PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE DAN CONTINGENT SELF-ESTEEM PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Monica Jenifer Siandita 139114120 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN MOTTO Nothing is more practical than finding God, than falling in Love in a quite absolute, final way. What you are in love with, what seizes your imagination will affect everything. It will decide what will get you out of bed in the morning, what you do with your evenings, how you spend your weekends, what you read, whom you know, what breaks your heart, and what amazes you with joy and gratitude. Fall in Love, stay in love, and it will decide everything. – Fr. Pedro Aruppe, SJ iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini untuk yang tercinta… Papi, Mami, dan adikku Arvandita serta malaikat-malaikat kami… Gias, Yohanes, Yakobus, dan Gemma You’re my source of joy! v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE DAN CONTINGENT SELF-ESTEEM PADA REMAJA Monica Jenifer Siandita ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat contingent self-esteem berlaku pula pada perilaku presentasi diri seksual online pada remaja. Hal ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan analisis statistik korelasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem pada remaja. Hipotesis utama dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem pada remaja. Responden dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 14 hingga 25 tahun berjumlah 181 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara presentasi diri seksual online dengan contingent self-esteem (p<0,05). Kata kunci: contingent self-esteem, presentasi diri seksual online, remaja, self-esteem vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI CORRELATION BETWEEN ONLINE SEXUAL SELFPRESENTATION AND CONTINGENT SELF-ESTEEM AMONG ADOLESCENTS Monica Jenifer Siandita ABSTRACT The purpose of this study is to see whether contingent self-esteem also apply or not to online sexual self-presentation behavior in adolescent. This is done by quantitative method with correlational analysis to investigate whether there is significant correlation between online sexual self-presentation and contingent self-esteem among adolescents. The main hypothesis of this study is that there is a significant correlation between online sexual self-presentation and contingent self-esteem. Respondents are 181 teenagers between 14 to 25 years old. Results showed that there was significant correlation between online sexual self-presentation and contingent self-esteem (p<0,05). Keywords: adolescent, contingent self-esteem, online sexual self-presentation, selfesteem viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Syukur dan terima kasih kepada Tuhan, Sang Penyelenggara Ilahi. Berkat kasih dan penyertaan-Nya di setiap waktu sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Deus Meus Omnia Mea! Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Papi dan Mami, atas cinta tanpa syarat dan dukungan yang tak pernah putus hingga saat ini. Menjadi anak Papi dan Mami adalah berkat yang luar biasa bagiku. 2. Adikku Arvandita, atas semangat yang luar biasa, waktu-waktu menyenangkan penghilang penat, dan atas cerita serta mimpi dibagikan. Terima kasih sudah melengkapiku Untuk malaikat-malaikat kami, Gias, Yakobus, Yohanes, dan Gemma, terima kasih karena selalu berada di sisiku dan menjadi pendoa yang setia bagi kami. 3. Beribu terima kasih untuk Mama Marcia dan Nenek yang memberikan semangat dan dukungan bagiku untuk terus berkarya. 4. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. 5. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M. Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik. 6. Pak C. Siswa Widyatmoko selaku dosen pembimbing skripsi dan istri Mbak Haksi Mayawati sebagai supervisi, atas segala bimbingan dan pendampingannya selama ini. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. Teman-temanku, Made Dewinta, Theresia Wira, Ladya Hapsari, dan I Gede Arya. Terima kasih atas warna-warna yang kalian berikan selama masa perkuliahan ini. See you on top! – Terima kasih yang spesial untuk Karunia Kusumojati yang selalu bertanya kapan sidang dan untuk segala cara unik yang dilakukan untuk memberikan semangat dan dorongan agar terus menulis. 8. Teman-teman Karya Tasih, Mbak Martha, Mbak Citra, Nana, Maria, Keket, Ana, dan Dessy, atas sharing dan diskusi kita yang membantuku untuk semakin mengenal dan menyayangi diriku seutuhnya. – Teman seperjuanganku, Kasita, terima kasih sudah saling menguatkan selama tiga semester terakhir ini! God bless you, Tita! 9. Teman-teman Psikologi USD 2013, terima kasih atas pengalaman dan kebersamaannya selama kurang lebih 4 tahun ini. Keep fighting, guys! See you on top! 10. Semua pihak yang bersedia membantu saya menyebarkan link kuesioner penelitian skripsi ini dan untuk translator skala penelitian ini. Tanpa kalian semua, saya tidak mungkin berada di titik ini. Terima kasih banyak! 11. Kalian yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung saya sepanjang perjalanan ini, terima kasih banyak. Berkat Tuhan melimpah xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis sadar akan kekurangan-kekurangan yang ada dalam skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis terbuka akan segala kritik serta saran yang membuat skripsi ini semakin bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terima kasih. Yogyakarta, 21 Mei 2017 Penulis, Monica Jenifer Siandita xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii ABSTRACT ....................................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .................................. ix KATA PENGANTAR ....................................................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii DAFTAR SKEMA ............................................................................................ xviii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................... 9 C. MANFAAT PENELITIAN ..................................................................... 10 1. Manfaat Praktis ........................................................................... 10 2. Manfaat Teoritis .......................................................................... 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 11 A. SELF........................................................................................................ 11 B. SELF-ESTEEM ....................................................................................... 12 1. Definisi Self-Esteem .................................................................... 12 2. Dampak Self-Esteem ................................................................... 13 3. Keterbatasan Self-Esteem ............................................................ 15 C. CONTINGENT SELF-ESTEEM .............................................................. 17 1. Pemahaman Tentang Self ............................................................ 17 2. Definisi Contingent Self-Esteem ................................................. 18 3. Perkembangan Contingent Self-Esteem ...................................... 19 4. Dampak Contingent Self-Esteem ................................................ 21 D. PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE ............................................. 22 1. Definisi Presentasi Diri Seksual Online ...................................... 22 2. Motif Presentasi Diri Seksual Online.......................................... 23 3. Faktor Presentasi Diri Seksual Online ........................................ 24 4. Konsekuensi Presentasi Diri Seksual Online .............................. 27 E. REMAJA ................................................................................................. 28 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1. Definisi Remaja ........................................................................... 28 2. Tugas Perkembangan ................................................................. 29 F. DINAMIKA ............................................................................................ 30 G. SKEMA DINAMIKA VARIABEL ........................................................ 35 H. HIPOTESIS ............................................................................................. 37 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 38 A. JENIS PENELITIAN .............................................................................. 38 B. IDENTIFIKASI VARIABEL ................................................................. 38 C. DEFINISI OPERASIONAL ................................................................... 39 1. Presentasi Diri Seksual Online .................................................... 39 2. Contingent Self-Esteem ............................................................... 40 3. Self-Estem.................................................................................... 40 D. RESPONDEN PENELITIAN ................................................................. 41 E. PROSEDUR PENELITIAN.................................................................... 42 F. METODE DAN ALAT PENGUMPUL DATA ..................................... 43 1. Skala Sexy Online Self-Presentation ........................................... 44 2. Skala Contingent Self-Esteem ..................................................... 46 3. Skala Single-Item Self-Esteem..................................................... 46 G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENGUMPUL DATA .... 