Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 MODAL VENTURA: PERUBAHAN PARADIGMA PENDANAAN DI INDONESIA DAN AGENDA RISET MASA DEPAN Arni Utamaningsih Dosen Politeknik Negeri Padang Jurusan Administrasi Niaga Email: [email protected] ABSTRACT In recent years, the global investment trends tend to fund new industries in developing countries. Venture Capitalist is a global investment media that used to fund creative industries. The creative industries are growing rapidly in developing countries lately. In the past year, the development of financing by venture capitalist in Indonesia is growing rapidly. This paper discusses the Financial Services Authority report quarterly III-2013 about the development of venture capitalist. The growth is believed to be the impact of the Regulation of the Minister of Finance No. 18/PMK.010/2012, dated February 1, 2012 on Venture Capitalist Corporate. This paper also discusses about the differences paradigm venture capitalist in Indonesia from other countries, and the obstacles that hinder the development of venture capitalist in Indonesia. This paper also discusses future research agenda about venture capitalist in Indonesia as an alternative funding in the era of the creative industries. Keywords: Venture Capitalist, Globalizations, Funding, Developing Countries 1. Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir ini, peran modal ventura (venture capitalist) dalam menumbuhkan perusahaan baru berkembang sangat pesat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di US, namun juga di negara-negara berkembang. China merupakan negara yang menunjukkan laju perkembangan yang dramatik. Xu (2006) menyampaikan bahwa perubahan institusi, lingkungan hukum dan perangkat kebijakan memungkinkan modal ventura milik asing berkembang pesat di China. Xu (2006) juga mengemukakan tentang perkembangan secara detil tahapan modal ventura dalam mendukung lahirnya perusahaan baru melalui IPO. Lebih jauh Xu (2006) menyampaikan tentang keunggulan dan kelemahan berbagai perusahaan modal ventura di China yang mendukung IPO di bursa saham NASDAQ dan NYSE. Perkembangan jangka pendek dan jangka panjang modal ventura dalam mendukung lahir dan tumbuhnya perusahaan baru melalui IPO menjadi agenda penelitian yang menarik. Dalam hal ini, pembahasan ini tidak terlepas dari karakteristik China yang mirip dengan Indonesia dalam beberapa hal. China sebagai negara dengan jumlah penduduk sangat besar dan menjadi pasar potensial terbesar di dunia, memiliki kemiripan dengan Indonesia. Hal ini juga didukung dengan kecenderungan mobilisasi investasi global yang mengarah pada investasi indusri kreatif yang sedang marak di negara-negara berkembang. Perkembangan modal ventura di Indonesia diawali dengan terbitnya peraturan perundangan di bidang modal ventura, yaitu KMK No. 469/KMK.017/1995 tanggal 3 ISSN 1858 – 3717 29 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 Oktober 1995 tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura. Peraturan itu dilanjutkan dengan peraturan KMK No. 58/KMK.017/1999 tanggal 15 Februari 1999 tentang Pengawasan Kegiatan Perusahaan Modal Ventura Daerah. Namun, perkembangan modal ventura di Indonesia pada saat itu belum juga menunjukkan perkembangan yang positif, apalagi setelah terjadi krisis ekonomi di tahun 1998. Dalam dua tahun terakhir (2013-2014), terjadi kecenderungan trend pertumbuhan modal ventura yang meningkat. Kecenderungan ini mungkin merupakan dampak dari diterbitkannya peraturan menteri keuangan tentang Perusahaan Modal Ventura, yaitu peraturan No. 18/PMK.010/2012, tanggal 1 Februari 2012. Peraturan menteri keuangan ini dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Kenyataan ini menunjukkan adanya perubahan institusi, lingkungan hukum dan perangkat kebijakan di