MENGGAGAS KUALITAS PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

advertisement
MENGGAGAS KUALITAS PERPUSTAKAAN
PERGURUAN TINGGI
Paulus Suparmo*
Abstract
Sesuatu dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi persyaratan-persyaratan kualitas yang telah
ditentukan. Kualitas dapat diukur berdasarkan sebuah standar (acuan) yang diikutinya. Kualitas
sebuah perpustakaan perguruan tinggi dapat diukur berdasarkan suatu standar pengelolaan perpustakaan yang diimplementasikan oleh perpustakaan tersebut. Acuan standar yang dapat diiimplementasikan oleh perpustakaan perguruan tinggi dalam mencapai kualitas yaitu Standar Nasional Perguruan Tinggi SNI 7330:2009 atau Standar Nasional Perpustakaan SNP 010:2011. Acuan standar
lainnya yang dapat diiimplementasikan oleh perpustakaan perguruan tinggi yakni ISO 11620:2008.
Selain acuan standar tersebut per-pustakaan perguruan tinggi juga dapat mengimplementasikan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 sebagai standar sistem manajemen mutu yang diakui secara
internasional. Suatu acuan standar yang diimplementasikan oleh perpustakaan perguruan tinggi
akan sangat berdaya guna jika dalam implementasinya diikuti dengan akreditasi yang dilakukan
oleh lembaga independen.
Pengantar
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
ke-4 tahun 2008 mengartikan ‘kualitas’
sebagai tingkat baik buruknya sesuatu.
Secara tersurat, arti ‘kualitas’ yang dinyatakan oleh KBBI tersebut menggambarkan
suatu tingkatan baik atau buruk yang
mestinya didasarkan kepada suatu acuan
yang digunakan. Sesuatu dapat dinilai baik
jika ada ukuran atau acuan penilaiannya. Acuan penilaian pada umumnya
berupa aturan standar yang telah ditetapkan dan disepakati untuk dilaksanakan,
misalnya Standar Nasional Indonesia
(SNI) Perpustakaan Perguruan Tinggi
(SNI 7330:2009). Acuan penilaian akan
bermakna dan memiliki kekuatan jika
pelaksanaannya diawasi (dimonitor) oleh
lembaga penilai yang bersifat independen.
Sebagai contoh, di kalangan perguruan tinggi dan sekolah-sekolah di Indonesia telah berlangsung penilaian terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
dikenal dengan akreditasi. Di dalam
akreditasi sekolah atau perguruan tinggi
tersebut tentu saja pihak yang diakreditasi
adalah pihak yang harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Akreditasi di bidang pendidikan
yang dilaksanakan di Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah penilaian tingkat
kualitas penyelenggaraan pendidikan oleh
sebuah lembaga pendidikan tertentu.
Penilaian terhadap pelaksanaan suatu
standar oleh lembaga independen akan
menjadi cara pengukuran untuk menentukan
kualitas suatu institusi atau kualitas seseorang dalam profesi tertentu.
Perpustakaan perguruan tinggi, sebagai
sebuah institusi, agar kualitasnya terukur,
maka perlu dilakukan penilaian (akreditasi)
terhadap penyelenggaraannya. Suatu penilaian perpustakaan perguruan tinggi
oleh lembaga independen yang didasarkan
pada suatu acuan penilaian yang bersifat
objektif dan transparan kiranya akan menjawab tingkat kualitas perguruan tinggi.
* Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
51
Jalan Menuju Perpustakaan Berkualitas
Perpustakaan perguruan tinggi (PPT)
sebagai sebuah institusi, tentunya memiliki tujuan untuk berkembang ke arah
yang lebih baik, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat akademik
yang dilayaninya. Esensi dari sebuah
penyelenggaraan PPT adalah terpenuhinya
kebutuhan pustaka masyarakat akademik
yang dilayaninya.