47 1. Validitas Alat Ukur ..................................................................... 47 2. Reliabilitas Alat Ukur ................................................................. 48 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Skala Sexy Online Self-Presentation ............................... 48 b. Skala Contingent Self-Esteem ......................................... 48 c. Skala Single-Item Self-Esteem......................................... 49 H. METODE ANALISIS DATA ................................................................. 49 1. Uji Asumsi .................................................................................. 49 2. Uji Hipotesis ............................................................................... 50 3. Analisis Tambahan ...................................................................... 50 BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 51 A. PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................................... 51 B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ....................................................... 51 1. Data Demografik ......................................................................... 51 2. Presentasi Diri Seksual Online .................................................... 53 3. Contingent Self-Esteem ............................................................... 54 4. Self-Esteem .................................................................................. 54 C. ANALISIS DATA .................................................................................. 55 1. Uji Asumsi .................................................................................. 55 a. Normalitas ....................................................................... 55 b. Linearitas ......................................................................... 56 2. Uji Hipotesis ............................................................................... 57 D. PEMBAHASAN ..................................................................................... 58 1. Hasil Penelitian ........................................................................... 58 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 63 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 64 A. KESIMPULAN ....................................................................................... 64 B. SARAN ................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 66 xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR SKEMA Skema 1. Temuan penelitian sebelumnya ........................................................... 35 Skema 2. Dinamika antarvariabel ....................................................................... 36 xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel 1. Skala dan Hasil Angket Terbuka .......................................................... 44 Tabel 2. Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation ........................... 48 Tabel 3. Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem ...................................... 48 Tabel 4. Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem ..................................... 49 Tabel 5. Deskripsi Usia Responden .................................................................... 51 Tabel 6. Deskripsi Jenis Kelamin, Suku, Agama, Tingkat Pendidikan, Lingkungan Tempat Dibesarkan, dan Ketertarikan Seksual Responden ................................ 52 Tabel 7. Deskripsi Tingkat Presentasi Diri Seksual Online Responden ............. 53 Tabel 8. Deskripsi Karakteristik Presentasi Diri Seksual Online Responden ..... 53 Tabel 9. Deskripsi Contingent Self-Esteem Responden ...................................... 54 Tabel 10. Deskripsi Self-Esteem Responden ....................................................... 55 Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 55 Tabel 12. Hasil Uji Linearitas antara Presentasi Diri Seksual Online, Contingent SelfEsteem, dan Self-Esteem ..................................................................................... 56 Tabel 13. Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent SelfEsteem ................................................................................................................. xix 57 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Skala Penelitian .............................................................................. 73 Lampiran 2.1. Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation .................. 80 Lampiran 2.2. Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem ........................... 80 Lampiran 2.3. Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem............................ 81 Lampiran 3. Uji Normalitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online, Contingent SelfEsteem, dan Self-Esteem...................................................................................... 81 Lampiran 4.1. Uji Linearitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent Self-Esteem .......................................................................................................... 83 Lampiran 4.2. Uji Linearitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online dan Self-Esteem ............................................................................................................................. 84 Lampiran 5. Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan Contingen SelfEsteem ................................................................................................................. xx 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fenomena selfie, yaitu salah satu bentuk presentasi diri online berupa perilaku mengunggah foto diri di media sosial, sudah marak sejak tahun 2013 (Rahmawati, Yusaini, & Nurwanti, 2014). Belakangan, muncul bentuk baru perilaku selfie, yaitu selfie yang berkonten seksual. Secara spesifik, perilaku mengunggah foto diri berkonten seksual di media sosial dapat disebut presentasi diri seksual online (Baumgartner, Sumter, Peter, & Valkenburg, 2015). Konten seksual tersebut dapat disajikan secara eksplisit maupun secara implisit, misalnya melalui pose tubuh, ekspresi wajah, pakaian yang dikenakan, dan musik atau merek yang digunakan (Bobkowsi, Shafer, & Ortiz, 2016). Eksistensi fenomena ini terbukti dari studi-studi prevalensi tentang presentasi diri seksual online sudah banyak dilakukan. Di Amerika terdapat 30,2% remaja tahun yang melakukan presentasi diri seksual online (Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, & Zimmerman, 2013). Studi pada 14.946 remaja tahun di 20 negara Eropa menemukan bahwa secara umum 1%-5% remaja melakukan presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2014). Di Australia, survei nasional yang dilakukan oleh Understanding Teenagers pada tahun 2010 menemukan bahwa 59% remaja Australia melakukan presentasi diri seksual online. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, aktivitas ini banyak dilakukan oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 perempuan, terutama remaja dengan rentang usia 12 hingga 25 tahun (Klettke, Hallford, & Mellor, 2014). Di Indonesia, fenomena presentasi diri seksual online belum pernah diteliti secara spesifik. Di sisi lain, peneliti sering kali menemukan foto diri bernuansa seksual di situs jejaring sosial seperti Facebook dan Instagram. Berdasarkan amatan peneliti, kebanyakan foto diri seksi tersebut diunggah oleh pengguna situs jejaring sosial yang berusia remaja hingga dewasa awal. Meski belum teruji secara ilmiah, hal ini menandakan bahwa perilaku presentasi diri seksual online mulai menjadi hal populer yang dilakukan oleh remaja Indonesia. Beberapa majalah populer remaja seperti ELLE Indonesia (2016) dan Kawanku Magazine (2015) juga pernah melansir pose-pose presentasi diri seksual online. Pose-pose yang menjadi trend antara lain, foto dengan pinggul yang sedikit menungging (Pramudita, 2016), meletakkan jari di samping mulut dengan ekspresi seksi (fingermouthing) (Shidqiyyah, 2016), berpose sambil memajukan bibir (duck face), menampakkan ekspresi seksi dengan sedikit membuka mulut (fish gape) (Silaban, 2015; Setyanti, 2015) dan sambil melebarkan mata (sparrow face) (Soeparyono, 2015). Melihat kesenjangan antara fenomena yang tertangkap oleh peneliti di lapangan dan kajian ilmiah terkait presentasi diri seksual online di Indonesia, maka peneliti terdorong untuk mempelajari lebih lanjut mengenai perilaku presentasi diri seksual online yang dilakukan oleh remaja Indonesia. Sama halnya dengan perilaku selfie, presentasi diri seksual online juga telah dibuktikan dapat menimbulkan beberapa konsekuensi negatif. Perilaku presentasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 diri seksual online dapat menimbulkan perilaku meminta, memohon, atau memengaruhi orang lain untuk melakukan tindakan seksual dengan iming-iming dan tujuan tertentu, atau disebut sexual solicitations (Mitchell, Filkenhor, & Wolak, 2007) dan perilaku seksual yang lebih beresiko (Bobkowski, Brown, & Neffa, 2012), seperti melakukan hubungan seksual tanpa pengaman (Benotsch, Snipes, Martin, & Bull, 2013; Crimmins & Seigfried-Spellar, 2014; Dake, Price, Marziarz, & Ward, 2012) dan melakukan hubungan seksual dengan beberapa pasangan (Benotsch et al., 2013). Hal ini didorong oleh presentasi diri seksual online yang kerap dianggap sebagai bentuk menggoda (flirting) (Benotsch et al., 2013). Selain itu, presentasi diri seksual online juga terkait dengan perilaku beresiko lain, seperti mengkonsumsi narkoba (Benotsch et al., 2014; Ybarra & Mitchell, 2014), alkohol, dan obat-obat terlarang (Dake et al., 2012). Resiko lain yang