiga unsur yaitu
aktivitas, refleksi dan Kreatifitas. Ketiga unsur itu berfungsi membangkitkan
berkembangnya imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praksis baru
yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral (Sumarno Ds., 2012: 15).
a). Aktivitas
Aktivitas meliputi kegiatan masa kini yang meliputi mental dan fisik,
kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang
merupakan medan untuk perwujudan diri sebagai manusia atau subyek dari
kegiatan yang sedang dilakukan baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
lain. Karena bersifat historis, aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan di dalam
konteks waktu dan tempat (Groome, 1997: 2).
b). Refleksi
Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan
sosial dalam masa lampau terhadap pribadi dan kehidupan masyarakat serta
terhadap “Tradisi” dan “Visi" iman Kristiani sepanjang sejarah. “Refleksi kritis
merupakan suatu kegiatan manusia yang meliputi kegiatan unsur: akal budi kritis
dalam mengevaluasi masa sekarang, imaginasi kritis dalam menyingkap masa lalu
dalam masa sekarang, dan imaginasi kreatif untuk menghadapi masa depan dalam
masa sekarang”. Akal budi kritis dalam mengevaluasi masa sekarang adalah untuk
mengerti apa yang “nyata” dalam masa kini, sehingga manusia tidak jatuh dalam
sikap menerima pasif apa yang sudah terjadi begitu saja.
Dengan akal budi, manusia mau mencari apa yang terjadi dalam “yang
nyata”, mencari maksud dari kenyataan masa kini dan mengkritik, menilai baikburuknya “yang nyata” dalam masa sekarang. Imaginasi kritis dalam menyingkap
masa lalu dalam masa sekarang adalah dengan menggunakan daya imaginasi
untuk mengaktifkan masa lampau dengan mengingat-ingat apa yang terjadi dalam
tindakan dan memberi arti tindakan itu secara pribadi dan sosial (Sumarno Ds.,
2012: 15).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
c). Kreativitas
Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang
menekankan transedensi manusia dalam dinamika menuju masa depan yang terus
berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Groome, 1997: 2). Praksis baru
merupakan hal yang akan dilakukan pada masa depan setelah melihat aktifitas dan
merefleksikannya, sehingga tercipta hal baru yang membawa perubahan lebih
baik dan berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
a. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP)
Shared Christian Praxis (SCP) sebagai suatu model berkomunikasi
tentang makna pengalaman hidup antar peserta, dalam prosesnya memiliki lima
langkah-langkah yang berurutan dan terus mengalir yang didahului dengan
langkah 0 (nol) sebagai pemusatan aktivitas (Sumarno Ds., 2012: 18).
Lima langkah yang saling berurutan dapat mengalami tumpang tindih,
terulang kembali, atau langkah yang satu digabungkan dengan langkah yang
lainnya (Groome, 1997: 5) . “Yang paling pokok adalah bahwa semua langkah itu
mengalir dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan bukan langkah-langkah yang
terlepas (Sumarno Ds., 2012: 23)”.
1). Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas
Langkah 0 ini tidak haruslah ada. Kekhasan dari langkah awal ini adalah
bertolak dari kebutuhan konkret peserta. Tujuan pada langkah ini adalah untuk
mendorong umat (subyek utama) menemukan topik pertemuan yang bertolak dri
kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan sehingga tema
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
dasar ini sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan,
permasalahan, dan kebutuhan hidup peserta.
Peserta pada langkah ini diminta untuk berperan aktif dalam pertemuan
sehingga mampu menemukan tema dasar yang sesuai dengan (Sumarno Ds.,
2012: 18-19).
2). Langkah I: Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta
Kekhasan pada langkah ini adalah sharing, dimana peserta membagikan
(to share) pengalaman hidup yang sungguh-sungguh dialami dan tidak boleh
ditanggapi sebagai suatu laporan.
Langkah ini bertujuan mendorong peserta sebagai subyek utama untuk
menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang
selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian tema dasar
pertemuan dapat sungguh – sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup,
keprihatinan, permasalahan dan kebutuhan peserta. Dalam dialog ini, peserta
boleh diam karena “diam” pun merupakan salah satu cara berdialog.
“Diam” tidak sama dengan tidak terlibat. Pada tahap ini pendamping
berperan sebagai (a) fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi
hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya berkaitan
dengan tema dasar, (b) merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang jelas, terarah,
tidak menyinggung harga diri seseorang, sesuai dengan latar belakang peserta, dan
bersifat terbuka dan obyektif misalnya: gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa
yang anda temui, lihat, dengar, dan lakukan? (Sumarno Ds., 2012: 19-20).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65
3). Langkah II: Mendalamai Pengalaman Hidup Peserta
Kekhasan pada langkah ini adalah refleksi kritis atas sharing pengalaman
hidup faktual peserta. Pada langkah kedua ini, tujuan pengalaman adalah
memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan
pengalaman hidup dan tindakannya yang meliputi: (a) pemahaman kritis dan
sosial (alasan, minat, asumsi), (b) kenangan analitis dan sosial (sumber – sumber
historis) dan (c) imajinasi kreatif dan sosial (harapan konsekuensi historis).
Peserta diminta untuk aktif dalam merefleksikan pengalaman hidupnya
maupun pengalaman hidup orang lain yang mempengaruhi cara hidupnya.
Kemudian menentukan arah refleksi baik bagi masa lampau, sekarang maupun
masa depan.
