analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN TRAUMA SIKU
POST ORIF DAN STSG DI RUANG RAWAT BEDAH GEDUNG A
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Yuanita Fransiska
0806334584
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN TRAUMA SIKU
POST ORIF DAN STSG DI RUANG RAWAT BEDAH GEDUNG A
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners
Yuanita Fransiska
0806334584
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
ii
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
iii
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya ilmiah akhir
ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Karya Ilmiah Akhir (KIA)
semester genap untuk jenjang profesi di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
KIA ini dapat saya selesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat yang tak terhingga. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ns. Muhamad Adam, M.Kep., Sp.Kep.MB sebagai dosen penguji
sekaligus pembimbing yang telah bersedia memberikan pengarahan, pencerahan,
dan bimbingan kepada saya selama penyusunan KIA ini.
2. Ibu Debie Dahlia, S.Kp., MHSM sebagai dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) yang telah memberikan
bimbingan terkait praktik klinik yang menjadi landasan dalam penyusunan KIA.
3. Ibu Ns. Hepi Suprianti, S.Kep. sebagai kepala ruangan Ruang Bedah Lantai 4
Zona A Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan
bimbingan dan masukan serta motivasi selama praktik klinik.
4. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP sebagai koordinator mata ajar KIA dan seluruh
dosen pengajar yang memberikan banyak ilmu dan informasi di setiap
perkuliahan.
5. Orang tua tercinta, Bapak Yusmadi dan Ibu Nurul Afifah yang senantiasa
memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan yang tiada terhingga.
6. Adik-adik tersayang, Isni Aristia dan Salsia Octa Berliana, yang selalu
mengganggu tetapi tetap memberikan motivasi selama penyusunan KIA.
7. Deni Tri Hartanto, ST. yang selalu sabar, setia, dan senantiasa memberikan
motivasi serta mendengarkan keluh kesah yang saya alami selama penyusunan
KIA khususnya dan masa kuliah profesi umumnya.
8. Rekan kelompok peminatan profesi KMB bagian bedah di RSCM: Dhian Luluh
Rohmawati, Dini Sulistyanti, Rahayu Setiawati, Dias Syeh Tarmidzi,
iv
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Nurhidayat, dan Lidia Nafratilofa atas kekompakan, suka duka, dan pengalaman
terindah yang akan selalu menjadi kenangan manis dan tak terlupakan.
9. Sahabat-sahabat tersayang: Melati, Trie Utari Dewi, Winda Eriska, Aulia Laili
Nisa, Tiara Eka Putri, Dian Fitriani, dan Niken Puspitaningrum, yang selalu
memberikan informasi dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
10. Bapak Marwah Ali Ashari (Om Hari), yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis.
11. Para perawat Ruang Bedah Lantai 4 Zona A Gedung A RSUPN Cipto
Mangunkusumo yang bersedia berbagi pengalaman terkait praktik klinik di
rumah sakit.
12. Teman-teman mahasiswa reguler angkatan 2008 Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang telah memberikan semangat dan bersedia berbagi
banyak informasi dalam menyelesaikan KIA ini.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini tidak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar pula
harapan saya agar tugas akhir ini dapat menjadi dasar bagi penelitian yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.
Depok, Juli 2013
Penulis
v
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
vi
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Yuanita Fransiska
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan pada Pasien Trauma Siku Post ORIF dan STSG di
Ruang Rawat Bedah Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah yang banyak terjadi pada
masyarakat perkotaan. Kasus kecelakaan yang terjadi dapat menyebabkan trauma
fisik sehingga pasien harus menjalani operasi Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF) dan Split Thickness Skin Graft (STSG) serta imobilisasi lengan
kiri. Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis praktik klinik keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien trauma siku post ORIF dan STSG di
RSCM. Salah satu masalah keperawatan pada trauma siku ialah hambatan
moblitas fisik akibat nyeri pada daerah post operasi. Evidence based practice
keperawatan yang diterapkan pada pasien adalah latihan Range of Motion (ROM)
untuk mencegah kekakuan dan meningkatkan rentang gerak pada pasien
imobilisasi. Hasil intervensi menunjukkan setelah latihan ROM dua kali sehari
selama enam hari, rentang gerak pasien meningkat dan kekakuan berkurang.
Perawat hendaknya memberikan intervensi keperawatan latihan ROM pada pasien
bedah terutama pasien yang mengalami trauma.
Kata kunci
: Kecelakaan Lalu Lintas, Latihan ROM, ORIF, STSG, Trauma
Siku
vii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Yuanita Fransiska
Study Program: Nursing Science
Title
: Clinical Practice Analysis of Urban Public Health Nursing for
Elbow Trauma Patient Post ORIF and STSG in Surgical Ward
Building A RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
Traffic accidents are one of the many problems that occur in urban communities.
The accidents can cause physical trauma to the patient so they have to undergo
Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) and Split Thickness Skin Graft
(STSG) surgery and also immobilization. The purpose of this paper was to
analyzed the clinical practice of urban public health nursing to patients posttraumatic elbow ORIF and STSG in RSCM. One of the nursing problem from
elbow trauma was impaired physical mobility that caused by postoperative pain.
Nursing evidence based practice that applied to the patient was Range of Motion
(ROM) exercise to prevent stiffness and improve range of motion in patients with
immobilization. The results showed that after twice daily for six days ROM
exercises, the patient range of motion improved and stiffness decreased. Nurses
should provide ROM exercises as the nursing interventions in surgical patients,
especially patients who have experienced trauma.
Key words
: Elbow Trauma, ORIF, ROM Excercise, STSG, Traffic Accident
viii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pernyataan Orisinalitas
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat bagi Pendidikan
1.3.2 Manfaat bagi Profesi Keperawatan
1.3.3 Manfaat bagi Rumah Sakit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP)
2.2 Trauma Siku
2.2.1 Fraktur
2.2.2 Penatalaksanaan Trauma pada Siku
2.2.2.1 Penatalaksanaan Bedah
2.2.2.2 Penatalaksanaan Modalitas Keperawatan
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Informasi Umum
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.3 Keluhan Utama
3.1.4 Aktifitas dan Istirahat
3.1.5 Sirkulasi
3.1.6 Integritas Ego
3.1.7 Eliminasi
3.1.8 Makanan dan Cairan
3.1.9 Higiene
3.1.10Neurosensori
3.1.11Pernapasan
3.1.12Keamanan
3.1.13Interaksi Sosial
3.1.14Penyuluhan dan Pembelajaran
3.2 Analisis Data dan Diagnosis Keperawatan
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
3.4 Implementasi dan Evaluasi
ix
i
ii
iii
iv
vi
vii
ix
xi
xii
xiii
1
1
4
4
4
5
5
5
5
6
6
8
9
11
12
14
18
18
18
10
19
19
20
21
21
22
22
22
23
23
24
24
26
30
31
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
BAB IV ANALISIS SITUASI
4.1 Analisis Kasus Terkait KKMP
4.2 Analisis Kasus
4.3 Analisis Evidence Based Practice
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
x
33
33
35
42
44
46
46
46
48
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Laboraturium Pasien
25
Tabel 4.1 Analisis Data
29
xi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Siku
11
Gambar 2.2 Lapisan Kulit untuk Split Thickness Skin Graft dan Full Thickness
Skin Graft
13
xii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Lampiran 2
Prosedur Latihan Range of Motion (ROM)
Lampiran 3
Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 4
Catatan Perkembangan
xiii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan bermotor merupakan salah satu
masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan yang banyak terjadi. Data World
Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2010 sebanyak 1,24
juta orang meninggal akibat kecelakaan di jalan Data WHO tersebut juga
menyebutkan negara yang memiliki pendapat rendah sampai menengah memiliki
rating kecelakaan lalu lintas paling tinggi, yaitu 20,1 per 100.000 populasi
sedangkan pada negara dengan pendapatan tinggi memiliki rating lebih rendah,
yaitu 8,7 dari 100.000 populasi. WHO juga menyebutkan peningkatan kendaraan
bermotor juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan bermotor
yang fatal di Indonesia (WHO, 2013). Pendapatan yang rendah hingga menengah
dan tingginya jumlah kendaraan bermotor membuat Indonesia memiliki jumlah
kasus kecelakaan yang sangat banyak, yaitu sebanyak 108.696 kasus pada tahun
2011 (BPS, 2013). Kecelakaan bermotor ini menimbulkan banyak konsekuensi
pada korbannya terutama terkait dengan kesehatan.
Masalah kesehatan yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas dapat berupa luka
ringan hingga kematian. Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) menyimpulkan data
yang bersumber dari kantor kepolisian Republik Indonesia, yaitu pada tahun 2011
sebanyak 108.945 korban kecelakaan mengalami luka ringan, 35.285 korban
mengalami luka berat, dan 31.195 korban meninggal dunia. Riyadina & Subik
(2007) dalam penelitiannya menyebutkan dari 138 korban kecelakaan motor yang
masuk ke IGD RSUP Fatmawati, sebanyak 52,2% mengalami cedera ringan dan
47,8% mengalami cedera parah. Penelitian tersebut juga menggambarkan
persentase jenis luka yang terjadi akibat kecelakaan motor, yaitu luka terbuka
42,0%, patah tulang 18,0% dan luka lecet 14,5%. Hal serupa juga disampaikan
Riyadina, Suhardi, & Permana (2009) berdasarkan data Riskesdas tahun 2007
1
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
2
yang menyebutkan bahwa pola bagian tubuh yang terkena cedera dari 928.317
responden yaitu kaki (63,8%), tangan (47,8%), kepala (19,6%) dan badan (10,2%)
dengan luka lecet (65,9%), memar (49%), luka terbuka (26,7%), terkilir atau
teregang (21%) serta patah tulang/anggota tubuh terputus sekitar 9,1%. Patah
tulang atau fraktur dan luka lecet merupakan salah satu masalah yang cukup
banyak terjadi pada korban kecelakaan berdasarkan data di atas.
Fraktur ekstremitas merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada
kecelakaan kendaraan beroda dua. Penelitian yang dilakukan Cahyadi & Soegandi
(2008) menyimpulkan dari 31 kasus kecelakaan kendaraan roda dua yang dibawa
ke instalasi forensik RSUP dr. Sardjito, semua korban (100%) mengalami fraktur
atau patah tulang pada ekstremitas. Penelitian lain yang dilakukan Conroy, et al.
(2007) menyebutkan bahwa sebanyak 24,8% responden dari data Crash Injury
Research Enginering Network (CIREN), mengalami cedera pada ekstremitas atas.
Landy et al. (2010) dalam penelitiannya juga menyebutkan dari 336 kasus yang
diidentifikasi, sebanyak 67%. tipe cedera yang paling sering terjadi adalah cedera
ekstremitas bawah. Sumber ini juga menyebutkan fraktur ekstremitas atas juga
sering ditemukan, yaitu fraktur humerus (11%), ulna (7%), radius (6%), tangan
(4%), dan pergelangan tangan (2%). Fraktur yang terjadi akibat kecelakaan ini
perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Penatalaksanaan fraktur perlu dilakukan dengan menggunakan prinsip yang tepat.
Smeltzer & Bare (2002) menyebutkan prinsip penanganan fraktur adalah
mengembalikan
fragmen
tulang
ke
posisi
anatomis
normal
(reduksi),
mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi), dan
mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena
(rehabilitasi). Salah satu caranya sesuai dengan penelitian Harris et al. (2009)
pada fraktur metakarpal dengan menggunakan traksi dan imobilisasi tulang yang
patah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan dari 59 pasien, 80 % diantaranya
mengalami perbaikan dari kekakuan pada awal perbaikan fraktur. Cara lainnya
dengan pembedahan yaitu Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) seperti
penelitian Boraiah et al. (2009). Penelitian tersebut mendapatkan hasil 17 dari 18
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
3
pasien fraktur acetabular yang dilakukan ORIF dan Total Hip Arthroplasty (THA)
mengalami penyembuhan yang sukses. Pasien dengan ORIF perlu mendapat
imobilisasi agar proses penyembuhan tidak terganggu. Penggunaan splint
biasanya dilakukan setelah pemasangan ORIF. Komplikasi yang terjadi setelah
imobilisasi dengan splint adalah kekakuan pada sendi di sekitar tempat terjadinya
trauma (Boyd, Benjamin, & Maj, 2009). Bengkak juga dapat terjadi pada ujung
ekstremitas yang menyebabkan menurunnya rentang gerak sendi pada daerah
tersebut.
Rehabilitasi
perlu
dilakukan
untuk
mencegah
kekakuan
dan
mengembalikan rentang gerak sendi di sekitar daerah trauma.
Salah satu bentuk rehabilitasi yang penting untuk dilakukan untuk mencegah
kekakuan dan mengembalikan rentang gerak sendi di sekitar daerah trauma adalah
dengan melakukan latihan Range of Motion (ROM). Latihan ini sangat penting
dilakukan karena latihan ROM dapat meningkatkan status fungsional daerah yang
mengalami trauma. Penelitian MacDermid et al. (2012) dengan 315 terapis tangan
sebagai responden meyakini bahwa penggunaan edukasi pasien (95%) dan ROM
aktif pada tahap akut serta program latihan rumah (99%), ROM aktif (99%),
peregangan (97%), penguatan (97%), melakukan ADL dan pekerjaan rutin (97%),
ROM pasif (95%), dan ROM aktif asistif (95%) digunakan secara umum pada
tahap rehabilitasi fungsional. Penelitian lain yang dilakukan Bland et al. (2008)
menyebutkan bahwa pembatasan ROM aktif dapat membuat penurunan fungsi
tangan. Oleh karena itu, latihan ROM sangat diperlukan bagi pasien yang
mengalami trauma, terutama pada ekstremitas atas.
Latihan ROM perlu dilakukan pada pasien fraktur sejak berada di rumah sakit.
Salah satu rumah sakit di kawasan perkotaan dengan kasus pasien fraktur yang
cukup banyak adalah RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM). Jumlah pasien
fraktur siku dan lengan atas berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik di
RSUPN Cipto Mangunkusumo mencapai 165 pasien pada 2012 dan 68 pasien
pada 2013 (Divisi Rekam Medik RSCM, 2013). Hasil pengamatan terhadap
beberapa pasien yang di rawat di ruang bedah ortopedi ditemukan bahwa
penyebab fraktur tersering adalah akibat kecelakaan kendaraan roda dua dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
4
pasien tersebut tidak secara rutin dilakukan latihan ROM selama masa perawatan.
Hasil wawancara dengan salah satu pasien yang mengalami fraktur siku kiri
akibat kecelakaan kendaraan roda dua di Kota Bogor, yaitu Ny. S (51 tahun)
diperoleh informasi bahwa latihan ROM sebenarnya dilakukan oleh dokter rekam
medik dan fisioterapis, tetapi tidak rutin setiap hari dilakukan. Pasien yang
diwawancara juga menyebutkan bahwa perawat sering mengingatkan pasien
untuk menggerak-gerakkan tubuh, tetapi tidak pernah mengajarkan dan
mendampingi saat pasien melakukan latihan. Oleh karena itu, analisis trauma
akibat kecelakaan lalu lintas sebagai salah satu masalah masyarakat perkotaan dan
latihan ROM sebagai salah satu intervensi pasien trauma pada salah satu pasien
trauma siku di RSUPN Cipto Mangunkusumo perlu dilakukan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis praktik klinik keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien trauma siku post ORIF dan STSG di
ruang rawat bedah lantai 4 zona A Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo.
1.2.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis kasus kelolaan utama yaitu pasien dengan trauma siku post ORIF
dan STSG.
b. Menganalisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep
trauma siku akibat kecelakaan lalu lintas.
c. Menganalisis latihan ROM sebagai salah satu intervensi dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien trauma siku.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
5
1.3 Manfaat Penulisan
Laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.1.1 Bagi Pendidikan
Manfaat penulisan ini bagi pendidikan ialah sebagai bahan pertimbangan terhadap
pengembangan
kurikulum
pada
pendidikan
keperawatan.
Pengembangan
kurikulum yang dimaksud ialah untuk memasukkan konsep kecelakaan lalu lintas
sebagai salah satu masalah keperawatan dalam mata kuliah Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) dan latihan ROM sebagai salah satu
praktikum wajib pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB),
khususnya pada sistem muskuloskeletal.
1.1.2 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dan motivasi bagi
perawat yang bertugas di bagian bedah rumah sakit untuk melakukan latihan
ROM pada pasien trauma.
1.1.3 Bagi Rumah Sakit
Asuhan keperawatan pada pasien fraktur dengan latihan ROM ini diharapkan
dapat menjadi rekomendasi bagi rumah sakit untuk merancang Standard
Operational Procedure (SOP) tentang pemberian latihan ROM oleh perawat pada
pasien trauma.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjabarkan tinjauan pustaka sebagai landasan teoritis dalam penelitian
ini. Hal-hal yang dibahas pada bab ini adalah mengenai konsep tentang
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP). Bab ini juga membahas
tentang trauma siku, penatalaksanaan bedah untuk trauma siku, dan intervensi
modalitas keperawatan untuk trauma siku.