Jika dalam rangka penyelenggaraan
PPT terdapat berbagai pedoman
p e n y e l e n g g a r a a n PPT yang perlu atau
harus diikuti oleh sebuah PPT maka
pedoman tersebut bersifat memandu agar
PPT terselenggara secara lebih baik
karena tentunya pedoman yang ditetapkan telah melalui suatu pengkajian dan
pengujian oleh para pakar di bidang perpustakaan. Di sisi lain PPT di selenggarakan
karena harus terpenuhinya persyaratan
administratif penyelenggaraan perguruan
tinggi.
Konsekuensi penyelenggaraan PPT
adalah menghidupinya karena PPT yang
diselenggarakan menjadi unit penyedia
sumber informasi bagi para dosen dan
mahasiswa dalam proses belajar, mengajar
dan meneliti. Dihidupi berarti didukung
oleh pimpinan perguruan tinggi dalam
hal pemenuhan sumber daya finansial,
kebutuhan pengembangan sumber daya
manusia dan kebutuhan sumber daya lainnya.
Dihidupi juga dapat diartikan
bahwa dalam penyelenggaraan proses
belajar mengajar dapat terjadi komunikasi
ilmiah antara dosen dan mahasiswa
melalui berbagai sumber ilmu pengetahuan
yang disediakan oleh perustakaan. Dalam
rangka menghidupi perpustakaan, para
pengajar dapat menjadikan perpustakaan
sebagai ‘ruang publik’ antara mereka. ‘Ruang
publik’ tersebut dapat dapat diartikan
s e bagai tempat berinteraksi antara dosen
dan mahasiswa di luar kelas formal. Dengan
52
demikian jika hal-hal tersebut dapat
berlangsung maka PPT bukan sekedar
persyaratan administrasi suatu lembaga
pendidikan tetapi merupakan pendukung
yang sangat penting dalam proses belajar
maupun menambah dan mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Menjadi PPT berkualitas, yang
bukan sekedar memenuhi persyaratan
administratif perguruan tinggi, dapat dicapai oleh setiap P P T d i I n d o n e s i a .
P e d o m a n p e n y e l e n g g a r a a n PPT telah
ditetapkan oleh pemerintah. Pedoman
yang
telah
ditetapkan
oleh
p e m e r i n t a h tersebut tentunya dimaksudkan sebagai pedoman penyelenggaraan PPT
yang berkualitas.
Standar Nasional Indonesia Perpustakaan Perguruan Tinggi (SNI 7330:2009)
yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi
Nasional pada tahun 2009 dapat menjadi
acuan PPT di Indonesia untuk menjadi
PPT yang berkualitas. Kualitas PPT yang
digariskan oleh SNI 7330:2009 adalah
kualitas PPT yang terukur karena SNI
7330:2009 adalah pedoman yang telah
melalui pengkajian oleh para pakar.
Artinya PPT yang memenuhi persyaratan
SNI adalah sebuah PPT yang berkualitas.
Dapat dikatakan demikian karena persyaratan yang ditentukan di dalam SNI
ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan
standar kualitas tertentu dan juga memenuhi
prinsip keadilan dalam pengembangan
sebuah PPT.
Prinsip keadilan yang termuat di
dalamnya, misalnya penyusunan rasio
perbandingan jumlah eksemplar koleksi
terhadap jumlah mahasiswa yang harus
dilayani, jadi bukan jumlah mutlak tetapi
sebuah perbandingan antara jumlah
eksemplar koleksi yang harus disediakan
dengan jumlah mahasiswa yang dilayani.