Pada tahap ini pembimbing bertanggungjawab: Pertama, menciptakan
suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta
sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis setiap peserta; Ketiga,
mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang
bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi peserta;
Keempat, mengajak setiap peserta untuk berbicara tetapi tidak memaksa; Kelima,
menggunakan pertanyaan yang menggali tidak menginterograsi dan mengganggu
harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta; Keenam, menyadari kondisi peserta,
lebih-lebih mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis terhadap
pengalaman hidupnya (Sumarno Ds., 2012: 20).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
4). Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani
Pokok dari langkah ini adalah menampilkan supaya Tradisi dan Visi
Kristiani lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang
konteks dan latar belakang kebudayaan berbeda. Tradisi dan Visi Kristiani
mengungkapkan pewahyuan Diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam
misteri hidup dan karya Yesus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas
pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan Ilahi: dialogal, menyejarah dan normatif,
maka perlu ditafsirkan supaya menjadi relevan.
Tujuan yang ingin dicapai pada langkah ini yaitu mengkomunikasikan
nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena
untuk kehidupan peserta yang kontek dan latar belakang kebudayaannnya
berlainan. Peserta sangat berperan dalam langkah ini. Peserta diminta untuk
membagikan pengalaman hidupnya berdasarkan Tradisi Gereja ataupun Kitab
Suci yang sesuai dengan tema dan tujuan.
Pendamping pada langkah ini berperan untuk membantu peserta dalam
menafsirkan Tradisi Gereja atau Kitab Suci agar peserta terbantu dalam
menemukan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani. Pendamping juga harus
menggunakan metode yang tepat dan tidak bersikap seperti “guru” melulu, namun
adakalanya bersikap sebagai “murid” yang siap belajar. Sebagai pendamping juga
mau memberikan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri dalam
memberikan tafsiran dan juga pastinya harus membuat persiapan yang matang dan
studi sendiri (Sumarno Ds., 2012: 20-21).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
5). Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret
Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara tradisi dan
visi faktual peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani yang akan melahirkan
kesadaran sikap dan niat baru sebagai jemaat Kristiani. Yang menjadi kekhasan
dalam langkah ini adalah mengajak peserta sampai pada pengalaman iman. Dalam
langkah ini bertujuan untuk mengajak peserta, berdasar nilai Tradisi dan Visi
Kristiani untuk menemukan sikap dan nilai hidup yang hendak dipertahankan dan
diperkembangkan.
Pada tahap ini peserta mendialogkan pengolahan mereka pada langkah
pertama dan kedua dengan isi pokok pada langkah ketiga peserta diberi kebebasan
untuk mempertimbangkan dan menilai mengenai nilai Tradisi dan Visi Kristiani
berdasar situasi konkret. Peserta dapat mengungkapkan perasaan, sikap, intuisi,
persepsi, evaluasi dan penegasan. Pada tahap ini pendamping perlu menghormati
kebebasan dan hasil penegasan peserta dengan meyakinkan peserta bahwa mereka
mampu mempertemukan nilai-nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan
nilai Tradisi dan Visi Kristiani.
Pada langkah ini, peserta diminta untuk mendialogkan hasil pengolahan
mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Peserta
untuk diminta aktif bertanya, bagaimana nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani
meneguhkan, mengkritik atau mempertanyakan, dan mengundang mereka untuk
melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan semangat, nilai, dan iman
yang baru demi terwujudnya Kerajaan Allah baik itu dengan tulisan, simbol atau
ekspresi artistik, dsb.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
Peranan pendamping adalah (a) menghormati kebebasan dan hasil
penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing; (b)
meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman
hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani; (c) mendorong
peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; (d)
menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan mati; dan (e) mendengar dengan
hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta (Sumarno Ds., 2012: 21-22).
6). Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkret
Kekhasan pada langkah terakhir ini adalah mengusahakan tindakan
konkret dan niat – niat bersama. Peserta diajak untuk sampai kepada keputusan
praktis yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan pertobatan
pribadi dan sosial yang kontinyu. Sesuai dengan tujuan langkah ini, pendamping
harus sungguh-sungguh mengusahakan agar peserta sampai pada keputusan
pribadi dan bersama. Pendamping berperan untuk dapat merangkaum hasil
langkah keempat, supaya dapat lebih membantu peserta dalam mengambil
keputusan.
Dalam hal ini pendamping perlu menekankan pada peserta sikap optimis
dan realistis terhadap masa depan yang lebih baik dengan kesadaran bahwa Allah
senantiasa hadir dalam situasi apapun (Sumarno Ds., 2012: 22).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
C.
1.
69
Usulan Program dan Persiapan Katekese
Pengertian Program
Program adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi
dan urutan acara yang akan dilaksanakan (Mangunharjana, 1986: 16). Itu berarti
program disusun secara sistematis untuk membantu seseorang dalam melakukan
kegiatannya. Suatu program ada yang sifatnya jangka pendek yang berati sesegera
mungkin akan dilaksanakan dan ada juga yang jangka panjang. Program jangka
panjang dimaksudkan sebagai yang membantu seseorang (fasilitator maupun
peserta katekese) dalam proses pembinaan spritualitas secara bertahap, sehingga
pencapaian sasaran yang diinginkan dapat terpenuhi semaksimal mungkin.
Dalam penyusunan program ini, tema umum akan dijabarkan dalam
beberapa subtema sekaligus tujuan subtema, diterakan pula judul pertemuan,
tujuan pertemuan, materi pertemuan, metode, sarana, dan sumber bahan yang
dipergunakan. Tersusunnya suatu program, menunjukan kesungguhan pembuat
program untuk melaksanakan program.
2.
Tujuan Penyusunan Program
Penyusunan program ini dimaksudkan untuk memperjelas arah dan tujuan
yang ingin dicapai dalam kegiatan pembinaan spritualitas bagi para calon Guru
Agama Katolik atau para mahasiswa melalui katekese khususnya mahasisa
semester IV. Juga program ini disusun sedemikian rupa untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih antara materi yang akan disajikan. Penyusunan program
dalam rangka pembinaan spiritualitas para calon Guru Agama Katolik atau para
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
mahasiswa ini, direncanakan 3 kali pelaksanakan dalam waktu 3 kali dalam setiap
semester pada pertemuan awal, pertengahan, dan terakhir sebelum penutup
pembinaan spiritualitas di kampus IPPAK Universitas Sanata Dharma.