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP)
Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) adalah suatu bidang dalam
keperawatan kesehatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan
kesehatan
masyarakat
dengan
dukungan
peran
aktif
masyarakat
serta
mengutamakan pelayanan promotif, preventif secara berkesinamungan tanpa
mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu,
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebaga suatu
kesatuan yang utuh, melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi
kehdupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya
(Depkes RI, 2006).
Perkesmas merupakan perpaduan konsep kesehatan masyarakat dan konsep
keperawatan dengan upaya pencapaian derajat kesehatan optimal yang dilakukan
melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) di
semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan pasien sebagai mitra kerja
dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan (Depkes RI,
2006). Tujuan perkesmas ini adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat
dalam mengatasi masalah keperawatan dengan pemberian pelayanan keperawatan
secara langsung kepada seluruh masyaraat dalam rentang sehat sakit dengan
adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity care). Perkesmas
berorientasi pada proses pemecahan masalah dengan proses keperawatan dengan
6
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
7
menerapkan langkah-langkah dari pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sasaran perkesmas adalah seluruh
masyarakat termasuk individu, keluarga, dan kelompok berisiko tinggi dengan
melibatkan masyarakat sebagai mitra dan kerja sama dengan tenaga kesehatan
lain.
Salah satu kelompok masyarakat risiko tinggi yang rentan terhadap berbagai
masalah kesehatan adalah masyarakat yang tinggal di perkotaan (urban). Data
WHO menyebutkan mayoritas populasi dunia tinggal di area urban sejak tahun
2007 yang berdampak pada kesehatan populasi, derajat kesehatan, dan lingkungan
(WHO, 2013). Sumber ini juga menyebutkan tren pada kesehatan perkotaan
adalah 828.000.000 penduduk perkotaan hidup pada kondisi kemiskinan.
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Urbanisasi adalah
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Gejala urbanisasi di sebuah kotadapat
dilihat dari jumlah penduduk yang terus berubah (bertambah) dan terjadi
perubahan pada tatanan masyarakat. Masyarakat perkotaan merupakan komunitas
yang tinggal di daerah perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di
lingkungan kota.
Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki karakteristik dan merupakan hal
yang penting dalam melakukan praktik (Allender, 2001). Karakteristik tersebut
diantaranya
yaitu
masalah
kesehatan
yang
diangkat
merupakan
lahan
keperawatan. Praktik yang dilakukan harus merupakan kombinasi antara
keperawatan publik dan keperawatan klinik. Fokus utama pelayanan asuhan
keperawatan adalah pada populasi. Pelayanan asuhan keperawatan masyarakat
perkotaan juga harus menekankan terhadap pencegahan akan penyakit serta
adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri. Implementasi keperawatan juga
mempromosikan tanggung jawab pasien dan self care. Pengukuran dan analisis
diperlukan untuk menemukan masalah yag terjadi. Asuhan keperawatan
masyarakat perkotaan juga mengguakan prinsip teori organisasi dan melibatkan
kolaborasi interprofesional.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
8
Peran perawat terhadap salah satu masalah pada masyarakat perkotaan ini sangat
besar. Potter & Perry (2006) menyebutkan bahwa mengendarai kendaraan
bermotor merupakan salah satu faktor penentu kesehatan seseorang. Perawat
berperan dalam tiga tingkat pencegahan terkait kecelakaan lalu lintas sebagai
masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Tiga tingkat pencegahan tersebut adalah
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah pencegahan yang sebenarnya, pencegahan ini
dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada
klien yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan primer menurut Potter &
Perry (2006) meliputi dua hal, yaitu peningkatan kesehatan dan perlindungan
khusus yang meliputi imunisasi dan penyediaan nutrisi. Pencegahan sekunder
berfokus pada individu yang mengalami masalah kesehatan atau penyakit, dan
individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
Pencegahan sekunder terbagi menjadi diagnosis dini dan tindakan segera dan
keterbatasan ketidakmampuan. Pencegahan tersier dilakukan ketka terjadi
kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen dan tidak dapat disembuhkan.
Pencegahan tersier terdiri dari cara meminimalkan akibat dari penyakit atau
ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi
dan penurunan kondisi kesehatan (Potter & Perry, 2006).
Salah satu fenomena yang terjadi pada masyarakat perkotaan adalah peningkatan
mobilitas masyarakat yang berdampak pada peningkatan jumlah alat transportasi.
Jenis alat transportasi yang banyak digunakan masyarakat perkotaan adalah
kendaraan bermotor. WHO menyebutkan peningkatan kendaraan bermotor juga
menjadi salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan bermotor yang fatal di
Indonesia (WHO, 2013). Masalah kesehatan dapat timbul dari adanya kecelakaan
tersebut dimana sebagian besar masalah terjadi akibat adanya trauma fisik.
2.2 Trauma Siku
Trauma pada siku dapat terjadi pada seluruh komponen pembentuk siku. Trauma
tersebut dapat terjadi pada tulang dan sendi siku, pembuluh darah, dan dapat pula
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
9
merobek kulit permukaan siku. Jenis trauma yang dapat terjadi pada siku
dijelaskan pada bagian berikut.
2.2.1 Fraktur
Fraktur atau patah tulang memiliki beberapa definisi. Price & Wilson (2006)
mendefinisikan fraktur sebagai patah tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Hal serupa dikemukakan Smeltzer & Bare (2002) dengan
definisi fraktur yaitu terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya yang terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Montague, Watson, & Herbert (2005) menyebutkan bahwa tulang
akan mengalami fraktur atau patah ketika kapasitasnya untung mengabsorbsi
energi terlampaui dan biasanya diikuti oleh cedera traumatik. Oleh karena itu,
kesimpulan fraktur berdasarkan tiga definisi tersebut adalah patah tulang yang
terjadi akibat adanya trauma atau stres yang menyebabkan kontinuitas tulang
terputus.
Fraktur dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Montague, Watson, & Herbert
(2005) membagi fraktur berdasarkan keparahan, arah fraktur, tekanan, dan lokasi
anatomi.
Fraktur
tertutup,
terbuka,
complicated,
komplit,
Greenstick,
Comminuted, dan displaced adalah jenis fraktur berdasarkan keparahan. Fraktur
dapat digolongkan berdasarkan arahnya, yaitu transversal, oblik, spiral, dan linear.
Fraktur kompresi, avulsi, dan stres adalah penggolongan fraktur berdasarkan
tekanan. Jenis fraktur yang digolongkan berdasarkan lokasi anatomis adalah
osteokondrial, ekstra atau intrakapsular, dan berdasarkan area tulang mayor.
Manifestasi klinis yang terjadi pada fraktur beragam dan berbeda pada beberapa
jenis fraktur. Manifestasi klinis fraktur secara umum dijelaskan oleh Smeltzer &
Bare (2002), yaitu nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Nyeri dapat terjadi terus
menerus saat tulang belum diimobilisasi dan dapat pula terjadi akibat spasme otot
yang merupakan respon otot untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Gerakan fragmen tulang yang terus terjadi dapat menyebabkan pergeseran
fragmen tulang. Pergeseran yang terjadi pada fraktur lengan atau tungkai akan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
10
menyebabkan
deformitas
yang dapat
terlihat
maupun
teraba
sehingga
menyebabkan ekstremitas dapat kehilangan fungsi. Pemendekan tulang dapat
terjadi pada fraktur panjang akibat kontraksi otot yang melekat di atas dan di
bawah tempat fraktur. Krepitus dapat terjadi akibat gesekan antar fragmen
sehingga teraba derik tulang. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi
pada kulit akibat dari trauma dan perdarahan.
Tulang memiliki kemampuan untuk beregenerasi ketika terjadi cedera. Tahapan
penyembuhan tulang terdiri dari lima tahap, yaitu tahap inflamasi, proliferasi sel,
pembentukan kalus, penulangan kalus, dan remodeling tulang dewasa (Maher,
Salmond, & Pellino, 2002; Smeltzer & Bare, 2002). Tahap pertama yaitu tahap
inflamasi yaitu respon tubuh terjadi bila cedera dan timbul hematoma akibat
perdarahan pada jaringan. Daerah fraktur akan diisi oleh sel makrofag untuk
membersihkan daerah tersebut dan akan terjadi nyeri dan bengkak selama satu
sampai tiga hari.
Tahap kedua adalah tahap proliferasi sel yang terjadi selama tiga hari sampai dua
minggu yang ditandai dengan pembentukan fibrokartilago (penggantian
hematoma dengan jaringan granulasi). Waktu 2 sampai 6 minggu merupakan
tahap ketiga atau pembentukan kalus, yaitu saat dimana jaringan granulasi
menjadi dewasa. Tahap ke empat adalah tahap osifikasi atau penulangan kalus,
yaitu kalus menjembatani celah antara fragmen fraktur. Kalus ini nantinya akan
berubah menjadi tulang. Tahap ke lima adalah tahap remodeling yang terjadi
antara enam minggu sampai satu tahun. Tahap ini merupakan tahap akhir
perbaikan tulang patah dimana terjadi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi
tulang baru ke susunan struktural sebelumnya (Maher, Salmond, & Pellino, 2002;
Smeltzer & Bare, 2002).
Fraktur pada siku dapat terjadi pada seluruh tulang yang menyusun siku. Tulang
penyusun siku dapat dilihat pada gambar berikut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
11
Gambar 2.1
Anatomi Tulang Siku
Sumber: Restrepo, 2002
Sendi siku terbentuk antara humerus dan tulang lengan bawah. Siku dan sendi
radio-ulnar proksimal menempati rongga yang sama dengan ligamen tertentu.
Permukaan artikular humerus diselubungi tulang rawan hialin, kecuali permukaan
medial troklea. Tulang rawan bonggol troklear ulna diselingi oleh jaringan fibrosa
yang terletak transversal di seberang bagian dalam bonggol. Pangkal radius
diselubungi tulang rawan hialin yang melanjut ke sekeliling pangkal dan terus ke
sendi radio ulnar proksimal. Bagian posterior kapsul (ligamen posterior) tipis dan
makin berkurang ke medial. Bagian anterior (ligamen anterior) terbentuk secara
tidak teratur, dimana beberapa serat brakialis masuk ke dalamnya (O’Rahilly &
Muller, 1995; Vigue & Martin, 2006).
2.2.2 Penatalaksanaan Trauma pada Siku
Penatalaksanaan untuk trauma pada siku bermacam-macam dan tergantung bagian
siku yang terkena dan keparahan trauma. Penatalaksanaan tersebut dapat melalui
tindakan pembedahan, misalnya dengan Open Reduction and Internal Fixation
(ORIF) apabila terjadi trauma pada tulang dan skin graft apabila terjadi trauma
parah pada kulit. Asuhan keperawatan juga sangat penting untuk menunjang
pemenuhan kebutuhan dasar dan meningkatkan penyembuhan trauma siku.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
12
2.2.2.1 Penatalaksanaan Bedah
a. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
Open reduction atau reduksi terbuka harus dilakukan ketika metode tertutup
gagal atau tidak efektif dan ketika permukaan artikular mengalami fraktur dan
berubah tempat, ketika fraktur merupakan akibat dari metastasis tumor, ketika
ada cedera arteri atau cedera multipel. Reduksi terbuka biasanya diikuti
dengan fiksasi internal untuk menstabilkan fraktur dan meningkatkan
penyembuhan fraktur. Alat yang digunakan untuk fiksasi internal bergantung
pada tipe fraktur reduksi yang dilakukan dan area fraktur. Alat yang
digunakan dapat berupa wire dan pin (untuk fraktur yang kecil), screw dan
plates (biasanya digunakan pada batang tulang), nail dan sliding screw-plate
(biasanya digunakan untuk fraktur panggul) (Maher, Salmond, & Pellino,
2002).
Rehabilitasi setelah dilakukan ORIF adalah dengan mengambalikan Range of
Motion (ROM) pada sendi. Kekakuan dapat terjadi pada sendi akibat dari
masa imobilisasi yang lama pemendekan otot di sekitar fraktur. Metode
mobilisasi sendi selama periode rehabilitasi dapat berupa latihan rentang
gerak, contionous passive motion, latihan otot (isometrik, isotonik, dan
isokinetik), latihan gaya berjalan, dan terapi okupasi (Maher, Salmond, &
Pellino, 2002).
b. Skin Graft
Skin graft (pencangkokan kulit) adalah teknik untuk melepaskan potongan
kulit dari suplai darahnya sendiri dan kemudian memindahkannya sebagai
jaringan bebas ke lokasi yang jauh (resipien) (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik
skin graft umumnya digunakan untuk memperbaiki defek yang terjadi akibat
eksisi tumor kulit, untuk menutup daerah kulit yang terkelupas dan untuk
menutup luka dimana kulit sekitarnya tidak cukup untuk menutupnya. Teknik
skin graft ini dapat diklasifikasikan menjadi autograft, allograft, dan
xenograft. Autograft adalah jaringan yang diperoleh dari kulit pasien sendiri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
13
Allograft adalah jaringan yang diperleh dari donor dengan spesies yang sama.
Xenograft adalah jaringan dari spesies lain.
Graft juga dibedakan berdasarkan ketebalannya bergantung pada banyaknya
dermis yang diambil. Split thickness graft dapat dipotong dengan ketebalan
yang bervariasi (tipis, sedang, atau tebal) dan umumnya digunakan untuk
menutup luka atau defek yang lebar. Full thickness graft terdiri atas epidermis
dan keseluruhan dermis tanpa jaringan lemak di bawahnya. Jenis cangkokan
ini digunakan untuk menutup luka yang tidak bisa ditutup langsung (Smeltzer
& Bare, 2002).
Gambar 2.2
Lapisan Kulit untuk Split Thickness Skin Graft dan Full Thickness Skin Graft
Sumber: Smeltzer & Bare, 2002
Graft diambil dari lokasi “donor” atau “host” dan dipasangkan pada lokasi
yang dikehendaki yang disebut lokasi “resipien” atau “graft bed”. Syarat
daerah resipien harus terpenuhi agar cangkokan kulit dapat hidup dan efektif
(Smeltzer & Bare, 2002). Syarat tersebut diantaranya:
1. Lokasi resipien harus memiliki pasokan darah yang adekuat sehingga
fungsi fisiologi normal dapat berlangsung kembali,
2. Cangkokan harus melekat rapat dengan dasar (bed) lokasi resipien (untuk
menghindari penumpukan darah atau cairan)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
14
3. Cangkokan harus terfiksasi kuat (terimobilisasi) sehingga posisinya
dipertahankan pada lokasi resipien
4. Daerah pencangkokan harus bebas dari infeksi.
Cangkokan kulit dapat dijahitkan atau tidak pada lokasi resipien. Cangkokan
ini juga bisa dipotong dan dibentangkan seperti jala agar menutupi suatu
daerah yang lebar. Proses revaskularisasi (pembentukan kembali pasokan
darah) dan pelekatan kembali cangkokan kulit pada dasar lokasi resipien
(recipient bed) dinamakan “take”. Cangkokan yang berwarna merah muda
menandakan terjadinya vaskularisasi. Pasien dan keluarga harus melaporkan
adanya drainase yang tidak lazim atau reaksi inflamasi di sekitar tepi luka.
Lokasi donor juga dipilih dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, yaitu:
1. mencapai kecocokan warna sedekat mungkin dengan memperhatikan
jumlah cangkokan kulit yang diperlukan
2. mencocokkan tekstur dan kualitas kulit untuk membawa rambut
3. mendapatkan cangkokan kulit yang setebal mungkin tanpa mengganggu
kesembuhan luka lokasi donor
4. mempertimbangkan efek kosmetik pada lokasi donor setelah kesembuhan
terjadi sehingga lokasi ini sebaiknya dipilih dari tempat yang tersembunyi.
Lokasi donor akan sembuh melalui reepitelisasi pada jaringan dermis yang
terbuka dan telanjang. Perawatan yang rinci terhadap lokasi donor sama
pentingnya dengan lokasi resipien. Biasanya lokasi donor akan ditutupi
dengan kasa halus dan tidak melekat atau kasa selaput yang bersifat transparan
yang memudahkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa mengganggu kasa
pembalutnya (Smeltzer & Bare, 2002).
2.2.2.2 Penatalaksanaan Modalitas Keperawatan
a. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan pada pasien dengan fraktur. Tujuan imobilisasi adalah
untuk mengamankan bagian yang terluka pada sistem muskuloskeletal untuk
mencegah cedera lebih lanjut, meningkatkan penyembuhan, meningkatkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
15
hasil fungsional, dan mengurangi nyeri (Maher, Salmond, & Pellino, 2002).