Selain ruang lingkup dan definisi-definisi,
SNI 7330:2009, memuat 12 persyaratan
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
pokok yang dapat dipenuhi oleh PPT agar
menjadi PPT yang berkualitas. Dua belas
persyaratan yang dimaksud adalah : Misi,
Tujuan, Koleksi, Pengorganisasian materi
perpustakaan, Pelestarian materi perpustakaan, Sumber daya manusia, Layanan
perpustakaan, Penyelenggaraan perpustakaan, Gedung, Anggaran, Teknologi
informasi dan komunikasi, Kerjasama
perpustakaan.
di tingkat universitas. Di beberapa perguruan tinggi perpustakaan dipandang sebagai
unit kerja yang kurang strategis sehingga
pengembangannya kurang mendapatkan
prioritas. Dengan demikian jika pimpinan
perguruan tinggi masih menganggap PPT
sebagai unit yang kurang strategis maka
penerapan SNI pun akan sulit karena adanya
kendala di dalam perguruan tingginya.
Jika PPT di Indonesia, dalam
pengelolaannya berpedoman pada SNI
7330:2009 m a k a P P T y a n g b e r s a n g k u t a n dapat dikatakan sebagai PPT
yang berkualitas. SNI 7330:2009, sebagai
salah satu ukuran standar kulaitas PPT,
belum tentu mudah untuk dilaksanakan di
perguruan tinggi di Indonesia.
Masih banyak contoh lain di SNI
7330:2009, yang jika diterapkan oleh PPT
di Indonesia akan menemui kendala internal
perguruan tingginya. Keadaan tersebut
akan diperparah jika sebuah pedoman
standar pemberlakuannya hanya bersifat
opsional, tidak ada yang mengawasi dan
tidak ada sanksi bagi perpustakaan
maupun lembaga induknya.
Kebijakan internal perguruan tinggi
dapat menjadi kendala untuk melaksanakan
SNI 7330:2009. Kebijakan internal perguruan tinggi tentang sumber daya manusia, tata kelola, dan penganggaran dapat
menjadi kendala untuk menerapkan SNI
7330:2009. Sebagai contoh, persyaratan
no. 10 SNI 7330:2009 tentang
‘ p e n y e l e n g g a r a a n perpustakaan’ butir
c, menyatakan bahwa : Kepala perpustakaan menjadi anggota senat akademik
perguruan tinggi.
Selain SNI 7330:2009, di Indonesia
mulai dikenalkan Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi (SNP 010:2011),
yang diuji publikkan pertama kali pada
tanggal 2 Oktober 2012 di Yogyakarta.
Terlepas dari akan disyahkan sebagai SNP
atau masih akan direvisi lagi oleh Perpustakaan Nasional RI setelah uji publik,
SN P a k a n m e n j a d i a c u a n p o k o k
penyelenggaraan PPT di Indonesia sehingga
PPT di Indonesia p e r l u mencermatinya
agar dapat melaksanakannya.
Jika persyaratan tersebut akan
dipenuhi oleh perguruan tinggi yang bersangkutan maka, barangkali, perguruan
tinggi yang bersangkutan harus mengubah
statuta perguruan tingginya karena selama
ini di banyak perguruan tinggi di Indonesia,
kepala perpustakaan perguruan tinggi
bukan sebagai anggota senat. Artinya jika
PPT menerapkan SNI maka seharusnya
ada konsekuensi bagi perguruan tinggi
untuk meninjau kembali tata kelolanya.
