Matriks Pra Proposal PHKI-C - Kebijakan Kesehatan Indonesia

advertisement
Matriks Rencana Pengaturan Insentif Pajak Penghasilan bagi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Pendidikan
Jenis Rumah Sakit/
Aspek Pengaturan
1. Pasal 20 UU RS;
Rumah Sakit Publik
yang dikelolah oleh
Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerah
Kualifikasi Penerima
Dasar Hukum
Pemberian Insentif
PPh
2. Pasal 30 ayat (1)
huruf h jo. Pasal 30
ayat (3) UU RS;
3. Pasal 35 UU PPh;
4. Pasal 68 – 69 UU
Perbendaharaan
Negara;
5. PP Pengelolaan
Keuangan BLU.
Insentif PPh
1. Rumah Sakit yang dikelola oleh Pemerintah Pusat (dalam bentuk BLU),
atau Pemerintah Daerah (dalam bentuk BLUD);
2. tidak melakukan kegiatan lain selain penyelenggaraan sarana
kesehatan RS;
3. realisasi biaya operasional yang dikeluarkan (untuk memperoleh
penghasilan kena pajak berupa laba usaha) tidak melebihi alokasi biaya
dalam APBN/APBD;
4. penghasilan kena pajak berupa laba operasional yang diperoleh dalam
satu tahun pajak tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari realisasi
biaya biaya operasional yang dikeluarkan untuk memperoleh
penghasilan tersebut.
A. tahap I: Rumah sakit yang dikelola langsung atau dimiliki oleh yayasan
dalam bentuk badan usaha apapun yang menyampaikan pembetulan
SPT Tahunan PPh untuk setiap tahun pajak paling lama 10 (sepuluh)
tahun, dihitung mundur sejak permohonan pemberian insentif PPh
sampai dengan saat yayasan atau badan usaha tersebut didirikan.
B. tahap II:
1. Rumah Sakit yang dikelola langsung atau dimiliki oleh yayasan, dengan
persyaratan pendirian dan/atau permodalan:
1. Pasal 20 UU RS;
Rumah Sakit Publik
yang dikelola oleh
badan hukum nirlaba
(yayasan)
2. Pasal 30 ayat (1)
huruf h jo. Pasal 30
ayat (3) UU RS;
3. Pasal 35 UU PPh;
4. Pasal 3 jo. Pasal 5 jo.
Pasal 7 jo. Pasal 14
UU Yayasan.
Bentuk Insentif PPh
(eligibility )
a. jika dikelola langsung oleh yayasan, maka harus mencantumkan
kegiatan penyelenggaraan sarana kesehatan Rumah Sakit sebagai
salah satu tujuan pendirian yayasan dalam Anggaran Dasarnya;
b. jika dimiliki sebagian atau seluruhnya oleh yayasan, maka syarat
sebagaimana tercantum dalam angka 1 ditambah dengan syarat
bahwa jumlah modal yang disetor (paid-up capital) tidak melebihi
25% jumlah kekayaan yayasan pada saat pendirian Rumah Sakit;
2. Rumah Sakit yang menyusun laporan keuangan tahunan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan publik dan diaudit oleh akuntan publik
serta dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh;
3. Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan pelayanan kesehatan:
a. sekurang-kurangnya 40% (empat puluh persen) dari hasil perolehan
usaha Rumah Sakit diperoleh dari pengguna asuransi kesehatan
yang dikelola oleh Pemerintah (termasuk ASKES dan ASABRI)
dan/atau swasta (termasuk asuransi jiwa), dimana sekurangkurangnya 50% (lima puluh persen) dari hasil perolehan usaha
tersebut diperoleh dari pengguna Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS dan JAMKESDA);
bagi Rumah Sakit yang
memenuhi kualifikasi sebagai
penerima insentif akan diberikan
pembebasan pajak (tax
exemption) untuk seluruh laba
operasional yang diperolehnya.
1. bagi Rumah Sakit yang
memenuhi kualifikasi sebagai
penerima insentif tahap I
akan diberikan penghapusan
sanksi administrasi dan/atau
sanksi pidana atas jumlah
pajak yang kurang atau tidak
dibayar untuk tahun-tahun
pajak yang diajukan
pembetulan SPT
Tahunannya;
2. bagi Rumah Sakit yang
memenuhi kualifikasi sebagai
penerima insentif tahap II
akan diberikan pengecualian
sebagai penghasilan kena
pajak (income exemption)
untuk bagian hasil perolehan
usaha sebanyak-banyaknya
60% (enam puluh persen).
Pengecualian tersebut dapat
diberikan untuk seluruh
bagian hasil perolehan usaha
(full exemption) Rumah Sakit
jika sekurang-kurangnya
80% (delapan puluh persen)
pasiennya berasal dari
daerah terpencil.
Pendaftaran dan
Pengawasan
Pemberian Insentif
PPh
1. bagi Rumah Sakit
yang memenuhi
kualifikasi sebagai
penerima insentif PPh
wajib melampirkan
permohonan tertulis
kepada DJP pada SPT
Tahunan PPh;
2. DJP berwenang untuk
melakukan
pemeriksaan sesuai
dengan UU KUP.