Imobilisasi dapat menjadi bagian dari rehabilitasi post ORIF. Sendi di atas dan
di bawah daerah yang diimobilisasi harus secara aktif dilatih. Latihan juga
dilakukan pada ekstremitas yang tidak mengalami masalah. NSHCC Wound
Care Comitte (2010) juga menyebutkan bahwa resipien skin graft harus
diimobilisasi selama lima hari dan pada banyak kasus backslab digunakan
untuk mengurangi pergerakan ekstremitas dan friksi diantara graft dan daerah
pembedahan. Sumber ini juga menyebutkan bahwa elevasi lengan dengan
menempatkan bantal di bawah lengan perlu dilakukan untuk mendukung
lengan dan meningkatkan kenyamanan.
b. Latihan Range of Motion (ROM)
Range of Motion (ROM) merupakan salah satu contoh dari latihan isokinetik
yang berfungsi untuk menjaga mobilitas (DeLaune & Ladner, 2002). Latihan
ROM dapat dilakukan pasif atau aktif untuk memfasilitasi peningkatan
fleksibilitas atau kekuatan (Maher, Salmond, & Pellino, 2002). Tujuan latihan
ROM adalah untuk mempertahankan fungsi mobilisasi sendi, memulihkan atau
meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang berkurang karena proses
penyakit, kecelakaan, atau tidak digunakan, mencegah komplikasi dari
immobilisasi seperti atropi otot, dan kontraktur, dan mempersiapkan latihan
lebih lanjut (Potter & Perry, 2006). Latihan ROM sebagai terapi modalitas
terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Passive Range of Motion (PROM)
Latihan Passive Range of Motion (PROM) adalah aplikasi kekuatan
eksternal tanpa kontraksi otot yang aktif (Maher, Salmond, & Pellino,
2002). Kekuatan eksternal tersebut dapat berasal dari terapis dan peralatan
mekanik. Bentuk latihan ini berguna untuk mencegah kontraktur sendi,
meningkatkan atau menjaga ROM sendi normal, dan aman digunakan
untuk otot yang mengalami paralisis. PROM juga berfungsi untuk
mengurangi adhesi dan menstimulasi penyembuhan, menghasilkan fiksasi
yang lebih kuat pada struktur yang sembuh. Continous Passive Motion
(CPM) adalah salah satu alat yang dapat digunakan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
16
2. Active Assistive Range of Motion (AAROM)
ROM aktif asistif adalah kontraksi aktif otot dengan bantuan dari tekanan
eksternal seperti terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang lain. Asisten
membantu mendukung berat tungkai sehingga resistensi terhadap gravitasi
terbentuk. Aktif asistif ROM dapat membantu meningkatkan fleksibilitas,
kekuatan otot, dan meningkatkan koordinasi otot. Latihan aktif asistif ini
dapat dilakukan dengan bantuan terapis atau pasien sendiri. Pasien dapat
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk membantu bergerak
(Maher, Salmond, & Pellino, 2002).
3. Active Range of Motion (AROM)
ROM aktif adalah kontraksi otot aktif melawan tekanan gravitasi (Maher,
Salmond, & Pellino, 2002). Latihan aktif meningkatkan kekuatan otot dan
fungsi ekstremitas keseluruhan. Pasien yang dapat melakukan ROM aktif
kadang lebih merasa sedikit nyeri dibanding dengan ROM pasif atau aktif
asistif. Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan alat atau secara
mandiri. Cara melakukan latihan ROM aktif seperti yang ada dalam
lampiran 2.
Penelitian terkait latihan ROM cukup banyak. Latihan ini berfungsi untuk
mengembalikan fungsi rentang pergerakan pasien setelah dilakukan imobilisasi
pada daerah yang fraktur. Penelitian yang dilakukan Bland et al. (2008)
menyebutkan bahwa pembatasan ROM aktif dapat membuat penurunan fungsi
tangan
Salah satu penelitian yang membahas mengenai latihan ROM sebagai salah satu
terapi pada pasien fraktur siku adalah penelitian yang dilakukan MacDermid et al.
(2012). Penelitian tersebut melibatkan 315 terapis tangan di Amerika Serikat dan
Kanada dimana sebanyak 80% dari terapis tersebut memberikan perawatan
langsung pada pasien di daerah urban. Selama fase akut tahap penyembuhan
fraktur siku, 87% terapis selalu menggunakan aktif ROM pada bagian tubuh
pasien yang sehat dan 75% dengan teratur menggunakan ROM aktif asistif. ROM
pasif (32%) dan peregangan (26%) jarang digunakan pada fase ini. Sebanyak 83%
terapis tangan juga menilai baik ROM aktif maupun ROM aktif asistif merupakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
17
terapi modalitas yang sangat efektif pada pasien fraktur siku. Terapis lebih
berfokus pada pengembalian fungsi dan manajemen mengurangi nyeri dan edema
selama tahap rehabilitasi. 99% terapis yang telah disurvey sebagian besar setuju
untuk melakukan ROM aktif pada siku, 98% setuju dengan peregangan siku, 97%
setuju menggunakan latihan peregangan pada daerah sekitar siku, latihan
fungsional (97%), ROM pasif (95%), dan ROM aktif asistif (95%). Hal tersebut
sesuai dengan protokol untuk rehabilitasi fraktur siku yang dibuat oleh Bano et al
(2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini membahas mengenai kasus kelolaan utama yang dirawat di ruang bedah
lantai 4 Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo. Bab ini memuat proses
keperawatan yang dimulai dari pengkajian, analisis data dan penentuan prioritas
diagnosis keperawatan, dan rencana asuhan keperawatan. Catatan perkembangan
mengenai implementasi asuhan keperawatan dan evaluasi juga terdapat dalam bab
ini.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Informasi Umum
Ny. S (51 tahun) dengan nomor registrasi 384-47-52 adalah pasien di ruang 404
lantai 4 zona A RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM). Ny. S lahir pada 23
Maret 1962 di Madura dan bersuku Madura. Ny. S mengalami kecelakaan lalu
lintas pada 8 Mei 2013 yang terjadi akibat motor yang ditumpanginya masuk ke
lubang saat berusaha menyalip kontainer sehingga membuat ia terpental ke sisi
kiri. Ny. S tidak mengetahui berapa kecepatan motor tersebut dan hal yang klien
ingat hanya saat lengan kirinya bergesek dengan ban belakang kontainer. Ny. S
kemudian pingsan selama 15 menit dan dibawa ke RS PMI Bogor. Ny. S lalu
dirujuk dari RS PMI ke RSCM dengan alasan peralatan tidak memadai.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
Klien masuk ke IGD RSCM pada 9 Mei 2013 dengan status lokalis lengan atas
kiri tampak luka terbuka dengan diameter 3 cm x 1 cm x 0,5 cm dan terjadi
perdarahan aktif serta hematoma. Klien juga merasa nyeri tekan pada lengan atas
kiri denganVAS 4 dan pergerakan terbatas. Klien kemudian dilakukan operasi
evakuasi hematoma, ORIF K-Wire lateral epicondyle humerus kiri, repair muscle
belly brachiocondialis kiri dan muscle belly fleksor. Diagnosis medis klien post
operasi adalah fraktur tertutup lateral epicondyle kiri pasca repair, closed
18
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
19
degloving brachii et elbow sinistra post repair, ruptur total muscle belly
bracioradialis kiri post repair, trombosis arteri radialis kiri pasca bypass graft.
Klien kemudian dipindahkan ke ruang 404 lantai 4 zona A RSCM pada 12 Mei
2013. Klien menjalani operasi kedua pada 22 Mei 2013 dengan tindakan
debridemen nekrotomi dan eksisi tangensial dengan kesimpulan raw surface baik.
Instruksi post operasi ini adalah rawat luka setiap hari dengan madu dan elastic
verban agar granulasi baik, dan elevasi tangan kiri 30. Klien menjalani operasi
ketiga pada 31 Mei 2013 dengan diagnosis medis raw surface antebrachii sinistra
dan tindakan operasinya adalah tutup defek dengan STSG dan debridemen. Donor
site yang digunakan adalah kulit pada paha kiri.
3.1.3 Keluhan Utama
Pengkajian yang dilakukan pada klien post ORIF hari ke 26 dan post STSG hari
ke 4. Keluhan klien saat itu adalah nyeri pada daerah resipien STSG pada lengan
kiri, menjalar hingga seluruh lengan, skala 3 sampai 4. Klien juga merasa nyeri
pada paha kiri tempat donor kulit dan nyeri menjalar pada seluruh ekstremitas
kiri. Klien mengatakan penyebab nyeri itu adalah karena elastic verban yang
dirasa terlalu kencang, kualitas nyeri sedang, waktu, durasi 2 sampai 3 jam, dan
frekuensi hilang timbul, terutama saat klien bergerak. Faktor pencetus nyeri
adalah apabila klien berpindah posisi sehingga klien malas bergerak. Cara
menghilangkan nyeri adalah dengan istirahat dan minum obat. Klien terlihat
mengerutkan muka, menjaga area yang sakit, dan mengalami penyempitan fokus
saat nyeri terasa. Klien marah bila ada yang menyentuh atau menggerakkan
lengan dan kaki kirinya secara tiba-tiba. Klien mengatakan karena nyeri klien
malas bergerak dan menggerak-gerakkan tubuhnya.
3.1.4 Aktifitas dan Istirahat
Keluhan klien yang lain adalah klien tidak dapat tidur saat malam maupun siang
hari. Klien mengatakan ia merasa takut jika tidur karena teringat dengan peristiwa
kecelakaan yang terjadi. Klien juga merasa takut jika ia tidur maka terjadi hal
yang tidak diinginkan seperti terjadi bencana gempa atau kebakaran dan klien
tidak bisa menyelamatkan diri. Tidur malam klien tidak tentu dan sering
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
20
terbangun, tidur siang hanya 30 menit selama di rawat di rumah sakit. Klien
tampak pucat dan sering terlihat melamun. Pekerjaan klien di rumah adalah
sebagai ibu rumah tangga dengan hobi memasak. Aktivitas waktu luang saat di
rumah adalah mengurus pekerjaan rumah tangga. Klien saat ini merasa bosan
karena sudah lama di rawat. Klien juga tampak sering kesal dan marah-marah.
Pengkajian neuromuskular didapatkan data bahwa massa atau tonus otot klien
kuat pada ekstremitas kanan dan lemah pada ekstremitas kiri. Postur klien
membungkuk saat berjalan karena menjaga area yang sakit. Tangan kiri terlihat
tremor saat diangkat dan rentang gerak klien terbatas. Rentang gerak ekstremitas
kanan tidak tidak terbatas tetapi tangan kiri tidak mampu bergerak. Rentang gerak
lengan kiri, abduksi sudut 5, fleksi sudut 5
Kaki kiri dapat digerakkan tetapi rentang gerak terbatas. Klien mengatakan karena
nyeri jadi malas bergerak. Klien mengatakan latihan ROM sebenarnya dilakukan
oleh dokter rekam medik dan fisioterapis, tetapi tidak rutin setiap hari dilakukan.
Klien juga menyebutkan bahwa perawat sering mengingatkan pasien untuk
menggerak-gerakkan tubuh, tetapi tidak pernah mengajarkan dan mendampingi
saat pasien melakukan latihan. Klien mengatakan fisioterapis yang datang hanya
duduk di depan tempat tidurnya dan menyuruh ia meremas-remas jari dan sudah
selesai. Klien mengatakan selain itu tidak pernah melakukan latihan rentang gerak
sendiri dan merasa badannya menjadi kaku. Tampak jari tangan kiri bengkak dan
tidak dapat digerakkan. Bahu klien juga tidak dapat melakukan fleksi dan
ekstensi. Tidak ada deformitas pada klien dan kekuatan ototnya 5 pada semua
bagian ekstremitas kanan, 0 (nol) pada tangan kiri, 1 pada pada ekstremitas bawah
bagian proksimal (daerah donor site STSG) dan 5 pada ekstremitas bawah distal.
3.1.5 Sirkulasi
Klien tidak memiliki riwayat mengenai masalah jantung seperti hipertensi, demam
rematik, flebitis, penyembuhan lambat, klaudikasi. Tekanan darah klien dalam
batas normal, yaitu 110/80 mmHg. Tekanan nadi klien teraba kuat pada karotis,
temporal, jugularis, femoralis, popliteal, postibial, dan dorsalis pedis dengan
frekuensi 98 x/menit. Nadi pada radialis dan brakialis kanan teraba kuat, tetapi
sulit teraba pada sebelah kiri karena tertutu elastic verban. Bunyi jantung S1/S2,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
21
murmur tidak ada, galop tidak ada, irama reguler, kualitas kuat. Tidak ada distensi
vena jugularis. Suhu ekstremitas 36,5C warna kulit kuning langsat, tetapi kulit
lebih gelap pada tangan kiri. CRT 3 detik pada semua ekstremitas, tanda Homan’s
negatif, tidak ada varises, tidak ada abnormalitas kuku, penyebaran kualitas
rambut merata. Membran mukosa klien lembab, bibir lembab, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, dan tidak ada diaforesis.
3.1.6 Integritas Ego
Integritas ego klien mengalami stres karena penyakit dan cara menangani stres
adalah dengan menangis sendiri. Klien dirawat dengan jaminan Jamkesda dan
memiliki masalah finansial saat suami bangkrut sebagai peternak sapi. Pemenuhan
kebutuhan finansial saat ini dibantu oleh anak pertama yang sudah bekerja. Status
hubungan dengan keluarga dan orang sekitar baik. Klien tidak tampak menganut
suatu budaya tertentu. Klien beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah
sebelum sakit tapi selama sakit klien mengatakan sulit untuk menjalankan ibadah
karena nyeri dan merasa kotor. Klien mengatakan tidak merasa tidak berdaya
selama sakit karena saat sakit memang sudah sewajarnya mendapat bantuan dari
orang lain. Klien terlihat tampak tenang tetapi sering melamun dan cemberut, dan
tampak cemas. Klien mengatakan takut tangannya tidak sembuh dan tidak dapat
berfungsi seperti semula. Klien tidak mudah tersinggung tetapi sering tidak sabar
terutama jika keluarga lambat memenuhi kebutuhannya.
3.1.7 Eliminasi
Klien mengatakan belum BAB sejak operasi ketiga dan mengalami konstipasi.
Saat ini klien tidak menggunakan laksatif. Karakteristik feses sebelum operasi
keras, BAB terakhir tanggal 30 Mei 2013 dengan bantuan yal sebelum operasi.
Klien tidak memiliki riwayat perdarahan dan hemoroid. Pola BAK klien normal,
sebelumnya menggunakan kateter urin tetapi sekarang kateter sudah dilepas.
Klien dapat BAK spontan tetapi untuk menuju kamar mandi harus dengan
bantuan. Frekuensi BAK klien 5 kali sehari dan tidak mengalami retensi.
Karakteristik urin kuning jernih dan klien tidak mengalami nyeri atau rasa
terbakar atau kesulitan BAK. Klien tidak memiliki riwayat penyakit ginjal atau
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
22
kandung kemih dan tidak menggunakan diuretik. Klien tidak mengalami nyeri
tekan abdomen, abdomen teraba lunak, tidak ada massa, dan bising usus 11
x/menit.
3.1.8 Makanan dan Cairan
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dnegan diet makanan rumah sebanyak 3 x
sehari dan klien biasanya menghabiskan setengah porsi. Klien mengatakan merasa
kehilangan selera makan karena nyeri, tetapi selalu menghabiskan susu yang
diberikan rumah sakit sebagai makanan selingan. Klien tidak merasa mual dan
mumtah dan tidak ada nyeri ulu hati. Klien tidak memiliki alergi terhadap
makanan dan tidak ada masalah mengunyah atau menelan. Berat badan
sebelumnya berkisar antara 67 sampai 68 kg dan tidak ada perubahan berat badan
yang terjadi. Berat badan klien sekarang 67 kg, tinggi badan 152 cm, IMT 28,9
kg/cm2, bentuk tubuh gemuk. Turgor kulit klien elastis dan membran mukosa
lembab. Edema tidak ada, hanya pada tangan kiri. Tidak ada pembesaran tiroid,
tidak ada massa/hernia, tidak ada halitosis. Kondisi gigi lengkap dan gusi
berwarna merah, gigi depan tampak keropos, penampilan lidah bersih dan merah,
bising usus 11 x/menit.
3.1.9 Higiene
Aktivitas klien sehari-hari tergantung bantuan keluarga dan perawat, mobilitas
klien turun tempat tidur harus dibantu karena klien merasa nyeri. Klien dapat
makan sendiri tapi butuh bantuan untuk diambilkan makanan. Kebutuhan mandi,
berpakaian dan toileting dibantu oleh keluarga. Waktu mandi yang diinginkan
adalah pagi dan sore hari. Klien tidak menggunakan alat bantu atau prostetik dan
bantu diberikan oleh suami dan keluarga. Penampilan umum klien tampak selalu
memakai pakaian tidur dan terlihat bersih dan rapi. Klien tidak bau badan dan
tidak ada kutu. Kondisi kulit kepala bersih.
3.1.10 Neurosensori
Klien mengatakan saat ini tidak merasa ingin pingsan, tidak sakit kepala, dan
tidak merasa kesemutan. Klien tidak memiliki masalah pada pendengaran dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
23
penglihatan. Status mental klien cemas dan takut akibat trauma pada kecelakaan
yang terjadi. Orientasi klien baik terhadap waktu, tempat, dan orang. Kesadaran
klien compos mentis dan kooperatif. Memori saat ini dan yang lalu baik. Klien
tidak menggunakan kacamata dan alat bantu dengar. Ukuran atau reaksi pupil
klien kanan 2 mm/ kiri 2 mm, isokhor. Tidak ada facial drop, dapat menelan
dengan normal. Genggaman tangan kanan kuat tetapi tangan kiri tidak dapat
menggenggam. Postur klien tegak membungkuk karena menahan sakit. Refleks
tendon dalam kanan positif, tendon kiri tidak dapat terkaji karena nyeri.