bisa muncul adalah menjadi sasaran empuk bagi predator seksual (Sarabia & Estevez, 2016). Selain itu, semakin sering remaja melakukan presentasi diri seksual online, maka konsep diri seksual cenderung mendominasi keseluruhan identitasnya (Shafer, Bobkowski, & Brown, 2013; Van Oosten & Vandenbosch, 2017). Tak hanya bagi pelaku, individu yang kerap melihat foto diri yang seksi juga terkena dampak yang serupa. Menyadari berbagai konsekuensi negatif ini, maka penting untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku presentasi diri seksual online. Sejauh ini, penelitian sebelumnya telah mempelajari tentang motivasi seseorang melakukan presentasi diri seksual online (Englander, 2012; Henderson & Morgan, 2011; Walrave, Heirman, & Hallam, 2013). Penelitian menemukan dua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 motif utama seseorang melakukan presentasi diri seksual online, yaitu keinginan untuk tampil menarik dan mendapatkan penerimaan sosial. Selain itu, banyak pula penelitian yang berfokus pada anteseden perilaku. Variabel anteseden yang pernah diteliti berkisar pada faktor demografis (Benotsch et al., 2013; Gordon-Messer et al., 2013), kepribadian (Baumgartner et al., 2015; Baumgartner et al., 2014; Crimmins & Seigfried-Spellar, 2014; Delevi & Weisskirch, 2013; Kerstens & Stool, 2014), tekanan sosial dan faktor teman sebaya (Baumgartner et al., 2015; Kim, Lee, Sung, & Choi, 2016; Walrave et al., 2015), serta depresi (Dake et al., 2012; Gordon-Messer et al., 2013). Variabel prediktor lain yang pernah diteliti adalah self-esteem (GordonMesser et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015; Scholes-Balog, Francke, & Hemphill, 2016; Ybarra & Mitchell, 2014). Hasilnya, pada beberapa penelitian tidak ditemukan hubungan antara presentasi diri seksual online dengan self-esteem (Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015), namun pada penelitian lain ditemukan bahwa self-esteem yang rendah merupakan prediktor dari presentasi diri seksual online (Scholes-Balog et al., 2016; Ybarra & Mitchell, 2014). Tampak bahwa hasil penelitian yang mempelajari kaitan antara presentasi diri seksual online dengan self-esteem masih bervariasi. Dengan demikian, hubungan antara presentasi diri seksual online dan self-esteem belum dapat disimpulkan. Peneliti berasumsi bahwa variasi hasil yang terjadi antara presentasi diri seksual online dan self-esteem terjadi salah satunya disebabkan oleh pendekatan self-esteem yang digunakan. Jika ditelisik lebih lanjut, penelitian yang mempelajari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 hubungan antara self-esteem dengan presentasi diri seksual online menggunakan skala Rosenberg Self-Esteem (RSE) (Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015; Scholes-Balog et al., 2016; Ybarra & Mitchell, 2014) yang dikembangkan oleh Morris Rosenberg pada tahun 1965. Hal ini tidak mengherankan mengingat RSE memang menjadi skala self-esteem yang paling banyak digunakan (Campbell & Foddis, 2003). Mengacu pada skala yang dipakai, maka konsep self-esteem yang digunakan dalam penelitian sebelumnya merujuk pada perasaan positif atau negatif seseorang terhadap dirinya (Rosenberg, 1965). Self-esteem dipahami sebagai perasaan seseorang tentang seberapa berharga (worth) dirinya. Berdasakan hal ini, self-esteem menurut Rosenberg menekankan pada aspek harga diri. Mruk (2006) mengungkapkan bahwa memahami self-esteem sebagai harga diri akan membawa kita pada kesimpulan bahwa self-esteem bukanlah atribut psikologis yang signifikan pada suatu perilaku. Jika didapatkan hasil yang signifikan pun, akan sulit mengurai self-esteem untuk mendapatkan hasil yang jelas mengenai hubungan antara self-esteem dengan suatu perilaku. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sifat heterogenitas dalam self-esteem. Self-esteem rendah berkaitan dengan perilaku negatif, sedangkan self-esteem yang tinggi berkaitan dengan konsekuensi perilaku yang negatif maupun positif. Dengan demikian, untuk perilaku-perilaku yang cenderung bersifat negatif, sulit mendapatkan gambaran self-esteem yang konklusif. Dampak ini tampak pula pada penelitian antara self-esteem dengan presentasi diri seksual online yang memberikan hasil bervariasi. Menyadari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 kelemahan dari definisi yang diungkapkan oleh Rosenberg, banyak peneliti yang kemudian mengembangkan konsep self-esteem. Dengan demikian, muncul berbagai skala yang dianggap mampu mengukur self-esteem dengan lebih baik. Pada penelitian ini, peneliti mempertimbangkan pula temuan-temuan sebelumnya tentang presentasi diri seksual online untuk menentukan konsep self-esteem mana yang akan digunakan. Brown dan Marshall (2013, dalam Racy, 2015) dan Mruk (2006) merekomendasikan pendekatan tipe-tipe self-esteem. Berdasarkan pendekatan ini, self-esteem dianggap sudah mulai terbentuk sejak awal dan selanjutnya akan memengaruhi evaluasi diri dan perasaan harga diri yang dimiliki oleh individu. Salah satu konsep self-esteem yang bertolak dari pendekatan ini dikemukakan oleh Deci dan Ryan (1995). Menurut Deci dan Ryan (1995), self-esteem yang terbentuk merupakan respon atas pengasuhan dari significant others. Jika seorang anak dibesarkan dengan cinta tak bersyarat, maka ia akan cenderung mengembangkan self-esteem yang sehat atau true self-esteem (Deci & Ryan, 1995). Sebaliknya, jika sejak kecil orangtua dan significant others lainnya menitikberatkan pada pencapaian hasil-hasil tertentu pada anak atau memberikan cinta dengan syarat tertentu, maka anak akan menangkap bahwa kasih sayang, perhatian, dan dukungan akan ia dapatkan jika dirinya berhasil mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan orang lain terhadapnya. Dengan demikian, self-esteem yang dimiliki akan bergantung pada pencapaian-pencapaian yang mampu diraihnya (contingent self- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 esteem). Dengan kata lain, seseorang akan merasa berharga apabila dirinya mampu memenuhi syarat atau standar tertentu yang dikenakan padanya. Secara lebih rinci, contingent self-esteem didefinisikan sebagai perasaan keberhargaan diri yang didapatkan, atau bahkan bergantung pada keberhasilan mencapai standar tertentu, atau dengan menjalani kehidupan sesuai dengan harapan orang lain yang ditetapkan bagi dirinya (Deci & Ryan,1995). Berdasarkan definisi tersebut, penilaian orang lain terhadap individu ikut memengaruhi self-esteem yang ia miliki. Oleh karena itu, seseorang dengan contingent self-esteem akan terus menerus menampakkan perilaku yang kiranya sesuai dengan harapan orang lain dalam rangka melakukan validasi terhadap perasaan keberhargaan dirinya. Dengan demikian, dalam konteks contingent self-esteem, penerimaan sosial menjadi penting untuk meningkatkan atau mempertahankan self-esteem. Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, contingent selfesteem kiranya merupakan konsep self-esteem yang lebih cocok pada perilaku presentasi diri seksual online. Hal ini didukung dengan temuan-temuan berikut. Pertama, presentasi diri seksual online muncul karena adanya eksplorasi seksualitas sebagai salah satu tugas perkembangan pada remaja. Hal ini termanifestasi dalam berbagai aktivitas seksual, termasuk terlibat dalam relasi romantis. Dalam eksplorasinya, remaja mengacu pada standar sexual attractiveness. Hal ini dilakukan karena remaja ingin mendapatkan penerimaan, baik dari teman sebaya, atau dari lawan jenis yang berpotensi menjadi pasangan mereka. Jika penerimaan adalah muaranya, maka contingent self-esteem adalah konsep yang sejalan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 Kedua, penelitian yang menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) menemukan bahwa intensitas atau keinginan untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor yang kuat pada presentasi diri seksual online (Kim et al., 2016; Walrave et al., 2015). Dari ketiga komponen anteseden intensitas, norma subjektif ditemukan sebagai prediktor terkuat dari keinginan melakukan presentasi diri seksual online. Ajzen (2011) menjelaskan norma subjektif sebagai tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Norma subjektif berawal dari normative beliefs yang merujuk pada anggapan individu tentang perilaku yang diharapkan padanya untuk dilakukan. Dalam hal ini, normative beliefs bisa muncul dari orangtua, teman, pasangan, atau orang lain yang dianggap penting bagi individu. Kekuatan dari normative beliefs ditentukan oleh seberapa besar motivasi individu untuk mematuhi norma-norma tersebut. Interaksi antara normative beliefs dan motivasi untuk mematuhi (motivation to comply) inilah yang kemudian memunculkan norma subjektif. Jika dikaitkan dengan contingent self-esteem, keduanya sama-sama terkait dengan pencapaian individu pada standar atau norma yang ditetapkan oleh orang lain pada dirinya. Peneliti berasumsi bahwa individu melakukan presentasi diri seksual online karena adanya tekanan dari orang lain untuk melakukan hal tersebut yang sekaligus sebagai cara untuk meningkatkan atau mempertahankan self-esteem yang dimilikinya karena dengan cara tersebut individu mendapatkan penerimaan sosial. Ketiga, penelitian lain menunjukkan bahwa norma teman sebaya, termasuk tekanan dari pasangan atau teman, juga menjadi prediktor yang kuat dari perilaku PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2015; Englander, 2012; Henderson & Morgan, 2011; Jewell & Brown, 2013; Welrave et al. 2013). Perilaku remaja sangat dipengaruhi oleh norma teman sebaya sebab teman sebaya merupakan kelompok referensi terpenting bagi remaja. Dengan demikian, jika teman sebaya melakukan suatu perilaku tertentu, maka remaja akan merasa bahwa dirinya juga perlu untuk melakukan perilaku tersebut. Hal ini juga terkait dengan penerimaan sosial, di mana remaja memiliki kebutuhan untuk diterima di dalam kelompok sebayanya (Santrock, 2011). Penerimaan sosial juga menjadi bagian penting dalam konsep contingent self-esteem. Oleh karena itu, contingent selfesteem tampaknya lebih tepat digunakan mengingat sifat remaja yang perilakunya banyak dipengaruhi oleh norma teman sebaya agar mendapatkan penerimaan sosial. Berdasarkan temuan-temuan yang telah dipaparkan, peneliti berasumsi bahwa contingent self-esteem juga berhubungan dengan presentasi diri seksual. Dengan kata lain, hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antar tingkat presentasi diri seksual online dengan contingent selfesteem. Berlandaskan pada data prevalensi sebelumnya, maka responden yang akan digunakan adalah remaja dengan rentang usia 12 sampai 25 tahun. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 C. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang presentasi diri seksual online. Melihat hasil penelitian sebelumnya tentang presentasi diri seksual online dan self-esteem yang masih memberikan hasil yang inkonklusif, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat diketahui apakah tingkat contingent self-esteem dapat berlaku pada perilaku presentasi diri seksual online. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi para orangtua, guru, psikolog, dan pemerhati remaja dalam menanggapi perilaku presentasi diri seksual online yang mulai tumbuh di Indonesia. Secara lebih spesifik, hasil penelitian ini dapat memberikan ide intervensi dengan melibatkan self-esteem bagi individu yang melakukan presentasi diri seksual online. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. SELF Self adalah hasil interaksi antara persepsi dan pengalaman yang membentuk keseluruhan properti yang dimiliki individu (Novak, Vallacher, Tesser, & Borkowski, 2000). Seiring dengan interaksi individu dengan lingkungan yang terjadi sepanjang hidupnya, self juga merupakan proses yang terjadi terus menerus (Deci & Ryan, 1995). Self memiliki keterkaitan dengan identitas sebagai nilai-nilai mendasar yang dimiliki seseorang yang mengarahkan pilihan-pilihan yang diambil olehnya (Leary & Tangney, 2012). Individu dapat memilih sendiri identitasnya, misalnya mengadopsi identitas yang dimiliki orangtua atau budaya dan kebiasaankebiasaan yang dominan di lingkungannya. Sayangnya, terkadang identitasidentitas ini tidak sejalan dengan true self individu. Sebaliknya, individu yang memiliki identitas-identitas yang sejalan dengan true self-nya mampu menghidupi nilai yang sungguh-sungguh diyakininya sehingga dapat mencapai tujuan yang bermakna bagi dirinya. Studi dalam psikologi membagi self dalam tiga aspek besar yang saling berinteraksi, yaitu: (1) cognitive self, (2) affective self, dan (3) executive self (Sedikes & Spencer, 2011). Cognitive self atau sering disebut sebagai self-concept terdiri atas segala sesuatu yang diketahui individu tentang dirinya, seperti nama, suku, kesukaan, keyakinan, nilai, dan sifat-sifat kepribadiannya. Affective self PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 berkaitan dengan emosi, yaitu berupa afek dan evaluasi seseorang yang memunculkan reaksi emosi dan memengaruhi pikiran dan perilakunya. Perbedaan individual terkait afek yang muncul atas evaluasi dirinya disebut self-esteem. Executive self adalah aspek self yang berupa kemampuan untuk meregulasi dan mengontrol pikiran dan tindakannya. Executive self seringkali dipahami pula sebagai regulasi diri. Meskipun tampaknya self hanya terdiri atas tiga aspek besar, pada kenyataannya self memiliki mekanisme yang sangat kompleks dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Myers & Twenge, 2010). B. SELF-ESTEEM 1. Definisi Self-Esteem Self-esteem merupakan atribut psikologi yang kompleks dan kontroversial (Mruk, 2006; Racy, 2015). Selain kompleks, konsep ini juga cukup kontroversial karena belum ada persetujuan antarpeneliti tentang definisinya (Mruk, 2013). Munculnya berbagai pandangan terhadap self-esteem tak lain karena perbedaan aspek yang dilihat oleh peneliti dalam mempelajari self-esteem (Bosson & Swan, 2009). Menurut Rosenberg (1965), self-esteem adalah perasaan positif atau negatif seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan. Selanjutnya, Coopersmith (dalam Emler, 2001) mendefinisikan self-esteem sebagai evaluasi diri individu. Evaluasi tersebut akan menggambarkan sikap positif atau negatif individu terhadap dirinya sehingga dapat diketahui sejauh mana ia meyakini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 bahwa dirinya memiliki kemampuan, sukses, dan berharga. Secara singkat, selfesteem merupakan evaluasi individu mengenai harga dirinya yang tercermin lewat sikap individu tersebut terhadap dirinya. Self-esteem juga dipandang sebagai penilaian individu terhadap dirinya (Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs, 2003). Berdasarkan pengertian di atas, Rosenberg mendefinisikan self-esteem sebagai aspek afektif, sedangkan Coopersmith (dalam Emler, 2001) dan Baumeister dan kawan-kawan (2003) memahami self-esteem sebagai aspek kognitif yaitu berupa evaluasi diri. Mengacu pada pemahaman self-esteem yang digunakan pada penelitian presentasi diri seksual online yang ada, maka penelitian ini menggunakan definisi self-esteem yang diungkapkan oleh Rosenberg. Jadi, self-esteem adalah perasaan positif atau negatif seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan. Makin tinggi self-esteem seseorang maka semakin positif perasaannya terhadap dirinya, semakin ia merasa bahwa dirinya berharga, dan sebaliknya. 2. Dampak Self-Esteem Memiliki self-esteem yang rendah merupakan prediktor dari perilaku seksual beresiko, penggunaan narkoba, pengangguran, prestasi akademik yang buruk, dan tindakan kekerasan (Leary, 1999). Self-esteem yang rendah sebagai indikator kesehatan mental yang buruk semakin diperteguh dengan dijadikannya sebagai salah satu kriteria untuk diagnosis klinis Bipolar pada DSM IV dan DSM V (Post, 2015, dalam Racy, 2015). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 Rosenberg dan Owens (2001, dalam Mruk, 2006) menemukan bahwa individu dengan self-esteem rendah cenderung hipersensitif, kurang stabil, kurang percaya diri, lebih fokus untuk menghindari ancaman dibandingkan melakukan aktualisasi diri dan menikmati hidup, serta cenderung mengambil tindakan yang kurang beresiko. Sebaliknya, self-esteem yang tinggi merupakan salah satu indikator kesehatan mental (Brown, 2010). Self-esteem mampu bertindak sebagai penyanggah (Mruk, 2006). Artinya, self-esteem yang tinggi membantu seseorang untuk menghadapi masalah dan terus berfungsi dan bertumbuh meskipun sedang cemas atau stres. Selain itu, self-esteem yang tinggi juga terkait dengan kebahagiaan dan dapat membantu memecahkan masalah pekerjaan yang membutuhkan inisiatif dan ketekunan. Self-esteem yang tinggi juga terkait dengan perilaku-perilaku prososial dan kepuasan relasi. Namun demikian, penelitian-penelitian selanjutnya mendapati bahwa memiliki self-esteem yang tinggi, artinya merasa bahwa dirinya berharga, juga terkait dan konsekuensi negatif, seperti tindak kekerasan, kecenderungan narsisistik, depresi terutama pada anak-anak, kecenderungan meletakkan keyakinan pada sesuatu yang kurang nyata, sering terpengaruh pada social desireability, rasionalisasi, egoistis, dan defensif (Mruk, 2006; Racy, 2015). Selain itu, self-esteem yang tinggi juga tumpang tindih dengan sifat kepribadian narsistik, neuroticism, dan extraversion. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 3. Keterbatasan Self-Esteem Temuan dua kutub yang dipaparkan sebelumnya disebut sifat heterogenitas dalam self-esteem yang juga dipercaya menimbulkan banyak kebingungan dalam mempelajari self-esteem dan kaitannya dengan perilaku tertentu. Sifat heterogenitas tersebut juga ditemukan pada subjek remaja (Kwan, Kuang, & Hui, 2009) telah membuktikan bahwa self-esteem yang bersifat heterogen juga terjadi pada remaja. Penelitian lain yang membuktikan adanya sifat heterogenitas dari self-esteem pernah dilakukan oleh Schneider dan Turkat (1975, dalam Baumeister et al., 2003) yang menemukan bahwa individu dengan self-esteem tinggi disertai skor yang tinggi pada skala self-deception cenderung bersifat defensif. Hal ini disebabkan karena individu tersebut berusaha menyesuaikan dirinya dengan social desireability masyarakat. Penelitian Kernis dan Waschull (1995, dalam Baumeister et al., 2003) menemukan bahwa individu dengan tingkat self-esteem yang tinggi namun tidak stabil juga memperoleh skor hostility yang cenderung tinggi. Sebaliknya, individu yang memiliki self-esteem yang tinggi dan stabil memperoleh skor hostility yang cenderung rendah. Selanjutnya, sebagian individu yang memiliki self-esteem tinggi juga memiliki tingkat narsisistik yang tinggi, sedangkan sebagian lainnya tidak. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kecenderungan self-positivity bias. Artinya, individu tersebut memiliki penilaian yang cenderung sangat positif terhadap dirinya. Hal ini berdampak pada self-esteem yang cendung tinggi, sekaligus kecenderungan narisisistik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Baumeister dan kawan-kawan (2003) menyimpulkan bahwa di satu sisi, memiliki self-esteem yang tinggi terkait dengan atribut yang positif, seperti martabat, kehormatan, dan conscientiousness, namun di sisi lain juga terkait dengan atribut yang negatif, seperti permusuhan, narsisisme, dan agresi. Dengan demikian, pandangan selfesteem sebagai harga diri kurang dapat membedakan individu dengan atribut psikologis seperti permusuhan, narsisisme, dan agresi, dengan individu yang tidak atau kurang memiliki atribut psikologis tersebut (Mruk, 2006; Campbell & Foddis, 2003). Akibatnya, penelitian yang bertujuan untuk mempelajari arah dan hubungan antara self-esteem dengan perilaku tertentu yang tidak konklusif masih didapati hingga kini. Hal ini diperkuat oleh temuan Niel Smelser (1989, dalam Mruk, 2006) yang melakukan review literatur dan mendapati bahwa keterkaitan antara self-esteem dengan konsekuensi yang diharapkan dalam suatu penelitian bersifat tidak signifikan, membingungkan, atau bahkan tidak ada keterkaitan sama sekali. Nicholas Emler juga melakukan hal yang sama pada tahun 2001 di Inggris dan mendapati hal yang serupa tentang self-esteem dan kaitannya dengan perilaku tertentu. Selain itu, konsep self-esteem sebagai harga diri juga bermasalah pada tataran praktis. Baumeister, Smart, dan Boden (1996, dalam Mruk, 2006) mengungkapkan bahwa implikasi praktis dari konsep self-esteem sebagai harga diri adalah individu dapat mencapai self-esteem yang tinggi dengan cara yang sederhana, yaitu dengan membuat dirinya merasa berharga atau bermakna. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Nyatanya, beberapa penelitian yang bertujuan meningkatkan self-esteem dengan cara memberikan pujian sehingga individu merasa berharga tidak memberikan konsekuensi perilaku yang diharapkan (Mruk, 2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa memandang self-esteem sebagai harga diri memiliki masalah teoretis dan praktis sehingga kurang akurat dalam memprediksi suatu perilaku. Ferris, Lian, Brown, dan Keeping (2009) menyimpulkan bahwa bukti-bukti empiris yang membingungkan terkait self-esteem dan perilaku tertentu mengindikasikan kebutuhan untuk memahami self-esteem dengan lebih luas, salah satunya adalah dengan melihat sifat kontingensi dari self-esteem. C. CONTINGENT SELF-ESTEEM 1. Pemahaman tentang Self Deci dan Ryan (1995) memandang self dengan menekankan pada aspek proses. Self dipandang sebagai suatu proses integrasi identitas yang dilakukan individu secara terus menerus. Selain itu, proses terbentuknya self didorong oleh kebutuhan akan otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Kebutuhan akan otonomi adalah kebutuhan untuk memiliki kehendak bebas untuk mengikuti nilai dan ketertarikannya dalam berperilaku. Otonomi membuat seseorang memiliki kontrol terhadap dirinya. Kebutuhan akan kompetensi berkaitan dengan kemampuan untuk menghadapi lingkungan secara efektif. Kebutuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 akan keterikatan berkaitan dengan keinginan seseorang untuk berinteraksi, memiliki hubungan, dan memberikan perhatian pada orang lain. Proses integrasi ini juga dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan sosial yang mendukung akan memfasilitasi perkembangan self seseorang. Sebaliknya, lingkungan sosial yang tidak mendukung akan mengganggu proses terbentuknya self sehingga menghambat seseorang dalam memenuhi kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Dengan kata lain, true self akan terbentuk apabila individu berhasil mengintegrasikan perilakunya dengan kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterikatannya. 2. Definisi Contingent Self-Esteem Deci dan Ryan (1995) menegaskan bahwa memiliki tingkat self-esteem (sebagai worthiness) yang tinggi tidak selalu menunjukkan kesehatan psikologis yang baik. Motivasi seseorang melakukan perilaku yang beresiko dan tidak sehat dapat dipahami dengan lebih baik dengan memandang selfesteem sebagai atribut psikologis yang stabil atau tidak stabil. Self-esteem yang bersifat stabil disebut dengan istilah true self-esteem, dan self-esteem yang kurang stabil disebut dengan istilah contingent self-esteem. Konsep contingent self-esteem berakar dari konsep self, terutama selfdetermination atau determinasi diri. Determinasi diri terkait dengan motivasi seseorang dalam melakukan suatu perilaku. Seseorang dengan determinasi diri cenderung digerakkan oleh motivasi intrinsik, seperti ketertarikan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 keingintahuan, aspirasi, dan passion. Seseorang yang memiliki determinasi diri juga merasa bahwa dirinya berharga. Self-esteem sudah melekat padanya tanpa harus memenuhi harapan-harapan yang berasal dari luar dirinya. Oleh karena itu, individu dengan true self-esteem tidak mendasarkan self-esteem-nya pada faktor-faktor eksternal, kesuksesan material, dan penerimaan orang lain. Tidak semua perilaku yang didasarkan pada keinginan seseorang (intensi) merupakan cerminan dari determinasi diri. Banyak pula intensi yang muncul karena adanya tekanan, paksaan, atau kontrol yang bersumber dari faktor-faktor di luar diri individu. Individu yang perilakunya cenderung digerakkan oleh faktor-faktor eksternal inilah yang disebut memiliki contingent self-esteem. Contingent self-esteem merujuk pada self-esteem yang bergantung pada sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapan-harapan yang diberikan padanya. Dengan demikian, self-esteem merupakan fungsi dari pencapaian faktor-faktor ekstrinsik, misalnya penerimaan dari orang lain, popularitas, tampilan diri yang menarik, atau uang. 3. Perkembangan Contingent Self-Esteem Munculnya self-esteem yang cenderung bersifat kontingen dapat bermula sejak masa kanak-kanak (Deci & Ryan, 1995). Jika sejak kecil orangtua, guru, dan significant others lainnya sudah menitikberatkan pada pencapaian hasil-hasil tertentu pada anak, maka ia akan menangkap bahwa kasih sayang, perhatian, dan dukungan akan didapatkan jika berhasil mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan orang lain terhadapnya. Misalnya, anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 akan merasa disayangi ketika ia pintar, cerdas, atau menarik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang membuktikan bahwa anak dengan contingent selfesteem merasa bahwa ketika dirinya gagal, orangtuanya tidak menyanginya, dan jika mereka berhasil mencapai sesuatu, orangtuanya kembali menyayanginya (Assor et al., 2004, dalam Kernis, 2006). Sebaliknya, true self-esteem akan berkembang jika anak mendapatkan dukungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan perhatian tanpa syarat kepada anak, mendukung kemandirian anak, dan memfasilitasi pengembangan kompetensi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Kasser, Ryan, Zax, dan Sameroff (1995, dalam Kernis 2006) juga menunjukkan hal yang sama. Mereka menemukan bahwa anak yang ibunya selalu memberikan perhatian tanpa syarat dan mendukung kemandiriannya akan tumbuh menjadi remaja yang kurang materialistik dan memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik. Deci dan Ryan (1995) menyimpulkan bahwa sejauh mana seseorang mengembangkan true self-esteem atau contingent self-esteem bergantung pada dua hal. Pertama, keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya berupa otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Jika individu sejak kecil mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, maka ia akan cenderung merasa aman dengan dirinya dan merasa bahwa dirinya memang berharga, sehingga self-esteem-nya cenderung stabil. Kedua, sejauh mana lingkungan sosial individu mendukung usahanya untuk memenuhi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 kebutuhan psikologisnya. Apabila sejak kecil lingkungan sosial anak mendukungnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, maka anak cenderung akan memiliki self-esteem yang stabil dan dapat berfungsi secara otentik dan memiliki kesehatan psikologis yang baik. Dengan demikian, jika kedua hal ini dapat berinteraksi dengan baik dan saling mendukung, maka seseorang akan cenderung untuk mengembangkan true selfesteem. 4. Dampak Contingent Self-Esteem Semakin tinggi tingkat contingent self-esteem, maka harga diri individu akan semakin tergantung pada pencapaiannya dan bagaimana orang lain memandang dirinya. Mereka berusaha secara terus menerus untuk mencapai suatu standar tertentu untuk memvalidasi keberhargaan dirinya. Bagi individu yang memiliki true self-esteem, uang dan popularitas tidak begitu penting dan bukan merupakan sumber self-esteem-nya. Mereka memiliki aspirasi dan tujuan, serta bekerja keras untuk mencapai aspirasi dan tujuan yang dimiliki. Jika tujuannya tercapai, maka mereka akan merasa senang. Sebaliknya, jika gagal mencapai tujuan, maka mereka juga akan merasa sedih dan kecewa. Perbedaannya, individu dengan true self-esteem tetap merasa dirinya berharga meskipun mengalami kegagalan dan tidak menjadi pribadi yang cenderung narsis ketika telah mencapai kesuksesan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 D. PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE 1. Definisi Presentasi Diri Seksual Online Presentasi diri seksual secara online didefinisikan sebagai perilaku foto diri berkonten seksual yang kemudian dikirim melalui handphone, e-mail, dan alat-alat teknologi lain (Crimmins & Seigfried-Spellar, 2014) atau diunggah ke media sosial (Baumgartner et al., 2015). Konten seksual dalam foto diri tersebut bisa ditampilkan secara eksplisit (foto telanjang atau hampir telanjang) maupun secara implisit (pose tubuh seksi, pakaian yang seksi, ekspresi yang seksi) (Bobkowski et al., 2016). Presentasi diri seksual secara online juga sering disebut sebagai sexting (Bobkowski et al., 2016; Baumgartner et al., 2015; Dake et al., 2012; Klettke et al., 2014). Namun, dari review penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan Ayala (2014), definisi sexting masih sangat bervariasi dan tumpang tindih dengan pengertian presentasi diri seksual online sehingga perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai definisi presentasi diri seksual online. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lenhart pada tahun 2009 melibatkan penerima konten seksual dalam definisinya. Sedangkan, penelitian ini berfokus pada individu yang melakukan foto diri berkonten seksual, bukan penerima dari foto diri tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan istilah presentasi diri seksual online. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 2. Motif Presentasi Diri Seksual secara Online Cooper, Quayle, Jonsson, dan Svedin (2016) melakukan review penelitian tentang presentasi diri seksual online. Terdapat dua motif utama seseorang melakukan presentasi diri seksual online yang saling berkaitan, yaitu: a. Eksplorasi seksual. Layaknya identitas, aspek seksual juga diekplorasi oleh remaja. Hal ini berujung pada keinginan untuk mendapatkan penerimaan, perhatian, dan umpan balik yang positif dari teman sebayanya. Hal ini berguna untuk pembentukan identitas seksualnya. Khususnya bagi individu pada usia akhir remaja, peluang untuk melakukan presentasi diri seksual semakin besar. Presentasi diri seksual online merupakan tanda kesiapan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual dan menjalin hubungan yang intim. b. Mendapatkan penerimaan sosial dari teman sebaya. Presentasi diri seksual online dianggap sebagai salah satu norma atau standar untuk mencapai popularitas dan penerimaan. Secara spesifik, individu ingin mencapai sexual attractiveness sehingga ia berusaha terlihat seksi dan menggoda. Presentasi diri seksual online juga ditujukan pada individu lain yang berpotensi menjadi pasangannya. Hal ini sekaligus menjadi salah satu strategi remaja perempuan untuk mencapai popularitas di antara remaja laki-laki. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 3. Faktor Presentasi Diri Seksual Online Peneliti telah merangkum hasil dari beberapa penelitian tentang faktorfaktor yang terkait dengan presentasi diri seksual secara online. Secara umum, terdapat dua faktor, yaitu faktor intrapersonal dan faktor interpersonal. a. Faktor intrapersonal o Kepribadian Individu yang melakukan presentasi diri seksual secara online memiliki kepribadian yang cenderung histrionik (Ferguson, 2011). Faktor kepribadian lain berupa kombinasi antara kecenderungan neoriticism yang tinggi dan agreeableness yang rendah (Benotsch et al., 2013; Delevi & Weisskirch, 2013). Sedangkan Bobkowski dan kawankawan (2016) menemukan extraversion sebagai moderator perilaku presentasi diri seksual secara online. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dir, Cyder, dan Coskunpinar (2014) menunjukkan adanya kecenderungan impulsivitas pada individu yang melakukan presentasi diri seksual secara online. o Emosi Secara emosi, perilaku presentasi diri seksual secara online terkait dengan kebutuhan akan popularitas (Baumgartner et al., 2015). Presentasi diri seksual secara online merupakan salah satu cara remaja untuk mendapatkan popularitas di antara teman sebayanya. Faktor lainnya adalah sensation seeking. Faktor ini muncul juga karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 dimediasi oleh dorongan seksual yang mulai dialami dan dieksplor oleh remaja. Selain itu, depresi juga terkait dengan presentasi diri seksual secara online. Remaja yang mengalami depresi merasa dicintai atau diperhatikan ketika ia melakukan presentasi diri seksual secara online. o Self-esteem Beberapa penelitian menemukan bahwa self-esteem merupakan prediktor dari presentasi diri seksual online (Scholes-Balog et al., 2016; Ybarra & Mitchell, 2014). Bahkan penelitian tersebut menyebutkan bahwa self-esteem berpotensi menjadi faktor protektif perilaku presentasi diri seksual online. Dengan demikian, memiliki self-esteem yang tinggi akan mengurangi probabilitas seseorang melakukan presentasi diri seksual online. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa self-esteem tidak ada kaitannya dengan presentasi diri online (Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015). o Norma subjektif Penelitian yang menggunakan TPB sebagai kerangka teori mengungkapkan bahwa intensi merupakan prediktor yang kuat pada individu yang melakukan presentasi diri seksual secara online (Kim et al., 2016; Walrave et al., 2013; Walrave et al., 2015). Intensi itu sendiri muncul karena adanya sikap yang positif terhadap perilaku presentasi diri seksual secara online, memiliki sumber daya yang mendukung untuk melakukannya, dan didorong oleh norma subjektif. Dari ketiga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 hal tersebut, norma subjektif merupakan prediktor terkuat dari intensi untuk melakukan presentasi diri seksual secara online. Norma subjektif merujuk pada tekanan sosial yang dirasakan seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Pada konteks ini, tekanan sosial biasanya muncul dari teman sebaya dan pasangan. b. Faktor interpersonal o Relasi Sejauh ini, penelitian banyak berfokus pada relasi dengan teman sebaya. Hal ini terkait dengan norma yang dimiliki oleh teman sebaya (Baumgartner et al., 2015; Jewell & Brown, 2013). Selain itu, gaya kelekatan dengan teman sebaya yang ambivalen juga terkait dengan perilaku presentasi diri seksual secara online (Crimmins & SeigfriedSpellar, 2014). o Media Penelitian yang dilakukan oleh Bobkowski dan kawan-kawan (2016) menemukan bahwa media dengan konten seksual berperan sebagai mediator munculnya perilaku presentasi diri seksual secara online. Selain itu, media sosial yang memungkinkan seseorang melakukan interaksi dengan orang asing, misalnya Tinder, juga memiliki keterkaitan dengan munculnya presentasi diri seksual secara online. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 4. Konsekuensi Presentasi Diri Seksual Online Peneliti melakukan review terhadap beberapa penelitian dan menemukan tiga masalah yang berpotensi timbul dari perilaku presentasi diri seksual online. a. Perilaku beresiko Presentasi diri seksual online dapat menimbulkan konsekuensi perilaku seksual beresiko seperti sexual solicitations (Mitchell et al., 2007), berhubungan seksual tanpa pengaman dan berganti pasangan (Benotsch et al., 2013; Crimmins & Siegfried-Spellar, 2014; Dake et al., 2012), dan berganti-ganti pasangan (Bobkowski et al., 2012). Perilaku lain adalah penggunaan narkoba (Benotsch et al., 2013; Ybarra & Mitchell, 2014), alkohol, dan obat-obat terlarang (Dake et al., 2012). b. Individu yang melakukan perilaku presentasi diri seksual online rentan menjadi sasaran bagi para predator seksual (Sarabia & Estevez, 2016) dan rentan menjadi korban cyberbullying (Livingstone & Smith, 2014). c. Memengaruhi konsep diri. Semakin sering remaja melakukan presentasi diri seksual secara online, maka identitasnya akan didominasi oleh konsep diri seksual. Tak hanya bagi pelaku, individu yang kerap melihat foto diri yang seksi juga cenderung akan mengalami perubahan sikap terhadap seksualitas dan perubahan konsep diri yang didominasi oleh aspek seksualitas (Van Oosten, Peter, & Boot, 2014). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 E. REMAJA Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa presentasi diri seksual online dilakukan baik oleh remaja awal maupun remaja akhir menjelang dewasa awal. Dir dan kawan-kawan (2012), Lenhart (2009), serta Mitchell dan kawan-kawan (2012) melakukan penelitian presentasi diri seksual online pada remaja dengan rentang usia 12 hingga 18 tahun. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Benotsch dan kawan-kawan (2013), Gordon-Messer dan kawan-kawan (2012), serta Hudson (2011) menemukan bahwa presentasi diri seksual online dilakukan oleh remaja dengan rentang usia 18-25 tahun yang hampir seluruhnya adalah mahasiswa. Penelitian oleh Englander (2012) hanya menggunakan sampel dengan usia 18 tahun. 1. Definisi Remaja Curtis (2015) menelisik kembali penelitian-penelitian tentang rentang usia remaja yang ditemukan berbeda-beda dan menyusunnya kembali disesuaikan dengan temuan penelitian dan teori perkembangan. Tahapan remaja yang disebut sebagai masa transisi dependensi anak-anak menuju independensi kedewasaan dimulai pada usia 11 tahun hingga 25 tahun. Terdapat dua subtahap remaja, yaitu remaja awal dan dewasa muda. Subtahap remaja awal dimulai pada usia 11 tahun hingga 13 tahun. Salah satu tanda awal seseorang memasuki usia remaja adalah pubertas yang biasanya terjadi kurang lebih di umur 11 tahun. Usia 13 tahun merupakan akhir dari subtahap ini sebab secara budaya seseorang akan memasuki jenjang pendidikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 yang lebih tinggi sehingga dianggap akan memasuki tahapan remaja. Tahap remaja dimulai pada umur 14 tahun hingga 17 tahun. Di usia ini seseorang memasuki jenjang pendidikan SMA dan mengalami perubahan psikososial yang signifikan. Individu mulai memiliki pola penalaran yang dewasa. Meskipun demikian, mekanisme penalaran mereka bersifat fluktuatif sebagai akibat dari pengaruh faktor-faktor eksternal, seperti teman sebaya. Subtahap selanjutnya adalah dewasa muda dengan rentang usia 18 hingga 25 tahun. Di usia ini seseorang telah lulus SMA dan di akhir usia ini rata-rata individu telah lulus dari universitas. Individu juga mulai mendapat berbagai otoritas yang legal di mata hukum dan mulai dituntut untuk mandiri secara sosial dan ekonomi. 