4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK
adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme
pada saluran kemih (Tessy et al, 2001). Pada masa neonatus sampai 3 bulan,
ISK lebih banyak ditemukan pada bayi laki – laki. Pada usia 3 bulan sampai 1
tahun kasus pada laki – laki sama dengan perempuan, sedangkan pada usia
sekolah penderita perempuan dibandingkan laki – laki adalah 3 – 4 : 1
(Mansjoer, 2000). Infeksi saluran kemih dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
infeksi saluran kemih atas (pielonefritis), infeksi saluran kemih bawah (sistitis),
dan sindrom uretra akut. Ketiga jenis infeksiini dapat dibedakan berdasarkan
riwayat dan pemeriksaan fisik dan juga penggunaan uji laboratorium.
Pembedaan itu mempunyai implikasi yang penting untuk prognosis dan terapi
(Smith et al, 2001).
1. Etiologi
Penyebab terbanyak Infeksi saluran kemih adalah bakteri Gram Negatif
dimana bakteriinitermasuk bakteri penghuni usus yang kemudian naik ke
sistem saluran kemih (Tessy et al, 2001). Eschericha coli merupakan salah satu
bakteri Gram Negatif yang paling umum menyebabkan infeksi saluran kemih.
Penyebab lain Infeksi saluran kemih namun jarang adalah klebsiela,
enterobakter, pseudomonas, streptokokus, strapilokokus (Mansjoer, 2000).
Infeksi saluran kemih terjadi karena meningkatnya jumlah kuman atau bakteri
yang berbeda pada uretra bahkan bisa sampai ke ginjal. Seperti yang diketahui
bahwa saluran kemih umumnya tidak terdapat bakteri.
Beberapa macam mikroorganisme penyebab Infeksi saluran kemih antara
lain :
4
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
5
Tabel 1 : bakteri penyebab ISK
Mikroorganisme
Prosentase biakan
Escherichia coli
Klebsiella atau Enterobacter
Proteus morganella
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus epidermidis
Candida albicans
Staphylococcus aureu
50 - 90%
10 – 40%
5 – 10%
2 – 10%
2 – 10%
1 – 2%
1 – 2%
(Tessy et al, 2001).
2. Patogenesis
Ada dua jalur utama terjadinya penyakit Infeksi saluran kemih. Dua jalur
utama tersebut adalah hematogen dan ascending. Namun dari dua jalur
penyebab terjadinya infeksi pada saluran kemih, jalur ascending – lah yang
paling sering terjadi.
Dua jalur tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hematogen, pada jalur ini bakteri yang berasal dari pembuluh darah
masuk ke dalam ginjal dan menginfeksi jalur saluran kemih. infeksi ini
kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
yang dikarenakan menderita suatu penyakit kronik atau bisa juga terjadi
pada pasien yang mendapat pengobatan imunosupresif.
b. Ascending, pada jalur ini bakteri masuk menuju saluran kemih melewati
uretra yang kemudian menuju ke kandung kemih. Bakteri kemudian
berkembang biak dalam urin yang kemudian naik melewati ureter
menuju pelvis dan ginjal (Tessy et al, 2001).
3. Gejala
Gejala klinis yang ditimbulkan karena terjadinya Infeksi saluran kemih
tidaklah khas dan bahkan pada beberapa pasien tidak timbul gejala. Gejala
yang paling sering timbul karena Infeksi saluran kemih adalah disuria,
polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan (Tessy et al,
2001)
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
6
Gejala klinis yang timbul sesuai dengan bagian saluran kemih yang
terinfeksi, sebagai berikut :
a. Infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya ditunjukkan oleh diuria dan
sering mengeluarkan urin yang volumenya sedikit. Hematuria nyata
dapat ditemukan, dan mungkin terdapat nyeri atau rasa tidak nyaman di
daerah suprapubik. Demam yang nyata sangat jarang terjadi pada Infeksi
saluran kemih bagian bawah.
b. Infeksi saluran kemih bagian atas secara klasik ditunjukan oleh demam,
nyeri pinggang, dan gejala saluran kemih bagian bawah (disuria,
kencing sedikit – sedikit dan sering). Pada beberapa pasien dapat
mengalami nyeri perut atau nyeri kuadran kanan atas, dan sebagian
terutama yang berusia lanjut mungkin tidak mengalami gejala sama
sekali ) (Smith et al, 2001).
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Biakan urin : biakan urin aliran tengah dianggap positif ISK apabila
jumlah bakteri ≥100.000 bakteri/ml urin. Jumlah bakteri antara 10.000 < 100.000 bakteri/ml urin dianggap meragukan dan perlu diulang.