3.1.11 Pernapasan
Klien mengatakan tidak mengalami sesak napas dan tidak memiliki riwayat
penyakit pernapasan seperti bronkitis, asma, tuberkulosis, emfisema, dan
pneumonia. Klien tidak merokok dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan.
Frekuensi pernapasan 24 x/menit, dalam, dan simetris. Tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan dan tidak ada napas cuping hidung. Fremitus (+/+), bunyi napas
vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Klien ridak ada sianosis, jari tabuh,
dan tidak ada sputum.
3.1.12 Keamanan
Klien tidak memiliki alergi atau sensitivitas dan tidak ada perubahan sistem imun.
Klien menerima transfusi darah sebanyak 237 cc pada tanggal 22 Juni 2013 pukul
22.00 karena Hb saat itu 9,6 mg/dL dan tidak ada reaksi transfusi. Klien memiliki
riwayat cedera kecelakaan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Klien
mengalami fraktur tertutup lateral humerus epicondyle dan sendi diimobilisasi
post ORIF. Tidak ada masalah punggung, pembesaran nodus, dan tidak
menggunakan alat ambulatori. Protese yang terpasang adalah K-Wire di siku kiri.
Suhu tubuh klien 36,5C, tidak ada diaforesis. Integritas kulit terlihat terpasang
elastic verban di tangan kiri (resipien site STSG) dan paha kiri (donor site STSG),
terdapat rembesan di kedua tempat tersebut. Klien mengatakan saat terjadi
kecelakaan kulitnya hancur. Klien mengatakan saat ini kulit tangannya sudah
ditambal dengan kulit dari paha. Laporan pembedahan klien sudah dilakukan
tutup defek raw surface dengan STSG. Terpasang elastic verband di lengan kiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
24
dan paha kiri, terdapat rembesan, bau tidak tercium, dan terasa gatal. Rencana
ganti balutan besok (4 Juni 2013) dengan dokter bedah plastik. Kekuatan umum
klien lemah, tonus otot ekstremitas kanan kuat, tetapi ekstremitas kiri lemah, cara
berjalan berpegangan pada benda sekitar dan dituntun, ROM terbatas karena klien
takut akan nyeri jika akan menggerakkan tubuhnya. Tidak ada parestesia dan
paralisis.
3.1.13 Interaksi Sosial
Klien saat ini berstatus menikah dengan lama 22 tahun. Klien hidup dengan suami
dan anak. Masalah-masalah atau stres yang dihadapi karena penyakit, keluarga
besar tersebar di Jakarta, Bogor, dan Madura. Orang pendukung lain yang sering
membantu menjaga klien adalah kakak perempuan klien. Peran klien dalam
keluarga sebagai ibu dan istri. Masalah yang timbul karena sakit adalah suami jadi
tidak dapat bekerja karena harus menunggu klien di rumah sakit. Suami juga
beralih peran untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Klien tidak memiliki
masalah komunikasi. Klien berbicara dengan jelas dan aktif berkomunikasi
dengan suami, keluarga, dan pasien lain. Pola interaksi keluarga adalah
komunikasi terbuka.
3.1.14 Penyuluhan dan Pembelajaran
Klien menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa dominan. Klien dapat
membaca dan menulis dengan pendidikan tamat SMU. Klien tidak memiliki
keterbatasan kognitif. Keyakinan kesehatan yang dilakukan adalah rajin
mengonsumsi madu karena klien percaya madu dapat menguatkan daya tahan
tubuh. Klien tidak memiliki orientasi terhadap kesehatan berdasarkan agama atau
kurtural yang dianut. Klien tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakitpenyakit seperti diabetes, tuberkulosis, penyakit jantung, stroke, hipertensi,
penyakit ginjal, kanker, dan lain-lain. Obat-obatan yang dikonsumsi klien saat ini
adalah antibiotik Cefixime 2 x 100 mg PO, analgesik Mefinal 3 x 500 mg PO, dan
Ultracet 3 x 37,5 mg PO. Klien tidak mengonsumsi obat-obatan tanpa resep,
tembakau, dan alkohol. Harapan pasien terhadap perawatan atau pembedahan ini
adalah semoga tangannya kembali normal. Perencanaan pulang klien belum
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
25
diketahui, sumber-sumber seperti orang yang merawat setelah pulang dan
keuangan ada. Perubahan yang diantisipasi setelah pulang adalah kebutuhan
pemenuhan ADL dan membutuhkan bantuan dalam semua kegiatan. Klien akan
kontrol poli ortopedi/ bedah plastik setelah pulang, namun tidak akan langsung
pulang ke rumah tetapi tinggal dikosan karena rumah klien terletak di Bogor dan
klien takut jika pulang ke rumah akan sulit kontrol.
Hasil laboraturium klien pada tanggal 2 Juni 2013 tertera pada tabel dibawah ini.
Pemeriksaan
Hasil Lab
Nilai Normal
Hemoglobin
9,6 g/dL
12,0 – 14,0 g/dL
Hematokrit
29,6 %
40 – 48 %
Jumlah Leukosit
13.570/ mm3
5000 – 10000/ mm3
Jumlah Trombosit
508.000/ mm3
150000 – 400000/ mm3
MCV/ VER
88,1 fL
82 – 92 fL
MCH/ HER
28,6 pg
27 – 31 pg
32,6 g/dL
32 – 36 g/dL
Basofil
0,1 %
0–1%
Eosinofil
3,4%
1–3%
Neutrofil Segmen
72,4%
50 – 70 %
Limfosit
16,7 %
20 – 40 %
Monosit
7,4 %
2–8%
Hematologi:
MCHC/ KHER
Diffcount:
Tabel 3.1
Hasil Laboraturium Pasien
Sumber: Rekam Medik Pasien, 2002
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
26
3.2 Analisis Data dan Diagnosis Keperawatan
Data yang diperoleh dari hasil pengkajian terhadap pasien diklasifikasikan dan di
analisis untuk merumuskan masalah keperawatan. Masalah keperawatan ini akan
menjadi landasan dalam pembuatan diagnosis keperawatan yang diurutkan
berdasarkan prioritas. Analisis data selengkapnya terdapat dalam tabel di bawah
ini.
Masalah
Data Fokus
Keperawatan
DS:
Nyeri akut
-
Keluhan klien adalah nyeri pada daerah resipien STSG
pada lengan kiri, menjalar hingga seluruh lengan, skala 3
sampai 4.
-
Klien juga merasa nyeri pada paha kiri tempat donor kulit
dan nyeri menjalar pada seluruh ekstremitas kiri.
-
Klien mengatakan penyebab nyeri itu adalah karena elastic
verban yang dirasa terlalu kencang, kualitas nyeri sedang,
durasi 2 sampai 3 jam, dan frekuensi hilang timbul,
terutama saat klien bergerak.
-
Faktor pencetus nyeri adalah apabila klien berpindah posisi
sehingga klien malas bergerak.
-
Cara menghilangkan nyeri adalah dengan istirahat dan
minum obat.
DO:
-
klien post ORIF hari ke 26 dan post STSG hari ke 4
-
TTV: TD 110/88 mmHg, Nadi 98 x/menit, RR 24 x/menit,
S 36,5C
-
P: saat bergerak
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar hingga seluruh tangan dan
ekstremitas kiri
S: skala 4
T: saat bergerak, durasi 30-60 menit
-
Klien terlihat mengerutkan muka,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
27
-
Klien terlihat menjaga area yang sakit,
-
Klien terlihat mengalami penyempitan fokus saat nyeri
terasa.
-
Klien tampak marah bila ada yang menyentuh atau
menggerakkan lengan dan kaki kirinya secara tiba-tiba.
DS:
Gangguan pola
-
Klien mengatakan tidak dapat tidur saat malam maupun tidur
siang hari.
-
Klien mengatakan ia merasa takut jika tidur karena teringat
dengan peristiwa kecelakaan yang terjadi.
-
Klien juga merasa takut jika ia tidur maka terjadi hal yang
tidak diinginkan seperti terjadi bencana gempa atau
kebakaran dan klien tidak bisa menyelamatkan diri.
-
Tidur malam klien tidak tentu dan sering terbangun, tidur
siang hanya 30 menit selama di rawat di rumah sakit.
-
TTV: TD 110/88 mmHg, Nadi 98 x/menit, RR 24 x/menit,
S 36,5C
DO:
-
Klien tampak pucat dan sering terlihat melamun.
-
Klien saat ini merasa bosan karena sudah lama di rawat.
-
Klien juga tampak sering kesal dan marah-marah.
DS:
Hambatan
-
Klien mengatakan karena nyeri jadi malas bergerak.
mobilitas fisik
-
Klien mengatakan latihan ROM sebenarnya dilakukan oleh
dokter rekam medik dan fisioterapis, tetapi tidak rutin
setiap hari dilakukan.
-
Klien
juga
menyebutkan
bahwa
perawat
sering
mengingatkan pasien untuk menggerak-gerakkan tubuh,
tetapi tidak pernah mengajarkan dan mendampingi saat
pasien melakukan latihan.
-
Klien mengatakan fisioterapis yang datang hanya duduk di
depan tempat tidurnya dan menyuruh ia meremas-remas
jari dan sudah selesai.
-
Klien mengatakan selain itu tidak pernah melakukan
latihan rentang gerak sendiri dan merasa badannya menjadi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
28
kaku.
DO:
-
Genggaman tangan kanan kuat tetapi tangan kiri tidak
dapat menggenggam.
-
Postur klien tegak membungkuk karena menahan sakit.
-
Refleks tendon dalam kanan positif, tendon kiri tidak dapat
terkaji karena nyeri.
-
massa atau tonus otot klien kuat pada ekstremitas kanan
dan lemah pada ekstremitas kiri.
-
Tangan kiri terlihat tremor saat diangkat dan rentang gerak
klien terbatas.
-
Rentang gerak ekstremitas kanan tidak tidak terbatas tetapi
tangan kiri tidak mampu bergerak.
-
Rentang gerak lengan kiri, abduksi sudut 5, fleksi sudut 5
-
Kaki kiri dapat digerakkan tetapi rentang gerak terbatas.
-
Tampak jari tangan kiri bengkak dan tidak dapat
digerakkan.
-
Bahu klien juga tidak dapat melakukan fleksi dan ekstensi.
-
Tidak ada deformitas pada klien
-
Kekuatan ototnya 5 pada semua bagian ekstremitas kanan,
0 (nol) pada tangan kiri, 1 pada pada ekstremitas bawah
bagian proksimal (daerah donor site STSG) dan 5 pada
ekstremitas bawah distal.
DS:
Intoleransi aktifitas
-
Klien mengatakan karena nyeri jadi malas bergerak.
DO:
-
TTV: TD 110/88 mmHg, Nadi 98 x/menit, RR 24 x/menit,
S 36,5C
-
Hasil laboraturium: hemoglobin 9,6 g/dL hematokrit
29,6 %
-
Klien mendapat transfusi darah 237 cc pada 2 Juni 2013
-
Aktivitas klien sehari-hari tergantung bantuan keluarga dan
perawat, mobilitas klien turun tempat tidur harus dibantu
karena klien merasa nyeri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
29
-
Klien dapat makan sendiri tapi butuh bantuan untuk
diambilkan makanan.
-
Kebutuhan mandi, berpakaian dan toileting dibantu oleh
keluarga.
DS:
Kerusakan
-
Klien mengatakan saat terjadi kecelakaan kulitnya hancur
integritas kulit
-
Klien mengatakan saat ini kulit tangannya sudah ditambal
dengan kulit dari paha
DO:
-
Laporan pembedahan klien sudah dilakukan tutup defek
raw surface dengan STSG
-
Terpasang elastic verband di lengan kiri dan paha kiri,
terdapat rembesan, bau tidak tercium.
-
Rencana ganti balutan besok (4 Juni 2013) dengan dokter
bedah plastik
DS:
Risiko penyebaran
-
Klien mengatakan kulit di dalam balutannya terasa gatal
-
Klien mengatakan terdapat rembesan pada balutannya.
infeksi
DO:
-
klien post ORIF hari ke 26 dan post STSG hari ke 4
-
TTV: TD 110/88 mmHg, Nadi 98 x/menit, RR 24 x/menit,
S 36,5C
-
Terpasang elastic verband di lengan kiri dan paha kiri,
terdapat rembesan, bau tidak tercium.
-
Hasil laboraturium jumlah leukosit 13.570/ mm3, Basofil
0,1 %, Eosinofil 3,4%, Neutrofil 72,4%, Segmen
Limfosit16,7 %, Monosit7,4 %
-
Jari tangan kiri terlihat bengkak
Tabel 3.2
Analisis Data
Sumber: Data Primer dan Sekunder, 2013
Prioritas diagnosis keperawatan:
1. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri pada daerah post operasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
30
2. Risiko penyebaran infeksi b.d kerusakan integritas pada kulit resipien dan
donor STSG
3. Ganggan pola tidur b.d beban psikologis akibat kecelakaan lalu lintas.
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan yang diberikan kepada Ny. S sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan. Rencana asuhan keperawatan
tersebut dibuat berdasarkan hasil data subjektif dan objektif yang ditemukan pada
klien. Rencana asuhan keperawatan yang lengkap terdapat dalam lampiran 3.
Rencana asuhan keperawatan dibuat untuk diagnosis keperawatan pertama yaitu
hambatan mobilitas fisik b.d nyeri pada daerah post operasi. Tujuan pemberian
asuhan keperawatan ini adalah agar klien dapat melakukan mobilisasi secara
optimal dan sesuai dengan toleransi klien dalam 6 x 24 jam. Kriteria evaluasi dari
penyelesaian diagnosis ini diantaranya klien dapat termotivasi untuk melakukan
latihan pergerakan sendi, nyeri berkurang dan lebih rileks, terjadi peningkatan
tonus otot, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Rencana intervensi yang
diberikan diantaranya mengajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam dan
masase punggung, mengajarkan dan mengevaluasi latihan Range of Motion
(ROM) dan membantu klien untuk melakukan ambulasi.
Diagnosis keperawatan kedua yaitu risiko infeksi b.d kerusakan integritas pada
kulit resipien dan donor STSG diselesaikan melalui rencana asuhan keperawatan
yang berfokus pada pencegahan infeksi. Kriteria evaluasi untuk diagnosis
keperawatan ini diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi setelah intervensi
selama 6 x 24 jam yang ditandai dengan luka operasi tidak gatal dan
penyembuhan luka baik. Intervensi yang dapat diberikan diantaranya dengan
memotivasi dan mengajarkan klien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
diri dan melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Gangguan pola tidur b.d trauma akibat kecelakaan sebagai diagnosis keperawatan
ketiga diselesaikan dengan tujuan agar pola tidur klien tidak terganggu setelah
intervensi selama 3 x 24 jam. Kriteria evaluasi dari rencana intervensi ini
diantaranya adalah klien mengatakan dapat memulai tidur kembali dengan mudah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
31
bila terbangun, jumlah jam tidur meningkat, dan merasa lebih segar saat bangun.
Klien juga diharapkan dapat terlihat lebih tenang dan tanda-tanda vital klien
dalam batas normal. Rencana intervensi yang diberikan adalah dengan
memberikan lingkungan yang tenang serta memberikan relaksasi melalui napas
dalam, guided imagery, dan masase punggung.
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Implementasi yang diberikan pada klien sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat dengan modifikasi sesuai kondisi klien saat pemberian intervensi.
Implementasi dan evaluasi secara keseluruhan terintegrasi dalam catatan
perkembangan yang terlampir pada lampiran 4. Berikut akan dibahas secara
singkat mengenai implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan yang diberikan
pada Ny. S.
Implementasi yang diberikan pada Ny. S untuk diagnosis keperawatan pertama
adalah dengan mengobservasi tanda-tanda vital, memberikan medikasi untuk
mengurangi nyeri, mengkaji kekuatan otot, mengelevasi tangan kiri, dan
mengajarkan latihan ROM. Hasil yang diperoleh setelah intervensi selama 6 hari
adalah nyeri klien berkurang dari skala awal 4 dan setelah intervensi menjadi 2.
Kekuatan otot klien juga bertambah dari awalnya tangan kiri klien tidak dapat
melawan gravitasi sampai pada hari ke enam klien dapat mengangkat tangan
kirinya dan melawan gravitasi, tetapi belum mampu diberikan tahanan. Rentang
gerak klien juga bertambah dimana awalnya klien tidak mampu menggerakkan
tangan kirinya dan pada hari ke enam klien sudah dapat melakukan fleksi dan
abduksi pada bahu kiri. Klien juga sudah dapat melakukan oposisi pada jari-jari
tangan kiri walau bengkak masih ada.