Di luar ruang lingkup, istilah dan
definisi, SNP memberikan 7 (tujuh) acuan
pokok pengelolaan PPT, yang masingmasing acuan dijabarkan ke dalam subsub acuan. Tujuh acuan pokok dan subacuan yang ada di dalam SNP 010:2011,
adalah sebagai berikut :
1. Koleksi
a. Jenis dan jumlah koleksi
b. Penambahan koleksi
c. Koleksi khusus
d. Bahan perpustakaan referensi
e. Pengorganisasian bahan perpustakaan
f. Cacah ulang
g. Penyiangan
h. Pelestarian bahan perpustakaan
Di beberapa perguruan tinggi ‘pustakawan’ masih dipandang sebelah mata
sehingga dipandang kurang penting untuk
dilibatkan di dalam pengambilan keputusan
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
53
2. Sarana dan Prasarana
a. Gedung/luasan gedung
b. Ruang
c. Sarana
d. Lokasi perpustakaan
3. Layanan
a. Jam buka perpustakaan
b. Jenis layanan perpustakaan
c. Laporan kegiatan
4. Tenaga
a. Jumlah tenaga
b. Kualifikasi kepala perpustakaan
c. Kualifikasi tenaga perpustakaan
5. Penyelenggaraan
a. Penyelenggaraan dan pendirian
perpustakaan
b. Nomor Pokok Perpustakaan
c. Struktur organisasi
d. Program kerja
6. Pengelolaan
a. Visi perpustakaan
b. Misi perpustakaan
c. Tujuan perpustakaan
d. Kebijakan perpustakaan
e. Fungsi perpustakaan perguruan tinggi
f. Anggaran / Jumlah anggaran
7. Teknologi Informasi dan komunikasi
Bahan uji publik SNP, menurut hemat
penulis, tidak akan jauh berbeda dengan
SNP yang akan disyahkan kemudian. Jika
SNP telah disyahkan maka PPT di Indonesia,
jika ingin memperoleh predikat sebagai
PPT yang berkualitas maka PPT dapat
menerapkan SNP 010:2011 tersebut.
Acuan standar lainnya yang dapat digunakan oleh PPT adalah ISO 11620:2008
: Information and Documentation – Library
Perfomance Indicators (sebelumnya ISO
11620:1998). Di dalam ISO 11620:2008
terdapat indikator-indikator kinerja perpustakaan yang dapat digunakan untuk
mengukur kualitas perpustakaan, misalnya
54
indikator jumlah koleksi yang siap
dipinjamkan kepada pengguna, indikator
jumlah koleksi yang harus disediakan
oleh sebuah perpustakaan, dan indikatorindikator lainnya yang dapat diterapkan
oleh semua jenis perpustakaan baik besar
maupun kecil. ISO 11620:2008 dapat dijadikan sebagai acuan kinerja bagi perpustakaan-perpustakaan. Standar nasional
maupun internasional perpustakaan yang
ada dapat menjadi acuan pengukuran
kualitas perpustakaan-perpustakaan.
Selain acuan-acuan standar yang ada,
yang dapat diterapkan oleh PPT dalam
meraih kualitas, hal yang tidak boleh dilupakan oleh setiap PPT adalah komitmen
bersama para pengelola dan staf perpustakaan perguruan tinggi dalam membangun
perpustakaan. Komitmen bersama dalam
mengembangkan perpustakaan dapat menjadi modal dasar dalam menyusun visi,
misi, maupun kebijakan pengembangan
perpustakaan. Tanpa komitmen bersama,
sebagus-bagusnya suatu standar yang
diterapkan, perpustakaan tersebut sulit
untuk mencapai kulaitas tinggi.
Dalam konteks PPT, selain komitmen
bersama antara pengelola dan staf perpustakaan, sangat diperlukan dukungan
penuh l e m b a g a induk. Dukungan
lembaga induk dapat berupa kebijakan
tertulis yang dijabarkan secara transparan
dan dipahami serta dapat diterapkan oleh
semua unit kerja di perguruan tinggi yang
bersangkutan.
PPT BERKUALITAS
T
H
E
1. SNP 010:2011
2. SNI 7330:2009
3. ISO 11620:200 8
W
A
Y
PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
VISI
MISI
KO MITM EN
Gambar 1. Pencapaian kualitas PPT
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
Gambar 1 dapat diterangkan secara
sederhana bahwa kualitas PPT dapat dicapai jika para pengelola dan staf perpustakaan memiliki komitmen untuk
mengembangkan PPT yang berkualitas.
Jalan mencapai kualitas telah tersedia,
yakni acuan-acuan standar yang telah
ditetapkan baik yang bertaraf nasional
maupun internasional.
mutu yang didasarkan pada acuan sistem
manajemen mutu ISO. Dengan demikian
suatu organisasi dapat menyandang
predikat organisasi yang memenuhi
s t a n d a r m a n a jemen mutu ISO jika
organisasi tersebut mengimplementasikan
persyaratan-persyaratan sistem manajemen
mutu ISO (yang saat ini berlaku yaitu Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008).