Indonesia. Apakah perubahan ini memungkinkan modal ventura tumbuh pesat dan memberikan andil yang besar dalam perkembangan ekonomi di Indonesia? Pertanyaan ini membutuhkan jawaban dan pemikiran kritis dari banyak pihak, terutama para peneliti. Perubahan ini menawarkan agenda riset yang menarik tidak hanya di bidang keuangan, namun juga bidang pemasaran, dan sumber daya manusia yang tentu berubah seiring dengan perubahan struktur ekonomi suatu bangsa. Kebutuhan dana memang sangat penting dalam pendirian perusahaan baru, namun kebutuhan akses pasar, informasi pasar, keterampilan teknis dan operasional, produksi, serta penanganan pasca produksi juga sangat penting (Haikal, 2012). Tulisan ini ditujukan untuk mengkaji modal ventura, sebagai alternatif pendanaan dan agenda riset di masa datang di Indonesia. Kajian ini memandang modal ventura dalam sudut pandang bidang keuangan, terutama peran modal ventura dalam mendukung pendirian perusahaan baru melalui IPO. 2. Kajian Pustaka 2.1 Modal Ventura (Venture Capitalist) di Indonesia Modal ventura merupakan alternatif pendanaan selain bank yang ditujukan untuk mendukung pertumbuhan perusahaan baru. Peran modal ventura dalam hal ini adalah menyalurkan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal yang bersifat sementara, membantu manajemen, dan turut mengambil risiko pendanaan. Dalam hal ini dibutuhkan keahlian spesifik sesuai dengan jenis usaha perusahaan mitra modal ventura. Di Indonesia modal ventura dihadapkan pada permasalahan yang rumit, karena pendanaan modal ventura berfokus pada pembiayaan Usaha Kecil Menengah (UKM). Perbedaan paradigma modal ventura di Indonesia dan di berbagai negara maju (khususnya US), diduga menjadi hambatan perkembangan modal ventura di Indonesia. Modal ventura di Indonesia belum cukup berkembang seperti di negara lain. Peraturan pemerintah lebih mengarahkan pembiayaan modal ventura ke sektor UKM. UKM umumnya berasal dari usaha keluarga yang dirintis sejak usaha itu masih kecil. Mereka sudah terbiasa membayar kredit pendanaan dari bank dengan jumlah angsuran yang tetap pada setiap perioda tertentu. Sejarah berdirinya usaha dan kebiasaan pengelolaan pendanaan menjadikan UKM enggan berbagi keuntungan dengan modal ventura sebagai mitra usahanya. Modal ventura berpotensi besar dalam mendukung pengembangan bisnis, dengan cara turut mendampingi lahirnya perusahaan baru. Perusahaan kecil dengan prospek bisnis yang bagus, namun terkendala karena minimnya modal, tidak memiliki akses perbankan, dapat berkembang dengan dukungan modal dari usaha modal ventura. Inovasi baru dalam berbagai bidang teknologi dapat lebih mudah terlaksana jika mendapat dukungan dari perusahaan modal ventura sebagaimana yang telah terjadi di 30 ISSN 1858 - 3717 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 berbagai negara. China adalah salah satu contoh, dalam hal ini modal ventura berhasil membantu kelahiran dan mendukung tumbuh kembangnya usaha baru yang berbasis inovasi. Sebagian besar perkembangan perusahaan yang berbasis inovasi dan teknologi tinggi di US juga didukung oleh perusahaan modal ventura. Usaha baru yang didukung oleh modal ventura umumnya berisiko tinggi, dan tentunya modal ventura juga menginginkan tingkat returns yang tinggi pula. Karakteristik ini tidak dimiliki oleh sebagian besar UKM di Indonesia, oleh karenanya sasaran UKM menjadi kurang menarik bagi para pemodal mapan yang ingin berinvestasi pada perusahaan modal ventura. Namun, trend satu tahun terakhir ini tampak terjadi perubahan ke arah yang meningkat dalam jumlah pendanaan oleh perusahaan modal ventura di Indonesia. Tulisan ini akan menyajikan data yang menunjukkan perubahan trend tersebut. 