Diagnosis keperawatan kedua yaitu risiko infeksi diberikan intervensi dengan
mengajarkan cuci tangan kepada klien dan keluarga terutama dengan teknik 6
langkah dan menerapkan 5 moments mencuci tangan. Klien dan keluarga dapat
melakukan cuci tangan 6 langkah dengan benar walau klien harus dibantu untuk
mencuci tangan karena tangan kirinya terbalut elastic verban. Klien dan keluarga
juga sudah menerapkan lima waktu mencuci tangan walau harus sering
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
32
diingatkan. Perawatan luka operasi sebagai port di entri agen infeksi dilakukan
dengan teknik aseptik dan berkolaborasi dengan dokter bedah plastik. Selama
delapan hari dilakukan dua kali penggantian balutan. Kulit resipien STSG pada
penggantian balutan kedua tampak berwarna gelap, saat balutan diangkat terlihat
kulit sudah take 90%, sisanya masih berwarna merah 7% dan 3% berwarna merah
muda, tampak slough di sekitar bagian bawah. Klien kemudian harus melakukan
rawat jalan untuk penggatian balutan selanjutnya.
Gangguan pola tidur yang dialami klien dapat teratasi pada hari ke tiga perawatan.
Implementasi yang diberikan pada klien yaitu mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam, mengajarkan teknik distraksi dengan guided imagery dan hipnosis lima
jari, dan melakukan masase punggung. Hari ke tiga klien mengatakan semalam
sudah dapat tidur nyenyak dari pukul 22.00 sampai pukul 05.00 dan terbangun 2 x
karena BAK tetapi dapat melanjutkan tidur lagi. Klien juga mengatakan merasa
segar saat bangun dan ketakutan akibat kecelakaan sudah tidak dirasakan lagi.
Klien terlihat lebih bersemangat dan tenang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
BAB IV
ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas mengenai analisis masalah keperawatan yang terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas dengan konsep terkait Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (KKMP) dan konsep terkait trauma siku. Analisis kasus terkait
diagnosa yang telah ditegakkan, rencana asuhan keperawatan, dan implementasi
serta evaluasi yang telah diberikan juga dibahas dalam bab ini. Bab ini juga
mencakup analisis mengenai latihan ROM sebagai Evidence Based Practice
(EBP). Alternatif solusi yang dapat diberikan untuk meningkatkan efektivitas
latihan ROM sebagai salah satu intervensi keperawatan pada pasien trauma juga
dibahas dalam bab ini.
4.1 Analisis Kasus Terkait KKMP
Ny. S (51 tahun) merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang terjadi di kota
Bogor. Indonesia sebagai salah satu negara dengan pendapatan rendah hingga
menengah juga memiliki jumlah kasus kecelakaan yang sangat banyak, yaitu
sebanyak 108.696 kasus pada tahun 2011 (BPS, 2013). WHO juga menyebutkan
peningkatan kendaraan bermotor juga menjadi salah satu penyebab tingginya
angka kecelakaan bermotor yang fatal di Indonesia (WHO, 2013). Kecelakaan
bermotor ini menimbulkan banyak konsekuensi pada korbannya terutama terkait
dengan kesehatan.
Faktor risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terjadi di perkotaan
bermacam-macam. Moskal, Martin, & Laumon (2012) menganalisis faktor risiko
terbesar terjadinya cedera pada kecelakaan kendaraan bermotor ditemukan bahwa
laki-laki, tidak menggunakan helm, mengonsumsi alkohol, usia terlalu tua atau
muda berisiko lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan. Hal ini tidak sesuai
dengan Ny. S yang berjenis kelamin wanita, tidak mengonsumsi alkohol dan
berada pada usia pertengahan.
33
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
34
Pasien Ny. S (51 tahun) merupakan pasien yang mengalami trauma siku akibat
kecelakaan lalu lintas yang terjadi saat membonceng sepeda motor. Kecelakaan
lalu lintas akibat sepeda motor dapat menyebabkan trauma pada bagian tubuh
terutama ekstremitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan penelitian
Conroy, et al. (2007) yang menyebutkan sebanyak 24,8% responden dari data
Crash Injury Research Enginering Network (CIREN), mengalami cedera pada
ekstremitas atas. Penelitian lain yang dilakukan Landy et al. (2010) terhadap 336
kasus kecelakaan sepeda motor juga menyebutkan fraktur ekstremitas atas sering
ditemukan, yaitu fraktur humerus (11%), ulna (7%), radius (6%), tangan (4%),
dan pergelangan tangan (2%). Trauma siku merupakan jenis trauma yang dialami
Ny. S.
Peran perawat terhadap salah satu masalah pada masyarakat perkotaan ini sangat
besar. Potter & Perry (2006) menyebutkan bahwa mengendarai kendaraan
bermotor merupakan salah satu faktor penentu kesehatan seseorang. Perawat
berperan dalam tiga tingkat pencegahan terkait kecelakaan lalu lintas sebagai
masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Tiga tingkat pencegahan tersebut
adalah pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah pencegahan yang sebenarnya, pencegahan ini
dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada
klien yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan primer menurut Potter &
Perry (2006) meliputi dua hal, yaitu peningkatan kesehatan dan perlindungan
khusus yang meliputi imunisasi dan penyediaan nutrisi. Peningkatan kesehatan
dalam pencegahan primer ini meliputi pendidikan kesehatan dalam hal ini
mengenai penyuluhan tentang safety riding bagi para pengendara kendaraan
bermotor. Pemeriksaan kesehatan secara rutin seperti pemeriksaan mata terhadap
pengendara kendaraan bermotor juga dapat menjadi pencegahan primer untuk
mendeteksi secara dini masalah kesehatan yang ada. Perlindungan khusus juga
diperlukan pada pengguna kendaraan bermotor sebagai tindak pencegahan
kecelakaan lalu lintas yaitu dengan menggunakan alat perlindungan seperti helm,
jaket, dan sarung tangan serta menaati peraturan dan rambu lalu lintas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
35
Pencegahan sekunder berfokus pada individu yang mengalami masalah kesehatan
atau penyakit, dan individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi
yang lebih buruk. Pencegahan sekunder terbagi menjadi diagnosis dini dan
tindakan segera dan keterbatasan ketidakmampuan (Potter & Perry, 2006).
Aktivitas pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan
pemberian intervensi yang tepat. Tindakan keperawatan pada pasien yang
mengalami kecelakaan pada fase akut adalah dengan mengkaji berdasarkan urutan
primary dan secondary survey serta memberikan intervensi segera sesuai hasil
pengkajian seperti menghentkan perdarahan pada luka terbuka, memasang bidai
atau mengimobilisasi fraktur, dan memberikan cairan jika terjadi syok. Perawat
memberikan intervensi perioperatif pada pasien yang mengalami kecelakaan dan
membutuhkan intervensi bedah. Perawatan preoperatif termasuk pemberian
edukasi mengenai pre dan post operasi dilaksanakan perawat untuk menurunkan
kecemasan klien. Perawatan post operatif yang komprehensif juga diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dasar klien dan mencegah komplikasi lebih lanjut dari
adanya trauma akibat kecelakaan.
Pencegahan tersier dilakukan ketka terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang
permanen dan tidak dapat disembuhkan. Pencegahan tersier terdiri dari cara
meminimalkan akibat dari penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang
bertujuan untuk mencegah komplikasi dan penurunan kondisi kesehatan (Potter &
Perry, 2006). Perawatan pada tingkat ini bertujuan untuk membantu klien
mencapai tingkat fungsi semaksimal mungkin. Pasien kecelakaan dapat
mengalami trauma seperti fraktur tulang yang perlu imobilisasi dalam waktu
lama. Intervensi yang dilakukan untuk rehabilitasi adalah dengan melakukan
latihan sesuai dengan program terapi yang dibutuhkan.
4.2 Analisis Kasus
Trauma siku yang terjadi pada Ny. S berdampak pada tulang, kulit, otot, dan
pembuluh darah. Hal ini terjadi karena saat Ny. S terpental dari sepeda motor,
siku kiri Ny. S bergesek dengan ban belakang kontainer yang sedang berjalan dan
terbentur dengan aspal jalan. Ny. S mengalami fraktur tertutup lateral epicondyle,
ruptur pada kulit, otot brachii, dan otot brakioradialis serta trombosis arteri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
36
radialis kiri akibat gesekan dan tekanan besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Montague, Watson, & Herbert (2005) yang menyebutkan bahwa tulang akan
mengalami fraktur atau patah ketika kapasitasnya untung mengabsorbsi energi
terlampaui dan biasanya diikuti oleh cedera traumatik. Pasien kemudian dibawa
ke RSCM dan dilakukan penatalaksanaan bedah.
Penatalaksanaan bedah yang dilakukan pada pasien berfungsi untuk memperbaiki
cedera yang terjadi. Tindakan bedah yang dilakukan pada pasien adalah operasi
evakuasi hematoma, Open Reduction and nternal Fixation (ORIF) K-Wire lateral
epicondyle humerus kiri, repair muscle belly brachiocondialis kiri dan muscle
belly fleksor, dan bypass graft arteri radialis. Hematoma terjadi akibat terjadi
perdarahan pada jaringan yang cedera dan perlu segera di evakuasi dalam 48 jam
untuk menghindari nekrosis avaskular kartilago, pembentukan (Smeltzer & Bare,
2002; Graber, Toth, & Hertring,, 2006 ).
Fraktur yang terjadi pada siku Ny. S dilakukan penanganan awal dengan operasi
ORIF K-Wire. ORIF menjadi pilihan utama untuk penatalaksanaan fraktur karena
lebih efektif untuk
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Hal ini sesuai dengan penelitian Boraiah et al. (2009) yang
mendapatkan hasil 17 dari 18 pasien fraktur acetabular yang dilakukan ORIF dan
Total Hip Arthroplasty (THA) mengalami penyembuhan yang sukses. ORIF KWire seperti yang digunakan pada Ny. S merupakan salah satu jenis reduksi
terbuka pada fraktur dengan menggunakan kawat yang dilakukan segera untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya (Smeltzer & Bare, 2002).
Hasil rontgen lengan kiri setelah ORIF ini dapat dilihat pada lampiran 2.
Ny. S juga menjalani operasi Split Thickness Skin Graft (STSG) untuk mengatasi
luka abrasi pada kulit di sekitar siku. Ny. S menjalani operasi pengangkatan
debridemen sebelum dilakukan STSG untuk membuang jaringan nekrotik di kulit
siku kiri. Kulit donor yang diambil untuk cangkok kulit ini adalah kulit di bagian
proksimal paha kiri. Hal ini sesuai dengan kriteria kulit donor menurut Smeltzer
& Bare (2002), yaitu mempertimbangkan efek kosmetik pada lokasi donor setelah
kesembuhan terjadi sehingga lokasi ini dipilih dari tempat yang tersembunyi.
Kulit yang sudah dicangkok kemudian ditutup dengan menggunakan balutan yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
37
tebal dan balutan sirkular untuk memberikan tekanan yang sama sehingga kulit
dapat melekat pada dasar kulit (graft bed).
Keluhan pasien yang dialami pada post ORIF hari ke 26 dan post STSG hari ke 4
adalah nyeri pada daerah siku kiri dan paha kiri. Nyeri yang terjadi pada Ny. S
terjadi di siku kiri tempat terjadinya fraktur dan resipien skin graft, sedangkan
paha kiri merupakan donor skin graft. Hal ini sesuai dengan pendapat Potter &
Perry (2006) bahwa nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan
jaringan, yang harus menjadi pertimbangan perawat saat mengkaji nyeri.
Nyeri yang dialami Ny. S pada bagian siku menjalar hingga seluruh lengan dan
nyeri pada donor site di paha kiri menjalar hingga seluruh kaki kiri. Faktor
pencetus nyeri yang diungkapkan Ny. S adalah saat ia bergerak dan nyeri akan
timbul terus menerus. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan jaringan
menyebabkan pelepasan substansi seperti histamin, bradikinin, dan kalium yang
bergabung dalam reseptor yang berespon terhadap bahaya (nosiseptor).
Kombinasi substansi dengan reseptor nyeri yang mencapai ambang nyeri
menyebabkan terjadinya aktivasi neuron nyeri yang menyebarkan impuls saraf
menyebar sepanjang saraf perifer aferen. Serabut saraf perifer terbagi dua yaitu
serabut A yang berperan untuk mengirimkan sensasi tajam, terlokalisasi dan jelas,
dan serabut C yang menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral,
menjalar, dan terus menerus (Potter & Perry, 2006; Price & Wilson, 2007).
Ny. S terlihat marah bila ada yang menyentuh atau menggerakkan lengan dan kaki
kirinya secara tiba-tiba. Ny. S juga terlihat mengerutkan muka, menjaga area yang
sakit, dan mengalami penyempitan fokus saat nyeri terasa. Hal ini sesuai dengan
respon perilaku seseorang saat mengalami nyeri seperti tertulis dalam Potter &
Perry (2006). Tanda-tanda vital saat nyeri adalah tekanan darah 110/80 mmHg,
nadi 92 x/menit, frekuensi pernapasan 24 x/menit. Nyeri pada Ny. S juga dikaji
menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dan Ny. S mengatakan saat itu skala
nyerinya empat. VAS digunakan karena skala ini memberi pasien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
38
Ny. S mengatakan karena nyeri menjadi malas bergerak karena takut nyerinya
terasa. Ny. S juga mengatakan tidak pernah melakukan latihan rentang gerak dan
merasa badannya menjadi kaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Potter & Perry
(2006) yang menyebutkan pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang
mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin.
Faktor lain yang menyebabkan Ny. S jarang bergerak dan tidak melakukan latihan
rentang gerak rutin adalah kurangnya dukungan bagi pasien untuk melakukan
latihan. Ny. S mengatakan latihan ROM sebenarnya dilakukan oleh dokter rekam
medik dan fisioterapis, tetapi tidak rutin setiap hari dilakukan. Ny. S juga
menyebutkan bahwa perawat sering mengingatkan pasien untuk menggerakgerakkan tubuh, tetapi tidak mengajarkan dan mendampingi saat pasien
melakukan latihan. Ny. S mengatakan fisioterapis yang datang hanya duduk di
depan tempat tidurnya dan menyuruh ia meremas-remas jari dan sudah selesai.
Ny. S mengatakan pula selain itu tidak pernah melakukan latihan rentang gerak
sendiri dan merasa badannya menjadi kaku. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Chan et al. (2009) pada pasien yang sudah menjalani pembedahan
ortopedi bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan fisioterapis, motivasi
pasien untuk mengikuti penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien.
Postur Ny. S membungkuk saat berjalan karena menjaga area yang sakit. Tangan
kiri terlihat tremor saat diangkat dan rentang gerak pasien terbatas. Rentang gerak
ekstremitas kanan tidak tidak terbatas tetapi tangan kiri tidak mampu bergerak.
Rentang gerak lengan kiri, abduksi sudut 5, fleksi sudut 5. Kaki kiri dapat
digerakkan tetapi rentang gerak terbatas. Tampak jari tangan kiri bengkak dan
tidak dapat digerakkan. Bahu pasien juga tidak dapat melakukan fleksi dan
ekstensi. Tidak ada deformitas pada pasien dan kekuatan ototnya 5 pada semua
bagian ekstremitas kanan, 0 (nol) pada tangan kiri, 1 pada pada ekstremitas bawah
bagian proksimal (daerah donor site STSG) dan 5 pada ekstremitas bawah distal.
Diagnosis keperawatan pertama yang diangkat adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri pada daerah post operasi. Tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengobservasi tanda-tanda vital,
memberikan medikasi untuk mengurangi nyeri, mengkaji kekuatan otot,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
39
mengimobilisasi lengan kiri, mengajarkan, memotivasi dan mendampingi pasien
untuk latihan ROM pada tubuh yang tidak sakit, mengajarkan teknik relaksasi
seperti napas dalam dan masase punggung, dan membantu pasien untuk
melakukan ambulasi.
Imobilisasi dengan menggunakan back slab dan balutan sirkular juga dilakukan
untuk mengurangi nyeri. Hal ini sesuai dengan pendapat Lucas (2005, dalam
Drozd, Miles, & Davis, 2009) bahwa selain menggunakan obat, tindakan
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan
bebat. NSHCC Wound Care Comitte (2010) juga menyebutkan bahwa resipien
skin graft harus diimobilisasi selama lima hari dan pada banyak kasus backslab
digunakan untuk mengurangi pergerakan ekstremitas dan friksi diantara graft dan
daerah pembedahan. Sumber ini juga menyebutkan bahwa elevasi lengan dengan
menempatkan bantal di bawah lengan perlu dilakukan untuk mendukung lengan
dan meningkatkan kenyamanan.
Latihan ROM dilakukan dengan metode pengajaran dan pendampingan serta
motivasi kepada pasien untuk melakukannya. Respon Ny. S positif untuk
mengikuti latihan ROM ini ditandai dengan meningkatnya motivasi untuk
melakukan latihan ROM sesuai jadwal, yaitu pagi dan sore hari. Pembahasan
mengenai latihan ROM akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab selanjutnya.
Hasil dari latihan ini adalah peningkatan Kekuatan otot pasien juga bertambah
dari awalnya tangan kiri pasien tidak dapat melawan gravitasi sampai pada hari ke
enam pasien dapat mengangkat tangan kirinya dan melawan gravitasi, tetapi
belum mampu diberikan tahanan. Rentang gerak pasien juga bertambah dimana
awalnya pasien tidak mampu menggerakkan tangan kirinya dan pada hari ke enam
pasien sudah dapat melakukan fleksi dan abduksi pada bahu kiri. Pasien juga
sudah dapat melakukan oposisi pada jari-jari tangan kiri walau bengkak masih
ada.