Sistem Manajemen Perpustakaan Berbasis Sistem Manajemen Mutu ISO
Frasa Sistem Manajemen Mutu
(SMM) adalah terjemahan dari
Q u a l i t y Management System (QMS).
Kiranya, QMS juga dapat d i t e r j e m a h kan menjadi Sistem Manajemen
Kualitas (SMK). Sebutan SMM dipakai karena kata quality diterjemahkan menjadi “mutu” (M), jika kata quality
diterjemahkan menjadi “kualitas” maka
sebutannya dapat menjadi SMK (Sistem
Manajemen Kualitas). Sistem manajemen
mutu merupakan sistem manajemen yang
distandarisasikan secara internasional
dan yang saat ini berlaku dikenal dengan
nama ISO 9001:2008.
Organisasi berpredikat SMM ISO
9001:2008 dapat disandang oleh sebuah
organisasi yang mengimplementasikan
SMM ISO 9001:2008 dan dalam
implementasinya
diaudit oleh
l e m b a g a registrar independen secara
periodik menurut tata cara audit SMM
ISO. P e r p u s t a k a a n s e b a g a i s e b u a h
o rg a n i s a s i , dapat menerapkan SMM
ISO 9001:2008 dengan konsekuensi memenuhi semua persyaratan sistem
manajemen kualitas ISO 9001:2008.
1.
Sistem Manajemen Mutu ISO
SMM ISO adalah suatu sistem
manajemen mutu berstandar internasional.
Sebagai suatu sistem manajemen, SMM
ISO dapat diterapkan di semua organisasi
baik kecil maupun besar, termasuk di
dalamnya perpustakaan. Suatu sistem
manajemen kualitas merupakan sekumpulan
prosedur terdokumentasi dan praktekpraktek standar untuk manajemen
s i s t e m yang bertujuan menjamin
k e s e s u a i a n suatu proses dan produk
terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Persyaratan ditentukan oleh atau
dispesifikasikan oleh pelanggan dan
organisasi (Gaspersz: 2005).
Dapat dikatakan secara sederhana
bahwa sistem manajemen mutu ISO ialah
sistem manajemen yang bertujuan untuk
mencapai sistem manajemen yang ber-
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
2.
Persyaratan SMM ISO
SMM ISO bukan merupakan standar
produk karena tidak menyatakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah
produk baik barang maupun jasa. Sistem
manajemen mutu ISO menyatakan syarat
standar manajemen kualitas. Dengan
demikian yang distandarkan a d a l a h
sistem manajemen kualitasnya
b u k a n standar produk yang dihasilkannya.
Dalam hal pelaksanaan SMM ISO
tidak ada pengujian terhadap kualitas
produk tetapi yang ada adalah pengujian terhadap kualitas sistem manajemen.
Harapannya, tentu saja adalah bahwa
produk yang dihasilkan oleh organisasi
yang mengimplementasi SMM ISO adalah
suatu produk yang berkualitas, meskipun
tidak selalu. Namun secara nalar, suatu
organisasi tentunya tidak akan membuat
produk yang tidak berkualitas.
Persyaratan yang harus dipenuhi
oleh sebuah organisasi yang menerapkan
SMM ISO adalah pemenuhan ketentuan-
55
ketentuan yang digariskan oleh SMM
ISO 9001:2008, yang dinyatakan dalam
klausul-klausul (clauses).
3.
Implementasi Sistem Manajemen
Mutu ISO di Perpustakaan
Perguruan Tinggi
Organisasi yang menerapkan sistem
manajemen mutu ISO harus menerapkan
persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam sistem manajemen mutu ISO.