Apabila hasil yang diperoleh <10.000 bakteri/ml urin dianggap sebagai
kontaminasi. Apabila proses pengambilan urin dilakukan dengan pungsi
suprapubik atau kateterisasi kandungan kemih, maka seberapa pun
bakteri yang ditemukan dianggap positif ISK.
b. Urin lengkap : tidak ada korelasi pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi
pad kasus dengan piuria harus dicurigai kemungkinan ISK. Bila
ditemukan silinder leukosit perlu dipertimbangkan adanya kemungkinan
pielonefritis.
c. Radiologis : pemeriksaan ultrasonografi sedapat mungkin dilakukan pada
semua pasien ISK. Pielografi intravena dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya pielonefritis kronik, kelainan kongenital, maupun
obstruksi. Dengan miksio sisto uretrigrafi (MSU) dapat ditemukan tanda
– tanda refluks vesiko ureter atau penyempitan pada muara uretra.
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
7
d. Lain – lain : data tambahan berupa peninggian laju endap darah (LED)
dan kadar protein C–reaktif, penurunan fungsi ginjal, serta adanya
azotemia memberi petunjuk adanya ISK bagian atas (Mansjoer,2000).
5. Penatalaksanaan
Menurut Smith (2001) terapi untuk ISK trimetropin – sulfametoksazol
secara intravena dalam 2 – 4 dosis terbagi. Sefalosporin generasi ketiga misal
sefotaksim secara intra vena setiap 8 jam, atau aminoglikosida misalnya
gentamisin setiap 8 jam. Dapat juga diterapi dengan ampisilin setiap 6 jam,
atau pada pasien yang mengalami alergi dengan penisilin terapi dengan
vankomisin setiap 12 jam.
Menurut Mansjoer (2000) tata laksana umum:atasi demam, muntah,
dehidrasi, dan lain – lain. Anak dianjurkan banyak minum dan jangan
membiasakan menahan kencing. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin 7 -10 mg/kgBB/hari. Faktor predisposisi dan dihilangkan. Tata
laksana khusus ditujukan terhadadp 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut,
pengobatan dan pencegahan infeksi berulang, serta deteksi dan koreksi bedah
terhadap kelainan anatomis saluran kemih.
a. Pengobatan infeksi akut: pada keadaan berat atau demam tinggi dan
keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil
biakan urin dan uji resistensi bakteri. Obat lini pertama adalah ampisilin,
kotrimoksazol, sulfisoksasol, asam nalidiksat, nitrofurantoin dan
sefaleksin. Sebagai pilahan kedua dapat digunakan aminoglikosida
(gentamisin, amikasin, dll), sefotaksim, karbenisilin, doksisiklin, dll.
Terapi diberikan selama 7 hari.
b. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang: 30 – 50% akan mengalami
infeksi berulang dan sekitar 50% di antaranya tanpa gejala. Oleh karena
itu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai
pengobtan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan, dan seterusnya setiap 3
bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
8
pengobatan pada fase akut. Apabila relaps atau reinfeksi terjadi lebih
dari
2
kal,
pengobatan
dilanjutkan
dengan
terapi
profilaksis
menggunakan obat antisesis saluran kemih, yaitu nitrofurantoin,
kotrimoksazol, sefaleksin, atau asam mendelamin. Umumnya diberikan
1
4 dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selam 3 bulan. Bila
ISK disertai dengan kelainan anatomis, pemberian obat disesuaikan
dengan hasil selama 3 bulan. Bila ISK disertai terapi profilaksis
dilanjutkan selam 6 bulan, bila perlu samapai 2 tahun.
c. Koreksi bedah: bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi,
perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung
dari stadium. Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang
dengan pengobatan terhadap infeksi. Paa stadium IV dan V perlu
dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung
kemih. pada pionefrosis atau pielonefritis atrofik kronik, nefrektome
kadang perlu dilakukan (Mansjoer, 2000).
B. Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroorganisme lain. Belakangan ini
banyak antibiotik yang dibuat secara sintentis maupun semisintetis. Obat yang
digunakan untuk membasmi mikroorganisme penyebab infeksi pada manusia
harus mempunya sifat toksisitas yang selektif (Setiabudy, 2007).
Mikroorganisme dapat memperlihatkan resistensi terhadap obat melalui
berbagai mekanisme, yaitu :
a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak obat aktif.
b. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut.
c. Mikroorganisme mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadap
obat.
d. Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme yang lain yang
memintas reaksi yang dihambat oleh obat.
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
9
e. Mikroorganisme mengembangkan enzim baru yang masih dapat
melakukan fungsi metaboliknya tapi sedikit dipengaruhi obat (Jawetz,
2007).
Penyebaran resistensi dapat terjadi secara vertikal (diturunkan ke
generasi) berikutnya atau secara horisontal dari suatu sel donor. Namun
penyebaran resistensi yang paling sering terjadi adalah secara horisontal dari
suatu sel donor (Setiabudy, 2011).