Teknik relaksasi napas dalam, masase punggung, dan pemberian medikasi yaitu
Mefinal dan Ultracet diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kenyamanan
pasien sehingga nyeri menjadi berkurang. Ny. S mengatakan merasa lebih rileks
dan tenang setelah diberikan intervensi tersebut. Penelitian Hernandez-Reif et al.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
40
(2001) dan Bell (2008) membuktikan bahwa terapi masase efektif mengurangi
nyeri dan meningkatkan range of motion pada pasien low back pain. Kasus pada
penelitian (low back pain) dengan kasus yang dialami Ny. S (trauma siku)
memang berbeda tetapi efek terapi yang diberikan sama. Hal ini dapat terjadi
karena intervensi yang disebutkan di atas dapat menngkatkan pelepasan mediator
kimiawi seperti endorfin dan dinorfin yang berperan untuk menghambat impuls
nyeri (Potter & Perry, 2006). Hasil yang diperoleh setelah intervensi selama 6 hari
adalah nyeri pasien berkurang dari skala awal 4 dan setelah intervensi menjadi 2.
Diagnosis keperawatan kedua yang diangkat adalah risiko penyebaran infeksi
berhubungan dengan kerusakan integritas pada kulit resipien dan donor STSG.
Diagnosis ini diangkat berdasarkan data bahwa Ny. S mengalami luka terbuka
pada siku dan paha kiri. Risiko penyebaran infeksi dapat terjadi karena luka dapat
menjadi port di entri mikroorganisme dan benda asing ke dalam tubuh. Hasil
laboraturium Ny. S menunjukkan jumlah leukosit mengalami peningkatan, yaitu
leukosit 13.570/ mm3, Peningkatan jumlah leukosit menandakan adanya infeksi
(DeLaune & Ladner, 2002). Tanda lain dari infeksi pada Ny. S adalah jari tangan
kiri terlihat bengkak. Integritas kulit yang rusak walaupun sudah dibalut tetap
rentan terhadap terjadinya infeksi lebih lanjut.
Tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatas diagnosis kedua adalah
memotivasi dan mengajarkan pasien dan keluarga untuk selalu menjaga
kebersihan diri, melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik, imobilisasi
daerah fraktur, mengajarkan cuci tangan kepada pasien dan keluarga terutama
dengan teknik 6 langkah dan menerapkan 5 moments. Imobilisasi pada siku kiri
dilakukan pada Ny. S untuk memfasilitasi penyatuan skin graft. Skin graft
sebelumnya ditutup dengan supratul dan kasa lembab yang susun sedemikian rupa
sehingga penyebaran tekanan merata. Imobilisasi kemudian dilakukan dengan
menggunakan back slab dan balutan sirkuler. Hal ini sesuai dengan NSHCC
Wound Care Comitte (2010) juga menyebutkan bahwa resipien skin graft harus
diimobilisasi selama lima hari dan pada banyak kasus backslab digunakan untuk
mengurangi pergerakan ekstremitas dan friksi diantara graft dan daerah
pembedahan. Sumber ini juga menyebutkan bahwa elevasi lengan dengan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
41
menempatkan bantal di bawah lengan perlu dilakukan untuk mendukung lengan
dan meningkatkan kenyamanan.
Perawatan luka operasi sebagai port di entri agen infeksi dilakukan dengan teknik
aseptik dan berkolaborasi dengan dokter bedah plastik. Selama delapan hari
dilakukan dua kali penggantian balutan. Kulit resipien STSG pada penggantian
balutan kedua tampak berwarna gelap, saat balutan diangkat terlihat kulit sudah
take 90%, sisanya masih berwarna merah 7% dan 3% berwarna pink, tampak
slough di sekitar bagian bawah. Hal ini tidak sesuai dengan pedoman Skin Graft
Management Guidelines oleh NSHCC Wound Care Comitte (2010) yang
menyebutkan skin graft biasanya take 100% dan telah menyatu pada hari ke lima.
Faktor lain seperti nutrisi dan perfusi jaringan yang adekuat dapat mempengaruhi
proses penyatuan skin graft dengan graft bed. Pasien kemudian harus melakukan
rawat jalan untuk penggatian balutan selanjutnya.
Diagnosis keperawatan ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan
beban psikologis pasca kecelakaan. Implementasi yang diberikan pada pasien
yaitu mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, mengajarkan teknik distraksi
dengan guided imagery dan hipnosis lima jari, dan melakukan masase punggung.
Teknik yang dapat digunakan untuk membantu tidur adalah imajinasi terbimbing
(guided imagery) yaitu dimana seseorang menggunakan semua indera untuk
merasakan sensasi relaksasi. Selama imajinasi terbimbing, pasien berkonsentrasi
langsung pada gambar atau adegan menyenangkan yang bertujuan untuk membuat
pasien lebih merasa rileks (DeLaune & Ladner, 2002). Masase punggung dapat
menstimulasi sirkulasi pasien dan meningkatkan relaksasi otot, dan menurunkan
ketegangan otot sekaligus menjadi kesempatan bagi perawat untuk melakukan
pengkajian kulit (Brunner & Suddart, 2002). Masase yang dilakukan pada pasien
menggunakan losion yang berguna sebagai pelumas kulit selama masase.
Kombinasi teknik relaksasi tersebut dapat membuat gangguan pola tidur pasien
teratasi pada hari ke tiga. Pasien mengatakan semalam sudah dapat tidur nyenyak
dari pukul 22.00 sampai pukul 05.00 dan terbangun 2 x karena BAK tetapi dapat
melanjutkan tidur lagi. Pasien juga mengatakan merasa segar saat bangun dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
42
ketakutan akibat kecelakaan sudah tidak dirasakan lagi. Pasien terlihat lebih
bersemangat dan tenang.
4.4 Analisis Evidence Based Practice
Pasien yang mengalami fraktur dan pasien post STSG memerlukan imobilisasi.
Imobilisasi pada pasien fraktur berfungsi untuk menjaga agar penyembuhan
tulang dapat berjalan dengan normal. Pergerakan pada tulang saat proses
penyembuhan dapat menimbulkan cedera lebih lanjut pada fraktur. Pasien yang
menjalani STSG juga harus diimobilisasi karena skin graft harus terfiksasi kuat
(terimobilisasi) sehingga posisinya dipertahankan pada lokasi resipien (Brunner &
Suddart, 2002). Komplikasi yang terjadi setelah imobilisasi dengan splint adalah
kekakuan pada sendi di sekitar tempat terjadinya trauma (Boyd, Benjamin, & Maj,
2009). Bengkak juga dapat terjadi pada ujung ekstremitas yang menyebabkan
menurunnya rentang gerak sendi pada daerah tersebut. Rehabilitasi perlu
dilakukan untuk mencegah kekakuan dan mengembalikan rentang gerak sendi di
sekitar daerah trauma.
Range of Motion (ROM) merupakan salah satu contoh dari latihan isokinetik yang
berfungsi untuk menjaga mobilitas (DeLaune & Ladner, 2002). Latihan ROM
dapat dilakukan pasif atau aktif untuk memfasilitasi peningkatan fleksibilitas atau
kekuatan (Maher, Salmond, & Pellino, 2002). Latihan ROM sebagai terapi
modalitas terbagi menjadi empat jenis. Latihan Passive Range of Motion (PROM)
adalah aplikasi kekuatan eksternal tanpa kontraksi otot yang aktif (Maher,
Salmond, & Pellino, 2002). Kekuatan eksternal tersebut dapat berasal dari terapis
dan peralatan mekanik. Bentuk latihan ini berguna untuk mencegah kontraktur
sendi, meningkatkan atau menjaga ROM sendi normal, dan aman digunakan
untuk otot yang mengalami paralisis. PROM juga berfungsi untuk mengurangi
adhesi dan menstimulasi penyembuhan, menghasilkan fiksasi yang lebih kuat
pada struktur yang sembuh. Continous Passive Motion (CPM) adalah salah satu
alat yang dapat digunakan.
ROM aktif asistif adalah kontraksi aktif otot dengan bantuan dari tekanan
eksternal seperti terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang lain. Asisten
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
43
membantu mendukung berat tungkai sehingga resistensi terhadap gravitasi
terbentuk. Aktif asistif ROM dapat membantu meningkatkan fleksibilitas,
kekuatan otot, dan meningkatkan koordinasi otot. Latihan aktif asistif ini dapat
dilakukan dengan bantuan terapis atau pasien sendiri. Pasien dapat menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit untuk membantu bergerak. ROM aktif adalah
kontraksi otot aktif melawan tekanan gravitasi (Maher, Salmond, & Pellino,
2002). Latihan aktif meningkatkan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas
keseluruhan. Pasien yang dapat melakukan ROM aktif kadang lebih merasa
sedikit nyeri dibanding dengan ROM pasif atau aktif asistif. Latihan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat atau secara mandiri.
Latihan Range of Motion (ROM) adalah salah satu terapi modalitas pada pasien
kecelakaan yang mengalami trauma post operasi. Latihan ini berfungsi untuk
mengembalikan fungsi rentang pergerakan pasien setelah dilakukan imobilisasi
pada daerah yang fraktur. Penelitian yang dilakukan Bland et al. (2008)
menyebutkan bahwa pembatasan ROM aktif dapat membuat penurunan fungsi
tangan
Salah satu penelitian yang membahas mengenai latihan ROM sebagai salah satu
terapi pada pasien fraktur siku adalah penelitian yang dilakukan MacDermid et al.
(2012). Penelitian tersebut melibatkan 315 terapis tangan di Amerika Serikat dan
Kanada dimana sebanyak 80% dari terapis tersebut memberikan perawatan
langsung pada pasien di daerah urban. Selama fase akut tahap penyembuhan
fraktur siku, 87% terapis selalu menggunakan aktif ROM pada bagian tubuh
pasien yang sehat dan 75% dengan teratur menggunakan ROM aktif asistif. ROM
pasif (32%) dan peregangan (26%) jarang digunakan pada fase ini. Sebanyak 83%
terapis tangan juga menilai baik ROM aktif maupun ROM aktif asistif merupakan
terapi modalitas yang sangat efektif pada pasien fraktur siku. Terapis lebih
berfokus pada pengembalian fungsi dan manajemen mengurangi nyeri dan edema
selama tahap rehabilitasi. 99% terapis yang telah disurvey sebagian besar setuju
untuk melakukan ROM aktif pada siku, 98% setuju dengan peregangan siku, 97%
setuju menggunakan latihan peregangan pada daerah sekitar siku, latihan
fungsional (97%), ROM pasif (95%), dan ROM aktif asistif (95%). Hal tersebut
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
44
sesuai dengan protokol untuk rehabilitasi fraktur siku yang dibuat oleh Bano et al
(2006).
Latihan ROM yang diberikan kepada Ny. S menggunakan kombinasi dari
berbagai jenis latihan ROM. Latihan yang diberikan pada tangan kiri adalah
latihan ROM pasif pada hari pertama dan kedua, dan dilanjutkan dengan latihan
aktif asistif dengan dibantu tangan kanan pasien yang sehat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Maher, Salmond, & Pellino (2002) yang menyatakan bahwa ROM aktif
asistif adalah kontraksi aktif otot dengan bantuan dari tekanan eksternal seperti
terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang lain. ROM aktif asistif juga dilakukan
pada kaki kiri pasien karena pasien sulit menggerakkan akibat nyeri pada daerah
donor STSG. ROM aktif diajarkan kepada pasien untuk bagian leher dan
ekstremitas kanan. Pasien dapat melakukan semua gerakan latihan ROM aktif
pada ekstremitas yang sehat. Keterbatasan rentang gerak terlihat pada ekstremitas
kiri.
Setelah intervensi selama enam hari, hasil yang diperoleh dari latihan ROM yang
dilakukan cukup signifkan. Pasien dapat melakukan abduksi bahu 15, fleksi bahu
15, elevasi dan depresi bahu kiri, dan menekuk ruas jari kiri 10, tetapi jari
telunjuk menyentuh jempol. Tangan kiri sudah tampak lebih lemas. Pasien dapat
melakukan ROM pada kepala dan ekstremitas kanan. Pasien dapat menggeser
tangan kirinya ke samping kiri dan kanan, kaki kiri sudah dapat digerakkan bebas.
Kekuatan otot tangan kiri berada pada poin 3 dan kak kiri berada pada poin 4.
4.5 Alternatif Pemecahan Masalah
Latihan ROM sebagai salah satu terapi modalitas bagi pasien yang mengalami
trauma sangat penting untuk dilakukan. Pelaksanaan di ruangan berdasarkan
wawancara dengan beberapa pasien dan observasi diketahui bahwa perawat tidak
ada yang mengajarkan secara langsung atau memotivasi pasien untuk melakukan
latihan ROM. Perawat menyuruh pasien menggerak-gerakkan tangannya saja,
Latihan ROM diberikan oleh fisioterapis dan dokter rehabilitasi medik, tetapi
tidak dilakukan setiap hari.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
45
Hasil latihan ROM yang dilakukan pada pasien trauma siku telah dapat
meningkatkan rentang gerak pada bahu, pergelangan tangan, dan jari-jari. Latihan
ini juga perlu diterapkan bagi pasien dengan trauma pada bagian lain terutama
ekstremitas. Pengetahuan perawat mengenai cara melakukan latihan ROM ini
perlu ditingkatkan untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan dan melatih
pasien melakukan ROM.
Perawat perlu menerapkan latihan ROM sebagai salah satu terapi modalitas yang
memiliki banyak manfaat bagi pasien bedah yang menjalani imobilisasi. Perawat
perlu menyediakan waktu untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang cara
melakukan ROM dan memotivasi pasien untuk melakukan latihan tersebut
mandiri sesuai dengan batas-batas yang diijinkan. Latihan ini hendaknya menjadi
salah satu intervensi keperawatan yang diterapkan dan tertulis dalam rencana
intervensi dan selalu dilakukan perawat. Perawat juga hendaknya berkolaborasi
dengan dokter bedah ortopedi atau rehabilitasi medik dan fisioterapis terkait
dengan pelaksanaan ROM pada pasien.
Salah satu alasan lain perawat tidak memberikan latihan ROM adalah kendala
waktu yang tidak cukup saat dinas karena perawat hanya sendirian. Alternatif
pemecahan masalah ini adalah perawat dapat memberikan latihan ROM pada
pasien pre operasi sehingga saat pasien post operasi sudah dapat melakukannya.
Perawat juga dapat membuat jadwal latihan ROM ini, misal setiap pagi dan sore
hari satu jam setelah makan. Hal ini dapat membuat pasien mengingat kapan
harus melakukan latihan ini.
Nyeri dapat menjadi hambatan bagi perawat untuk memotivasi pasien melakukan
latihan ROM. Strategi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan
latihan setelah pemberian analgesik. Pemberian terapi modalitas untuk
menghilangkan nyeri sebelum latihan juga dapat dilakukan seperti distraksi
dengan mendengarkan musik dan latihan relaksasi napas dalam. Hal ini dapat
meningkatkan motivasi pasien melakukan ROM karena nyeri sebagai salah satu
hambatan sudah berkurang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah yang banyak terjadi di
masyarakat perkotaan dan masalah kesehatan yang paling banyak timbul
adalah trauma, terutama fraktur pada ekstremitas.
b. Fraktur ekstremitas yang dialami pasien kelolaan adalah trauma siku.
Masalah keperawatan yang timbul dari trauma siku adalah hambatan
mobilitas fisik akibat nyeri, risiko penyebaran infeksi akibat kerusakan
integritas kulit, dan gangguan pola tidur akibat beban psikologis setelah
kecelakaan. Intervensi yang diberikan diantaranya imobilisasi, latihan
ROM, teknik relaksasi napas dalam, masase punggung, distraksi,
perawatan luka, dan elevasi lengan. Hasil intervensi menunjukkan masalah
gangguan pola tidur teratasi dan masalah keperawatan lain teratasi
sebagian.
c. Evidence based practice yang diterapkan pada pasien ini adalah latihan
ROM. Latihan ROM dapat menjadi salah satu terapi modalitas yang dapat
dilakukan pada pasien dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas
fisik pada pasien trauma siku untuk mencegah kekakuan dan
meningkatkan rentang gerak.
5.2 Saran
Perawat perlu menerapkan latihan ROM sebagai salah satu terapi modalitas yang
memiliki banyak manfaat bagi pasien bedah yang menjalani imobilisasi. Perawat
perlu menyediakan waktu untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang cara
melakukan ROM dan memotivasi pasien untuk melakukan latihan tersebut
mandiri sesuai dengan batas-batas yang diijinkan. Latihan ini hendaknya menjadi
salah satu intervensi keperawatan yang diterapkan dan tertulis dalam rencana
46
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
47
intervensi dan selalu dilakukan perawat. Perawat juga hendaknya berkolaborasi
dengan dokter bedah ortopedi atau rehabilitasi medik dan fisioterapis terkait
dengan pelaksanaan ROM pada pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2013). Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka
Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-2011.