3.
Sub. Tema dan Sub. Tujuan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP)
Tema Umun
: Nabi Elia sebagai inspirasi dalam menanggapi panggillan
menjadi guru agama Katolik.
Tujuan
: Mahasiswa calon guru agama Katolik semakin menyadari
akan panggilannya yang terinspirasi dari kisah nabi Elia
sehingga mereka mau mengenal sosok guru, memahami
guru agama Katolik sebagai panggilan, memahami guru
agama
Katolik
dipanggil
untuk
mengikuti
Allah,
kesetiaan, menghayati panggilan guru dan pada akhirnya
mahasiswa siap diutus dan siap untuk menjalankan tugas
perutusan sebagai guru agama Katolik.
Semester
Sub. Tema
Sub. Tujuan
IV
Mahasiswa semakin menyadari bahwa
Pertemuan Menghayati
panggilan
sebagai
guru agama katolik sebagai panggilan
I
guru agama Katolik
sehingga mereka semakin memahami
bahwa guru agama Katolik bukan hanya
sebagai suatu profesi tetapi sebagai suatu
panggilan dari Allah. Seperti halnya Allah
Memanggil nabi Elia untuk menjadi nabi.
Membantu mahasiswa menyadari makna
Pertemuan Kesetiaan
kesetian dalam penggilannya sebagai guru
II
agama Katolik dengan meneladani sosok
nabi Elia dalam panggilannya menjadi
nabi .
Menjalani Mahasiswa semakin menyadari akan
Pertemuan Siap
Perutusan
keberadaan dirinya yang akan diutus
III
untuk mewartakan Injil sehingga mereka
semakin mempersiapkan diri dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
kesiapan untuk diutus hingga pada
akhirnya mereka siap untuk diutus dan
siap menjalani tantangan yang ada dengan
meneladan sosok nabi Elia dalam
menjalani perutusan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
4.
Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP)
Tema Umun
: Nabi Elia sebagai inspirasi dalam menanggapi panggillan menjadi guru agama Katolik.
Tujuan
: Mahasiswa calon guru agama Katolik semakin menyadari akan panggilannya yang terinspirasi dari kisah nabi
Elia sehingga mereka mau mengenal sosok guru, memahami guru agama Katolik sebagai panggilan,
memahami guru agama Katolik dipanggil untuk mengikuti Allah, kesetiaan, menghayati panggilan guru dan
pada akhirnya mahasiswa siap diutus dan siap untuk menjalankan tugas perutusan sebagai guru agama
Katolik.
N Semester
Sub Tema
Tujuan sub Tema
o
IV
1
Pertemua Menghayati
Mahasiswa semakin
panggilan sebagai
nI
menyadari bahwa guru
guru
agama
Katolik
agama katolik sebagai
panggilan sehingga mereka
semakin memahami bahwa
guru agama Katolik bukan
hanya sebagai suatu profesi
Materi
Metode
Sarana
Sumber Bahan
Para mahasiswa
menyadari
bahwa
Allah
memanggil dan
mengutus
mereka sebagai
guru
Agama
katolik
Cerita,
- Cergam
Yoh. 13: 12-17
sharing,
- Instrumen
refleksi,
informasi,
music
- Buku
tanya
Madah
jawab
Bakti
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
tetapi sebagai suatu
panggilan dari Allah.
Seperti halnya Allah
Memanggil nabi Elia untuk
menjadi nabi.
2
Pertemua
Kesetiaan
n II
Membantu mahasiswa
Kesetian dalam
Sharing,
- Cerita
menyadari makna kesetian
panggilan
refleksi,
pengalam
dalam penggilannya sebagai
informasi,
an
guru agama Katolik yang
tanya
bertolak dari kisah nabi Elia
jawab
Luk. 13: 6-9
- Instrumen
musik
- Buku
Madah
bakti
3
Pertemua Siap Menjalani
Mahasiswa semakin
n III
menyadari akan keberadaan
Perutusan
dirinya yang akan diutus
untuk mewartakan Injil
Setia
kepada Ceramah,
Allah dan siap
dialog,
menghadapai
tantangan yang sharing,
ada
diskusi
- Cerita
- Instrumen
music
- Buku
sehingga mereka semakin
dan
Madah
mempersiapkan diri dalam
pemutaran
bakti
Mrk. 3: 13-19
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
kesiapan untuk diutus
hingga pada akhirnya
mereka siap untuk diutus
dan siap menjalani
tantangan yang ada dengan
meneladan sosok nabi Elia
dalam menjalani perutusan.
instrument
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5.
75
Contoh Pesiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP).
Tema
Tujuan
: Kesetian.
: Membantu mahasiswa menyadari makna kesetian dalam
penggilannya sebagai guru agama Katolik dengan dengan
meneladani sosok nabi Elia dalam panggilannya menjadi nabi .
Peserta
: Mahasiswa Semester IV IPPAK Universitas Sanata
Dharma.
Waktu
: 90 Menit.
Metode
: Cerita, sharing, refleksi, informasi, tanya jawab.
Model
: Shared Christian Praxis (SCP).
Sarana
: Cerita pendek, instrumen musik, dan buku Madah Bakti.
Sumber bahan : - Luk. 13: 6-9.
- Cerita Nabi Elia novel “The Fifth Mountain” bagian I.
Pemikiran Dasar
Setiap orang memiliki cita-cita dan keinginan dalam hidupnya. Cita-cita
dan keinginan itu diharapkan dapat terwujud sesegera mungkin. Namun tidak
setiap orang berhasil mencapai cita-cita dan memenuhi keinginannya tersebut.