Pers y a r a t a n - p e r s y a r a t a n y a n g h a r u s
d i t e r a p k a n dikenal dengan sebutan
klausul (clause). Organisasi yang menerapkan SMM ISO harus memiliki,
mengimplementasi
dan
mendokument a s i k a n prosedur standar tertulis
(prosedur kerja baku).
Secara khusus, organisasi harus memiliki, melaksanakan dan mendokumentasikan prosedur baku tertulis yang mencakup prosedur pengendalian dokumen
(klausul 4.2.3), prosedur pengendalian
catatan mutu (klausul 4.2.4), audit internal (klausul 8.2.2), pengendalian produk
tidak sesuai (klausul 8.3), ti n d a k a n
korektif (klausul 8.5.2), dan tindakan
preventif (klausul 8.5.3).
PPT yang mengimplementasikan
SMM ISO 9001:2008 harus mend o k u m e n t a s i k a n prosedur tertulis yang
dipersyaratkan oleh SMM ISO tersebut.
Selain itu, PPT yang mengimplementasikan SMM ISO perlu menyusun dokumen
tertulis berupa Manual Kualitas (klausul
4.2.2), yakni dokumen tertulis mengenai
berbagai hal yang akan dicapai dan dilakukan oleh organisasi dalam memenuhi
klausul-klausul ISO sebagai persyaratan
yang ditulis dan dilakukan oleh organisasi
dalam mencapai kualitas tertentu yang
ditetapkan.
Perpustakaan perguruan tinggi yang
mengimplementasikan SMM ISO berarti
menyepakati bahwa fungsi-fungsi dan
aktivitas yang dilakukan oleh PPT
56
t e r s e b u t dikendalikan oleh prosedurprosedur. Pengendalian fungsi-fungsi dan
aktivitas organisasi melalui prosedurprosedur yang telah ditetapkan memerlukan suatu komitmen bersama dalam
pelaksanaannya karena suatu prosedur
baku dapat dengan mudah menyimpang
tanpa dilandasai oleh suatu komitmen
dalam pelaksanannya. Pencapaian-pencapaian kualitas dapat diukur melalui
sasaran-sasaran kualitas yang ditentukan
oleh perpustakaan.
Perpustakaan yang menerapkan SMM
ISO harus menciptakan kesadaran kualitas
pada semua tingkatan di dalam perpustakaan. Kesadaran akan kualitas dapat dicapai melalui pelatihan-pelatihan tentang
kualitas. Kesadaran kualitas harus terus
ditanamkan agar dalam pelaksanaan
sistem manajemen mutu dilandasi oleh
kesadaran bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas
yang dilaksanakannya adalah dalam rangka
mencapai kualitas yang perlu terus
ditingkatkan (continual improvement).
Kesadaran kualitas yang perlu
terus dibangun oleh organisasi yang
mengimplementasikan SMM ISO,
sangatlah penting karena kesadaran
tersebut menjadi dasar bagi setiap orang
dalam organisasi dalam berkomitmen mencapai kualitas.
Tata cara yang kemudian harus
dipenuhi oleh PPT yang menjalankan
SMM ISO telah terbangun melalui kesadaran
akan kualitas yang diimplementasik a n
d a l a m b e r b a g a i p r o s e d u r y a n g t e rd o k u m e n t a s i dan dijalankannya. Jika
pada akhirnya harus dilakukan pemeriksaan (audit) terhadap sistem yang dijalankannya s e m e s t i n y a a d a l a h p e m e r i k s a a n
m e n g e n a i kesesuaian terhadap sistem
manajemen dan bukan suatu penilaian
terhadap prestasi yang telah dicapai.
Kesesuaian dalam menjalankan sistem
dan proses-proses adalah wujud nyata
prestasi yang diperoleh.
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
SMM ISO bukan ciri khas perpustakaan. SMM ISO berlaku untuk semua
jenis organisasi baik besar maupun kecil.