Diunduh
dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17&n
otab=14 pada 16 Juni 2013
Bell, J. (2008). Massage therapy helps to increase range of motion, decrease pain
and assist in healing a client with low back pain and sciata symptoms. J
Bodyw Mov Ther. 2008 Jul;12(3):281-9. doi: 10.1016/j.jbmt.2008.01.006.
Epub 2008 Apr 10 diunduh pada 1 Juli 2013
Bland, M. D., et al. (2008). Restricted active range of motion at the elbow,
forearm, wrist, or fingers decreases hand function. J HAND THER.
2008;21:268–75. Diunduh pada 16 Juni 2013
Boraiah, S., et al. (2009). Open reduction internal fixation and primary total hip
arthroplasty of selected acetabular fractures. J Orthop Trauma. 2009 Apr,
23(4): 243-8 doi: 10.1097/BOT.0b013e3181923fb8.
Brunner & Suddarth (2002). Text book of Medical Surgical Nursing, Alih Bahasa:
dr. H. Y. Kuncara (2002). Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Edisi 8, Vol.
2. Jakarta: EGC.
Cahyadi, Y. & Soegandhi. (2008). Variasi cedera pada kecelakaan lalulintas
antara kendaraan roda dua dan empat yang dikirim ke instalasi forensik
RSUP dr. Sardjito. Yogyakarta: Laporan Penelitian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Chan, et al. (2009). Patient Motivation and Adherence to Postsurgery
Rehabilitation
Exercise
Recommendations:
The
Influence
of
Physiotherapists’ Autonomy-Supportive Behaviors. Arch Phys Med Rehabil
Vol
90,
December
2009
diunduh
dari
http://www.selfdeterminationtheory.org/SDT/documents/2009_ChanLonsdale
EtAl.pdf pada 20 Juni 2013
Conroy, C., et al. (2007). Upper extremity fracture patterns following motor
vehicle crashes differ for drivers and passengers. Injury. 2007
Mar:38(3):350-7.Epub2006 Jun 9.
DeLaune, S.C. & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of Nursing Standards and
Practice (2nd ed.) (pp 1158-1163). New York: Delmar
Drozd, M., Miles, S., & Davies, J. (2009). Casting: Below-elbow back slabs.
Emergency Nurse. September 2009|Volume 17|Number 5 diunduh pada 20
Juni 2013
48
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
49
Graber, M. A., Toth, P. P., Herting, R. L. (2006). Buku Saku Dokter Keluarga
University of IOWA. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harris, A. R., et al. (2009). Metacarpal neck fractures: Results of treatment with
traction reduction and cast immobilization. Hand (N. Y). 2009 June, 4(2):
161-164. PMCID: PMC2686789 Diunduh pada 20 Juni 2013.
Hernandez-Reif, M., et al. (2001). Lower back pain is reduced and range of
motion increased after massage therapy. Int J Neurosci. 2001;106(3-4):13145. Diunduh pada 20 Juni 2013
Landy, D. C., et al. (2010). Upper extremity fractures in pedestrian versus motor
vehicle accidents: an underappreciated concern. Ioa Orthop. J. 2010. 30: 99102. PMCID: PMC2958279. Diunduh pada 20 Juni 2013
MacDermid, et al. (2012). A survey of practice patterns for rehabilitation post
elbow fracture. The Open Orthopaedics Journal, 2012, 6, 429-439.
Maher, A, B., Salmond, S, W., & Peilino, T, A. (2002). Orthopaedic nursing.
Philadelphia: W.B Saunders Company.
Montague, S. E., Watson, R., & Herbert, R. A. (2005). Physiology for nursing
practice. Toronto: Elsevier
Moscal, A., Martin, J.L., & Laumon, B. (2012).Risk factors for injury accidents
among moped and motorcycle riders. Accid Anal Prev. 2012 Nov;49:5-11.
doi: 10.1016/j.aap.2010.08.021. Epub 2010 Oct 2 diunduh pada 20 Juni 2013
NSHCC Wound Care Comitte (2010). Skin graft management guidelines. Sidney:
NSHCC
O’Rahilly, R., & Muller, F. (1995). Anatomi: Kajian ranah tubuh manusia.
Jakarta: UI Press.
Potter, P.A & Perry, A. G. (2006). Fundamental of nursing: concept, theory and
practice. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit, E/6, Vol.2. (Alih bahasa Brahm U. Pendit). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Restrepo, J. D. (2002). Chapter 23: The elbow. Diunduh dari
http://www2.fiu.edu/~dohertyj/Chapter%2023_jld.ppt pada 26 Juni 2013.
Riyadina, W. & Subik, I. P. (2007). Profil keparahan cedera pada korban
kecelakaan sepeda motor di Instalasi Gawat Darurat RSUP Fatmawati.
Universa Medicina 2007: 26: 64-72 Vol 26-No.2.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
50
Riyadina, W., Suhardi, & Permana, M. (2009). Pola dan determinan
sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 10, Oktober 2009.
Vigue, J., & Martin, E. (2006). Atlas of the human body. Prague: Adam Studio
World Health Organization (WHO). (2013). Global status report on road safety
2013: supporting a decade of action. Diunduh dari www.who.int pada 16
Juni 2013.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Prosedur Latihan Range of Motion (ROM)
Bagian Tubuh
Leher
Latihan Aktif
Tekuk kepala ke depan hingga dagu menempel di dada.
Tegakkan kembali kepala.
Tekuk kepala kea rah samping (ke arah bahu) kanan dan kiri
secara bergantian.
Hadapkan muka ke arah samping kanan dan kiri secara
bergantian.
Bahu
Luruskan tangan disamping tubuh , lalu angkat dan turunkan
kedua bahu secara bersamaan.
Angkat lengan dari posisi di samping tubuh menjadi
disamping kepala. Kembalikan ke posisi semula.
Gerakkan lengan ke arah samping dari posisi istirahat di sisi
tubuh ke posisi di samping kepala.
Gerakan lengan dari posisi di samping kepala, menurun,
hingga menyilang didepan tubuh sejauh mungkin.
Gerakkan lengan dari posisi di samping kepala, menurun,
hingga menyilang dibelakang tubuh sejauh mungkin.
Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu dan bergerak
melewati bidang horizontal menyilang depan tubuh sejauh
mungkin.
Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu dan gerakkan
melewati bidang horizontal menyilang sejauh mungkin ke
belakang tubuh.
- Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu dan
bengkokkan siku membentuk sudut 900.
- Gerakkan lengan ke atas sehingga ujung jari mengarah ke
atas. Kemudian gerakkan lengan kebawah sehingga ujungujung jari menghadap ke bawah.
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Gerakkan lengan ke depan, atas, belakang, dan turun dalam
satu lingkaran penuh.
Siku
Gerakkan lengan bagian bawah ke depan dan ke atas menuju
bahu dan kemudian luruskan.
Gerakkan lengan bagian bawah kebelakang sejauh mungkin
Putar tangan bagian bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke atas.
Putar tangan bagian bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah.
Pergelangan
Gerakkan telapak tangan kea rah bawah bagian dalam lengan
tangan
bawah dan luruskan kembali.
Bengkokkan telapak tangan kea rah bagian luar lengan bawah
sejauh mungkin
Bengkokkan pergelangan tangan ke samping kea rah ibu jari.
Bengkokkan telapak tangan kea rah samping kelingking.
Jari-jari tangan
Kepalkan telapak tangan dan luruskan kembali.
Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin.
Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian dekatkan kembali.
Sentuh ujung jari-jari lainnya secara bergantian.
Gerakkan ujung ibu jari menyilang dipermukaan telapak
tangan mengarah kelima jari, dan gerakkan menjauhi telapak
tangan.
Rentangkan ibu jari ke samping. Dekatkan kembali dengan
jari lainnya.
Panggul
Gerakkan salah satu kaki depan ke atas. Posisi lutut dalam
keadaan ditekuk, luruskan dan turunkan kembali.
Gerakkan kaki kebelakang melebihi garis tengah tubuh.
Gerakkan salah satu kaki ke samping luar dan kembalikan dari
posisi tersebut sehingga kaki menyilang kaki lainnya di depan.
Gerakkan salah satu kaki kebelakang kemudian putar ke atas,
samping dan kebawah.
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Putar kaki kea rah garis tengah tubuh.
Putar kaki kea rah samping menjauhi garis tengah tubuh.
Lutut
Tekuk lutut kebelakang sehingga betis mendekati paha, dan
luruskan kembali.
Gerakkan telapak kaki ketas sehingga jari-jari mengarah
keatas.
Pergelangan
kaki
Gerakkan telapak kaki kebawah ssehingga jari-jari menghadap
kebawah.
Balikkan telapak kearah lateral.
Balikkan telapak kaki kearah medial.
Jari-jari kaki
Tekuk jari-jari ke bawah dan luruskan kembali.
Rentangkan jari-jari kaki dan kemudian rapatkan kembali.
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Lampiran 2
Hasil Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
2. Foto Siku Kiri
a. Sebelum ORIF
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
b. Sesudah ORIF
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Rencana Asuhan Keperawatan
No.
1.
Diagnosis
Tujuan
Intervensi
Keperawatan
Hambatan mobilitas fisik Tujuan
Mandiri
b.d nyeri pada daerah
Klien dapat melakukan - Kaji fungsi motorik klien
post operasi
mobilisasi secara optimal
sesuai dengan toleransi
klien dalam 6 x 24 jam
- Atur posisi tidur agar tidak
menekan area fraktur
- Kaji kemampuan klien untuk
Kriteria Evaluasi
- Klien
termotivasi
melakukan mobilisasi
untuk
melakukan - Bantu klien untuk melakukan
menggerak-gerakkan
latihan rentang gerak sendi
ekstremitas kiri dan
melakukan
lathan - Ajarkan serta libatkan keluarga
rentang gerak
untuk membantu klien melakukan
- Rentang gerak lengan
latihan rentang gerak sendi
kiri, abduksi sudut - Bantu klien untuk melakukan
mobilisasi secara bertahap sesuai
20-30, fleksi sudut
tingkat toleransi klien
20-30
- Klien
mengatakan - Catat lokasi, lamanya intensitas,
penyebaran, perhatikan tandanyerinya berkurang,
tanda non verbal, misalnya
skala 2
merintih, mengaduh dan gelisah
- Tonus otot ada pada
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Rasional
- Untuk menentukan kemampuan motorik
klien, menentukan adanya gangguan
motorik pada klien
- Untuk
mengurangi
nyeri
akibat
penekananan pada area fraktur
- Untuk menentukan tingkat toleransi
aktivias yang dapat klien lakukan
- Untuk mempertahankan tonus otot,
mencegah atrofi otot, dan mencegah
kontraktur
- Untuk meningkatkan kemampuan keluarga
dalam merawat klien
- Untuk
meningkatkan
kemampuan
mobilisasi klien dan mencegah terjadinya
komplikasi akibat immobilisasi
- Untuk mengkaji nyeri yang dialami oleh
klien
-
ekstremtas
kiri,
kekuatan
otot
menngkat menjad 3
pada ekstremitas kri
Klien tampak rileks
Klien
mengatakan
nyerinya berkurang
Tanda-tanda
vital
dalam batas normal
(TD 120/80 mmHg,
nadi 60-100x/menit,
nafas 12-20x/menit,
suhu 36,50-37,50 C)
-
Jelaskan penyebab nyeri dan
perubahan karakteristik nyeri.
-
Berikan
tindakan
nyaman,
misalnya
pijatan
punggung,
ciptakan lingkungan yang tenang.
Bantu atau dorong penggunaan
nafas dalam
Bantu dengan ambulasi sering
sesuai indikasi
tingkatkan pemasukan cairan
sedikitnya 3-4 L/hari atau sesuai
indikasi.
Berikan kompres hangat pada
punggung
-
-
2.
Risiko penyebaran
Tujuan: Setelah
ansietas.
Kaji skala nyeri klien
Kolaborasi
- Kolaborasikan dengan fisioterapi
terkait toleransi klien untuk
mobilisasi dan latihan yang
diizinkan
- Berikan obat sesuai dengan
indikasi
Mandiri
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
- Untuk
memberikan
pilihan
dalam
keefektifan intervensi
- Membantu
dalam
meningkatkan
kemampuan
koping
pasien
serta
menurunkan ansietas
- Meningkatkan
relaksasi,
menurunkan
tegangan otot, dan meningkatkan koping
- Mengarahkan kembali perhatian dan
membantu dalam relaksasi otot.
- Meningkatkan aliran darah pasca operasi,
mengurangi terjadinya dehidrasi cairan
akibat pengeluaran cairan berlebih pasca
operasi
- Menghilangkan tegangan otot dan dapat
menurukan refleks spasme.
- Memberikan informasi terkait hal-hal yang
dapat
dilakukan
untuk
membantu
mobilisasi klien
- Diberikan untuk menghilangkan nyeri
berat, memberi relaksasi mental dan fisik.
infeksi b.d kerusakan
integritas pada kulit
resipien dan donor
STSG
intervensi 6 x 24 jam,
tidak terjadi penyebaran
infeksi
Kriteria Evaluasi:
- Klien mengatakan luka
operasi tidak gatal
- Klien mengatakan
lukanya terasa lebih
nyaman
- Penyembuhan luka
baik ditandai dengan
tidak ada rembesan,
tampak jaringan
granulasi dan
vaskularisasi, skin
graft take 95%, tidak
ada pus, dan tidak ada
jaringan nekrotik
- Anjurkan kepada klien dan
keluarga untuk selalu menjaga
kebersihan diri selama perawatan.
- Pantau tanda dan gejala infeksi
(suhu tubuh, denyut jantung,
drainase, sekresi, penampilan
urine, suhu kulit, lesi kulit dan
keletihan).
- Kaji faktor yang dapat
meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi (usia lanjut dan
malnutrisi).
- Pantau hasil laboratorium (hitung
darah lengkap, hitung granulosit,
protein serum dan albumin).\
- Amati penampilan praktik
hiegiene personal untuk
perlindungan terhadap infeksi.
- Jelaskan kepada paien dan
keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan risiko terhadap
infeksi.
- Instruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi (mencuci
tangan).
- Ajarkan klien teknik mencuci
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
- Mengurangi risiko penyebaran infeksi
-
Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda
penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
-
Kebersihan diri yang baik merupakan
salah satu cara untuk mencegah infeksi
kuman.
-
Untuk mencegah kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
-
Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup
dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
pengobatan yang tepat, mempercepat
penyembuhan sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penyebaran infeksi
-
-
-
-
-
-
tangan yang yang benar.
Ajarkan kepada pengunjung untuk
mencuci tangan sewaktu masuk
dan meninggalkan ruang klien.
Tetapkan kewaspadaan universal.
Batasi jumlah pengunjung, bila
diperlukan.
Lakukan perawatan luka secara
aseptik.
Anjurkan pada klien agar menaati
diet, latihan fisik, pengobatan
yang ditetapkan.
Latih dan instruksikan
klien/caregiver pada prosedur cuci
tangan dengan teknik bersih dan
steril.
Sediakan nutrisi optimal (protein,
lipid, kalori, mineral dan
multivitamin).
Sediakan hidrasi adekuat
Jaga area pembedahan tetap
kering dan bersih, ganti balutan
dengan hati-hati, dan stimulasi
sirkulasi.
Bantu dengan debridement/terapi
enzimatik jika dibutuhkan.
Gunakan cairan fisiologis dengan
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Mengurangi insiden kontaminasi infeksi.
Untuk mempromosikan kulit yang sehat dan
penyembuhan yang baik.
Mengurangi kehilangan cairan melalui kulit
Membantu proses alami tubuh untuk
penyembuhan.
Untuk membersihkan atau irigasi luka
suhu tubuh.
- Bersihkan luka degan syrnge
irigasi atau kasa, hindari kapas.
- Jaga kelembaban lingkungan pada
bagian luka.
3.
Gangguan pola tidur b.d
trauma akibat
kecelakaan
Tujuan
Pola tidur tidak terganggu
setelah intervensi 3 x 24
jam
Kriteria Evaluasi
- Klien mengatakan dapat
memulai tidur kembali
dengan mudah setelah
terbangun.
- Klien mengatakan dapat
tidur pada malam hari
selama5 jam
- Klien mengatakan
- Gunakan balutan penutup yang
tepat (missal semipermeabel,
basah ke kering, duoderm,
tegaderm, hydrocolloid dll.
Kolaborasi
- Berikan obat topical atau sistemik
jika dibutuhkan.
- Berikan antbiotik sesuai program
medis
Mandiri
- Kaji kebiasaan tidur klien ,
masalah tidur, waktu tidur
biasanya, dan jumlah jam tidur.
- Catat perubahan waktu tidur dan
akibat perubahan tersebut
terhadap kehidupan
- Atur jadwal pemberian asuhan
keperawatan dengan tidak
mengganggu jadwal tidur
- Batasi intake cairan pada waktu
malam
- Berikan lingkungan yang tenang
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Kapas mengandung banyak serat
Melindungi luka dan jaringan sekitar dari
rembesnya sekresi atau drainase dan membantu
penyembuhan.