Bahkan dalam kenyataannya, orang banyak mengalami tantangan dan kegagalan
yang harus mereka terima. Hal ini menyebabkan orang bisa berputus asa dan lesu
dalam perjuangan hidupnya. Demikian juga dengan para mahasiswa calon guru
agama Katolik yang ada di kampus IPPAK-USD memiliki cita-cita dan harapan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
76
yang ingin diwujudkan. Bila teman-teman calon guru agama Katolik
mengharapkan keberhasilan dalam cita-cita tersebut, teman-teman harus tetap
setia dalam memperjuangkannya.
Orang yang setia atau tekun dalam hidupnya tidak mudah berputus asa.dia
tidak menyerah pada situasi yang silih berganti datang menantang. Orang yang
setia tetap optimis dan memiliki pengharapan yang kuat. Seperti dalam
perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus mengenai “pohon ara yang tidak
berbuah” (Luk. 13: 6-9). Pengurus kebun dengan setia mengurus kebun ara
tersebut, meski sudah tiga tahun tidak berbuah. Ia bahkan mengurus dengan
sebaik mungkin dengan usaha yang maksimal. Hanya dengan setialah orang dapat
bertahan dalam memperjuangkan sesuatu. Dalam kisah nabi Elia, panggilan yang
didapat nabi Elia sejak kecil sempat tidak dihiraukan. Setelah nabi Elia dewasa,
nabi Elia mendapatkan panggilannya itu kembali. Nabi Elia diutus Allah untuk
mengingatkan raja Ahab dan Izebel istri Ahab untuk tidak menyembah berhala.
Tetapi raja Ahab dan Izebel tidak menghiraukan apa yang telah dikatakan oleh
nabi Elia. Raja Ahab dan Izebel yang merasa tidak suka dengan apa yang
dikatakan oleh nabi Elia, raja Ahab menyuruh pasukannya untuk membunuh nabi
Elia. Dengan adanya pengejaran dari para tentara raja Ahab, nabi Elia tidak
menyerah begitu saja. Nabi Elia tetap setia melayani Allah dan tetap setia akan
panggilannya meskipun nabi Elia mendapatkan ancaman pembunuhan.
Melalui pertemuan ini peserta diajak untuk menyadari kembali makna
kesetian dalam panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesioanl.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77
Pembukaan
Teman-teman yang terkasih, pada pertemuan kita ini, kita sebagai saudara
hendak secara bersama-sama menggali dan berbagi pengalaman satu sama lain
khususnya dalam kesetian akan panggilan menjadi guru agama katolik yang
profesional. Kita mau menyadari bahwa hidup kita dan juga segala sesuatu yang
menyangkut hidup kita ini adalah suatu anugerah dari Tuhan. Suatu anugerah
yang perlu kita sadari dan bahkan kita syukuri. Maka untuk memulai pertemuan
ini marilah kita bernyanyi:
Lagu Pembukaan : Madah Bakti No. 230 (Hidup Cerah).
Doa Pembukaan :
Allah Bapa Yang Maha Baik, kami bersyukur atas kebaikan-Mu
kepada kami. Secara khusus waktu ini kami syukuri sebagai suatu rahmat
karena kami boleh berkumpul bersama dalam ikatan persaudaraan. Kami
akan bersama-sama menggali pengalaman, mereflesikannya sejauh mana
kami menghayati kesetian kami akan panggilan menjadi guru agama
Katolik. Bapa bimbinglah kami dan tuntunlah kami agar semakin mampu
mempertanggungjawabkan tugas tersebut dan kami pun senantiasa terus
memperkembangkan diri demi pelayanan kami terhadap orang-orang yang
nantinya akan kami ajar yang telah kau percayakan kepada kami. Sebab
Dialah Tuhan dan pengantara kami. Amin.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78
Langkah I : Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta
1.
Membagikan teks cerita kisah Nabi Elia novel “The Fifth Mountain” bagian
I, kepada peserta dan memberi kesempatan untuk membaca terlebih dahulu.
2.
Pengungkapan kembali isi cerita: Pendamping meminta salah seorang peserta
untuk menceritakan kembali isi cerita kisah “Nabi Elia”.
3.
Intisari cerita
Nabi Elia yang dipanggil oleh Allah untuk mengingatkan raja Ahab dan
istrinya ratu Izebel dari penyebahan berhala, tetapi raja Ahab tidak
menghiraukan apa yang telah dikatakan oleh nabi Elia. Nabi Elia mendapat
pesan dari Allah untuk disampaikan kepada raja Ahab, apabila masih
menyembah berhala bangsanya akan mendapat kekeringan dan tidak akan
turun hujan. Raja Ahab merasatidak senang dengan nabi Elia, maka raja Ahab
menyuruh tentaranya untuk membunuh nabi Elia. Mengetahui hal itu Allah
tidak tinggal diam, Allah berpesan kepada nabi Elia untuk lari dan berdiam
diri di tepi sungai kerit. Setalah berdiam diri lama-lama sungai pun kering,
dan Allah menyuruh nabi Elia untuk menemui janda di kota Sarfat dan
meminta air dan makan kepada janda tersebut. Allah tidak tinggal diam
dengan apa yang dialami oleh Nabi Elia. Dengan kesetiaannya terhadap
Allah, nabi Elia tidak menyerah begitu saja. Nabi Elia tetap berjuang untuk
membebaskan bangsanya dari penyembahan berhala, meskipun nabi Elia
harus mendapatkan tantangan yang begitu berat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4.