SMM ISO tidak menyediakan acuan terhadap urusan pokok (core business)
o rg a n i s a s i . SMM ISO menyediakan
acuan manajemen organisasi. Jadi jika
perpustakaan menerapkan SMM ISO
maka perpustakaan mengelola urusan
pokoknya berdasarkan sistem manajemen
ISO. Dengan demikian urusan pokok perpustakaan tetap eksis karena SMM ISO
akan menjiwai sistem manajemen perpustakaannya.
Jadi, jika core business perpustakaan,
misalnya pengembangan koleksi,
p e n g o l a h a n koleksi, dan pelayanan
sirkulasi maka core business tersebut
dikelola berdasarkan sistem manajemen
mutu ISO. Jika perpustakaan menerapkan SMM ISO maka di dalam setiap
urusan pokoknya tersebut harus dipenuhi
prosedur bakunya secara tertulis, harus
ada instruksi kerjanya secara tertulis, dan
harus ada catatan pelaksanaannya yang
disimpan. Misalnya, di dalam pelayanan
sirkulasi, perpustakaan harus memiliki
prosedur tertulis tentang peminjaman
dan pengembalian bahan pustaka, yang
dikonkretkan di dalam instruksi kerja,
dilaksanakan secara konsisten, dan bukti
pelaksanaannya disimpan sebagai catatan
kualitas.
SMM ISO menggambarkan pendekatan proses sebagai berikut :
Gambar 2. Proses-proses di dalam SMM ISO
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
Dua kata kunci SMM ISO, yakni
customer satisfaction dan continual
improvement. Kepuasan pelanggan diukur secara periodik menggunakan tata
cara pengukuruan yang lazim, sedangkan
pengembangan secara terus menerus dapat
dicapai dengan menerapkan siklus PDCA
(Plan Do Check Action) dalam proses
implementasi suatu program kerja.
Gambar 3. Siklus PDCA
Plan
Do
: merencanakan kegiatan.
: melaksanakan/
mengimplementasikan.
Check : mengevaluasi pelaksanaan dan
hasil yang diperoleh.
Action : menindaklanjuti hasil evaluasi.
Melalui penerapan siklus PDCA
dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan
maka semua aktivitas akan selalu diketahui
kekurangan dan keberhasilannya.
D. Akreditasi Perpustakaan
Kualitas PPT dapat dicapai
m e l a l u i implementasi berbagai standar
yang telah ditetapkan baik standar
nasional maupun internasional, baik
standar khusus u n t u k perpustakaan
maupun standar sistem manajemen
mutu yang dapat diimplementasi oleh berbagai organisasi. Dalam kenyataannya,
berbagai standar yang telah ditetapkan
tidak mudah dilaksanakan oleh perpustakaan-perpustakaan.
57
Dengan demikian, jika diberikan reward khusus kepada perguruan tinggi
yang perpustakaannya terakreditasi, maka
sangat dimungkinkan, dorongan lembaga
induk terhadap pengembangan PPT akan
dilakukan sepenuh hati dan PPT tidak
hanya akan dilihat sebagai persyaratan
administratif semata.
Akreditasi adalah salah satu cara memantau implementasi standar. Berbagai
standar yang telah ditetapkan, yang tujuan
utamanya adalah meningkatkan mutu PPT
yang mengimplementasikan nya, tidak
akan memiliki makna jika tidak dibarengi
dengan penilaian pelaksanaannya melalui
akreditasi.
E. SNI, SNP, SMM ISO dan
AKREDITASI PERPUSTAKAAN
SNI dan SNP adalah acuan standar
pengelolaan perpustakaan di
I n d o n e s i a . SMM ISO 9001:2008
adalah acuan standar internasional sistem
manajemen mutu yang terawasi secara
jelas oleh lembaga independen.
Tanpa adanya akreditasi terhadap
pelaksanaan standar tidak akan dapat
diketahui sejauh mana suatu standar telah
dilaksanakan. Melalui akreditasi, secara
transparan akan diperoleh bukti-bukti
bahwa sebuah PPT secara objektif dinilai
oleh sebuah lembaga independen, dan
dengan demikian klaim kualitas PPT bukan klaim sepihak.