-
Menentukan pola tidur biasadan
perbandingan dengan kebutuhan saat ini.
-
Akibat perubahan pola tidur dapat
berpengaruh pada kelemahan fisik dan
mental, konsentrasi, minat, dan nafsu
makan
Memberikan waktu lebih lama untuk tidur
-
-
Mengurangi kebutuhan eliminasi pada
waktu malam
Meningkatkan relaksasi persiapan tidur
merasa lebih segar saat
bangun di pagi hari.
- Klien terlihat lebih
tenang
- Tanda-tanda vital dalam
batas normal (TD 120/80
mmHg, nadi 60100x/menit, nafas 1220x/menit, suhu 36,5037,50 C)
dan nyaman
- Berikan masase pada punggung
- Demonstrasikan teknik relaksasi
seperti biofeedback, self hypnosis,
visualization, progressive muscle
relaxation
Kolaborasi
- Berikan obat-obatan yang
memberikan efek sedasi sesuai
program dokter
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
-
-
Melancarkan aliran darah dan
meningkatkan kenyamanan.
Metode tersebut dapat mengurangi respon
simpatis dan mengurangi stres dapat
menginduksi tidur.
Jika gangguan tidur sudah mengganggu
fungsi kehidpan.
Lampiran 4
Catatan Perkembangan
Tanggal
3-6-13
Diagnosis
Keperawatan
- Hambatan
mobilitas
fisik
b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Ganggan
pola tidur
b.d trauma
akibat
kecelakaan
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
donor
STSG
Implementasi
-
-
-
-
-
-
Evaluasi
Mengobservasi S:
TTV
- klien mengatakan setelah
Mengajarkan
napas dalam dan minum
teknik relaksasi
obat merasa lebih baik,
napas dalam
skala nyeri masih 4
Memberikan
- Klien mengatakan tidak
medikasi
bisa tidur karena selalu
Ultracet
dan
terbayang dengan kejadian
Mefinal
kecelakaan.
Mengkaji
- Keluarga
mengatakan
kekuatan otot
senang sudah diingatkan
klien
kembal tentang cuci tangan
Memberikan
6 langkah
bantal
untuk O:
elevasi tangan - klien dapat melakukan
kiri.
teknik napas dalam dengan
Mengajarkan
benar, pengkajian nyeri:
keluarga
P: saat bergerak
melakukan cuci
Q: kuat
tangan
6
R: tangan kiri, menjalar
langkah
hingga seluruh tangan dan
Mengkaji pola
ekstremitas kiri
tidur, penyebab
S: skala 4
perubahan pola
T: saat bergerak, durasi 30tidur, pengaruh
60 menit
perubahan pola - TTV setelah napas dalam
tidur terhadap
TD: 110/80 mmHg, N:
kehidupan
92x/menit, RR: 24 x/menit
- Klien dan keluarga dapat
meredemonstrasi
cuci
tangan 6 langkah
- Klien tampak pucat, dan
hanya berbaring di tempat
tidur
- Kekuatan otot (kiri/kanan)
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
4-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Ganggan
pola tidur
b.d trauma
akibat
kecelakaan
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
donor
STSG
-
-
-
-
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Memotvasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
Mefinal
Mengkaji
kekuatan otot
klien
Mengajarkan
latihan ROM
Memberikan
bantal untuk
elevasi tangan
kiri.
Mereview hasil
laboraturium
Memotivasi
klien dan
keluarga
mencuci tangan
Mengajarkan
teknik relaksasi
dan distraksi
0000 5555
3333 5555
- Tangan
kiri
tampak
bengkak dan kaku
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Ajarkan latihan ROM
- Ajarkan hipnosis lima jari
- Motivasi melakukan napas
dalam dan cuci tangan
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- klien mengatakan setelah
melakukan hipnosis lima
jari klien merasa sangat
rileks dan dapat mengingat
hal yang menyenangkan
- Klien mengatakan dapat
sedikit melupakan kejadian
kecelakaan
- Keluarga dan klien
mengatakan sudah
melakukan cuci tangan 6
langkah
- Klien mengatakan skala
nyerinya berkurang
menjadi 3
O:
- klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan
benar,
- pengkajian nyeri:
P: saat digerakkan paksa
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar
hingga seluruh tangan dan
ekstremitas kiri
S: skala 3 setelah napas
dalam
T: saat bergerak, durasi 30-
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
hipnosis lima
jari
-
-
-
-
5-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Ganggan
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Memotivasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
60 menit
TTV setelah napas dalam
TD: 110/70 mmHg, N:
78x/menit, RR: 22 x/menit
Klien tampak pucat, dan
hanya berbaring di tempat
tidur
Kekuatan otot (kiri/kanan)
0000 5555
3333 5555
Tangan kiri tampak
bengkak dan kaku
Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kiri. Klien baru
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri dapat fleksi
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Dampingi klien saat latihan
ROM
- Dampingi klien untuk
melakukan hipnosis lima
jari
- Lakukan masase bila masih
belum dapat tidur
- Motivasi melakukan napas
dalam dan cuci tangan
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- klien mengatakan setelah
melakukan hipnosis lima
jari kemarin klien dapat
tidur sebanyak 5 jam tanpa
terbangun semalam.
- Klien mengatakan dapat
mengalihkan pikiran dari
ingatan tentang kejadian
kecelakaan
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
pola tidur
b.d trauma
akibat
kecelakaan
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
donor
STSG
-
-
-
-
-
Mefinal
- Klien mengatakan
Mengkaji
badannya terasa enak dan
kekuatan otot
pegalnya hilang setelah di
klien
massase
Mendampingi
- Klien mengatakan sudah
klien
melakukan latihan ROM
melakukan
sendiri saat pagi hari, saat
latihan ROM
ini klien sudah mampu
Memberikan
menggeser tangan kirinya
bantal untuk
- Klien mengatakan skala
elevasi tangan
nyerinya berkurang
kiri.
menjadi 3
Mereview hasil O:
laboraturium
- klien dapat melakukan
Memotivasi
teknik napas dalam dengan
klien dan
benar,
keluarga
- pengkajian nyeri:
mencuci tangan
P: saat bergerak
Memberikan
Q: kuat
back rub
R: tangan kiri, menjalar
(masase
hingga seluruh tangan dan
punggung) pada
ekstremitas kiri
klien
S: skala 2 setelah napas
dalam
T: saat bergerak, durasi 3060 menit
- TTV setelah napas dalam
TD: 110/70 mmHg, N:
85x/menit, RR: 18 x/menit,
S: 36C
- Klien dapat melakukan
abduksi bahu 10, fleksi
bahu 5, elevasi dan depresi
bahu kiri, dan menekuk
ruas jari kiri 5, tetapi jari
belum dapat menyentuh
jempol.
- Kekuatan otot (kiri/kanan)
1111
5555
3333
5555
- Tangan kiri tampak
bengkak dan kaku
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
6-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Ganggan
pola tidur
b.d trauma
akibat
kecelakaan
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
-
-
-
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Memotvasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
Mefinal
Mengkaji
kekuatan otot
klien
Mengajarkan
latihan ROM
Memberikan
bantal untuk
elevasi tangan
kiri.
Mereview hasil
- Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kiri. Klien baru
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri dapat fleksi
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Dampingi klien saat latihan
ROM
- Dampingi klien untuk
melakukan hipnosis lima
jari
- Motivasi keluarga untuk
melakukan masase bila
masih belum dapat tidur
- Motivasi melakukan napas
dalam dan cuci tangan
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- klien mengatakan setelah
melakukan hipnosis lima
jari dan napas dalam nyeri
yang dirasakan dapat
berkurang
- Klien mengatakan semalam
sudah dapat tidur nyenyak
dari pukul 22.00 sampai
pukul 05.00 dan terbangun
2 x karena BAK tetapi
dapat melanjutkan tidur
lagi
- Klien mengatakan skala
nyerinya berkurang
menjadi 2
O:
- pengkajian nyeri:
P: saat bergerak
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
donor
STSG
-
-
laboraturium
Memotivasi
klien dan
keluarga
mencuci tangan
Mengajarkan
teknik relaksasi
dan distraksi
hipnosis lima
jari
-
-
-
-
hingga seluruh tangan dan
ekstremitas kiri
S: skala 3 setelah napas
dalam
T: saat bergerak, durasi 3060 menit
TTV setelah napas dalam
TD: 110/70 mmHg, N:
78x/menit, RR: 22 x/menit
Klien dapat melakukan
abduksi bahu 15, fleksi
bahu 15, elevasi dan
depresi bahu kiri, dan
menekuk ruas jari kiri 5,
tetapi jari belum dapat
menyentuh jempol.
Kekuatan otot (kiri/kanan)
1111 5555
4444 5555
Tangan kiri tampak
bengkak dan kaku
Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kiri. Klien baru
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri dapat fleksi
A:
Gangguan pola tidur teratasi
Hambatan mobilitas fisik dan
risiko infeksi teratasi sebagian
P:
- Dampingi klien saat latihan
ROM
- Dampingi klien untuk
melakukan hipnosis lima
jari
- Motivasi keluarga
melakukan masase bila
masih belum dapat tidur
- Motivasi melakukan napas
dalam dan cuci tangan
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
7-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
donor
STSG
-
-
-
-
-
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Mendampingi
klien saat
dilakukan
penggantian
balutan
Memotivasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
Mefinal
Mengkaji
kekuatan otot
klien
Mendampingi
klien
melakukan
latihan ROM
Memberikan
bantal untuk
elevasi tangan
kiri.
Mereview hasil
laboraturium
Memotivasi
klien dan
keluarga
mencuci tangan
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- klien mengatakan saat
diganti balutan klien
merasa sangat sakit skala
nyeri 5-6 tetapi setelah
balutan diganti skala nyeri
berkurang jadi 3
- Keluarga dan klien
mengatakan sudah
melakukan cuci tangan 6
langkah
O:
- klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan
benar,
- pengkajian nyeri:
P: saat diganti balutan
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar
hingga seluruh tangan dan
ekstremitas kiri,
S: skala 3 setelah napas
dalam
T: saat diganti balutan
- TTV setelah diganti balutan
TD: 100/60 mmHg, N:
86x/menit, RR: 20 x/menit
- Klien tampak meringis dan
berteriak saat diganti
balutan
- Kulit resipien STSG
tampak berwarna gelap,
saat balutan diangkat, kulit
sudah take 90%, sisanya
masih berwarna merah 7%
dan 3% berwarna pink,
tampak slough di sekitar
bagian bawah.
- Klien dapat melakukan
abduksi bahu 15, fleksi
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
8-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
-
-
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Memotvasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
Mefinal
Mengkaji
kekuatan otot
klien
Mengajarkan
latihan ROM
bahu 15, elevasi dan
depresi bahu kiri, dan
menekuk ruas jari kiri 5,
tetapi jari belum dapat
menyentuh jempol.
- Kekuatan otot (kiri/kanan)
1111 5555
4444 5555
- Tangan kiri tampak
bengkak dan kaku
- Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kiri. Klien
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri dapat fleksi
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Dampingi klien saat latihan
ROM
- Dampingi klien untuk
melakukan hipnosis lima
jari
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- Keluarga dan klien
mengatakan sudah
melakukan cuci tangan 6
langkah
- Klien mengatakan sudah
melakukan latihan ROM
sendiri setiap pagi dan sore
hari
- Klien mengatakan skala
nyerinya 3
O:
- klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan
benar,
- pengkajian nyeri:
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
donor
STSG
-
-
-
Memberikan
bantal untuk
elevasi tangan
kiri.
Memotivasi
klien dan
keluarga
mencuci tangan
Memotivasi
teknik relaksasi
dan distraksi
hipnosis lima
jari
-
-
-
-
-
P: saat bergerak
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar
hingga seluruh tangan dan
ekstremitas kiri
S: skala 3 setelah napas
dalam
T: saat bergerak, durasi 3060 menit
TTV setelah napas dalam
TD: 110/70 mmHg, N:
78x/menit, RR: 22 x/menit
Klien tampak pucat, dan
hanya berbaring di tempat
tidur
Klien dapat melakukan
abduksi bahu 15, fleksi
bahu 15, elevasi dan
depresi bahu kiri, dan
menekuk ruas jari kiri 10,
tetapi jari telunjuk
menyentuh jempol.
Kekuatan otot (kiri/kanan)
2222 5555
4444 5555
Tangan kiri tampak
bengkak dan kaku
Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kiri. Klien
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri dapat fleksi
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
- Dampingi klien saat latihan
ROM
- Dampingi klien untuk
melakukan hipnosis lima
jari
- Lakukan masase bila masih
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
10-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
donor
STSG
-
-
-
-
-
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Memotvasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
Mefinal
Mengkaji
kekuatan otot
klien
Mengajarkan
latihan ROM
Memberikan
bantal untuk
elevasi tangan
kiri.
Memotivasi
klien dan
keluarga
mencuci tangan
Memotivasi
teknik relaksasi
dan distraksi
hipnosis lima
jari
Memberikan
edukasi
perencanaan
pulang
belum dapat tidur
- Motivasi melakukan napas
dalam dan cuci tangan
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- Klien mengatakan skala
nyerinya 2
- Klien mengatakan
memahami apa yang sudah
diajarkan
O:
- klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan
benar,
- pengkajian nyeri:
P: saat bergerak
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar
hingga seluruh tangan dan
ekstremitas kiri
S: skala 3 setelah napas
dalam
T: saat bergerak, durasi 3060 menit
- TTV setelah napas dalam
TD: 110/70 mmHg, N:
78x/menit, RR: 22 x/menit
- Klien tampak pucat, dan
hanya berbaring di tempat
tidur
- Klien dapat melakukan
abduksi bahu 15, fleksi
bahu 15, elevasi dan
depresi bahu kiri, dan
menekuk ruas jari kiri 10,
tetapi jari telunjuk
menyentuh jempol.
- Kekuatan otot (kiri/kanan)
2222 5555
4444 5555
- Tangan kiri tampak
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
11-6-13
- Hambatan
mobilitas
fisik b.d
nyeri pada
daerah post
operasi dan
intoleransi
pada
aktivitas
- Risiko
penyebaran
infeksi b.d
kerusakan
integritas
pada kulit
resipien dan
donor
STSG
-
-
-
-
-
-
Mengobservasi
TTV dan tanda
infeksi
Memotvasi
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
Memberikan
medikasi
Ultracet dan
Mefinal
Mengkaji
kekuatan otot
klien
Mengajarkan
latihan ROM
Memberikan
bantal untuk
elevasi tangan
kiri.
Memotivasi
bengkak dan kaku
- Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kiri. Klien
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri dapat fleksi
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
- Dampingi klien saat latihan
ROM
- Dampingi klien untuk
melakukan hipnosis lima
jari
- Lakukan masase bila masih
belum dapat tidur
- Motivasi melakukan napas
dalam dan cuci tangan
- Observasi TTV dan tanda
infeksi
S:
- klien mengatakan setelah
melakukan hipnosis lima
jari klien merasa sangat
rileks dan dapat mengingat
hal yang menyenangkan
- Keluarga dan klien
mengatakan sudah
melakukan cuci tangan 6
langkah
- Klien mengatakan skala
nyerinya 3
O:
- klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan
benar,
- pengkajian nyeri:
P: saat bergerak
Q: kuat
R: tangan kiri, menjalar
hingga seluruh tangan dan
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
-
-
klien dan
keluarga
mencuci tangan
Memotivasi
teknik relaksasi
dan distraksi
hipnosis lima
jari
Mereview
edukasi
perawatan di
rumah
-
-
-
-
ekstremitas kiri
S: skala 3 setelah napas
dalam
T: saat bergerak, durasi 3060 menit
TTV setelah napas dalam
TD: 110/70 mmHg, N:
78x/menit, RR: 22 x/menit
Klien dapat melakukan
abduksi bahu 15, fleksi
bahu 15, elevasi dan
depresi bahu kiri, dan
menekuk ruas jari kiri 10,
tetapi jari telunjuk
menyentuh jempol.
Kekuatan otot (kiri/kanan)
3333 5555
4444 5555
Tangan kiri sudah tampak
lebih lemas
Klien dapat melakukan
ROM pada kepala dan
ekstremitas kanan. Klien
dapat menggeser tangan
kirinya ke samping kiri dan
kanan, kaki kiri sudah
dapat digerakkan bebas.
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
- Motivasi klien melakukan
latihan mandiri di rumah.
- Motivasi klien melakukan
hal yang sudah diajarkan di
rumah
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Lampiran 5
BIODATA PENULIS
Nama
: Yuanita Fransiska
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 31 Maret 1991
Agama
: Islam
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
NPM
: 0806334584
: Kp. Sindang Karsa RT 01 RW 10 No. 42, Kelurahan
Alamat
Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Kode Pos
16455
No. HP
: 085710086118
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
Tahun
Pendidikan Formal
1996 – 2002
SDN Sindangkarsa 2
2002 – 2005
SMPN 12 Depok
2005 – 2008
SMAN 1 Depok
2008 – 2012
Program Sarjana Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2012 – 2013
Program Profesi Ners Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Yuanita Fransiska, FIK UI, 2013
Download