PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSTAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh : Hendri Chus Eddy Nurcahyo Dwi Saputro NIM 081124008 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : Ibu Bernadheta Sri Wahyuni, Alm. Ayah Aloysius Heryanto dan Kakak Katarina Heni Noviyanti yang telah membantu dalam perjalanan suka dan duka untuk menyelesaikan Skripsi ini. Para dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan ketekunan telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi di Kampus IPPAK tercinta ini. F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik yang selalu memberikan semangat dan motivasi. Teman-teman IPPAK seluruh angkatan khususnya untuk angkatan 2008 yang selalu memberi semangat dan motivasi. iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI MOTTO “Jangan tuntut orang lain sempurna, melainkan ajarilah dia berbuat yang lebih baik” v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRAK Skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTAdipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap mahasiswa IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,dalam menanggapi panggilannya untuk menjadi guru agama Katolik. Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak dibutuhkan diseluruh daerah yang ada di Indonesia. Secara khusus Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan ataubukan panggilannya.Dengan melihat kenyataan ini mahasiswa selalu mendapat bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap. Bertitik tolak dari alasan disatas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa untuk menyadari panggilannya menjadi guru agama Katolik dengan meneladan pada kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN. Dengan adanya kisah nabi Elia diharapkan mahasiswa mampu meneladan dan belajar untuk setia akan panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesional, sehingga mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya nanti. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar kisah panggilan nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN dan pengertian tentang guru agama Katolik. Di samping itu juga dijelaskan pengertian guru agama Katolik yang profesional, tantangan menjadi guru dan tugas sebagai guru agama Katolik. Dalam skripsi ini penulis menawarkan bentuk katekese dengan model Shared Christian Praxis (SCP) yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas. Tujuannya agar para mahasiswa semakin menyadari panggilannya untuk menjadi guru agama Katolik, sehingga dalam menempuh perkuliahan mahasiswa memiliki motivasi yang kuat yang datang dari dalam dirinya. viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT This small thesis with the title BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTAis chosen based on writer’s concern to IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma University Yogyakarta, in responding their calls to be Catholic religion teachers. Nowadays, Catholic religion teachers as an occupation is more needed at many regions in Indonesia. Especially, the fact that them selves, mostly Catholic Religion Education students consider in a wrong direction or not the call of their life. Looking at this fact, students always get a conseling guidance from every lecturer to recognize the cal to be Catholic Religion teacher. Certainly, to realize a call is not easy, and it is a process gradually. Based on the reasons above, this small thesis is intended to help students to recognize the call to be Catholic Religion teachers by taking example from the story of the prophet Elijah in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel. With the story of Elijah, student are expetced to pattern and learn to be faithful of their call to be professional Catholic Religion teacher, so as they will fulfil their pupils needs later. Thus, this thesis smallwill discuss about two things, the story of Elijah’s call as a prophet in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel and the explanation about Catholic Relogion teacher. Besides, there is also described a definition about professional Catholic Religion techer, challenges to be a teacher, and duties as Catholic religion teacher. In this small thesis, the writer offers a catechesis with Shared Christian Praxis (SCP) model which intergrated with spiritual formation. The purpose is in order that the students more realize their calls to be Catholic religion teacher, then the students have strong inner motivation in studying catecheses. ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA. Skripsi ini memuat pembahasan mengenai kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN khususnya dalam hal panggilan. Disamping itu dibahas pula mengenai guru agama Katolik yang profesional serta memaparkan program katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas. Usulan tersebut dirancang khusus untuk mahasiswa IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta agar mahasiswa semakin mantap akan panggilannya. Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terimakasih terutama kepada: 1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku KaprodiIPPAK Universitas Sanata Dharmayang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini. 2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utamayang selalu memberi perhatian sepenuhnya dalam mendampingi penulisan skripsi ini, dan x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dengan penuh kesabaran telah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen penguji kedua yang juga dengan sabar dan ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Yosef Hendrikus Bintang Nusantara SFK., M. Hum. selaku dosen penguji ketiga yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis terutama dalam proses skripsi ini. 5. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan semangat kepada penulis. 6. Keluarga tercinta: Alm. Bapak Aloysius Heryanto, IbuBernadheta Sri Wahyuni, Kakak Katarina Heni Noviyanti, yang selalu dengan ketulusan hati mendoakan dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. 7. F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik, yang telah dengan setia mendampingi penulis. Ucapan syukur dan terima kasih atas bantuan, saran, perhatian serta cinta kasihnya yang selalu menguatkan penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 8. Segenap sahabat-sahabat tercinta mahasiswa angkatan 2008 dan lintas angkatan yang telah mendukung dan berdinamika bersama dalam suka dan duka sehingga menciptakan keluarga besar IPPAK yang penuh dengan persaudaraan. xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI xii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... iv MOTTO ..................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………….. vii ABSTRAK ................................................................................................. viii ABSTRACT ................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ............................................................................... x DAFTAR ISI ............................................................................................. xiii DAFTAR SINGKATAN........................................................................... xvii BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5 C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 6 D. Manfaat Penulisan ......................................................................... 6 E. Metode Penulisan .......................................................................... 7 F. Sistematika Penulisan ................................................................... 7 BAB II. KISAH PANGGILAN NABI ELIA BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI DAN PESAN-PESANNYA.... 9 A. Siapakah Paulo Coelho? ............................................................... 9 B. Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ............................. 11 C. Panggilan Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ............ 13 D. Nabi Elia dalam Kitab Suci........................................................... 16 E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain ....................... 20 BAB III. PANGGILAN DAN TANTANGAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL ......................................... 22 A. Panggilan dan Tantangan............... ............................................... 23 xiii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB 1. Panggilan ................................................................................. 23 2. Tantangan ................................................................................. 24 B. Guru Agama Katolik yang Profesional ......................................... 27 1. Guru ......................................................................................... 27 2. Guru Agama Katolik ................................................................ 30 3. Profesional ................................................................................ 33 4. Guru yang Profesional .............................................................. 35 a. Guru adalah Jabatan Profesional ......................................... 35 b. Kompetensi Seorang Guru ................................................. 36 C. Panggilan sebagai Guru Agama Katolik yang Profesional ......... 37 1. Pelayanan Guru Agama ............................................................ 39 2. Tanggapan Murid .................................................................... 40 D. Spiritualitas Pendidik Katolik.......................................................... 41 E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik........................................... 41 1. Pengajar Pengetahuan Agama Katolik ..................................... 42 2. Saksi Kristus............................................................................. 43 a. Guru Dapat Berkembang dalam Relasi ............................... 45 b. Menerima Diri ..................................................................... 46 c. Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban ............ 47 d. Percaya Diri ......................................................................... 48 3. Pembinaan Iman ....................................................................... 49 F. Refleksi Pribadi.............................................................................. 50 IV. USULAN PROGRAM TERINTEGRASI SEBAGAI MAHASISWA DENGAN UPAYA AKAN PERSIAPAN KATEKSE PEMBINAAN SPIRITUALITAS MENINGKATKAN PANGGILANNYA YANG KESADARAN SEBAGAI GURU AGAMA KATOLIK................................................................... 52 A. Gambaran Umum Katekese............... .......................................... 53 1. Pengertian Katekese ................................................................. 53 2. Tujuan Katekese ....................................................................... 54 3. Bentuk-Bentuk Katekese .......................................................... 56 xiv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. Sumber Katekese ...................................................................... 57 B. Pemilihan Model Katekese............... .......................................... 57 1. Shared....................................................................................... 59 2. Christian ................................................................................... 60 3. Praxis ....................................................................................... 61 a) Aktivitas ................................................................................. 61 b) Refleksi .................................................................................. 62 c) Kreativitas .............................................................................. 63 a. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) .............. 63 1) Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas...................................... 63 2) Langkah I : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta 64 3) Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta ........ 65 4) Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani......... 66 5) Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret .............................................................................. 67 6) Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret ............. 68 C. Usulan Program dan Persiapan Katekese .................................... 69 1. Pengertian Program ................................................................. 69 2. Tujuan Penyusunan Program .................................................. 69 3. Sub. Tema dan Sub. Tujuan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ........................................................................................ 70 4. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ................................................................... ............................... 72 5. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) 75 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 85 A. Kesimpulan............... ................................................................... 85 B. Saran............... ............................................................................. 88 1. Bagi Prodi IPPAK............... ..................................................... 88 2. Bagi Pembinaan Spiritualitas............... .................................... 89 a. Materi Pembinaan Spiritualitas............... ............................... 89 b. Sarana dan Metode Pembinaan Spiritualitas............... .......... 89 xv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas............... ..................... 90 3. Bagi Mahasiswa............... ........................................................ 90 DAFTAR PUSTAKA............... ................................................................. 91 LAMPIRAN............... ................................................................................ 93 Lampiran I : Cerita Kisah Nabi Elia “The Fifth Mountain”............... ........ (1) xvi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR SINGKATAN A. Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008. B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja AA : Apostolicam Actuositatem, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965. CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979. DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965. LG Lumen Gentium (Terang Bangsa-Bangsa),Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964. C. Singkatan Lain Bdk : Bandingkan Bimas : Bimbingan Masyarakat Cergam : Cerita Bergambar Hal : Halaman IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jatim : Jawa Timur MB : MadahBakti xvii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PNS : Pegawai Negeri Sipil Prodi : Program Studi SCP : Shared Christian Praxis xviii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak dibutuhkan oleh sekolah swasta Katolik maupun Negeri di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Pada kenyataannya lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga pengajar agama Katolik sangatlah minim, selain itu pendapatan yang diperoleh jika menjadi guru agama Katolik juga tidaklah sebandingan dengan jasa yang telah diberikan. Selain itu juga masih banyak orang awam yang menganggap pendidikan agama Katolik lebih cocok diberikan oleh kaum biarawan-biarawati atau eks-biarawan-biarawati. Dari beberapa permasalahan tersebut mereka kurang profesional untuk memenuhi tuntutan panggilan sebagai guru pendidikan agama Katolik. IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang mencetak guru Agama Katolik profesional dalam tugas pendidikan sehingga diharapkan mampu mendampingi peserta didik untuk menimba ilmu seluas-luasnya dan berkembang dalam kepribadian yang baik. Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan atau untuk menjadi seorang guru agama Katolik bukan panggilannya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 Dengan melihat kenyataan mahasiswa calon guru agama Katolik yang berkuliah di IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta selalu mendapat bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap. Profesi sebagai guru agama Katolik merupakan suatu profesi sarat makna. Profesi ini akan bermakna apabila setiap orang yang menjalani profesi guru agama Katolik dapat menyadari dan menghayatinya sebagai panggilan. Apabila profesi sebagai guru agama Katolik dikaitkan dengan iman, menjadi guru agama Katolik adalah panggilan Tuhan sendiri. Tugas guru agama Katolik secara rohani adalah membantu peserta didik menuju kesempurnaan yang diharapkan oleh Tuhan sendiri. Guru agama Katolik adalah mitra Tuhan dalam perutusan pendidikan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan, yaitu faktor eksternal dan internal guru sendiri. Faktor eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang menempatkan profesi guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah profesi guru dipandang sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis. Akibatnya banyak orang muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah terlanjur di dalamnya akan terpengaruh oleh mentalitas ekonomis tersebut. Dari segi internal, internalisasi panggilan hidup sebagai guru dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang menekuni profesi ini. Permasalahan ini akan dapat diperbaiki apabila guru PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya di tengah perubahaan masyarakat dewasa ini. Pada hakikatnya hal menyadari panggilan untuk menjadi guru agama Katolik tidak hanya dialami oleh mahasiswa IPPAK-USD saja, demikian juga dengan nabi Elia yang sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara dengan malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak ayah-ibunya untuk menemui seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan Elia seorang nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang ”mengagungkan sabda Tuhan”. Setelah menemui imam tersebut orang tua Elia melarang Elia untuk menceritakan kepada siapapun segala yang telah dilihat dan didengarnya. Sebenarnya Elia hanya berkomunikasi dengan malaikat pelindungnya, dan suarasuara itupun hanya menyangkut kehidupannya sendiri walaupun dia juga mendapatkan penglihatan-penglihatan yang tidak dipahaminya. Karena larangan dari orang tuanyalah maka suara-suara dan penglihatannya itu semakin jarang dialaminya. Setelah dewasa Elia membuka bengkel tukang kayu dari uang yang dipinjamkan dari orang tuanya (Coelho, 2011: 20-21). Panggilan yang diterima oleh nabi Elia tidaklah mudah untuk langsung diterima oleh nabi Elia sendiri, karena saat nabi Elia sudah dewasa dia menganggap dirinya sebagai orang biasa dan mempunyai pekerjaan sebagai tukang kayu di bengkelnya sendiri. Namun panggilan nabi Elia tidak berhenti begitu saja. Saat nabi Elia sedang bekerja tiba-tiba mendengar suara yang berbicara serentak dari segala penjuru “Kemudian datanglah firman Tuhan kepadanya: katakan pada Ahab, demi Tuhan yang hidup, Allah Israel yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4 kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuai kalau kukatakan”. Peristiwa yang dialami oleh nabi Elia pada saat itu disebabkan oleh kekacuan yang terjadi di Israel, karena pada saat itu raja Ahab setelah menikah dengan Izebel putri dari Tirus dan Izebel meminta raja Ahab untuk mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon (Coelho, 2011: 22-25). Setelah mendengar suara-suara dan penglihatan, nabi Elia berusaha menemui raja Ahab untuk memberitahu bahwa akan terjadi kekeringan di seluruh negeri, sampai seluruh bangsa itu berhenti menyembah dewa-dewa Fenisia. Raja Ahab tidak memperdulikan perkataan nabi Elia, tetapi Izebel yang duduk di samping Ahab mendengarkan ucapan-ucapan nabi Elia dengan penuh perhatian dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan. Pada keesokan harinya nabi Elia menemui raja Ahab dan menceritakan akan penglihatanya. Nabi Elia pagi-pagi benar dibangunkan oleh orang Lewi agar bersembunyi, karena Izebel telah menyakinkan raja Ahab bahwa para nabi merupakan ancaman bagi perkembangan dan perluasan Israel. Maka raja Ahab memerintahkan agar para prajurit menghukum mati semua nabi yang tidak mau meninggalkan tugas suci yang telah diperintakan oleh Tuhan. Namun kepada nabi Elia tidak diberikan pilihan dia harus dibunuh, maka dari itu nabi Elia dan orang Lewi berusaha untuk tetap bersembunyi (Coelho, 2011: 26-28). Kisah yang dialami nabi Elia, menggambarkan bagaimana nabi Elia tetap setia dalam panggilan menjadi seorang nabi. Nabi Elia dalam menjalankan panggilan mendapat banyak sekali pencobaan, mulai dari pengejaran oleh Ratu Izebel, merasa gagal dalam mempertobatkan umat Israel dan raja Ahab dan Ia PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5 mengira kerja kerasnya selama ini hanyalah suatu kegagalan besar dan hanya tinggal dia sendiri yang bersujud kepada Tuhan. Tugas yang dilaksanakan oleh nabi Elia sangat berat, namun kesetian nabi Elia terhadap Tuhan menyebabkan dirinya tidak takut untuk menjalankan tugasnya meskipun dirinya merasa terancam oleh orang-orang yang tidak suka akan apa yang telah dilakukan. Berdasarkan kenyataan yang ada penulis mencoba menjawab dengan memberikan sumbangan dalam bentuk gagasan atau pemikiran sebagai suatu alternatif keterlibatan dalam memantapkan sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi sebagai berikut: BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi fokus pembahasan skripsi ini. Berikut ini adalah beberapa permasalahan tersebut: 1. Apa yang dimaksud panggilan menurut novel The Fifth Mountain ? 2. Bagaimanakah dinamika menentukan pilihan jalan hidup yang dilakukan oleh Nabi Elia menurut novel The Fifth Mountain ? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3. 6 Bagaimanakah mempergunakan kisah hidup Nabi Elia menurut buku The Fifth Mountain dalam pendampingan pemilihan jalan hidup bagi calon Guru Agama Katolik? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk memahami makna panggilan menurut novel The Fifth Mountain. 2. Menggali nilai-nilai panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain. 3. Memaparkan usaha memantapkan panggilan menjadi guru agama Katolik berdasarkan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain. 4. Memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. D. Manfaat Penulisan 1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para mahasiswa IPPAK Sanata Dharma dalam panggilan sebagai guru agama Katolik. 2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk persiapan katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas bagi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3. 7 Dapat memperkembangkan penulis dalam proses berpikir, merasa, dan menghayati panggilan menjadi guru agama Katolik. E. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah metode naratif. Narasi memiliki makna pengisahan suatu cerita atau kejadian (Hofmann, 1994: 1). Naratif berarti pola berdasarkan ceritera, rangkaian kalimat yang bersifat narasi atau bersifat menggambarkan kisah panggilan nabi Elia dalam buku The Fifth Mountain karangan Paulo Coelho sebagai usaha memantapkan panggilan mahasiswa IPPAK Sanata Dharma untuk menjadi guru agama Katolik. Dengan menggali nilai-nilai panggilan nabi Elia yang terdapat dalam buku The Fifth Mountain karangan Paulo Coelho, dengan menggunakan bantuan buku-buku sumber, artikel-artikel, serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema karya tulis ini. Dari buku-buku referensi yang dapat mendukung penulisan karya tulis, penulis dapat mengumpulkan data-data ilmiah, lalu mengolahnya menjadi karya ilmiah. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini adalah : Bab I menguraikan pendahuluan yang berisikan tentang : latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8 Bab II menguraikan sekilas tentang siapa Paulo Coelho dan bagaimana pandangannya tentang kisah panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain serta perbandingan isi novel The Fifth Mountain dengan teks Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pesan-pesan panggilan Elia sebagai seorang nabi dalam novel The Fifth Mountain dan kisah nabi Elia dalam Kitab Suci yang dapat dijadikan pegangan dalam mematangkan panggilan sebagai seorang guru agama Katolik. Bab III menguraikan gambaran mengenai bagaimana menjadi Guru Agama Katolik yang profesional, panggilan dan tantangan menjadi Guru Agama Katolik, arti panggilan, tantangan, pengertian guru dan pengertian Guru Agama Katolik. Bab IV menuturkan sumbangan pemikiran dengan merancang persiapan katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas yang dapat digunakan untuk membantu memantapkan panggilan sebagai guru Agama Katolik. Bab V merupakan penutup skripsi, berisikan kesimpulan dan saran. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 BAB II KISAH PANGGILAN NABI ELIA BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI DAN PESAN-PESANNYA A. Siapakah Paulo Coelho? Paulo Coelho lahir di Rio de Jeneiro, Brazil, 24 Agustus 1947. Paulo Coelho berasal dari sebuah keluarga kelas menengah di lingkungan perkotaan. Ayahnya, Pedro adalah seorang arsitek, dan ibunya Lygia adalah seorang ibu rumah tangga. Paulo Coelho juga dikenal dengan nama Paul Rabbit seorang novelis Brasil. Ia merupakan salah satu penulis dengan karya yang paling banyak dibaca di dunia saat ini. Paulo telah menerima sejumlah penghargaan internasional atas karya-karyanya, termasuk Crystal Award dari Forum Ekonomi Dunia. The Alchemist, novelnya yang paling terkenal, telah diterjemahkan ke dalam 67 bahasa. Sang penulis telah menjual 150 juta kopi bukunya di seluruh dunia (wikipedia Paulo Ceolho, 2013: 1). Novel The Alchemist terbit pada tahun 1988, tema sentralnya bertuang pada kalimat yang diucapkan Raja Melkisedek kepada si anak gembala, Santiago, “kalau engkau mendambakan sesuatu, alam semesta bekerja sama membantumu memperolehnya. Novel ini adalah tonggak awal yang akan menempatkan nama Coelho dalam jajaran novelis tingkat dunia. Novel ini, berbeda dengan karyakarya Coelho sebelumnya, merupakan sebuah novel simbolik yang kaya akan bahasa-bahasa metafora. Novel ini merupakan hasil kontemplasi Coelho setelah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 bergulat selama sebelas tahun dengan ilmu alkimia. Novel Sang Alkemis banyak mendapat pengaruh dari Novel Tale of Two Dreamers karya Jorge Luis Borges, seorang sastrawan Brasil kenamaan (wikipedia Sang Alkemis, 2013: 1). Setelah kesuksesan novel Sang Alkemis bukan berarti Coelho berpuas diri. Coelho merupakan seorang penulis produktif yang hampir setiap tahun selalu mengeluarkan karya terbaru baik itu berupa novel asli, novel adaptasi, kumpulan cerita pendek, maupun kumpulan artikel. Karya-karya Coelho lainnya adalah: Brida (1990); O Dom Supremo (The Gift) (1991); As Valkirias (The Valkyries) (1992); Maktub dan Na margem do rio Piedra eu sentei e chorei (Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis) (1994); O Monte Cinco (Gunung Kelima) (1996); Letras do amor de um prophet (Love Letters from a Prophet) dan Manual do guerreiro da luz (The Manual of the Warrior of Light) (1997); Veronika decide morrer (Veronika Memutuskan Mati) dan Palavras essenciais (Essential Words) (1998), O Demônio e a srta Prym (Iblis dan Nona Prym) (2000); Histórias para pais, filhos e netos (Fathers, Sons and Grandsons) (2001); Onze Minutos (Sebelas Menit) (2003); O Gênio e as Rosas (The Genie and the Roses) dan E no sétimo dia (And on the Seventh Day) (2004), O Zahir (Zahir) dan Caminhos Recolhidos (Revived Paths) (2005); Ser como um rio que flui (Like The Flowing River) dan A Bruxa de Portobello (The Witch of Portobello) (2006); Vida: Citacoes selecionadas (Life: Selected Quotations) (2007); O Vencedor esta So (The Winner Stands Alone), O Mago The Wizard (Biografi karya Fernando Morais) (2008) (wikipedia Paulo Coelho, 2013: 1). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 The Fifth Mountain (Gunung Kelima) adalah novel kelima karangan Paulo Coelho yang diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1998 dan dalam bahasa Indonesia pada tahun 2005. Dikisahkan tentang Nabi Elia, seorang nabi yang diajarkan oleh orang-tuanya untuk menolak panggilannya dari Tuhan. Dia terpaksa menuruti panggilannya ketika rajanya, Raja Ahab memperbolehkan istrinya, Ratu Izebel untuk memaksakan rakyat Israel untuk menyembah salah satu dewa berhalanya. Setelah penderitaan berkepanjangan dan di bawah ancaman kematian, Elia meloloskan diri dan diutus Tuhan untuk mencari seorang janda dari Akbar yang akan menerimanya walaupun wanita itu sendiri kesusahan untuk mencari makanan bagi anaknya. Ketika kota itu terancam peperangan, Elia berseru pada Tuhan agar menyelamatkan kota itu dan penduduknya, tapi Tuhan seakan tidak mendengar. Ketika dia meminta Tuhan menyelamatkan perempuan yang dicintainya, Tuhan pun seakan memalingkan muka tak peduli. Segala percobaan ini membuat Elia mempertanyakan kasih dan kemurahan hati Tuhan, dan mendorongnya mengambil keputusan: menentang Tuhan sampai Dia memberikan jawaban. Dari wanita dan putranya inilah Elia belajar untuk mencintai, bertahan dalam rasa kehilangan dan tetap tegar melawan kekuatan tirani yang fanatik (wikipedia Gunung Kelima, 2014: 1). B. Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain” Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan rakyat Israel untuk mengganti kepercayaan dari menyembah Allah dengan kepercayaan dari negeri Fenesia, negeri asal istrinya yang menyembah Baal. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 Sementara seorang pemuda yang bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu tiba-tiba mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu yang didapat memerintahkan Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan, bahwa jika bangsa Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan dilanda kekeringan yang panjang. Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel memerintahkan membunuh seluruh nabi-nabi Israel yang masih menyembah Allah. Namun Elia yang menjadi target utama berhasil lolos ke luar kota atas petunjuk malaikat Allah, Elia menuju kota kecil yang bernama Akbar, yang penduduknya juga menyembah Baal (Coelho, 2011: 15-51). Di kota Akbar Elia juga menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali ke Israel, di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang menguji keyakinannya akan Tuhan. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel yang dicari-cari oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah seorang janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur. Akhirnya Elia menetap sementara di kota Akbar, sambil menunggu perintah Tuhan untuk membawanya kembali ke Israel dan menyelamatkan bangsanya dari penyembahan berhala di bawah kekuasaan Raja Ahab. Setelah bertahun-tahun lamanya Elia bertahan di kota Akbar, Elia dihadapkan dengan peperangan yang akan terjadi di kota Akbar, kota yang begitu indah dan damai. Di siniah Elia dihadapakan dengan pilihan yang begitu sulit, dimana Elia harus bisa membuat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13 kota Akbar tidak mendapat serangan dari para prajurit suruhan Raja Ahab. Penduduk yang mulai tidak suka dengan keberadaan Elia, menganggap Elia sebagai biang masalah yang terjadi di kota Akbar. Dimulai dari meninggalnya anak dari janda yang ditinggali dan kota Akbar yang akan diserang oleh prajurit Raja Ahab. Di tengah kejadian itu, penduduk meminta Gubernur menghukum Elia untuk dihukum mati (Coelho, 2011: 51-73). Akhirnya Elia dengan keberaniannya menemui semua penduduk kota Akbar untuk siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kota Akbar dengan meminta pertolongan kepada Allah agar diberi petunjuk. Setelah lama berdiam menunggu, Elia mendapat suara malaikat Allah yang datang kepadanya agar Elia kembali ke rumah janda tersebut untuk membangkitkan kembali anak janda itu dengan menyebut nama Allah. Apa yang didapat dari malaikat Allah, Elia lakukan bertujuan agar kota Akbar tetap memuliakan nama Allah (Coelho, 2011: 80-87). C. Panggilan Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain” Nabi Elia sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara dengan malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak oleh ayah dan ibunya untuk menemui seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan Elia seorang Nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang “mengagungkan nama sabda Tuhan”. Setelah berjam-jam berbicara dengan Elia, iman itu mengatakan kepada ayah dan ibu Elia bahwa apa pun yang dikatakan anak mereka mesti diperhatikan baik-baik (Coelho, 2011: 20). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 Setelah menemui imam Israel, ayah dan ibu Elia melarang Elia menceritakan pada siapa pun apa yang telah dilihat dan didengarnya. Menjadi nabi berarti memiliki ikatan-ikatan dengan Pemerintah dan ini sangat berbahaya. Sebenarnya hal-hal yang didengar Elia tidaklah menarik bagi para imam ataupun raja-raja. Dia berkomunikasi hanya dengan malaikat pelindungnya, dan nasihat yang didengarnya hanya menyangkut kehidupannya sendiri. Nabi Elia juga sesekali mendapat penglihatan yang tidak dipahaminya. Setelah penglihatanpenglihatan itu lenyap, dia pun berusaha melupakannya secepat mungkin dan mematuhi permintaan ayah dan ibunya (Coelho, 2011: 20-21). Dalam perjalanan waktu setelah nabi Elia tumbuh dewasa, dia mulai jarang mendapatkan suara-suara dan penglihatan-penglihatan yang sering didapat saat masih kecil. Setelah Elia dirasa cukup umur untuk mencari nafkah sendiri, akhirnya ayah dan ibunya meminjamkan uang untuk membuka bengkel tukang kayu (Coelho, 2011: 21). Setelah lama bekerja sebagai tukang kayu, Elia menganggap dirinya orang biasa, pakaiannya pun biasa, seperti orang pada umumnya, dan yang tersiksa hanyalah jiwanya yang dipenuhi ketakutan-ketakutan serta godaan-godaan yang dialami manusia lain pada umumnya. Ketika dia makin tenggelam dalam pekerjaannya di bengkel tukang kayu miliknya, suara-suara itu tidak pernah lagi didengarnya. Percakapan semasa kecil antara dirinya dan imam itu kini tinggal kenangan samar. Elia tidak peraya Allah yang Maha Kuasa harus berbicara dengan manusia agar perintah-perintah-Nya dipatuhi, yang terjadi pada masa kecil itu hanyalah khayalan anak kecil yang tidak punya kegiatan (Coelho, 2011: 22). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 Namun saat Elia mendengar bahwa rajanya yang bernama Ahab menikah dengan Izebel, putri dari Tirus, Elia tidak menganggap penting hal tersebut, karena raja-raja Israel terdahulu juga pernah berbuat demikian, dan hasilnya adalah kedamaian abadi di seluruh negeri, serta hubungan perdagangan yang kian penting dengan Lebanon. Elia tidak telalu peduli bahwa rakyat tetangga itu menyembah dewa-dewa yang tidak jelas atau menjalankan praktek-praktek keagamaan yang aneh. Setelah naik takhta, Izebel meminta pada Ahab agar mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon. Meski merasa marah Elia tetap memuja Allah Israel dan menjalani hukum-hukum Musa (Coelho, 2011: 2324). Kemudian terjadilah peristiwa yang sama sekali tak terduga. Suatu siang, ketika Elia sedang menyelesaikan sebuah meja di bengkelnya, suasana sekelilingnya menjadi gelap dan ribuan cahaya kecil mulai berkelap-kelip di sekitarnya. Salah satu cahaya itu bersinar lebih terang, dan sekonyong-konyong terdengar suara, seolah-olah berbicara serentak dari segala penjuru. Kemudian datanglah firman Tuhan kepadanya “Katakan kepada Ahab, demi Tuhan yang hidup, Allah Israel yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan”. Setelah mendapatkan suara firman Allah, pada esok harinya Elia memutuskan untuk menemui raja Ahab untuk menyampaikan apa yang telah dia dapatkan untuk memperingatkan raja Ahab yang telah meninggalkan Allah (Coelho, 2011: 25-26). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 D. Nabi Elia dalam Kitab Suci Dalam Kitab 1 Raja-raja, dikisahkan munculnya seorang nabi Israel yang menjadi abdi setia Allah ketika Israel mulai menyimpang dari Allah dengan menyembah Baal. Nama nabi itu adalah Elia. Ia berasal dari Tisbe-Gilead. Elia adalah nabi yang dengan gigih berjuang untuk mengembalikan keyakinan dan kesetiaan umat Israel pada Allah. Elia muncul ketika Israel mulai tidak setia kepada Allah setelah Ahab, Raja Israel putra Omri memperistri Izebel, seorang putri Etbaal, raja Sidon yang menyembah Baal (Bdk 1 Raj 16: 29-33). Ahab mulai tidak setia kepada Allah dengan membangun mezbah untuk Baal di samaria. Ahab juga membangun patung Asyera, salah satu dewi orang Sidon (Bdk 1 Raj 16: 32-33). Perbuatan raja Ahab ini menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah Israel lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahulinya (Bdk 1 Raj 16: 33). Lalu Tuhan mengutus nabi Elia untuk menjatuhkan hukuman atas dosa Ahab ini dengan nubuat kekeringan di Israel (Bdk 1 Raj 17: 1). Saat itulah nabi Elia mulai tampil sebagai pembela, sekaligus perantara Allah dalam melawan kekafiran akibat penyembah Baal. Oleh karena peran ini pula, Elia mengalami berbagai macam penderitaan karena harus melawan ancaman dari raja Ahab dan Izebel. Untuk menghindari pengejaran dari para pasukan raja Ahab, Elia mendapatkan firman Tuhan untuk pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan (Bdk 1 Raj 17: 5). Tetapi setalah lama sungai itu menjadi kering, sebab hujan tidak turun di negeri itu. Dengan ada itu Elia mendapat kembali firman Tuhan untuk pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon dan dimintanya Elia untuk berdiam diri, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda untuk memberinya makan (Bdk 1 Raj 17: 8-9). Setelah sampai ke pintu gerbang kota tampaklah seorang janda yang sedang mengumpulkan kayu. Elia menghampirinya dan berseru kepada janda untuk mengambilkan sedikit air dan sepotong roti. Perempuan janda pun berkata tidak ada roti kecuali segenggam tepung dalm tempayan dan sedikit minyak (Bdk 1 Raj 17: 10-12). Janda itu berkata “bahwa dia sekarang sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." Tetapi Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Sesudah itu anak dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai tidak ada nafasnya lagi. Kata perempuan itu kepada Elia: "Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?" (Bdk 1 Raj 17: 12-17). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 Elia yang selalu setia kepada Allah tetapi Elia juga tampak dalam keraguan. Elia mempertanyakan kehendak Tuhan atas kematian anak dari janda di Sarfat (Bdk 1 Raj 17: 20). Kedekatan dengan Allah ini pulalah yang memampukan Elia membuat mukjizat-mukjizat: membangkitkan anak janda Sarfat dari kematian ( Bdk 1 Raj 17: 21), mukjizat di gunung Karmel (Bdk 1 Raj 18: 20-46). Mujizat yang dilakukan oleh nabi Elia agar umat Isarel mengakui bahwa hanya Allah Israel yang membuat mujizat melalui Elia. Ketaatan dan kedekatan dengan Allah ini harus dibayar mahal oleh nabi Elia. Ia harus mengalami berbagai macam penderitaan karena konsekunsinya dari ketaatan dan kedekatannya dengan Allah. Salah satu penderitaan yang dialaminya adalah ancaman pembunuhan dari Ahab dan Izebel hingga ia harus bersembunyi di Sarfat. Elia menjadi orang asing yang terbuang dari negerinya sendiri, Israel. Elia merasa sedih ketika menyaksikan pembunuhan para nabi yang setia kepada Allah oleh Ahab dan Izebel. Bahakan Elia pernah merasa putus asa dan menginginkan mati saja ketika harus lari dari ancaman Izebel (Bdk 1 Raj 19: 4). Meski demikian, Elia tetap setia pada Yahwe, Allah yang telah menyertai perjalanannya. Sosoknya sebagai seorang nabi yang selalu berjuang mengembalikan kesetiaan umat pada Yahwe telah dianggap sebagai pembaharu perjanjian, berjuang di tengah-tengah situasi dimana kekafiran Baalisme merajalela di Israel. Peran yang diemban oleh Elia ini tentu bukanlah sebuah peran yang mudah. Ia diutus Yahwe agar mengingatkan umat Israel yang mulai tidak setia pada Yahwe. Ketidaksetiaan pada Yahwe inilah yang menyebabkan Israel mengalami berbagai kehancuran dan kekalahan dari bangsa lain. Kisah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 tentang Elia sebagai seorang nabi dapat kita temukan dalam Kitab Raja-raja. Elia tidak seperti nabi-nabi yang menuliskan firman Tuhan serta ajaran-ajarannya. Ia muncul dengan singkat sebagai salah satu nabi yang telah berkarya besar yakni memperingatkan raja-raja Israel agar kembali setia kepada Yahwe. Ada beberapa cerita heroik Elia dalam melaksanakan tugasnya sebagai nabi: membangkitkan anak janda yang telah mati (1Raj 17:7-24), Elia di gunung Karmel (1Raj 18:1619), dan nubuat-nubuat yang benar-benar terjadi. Itu semua dialami oleh Elia karena Tuhan Allah begitu mengasihi dirinya. Meski demikian, dari sisi manusiawi Elia, ia pernah mengalami ketakutan yang besar ketika Ahab dan Izebel berusaha membunuh dia (1Raj19:3). Ia juga hampir mengalami putus asa ketika ia sampai di gunung Horeb. `Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya:"cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku" (1 Raj 19:4). Pengalaman ini menggambarkan bahwa biarpun Elia adalah seorang nabi besar, namun rasa tidak berdaya dan kerapuhan pribadinya dalam menjalankan perintah Tuhan sebagai nabi ini seringkali dialaminya secara natural. Ia bahkan sempat tidak yakin akan kemampuannya dalam menjalankan tugasnya sebagai nabi. Hal ini ditegaskan oleh Surat Yakobus 5:17-18: `Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah sungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya'. Kebesaran Elia sebagai salah satu nabi yang berjuang bagi kekudusan Yahwisme PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 ini terpancar hingga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, nama Elia disebut beberapa kali. Pandangan orang Yahudi pada Elia adalah sebagai seorang nabi yang sedang mempersiapkan datangnya Mesias: `Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan' ( Bdk Mal 4:5). Dalam Perjanjian Baru, ia sering dikaitkan dengan Yohanes Pembaptis yang juga mempersiapkan kedatangan Mesias dan juga bersemangat dalam mempertobatkan orang Israel. Posisi inilah yang menjadikan Elia sebagai nabi besar. Namanya dalam Perjanjian Baru antara lain terdapat dalam: Mat 11:14, 16:14, 17:3,17:12, 27:47; Mrk 8:28, 6:15,9:4, 9:13,15:35; Luk 1:17,9:8, 9:30; Yoh 1:21, Rm 11:2 dan Yak 5:17. E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain Refleksi singkat tentang Elia dalam The Fifth Mountain Kisah Elia ini menjadi inspirasi Paulo Coelho dalam menulis novel The Fifth Mountain. Dalam novel tersebut, Paulo Coelho sungguh menggambarkan kisah Elia sebagai seorang manusia biasa yang terpanggil sebagai seorang nabi. Bagaimana Elia juga berjuang seperti manusia-manusia lain dalam menanggapi kehendak Tuhan, dikisahkan dalam novel ini dengan amat hidup. Pergulatan Elia untuk memahami diri sendiri, memahami panggilan hidupnya, hingga memahami realitas hidupnya sesuai kehendak Tuhan sungguh tampak nyata dalam novel tersebut. Dari Novel The Fifth Mountain, ada beberapa hal tentang hidup nabi Elia yang dapat kita petik sebagai bahan refleksi hidup panggilan kita. Hal-hal berikut PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 adalah beberapa pesan menarik yang dapat saya simpulkan: Keberanian untuk menerima dan menghayati panggilan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan akan memunculkan banyak mukjizat (Coelho, 2011: 26). Panggilan istimewa sebagai nabi tidak menjadikan Elia merasa mampu segala-galanya tetapi justru merasa menjadi orang yang sangat biasa. Ia begitu rendah hati dengan panggilan yang disandangnya sebagai nabi (Coelho, 2011: 79, 181). Meski ia tidak bisa memahami panggilan khususnya sebagai nabi, Elia tetap taat mendengarkan firman Tuhan dan menjalankan firman itu. Ia tidak lari kepada Baal tetapi justru menantang Tuhan dengan berjuang keras memahami kehendak-Nya (Coelho, 2011: 267-268, 286, 294). Elia selalu dapat melihat kebaikan Tuhan. Ia seorang yang penuh harapan (Coelho, 2011: 312). Elia adalah seorang yang reflektif dan penuh cinta. Ini tampak dalam permemungan-permenungan pribadinya tentang panggilan, karya dan cintanya kepada orang lain, termasuk kepada janda di Sarfat itu. Dari kata-kata anak laki-laki yang diajak Elia untuk mendaki Gunung Kelima dapat dijadikan sebagai bahan permenungan hidup "Di dunia sekitar kita. Kalau engkau memperhatikan apa-apa yang terjadi dalam hidupmu, setiap hari akan kautemukan dimana Dia menyembunyikan Sabda-sabda dan Kehendak-Nya. Cobalah melakukan perintah-Nya : Untuk itulah engkau diberi kehidupan di dunia ini" "Kalau kutemukan, akan kutuliskan sabda-sabda itu pada lempenganlempengan tanah liat" "Lakukanlah. Tapi terutama tuliskanlah semuanya itu di dalam hatimu; di sana sabda-sabda itu tidak bisa dibakar atau dihancurkan, dan kau kan membawanya bersamamu ke mana pun engkau pergi" (Coelho, 2011: 307). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 BAB III PANGGILAN DAN TANTANGAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL Bab ini akan berbicara mengenai panggilan dan tantangan menjadi guru agama Katolik yang profesional. Pada bab sebelumnya telah dibahas bagaimana nabi Elia yang sejak kecil sudah mendapatkan suara-suara dan penglihatan, merupakan panggilan yang secara tidak dia sadari bahwa Elia dipanggil oleh Allah untuk menjadi seorang nabi. Panggilan yang diterima oleh Elia untuk menjadi seorang nabi tidak atas kehendak dirinya sendiri, tetapi Allah sendiri yang menghendaki dan Elia dengan kesetiaannya kepada Allah tetap melaksanakan panggilan yang dia dapat dengan ketulusannya dalam melayani Allah. Serta dengan keberaniannya Elia dapat melewati tantangan-tantangan yang dia dapat saat melaksanakan tugasnya menjadi seorang Nabi. Dalam menanggapi panggilan dan tantangan yang ada, diharapkan nabi Elia dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk menanggapi panggilan untuk menjadi guru agama Katolik yang profesional, serta mempunyai kekuatan dalam menghadapi tantangan untuk menjadi guru agama Katolik yang profesional. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 A. Panggilan dan Tantangan 1. Panggilan Panggilan artinya seorang yang dipanggil dan tujuan mengapa orang dipanggil. Yang memanggil ialah Allah sendiri, yang dipanggil ialah manusia. Isi panggilan sendiri ialah mengundang supaya manusia menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah. Akan tetapi Allah itu Roh, Allah tidak akan bisa dilihat dengan mata dan firman-Nya tidak akan bisa kita dengar secara langsung oleh telinga kita. Panggilan Allah dapat kita dengar di seluruh dunia melalui Gereja (Gabriel, 1962: 5). Panggilan sebagai seorang beriman berarti bahwa setiap pribadi dipanggil menjadi pengikut Kristus. Atas dasar pembaptisan setiap orang kristiani dipanggil menjadi murid-murid Kristus. Menjadi murid Kristus berarti setiap orang diundang untuk bersatu dengan Dia, mengikuti cara hidup-Nya dan melaksanakan apa yang menjadi tugas pewartaan-Nya. Berkat sakramen Baptis, manusia diangkat menjadi anak-anak Allah dan dirahmati sekaligus dipanggil untuk mengambil bagian didalam tugas pengutusan Yesus Kristus membangun kerajaan Allah. Panggilan dapat ditanggapi dengan meneguhkan, mengasihi, menyemangati, memperhatikan, mendampingi dan membantu hidup peserta didik yang dipercayakan kepada pengabdian kita (Heryatno, 2008: 91). Panggilan merupakan peristiwa mukjizat dan misteri yang hanya dapat diketahui oleh Allah sendiri. Seseorang hanya dapat mengenal dampak-dampak dalam jiwa yang sesuai dengan dimensi jiwa yang disapa oleh Allah. Waktu pertama Allah menyapa pada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 dimensi mistik manusia, kesatuan dengan Allah sehingga berdampak partisipasi tanpa hambatan dan tak terelakkan pada hidup. 2. Tantangan Penulis sendiri mengartikan tantangan sebagai keadaan dimana kita dihadapkan dengan situasi yang sulit namun kita juga harus tetap bertahan untuk menghadapi masalah tersebut agar dapat menghadapi masalah tersebut dengan lancar. Dengan adanya tantangan, dapat membuat orang belajar untuk menghadapi segala permasalahan yang ada di sekitar kita. Seperti halnya untuk menjadi seorang guru Agama Katolik, akan mengalami tantangan yang datang dari faktor internal sendiri maupun dari ekternal. Dari faktor internal sendiri, seorang guru Agama Katolik belum menemukan panggilan hidup sebagai guru dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang menekuni profesi ini. Karena beranggapan menjadi guru Agama Katolik adalah pilihan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Permasalahan ini akan dapat diperbaiki apabila guru berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya menjadi guru Agama Katolik di tengah perubahaan masyarakat dewasa ini yang semakin modern. Dari faktor eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang menempatkan profesi guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah profesi guru dipandang sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis. Akibatnya banyak orang muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah terlanjur di dalamnya akan terpengaruh oleh mentalitas ekonomis tersebut. Bukan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 hanya masalah ekonomis tetapi juga dari segi birokrasi pemerintahan yang selalu menomorduakan profesi guru Agama katolik untuk mendapatkan tempat yang sama dengan mata pelajaran yang bersifat umum (pengangkatan menjadi PNS) (Noviana Tri Lestari, 2012). Berbagai tantangan yang dihadapi guru saat ini adalah : 1) Guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. 2) Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis. Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Biar bagaimanapun juga profesi guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila profesi ini lebih diperhatikan, terlebih kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurang kemudian kreativitas guru menjadi mati. Banyak contoh lain dari kehidupan guru PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang kembali pada mentalitas kita. 3) Ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Seorang guru sudah seyogyanya yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin. 4) Tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian para siswa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia. 5) Guru belum mampu menguasai kurikulum yang lama, namun muncullah kurikulum yang baru; dengan berkembangnya teknologi yang semakin maju (Rindi Antika Sari, 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 B. Guru Agama Katolik yang Profesional Setiap orang yang ada di bumi ini yang ingin berkembang pastilah membutuhkan bantuan guru. Mereka yang ingin berkembang itu mungkin tidak sadar bahwa mereka membutuhkan jasa guru, baik yang melalui pendidikan formal maupun yang tidak melalui pendidikan formal. Sejak manusia bergaul telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu untuk mempengaruhi orang-orang lain dalam pergaulan mereka, untuk kepentingan kemajuan orang yang bersangkutan (Sumadi, 1990: 1). Usaha untuk mempengaruhi juga berlaku dan terjadi di dalam Gereja dalam menyampaikan nilai-nilai Kerajaan Allah seperti yang dilakukan oleh Yesus, para rasul juga para pengganti rasul dan orang lain yang mengemban tugas menyampaikan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tugas menyampaikan nilai Kerajaan Allah dilakukan oleh banyak orang. Pewartaan tentang Kerajaan Allah merupakan suatu tugas yang dipandang sangat penting oleh Gereja (CT, art. 1). Salah satu pihak yang melakukan hal itu adalah para guru agama yang sebenarnya mempunyai tugas di sekolah namun juga sering diminta terlibat di paroki. 1. Guru Guru menurut penulis adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri atau pun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia. Dalam pandangan masyarakat, guru kita berubah dari waktu ke waktu. Perubahan itu dipengaruhi oleh perubahan aspirasi masyarakat terhadap jabatan guru, karena adanya perubahan persyaratan jabatan guru sebagai dampak berkembangnya ilmu dan teknologi dan juga pengalaman terhadap kerja para guru yang telah berkarya. Pandangan klasik tentang guru adalah guru itu perlu “digugu” dan “ditiru”. Hal ini mengandaikan bahwa pribadi guru tidak mempunyai cela atau kelemahan. Pandangan ini tidak sesuai dengan kenyataan, sebab setiap guru adalah juga manusia yang tidak terbebas dari adanya kelemahan dan kekurangan. Memang seorang guru tetap dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang-orang disekitarnya, namun kita perlu realistis untuk menyikapi. Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, tuntutan terhadap guru lebih banyak lagi. Masyarakat sudah semakin maju, dalam berkarya lebih menonjolkan rasionalitas, sehingga menuntut dalam segala hal mempertimbangkan keefisiensian, menuntut disiplin sosial, dan juga berorientasi pada mutu. Harapan terhadap guru bahwa bila guru bermutu, maka semakin PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29 besarlah sumbangannya bagi perkembangan diri siswa dan perkembangan masyarakat pada umumnya. Karena itu pulalah berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, masyarakat mununtut pula peningkatan kualitas guru. Guru tidak bisa berhenti pada apa yang sudah ia miliki, akan tetapi guru harus terus belajar mengembangkan dirinya sehingga dapat mengimbangi kemajuan zaman dan dapat menjawab kebutuhan siswa sesuai dengan zamannya. Guru merupakan salah satu unsur dalam proses belajar mengajar (Riduwan, 2004: 19). Guru memiliki multi peran, yakni mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa-siswi untuk mencapi tujuan. Guru sebagai orang yang siap dicaci maki dan dibenci, namun tidak pernah membalasnya. Guru adalah orang yang rela berkorban untuk anak didik dan masyarakat lingkungannya. Guru adalah pelopor perubahan masyarakat dengan tanpa membawa implikasi negatif. Guru merupakan sosok orang yang ingin tahu pada semua hal untuk disampaikan pada siswanya. Guru adalah bentuk manusia yang tidak bangga ketika disanjung dan tidak sedih ketika dicaci. Guru adalah pribadi insan moderat, tidak ambisius, tanpa pamrih, tidak cepat tersinggung, tidak suka marah, tidal lekas benci, tidak pernah putus asa, dan tidak sulit memaafkan anak didiknya. Guru adalah sosok orang yang mempunyai ilmu pengetahuan lebih bila dibanding orang lain (Thoifuri, 2008:145-146) . Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Guru dalam pandangan masyarakat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30 adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal. Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan siswa dan mitra siswa dalam kebaikan. guru yang ideal adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati nurani. Berdasarkan uraian-uraian di atas, yang dimaksud dengan guru adalah seorang pendidik yang memiliki aneka kemampuan dalam bidang pendidikan baik menyangkut kompetensi profesional, sosial dan kompetensi kepribadian. Seorang guru membuat persiapan sebelum mengajar, menerangkan dengan jelas, riang, gembira, humoris, disiplin, bersahabat, perhatian, tegas, menguasai kelas, hormat pada siswa, sabar, tidak membeda-bedakan siswa, dan mampu membangkitkan semanga belajar pada siswa. 2. Guru Agama Katolik Guru menurut penulis yakni seseorang yang memilih untuk mengabdikan diri guna mencerdaskan bangsa dan negara, baik itu yang benar-benar memilih jalur di fakultas pendidikan maupun orang-orang yang dengan tulus hati memberikan waktu, tenaga dan pikirannya demi membantu masyarakat di sekitar dalam berbagai pembelajaran dan keahlian (menjahit, memasak, membatik, dll). Guru sebagai pendidik profesional di sekolah, guru yang bermutu mampu berperan sebagai pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga di antara sesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung serta penyebar nilai-nilai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31 luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi siswa serta lingkungan sosialnya, dan secara lebih mendasar guru yang bermutu tersebut juga giat mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam berkarya dan dalam pengabdian sosialnya. Guru tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan atau tujuan pendidikan yang dipertunjukkan bagi siswa. Guru adalah pelajar seumur hidup (Samana, 1994: 13-15). Guru Agama Katolik adalah seseorang yang mempunyai pekerjaan utama sebagai pengajar yang mengajarkan hal yang berhubungan dengan Agama Katolik. Guru tidak hanya menyampaikan tentang pengetahuan agama saja melainkan bertugas juga sebagai saksi murid Kristus di lingkungan sekolah dan di masyarakat. Bisa dikatakan bahwa Guru Agama Katolik adalah seorang yang bertugas membina iman murid di sekolah sekaligus kegiatan ini sebagai sumber mata pencahariannya. Seorang pembina iman harus memiliki beberapa syarat yang mutlak, yaitu: pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman iman yang memadai dan mampu mengkomunikasikan imannya kepada murid-muridnya atau orang yang dijumpainya (Setyakarjana, 1997:69). Guru Agama Katolik selain harus memiliki syarat-syarat tersebut, juga harus memiliki sikap yang kokoh. Sikap ini penting karena guru agama sering disebut sebagai teladan. Sikap yang dimiliki seorang guru agama bisa diteladan oleh murid maupun orang-orang yang selalu berjumpa di lingkungan sekolah (Setyakarjana, 1997:71). Guru Agama Katolik harus mempunyai sikap Kristosentris. Karena Guru Agama Katolik merupakan salah satu kelompok awam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 yang mempunyai tugas dalam dunia pendidikan. Menurut Apostolicam Actuositatem dikatakan, “Mereka menjalankan kerasulan dengan kegiatan mereka untuk mewartakan Injil demi penyucian sesama” (AA, art.2). Orang yang mempunyai tugas untuk menyucikan sesama maka iapun menyucikan diri. Untuk pelaksanakan penyucian, Guru Agama Katolik memiliki kedekatan dengan Yesus Kristus. Guru hendaknya secara terus menerus mendalami kehidupannya dan pembinaan dirinya selalu dalam terang Yesus Kristus yang termuat dalam Kitab Suci (DV, art. 25). Nilai-nilai Injili perlu menyatu dalam hidup pribadi seorang guru. Nilai-nilai inilah yang akan dihayati dalam hidupnya dan akan diteladani oleh para murid-muridnya. Guru yang selalu berpegang pada Yesus Kristus akan selalu mengusahakan agar dirinya semakin mengenal Yesus (Sidjabat, 1994:36). Sesuai dengan Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis Dei Verbum (DV, art. 25) dikatakan bahwa, “ sebagai diakon atau katekis yang secara sah menunaikan pelayanan sabda perlu berpegang teguh pada alkitab”. Keseriusan dan ketekunan untuk mencintai Kitab Suci akan sangat memungkinkan seorang pewarta (Guru Agama Katolik) semakin mengenal Yesus. Jelas bahwa untuk bisa mengenal Yesus Kristus, haruslah mengenal dan mencintai Kitab Suci. Kitab Suci sebagai sumber inspirasi dalam menjalani hidup. Guru Agama Katolik merupakan suatu anugerah atau sebagai panggilanNya untuk secara lebih utuh menjadi murid-muridNya dan untuk mengaktualisasi seluruh potensi hidup kita sehingga berdasar rahmatNya para peserta didik yang kita layani serta hidup kita terus maju berkembang mencapai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI kepenuhannya, berdasar karya Allah kita bersama-sama 33 mengusahakan kepenuhan dan kelimpahan hidup (Heryatno, 2008: 91). Guru Agama Katolik dipanggil untuk meneladani semangat dan sikap Yesus di dalam tugas pelayanan. Dengan semangat itu para guru membantu peserta didik agar senantiasa berkembang sesuai dengan ajaran Allah. Guru agama Katolik mempunyai tugas membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan iman, untuk tujuan itu pengajaran agama memberian pengetahuan yang lebih fundamental perihal misteri iman, menolong peserta didik merasakan keagungan misteri iman, dan menolong mereka menghayati serta mengamalkan imannya dalam hidup sehari-hari (Marinus, 1999: 111). Guru Agama Katolik adalah awam yang terlibat untuk ambil bagian dalam tugas kenabian Yesus Kristus yang hidup di tengah masyarakat dan terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat. Yang menjadi misi Guru Agama Katolik adalah mewartakan kabar gembira dan menyampaikan ajaran Katolik yang berpusat pada pribadi Yesus Kristus, khususnya di sekolah dan berjuang agar warta keselamatan ilahi dipahami dan dihayati oleh anak didik demi pengembangan imannya (Bimas Katolik Jatim, 2011: 1). 3. Profesional Profesional berasal dari kata profesi, yakni pekerjaan yang mensyaratkan pelatihan dan penguasaan pengetahuan tertentu dan biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik dan proses sertifikasi serta izin atau lisensi resmi. Istilah profesi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34 juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karakteristik adanya praktik yang ditunjang dengan teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku, dan punya otonomi yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya (Alma, 2010: 133). Berbicara mengenai profesional jelas ada kaitannya dengan profesi. Sedangkan menurut Campbell dalam bukunya yang berjudul Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral: Hakikat yang sesungguhnya dari profesionalitas tidaklah jelas. Istilah „profesi‟ pada mulanya digunakan dalam konteks hidup iman, yaitu „professus‟ (bhs. Latin): mengakui iman secara terbuka di hadapan publik. Namun istilah „profesi‟ sudah mengalami perubahaan makna sejalan dengan perkembangan zaman (1994: 23). Meskipun pada awalnya, istilah “profesi” tidak begitu jelas sebagaimana diketahui Campbell, tetapi ia mengakui juga bahwa istilah tersebut mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan zaman. Kalau dulu istilah “profesi” digunakan untuk membedakan tugas religius dengan tugas sekular, sekarang istilah “profesi” digunakan untuk membedakan kelas-sosial. Dalam hal ini kelas-sosial dipahami secara luas. Maka dari pengertian di atas kita menangkap bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut keahlian dan dilakukan secara terbuka di hadapan umum. Keahlian ini diperoleh entah melalui pendidikan formal ataupun keahlian karena pembiasaan. Kuntjara dalam artikelnya yang berjudul Profesionalisme Kerja Guru Perlu Segera Dimantapkan, yang dikutip dari pendapat P. Siegart menyebutkan: Ada tiga sikap dasar bagi individu dan masyarakat untuk dapat menjadi profesional. Ketiga sikap dasar itu adalah: adanya keseimbangan antara sikap altruistik dengan sikap non-altruistik dalam diri individu maupun masyarakat; adanya penonjolan kepentingan luhur dalam praktek kerja keseharian; dan munculnya siap solider antara teman seprofesi (1998; 29). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 Dari pengertian di atas profesionalitas adalah: adanya kapasitas keahlihan yang bersumber pada ilmu pengetahuan, perilaku atau tindakan yang didasari oleh iman akan Allah di muka umum dan juga adanya pelayanan atau pengabdian yang tulus terhadap individu maupun masyarakat luas. 4. Guru yang Profesional Dalam bahasa sehari-hari seorang guru disebut perfesional bila mampu menjadikan peserta didik seperti yang telah dicita-citakan; bila orang sungguh merasakan dan mengalami suatu yang berarti, yang bermakna dalam hidupnya berkat tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh si guru dan bila guru berkompetensi dalam tugasnya. Di bawah ini kita akan melihat dua hal sebagai bagian dari profesioanalitas keguruan. a. Guru adalah Jabatan Profesional Guru adalah jabatan yang tergolong profesional karena memenuhi ketiga macam persyaratan yang telah ditentukan, seperti memerlukan persiapan atau pendidikan khusus, memiliki kecakapan untuk memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang dan mendapat pengakuan dari masyarakat atau pemerintah. Oleh karena itu seorang guru dalam seluruh waktunya diharapkan untuk mengemban profesinya itu sambil terus maju untuk mengembangkan dan meningkatkannya. Jabatan guru yang bersifat profesional itu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 menuntut peningkatan kecakapan keguruannya untuk selalu ditumbuhkan dan diperkembangkan. Samana dalam buku Profesionalisme Keguruan, mengatakan bahwa jabatan profesional perlu dibedakan dari jenis pekerjaan yang dapat dipenuhi lewat pembiasaan melakukan keterampilan tertentu. Sebab seorang pekerja profesional dituntut “menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta memperkembangkan mutu karya” (Samana, 1994: 27). b. Kompetensi Seorang Guru Jabatan guru yang dikenakan oleh para pendidik (para guru) yang tergolong jabatan profesional dituntut menguasai kompetesi keguruannya, berkualitas mandiri, dan selalu giat belajar berkesinambungan untuk menyempurnakan diri dan karyanya. Seorang disebut kompeten dalam bidang tertentu bila ia menguasai kecakapan kerja selaras dengan tuntutan keahliannya. Kadar kompetensi tidak hanya menunjukkan kuantitas kerja tetapi sekaligus menunjukan kualitas kerja itu sendiri. Kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Samana, 1994: 53). Hal ini menunjukan bahwa seluruh kehidupan guru sungguh mempunyai peranan penting, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah atau dalam masyarakat pada umumnya. Dikatakan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan modal dasar bagi guru dalam menjalankan tugas keguruannya secara profesional, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37 karena kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan pengkhususan komunikasi personal antara pendidik dan peserta didik. Dalam komunikasi itu tentu dituntut kematangan dari setiap pribadi. Konkretnya pendidik (guru) dituntut lebih dewasa daripada peserta didik. Hamalik (2001: 117-118) menguraikan bahwa jabatan guru dikenal sebagai suatu pekerjaan profesional, artinya jabatan yang memerlukan keahlian khusus. Seorang guru yang profesional harus menguasai betul tentang seluk-beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru sebagai pekerja yang profesional antara lain: (1) harus memiliki bakat sebagai guru; (2) harus memiliki keahlian sebagai guru; (3) memiliki kepribadian yang baik dan terintergrasi; (4) memiliki mental yang sehat; (5) berbadan sehat; (6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas; (7) guru adalah berjiwa pancasila; (8) guru adalah seorang warga yang baik. Dari uraian di atas yang dimaksud dengan guru yang profesional adalah guru yang mempunyai keahlian yang dimiliki dalam melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Guru yang mampu memberi teladan kepada para siswa dalam kehidupan sehari-hari, sebagai sahabat, disiplin, sehat jiwa dan raga, dan mampu memberikan yang terbaik bagi siswanya. C. Panggilan sebagai Guru Agama Katolik yang Profesional Panggilan merupakan suatu mukjiat dan misteri yang hanya diketahui oleh Allah sendiri. Manusia hanya dapat mengenal dampak-dampak dalam jiwa yang nantinya jiwa itu akan disapa oleh Allah sendiri. Panggilan sebagai rahmat yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38 dicurahkan dan dampaknya akan dirasakan, seperti adanya ketertarikan, keinginan dan hiburan atau daya dorong untuk memeluk panggilannya (Darminta, 2006: 2223). Guru itu perlu “digugu” dan “ditiru”. Hal ini mengandaikan bahwa pribadi guru tidak mempunyai cela atau kelemahan. Pandangan ini tidak sesuai dengan kenyataan, sebab setiap guru adalah juga manusia yang tidak terbebas dari adanya kelemahan dan kekurangan. Memang seorang guru tetap dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang-orang disekitarnya. Guru yang bersifat profesional diharap mampu berperan sebagai agen perubahan melalui jalur pendidikan dan guru yang mampu sebagai fasilitator belajar siswa serta mampu bertanggung jawab secara profesioanal untuk kecakapan keguruannya baik yang menyangkut dasar keilmuan maupun sikap keguruannya (Samana, 1994: 25-26). Guru agama yang dipercaya mempunyai tugas langsung sebagai pendidik dan pendamping anak bidang moral dan keagamaan di sekolah mempunyai tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab yang berat memerlukan tenaga profersional. Profesionalisme jelas tidak hanya dimiliki oleh pekerjaan guru. Profesionalisme jangan dilihat dari sudut pembayaran hasil pekerjaan atau pelayanan yang dipercayakan kepadanya. Profesionalisme hendaknya dilihat dari sudut keandalannya dalam pelayanan serta layanan yang diakui, dihargai oleh masyarakat (Sidjabat, 1994: 32-33). Profesionalisme ditentukan oleh layanan yang terjadi. Jelas bahwa untuk melihat pelayanan itu dinilai sudah dilakukan secara profesional atau belum harus dilihat dari si pemberi dan penerima layanan. Oleh karena itu, untuk mengetahui PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 sampai sejauh mana guru agama telah menjalankan tugas sebagai guru maka perlu juga dilihat dari guru agama dalam memberikan layanan dan penerima layanan (murid) dalam menanggapi layanan guru. 1. Pelayanan Guru Agama Profesionalisme seorang guru agama bisa dilihat dari bagaimana seorang guru menguasai betul apa yang dilakukan. Penguasaan ini meliputi pengetahuan guru, pemahaman dan penghayatan seorang guru terhadap nilai yang akan diberikan. Guru yang ingin menguasai pengetahuan secara menyeluruh perlu secara terus menerus terbuka terhadap sesuatu yang baru. Guru harus memiliki prinsip dan mengembangkan prinsip atau teori mengenai profesi keguruannya (Sidjabat, 1994: 32). Hal itu berlaku juga bagi seorang guru agama. Cara pengembangan prinsip ini bisa dengan berbagai cara misalnya dengan belajar sendiri, mereflesikan pengalaman kerja, diskusi dengan saudara seprofesi, maupun melalui media massa lain baik elektronik maupun non elektronik. Melalui media massa seseorang bisa lebih berkembang pengetahuannya. Guru haruslah selalu menyadari bahwa pengetahuan selalu berkembang dan anak-anak yang dihadapi juga selalu berganti. Kesadaran ini akan membantu guru untuk selalu mengembangkan dirinya (Sidjabat, 1994: 45). Guru yang selalu berkembang akan mampu mengkomunikasikan pengetahuannya dengan penuh percaya diri. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 40 Tanggapan Murid Pelayanan dan pemberian apapun akan mempunyai arti kalau itu bisa diterima oleh pihak yang dituju. Pelayanan di sini berlaku juga apa yang dilakukan oleh guru. Guru mempunyai informasi yang akan diberikan kepada murid karena guru mempunyai peran sebagai transformator. Guru yang telah memiliki pengalaman yang baik haruslah mampu menyampaikan kepada murid dengan baik dan penuh variasi sehingga murid akan dengan senang hati menerima informasi dari guru dengan tidak merasa bosan. Guru tidak bisa begitu saja menyampaikan informasi. Guru harus melihat apa yang dibutuhkan para muridnya. Oleh karena itu guru harus rela berkorban dan menempatkan kepentingan orang lain lebih dahulu (Sidjabat, 1994: 39). Guru yang baik adalah guru yang mampu menyampaikan bahan yang relevan bagi kebutuhan murid (Sidjabat, 1994: 8). Murid yang merasa bahwa apa yang dibutuhkan dan apa yang diharapkan bisa ditemukan pada seorang guru akan mengikuti ajaran guru dengan senang hati tanpa paksaan. Hal ini terjadi ketika guru mengutamakan apa yang dibutuhkan oleh para muridnya. Peristiwa pelayanan yang dilakukan oleh seorang guru kepada seorang murid bisa dikatakan diterima jika ada tanggapan dari para murid. Bentuk ungkapan tanggapan dari para murid bisa bermacam-macam. Ungkapan itu bisa hanya ketertarikan terhadap bahan pelajaran atau juga pertanyaan atas kekurangjelasan bahan pelajaran (Sidjabat, 1994: 10). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41 D. Spiritualitas Pendidik Katolik Spiritualitas pendidik Katolik merupakan spiritualitas bervisi Katolik yang secara nyata diwujudkan dalam tugas dan peran pendidik di tengah masyarakat. Proses dan dinamika pendidikan di sekolah menjadi konteks penghayatan spiritualitas pendidik Katolik. Bervisi Katolik berarti spiritualitas mempunyai akar dalam tradisi iman Katolik. Groome (1998: 426) menyatakan bahwa panggilan menjadi pendidik adalah panggilan yang bersifat eutopis. Groome membedakan kata eutopis dengan utopia yang secara harafiah berarti tidak ada tempat (no place), suatu keadaan ideal yang sulit diraih. Sedangkan Groome memakai kata eutopia (berasal dari kata eu-topos) yang berarti suatu tempat yang sejati, suatu cita-cita yang pantas diperjuangkan. Walaupun menjadi pendidik yang ideal tidak akan pernah terpenuhi oleh siapapun namun visi spiritual dapat memberikan inspirasi bagi setiap pendidik untuk menjadi yang terbaik sebagai seorang pendidik, yakni menjadi seperti bintang-bintang di surga. E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik Pengertian mengenai Guru Agama Katolik telah dibahas pada bagian depan yaitu pada bagian “Guru Agama Katolik”. Berdasarkan pengertian Guru Agama Katolik yang dimaksud adalah guru agama yang mengajar di sekolah berkaitan dengan Agama Katolik. Pembahasan pengertian Guru Agama Katolik mengandung juga tugas yang diemban oleh seorang guru di sekolah. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis Gravissimum Educationis menjelaskan bahwa, tugas guru ini meliputi: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 sebagai pengajar pengetahuan agama, sebagai saksi Kristus, sebagai pembina iman murid di sekolah (GE, art. 7). Tugas-tugas tersebut menjadi tugas pokok seorang guru Agama Katolik di sekolah. Guru yang mengemban tugas-tugas itu baik di sekolah maupun non Katolik perlu dipersiapkan terlebih dahulu (GE, art. 8). Persiapan ini dibutuhkan karena tugas yang diemban itu memang sangat berat. Ketiga tugas itu merupakan cara untuk membantu orang mencapai kesempurnaan seutuhnya. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis Lumen Gentium menjelaskan bahwa Gereja mempunyai pandangan bahwa semua orang dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan dalam cinta kasih (LG, art. 40). Pernyataan Gereja itu adalah sesuatu pernyataan yang berlaku bagi para guru dan sangat penting agar para guru dan para pendidik, yang karena panggilan serta tugas mereka untuk menjalankan bentuk kerasulan awam yang luhur, hendaknya berbekalkan pengetahuan yang diperlukan dan kecakapan untuk mendidik. 1. Pengajar Pengetahuan Agama Katolik Guru yang mempunyai tugas sebagai pengajar dimaksudkan bahwa guru mempunyai peran untuk mentransfer apa yang diketahuinya. Bahan-bahan yang ditransfer bisa berupa keyakinan, dogma-dogma, doktrin yang ditujukan kepada peserta didiknya (Sidjabat, 1994: 7). Guru yang mempunyai tugas ini haruslah menguasai betul apa yang akan diajarkan dan berkompeten dalam bidangnya. Untuk mengetahui sampai sejauh mana murid mampu menerima pelajaran yang diberikan oleh guru ada beberapa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 hal yang menjadi patokan yaitu sampai sejauh mana murid mengetahui pelajarannya, mampu mengulang, serta memahami secara kognitif. Jelas bahwa tugas ini adalah untuk mengembangkan tingkat kecedasan anak didik yang intelektual. Tujuan dari pengajaran mulai dari Sekolah Dasar sampai Universitas jelas bahwa peserta didik dituntut untuk mencapai kematangan intelektual dan emosional. Tugas guru sebagai pengajar agama jelas bahwa ia memenuhi salah satu tujuan pendidikan nasional yakni membantu seorang anak untuk semakin berkembang dalam pengetahuan. Perkembangan pengetahuan penting karena hal ini bisa sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan yang lan yakni emosi dan kepribadian seseorang. Guru bertugas sebagai pengajar karena tuntutan kurikulum pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan selalu ada bidang studi agama. Jelas bahwa dari kurikulum itu dibutuhkan orang yang mempunyai kompetensi di bidang agama termasuk Agama Katolik. Guru Agama Katolik ikut serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keagamaan. Pengetahuan keagamaan penting karena imanpun memerlukan rasional. Iman harus bisa dipertanggungjawabkan. Iman yang tanpa pengetahuan dan pemikiran akan dilaksanakan hanya berdasrkan emosi. Oleh karena itu penting pengetahuan tentang agama kepada siswa. 2. Saksi Kristus Guru Agama Katolik di sekolah-sekolah adalah seorang yang telah menerima baptisan sebagai murid Kristus. Pernyataan ini disampaikan untuk PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 memperjelas bahwa tugas Guru Agama Katolik tidak hanya mengajar, mentransfer apa yang diketahui, namun berdasarkan baptisan mereka bertugas juga sebagai saksi Kristus. Tugas Guru Agama Katolik yang lain adalah sebagai saksi Kristus. Mereka yang telah menerima pembaptisan menerima juga berbagai karunia. Salah satu karunia yag diterima oleh orang itu adalah karunia mengajar. Guru sebagai murid Kristus. Guru Agama Katolik adalah para pengikut Kristus. Oleh karena itu guru harus menjadi murid-Nya, meneladan Yesus dalam bakti-Nya kepada Kerajaan Allah (Barry, 2000: 129). Guru seharusnya selalu meneladan apa yang dicontohkan oleh Sang Guru yakni Yesus Kristus. Yesus sebagai guru memberikan banyak teladan. Teladan-teladan yang diberikan oleh Sang Guru itulah yang layak ditiru oleh para pengikut-Nya. Teladan-teladan Yesus inilah yang seharusnya juga menjadi patokan bagaimana sebagai pengikut Yesus mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Oleh karena itu untuk bisa meneladan Sang Guru maka seorang Guru Agama Katolik seharusnya selalu berusaha semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus (Sidjabat, 1994: 36). Guru tidak hanya tahu siapa Yesus tetapi harus mengetahui bagaimana Yesus menjadi guru yang baik. Guru yang baik adalah seperti Yesus yakni kesesuaian antara yang diajarkan dengan perbuatannya. Yesus yang berbakti kepada Kerajaan Allah juga diikuti dan dijalankan oleh para guru agama. Kesaksian seorang guru agama lebih dilihat dari kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu guru agama seharusnya memiliki konsep diri yang mantap. Konsep diri yang positif dari seorang guru sebagai saksi Kristus meliputi: guru PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 dapat berkembang dalam relasi, menerima diri, mengembangkan diri untuk siap sedia berkorban dan percaya diri (Sidjabat, 1994: 38-39). a. Guru Dapat Berkembang dalam Relasi Manusia sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial mereka saling mengadakan relasi atau hubungan dengan orang-orang lain. Hubungan antara pribadi atau kelompok sering disebut sebagai suatu relasi. Peristiwa mengadakan relasi juga terjadi dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan dua pihak yang saling berkepentingan dalam berelasi adalah guru dan murid. Guru dan murid harus mampu mengadakan relasi sehingga proses pembelajaran terjadi dengan baik. Guru dalam berelasi terutama ditujukan kepada para murid. Seorang guru berusaha agar apapun yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi apa yang dibutuhkan seorang murid. Dasar dari pemenuhan ini adalah kesadaran bahwa “saya selalu dapat memberi kepada orang lain berarti saya tidak mencemaskan diri sendiri” (Barry, 2000: 146). Kebutuhan murid tidak mudah untuk bisa dimengerti kalau murid belum terbuka dengan guru. Oleh karena itu guru harus mempunyai pendirian bahwa ia harus mampu menerima orang lain apa adanya seperti ia menerima dirinya sendiri. Setiap orang mempunyai kelemahan dan kelebihan. Keterbukaan ini memungkinkan guru untuk lebih berkembang dalam relasi (Sidjabat, 1994: 38). Relasi yang baik akan membuat suasana belajar manarik dan menyenangkan. Murid akan mampu menerima diri apa adanya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 Kemampuan berelasi yang diusahakan, dijalankan guru menunjukan bahwa ia penuh dengan kerendahaan diri dan keterbukaan. Guru akan semakin berkembang dalam berelasi tidak hanya dengan para murid tetapi dengan semua orang yang dijumpainya. b. Menerima Diri Setiap pribadi yang ada di dunia ini memiliki kelebihan masing-masing. Kelebihan yang dimiliki oleh satu pribadi belum tentu dimiliki oleh orang lain. Keadaan semacam itu kadang bisa menimbulkan rasa iri dan cemburu. Rasa iri dan cemburu muncul karena pribadi yang bersangkutan merasa bahwa dia kurang dibandingkan dengan orang lain. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pribadi yang bersangkutan sebaiknya mampu diterima dengan baik. Proses penerimaan diri secara penuh bukan merupakan hal yang mudah. Orang akan merasa sulit untuk mengakui keberadaan dirinya lebih-lebih untuk hal-hal yang dipandang negatif. Proses penerimaan diri secara penuh, baik itu segi positif maupun negatif memerlukan kesadaran akan keadaan itu. Kesadaran bahwa apa yang ada pada dirinya adalah yang terbaik karena itu merupakan anugerah Allah (1 Kor 12: 4-6). Proses penerimaan diri tidak hanya berlaku bagi orang awam. Semua orang diharapkan mampu menerima diri. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk bisa menerima diri apa adanya. Guru harus mampu menerima diri baik segi positif maupun negatif yang ada pada dirinya. Kemampuan menerima diri dengan penuh kesadaran akan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 memungkinkan untuk bisa menerima diri dengan penuh kesadaran akan memungkinkan untuk bisa menerima keadaan murid apa adanya. Kemampuan menerima diri menunjukkan bahwa guru memandang murid sebagai manusia yang perlu diutamakan. Guru tidak mengutamakan apa yang menjadi keinginannya. Guru melihat apa yang dibutuhkan murid dan apa yang ada pada dirinya. Kemampuan melihat orang lain dan diri sendiri memungkinkan untuk bisa menerima diri apa adanya. c. Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban Banyak kegiatan yang selalu harus membutuhkan latihan. Latihan yang sebenarnya bertujuan untuk mengembangkan kegiatan yang akan dilakukan. Proses pengembangan ini berlaku bagi seorang guru yang ingin mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Hal ini berlaku juga bagi Guru Agama Katolik. Guru Agama Katolik adalah murid Kristus juga yang harus selalu berlatih mengembangkan diri agar semakin menyerupai Yesus Kristus, sebagai Guru Utama. Salah satu hal yang pasti dalam pengembangan diri seorang guru adalah kemauan untuk berkorban. Yesus sebagai Guru Utama telah memberikan contoh bagaimana berkorban. Wujud dari pengorbanan itu adalah pengorbanan diri, yaitu dengan penyangkalan diri, meninggalkan diri (Quoist, 1980: 20). Berkorban merupakan usaha yang secara manusiawi berat bagi orang yang bersangkutan. Keberatan sebagai pribadi dikarenakan barlawanan dengan sifat manusia. Manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup enak. Kecenderungan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48 ini berlawanan dengan berkorban. Berkorban merupakan pelepasan apa yang menjadi kesenangan. Kesulitan untuk berkorban perlu adanya latihan. Latihan berkorban agar apa yang menjadi kecenderungan untuk menyenangkan diri sendiri berubah dibagikan kepada orang lain. Berkorban itu perlu kerelaan dan kesadaran diri. Oleh karena itu perlu kesiapan diri untuk berkorban. Bentuk pengorbanan ada bermacam-macam. Guru juga harus mempunyai kesiapan untuk berkorban. Guru harus mengutamakan apa yang menjadi kebutuhan murid, bukan kebutuhan pribadi. Guru adalah pelayan. Guru Agama Katolik yang berperan dalam menjalankan karya pelayanan harus berinspirasi dari Yesus Guru utamanya. Yesus sebagai Guru utama para guru akan diteladani dalam segala karya-Nya. Selain itu guru terus mengembangkan inspirasi dalam pelayanan khususnya terhadap para murid. d. Percaya Diri Seseorang dinilai baik atau buruk berdasarkan penampilan dalam kehidupan sehari-hari. Penampilan setiap pribadi tergantung dari letak profesi pribadi yang bersangkutan berada. Masing-masing pribadi mempunyai cara berpenampilan sendiri-sendiri. Namun sebagai seorang guru yang mempunyai tugas sebagai teladan, ia seharusnya bertingkah laku sederhana dan terbuka. keterbukaan seorang guru bisa dijadikan cermin oleh murid. keterbukaan akan membawa guru tampil apa adanaya sesuai dengan kepribadiannya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 Seorang guru yang berfungsi sebagai pendidik juga mempunyai kriteria penampilan. Jelas bahwa kriteria seorang guru adalah selalu berhubungan dengan tingkah laku ini bertujuan untuk semakin mendukung tugas sebagai pembawa nilai. Oleh karena itu seorang guru terutama Guru Agama Katolik seharusnya memiliki sumber inspirasi sebagai pegangan dalam bertingkah laku (Sidjabat, 1994: 40). Kepercayaan diri ini penting untuk menjalankan tugasnya. Oleh karena itu baik kalau guru agama juga memiliki motto yang teinspirasi dari sabda Yesus tentang keterlibatan Yesus dam karyanya. Yesus adalah pokok anggur kita (Yoh 15:5). Dalam karyanya guru mendapat dukungan dari sabda Yesus. Kesadaran bahwa di luar Yesus guru tidak bisa berbuat apa-apa. Yesus sebagai pokok dalam segala yang akan dilakukan. 3. Pembinaan Iman Dalam Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, dijelaskan bahwa Guru sebagai pembina iman dimaksudkan di sini adalah guru yang membina iman Katolik pada anak. Banyak pihak yang mempunyai tugas sebagai pembina suara hati (CT, art. 24). Pembinaan suara hati merupakan sesuatu yang sangat penting bagi Gereja. Hal ini benar-benar diakui oleh Gereja. Semua anggota Gereja harus terlibat dalam tugas pembinaan suara hati. Guru-guru juga mempunyai tugas yang sama yakni sebagai pembina iman (CT, art. 16). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 Proses pembinaan iman yang mempunyai tujuan agar anak semakin dewasa dalam iman adalah dengan cara merasukkan kekuatan Injil ke dalam inti kebudayaan. Inti kebudayaan bisa terdapat pada masyarakat maupun anak-anak. Oleh karena itu dalam menyampaikan sesuatu dengan ungkapan yang relevan (CT, art. 53). Nilai apa yang akan diberikan dan siapa yang dituju. Nilai yang disampaikan haruslah mampu ditangkap dan dicerna oleh si penerima. Pembinaan iman jelas ditujukan kepada semua orang yang memerlukan bantuan. Di sekolah guru mempunyai tugas untuk membantu anak agar anak yang kehidupan berimannya masih kurang mendapat perhatian. Pembinaan iman penting karena anak dituntut untuk berkembang. Tugas demikian juga merupakan tugas dari seorang Guru Agama Katolik. F. Refleksi Pribadi Guru agama Katolik panggilan yang setiap orang belum tentu terpanggil. Bagi saya sendiri panggilan menjadi guru agama Katolik, saya alami saat mulai kuliah di IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Panggilan menjadi guru agama Katolik benar-benar saya rasakan saat saya menerima mata kuliah pembinaan spritualitas dari semester awal hingga akhir. Pembinaan spiritualitas membuat saya benar-benar mengalami perubahan dimana yang tadinya saya masih setengah hati untuk menjadi guru agama Katolik, sampai dengan saya ingin benar-benar menjadi guru agama Katolik. Dengan berjalanya waktu saya mengikuti dinamika perkuliahan di IPPAK Sanata Dharma Yogyakarta sampai dengan saya menyusun tugas akhir untuk lulus PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51 dari IPPAK. Saya mencoba menemukan makna panggilan menjadi guru agama Katolik dengan belajar dari kisah panggilan nabi Elia yang dimana, nabi Elia dipanggil untuk menjadi nabi bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan dari Allah sendiri. Panggilan yang diterima oleh nabi Elia dan pergulatan yang dialami oleh nabi Elia sendiri dalam menanggapi panggilannya sendiri, adanya kesamaan dalam hal pergulatan menanggapi panggilan yang dialami oleh para mahasiswa IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kisah panggilan nabi Elia dapat dijadikan inspirasi bagi para mahasiswa dan bagi diri saya untuk lebih menguatkan panggilan untuk menjadi guru agama Katolik. Panggilan untuk menjadi pewarta kerajaan Allah tidaklah mudah, banyak sekali tantangan yang akan didapat. Dalam menanggapi panggilan menjadi guru agama Katolik, mata kuliah pembinaan spritualitas sangatlah membantu. Dalam pembinaan spiritualitas, kita diajak untuk menemukan sebuah panggilan secara bertahap. Kisah panggilan nabi Elia sangatlah bagus untuk dijadikan inspirasi bagi diri saya dan mahasiswa untuk menguatkan panggilan menjadi guru agama Katolik. Melalui mata kuliah pembinaan spiritualitas, kisah panggilan nabi Elia dapat dijadikan motivasi bagi mahasiswa IPPAK untuk lebih menguatkan panggilan menjadi guru agama Katolik yang profesional. Panggilan yang kita alami bukan atas kehendak diri kita sendiri, melainkan Allah sendiri yang memanggil diri kita untuk menjadi pelayan Allah dan sebagai pewarta kabar gembira bagi semua orang. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52 BAB IV USULAN PROGRAM PERSIAPAN KATEKESE YANG TERINTEGRASI DENGAN PEMBINAAN SPIRITUALITAS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MAHASISWA AKAN PANGGILANNYA SEBAGAI GURU AGAMA KATOLIK Setelah pada bab sebelumnya menguraikan pokok-pokok berharga tentang panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain, serta panggilan dan tantangan menjadi guru agama Katolik yang profesional. Maka pada bab ini penulis menyampaikan usulan program persiapan katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas sebagai upaya meningkatkan kesadaran mahasiswa sebagai guru agama Katolik yang bertolak dari kisah panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain. Pembinaan spiritualitas yang dialami oleh mahasiswa Prodi IPPAK sering kali dialami sebagai peristiwa formal yang belum direfleksikan, sehingga dampak dari pembinaan spiritualitas tidak dirasakan oleh mahasiswa. Di Prodi IPPAK perlu diadakan program katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas, khusunya untuk pembinaan spiritualitas semester IV. Program ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam merefleksikan dan menemukan makna dari pembinaan spiritualitas yang telah diikuti. Oleh karena itu dalam Bab IV ini, penulis mengusulkan program katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas yang meliputi gambaran umum katekese, program PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53 katekese, dan petunjuk pelaksanaan program katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas semester IV. A. Gambaran Umum Katekese 1. Pengertian Katekese Menurut Anjuran Paus Yohanes Peulus II tentang katekese masa kini (Catechesi Tradendae): Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa dalam iman yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen” (CT, art. 18). Dari pengertian menumbuhkembangkan di atas iman bagi katekese merupakan suatu sarana masing-masing orang sesuai dengan keadaannya. Katekese dimaksudkan untuk mengantar para pendengarnya memasuki kepenuhan hidup dalam Kristus. Mengalami kepenuhan dalam Kristus berarti orang hidup seperti Kristus, bersikap, dan berbuat seperti Kristus serta berpikir seperti Kristus. Kristus yang hidup menampakkan dan mewartakan Kabar Gembira Kerajaan Allah bagi setiap orang. kiranya orang Kristen pun berbuat demikian bila telah mengalami kepenuhan hidup dalam Kristus. Dalam terang Konsili Vatikan II juga, yang disesuaikan dengan situasi konkret umat Indonesia, pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia thn. 1980 di Klender (Jawa Barat) menyepakati suatu rumusan katekese yakni “Katekese Umat” yang diartikan sebagai Komunikasi Iman. Rumusan tersebut adalah: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi atau tukar-menukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam ketekese umat tekanan terutama diletakan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan ada perencanaan (Huber, 1981). Semakin jelas bahwa orang yang mengalami kepenuhan dalam Kristus mampu berbagi pengalaman iman, memberi kesaksian iman yang hidup serta mampu membawa kabar gembira bagi setiap orang. Melalui berbagai pengalaman iman, saling membantu, dan meneguhkan satu-sama lain, mereka menunjukan bahwa mereka bisa secara bersama-sama menghayati iman dan akhirnya berkembang dalam iman. Dalam proses itu pula diharapkan mereka semakin beriman pada Kristus dan sekaligus mendatangkan berkat bagi sesamanya. 