Implementasi SNI atau SNP yang diintegrasikan ke dalam implementasi SMM
ISO 9001:2008, menurut hemat penulis,
akan sangat memudahkan dan mendukung
perpustakaan mencapai kualitas. Pelaksanaan
SNI atau SNP saja tanpa diintegrasikan
dengan implementasi SMM ISO akan ada
kekurangan karena monitoring implementasi
SNI atau SNP yang, misalnya, dilaksanakan
melalui akreditasi masih belum menjamin
sistem manajemen mutu suatu perpustakaan. Jika mengimplementasikan SMM
ISO yang di dalamnya memasukkan SNI
atau SNP maka secara tidak langsung
akreditasi telah berlangsung pada saat
audit SMM ISO yang pada umumnya dilakukan secara periodik dan terjadwal.
Letak transparansi dan objektivitas
dari akreditasi adalah pada standar kualitas
yang dapat dipahami oleh siapapun, oleh
berbagai jenis dan tingkatan perpustakaan
di manapun. Maka suatu standar yang telah
ditetapkan, baik berupa SNI, SNP maupun
SMM ISO tidak akan berdaya guna tanpa
diikuti oleh tindak anjut berupa akreditasi
atau audit.
Pertanyaan selanjutnya adalah,
s e t e l a h sebuah PPT terakreditasi,
k e m u d i a n manfaat apakah yang diperoleh oleh PPT tersebut? PPT adalah lembaga
di bawah perguruan tinggi. Salah satu re-
58
ward yang dapat diberikan bagi PPT yang
terakreditasi adalah reward kepada perguruan
tingginya, misalnya dalam akreditasi perguruan tinggi, lembaga induknya memperoleh nilai tambahan tertentu.
Dalam berbagai kasus, ‘pemaksaan’
implementasi standar kadang-kadang
harus dilakukan a g a r s t a n d a r y a n g
telah ditetapkan diimplementasi
o l e h i n s t i t u s i yang mestinya menjalankannya. Sebagai contoh, SNI 7330:2009,
yang telah ditetapkan sejak 2009,
sampai dimanakah gaung standar
tersebut. Sejauh pantauan penulis tidak
banyak yang telah mengimplementasikannya. Standar sudah dibuat dan akhirnya
hanya akan tinggal sebagai standar yang
tidak m e m i l i k i d a y a g u n a k a r e n a
tidak diimplementasikan secara tegas.
F.
Kesimpulan
Mutu adalah ukuran baik buruk. Baik
atau buruk selalu ada acuan standarnya.
Acuan standar yang dapat dipakai oleh
perpustakaan adalah SNI atau SNP.
A c u a n standar sistem manajemen mutu
adalah ISO 9001:2008. Jika perpusVISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
takaan mengimplementasikan SMM
ISO dengan memasukkan ke dalamnya
SNI atau SNP maka dapat dipastikan
bahwa jika pada suatu saat dilakukan
akreditasi terhadapnya, perpustakaan
tersebut akan memperoleh predikat kualitas
yang pasti dapat dipertanggungjawabkan.
ISO 9001:2008
Awareness Quality Management System
Training. 2012. Jakarta : PT TuvRheinland Indonesia.
Bibliografi
Perpustakaan Nasional Republik
I n d o n e s i a . ( 2 0 11 ) .
Bahan Uji Publik Standar Nasional
Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
Gasperz, Vincent.(2005).
ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. Jakarta : Gramedia
Tricker, Ray. (2007).
ISO 9001:2000 for Small Businesses.
Amsterdam : Elsevier.
Integrated ISO 9001:2008 and 8 SNP Training :
Public Training. 2012. Jakarta: PT
Tuv-Rheinland Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. www.iso.org. Diakses
tanggl 9-10 Oktober 2012.
VISI PUSTAKA Vol. 14, No. 3, Desember 2012
59
Download