1. Aktivitas dan Spektrum
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang mempunyai
aktivitas bakteriostatik yaitu antibiotik yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain, selain itu ada juga yang di sebut dengan aktivitas
bakteriosida yaitu bersifat membunuh mikroorganisme lain. Berdasarkan
aktivitasnya antibiotik di bedakan menjadi dau yaitu antimikroba berspektrum
luas dan antimikroba berspektrum sempit. Antibiotik spektrum luas dapat
menghambat atau bahkan membunuh semua mikroorganisme baik gram positif
maupun gram negatif, sedangkan untuk antibiotik spektrum sempit hanya dapat
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme gram positif atau
gram negatif saja.
2. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antibiotik dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Antibiotik yang berkerja dengan cara menghambat metabolisme sel
mikroba.
b. Antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel
mikroba.
c. Antibiotik yang bekerja dengan cara mengganggu permeabilitas
membran sel mikroba.
d. Antibiotik yang berkerja dengan cara menghambat sintesis protein sel
mikroba.
e. Antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat sintesis asam nukleat.
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
10
3.
Ampisilin
Ampisilin merupakan antibiotik golongan penisilin. Ampisilin termasuk
kedalam
antibiotik
spektrum
sempit
dimana bekerja hanya
mampu
menghambat atau membunuh segolongan jenis bakteri saja (gram positif saja/
gram negatif saja) (Pratiwi, 2008). Ampisilin bekerja pada proses sintesis
dinding sel dari bakteri (Tjay Hoan T. dan Kirana R., 2002). Dalam resisten
terhadap ampisilin yang merupakan antibiotik golongan penisilin terjadi karena
mikroorganisme patogen memiliki gen pengkode β – laktamase yang dapat
merusak cincin β – laktam pada ampisilin (Pratiwi, 2008).
4.
Sefotaksim
Sefotaksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
yang mempunyai sifat anti – laktamase kuat dan khasiat anti – Psudomonas
sedang (Tjay dan Kirana, 2002). Mekanisme kerja dari sefotaksim dengan cara
menghambat sintesis dinding sel dari bakteri (Pratiwi, 2008). Sefotaksim
merupakan antibiotik berspektrum luas yang kerjanya dapa tmenghambat atau
membunuh bakteri dari golongan gram negatif maupun dari gram positif (Tjan
dan Kirana, 2002).
5.
Seftriason
Seftriason merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
sama seperti sefotaksim dengan sifat anti – laktamase dan anti – kuman gram
negatif kuat, kecuali terhadap Pseudomonos (Tjay dan Kirana, 2002).
Mekanisme kerja dari seftriakson sama seperti sefotraksim yang bekerja
dengan cara menghambat sintesis dinding sel dari bakteri (Pratiwi, 2008).
Sama halnya dengan sefotaksim seftriakson juga merupakan antibiotik
berspektrum luas yang kerjanya dapat menghambat atau membunuh bakteri
dari golongan gram negatif maupun dari gram positif (Tjay dan Kirana , 2002).
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
11
C. Resistensi
Infeksi pada saluran kemih adalah penyakit infeksi yang membutuhkan
pemberian antibiotik. Tetapi pemilihan antibiotik sangatlah penting guna
mempertimbangkan toksisitas dan resistensi bakteri penyebab ISK. Bahaya
dari timbulnya resistensi adalah semakin sulitnya pengobatan, semakin
lamanya infeksi serta resiko peningkatan komplikasi atau kematian (Tjay dan
Kirana, 2007).
Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan terjadi resistensi bakteri
terhadap antibiotik. Menurut Suharto (1994) mekanisme resistensi bakteri ada
lima yaitu Mikroorganisme dapat memproduksi enzim yang dapat merusak
obat, terjadinya perubahan permeabilitas kuman, terjadinya perubahan tempat
atau lokus tertentu di dalam sekelompok mikroorganisme tertentu yang
menjadi target dari obat, terjadinya perubahan metabolit pathway yang menjadi
target obat, dan terjadinya perubahan enzimatik sehingga kuman masih dapat
hidup dengan baik.
D. Urin
Urin yang disekresikan dalam ginjal bersifatsteril kecuali jika ginjal
terinfeksi. Urin dalam kandung kemih yang tidak terkontaminasi juga steril
dalam keadaan normal. Namun, uretra mengandung flora normal sehingga
urine normal yang dikeluarkan mengandung sedikit bakteri. Oleh karena itu
penting untuk membedakan organisme yang mengkontaminsa dengan
organisme yang merupakan flora normal yang penting secara etiologis (Jawetz,
2007).
Sensitivitas Escherichia coli..., Aris Permadi, Fak. Farmasi UMP 2014
Download