2. Tujuan Katekese Dalam kehidupan beriman, setiap orang dimungkinkan untuk berkembang dan semakin dewasa dalam imannya. Orang yang berkembang dalam iman adalah orang yang mampu memberi kesaksian tentang imannya akan Kristus dalam hidup di tengah masyarakat. Seperti dikemukakan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae tujuan khas katekese adalah, “Mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan perihidup Kristen Umat beriman, muda maupun tua” (CT, art. 20). Jelaslah bahwa katekese bertujuan untuk mendewasakan iman, memelihara, merawat, dan mempertumbuhkan iman. Katekese membantu orang supaya makin bersatu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 dengan Kristus, sanggup membina hubungan secara personal dengan pribadi Yesus, dengan kata lain hidup dala Yesus. Hubungan personal itu akan menumbuhkan dan mendorong orang beriman untuk mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus, yakni mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Yang berani ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus adalah orang yang tahu persis tugas perutusan Yesus tersebut. Hanya orang yang dewasa dalam ilmanlah yang mampu mengenal dan mewujudkannya. Orang menjadi dewasa dalam iman juga tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses yang bertahap. Bagian dari proses itu adalah adanya pembinaan dan latihan yang terus-menerus. Katekese sebagai salah satu usaha dalam pendewasaan iman tersebut, tidak cukup bila dilakukan hanya sekali saja. Akan tetapi bermanfaatlah bila pertemuan katekese dilakukan terus-menerus sehaingga dari hari ke hari semakin mengalami kepenuhan dalam Kristus. Demikian juga semakin jelas tujuan katekese sebagai komunikasi iman dalam konteks situasi Indonesia dirumuskan oleh PKKI II (1980) seperti di bawah ini: - Dalam terang injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari. Kita bertobat kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan sehari-hari. Kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita. Kita makin bersatu dengan Kristus, makin mengumat, dan makin tegas mewujudkan tugas Gereja. Akhirnya kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Setyakarjana, 1997: 67). Ternyata pengalaman hidup sehari-hari umat mempunyai arti dan makna. Dengan diterangi oleh sabda Allah dalam pertemuan katekese kita dapat semakin meresapi makna pengalaman itu, melalui pengalaman nyata kita dapat menyadari PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56 kehadiran Allah dan kita dapat bertemu dengan Allah yang terus-menerus hadir dan menyapa kita. Menyadari hal itu kita pun berani dan mampu memberi kesaksian hidup dan bahkan berani membantu saudara-saudara yang lain sehingga bersama-sama dapat berkembang dalam iman akan Yesus Kristus. Di sini katekese hendak mengembangkan pemahaman orang beriman terhadap misteri Kristus, menumbuhkan kebanggaan dalam diri orang beriman sebagai orang Kristen, dan sekaligus meneguhkan mereka untuk menghayati iman mereka dalam hidup sehari-hari. Tujuan katekese ini membantu seluruh umat untuk secara bersama-sama menghayati iman dan berkembang bersama-sama pula meski dalam pelaksanannya disesuaikan dengan situasi dan keadaan setempat di Keuskupan masing-masing. Tetapi bahwa arah yang hendak ditempuh oleh katekese sudah jelas. 3. Bentuk-Bentuk Katekese Menurut Direktorium Katekese Umum, bentuk katekese beragam tergantung kebutuhan. Ada katekese untuk anak, katekese untuk orang dewasa, dan juga katekese bagi para katekumen yang mempersiapkan diri menerima baptisan. Dengan demikian pelaksanaan katekese pun sangat bervariasi. Dengan kata lain, katekese dapat dalam bentuk: “sistematik, vokasional, untuk perorangan atau kelompok, teroganisir atau spontan dan lain-lain” (Direktorium 19: 34). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. 57 Sumber Katekese Yang merupakan sumber katekese adalah Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Kedua sumber ini dipahami sebagai wahyu ilahi. Menurut Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Katekese selalu akan menggali isinya dari sumber hidup, yakni sabda Allah, yang disalurkan dalam Tradisi dan Kitab Suci” (CT, art. 27). Kitab Suci dan Tradisi Gereja merupakan harta kekayaan iman Gereja yang harus dipelihara dan diteruskan kepada generasi yang akan datang. Harta kekayaan iman Gereja (Sabda Allah) ini perlu didialogkan terus-menerus agar hidup jemaat diresapi dan dibentuk oleh-Nya dari dalam. Kedua sumber ini juga dipercaya sebagai pembimbing yang mampu mengarahkan jemaat dan membawa jemaat sampai kepada kedewasaan iman. Di samping itu pengalaman hidup jemaat juga merupakan sumber katekese, karena dalam pengalaman nyata sehari-hari Allah mewujudkan kehadiran-Nya. Hal ini perlu disadari sehingga dapat menghayatinya. Dalam penghayatan itu diharapkan jemaat dapat menemukan makna tradisi dalam hidup konkret. B. Pemilihan Model Katekese Mengingat yang akan menjadi peserta adalah calon Guru Agama Katolik atau mahasiswa maka tergolong kelompok orang dewasa, maka pengandaian kita bahwa mereka telah memiliki pengalaman-pengalaman yang cukup banyak. Pengalaman-pengalaman ini dapat menjadi sumber yang subur dan kaya bagi pelaksanaan katekese. Salah satu ciri pendalaman iman orang dewasa adalah sharing pengalaman iman atau tukar pengalaman hidup beriman antar peserta. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 Maka dalam rangka pendampingan ini, penulis memilih katekese dengan pendekatan model Shared Christian Praxis (SCP). Shared Christian Praxis adalah suatu pendekatan katekese yanag menekankan proses “dialogis partisipatif” yakni model yang mengusahakan adanya dialog anatara visi dan tradisi hidup peserta dengan visi dan tradisi kristiani. Model SCP ini cukup sesuai dengan keadaan calon Guru Agama Katolik atau para mahasiswa karena dapat membantu mereka untuk mereflesikan pengalaman hidup mereka (visi hidup peserta) dan mengkonfrontasikannya dengan visi kristiani (Sabda Allah). Dengan demikian lahirlah kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Katekese model SCP memiliki lima langkah penting yang dilaksanakan secara berurutan. Sebelum langkah pertama masih ada juga yang disebut “langkah Nol atau pemusatan aktifitas” dengan tujuan untuk menciptakan situasi pertemuan pertemuan menjadi akrab, hangat dan penuh persaudaraan. Katekese dengan model Shared Christian Praxis (SCP) ini pertama kali diperkenalkan oleh Thomas H. Groome, seorang ahli katekese yang berusaha mencari pendekatan katekese yang handal dan efektif untuk menjawab kebutuhan para katekis dalam membantu umat demi perkembangan iman mereka, yaitu suatu model yang sungguh mempunyai dasar teologis yang kuat, mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan pastoral yang aktual. Model Shared Christian Praxis (SCP) merupakan suatu alternatif katekese model pengalaman hidup. Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif, berawal dari pengalaman iman PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59 dan visi Kristiani (idealitas) supaya muncul pemahaman, sikap dan kesadaran baru (aktualitas) yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Dan pada akhirnya baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Alah (Groome, 1997: 1). Orientasi model ini adalah praksis peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab. Sesuai dengan tiga huruf (S-C-P), model ini memilki tiga komponen yaitu shared, christian, praxis. 1. Shared Istilah shared atau sharing mengandung pengertian komunikasi timbal balik, partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Istilah ini juga merupakan proses katekese yang menekankan unsur dialog partisipatif peserta yang ditandai dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam sharing semua peserta diharapkan untuk ikut aktif, terbuka, siap mendengar dengan hati pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan kebebasan hati (Groome, 1997: 4). Dikatakan pula bahwa sharing berarti berbagi rasa, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain. Ada dua unsur penting yaitu membicarakan dan mendengarkan. Arti dari membicarakan disini adalah lebih pada menyampaikan atau mengungkapkan pengalaman hidup yang didasari oleh sikap keterbukaan, kepercayaan dan kerendahan hati untuk mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan yang nyata dalam dirinya. Sedangkan maksud dari PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 mendengarkan disini adalah berarti mendengar dengan hati yang disharingkan. Mendengarkan berarti juga melibatkan keseluruhan diri sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang disharingkan peserta lainnya (Sumarno Ds., 2012:16-17). 2. Christian Maksud Christian atau kristiani dalam Shared Christian Praxis (SCP) adalah mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau dan relevan untuk kehidupan peserta. Kekayaan iman Kristiani yang ditekankan dalam model ini adalah pengalaman iman tradisi Kristiani sepanjang sejarah dan visinya (Groome. 1997: 2). Tradisi mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup dan sungguh dihidupi. Ini mengungkapkan tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana dalam hidup mereka sebagai realitasiman, tradisi senantiasa mengundang keterlibatan praktis. Tradisi (dengan huruf besar T) dalam Gereja bukan berarti hanya sejarah naratif atau adat istiadat ritual masa lampau saja, tetapi seluruh pengalaman iman umat dalam bentuk apapun yang sudah dibakukan oleh Gereja dalam rangka menanggapi perwahyuan Allah di dunia ini. Orang tidak bisa begitu saja menciptakan Tradisi sendiri. Bahkan dalam Gereja tidak semua tradisi yang ada diterima sebagai Tradisi (Sumarno Ds., 2012: 17). Sedang Visi menegaskan tuntutan dan janji Allah yang terkandung di dalam tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Visi yang paling hakiki adalah tewujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia (Groome, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61 1997: 3). Tradisi dan Visi tidak dapat dipisahkan karena Visi bukan hanya pengetahuan saja melainkan kenyataan hadirnya dalam bentuk konkret dari Tradisi dan merupakan jawaban hidup bagi orang beriman terhadap janji Allah yang terungkap dalam pengalaman dan Tradisi kristiani. “Visi merupakan manifestasi konkret dari jawaban manusia terhadap janji Allah yang terwujudkan dalam sejarah atau Tradisi” (Sumarno Ds., 2012: 17). 3. Praxis Praxis adalah suatu tindakan manusia yang sudah direfleksikan sebagai tindakan. Praxis meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia yang mempunyai tujuan untuk mencapai perubahan hidup yang meliputi kesatuan antar praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis, sintesis praktek dan teori akan membentuk suatu kreatifitas, sedangkan refleksi kritis dan kesadaran historis akan mengarah pada keterlibatan baru. Praxis mempunyai tiga unsur yaitu aktivitas, refleksi dan Kreatifitas. Ketiga unsur itu berfungsi membangkitkan berkembangnya imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praksis baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral (Sumarno Ds., 2012: 15). a). Aktivitas Aktivitas meliputi kegiatan masa kini yang meliputi mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang merupakan medan untuk perwujudan diri sebagai manusia atau subyek dari kegiatan yang sedang dilakukan baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 lain. Karena bersifat historis, aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan di dalam konteks waktu dan tempat (Groome, 1997: 2). b). Refleksi Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau terhadap pribadi dan kehidupan masyarakat serta terhadap “Tradisi” dan “Visi" iman Kristiani sepanjang sejarah. “Refleksi kritis merupakan suatu kegiatan manusia yang meliputi kegiatan unsur: akal budi kritis dalam mengevaluasi masa sekarang, imaginasi kritis dalam menyingkap masa lalu dalam masa sekarang, dan imaginasi kreatif untuk menghadapi masa depan dalam masa sekarang”. Akal budi kritis dalam mengevaluasi masa sekarang adalah untuk mengerti apa yang “nyata” dalam masa kini, sehingga manusia tidak jatuh dalam sikap menerima pasif apa yang sudah terjadi begitu saja. Dengan akal budi, manusia mau mencari apa yang terjadi dalam “yang nyata”, mencari maksud dari kenyataan masa kini dan mengkritik, menilai baikburuknya “yang nyata” dalam masa sekarang. Imaginasi kritis dalam menyingkap masa lalu dalam masa sekarang adalah dengan menggunakan daya imaginasi untuk mengaktifkan masa lampau dengan mengingat-ingat apa yang terjadi dalam tindakan dan memberi arti tindakan itu secara pribadi dan sosial (Sumarno Ds., 2012: 15). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63 c). Kreativitas Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan transedensi manusia dalam dinamika menuju masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Groome, 1997: 2). Praksis baru merupakan hal yang akan dilakukan pada masa depan setelah melihat aktifitas dan merefleksikannya, sehingga tercipta hal baru yang membawa perubahan lebih baik dan berguna bagi diri sendiri dan orang lain. a. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) Shared Christian Praxis (SCP) sebagai suatu model berkomunikasi tentang makna pengalaman hidup antar peserta, dalam prosesnya memiliki lima langkah-langkah yang berurutan dan terus mengalir yang didahului dengan langkah 0 (nol) sebagai pemusatan aktivitas (Sumarno Ds., 2012: 18). Lima langkah yang saling berurutan dapat mengalami tumpang tindih, terulang kembali, atau langkah yang satu digabungkan dengan langkah yang lainnya (Groome, 1997: 5) . “Yang paling pokok adalah bahwa semua langkah itu mengalir dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan bukan langkah-langkah yang terlepas (Sumarno Ds., 2012: 23)”. 1). Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas Langkah 0 ini tidak haruslah ada. Kekhasan dari langkah awal ini adalah bertolak dari kebutuhan konkret peserta. Tujuan pada langkah ini adalah untuk mendorong umat (subyek utama) menemukan topik pertemuan yang bertolak dri kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan sehingga tema PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64 dasar ini sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan hidup peserta. Peserta pada langkah ini diminta untuk berperan aktif dalam pertemuan sehingga mampu menemukan tema dasar yang sesuai dengan (Sumarno Ds., 2012: 18-19). 2). Langkah I: Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta Kekhasan pada langkah ini adalah sharing, dimana peserta membagikan (to share) pengalaman hidup yang sungguh-sungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Langkah ini bertujuan mendorong peserta sebagai subyek utama untuk menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian tema dasar pertemuan dapat sungguh – sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan dan kebutuhan peserta. Dalam dialog ini, peserta boleh diam karena “diam” pun merupakan salah satu cara berdialog. “Diam” tidak sama dengan tidak terlibat. Pada tahap ini pendamping berperan sebagai (a) fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya berkaitan dengan tema dasar, (b) merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang jelas, terarah, tidak menyinggung harga diri seseorang, sesuai dengan latar belakang peserta, dan bersifat terbuka dan obyektif misalnya: gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa yang anda temui, lihat, dengar, dan lakukan? (Sumarno Ds., 2012: 19-20). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65 3). Langkah II: Mendalamai Pengalaman Hidup Peserta Kekhasan pada langkah ini adalah refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup faktual peserta. Pada langkah kedua ini, tujuan pengalaman adalah memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya yang meliputi: (a) pemahaman kritis dan sosial (alasan, minat, asumsi), (b) kenangan analitis dan sosial (sumber – sumber historis) dan (c) imajinasi kreatif dan sosial (harapan konsekuensi historis). Peserta diminta untuk aktif dalam merefleksikan pengalaman hidupnya maupun pengalaman hidup orang lain yang mempengaruhi cara hidupnya. Kemudian menentukan arah refleksi baik bagi masa lampau, sekarang maupun masa depan. Pada tahap ini pembimbing bertanggungjawab: Pertama, menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis setiap peserta; Ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi peserta; Keempat, mengajak setiap peserta untuk berbicara tetapi tidak memaksa; Kelima, menggunakan pertanyaan yang menggali tidak menginterograsi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta; Keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya (Sumarno Ds., 2012: 20). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66 4). Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani Pokok dari langkah ini adalah menampilkan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaan berbeda. Tradisi dan Visi Kristiani mengungkapkan pewahyuan Diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan Ilahi: dialogal, menyejarah dan normatif, maka perlu ditafsirkan supaya menjadi relevan. Tujuan yang ingin dicapai pada langkah ini yaitu mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang kontek dan latar belakang kebudayaannnya berlainan. Peserta sangat berperan dalam langkah ini. Peserta diminta untuk membagikan pengalaman hidupnya berdasarkan Tradisi Gereja ataupun Kitab Suci yang sesuai dengan tema dan tujuan. Pendamping pada langkah ini berperan untuk membantu peserta dalam menafsirkan Tradisi Gereja atau Kitab Suci agar peserta terbantu dalam menemukan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani. Pendamping juga harus menggunakan metode yang tepat dan tidak bersikap seperti “guru” melulu, namun adakalanya bersikap sebagai “murid” yang siap belajar. Sebagai pendamping juga mau memberikan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri dalam memberikan tafsiran dan juga pastinya harus membuat persiapan yang matang dan studi sendiri (Sumarno Ds., 2012: 20-21). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67 5). Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara tradisi dan visi faktual peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani yang akan melahirkan kesadaran sikap dan niat baru sebagai jemaat Kristiani. Yang menjadi kekhasan dalam langkah ini adalah mengajak peserta sampai pada pengalaman iman. Dalam langkah ini bertujuan untuk mengajak peserta, berdasar nilai Tradisi dan Visi Kristiani untuk menemukan sikap dan nilai hidup yang hendak dipertahankan dan diperkembangkan. Pada tahap ini peserta mendialogkan pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok pada langkah ketiga peserta diberi kebebasan untuk mempertimbangkan dan menilai mengenai nilai Tradisi dan Visi Kristiani berdasar situasi konkret. Peserta dapat mengungkapkan perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi dan penegasan. Pada tahap ini pendamping perlu menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta dengan meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai-nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan Visi Kristiani. Pada langkah ini, peserta diminta untuk mendialogkan hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Peserta untuk diminta aktif bertanya, bagaimana nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani meneguhkan, mengkritik atau mempertanyakan, dan mengundang mereka untuk melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan semangat, nilai, dan iman yang baru demi terwujudnya Kerajaan Allah baik itu dengan tulisan, simbol atau ekspresi artistik, dsb. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 Peranan pendamping adalah (a) menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing; (b) meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani; (c) mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; (d) menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan mati; dan (e) mendengar dengan hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta (Sumarno Ds., 2012: 21-22). 6). Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkret Kekhasan pada langkah terakhir ini adalah mengusahakan tindakan konkret dan niat – niat bersama. Peserta diajak untuk sampai kepada keputusan praktis yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan pertobatan pribadi dan sosial yang kontinyu. Sesuai dengan tujuan langkah ini, pendamping harus sungguh-sungguh mengusahakan agar peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama. Pendamping berperan untuk dapat merangkaum hasil langkah keempat, supaya dapat lebih membantu peserta dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini pendamping perlu menekankan pada peserta sikap optimis dan realistis terhadap masa depan yang lebih baik dengan kesadaran bahwa Allah senantiasa hadir dalam situasi apapun (Sumarno Ds., 2012: 22). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI C. 1. 69 Usulan Program dan Persiapan Katekese Pengertian Program Program adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara yang akan dilaksanakan (Mangunharjana, 1986: 16). Itu berarti program disusun secara sistematis untuk membantu seseorang dalam melakukan kegiatannya. Suatu program ada yang sifatnya jangka pendek yang berati sesegera mungkin akan dilaksanakan dan ada juga yang jangka panjang. Program jangka panjang dimaksudkan sebagai yang membantu seseorang (fasilitator maupun peserta katekese) dalam proses pembinaan spritualitas secara bertahap, sehingga pencapaian sasaran yang diinginkan dapat terpenuhi semaksimal mungkin. Dalam penyusunan program ini, tema umum akan dijabarkan dalam beberapa subtema sekaligus tujuan subtema, diterakan pula judul pertemuan, tujuan pertemuan, materi pertemuan, metode, sarana, dan sumber bahan yang dipergunakan. Tersusunnya suatu program, menunjukan kesungguhan pembuat program untuk melaksanakan program. 2. Tujuan Penyusunan Program Penyusunan program ini dimaksudkan untuk memperjelas arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pembinaan spritualitas bagi para calon Guru Agama Katolik atau para mahasiswa melalui katekese khususnya mahasisa semester IV. Juga program ini disusun sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya tumpang tindih antara materi yang akan disajikan. Penyusunan program dalam rangka pembinaan spiritualitas para calon Guru Agama Katolik atau para PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 mahasiswa ini, direncanakan 3 kali pelaksanakan dalam waktu 3 kali dalam setiap semester pada pertemuan awal, pertengahan, dan terakhir sebelum penutup pembinaan spiritualitas di kampus IPPAK Universitas Sanata Dharma. 3. Sub. Tema dan Sub. Tujuan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) Tema Umun : Nabi Elia sebagai inspirasi dalam menanggapi panggillan menjadi guru agama Katolik. Tujuan : Mahasiswa calon guru agama Katolik semakin menyadari akan panggilannya yang terinspirasi dari kisah nabi Elia sehingga mereka mau mengenal sosok guru, memahami guru agama Katolik sebagai panggilan, memahami guru agama Katolik dipanggil untuk mengikuti Allah, kesetiaan, menghayati panggilan guru dan pada akhirnya mahasiswa siap diutus dan siap untuk menjalankan tugas perutusan sebagai guru agama Katolik. Semester Sub. Tema Sub. Tujuan IV Mahasiswa semakin menyadari bahwa Pertemuan Menghayati panggilan sebagai guru agama katolik sebagai panggilan I guru agama Katolik sehingga mereka semakin memahami bahwa guru agama Katolik bukan hanya sebagai suatu profesi tetapi sebagai suatu panggilan dari Allah. Seperti halnya Allah Memanggil nabi Elia untuk menjadi nabi. Membantu mahasiswa menyadari makna Pertemuan Kesetiaan kesetian dalam penggilannya sebagai guru II agama Katolik dengan meneladani sosok nabi Elia dalam panggilannya menjadi nabi . Menjalani Mahasiswa semakin menyadari akan Pertemuan Siap Perutusan keberadaan dirinya yang akan diutus III untuk mewartakan Injil sehingga mereka semakin mempersiapkan diri dalam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71 kesiapan untuk diutus hingga pada akhirnya mereka siap untuk diutus dan siap menjalani tantangan yang ada dengan meneladan sosok nabi Elia dalam menjalani perutusan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48 4. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) Tema Umun : Nabi Elia sebagai inspirasi dalam menanggapi panggillan menjadi guru agama Katolik. Tujuan : Mahasiswa calon guru agama Katolik semakin menyadari akan panggilannya yang terinspirasi dari kisah nabi Elia sehingga mereka mau mengenal sosok guru, memahami guru agama Katolik sebagai panggilan, memahami guru agama Katolik dipanggil untuk mengikuti Allah, kesetiaan, menghayati panggilan guru dan pada akhirnya mahasiswa siap diutus dan siap untuk menjalankan tugas perutusan sebagai guru agama Katolik. N Semester Sub Tema Tujuan sub Tema o IV 1 Pertemua Menghayati Mahasiswa semakin panggilan sebagai nI menyadari bahwa guru guru agama Katolik agama katolik sebagai panggilan sehingga mereka semakin memahami bahwa guru agama Katolik bukan hanya sebagai suatu profesi Materi Metode Sarana Sumber Bahan Para mahasiswa menyadari bahwa Allah memanggil dan mengutus mereka sebagai guru Agama katolik Cerita, - Cergam Yoh. 13: 12-17 sharing, - Instrumen refleksi, informasi, music - Buku tanya Madah jawab Bakti PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 tetapi sebagai suatu panggilan dari Allah. Seperti halnya Allah Memanggil nabi Elia untuk menjadi nabi. 2 Pertemua Kesetiaan n II Membantu mahasiswa Kesetian dalam Sharing, - Cerita menyadari makna kesetian panggilan refleksi, pengalam dalam penggilannya sebagai informasi, an guru agama Katolik yang tanya bertolak dari kisah nabi Elia jawab Luk. 13: 6-9 - Instrumen musik - Buku Madah bakti 3 Pertemua Siap Menjalani Mahasiswa semakin n III menyadari akan keberadaan Perutusan dirinya yang akan diutus untuk mewartakan Injil Setia kepada Ceramah, Allah dan siap dialog, menghadapai tantangan yang sharing, ada diskusi - Cerita - Instrumen music - Buku sehingga mereka semakin dan Madah mempersiapkan diri dalam pemutaran bakti Mrk. 3: 13-19 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 kesiapan untuk diutus hingga pada akhirnya mereka siap untuk diutus dan siap menjalani tantangan yang ada dengan meneladan sosok nabi Elia dalam menjalani perutusan. instrument PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5. 75 Contoh Pesiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP). Tema Tujuan : Kesetian. : Membantu mahasiswa menyadari makna kesetian dalam penggilannya sebagai guru agama Katolik dengan dengan meneladani sosok nabi Elia dalam panggilannya menjadi nabi . Peserta : Mahasiswa Semester IV IPPAK Universitas Sanata Dharma. Waktu : 90 Menit. Metode : Cerita, sharing, refleksi, informasi, tanya jawab. Model : Shared Christian Praxis (SCP). Sarana : Cerita pendek, instrumen musik, dan buku Madah Bakti. Sumber bahan : - Luk. 13: 6-9. - Cerita Nabi Elia novel “The Fifth Mountain” bagian I. Pemikiran Dasar Setiap orang memiliki cita-cita dan keinginan dalam hidupnya. Cita-cita dan keinginan itu diharapkan dapat terwujud sesegera mungkin. Namun tidak setiap orang berhasil mencapai cita-cita dan memenuhi keinginannya tersebut. Bahkan dalam kenyataannya, orang banyak mengalami tantangan dan kegagalan yang harus mereka terima. Hal ini menyebabkan orang bisa berputus asa dan lesu dalam perjuangan hidupnya. Demikian juga dengan para mahasiswa calon guru agama Katolik yang ada di kampus IPPAK-USD memiliki cita-cita dan harapan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76 yang ingin diwujudkan. Bila teman-teman calon guru agama Katolik mengharapkan keberhasilan dalam cita-cita tersebut, teman-teman harus tetap setia dalam memperjuangkannya. Orang yang setia atau tekun dalam hidupnya tidak mudah berputus asa.dia tidak menyerah pada situasi yang silih berganti datang menantang. Orang yang setia tetap optimis dan memiliki pengharapan yang kuat. Seperti dalam perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus mengenai “pohon ara yang tidak berbuah” (Luk. 13: 6-9). Pengurus kebun dengan setia mengurus kebun ara tersebut, meski sudah tiga tahun tidak berbuah. Ia bahkan mengurus dengan sebaik mungkin dengan usaha yang maksimal. Hanya dengan setialah orang dapat bertahan dalam memperjuangkan sesuatu. Dalam kisah nabi Elia, panggilan yang didapat nabi Elia sejak kecil sempat tidak dihiraukan. Setelah nabi Elia dewasa, nabi Elia mendapatkan panggilannya itu kembali. Nabi Elia diutus Allah untuk mengingatkan raja Ahab dan Izebel istri Ahab untuk tidak menyembah berhala. Tetapi raja Ahab dan Izebel tidak menghiraukan apa yang telah dikatakan oleh nabi Elia. Raja Ahab dan Izebel yang merasa tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh nabi Elia, raja Ahab menyuruh pasukannya untuk membunuh nabi Elia. Dengan adanya pengejaran dari para tentara raja Ahab, nabi Elia tidak menyerah begitu saja. Nabi Elia tetap setia melayani Allah dan tetap setia akan panggilannya meskipun nabi Elia mendapatkan ancaman pembunuhan. Melalui pertemuan ini peserta diajak untuk menyadari kembali makna kesetian dalam panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesioanl. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77 Pembukaan Teman-teman yang terkasih, pada pertemuan kita ini, kita sebagai saudara hendak secara bersama-sama menggali dan berbagi pengalaman satu sama lain khususnya dalam kesetian akan panggilan menjadi guru agama katolik yang profesional. Kita mau menyadari bahwa hidup kita dan juga segala sesuatu yang menyangkut hidup kita ini adalah suatu anugerah dari Tuhan. Suatu anugerah yang perlu kita sadari dan bahkan kita syukuri. Maka untuk memulai pertemuan ini marilah kita bernyanyi: Lagu Pembukaan : Madah Bakti No. 230 (Hidup Cerah). Doa Pembukaan : Allah Bapa Yang Maha Baik, kami bersyukur atas kebaikan-Mu kepada kami. Secara khusus waktu ini kami syukuri sebagai suatu rahmat karena kami boleh berkumpul bersama dalam ikatan persaudaraan. Kami akan bersama-sama menggali pengalaman, mereflesikannya sejauh mana kami menghayati kesetian kami akan panggilan menjadi guru agama Katolik. Bapa bimbinglah kami dan tuntunlah kami agar semakin mampu mempertanggungjawabkan tugas tersebut dan kami pun senantiasa terus memperkembangkan diri demi pelayanan kami terhadap orang-orang yang nantinya akan kami ajar yang telah kau percayakan kepada kami. Sebab Dialah Tuhan dan pengantara kami. Amin. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78 Langkah I : Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta 1. Membagikan teks cerita kisah Nabi Elia novel “The Fifth Mountain” bagian I, kepada peserta dan memberi kesempatan untuk membaca terlebih dahulu. 2. Pengungkapan kembali isi cerita: Pendamping meminta salah seorang peserta untuk menceritakan kembali isi cerita kisah “Nabi Elia”. 3. Intisari cerita Nabi Elia yang dipanggil oleh Allah untuk mengingatkan raja Ahab dan istrinya ratu Izebel dari penyebahan berhala, tetapi raja Ahab tidak menghiraukan apa yang telah dikatakan oleh nabi Elia. Nabi Elia mendapat pesan dari Allah untuk disampaikan kepada raja Ahab, apabila masih menyembah berhala bangsanya akan mendapat kekeringan dan tidak akan turun hujan. Raja Ahab merasatidak senang dengan nabi Elia, maka raja Ahab menyuruh tentaranya untuk membunuh nabi Elia. Mengetahui hal itu Allah tidak tinggal diam, Allah berpesan kepada nabi Elia untuk lari dan berdiam diri di tepi sungai kerit. Setalah berdiam diri lama-lama sungai pun kering, dan Allah menyuruh nabi Elia untuk menemui janda di kota Sarfat dan meminta air dan makan kepada janda tersebut. Allah tidak tinggal diam dengan apa yang dialami oleh Nabi Elia. Dengan kesetiaannya terhadap Allah, nabi Elia tidak menyerah begitu saja. Nabi Elia tetap berjuang untuk membebaskan bangsanya dari penyembahan berhala, meskipun nabi Elia harus mendapatkan tantangan yang begitu berat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. 79 Pengungkapan pengalaman: peserta diajak mendalami cerita untuk masuk pada pengalaman faktual dengan tuntunan pertanyaan berikut : a. Apa yang dialami oleh nabi Elia setelah mengingatkan raja Ahab untuk tidak menyembah berhala? b. Apakah yang menarik bagi para teman-teman dalam menjalani perkuliahan untuk menjadi guru agama Katolik? Ceritakanlah pengalaman tersebut! c. Rangkuman Dalam cerita tadi, panggilan yang didapat oleh nabi Elia merupakan suatu anugerah dari Allah. Dengan panggilannya tersebut nabi Elia berusaha melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Meskipun apa yang dihadapainya adalah ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh raja Ahab. Kesetian yang ditunjukan oleh nabi Elia terhadap Allah, membuat Allah tetap membantu nabi Elia dalam melaksanakan tugasnya. Langkah II : Mendalamai Pengalaman Hidup Peserta 1. Peserta diajak untuk mereflesikan sharing pengalaman atau cergam di atas berdasarkan pertanyaan berikut: a. Bagaimana sikap raja Ahab dalam cergam tadi menanggapi sikap nabi Elia yang mengingatkan untuk tidak menyembah berhala? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80 b. Cara manakah yang teman-teman gunakan dalam mengahadapi kesulitan di kampus dalam proses perkulihan sebagai calon guru agama Katolik selam ini? 2 Berdasarkan ungkapan peserta pendamping membuat rangkuman singkat. Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani 1. Salah seorang peserata diminta untuk membacakan teks Injil yang diambil dari Luk. 13: 6-9. 2. Peserta diajak untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan bacaan tersebut dengan bantuan pertanyaan berikut: a. Ayat manakah yang menunjukan bahwa kesetian dalam usaha memperoleh hasil? b. Sikap yang bagaimanakah ditekankan oleh Yesus perumpamaan ini? c. Pendamping memberi rangkuman dari bacaan Injil Luk. 13: 6-9. Perumpaan tentang “pohon ara yang tidak berbuah” menunjukan dengan jelas bagaimana seorang pekerja kebun yang dengan setia mengurusi kebunnya. Ia mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya. Ia sanggup berharap akan memperoleh buah dari tanaman-tanamannya itu. Perikop ini menampilkan dua sikap antara pemelihara kebun dengan Tuan yang empunya kebun. Tuan itu ingin kebunnya menghasilkan, namun sudah tiga tahun ditunggu tidak juga berbuah. Maka ia meminta supaya ditebang saja pohon yang tidak menghasilkan itu. Tanggapan pemelihara kebun bahwa ia akan mengurusnya lagi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81 dengan sabaik mungkin dan masih menunggu hingga berbuah. Ditunjukkan kesetiaan dalam pekerjaan itu sambil memelihara dan merawatnya. Dalam perikop ini Yesus menegaskan bahwa Dialah pemelihara kebun yang dengan setia mengurusi kebun itu. Hidup kitalah kebun yang diurus dan dirawat oleh Yesus, agar menghasilkan buah. Buah yang diharapkan itu adalah pertobatan. Salah satu pertobatan itu adalah kesetiaan dalam hidup. Secara khusus setia dan tekun dalam melaksanakan tugas, setia juga terlebih dalam iman akan Yesus Kristus. Sikap Yesus dalam perikop ini menggambarkan sikap yang setia dan tekun dalam melakukan pekerjaan, Ia menikmati pekerjaan tersebut dan merasakan manfaatnya. Demikian juga dengan nabi Elia. Nabi Elia setia mengikuti Allah meskipun dalam kondisi mendapatkan ancaman pembunuhan dari raja Ahab. Pengalaman setia pada Yesus dibagi kepada para saudaranya dan akhirnya dianjurkannya kepada para saudara agar hal apapun harus setia menjalankannya. Secara khusus mengenai panggilan dan pekerjaan, nabi Elia menekankan kesetiaan sebagai salah satu cara untuk menghadapi tantangan yang ada. Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret Teman-teman yang terkasih, dalam pembicaraan tadi, sebagai orang beriman kita hendaknya selalu bercermin pada Dia yang kita imani. Yesus memberikan kita teladan dalam memperjuangkan dan mengembangkan hidup kita, hingga kita menemukan yang kita cari dan kita cita-citakan. Salah satu sikap PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 yang patut kita contoh adalah sikap setia pada apa yang sudah kita jalani dan kerjakan. Melalui kesetiaan pada pilihan hidup, kita juga mewujudkan iman kita. Bukan hanya pada saat kita mengalami kemujuran, tetapi juga bila kita dihadapkan pada sesuatu yang kita tidak sukai. Bisa berupa penderitaan, tekanan ataupun tugas-tugas yang kita anggap berat dan susah. Kita percaya Tuhan memberi yang terbaik buat kita. Sebagai bahan kita akan mencoba merenungkan pertanyaan berikut: 1. Dalam hal apa saja saya secara pribadi sudah setia selama ini? 2. Apa yang harus saya bangun dalam diri saya agar dapat setia dalam situasi apapun yang saya hadapi? Para peserta diminta merenung secara pribadi dan selama merenung pendamping akan memutarkan instrumen musik. Setelah merenung para peserta diberi kesempatan untuk mensharingkan hasil dari permenungannya. Kemudian pendamping membuat rangkuman singkat berdasarkan hasil sharing para peserta. Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret Teman-teman yang terkasih, setelah kita bersama-sama menggali pengalaman kita khususnya mengenai kesetiaan dalam melakukan pekerjaan kita selama ini. Ternyata tidak mudah menghayati kesetiaan terhadap sesuatu hal. Seperti dalam cerita kisah Nabi Elia, dimana nabi Elia yang dipanggil oelh Allah untuk mengingatkan raja Ahab dan ratu Izebel untuk tidak menyembah berhala. Nabi Elia harus mendapat ancaman pembunuhan dan harus menghadapinya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 dengan sendiri. Nabi Elia tidak menyerah begitu saja, dengan kesetiaannya kepada Allah nabi Elia dapat menjalaninya dengan mudah meskipun harus mengalami tantangan yang begitu besar. Marilah kita hening sejenak untuk membuat niatniat kita baik secar pribadi maupun secara kelompok. Kemudian pendamping mengajak peserta untuk membuat niat-niat yang dapat dilakukan baik secara pribadi maupun untuk kelompok dalam suasan hening. Sebagai pertanyaan panduan untuk membuat niat-niat adalah berikut ini: 1. Apa yang dapat saya lakukan sebagai wujud kesetiaan dalam tugas perkuliahan sebagai calon guru agama Katolik ini? 2. Sikap-sikap yang bagaimana yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat kita tersebut? Selanjutnya peserta diajak untuk mengungkapkan niat-niat tersebut bila ada yang bersedia membagikannya dan untuk kelompok dapat didiskusikan secara bersama. Penutup 1. Peserta diajak untuk memanjatkan doa-doa spontan sebagai rasa syukur atas pertemuan hari ini yang didahului oleh pendamping. 2. Doa spontan diakhiri dengan doa penutup oleh pendamping seperti dibawah ini. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 Doa Penutup Allah bapa di dalam surga, kami bersyukur dan berterima kasih kepadaMu atas waktu yang boleh kami gunakan untuk melihat pengalaman hidup kami. Saat ini kami disadarkan bahwa kami kurang melihat makna dari pekerjaan yang kami lakukan. Bhakan kami kurang setia dengan apa yang kami pilih. Kami sering ingin meninggalkannya bila kami tidak menemukan yang kami harapkan. Untuk itu ya Bapa bantulah kami agar kami tak henti-hentinya berusaha dan belajar untuk setia dalam tugas-tugas kami terlebih pada Dikau yang kami imani. Kami juga mau meneladan pada nabi Elia sebagai sosok penutan dalam menjalani kesetiaan dalam perkuliahan kami untuk nantinya menjadi guru agama Katolik. Bantulah kami juga untuk mewujudkan niat yang telah kami buat bersama sehingga dapat terlaksana sesuai dengan kehendak-Mu. Doa ono kami penjatkan kepada-Mu dengan perantara Kristus Tuhan Kami. Amin. Lagu penutup : MB No. 311 “Nyanyian Syukur” Pendamping Katekese PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penulis dalam Bab V ini menyampaikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang penulis buat ini berisikan mengenai isi keseluruhan atas Bab I sampai dengan Bab IV. Saran yang penulis buat ini berisikan masukan-masukan bagi Prodi IPPAK dan juga bagi mahasiswa. Saran ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa IPPAK dan Prodi IPPAK dalam upaya membantu mahasiswanya dalam menanggapi panggilannya sebagai guru agama Katolik. A. Kesimpulan Panggilan adalah seorang yang dipanggil dan tujuan mengapa orang dipanggil. Yang memanggil ialah Allah sendiri, yang dipanggil ialah manusia. Isi panggilan sendiri ialah mengundang supaya manusia menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah. Demikian yang telah dialami oleh Nabi Elia dalam novel The fifth Mountain. Nabi Elia dari kecil sudah mendapatkan penggilan dari Allah untuk menjadi seorang Nabi, tetapi Nabi Elia mendapat halangan dimana kedua orang tuanya tidak setuju. Setelah Nabi Elia dewasa ia sempat menjadi tukang kayu. Dalam kenyataannya ia tetap mendapatkan penggilan untuk menjadi seorang Nabi yang diutus oleh Allah untuk memperingatkan raja Ahab dan istrinya ratu Izebel dari penyembahan terhadap baal. Dalam perjalanannya Nabi Elia mendapat banyak halangan dari pengejaran yang dilakukan oleh prajurit raja Ahab sampai ia PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86 mendapatkan ancaman pembunuhan. Disinilah Nabi Elia diuji kesetiaannya terhadap panggilannya sebagai nabi yang telah diutus Allah. Demikian juga para mahasiswa IPPAK Universitas Sanata Dharma yang terpanggil untuk menjadi guru agama Katolik. Mahasiswa pada umumnya waktu pertama kali masuk belum menyadari akan panggilannya. Mahasiswa masih raguragu dalam menentukan arah panggilannya. Banyak dari mahasiswa masih mangalami keraguan apakah dirinya pantas untuk menjadi guru agama Katolik. Menjadi guru agama Katolik tidak hanya sekedar mendidik anak untuk tahu akan agama saja, tetapi menjadi guru agama Katolik harus mempunyai sikap profesional untuk menunjang keberhasilan menjadi guru agama katolik Nabi Elia yang terpanggil untuk menjadi seorang nabi mendapatkan tantangan yang datang silih berganti. Demikian juga menjadi guru agama Katolik akan mendapat banyak tantangan yang datang dari mana saja. Mulai dari anak didik yang selalu meremehkan pelajaran agama, masalah gaji, dan ditengah masyarakat akan menjadi tolak ukur dalam kehidupan. Di sinilah tantangan yang harus diperjuangkan dan di sinilah sikap profesional sebagai guru agama Katolik benar-benar diterapkan. Panggilan yang diterima oleh mahasiswa untuk menjadi guru agama Katolik pada dasarnya bersumber dari Allah. Melalui Gereja, Allah memanggil mereka untuk mewartakan sabda Allah kepada umat. Sebagai orang awam yang terpanggil, menjadi guru agama Katolik memiliki perutusan dan panggilan yang khas yakni dipanggil dan diutus dalam sifat keduniawiannya. Agar perutusan dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 tugasnya berjalan dengan lancar, guru agama Katolik harus memiliki pengetahuan dan keterampilan. Keberadaan guru agama Katolik dewasa ini tidak dapat dipungkiri akan manfaatnya bagi proses pewartaan. Berkat bantuan mereka iman umat khususnya para anak didik di sekolah semakin bertumbuh dan berkembang. Namun disatu sisi juga keberadaan mereka dewasa ini semakin berkurang. Langkah yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan kaderisasi terhadap anak-anak muda untuk menjadi seorang guru agama Katolik. Dalam menanggapi kebutuhan akan pewarta sabda atau guru agama Katolik, Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma memiliki tugas dalam mendidik dan membina anak-anak muda menjadi seorang guru agama Katolik yang profesional. Proses pembinaan ini ditempuh melalui mata kuliah-mata kuliah yang secara khusus pembinaan spiritualitas. Pembinaan spiritualitas yang ada di Prodi IPPAK mengarahkan agar memiliki panggilan hidup sebagai guru agama Katolik dan agar memiliki spiritualitas. Lebih jelas dan terang lagi tujuan ini terlihat dari masing-masing tahunnya. Pembinaan spiritualitas yang ada di Prodi IPPAK ini agar semakin membantu mahasiswa dalam menjadi seorang guru agama Katolik, penulis mengusulkan program katekese yang terintegrasi dengan keseluruhan pembinaan spiritualitas. Penempatan program katekese model Shared Christian Praxis (SCP) ini ditempatkan dimasing-masing semesternya yakni semester I sampai dengan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 semester VIII. Proses pelaksanaan katekese model Shared Christian Praxis (SCP) dilaksanakan diakhir penutupan pembinaan spiritualitas. B. Saran Dengan perkembangan zaman yang semakin modern Prodi IPPAK sebagai lembaga yang mendidik anak muda untuk menjadi seorang guru agama Katolik yang profesional harus tetap eksis dan terus-menerus mendidik dan mengembangkan guru agama Katolik yang sungguh-sungguh menghayati panggilannya sebagai guru dan spiritualitasnya. Pembinaan spiritualitas sebagai salah satu mata kuliah perlu menciptakan pembinaan spiritualitas yang benarbenar membantu mahasiswa secara kontekstual dalam menumbuhkan panggilannya sebagai guru agama Katolik. Dalam pembinaan spriritualitas diharapkan mahasiswa diajak untuk mencontoh tokoh-tokoh besar, misalnya sosok nabi Elia yang dapat dijadikan teladan dalam menjalani perkulihan dan panggilan mahasiswa untuk menjadi guru agama Katolik. Maka dari itu agar pembinaan spiritualitas sungguh-sungguh membantu mahasiswa penulis memberikan saran. Saran tersebut yakni bagi prodi IPPAK, bagi pembinaan spiritualitas dan bagi mahasiswa sendiri. 1. Bagi Prodi IPPAK Pembinaan spiritualitas merupakan terjemahan dari visi dan misi Prodi IPPAK. Terjemahan tersebut belum sepenuhnya dipahami oleh mahasiswa. Maka dari itu, Prodi IPPAK perlu mensosialisasikan kembali visi dan misinya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89 sehubungan dengan keterkaitan atau keterhubungannya dengan pembinaan spiritualitas. Tujuannya adalah agar mahasiswa memahami keterhubungan tersebut sehingga mahasiswa tidak memandang pembinaan spiritualitas sebagai mata kauliah pada umumnya. 2. Bagi Pembinaan Spiritualitas Saran yang penulis usulkan bagi pelaksanaan pembinaan spiritualitas mencakup materi, sarana dan metode, dan pendamping. a. Materi Pembinaan Spiritualitas Materi pembinaan spiritualitas yang penulis sarankan ini berdasarkan apa yang menjadi harapan mahasiswa. Materi-materi tersebut meliputi hidup guru agama Katolik, kehidupan orang-orang cacat, kisah hidup santo santa dan nabi, katekese kontekstual, salib Kristus, spiritualitas guru, pengembangan spiritualitas, Yesus Kristus, pengolahan tubuh, kepribadian, dan hidup persaudaraan. b. Sarana dan Metode Pembinaan Spiritualitas Sarana Pembinaan spiritualitas yang penulis sarankan mencakup Audio Visual, novel, dan cergam. Salah satu novel yang dapat digunakan sebagai acuan dalam bagian dari meteri pembinaan spiritualitas adalah novel “The Fifth Mountain” karangan Paulo Coelho. Karena dengan adanya novel tersebut, tokoh nabi Elia dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi mahasiswa dalam menanggapi panggilannya sebagai guru agama Katolik. Metode yang penulis PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90 sarankan adalah sharing dan refleksi, informasi dan ceramah, permainan, diskusi dan bernyanyi. c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas Pendamping pembinaan spiritualitas yang penulis sarankan adalah pendamping yang motivator, dekat dengan mahasiswa, kreatif, gaul, berpradnya dan widya, memiliki spiritualitas pelayanan dan mau direpotkan dan pendamping yang sesuai dengan materi. 3. Bagi Mahasiswa Mahasiswa Prodi IPPAK memahami pembinaan spiritualitas bukan hanya sekedar sebagai mata kuliah semata, tetapi sebagai salah satu bentuk pengembangan dalam menyadari dan memantapkan panggilan sebagai guru agama Katolik. Selain itu juga mahasiswa jangan memandang materi pembinaan spiritualitas hanya sebagai teori tetapi mahasiswa sendiri perlu ada aktualisasi materi dalam kehidupan sehari-hari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91 DAFTAR PUSTAKA Alma, H.B. (2008). Guru Profesional. Bandung: Alfabeta. Barry, William A. (2000). Menemukan Allah dalam Segala Sesuatu. Yogyakarta: Kanisius. Bimas Katolik Jatim. http://www.bimaskatolikjatim.com/news2.php?op=129/. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011. Campbell, Alastair. (1994). Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral. Yogyakarta: Kanisus. Coelho, Paulo. (2011). The Fifth Mountain. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Darminta, J, SJ. (2006). Penegasan Panggilan. Yogyakarta: Kanisius. Djamarah, S.B. (2000). Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis (SCP): Suatu Model Berkatekese (F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1991). , 1998. Educating for Life : A Spiritual Vision for Every Teacher and Parent. Allen Texas: Thomas More. Hamalik O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Heryatno Wono Wulung, FX, SJ. (2008). Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah. Buku Ajar Mahasiswa Mata Kuliah Pendidikan Agama Sekolah, Untuk Mahasiswa Semester III, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hofmann, Ruedi, SJ. (1994). Naratif Eksperiensial. Komisi Kateketik KWI. Huber, Th. (1981). Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius. Konsili Vatikan II. (2012). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Kuntjara Rahardi. (1998). Profesionalisme Guru Perlu Segera Dimantapkan. Manek, Gabriel. (1962). Kepanggilan. Ende, Flores: Arnoldus. Mangunharjana, A.M. (1986). Pendamping Kaum Muda. Yogyakarta: Kanisius. Noviana Tri Lestari. Profesional Guru dan Tantangan Sebagai Profesi. http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/21/profesional-guru-dan-tantangansebagai-profesi-472203.html. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012. Quoist, Michael, Pr., (1997). Allah Menanti Aku. Jakarta: Obor Rindi Antika Sari. Jabatan Profesional dan Tantangan Guru dalam Pembelajaran. http://dzestrindi.wordpress.com/2013/04/10/jabatan-profesional-dantantangan-guru-dalam-pembelajaran/. Diakses pada tanggal 10 April 2013. Riduwan, M.B.A. (2004). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Samana, M.Pd., A. (1994). Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius. Setyakarjana, JS. SJ., (1997). Kateketik Pendidikan Dasar. Yogyakarta: Puskat. Sidjabat B.S., Ed., (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Kalam Hidup. Sumadi, Suryasubrata, (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92 Sumarno, Ds., M. (2012). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat mata kuliah Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik untuk Mahasiswa Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Telaumbanua, Marinus, OFMCap. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor. Thoifuri, M.Ag. (2008). Menjadi Guru Inisiator. Kudus: Rasail Media Group. Wikipedia. Paulo Coelho. http://id.wikipedia.org/wiki/Paulo_Coelho. Diakses pada tanggal 10 Desember 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LAMPIRAN PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran NABI ELIA Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan rakyat Israel untuk mengganti kepercayaan dari menyembah Allah dengan kepercayaan dari negeri Fenesia, negeri asal istrinya yang menyembah Baal.Sementara seorang pemuda yang bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu tiba-tiba mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu yang didapat memerintahkan Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan, bahwa jika bangsa Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan dilanda kekeringan yang panjang.Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel memerintahkan membunuh seluruh nabi-nabi Israel yang masih menyembah Allah. Namun Elia yang menjadi target utama berhasil lolos ke luar kota atas petunjuk malaikat Allah, Elia menuju kota kecil yang bernama Akbar, yang penduduknya juga menyembah Baal. Di kota Akbar Elia juga menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali ke Israel,di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang menguji keyakinan akan Tuhan. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel yang dicari-cari oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah seorang janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur. Akhirnya Elia menetap sementara di kota Akbar, sambil menunggu perintah Tuhan untuk membawanya kembali ke Israel dan menyelamatkan bangsanya dari penyembahan berhala di bawah kekuasaan Raja Ahab. Setelah bertahun-tahun lamanya Elia bertahan dikota Akbar, Elia dihadapkan dengan peperangan yang akan terjadi dikota akbar, kota yang begitu indah dan damai. Disiniah Elia dihadapakan dengan pilihan yang begitu sulit, dimana Elia harus bisa membuat kota Akbar tidak mendapat serangan dari para prajurit suruhan Raja Ahab. Penduduk yang mulai tidak suka dengan keberadaan Elia, menganggap Elia sebagai biang masalah yang terjadi dikota Akbar. Dimulai dari meninggalnya anak dari janda yang ditinggali dan kota Akbar yang akan diserang oleh prajurit Raja Ahab. Ditengah kejadian itu, penduduk meminta Gubernur menghukum Elia untuk dihukum mati. Akhirnya Elia dengan keberaniannya menemui semua penduduk kota Akbar untuk siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi dikota Akbar dengan meminta pertolongan kepada Allah agar diberi petunjuk. Setelah lama berdiam menunggu, Elia mendapat suara malaikat Allah yang datang kepadanya agar Elia kembali (1) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI kerumah janda tersebut untuk membangkitkan kembali anak janda itu dengan menyebut nama Allah. Apa yang didapat dari malaikat Allah, Elia lakukan bertujuan agar kota Akbar tetap memuliakan nama Allah. Sumber : Novel Paulo Coelho Gunung Kelima (The Fifth Mountain) (2)