79
Pengungkapan pengalaman: peserta diajak mendalami cerita untuk masuk
pada pengalaman faktual dengan tuntunan pertanyaan berikut :
a. Apa yang dialami oleh nabi Elia setelah mengingatkan raja Ahab untuk
tidak menyembah berhala?
b. Apakah yang menarik bagi para teman-teman dalam menjalani
perkuliahan untuk menjadi guru agama Katolik? Ceritakanlah pengalaman
tersebut!
c. Rangkuman
Dalam cerita tadi, panggilan yang didapat oleh nabi Elia merupakan
suatu anugerah dari Allah. Dengan panggilannya tersebut nabi Elia berusaha
melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Meskipun apa yang dihadapainya
adalah ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh raja Ahab. Kesetian yang
ditunjukan oleh nabi Elia terhadap Allah, membuat Allah tetap membantu
nabi Elia dalam melaksanakan tugasnya.
Langkah II : Mendalamai Pengalaman Hidup Peserta
1.
Peserta diajak untuk mereflesikan sharing pengalaman atau cergam di atas
berdasarkan pertanyaan berikut:
a. Bagaimana sikap raja Ahab dalam cergam tadi menanggapi sikap nabi Elia
yang mengingatkan untuk tidak menyembah berhala?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
b. Cara manakah yang teman-teman gunakan dalam mengahadapi kesulitan
di kampus dalam proses perkulihan sebagai calon guru agama Katolik
selam ini?
2
Berdasarkan ungkapan peserta pendamping membuat rangkuman singkat.
Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani
1.
Salah seorang peserata diminta untuk membacakan teks Injil yang diambil
dari Luk. 13: 6-9.
2.
Peserta diajak untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan
bacaan tersebut dengan bantuan pertanyaan berikut:
a. Ayat manakah yang menunjukan bahwa kesetian dalam usaha memperoleh
hasil?
b. Sikap yang bagaimanakah ditekankan oleh Yesus perumpamaan ini?
c. Pendamping memberi rangkuman dari bacaan Injil Luk. 13: 6-9.
Perumpaan tentang “pohon ara yang tidak berbuah” menunjukan dengan
jelas bagaimana seorang pekerja kebun yang dengan setia mengurusi kebunnya. Ia
mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya. Ia sanggup
berharap akan memperoleh buah dari tanaman-tanamannya itu. Perikop ini
menampilkan dua sikap antara pemelihara kebun dengan Tuan yang empunya
kebun. Tuan itu ingin kebunnya menghasilkan, namun sudah tiga tahun ditunggu
tidak juga berbuah. Maka ia meminta supaya ditebang saja pohon yang tidak
menghasilkan itu. Tanggapan pemelihara kebun bahwa ia akan mengurusnya lagi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
dengan sabaik mungkin dan masih menunggu hingga berbuah. Ditunjukkan
kesetiaan dalam pekerjaan itu sambil memelihara dan merawatnya.
Dalam perikop ini Yesus menegaskan bahwa Dialah pemelihara kebun
yang dengan setia mengurusi kebun itu. Hidup kitalah kebun yang diurus dan
dirawat oleh Yesus, agar menghasilkan buah. Buah yang diharapkan itu adalah
pertobatan. Salah satu pertobatan itu adalah kesetiaan dalam hidup. Secara khusus
setia dan tekun dalam melaksanakan tugas, setia juga terlebih dalam iman akan
Yesus Kristus. Sikap Yesus dalam perikop ini menggambarkan sikap yang setia
dan tekun dalam melakukan pekerjaan, Ia menikmati pekerjaan tersebut dan
merasakan manfaatnya.
Demikian juga dengan nabi Elia. Nabi Elia setia mengikuti Allah
meskipun dalam kondisi mendapatkan ancaman pembunuhan dari raja Ahab.
Pengalaman setia pada Yesus dibagi kepada para saudaranya dan akhirnya
dianjurkannya kepada para saudara agar hal apapun harus setia menjalankannya.
Secara khusus mengenai panggilan dan pekerjaan, nabi Elia menekankan
kesetiaan sebagai salah satu cara untuk menghadapi tantangan yang ada.
Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret
Teman-teman yang terkasih, dalam pembicaraan tadi, sebagai orang
beriman kita hendaknya selalu bercermin pada Dia yang kita imani. Yesus
memberikan kita teladan dalam memperjuangkan dan mengembangkan hidup
kita, hingga kita menemukan yang kita cari dan kita cita-citakan. Salah satu sikap
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
yang patut kita contoh adalah sikap setia pada apa yang sudah kita jalani dan
kerjakan. Melalui kesetiaan pada pilihan hidup, kita juga mewujudkan iman kita.
Bukan hanya pada saat kita mengalami kemujuran, tetapi juga bila kita
dihadapkan pada sesuatu yang kita tidak sukai. Bisa berupa penderitaan, tekanan
ataupun tugas-tugas yang kita anggap berat dan susah. Kita percaya Tuhan
memberi yang terbaik buat kita.
Sebagai bahan kita akan mencoba merenungkan pertanyaan berikut:
1. Dalam hal apa saja saya secara pribadi sudah setia selama ini?
2. Apa yang harus saya bangun dalam diri saya agar dapat setia dalam situasi
apapun yang saya hadapi?
Para peserta diminta merenung secara pribadi dan selama merenung
pendamping akan memutarkan instrumen musik. Setelah merenung para peserta
diberi kesempatan untuk mensharingkan hasil dari permenungannya. Kemudian
pendamping membuat rangkuman singkat berdasarkan hasil sharing para peserta.
Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret
Teman-teman yang terkasih, setelah kita bersama-sama menggali
pengalaman kita khususnya mengenai kesetiaan dalam melakukan pekerjaan kita
selama ini. Ternyata tidak mudah menghayati kesetiaan terhadap sesuatu hal.
Seperti dalam cerita kisah Nabi Elia, dimana nabi Elia yang dipanggil oelh Allah
untuk mengingatkan raja Ahab dan ratu Izebel untuk tidak menyembah berhala.