2.2 Peran Modal Ventura dalam Mengembangkan Perusahaan Baru Berbeda dengan bank, modal ventura dalam menjalankan perannya tidak terbatas pada penyaluran dana saja, namun juga turut terlibat dalam aktivitas managerial dan menanggung risiko. Mekanisme keterlibatan modal ventura dalam membantu mitra bisnisnya dibedakan menjadi dua, yaitu: single tier approach dan two tier approach. Mekanisme singgle tier approach merupakan pendekatan modal ventura untuk melaksanakan dua fungsi, yaitu sebagai penyedia dana dan pengelola dana. Martono (2002) mengatakan bahwa dana yang dikelola tersebut dapat dihimpun dari individu dan perusahaan sebagai investor. Dana tersebut diinvestasikan pada satu perusahaan atau beberapa perusahaan sebagai modal penyertaan. Umumnya perusahaan mitra modal ventura memiliki jenis usaha yang bersifat inovatif. Perusahaan mitra juga sedang membutuhkan dana dan bantuan manajemen untuk menumbuhkan perusahaan serta mengembangkan produk. Modal ventura dapat menghimpun dana dari beberapa investor yang berasal dari individu, perusahaan, dan lembaga keuangan lainnya. Dana tersebut dikelola sedemikian rupa untuk kepentingan tumbuh kembang perusahaan mitra. Dana tersebut merupakan investasi perusahan modal ventura dalam bentuk modal penyertaan. Perusahan mitra umumnya memiliki potensi yang besar untuk berkembang. Perusahaan modal ventura berperan aktif hingga perusahaan mitra telah berkembang cukup mapan, memperoleh keuntungan, dan mampu berdiri sendiri. Pada tahapan berikutnya sangat mungkin terjadi divestasi, yaitu tahapan modal ventura menarik kembali modal penyertaannya. Proses divestasi dapat melalui IPO dan menjual saham di pasar modal. Penjualan saham baru yang menjadi hak perusahaan modal ventura dapat dibeli sendiri oleh perusahaan mitra melalui IPO. Mekanisme two tier approach merupakan pendekatan yang melibatkan dua badan usaha secara terpisah. Kedua pihak itu adalah pihak penyedia dana dan pengelola dana. Pihak pengelola dana memiliki peran khusus dalam menyediakan bantuan managerial. Modal ventura menerapkan two tier approach dengan cara menghimpun dana dari seluruh investornya, baik individu, perusahaan, serta lembaga keuangan lainnya. Dana yang terkumpul diinvestasikan kepada perusahaan mitra dalam bentuk modal penyertaan. Pihak pengelola dana berperan membantu managemen mengelola dana yang diinvestasikan. Pada saatnya perusahaan mitra telah mengalami kemajuan usaha, mampu memperoleh laba yang mapan, mampu beroperasional secara mandiri. Dalam hal ini perusahaan modal ventura dapat menarik kembali investasinya (divestasi). Divestasi dapat dilakukan dengan cara menjual saham kepada perusahaan mitra atau turut serta menawarkan saham di pasar modal melalui proses IPO. ISSN 1858 – 3717 31 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 Berdasarkan pembahasan dua pendekatan tersebut, nampaknya praktek modal ventura di Indonesia cenderung mengarah pada mekanisme one tier approach. Lembaga pasar modal sebagai lembaga penyedia dana tanpa batas tidak dilibatkan dalam praktek modal ventura di Indonesia. Pandangan ini sepakat dengan gagasan Haikal (2012) yang menyatakan bahwa perusahaan modal ventura di Indonesia adalah one tier venture capital yang sangat berbeda dengan two tier venture capital. One tier venture capital bukanlah lembaga keuangan dan terisolasi dengan pasar modal. Lebih jauh Haikal (2012) mengatakan bahwa hal ini sangat berbeda dengan two tier venture capital yang terdiri dari venture capital dan venture fund. Venture fund berada di pasar modal, sehingga memiliki sumber modal yang tidak terbatas. 3. Diskusi Bagian diskusi ini akan membahas dua hal. Hal pertama, yaitu perkembangan modal ventura dua tahun terakhir di Indonesia, yaitu triwulan II tahun 2012 sampai dengan triwulan III tahun 2013. Hal kedua membahas agenda riset modal ventura di masa datang. 