1. penerima insentif PPh
tahap I dalam suatu
tahun pajak dapat
mengajukan
permohonan
pemberian insentif
tahap II pada tahun
yang sama dengan
cara tertulis dan
mengisi formulir
permohonan
pemberian insentif
PPh;
2. DJP berwenang untuk
melakukan
pemeriksaan sesuai
dengan UU KUP.
Sanksi Administrasi
terhadap Pelanggaran
Pemberian Insentif
PPh
penerima insentif PPh
yang melanggar
ketentuan-ketentuan
pemberian insentif PPh
akan dijatuhi sanksi
berupa pembayaran
jumlah pajak terutang
yang memperoleh
insentif ditambah dengan
sanksi administrasi
berupa bunga sebesar
2% (dua persen) per
bulan, terhitung sejak
persetujuan pemberian
insentif sampai dengan
penerbitan SKPKB.
penerima insentif PPh
tahap II yang melanggar
ketentuan-ketentuan
pemberian insentif PPh
tahap tersbut akan
dijatuhi sanksi berupa
pengembalian jumlah
penghasilan kena pajak
yang memperoleh
insentif ditambah dengan
sanksi administrasi
berupa bunga sebesar
2% (dua persen) per
bulan, terhitung sejak
persetujuan pemberian
insentif sampai dengan
penerbitan SKPKB.
Page 1 of 2
b. sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dan sebanyakbanyaknya 60% (enam puluh persen) dari hasil perolehan usaha
Rumah Sakit merupakan penghasilan yang seharusnya diterima
(deemed income) jika tidak menyediakan pelayanan gratis bagi
pasien yang termasuk golongan miskin namun tidak memiliki
JAMKESMAS atau JAMKESDA;
c. sebanyak-banyaknya 40% (empat puluh persen) dari hasil
perolehan usaha Rumah Sakit diperoleh dari pasien non-asuransi.
4. Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan penggunaan hasil perolehan
usaha setelah PPh:
a. jika dikelola langsung oleh yayasan, maka sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh persen) dari hasil perolehan usaha setelah PPh wajib
digunakan untuk program penyuluhan kesehatan dan/atau kegiatan
massal berupa pemeriksaan/tindakan medis gratis, sementara
sisanya wajib digunakan untuk menambah sarana kesehatan dalam
Rumah Sakit yang dikelolanya;
b. jika dimiliki sebagian atau seluruhnya oleh yayasan, maka sekurangkurangnya 60% (enam puluh persen) dari hasil perolehan usaha
setelah PPh wajib digunakan untuk program penyuluhan kesehatan
dan/atau kegiatan massal berupa pemeriksaan/tindakan medis
gratis, sementara sisanya wajib digunakan untuk penambahan
penyertaan modal pada Rumah Sakit yang dimilikinya atau
pembentukan Rumah Sakit baru atau penyertaan modal pada badan
usaha Rumah Sakit lainnya.
1. Pasal 22 jo. Pasal 23
UU RS;
Rumah Sakit
Pendidikan
2. Pasal 30 ayat (1)
huruf h jo. Pasal 30
ayat (3) UU Nomor 44
Tahun 2009;
3. Pasal 35 UU PPh.
1. memenuhi persyaratan dan standar RS Pendidikan dan telah ditetapkan
sebagai RS Pendidikan oleh Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi
dengan Menteri Pendidikan Nasional;
2. realisasi biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan riset dan pendidikan
profesi kedokteran selama 3 (tiga) tahun terakhir (dihitung mundur
sejak pengajuan permohonan insentif PPh) sebesar 40% (empat puluh
persen) dari total anggaran tahunan.
1. bagi Rumah Sakit yang
memenuhi kualifikasi sebagai
penerima insentif akan
diperbolehkan utnuk
melakukan pengurangan
biaya berganda (double
deductions) untuk
komponen-komponen biaya
yang dikeluarkan dalam
rangka melakukan kegiatan
riset dan pendidikan;
2. bagi Rumah Sakit yang
memenuhi kualifikasi sebagai
penerima insentif akan
diperbolehkan utnuk
melakukan depresiasi yang
dipercepat (accelerated
depreciation) untuk
peralatan-peralatan medis
yang digunakan dalam
rangka melakukan kegiatan
riset dan pendidikan.
1. penerima insentif PPh
wajib melampirkan
permohonan tertulis
kepada DJP pada SPT
Tahunan PPh;
2. DJP berwenang untuk
melakukan
pemeriksaan sesuai
dengan UU KUP.
penerima insentif PPh
yang melanggar
ketentuan-ketentuan
pemberian insentif PPh
akan dijatuhi sanksi
berupa pembayaran
jumlah pajak terutang
yang memperoleh
insentif ditambah dengan
sanksi administrasi
berupa bunga sebesar
2% (dua persen) per
bulan, terhitung sejak
persetujuan pemberian
insentif sampai dengan
penerbitan SKPKB.
Page 2 of 2
Download