Nabi Elia harus mendapat ancaman pembunuhan dan harus menghadapinya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83
dengan sendiri. Nabi Elia tidak menyerah begitu saja, dengan kesetiaannya kepada
Allah nabi Elia dapat menjalaninya dengan mudah meskipun harus mengalami
tantangan yang begitu besar. Marilah kita hening sejenak untuk membuat niatniat kita baik secar pribadi maupun secara kelompok.
Kemudian pendamping mengajak peserta untuk membuat niat-niat yang
dapat dilakukan baik secara pribadi maupun untuk kelompok dalam suasan
hening. Sebagai pertanyaan panduan untuk membuat niat-niat adalah berikut ini:
1. Apa yang dapat saya lakukan sebagai wujud kesetiaan dalam tugas
perkuliahan sebagai calon guru agama Katolik ini?
2. Sikap-sikap yang bagaimana
yang perlu kita perhatikan dalam
mewujudkan niat-niat kita tersebut?
Selanjutnya peserta diajak untuk mengungkapkan niat-niat tersebut bila
ada yang bersedia membagikannya dan untuk kelompok dapat didiskusikan secara
bersama.
Penutup
1.
Peserta diajak untuk memanjatkan doa-doa spontan sebagai rasa syukur atas
pertemuan hari ini yang didahului oleh pendamping.
2.
Doa spontan diakhiri dengan doa penutup oleh pendamping seperti dibawah
ini.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
Doa Penutup
Allah bapa di dalam surga, kami bersyukur dan berterima kasih kepadaMu atas waktu yang boleh kami gunakan untuk melihat pengalaman hidup kami.
Saat ini kami disadarkan bahwa kami kurang melihat makna dari pekerjaan yang
kami lakukan. Bhakan kami kurang setia dengan apa yang kami pilih. Kami sering
ingin meninggalkannya bila kami tidak menemukan yang kami harapkan. Untuk
itu ya Bapa bantulah kami agar kami tak henti-hentinya berusaha dan belajar
untuk setia dalam tugas-tugas kami terlebih pada Dikau yang kami imani. Kami
juga mau meneladan pada nabi Elia sebagai sosok penutan dalam menjalani
kesetiaan dalam perkuliahan kami untuk nantinya menjadi guru agama Katolik.
Bantulah kami juga untuk mewujudkan niat yang telah kami buat bersama
sehingga dapat terlaksana sesuai dengan kehendak-Mu. Doa ono kami penjatkan
kepada-Mu dengan perantara Kristus Tuhan Kami. Amin.
Lagu penutup : MB No. 311 “Nyanyian Syukur”
Pendamping Katekese
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Penulis dalam Bab V ini menyampaikan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan yang penulis buat ini berisikan mengenai isi keseluruhan atas Bab I
sampai dengan Bab IV. Saran yang penulis buat ini berisikan masukan-masukan
bagi Prodi IPPAK dan juga bagi mahasiswa. Saran ini diharapkan dapat berguna
bagi mahasiswa IPPAK dan Prodi IPPAK dalam upaya membantu mahasiswanya
dalam menanggapi panggilannya sebagai guru agama Katolik.
A. Kesimpulan
Panggilan adalah seorang yang dipanggil dan tujuan mengapa orang
dipanggil. Yang memanggil ialah Allah sendiri, yang dipanggil ialah manusia. Isi
panggilan sendiri ialah mengundang supaya manusia menyerahkan seluruh dirinya
kepada Allah. Demikian yang telah dialami oleh Nabi Elia dalam novel The fifth
Mountain. Nabi Elia dari kecil sudah mendapatkan penggilan dari Allah untuk
menjadi seorang Nabi, tetapi Nabi Elia mendapat halangan dimana kedua orang
tuanya tidak setuju. Setelah Nabi Elia dewasa ia sempat menjadi tukang kayu.
Dalam kenyataannya ia tetap mendapatkan penggilan untuk menjadi seorang Nabi
yang diutus oleh Allah untuk memperingatkan raja Ahab dan istrinya ratu Izebel
dari penyembahan terhadap baal. Dalam perjalanannya Nabi Elia mendapat
banyak halangan dari pengejaran yang dilakukan oleh prajurit raja Ahab sampai ia
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
mendapatkan ancaman pembunuhan. Disinilah Nabi Elia diuji kesetiaannya
terhadap panggilannya sebagai nabi yang telah diutus Allah.
Demikian juga para mahasiswa IPPAK Universitas Sanata Dharma yang
terpanggil untuk menjadi guru agama Katolik. Mahasiswa pada umumnya waktu
pertama kali masuk belum menyadari akan panggilannya. Mahasiswa masih raguragu dalam menentukan arah panggilannya. Banyak dari mahasiswa masih
mangalami keraguan apakah dirinya pantas untuk menjadi guru agama Katolik.
Menjadi guru agama Katolik tidak hanya sekedar mendidik anak untuk tahu akan
agama saja, tetapi menjadi guru agama Katolik harus mempunyai sikap
profesional untuk menunjang keberhasilan menjadi guru agama katolik
Nabi Elia yang terpanggil untuk menjadi seorang nabi mendapatkan
tantangan yang datang silih berganti. Demikian juga menjadi guru agama Katolik
akan mendapat banyak tantangan yang datang dari mana saja. Mulai dari anak
didik yang selalu meremehkan pelajaran agama, masalah gaji, dan ditengah
masyarakat akan menjadi tolak ukur dalam kehidupan. Di sinilah tantangan yang
harus diperjuangkan dan di sinilah sikap profesional sebagai guru agama Katolik
benar-benar diterapkan.