3.1 Perkembangan Modal Ventura di Indonesia Perkembangan modal ventura di Indonesia yang dibahas dalam tulisan ini mengacu pada Laporan Triwulanan, Triwulan III-2013, Otoritas Jasa Keuangan. Gambar berikut ini merupakan Grafik Pertumbuhan Aset, Liabilitas Ekuitas Industri Modal Ventura: Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulan III-2013 Gambar 3.1 Grafik Pertumbuhan Aset, Liabilitas Ekuitas Industri Modal Ventura Berdasarkan Gambar 3.1 di atas, Otoritas Jasa Keuangan (2013) melaporkan bahwa sampai akhir September 2013 jumlah Perusahaan Modal Ventura tidak mengalami perubahan yaitu sebanyak 89 perusahaan. Kegiatan usaha industri perusahaan modal ventura meliputi penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian 32 ISSN 1858 - 3717 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 obligasi konversi, dan pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Aset industri perusahaan modal ventura (data Agustus 2013) tumbuh sebesar 1,9% (qtq) menjadi Rp8,4triliun, atau sebesar 83,3% (yoy) dari total 89 perusahaan. Sementara ekuitas industri menurun sebesar 2,2% (qtq) menjadi Rp3,4 triliun. Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulan III-2013 Gambar 3.2 Pertumbuhan Pembiayaan/Penyertaan Modal Peningkatan aset senilai 83,3% (yoy) dari total 89 perusahaan dalam kurun waktu satu tahun menunjukkan kinerja yang positif. Walaupun nilai ekuitas dalam tahun 2013 tidak menunjukkan peningkatan, masih dapat terpenuhi kebutuhan aset dari peningkatan nilai kewajiban. Gejala ini menunjukkan kepercayaan pasar yang positif terhadap lembaga modal ventura. Kesediaan pasar keuangan memberikan pinjaman merupakan respon positif yang pada gilirannya akan dikelola dalam bentuk dana penyertaan kepada pihak ketiga. Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulan III-2013 Gambar 3.3 Sumber Pendanaan Industri Modal Ventura (dalam Triliun Rupiah) Penilaian ini didukung oleh pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (2013) dalam Laporan Triwulannya, bahwa pembiayaan per penyertaan modal industri modal ventura ISSN 1858 – 3717 33 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 naik sebesar 2,9% menjadi Rp5,5 triliun (qtq). Porsi pembiayaan per penyertaan modal industri dengan skema pembagian atas hasil usaha mencakup 70,9% dari total pembiayaan per penyertaan modal. Gambar 2. menggambarkan pertumbuhan pembiayaan dibandingkan penyertaan modal. Pada bagian berikutnya, Otoritas Jasa Keuangan melaporkan sumber pendanaan industri modal ventura (dalam triliun Rupiah) yang disajikan dalam Gambar 3.3 Berdasarkan Gambar 3.3 di atas, Otoritas Jasa Keuangan (2013) menyatakan sumber dana yang dikelola oleh perusahaan modal ventura. Dalam hal ini, selain menggunakan modal sendiri, untuk membiayai kegiatan usahanya, perusahaan modal ventura dapat menerima pinjaman dari bank dan/atau badan usaha lainnya dengan total pinjaman pada triwulan III 2013 adalah sebesar Rp2,29 triliun. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa industri modal ventura di Indonesia meningkat, dan sangat mungkin menjadi sumber pendanaan baru yang diminati oleh berbagai industri kreatif yang mulai tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Sekiranya industri kreatif tersebut mampu berkembang pesat seperti di China, maka tidak menutup kemungkinan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan tumbuh seperti China. Dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah serta aplikasi budaya good coorporate governance, nampaknya akan mampu menjadikan Indonesia sebagai alternatif investasi yang menarik di Asia. 3.2 Agenda Riset Modal Ventura Masa Depan Tulisan ini membahas agenda riset di seputar peritiwa divestasi, dalam hal ini perusahaan mitra berdiri sebagai perusahaan baru melalui proses IPO. Peran penting modal ventura pada saat perusahaan baru