Panggilan yang diterima oleh mahasiswa untuk menjadi guru agama
Katolik pada dasarnya bersumber dari Allah. Melalui Gereja, Allah memanggil
mereka untuk mewartakan sabda Allah kepada umat. Sebagai orang awam yang
terpanggil, menjadi guru agama Katolik memiliki perutusan dan panggilan yang
khas yakni dipanggil dan diutus dalam sifat keduniawiannya. Agar perutusan dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
tugasnya berjalan dengan lancar, guru agama Katolik harus memiliki pengetahuan
dan keterampilan.
Keberadaan guru agama Katolik dewasa ini tidak dapat dipungkiri akan
manfaatnya bagi proses pewartaan. Berkat bantuan mereka iman umat khususnya
para anak didik di sekolah semakin bertumbuh dan berkembang. Namun disatu
sisi juga keberadaan mereka dewasa ini semakin berkurang. Langkah yang tepat
dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan kaderisasi terhadap
anak-anak muda untuk menjadi seorang guru agama Katolik. Dalam menanggapi
kebutuhan akan pewarta sabda atau guru agama Katolik, Prodi IPPAK Universitas
Sanata Dharma memiliki tugas dalam mendidik dan membina anak-anak muda
menjadi seorang guru agama Katolik yang profesional. Proses pembinaan ini
ditempuh melalui mata kuliah-mata kuliah yang secara khusus pembinaan
spiritualitas.
Pembinaan spiritualitas yang ada di Prodi IPPAK mengarahkan agar
memiliki panggilan hidup sebagai guru agama Katolik dan agar memiliki
spiritualitas. Lebih jelas dan terang lagi tujuan ini terlihat dari masing-masing
tahunnya.
Pembinaan spiritualitas yang ada di Prodi IPPAK ini agar semakin
membantu mahasiswa dalam menjadi seorang guru agama Katolik, penulis
mengusulkan program katekese yang terintegrasi dengan keseluruhan pembinaan
spiritualitas. Penempatan program katekese model Shared Christian Praxis (SCP)
ini ditempatkan dimasing-masing semesternya yakni semester I sampai dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88
semester VIII. Proses pelaksanaan katekese model Shared Christian Praxis (SCP)
dilaksanakan diakhir penutupan pembinaan spiritualitas.
B. Saran
Dengan perkembangan zaman yang semakin modern Prodi IPPAK sebagai
lembaga yang mendidik anak muda untuk menjadi seorang guru agama Katolik
yang
profesional
harus
tetap
eksis
dan
terus-menerus
mendidik
dan
mengembangkan guru agama Katolik yang sungguh-sungguh menghayati
panggilannya sebagai guru dan spiritualitasnya. Pembinaan spiritualitas sebagai
salah satu mata kuliah perlu menciptakan pembinaan spiritualitas yang benarbenar
membantu
mahasiswa
secara
kontekstual
dalam
menumbuhkan
panggilannya sebagai guru agama Katolik. Dalam pembinaan spriritualitas
diharapkan mahasiswa diajak untuk mencontoh tokoh-tokoh besar, misalnya
sosok nabi Elia yang dapat dijadikan teladan dalam menjalani perkulihan dan
panggilan mahasiswa untuk menjadi guru agama Katolik. Maka dari itu agar
pembinaan
spiritualitas
sungguh-sungguh
membantu
mahasiswa
penulis
memberikan saran. Saran tersebut yakni bagi prodi IPPAK, bagi pembinaan
spiritualitas dan bagi mahasiswa sendiri.
1. Bagi Prodi IPPAK
Pembinaan spiritualitas merupakan terjemahan dari visi dan misi Prodi
IPPAK. Terjemahan tersebut belum sepenuhnya dipahami oleh mahasiswa. Maka
dari itu, Prodi IPPAK perlu mensosialisasikan kembali visi dan misinya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89
sehubungan dengan keterkaitan atau keterhubungannya dengan pembinaan
spiritualitas. Tujuannya adalah agar mahasiswa memahami keterhubungan
tersebut sehingga mahasiswa tidak memandang pembinaan spiritualitas sebagai
mata kauliah pada umumnya.
2. Bagi Pembinaan Spiritualitas
Saran yang penulis usulkan bagi pelaksanaan pembinaan spiritualitas
mencakup materi, sarana dan metode, dan pendamping.
a. Materi Pembinaan Spiritualitas
Materi pembinaan spiritualitas yang penulis sarankan ini berdasarkan apa
yang menjadi harapan mahasiswa. Materi-materi tersebut meliputi hidup guru
agama Katolik, kehidupan orang-orang cacat, kisah hidup santo santa dan nabi,
katekese kontekstual, salib Kristus, spiritualitas guru, pengembangan spiritualitas,
Yesus Kristus, pengolahan tubuh, kepribadian, dan hidup persaudaraan.
b. Sarana dan Metode Pembinaan Spiritualitas
Sarana Pembinaan spiritualitas yang penulis sarankan mencakup Audio
Visual, novel, dan cergam. Salah satu novel yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam bagian dari meteri pembinaan spiritualitas adalah novel “The Fifth
Mountain” karangan Paulo Coelho. Karena dengan adanya novel tersebut, tokoh
nabi Elia dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi mahasiswa dalam
menanggapi panggilannya sebagai guru agama Katolik. Metode yang penulis
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90
sarankan adalah sharing dan refleksi, informasi dan ceramah, permainan, diskusi
dan bernyanyi.
c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas
Pendamping pembinaan spiritualitas yang penulis sarankan adalah
pendamping yang motivator, dekat dengan mahasiswa, kreatif, gaul, berpradnya
dan widya, memiliki spiritualitas pelayanan dan mau direpotkan dan pendamping
yang sesuai dengan materi.
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa Prodi IPPAK memahami pembinaan spiritualitas bukan hanya
sekedar sebagai mata kuliah semata, tetapi sebagai salah satu bentuk
pengembangan dalam menyadari dan memantapkan panggilan sebagai guru
agama Katolik. Selain itu juga mahasiswa jangan memandang materi pembinaan
spiritualitas hanya sebagai teori tetapi mahasiswa sendiri perlu ada aktualisasi
materi dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
DAFTAR PUSTAKA
Alma, H.B. (2008). Guru Profesional. Bandung: Alfabeta.
Barry, William A. (2000). Menemukan Allah dalam Segala Sesuatu. Yogyakarta:
Kanisius.
Bimas Katolik Jatim. http://www.bimaskatolikjatim.com/news2.php?op=129/.
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011.
Campbell, Alastair. (1994). Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral.
Yogyakarta: Kanisus.
Coelho, Paulo. (2011). The Fifth Mountain. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Darminta, J, SJ. (2006). Penegasan Panggilan. Yogyakarta: Kanisius.
Djamarah, S.B. (2000). Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis (SCP): Suatu Model
Berkatekese (F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta:
Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1991).
, 1998. Educating for Life : A Spiritual Vision for Every Teacher and
Parent. Allen Texas: Thomas More.
Hamalik O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Heryatno Wono Wulung, FX, SJ. (2008). Pokok-Pokok Pendidikan Agama
Katolik Di Sekolah. Buku Ajar Mahasiswa Mata Kuliah Pendidikan Agama
Sekolah, Untuk Mahasiswa Semester III, Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Hofmann, Ruedi, SJ. (1994). Naratif Eksperiensial. Komisi Kateketik KWI.
Huber, Th. (1981). Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius.
Konsili Vatikan II. (2012). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Kuntjara Rahardi. (1998). Profesionalisme Guru Perlu Segera Dimantapkan.
Manek, Gabriel. (1962). Kepanggilan. Ende, Flores: Arnoldus.
Mangunharjana, A.M. (1986). Pendamping Kaum Muda. Yogyakarta: Kanisius.
Noviana Tri Lestari. Profesional Guru dan Tantangan Sebagai Profesi.
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/21/profesional-guru-dan-tantangansebagai-profesi-472203.html. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012.
Quoist, Michael, Pr., (1997). Allah Menanti Aku. Jakarta: Obor
Rindi Antika Sari. Jabatan Profesional dan Tantangan Guru dalam Pembelajaran.
http://dzestrindi.wordpress.com/2013/04/10/jabatan-profesional-dantantangan-guru-dalam-pembelajaran/. Diakses pada tanggal 10 April 2013.
Riduwan, M.B.A. (2004). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Samana, M.Pd., A. (1994). Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Setyakarjana, JS. SJ., (1997). Kateketik Pendidikan Dasar. Yogyakarta: Puskat.
Sidjabat B.S., Ed., (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Kalam Hidup.
Sumadi, Suryasubrata, (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92
Sumarno, Ds., M. (2012). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki. Diktat mata kuliah Program Pengalaman Lapangan
Pendidikan Agama Katolik untuk Mahasiswa Semester VI, Program Studi
Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Telaumbanua, Marinus, OFMCap. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor.
Thoifuri, M.Ag. (2008). Menjadi Guru Inisiator. Kudus: Rasail Media Group.
Wikipedia. Paulo Coelho. http://id.wikipedia.org/wiki/Paulo_Coelho. Diakses
pada tanggal 10 Desember 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran
NABI ELIA
Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan rakyat
Israel untuk mengganti kepercayaan dari menyembah Allah dengan kepercayaan
dari negeri Fenesia, negeri asal istrinya yang menyembah Baal.Sementara seorang
pemuda yang bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu tiba-tiba
mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu yang didapat memerintahkan
Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan, bahwa jika bangsa
Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan dilanda kekeringan
yang panjang.Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel memerintahkan
membunuh seluruh nabi-nabi Israel yang masih menyembah Allah. Namun Elia
yang menjadi target utama berhasil lolos ke luar kota atas petunjuk malaikat
Allah, Elia menuju kota kecil yang bernama Akbar, yang penduduknya juga
menyembah Baal.
Di kota Akbar Elia juga menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali
ke Israel,di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang menguji
keyakinan akan Tuhan. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel yang
dicari-cari oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah seorang
janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia
mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia
dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai
menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur.
Akhirnya Elia menetap sementara di kota Akbar, sambil menunggu perintah
Tuhan untuk membawanya kembali ke Israel dan menyelamatkan bangsanya dari
penyembahan berhala di bawah kekuasaan Raja Ahab. Setelah bertahun-tahun
lamanya Elia bertahan dikota Akbar, Elia dihadapkan dengan peperangan yang
akan terjadi dikota akbar, kota yang begitu indah dan damai. Disiniah Elia
dihadapakan dengan pilihan yang begitu sulit, dimana Elia harus bisa membuat
kota Akbar tidak mendapat serangan dari para prajurit suruhan Raja Ahab.
Penduduk yang mulai tidak suka dengan keberadaan Elia, menganggap Elia
sebagai biang masalah yang terjadi dikota Akbar. Dimulai dari meninggalnya
anak dari janda yang ditinggali dan kota Akbar yang akan diserang oleh prajurit
Raja Ahab. Ditengah kejadian itu, penduduk meminta Gubernur menghukum Elia
untuk dihukum mati.
Akhirnya Elia dengan keberaniannya menemui semua penduduk kota Akbar
untuk siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi dikota Akbar dengan meminta
pertolongan kepada Allah agar diberi petunjuk. Setelah lama berdiam menunggu,
Elia mendapat suara malaikat Allah yang datang kepadanya agar Elia kembali
(1)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kerumah janda tersebut untuk membangkitkan kembali anak janda itu dengan
menyebut nama Allah. Apa yang didapat dari malaikat Allah, Elia lakukan
bertujuan agar kota Akbar tetap memuliakan nama Allah.
Sumber :
Novel Paulo Coelho Gunung Kelima (The Fifth Mountain)
(2)
Download