memasuki pasar modal adalah memprediksi risiko dan returns saham pada saat IPO. Fenomena ini telah diinvestigasi secara ekstensif oleh sejumlah studi teoritikal dan empirikal. Argumen dasar dalam menjelaskan fenomena ini adalah kemampuan modal ventura melakukan screening dan monitoring, yang selanjutnya dikembangkan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan baru dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kinerja perusahaan diukur sebagai initial dan long-run returns serta konsekuensinya terhadap nilai perusahaan. Beberapa studi empirik terhadap modal ventura yang mendukung IPO perusahaan mitranya menunjukkan adanya underpricing yang rendah, dan dalam jangka panjang mengalami underperformance (Megginson dan Weiss, 1991). Ide penelitian berikutnya berkembang dengan menghubungkan fenomena tersebut dengan gagasan bahwa keberadaan modal ventura dalam peristiwa IPO diduga dapat mengurangi adverse selections. Dalam hal ini, secara teori terkait dengan Teori Sinyal (Leland dan Pyle, 1977) mengenai kualitas perusahaan. Ada dugaan bahwa perusahaan yang melakukan IPO dan didukung oleh modal ventura cenderung memiliki kualitas yang bagus. Sehubungan dengan fungsi screening dan monitoring oleh modal ventura selama proses pendampingan sebelum divestasi melalui program IPO, maka sebenarnya proses penanaman corporate governance juga sedang berjalan. Terwujudnya good corporate governance selama proses pendampingan oleh modal ventura akan membentuk manajemen yang kuat, dan bermuara pada tindakan yang mengacu pada kepentingan pemegang saham. Namun, disisi lain Bessler dan Kurth (2007) membuktikan bahwa pendanaan oleh perusahaan modal ventura terhadap perusahaan IPO berpengaruh terhadap initial returns dan long-run performance, yang diindikasi mengandung konflik kepentingan yang potensial. Konflik kepentingan itu terjadi ketika pada saat yang sama perusahaan modal ventura selain melakukan aktivitas pendanaan juga menyediakan jasa penjaminan 34 ISSN 1858 - 3717 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 saham IPO (underwriting), serta menerbitkan rekomendasi analisis (analyst recommendations). Fakta yang sama juga ditemukan sebelumnya oleh Ber at al. (2001) sehubungan adanya agency problems, ketika institusi keuangan juga bertindak sebagai bank komersial, underwriter, dan manager mutual fund. Dalam hal ini, sepertinya signifikansi temuan adanya agency problems tergantung pada sistem keuangan di suatu negara yang memungkinkan timbulnya konflik kepentingan. Beberapa fenomena di atas ditemukan di US, apakah fenomena tersebut akan ditemukan di Indonesia? Pengungkapan hal ini masih membutuhkan kajian yang dalam. Bessler dan Kurth (2007) juga melakukan penelitian yang mengungkap peran perusahaan modal ventura yang tumpang tindih semacam itu di Jerman. Hasilnya mengungkap adanya agency conflict dengan penjelasan yang berbeda. Terbitnya regulasi baru, Peraturan Menteri Keuangan No.18/PMK.010/2012, tanggal 1 Februari 2012 mengundang berbagai kemungkinan fenomena, dan akan menjadi agenda riset yang menarik. Agenda riset yang menarik di seputar peristiwa IPO yang didukung oleh modal ventura akan diungkapkan pada kajian berikut ini. Keasler (2001) mengkaji pengaruh early lock-up release yang ditetapkan oleh underwriter terhadap kesejahteraan para pemegang saham. A lock-up agreement merupakan perjanjian yang dibuat oleh underwriter dan para pemegang saham lama sebelum terjadinya IPO. Keasler (2001) menemukan adanya negatif abnormal returns sehubungan dengan pengumuman mengenai early lock-up release. Abnormal returns yang negatif semakin nyata pada perusahaan yang didukung oleh modal ventura ketimbang perusahaan yang tidak didukung. Penelitian tersebut juga menemukan abnormal returns yang signifikan negatif pada lock-up release yang dijadwalkan. Abnormal returns yang negatif berkurang pada perusahaan yang melakukan pengumuman pada kondisi early lock-up release. Perusahaan modal ventura yang menggunakan dana bank dalam mendukung perusahaan mitranya memunculkan agency conflicts dari pola hubungan semacam itu. Masing-masing perusahaan sangat mungkin memiliki agenda perusahaan dalam memaksimumkan nilai pasar mereka. Agency conflicts terjadi terutama jika bank menerapkan sistem turut mendanai perusahaan modal ventura sebelum IPO terjadi. Konflik diduga muncul pada saat IPO bank turut serta menjadi pemegang saham perusahaan yang go public. Konflik keagenan akan semakin rumit jika bank menyediakan jasa keuangan bagi perusahaan modal ventura sebelum IPO, dan juga bertindak sebagai penjamin emisi saham. Sebagian bank juga tergabung dalam mutual fund management yang salah satu jasanya adalah menyediakan investment research dan analyst recomendations. Peran yang tumpang tindih semacam ini diduga sangat potensial menjadi konflik keagenan. Konsekuensinya, partisipan pasar modal dihadapkan pada situasi yang tidak wajar, ketika bank bertindak sebagai lead underwriter atau sebagai bagian dari sindikat underwriter, yang juga sebagai pemegang kendali keuangan perusahaan modal ventura sebelum peristiwa IPO. 4. Konklusi Dalam beberapa tahun terakhir, trend investasi global cenderung mendanai industri baru di negara-negara berkembang. Modal ventura merupakan media investasi global yang digunakan untuk mendanai industri kreatif. Industri kreatif sedang berkembang pesat di negara-negara berkembang akhir-akhir ini. Pada tahun lalu, perkembangan pembiayaan oleh modal ventura di Indonesia berkembang pesat, setelah sebelumnya mengalami kelesuan. Peraturan pemerintah mengarahkan pendanaan modal ISSN 1858 – 3717 35 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 ventura di Indonesia kepada Usaha Menengah Kecil (UKM). Berbagai hambatan muncul karena keterbatasan UKM dalam memahami sistem pendampingan modal ventura yang masih belum dapat diterima. Umumnya UKM dimiliki oleh keluarga dan dirintis sejak usaha masih kecil, sehingga keterlibatan modal ventura masih sulit untuk diterima, terutama terkait dengan pembagiaan keuntungan. Makalah ini juga membahas perbedaan paradigma modal ventura di Indonesia terhadap negara lain, Di negara lain, seperti di US, China, dan Jerman, modal ventura berperan penting dalam mendanai industri kreatif, inovasi, dan industri berteknologi tinggi. Para pemodal mapan tertarik untuk mendanai industri semacam ini, dalam hal ini di satu sisi industri ini berisiko tinggi, namun di sisi lain juga menawarkan returns yang tinggi pula. Paradigma semacam itu tentu saja belum dimiliki oleh UKM di Indonesia, dan hal ini menjadikan usaha modal ventura di Indonesia kurang menarik. Pada bagian berikutnya, tulisan ini membahas Laporan Otoritas Jasa Keuangan Triwulanan III-2013 tentang pengembangan modal ventura. Pertumbuhan ini diduga sebagai dampak dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012, tanggal 1 Februari 2012 tentang perusahaan modal ventura. Peraturan ini ditujukan untuk meningkatkan peran lembaga keuangan dan mengatasi kendala yang menghambat perkembangan modal ventura di Indonesia. Berdasarkan Laporan Triwulanan III-2013 diketahui bahwa industri modal ventura di Indonesia meningkat, dan sangat mungkin menjadi sumber pendanaan baru yang diminati oleh berbagai industri kreatif yang mulai tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Sekiranya industri kreatif tersebut mampu berkembang pesat seperti di China, maka tidak menutup kemungkinan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan tumbuh seperti China. Dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah serta aplikasi budaya good coorporate governance, nampaknya akan mampu menjadikan Indonesia sebagai alternatif investasi yang menarik di Asia. Pada bagian akhir, makalah ini membahas agenda penelitian mendatang mengenai modal ventura di Indonesia sebagai alternatif pendanaan di era industri kreatif. Fokus pembahasan agenda riset adalah di seputar peritiwa divestasi, dalam hal ini perusahaan mitra berdiri sebagai perusahaan baru melalui proses IPO. Agenda riset yang dibahas adalah underpricing perusahaan IPO yang didukung modal ventura, kinerja jangka pendek dan jangka panjang pasca IPO, agency conflict yang dipicu oleh peran modal ventura, dan berbagai kombinasi fenomena. Bank sebagai partner penyandang dana sebelum IPO dapat pula berperan sebagai underwriter, dan hal ini juga dapat memicu konflik keagenan. Konflik ini pada akhirnya berdampak pada partisipan pasar modal, dalam hal ini mereka dihadapkan pada situasi yang tidak wajar. Dalam jangka waktu tertentu hal ini akan berpengaruh pada kinerja saham perdana. Lebih jauh lagi, agenda riset dapat diarahkan pada kajian dari berbagai sudut pandang. Sebagai misal: kajian dalam pandangan emiten yang semula tumbuh dan dibesarkan oleh modal ventura; kajian dalam pandangan modal ventura terkait dengan besarnya risiko dan returns yang diharapkan pasca divestasi; kajian dalam pandangan underwriter sebagai penjamin saham saat IPO; dan/atau kajian dalam pandangan calon investor baru sehubungan dengan perubahan struktur modal setelah IPO. Sampai saat ini belum banyak riset yang berhasil mengungkap fenomena agency conflict di seputar 36 ISSN 1858 - 3717 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 peristiwa IPO di berbagai pasar modal di dunia secara komprehensif. Perkembangan ekonomi suatu bangsa yang sangat cepat sebagai dampak globalisasi memberikan banyak tantangan baru bagi peneliti. DAFTAR PUSTAKA Ber, H., Yaleh, Y. & Yosha, O. 2001. Conflict of Interest in Universal Banking: Bank Lending, Stock Underwriting, and Fund Management. Journal of Monetary Economics, Vol. 47, pp. 189-218. Bessler, W. & Kurth, A. 2007. Agency Problems and the Performance of Venture Backed IPOs in Germany: Exit Strategies, Lock-up Periods, and Bank Ownership. The European Journal of Finance, Vol.13. pp. 29-63. Haikal, S. 2012. Modal Ventura di Indonesia Bukan Lembaga Keuangan. Proceeding Seminar Nasional: Kesiapan Industri Perbankan dan Bisnis dalam Menghadapi Asean Economic Community 2015. Universitas Stikubank Semarang, 7 Juni 2012. Keasler, T.R. 2001. The Underwriter’s Early Lock-up Release: Empirical Evidence. Journal of Economics and Finance, Vol. 25, pp. 214-228. KMK No. 469/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995 tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura. http://www.bapepam.go.id/p3/regulasi_p3/kepmen_p3/KMK%204691995%20baru KMK No. 58/KMK.017/1999 tanggal 15 Februari 1999 tentang Pengawasan Kegiatan Perusahaan Modal Ventura Daerah. http://www.bapepam.go.id/p3/regulasi_p3/kepmen_p3/KMK%2058-1999 Leland., dan D. Pyle, 1977, Information asymmetries, financial structure, and financial intermediation, Journal of Finance 32, 371–387. Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonisia. Megginson, W.L., & K.A. Weiss. 1991. Venture Capitalist Certification in Initial Public Offerings. The Journal of Finance, Vol. XLVI, No. 3, pp. 879-903 Otoritas Jasa Keuangan. 2013. Laporan Triwulanan, Triwulan III-2013. Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2012, tanggal 1 Februari 2012, tentang Perusahaan Modal Ventura. http://www.bapepam.go.id/p3/regulasi_p3/kepmen_p3/PMK-18-2012 Xu, X., Eleanor. 2006. Venture-becked IPOs and the Exiting of Venture Capital in China. Journal of Entrepreneurial Finance. http://www.hdl.handle.net/10419/55935 ISSN 1858 – 3717 37 Polibisnis, Volume 6 No. 2 Oktober 2014 38 ISSN 1858 - 3717