2. Tugas Perkembangan Secara umum, terdapat tiga aspek besar tugas-tugas perkembangan remaja (Subrahmanyam & Smahel, 2010). Pertama terkait aspek seksualitas. Remaja perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan seksualitasnya, baik secara biologis maupun secara psikologis. Hal ini lazim disebut dengan eksplorasi seksualitas. Semakin bertambahnya usia remaja, maka semakin besar peluang baginya untuk melakukan berbagai eksplorasi seksual. Remaja memiliki ketertarikan dan dorongan seksual yang lebih besar dibandingkan dengan tahun perkembangan sebelumnya. Sebagai akibatnya, muncul berbagai aktivitas seksual yang dilakukan termasuk mencari pasangan dan terlibat dalam relasi romantis. Bagi sebagian besar remaja, relasi romantis dengan lawan jenis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 mendapatkan perhatian yang cukup besar dan melalui relasi ini remaja merasa terdukung. Kedua, pembentukan identitas. Dalam hal ini, eksplorasi dan komitmen sangatlah penting untuk membentuk identitas yang sehat. Identitas yang sehat hendaknya stabil dan koheren sehingga membuat individu merasa nyaman dan aman dengan identitasnya tersebut. Pada masa remaja, individu masih melakukan berbagai eksplorasi identitas. Identitas yang stabil dan koheren biasanya akan terbentuk pada usia akhir dewasa muda. Ketiga, membangun keterhubungan dan keintiman. Remaja menghabiskan banyak waktunya dengan teman sebaya dan pasangannya. Seiring seorang remaja makin mandiri dan jauh dari orangtua, ia membutuhkan kedekatan dengan teman sebaya dan menginginkan hubungan yang intim dengan teman dan pasangannya. Hal ini diikuti dengan kecenderungan remaja untuk membuka dirinya sehingga sering kali ditemui remaja yang lebih terbuka pada teman atau pasangannya dibandingkan dengan orangtuanya. F. DINAMIKA Presentasi diri seksual online merupakan perilaku foto diri berkonten seksual yang kemudian diunggah di situs jejaring sosial (Baumgartner et al., 2015). Konten seksual yang dimaksud dapat berupa postur atau pose tubuh yang seksi, berpakaian seksi, menampilkan tatapan atau ekspresi yang seksi, dan menampilkan bagian-bagian tubuh sehingga terlihat seksi (Van Oosten & Vandenbosch, 2017). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 Penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan beberapa faktor yang berkaitan dengan perilaku presentasi diri seksual online. Pada aspek kepribadian terdapat kecenderungan histrionic, neuroticism yang tinggi, dan agreeableness yang rendah, extraversion sebagai moderator, dan kecenderungan impulsivitas. Pada aspek emosi terdapat need for popularity dan sensation seeking. Selain itu, terdapat pula faktor intensi, norma subjektif, media, dan relasi dengan teman sebaya. Presentasi diri seksual online sebagai salah satu bentuk presentasi diri erat kaitannya dengan self-esteem yang merupakan salah satu motivasi utama seseorang melakukan presentasi diri (Leary & Kowalski, 1990). Namun demikian, penelitian yang mempelajari kaitan self-esteem dan presentasi diri seksual online memberikan hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian menemukan bahwa self-esteem berkaitan dengan presentasi diri seksual online (Scholes-Balog et al, 2016; Ybarra & Mitchell, 2014). Bahkan penelitian tersebut menyebutkan bahwa self-esteem berpotensi menjadi faktor protektif perilaku presentasi diri seksual online. Dengan demikian, memiliki self-esteem yang tinggi akan mengurangi probabilitas seseorang melakukan presentasi diri seksual online. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa self-esteem tidak ada kaitannya dengan presentasi diri online (Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015). Jika ditelisik lebih lanjut, penelitian-penelitian yang mempelajari keterkaitan antara self-esteem dengan presentasi diri seksual online juga menggunakan pemahaman self-esteem yang dicetuskan oleh Rosenberg. Hal ini tampak dari alat ukur yang digunakan pada penelitian tersebut. Rosenberg PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 memahami self-esteem sebagai harga diri. Kelemahan dari pendekatan ini adalah adanya sifat heterogenitas pada self-esteem yang tinggi. Konsekuensi dari heterogenitas ini adalah self-esteem kurang mampu membedakan individu yang juga memiliki karakter-karakter seperti narsisistik, egoisme, defensivitas, dan permusuhan. Di sisi lain, presentasi diri seksual online (Walrave et al., 2013; Walrave et al., 2015) dan perilaku selfie secara umum (Kim et al., 2016) berkitan dengan narsisistik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa penelitian sebelumnya bersifat inkonklusif karena pemahaman self-esteem yang digunakan belum cukup akurat dalam memprediksi perilaku presentasi diri seksual online. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan lain yang lebih sesuai dengan konteks presentasi diri seksual online pada remaja yang telah ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Konsep self-esteem yang diduga memiliki hubungan yang lebih erat dengan kemunculan perilaku presentasi diri seksual online adalah contingent self-esteem (Deci & Ryan, 1995). Contingent self-esteem merupakan salah satu tipe global selfesteem. Contingent self-esteem merujuk pada self-esteem yang bergantung pada sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapan-harapan yang diberikan padanya. Dengan menggunakan konsep contingent self-esteem dapat diketahui seberapa jauh perasaan berharga seseorang bergantung pada hasil dari dari tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memenuhi standar dan harapanharapan orang lain yang diberikan padanya. Contingent self-esteem juga sangat berkaitan dengan kebutuhan akan penerimaan sosial. Seseorang dengan contingent PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 self-esteem yang tinggi menganggap bahwa penerimaan sosial bergantung pada sejauh mana mereka dapat memenuhi standar-standar yang diberikan padanya. Pemilihan contingent self-esteem dalam penelitian ini juga didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang presentasi diri seksual online. Pertama, eksplorasi seksual dan penerimaan sosial merupakan motif utama presentasi diri seksual online. Dari segi perkembangan, salah satu indikator perhatian remaja pada aspek seksualnya adalah keinginan untuk tampil menarik (Shafer et al., 2013). Dalam prosesnya, remaja berusaha mencari informasi tentang apa yang pantas, tidak pantas, diharapkan, dan yang tidak diharapkan terkait identitas seksualnya. Sementara itu, kehidupan remaja saat ini juga sangat dekat dengan internet (Ahn, 2011) sehingga internet digunakan untuk mencari informasi tentang hal-hal yang terkait dengan seksualitas. Di sisi lain, internet, khususnya situs jejaring sosial, memfasilitasi remaja untuk menjadi “produsen” konten seksual dengan mempresentasikan diri mereka secara seksual (Subrahmanyam & Smahel, 2010). Dengan demikian, presentasi diri seksual online merupakan usaha remaja untuk berkonformitas terhadap standar-standar sexual attractiveness yang berlaku. Ekplorasi seksual ini semakin intensif terjadi pada remaja yang usianya mendekati dewasa terkait dengan kebutuhan mereka untuk menarik sehingga diterima oleh lawan jenisnya (Van Oosten & Vandenbosch, 2017). Kedua, bentuk presentasi diri yang diberikan seseorang juga bergantung pada karakteristik audiens (Baumgartner et al., 2015). Dengan demikian, untuk memahami presentasi diri seksual online perlu untuk membertimbangkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 audiensnya. Audiens utama remaja pada situs jejaring sosialnya adalah teman sebayanya. Penelitian terdahulu menemukan bahwa teman sebaya, termasuk pasangan, memiliki peran yang penting dalam presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2015; Cooper et al., 2016). Peranan teman sebaya berasal dari tekanan yang bersumber dari teman sebaya (peer pressure) dan norma teman sebaya (peer norms). Kedua hal tersebut terbukti mendorong seseorang melakukan presentasi diri seksual online. Dengan demikian, seseorang merasa perlu untuk melakukan presentasi diri seksual online karena adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hal tersebut. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa norma subjektif merupakan prediktor terkuat dari intensi untuk melakukan presentasi diri seksual online (Walrave et al., 2013; Walrave, et al., 2015). Artinya, keinginan untuk melakukan presentasi diri seksual online muncul karena adanya ekspektasi-ekspektasi orang lain agar individu melakukan presentasi diri seksual online. Melihat peran dari eksplorasi seksual, tekanan, dan norma yang teman sebaya yang penting, serta norma subjektif yang ditemukan sebagai prediktor, peneliti menduga bahwa contingent self-esteem juga berkaitan dengan perilaku presentasi diri seksual online. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa perilaku presentasi diri seksual online didorong oleh keinginan untuk memenuhi standar, ekspektasi, atau harapan orang lain (teman sebaya atau pasangan) yang diberikan padanya sehingga individu dapat mengalami penerimaan dan merasa menjadi bagian dari suatu kelompok (belongingness) (Baumgartner et al., 2015; PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Cooper et al., 2016). Hal ini sejalan dengan konsep contingent self-esteem yang juga mensyaratkan penerimaan dari orang lain agar individu merasa dirinya berharga. Dengan demikian, konsep contingent self-esteem juga dapat menjelaskan perilaku presentasi diri seksual online. Secara spesifik, peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. G. SKEMA DINAMIKA VARIABEL Skema 1. Temuan penelitian sebelumnya REMAJA Mencapai standar sexual attractiveness dalam eksplorasi seksual Mendapatkan penerimaan teman sebaya PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE Norma subjektif Tekanan teman sebaya Norma teman sebaya Memenuhi standar, harapan/ekspektasi yang diberikan padanya untuk mendapatkan penerimaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 Skema 2. Dinamika antarvariabel CONTINGENT SELF-ESTEEM Perilaku bertujuan untuk memenuhi standar, harapan atau ekspektasi yang diberikan padanya. Perilaku didorong oleh motivasi ekstrinsik Penerimaan sosial adalah hal yang penting bagi individu. Harga diri didapatkan dari penerimaan. PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE 1. Berpakaian seksi, minim, atau terbuka 2. Berpose atau bergaya seksi, sensual, atau terkesan hot 3. Memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi 4. Tatapan mata yang seksi atau menggoda 5. Dandanan (misalnya riasan atau gaya rambut) yang seksi 6. Ekspresi wajah yang seksi, menggoda, atau menarik perhatian Memenuhi standar, harapan/ekspektasi sexual attractiveness yang diberikan padanya untuk mendapatkan penerimaan, baik dari teman sebaya maupun pasangan REMAJA PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 G. HIPOTESIS Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara contingent self-esteem dengan presentasi diri seksual online. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menguji sebuah teori secara objektif dengan mengukur hubungan antarvariabel (Denis & Cramer, 2011). Variabel-variabel ini kemudian diukur menggunakan instrumen tertentu sehingga diperoleh data-data yang dapat dianalisis dengan prosedur statistik yang sesuai. Prosedur statistik yang dianggap sesuai untuk penelitian ini adalah uji korelasi. Tujuan dari teknik adalah untuk menguji apakah ada hubungan antara dua variabel. B. IDENTIFIKASI VARIABEL Penelitian ini menggunakan tiga variabel penelitian, yaitu: 1. Variabel X : Tingkat contingent self-esteem Tingkat self-esteem 2. Variabel Y : Tingkat presentasi diri seksual online PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 C. DEFINISI OPERASIONAL 1. Presentasi Diri Seksual Online Presentasi diri seksual online didefinisikan sebagai perilaku foto diri berkonten seksual yang kemudian diunggah ke media sosial (Baumgartner et al., 2015). Konten seksual dalam foto diri tersebut bisa ditampilkan secara eksplisit, seperti foto telanjang atau hampir telanjang, maupun secara implisit, seperti pose tubuh seksi, pakaian yang seksi, ekspresi yang seksi (Bobkowski, Shafer, & Ortiz, 2016). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Van Oosten dan Vandenbosch (2017) telah menemukan beberapa karakteristik foto diri berkonten seksual. Karakteristik tersebut berupa pose tubuh yang seksi, berpakaian seksi, tatapan mata yang seksi, dan penampilan yang seksi. Di sisi lain, Gomez dan Ayala (2014) menemukan bahwa definisi yang diungkapkan peneliti mengenai presentasi diri seksual online masih berbeda beda. Hal ini ditambah dengan definisi yang masih tumpang tindih antara presentasi diri seksual online dan sexting. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian awalan mengenai definisi presentasi diri seksual online. Peneliti menyebar angket terbuka tentang definisi presentasi diri seksual online kepada 540 remaja dan mendapatkan hasil sebagai berikut. 1. Berpakaian seksi, minim, atau terbuka 2. Berpose atau bergaya seksi, sensual, atau terkesan hot 3. Memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi 4. Tatapan mata yang seksi atau menggoda PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 5. Dandanan (misalnya riasan atau gaya rambut) yang seksi 6. Ekspresi wajah yang seksi, menggoda, atau menarik perhatian Pada penelitian ini, peneliti menggunakan karakteristik yang didapatkan dari hasil penyebaran angket karena lebih spesifik dan lebih sesuai dengan konteks remaja di Indonesia karena hampir seluruh responden angket terbuka adalah remaja di Indonesia. Dengan demikian terdapat dua kriteria yang harus terpenuhi dalam presentasi diri seksual online, yaitu: a. Pernah melakukan foto diri dengan nuansa seksi. b. Pernah mengunggah foto diri bernuansa seksi tersebut ke situs jejaring sosial. 2. Contingent Self-Esteem Contingent self-esteem didefinisikan sebagai self-esteem yang bergantung pada sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapanharapan yang diberikan padanya (Deci & Ryan, 1995). Dalam penelitian ini, contingent self-esteem diukur menggunakan skala Contingent Self-esteem (CSE). Semakin tinggi skor CSE, maka self-esteem seseorang semakin bergantung pada pencapaian standar dan pemenuhan harapan yang diberikan padanya (Kernis, 2003). 3. Self-Esteem Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konsep selfesteem yang dikemukakan oleh Rosenberg pada tahun 1965. Konsep ini adalah konsep self-esteem yang paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 yang melibatkan harga diri (Mruk, 2013). Self-esteem ini bersifat unidimensional, yaitu mengungkapkan worthiness atau keberhargaan diri yang dimiliki seseorang. Penelitian ini menggunakan definisi self-esteem yang diungkapkan oleh Rosenberg (1965; dalam Mruk 2006) yaitu self-esteem sebagai sikap tertentu terhadap diri yang didasarkan pada perasaan seseorang mengenai seberapa berharga dirinya. Peneliti akan melakukan uji korelasi tingkat presentasi diri seksual online dan self-esteem sebagai analisis tambahan. Self-esteem akan diukur dengan skala Single-Item Self-Esteem (SISE). Skala SISE hanya terdiri atas 1 aitem pernyataan. Peneliti menggunakan skala ini untuk mengurangi kemungkinan demotivasi responden karena banyaknya skala yang harus dijawab dalam survei yang diberikan. D. RESPONDEN PENELITIAN Responden penelitian yang sesuai sebagai sumber data adalah perempuan atau laki-laki rentang usia 12-25 tahun. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling. Pada teknik nonprobability sampling setiap anggota atau unsur dari populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sumber data (Priyono, 2016). Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling. yaitu teknik sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria khusus dalam menentukan responden penelitian (Priyono, 2016). Pada penelitian ini terdapat dua tahap pengambilan data. Kriteria responden pada tahap pertama adalah individu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 laki-laki atau perempuan dengan rentang usia 11-25 tahun dan pernah melakukan presentasi diri seksual online. Pada tahap kedua hanya terdapat satu kriteria yaitu laki-laki atau perempuan dengan rentang usia 11-25 tahun. E. PROSEDUR PENELITIAN Peneliti melakukan penelitian awalan mengenai definisi presentasi diri seksual online yang ditujukan pada remaja. Hasil penelitian ini kemudian digunakan untuk mengetahui pemahaman remaja mengenai perilaku presentasi diri seksual online. Hasil ini pula yang digunakan sebagai landasan untuk memodifikasi skala tingkat presentasi diri seksual online yang digunakan pada penelitian ini. Skala CSE menggunakan skala asli yang digunakan pada penelitianpenelitian sebelumnya. Aitem-aitem pada skala CSE kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh orang yang menguasai bahasa Inggris. Hasil terjemahan kemudian diteliti kembali dan didiskusikan dengan translator lain. Setelah itu, aitem skala didiskusikan bersama dosen pembimbing dan akademisi yang lain untuk meninjau kembali apakah aitem skala dapat dipahami oleh responden penelitian. Skala presentasi diri seksual online didapatkan melalui skala yang disusun oleh Vandenbosch, Van Oosten, dan Peter (2015). Peneliti kemudian memodifkasi skala yang ada dengan menyesuaikannya dengan hasil angket terbuka definisi presentasi diri seksual online yang pernah disebarkan sebelumya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 Pengukuran self-esteem menggunakan skala self-esteem yang dipersingkat, yaitu Single-Item Self-Esteem. Peneliti menggunakan skala yang singkat karena alasan kepraktisan. Hal ini menyangkut banyaknya skala yang perlu diisi responden dalam survei online sehingga peneliti berusaha mengurangi kemungkinan demotivasi yang mungkin dialami responden saat mengisi survei. Selanjutnya, skala tersebut kemudian dibuat secara online. Survei online dibuat menggunakan surveymonkey.com dan link survei tersebut disebarluaskan melalui situs jejaring sosial yang dimiliki oleh peneliti. Sistem yang terdapat pada surveymonkey.com memungkinkan peneliti untuk menyeleksi responden sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Bagi responden yang sesuai dengan kriteria dan mengisi skala hingga penuh akan diberi reward berupa pulsa sebesar 5.000 rupiah. Peneliti sempat mengalami kesulitan dalam mendapatkan responden penelitian, sehingga reward pulsa dinaikkan menjadi 10.000 rupiah. F. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei. Survei dapat berisi kumpulan pertanyaan atau pernyataan yang telah disusun sedemikian rupa dan diberikan kepada sekelompok individu untuk mengukur sikap, keyakinan, nilai, atau kecenderungan perilaku (Denis & Cramer, 2011). Metode survei dalam penelitian ini menggunakan electronic surveying, yaitu survei yang dirancang dalam bentuk online. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 Survei dalam penelitian ini berisi beberapa skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Sexy Online Self-Presentation (SOSP), skala Contingent Self-Esteem (CSE), dan skala Single-Item Self-Esteem (SISE). 1. Skala Sexy Online Self-Presentation (SOSP) Skala presentasi diri seksual online pertama kali dibuat oleh Vandenbosch dan kawan-kawan (2015). Skala ini terdiri atas 5 aitem berupa karakteristik presentasi diri seksual online. Peneliti memodifikasi skala ini berdasarkan hasil angket terbuka tentang definisi presentasi diri seksual online. Berikut tersaji perbandingan antara skala milik Vandenbosch dan kawan-kawan (2015) dengan data hasil angket terbuka yang disebarkan oleh peneliti. Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa hasil yang ditemukan peneliti cenderung lebih spesifik, sedangkan skala yang sudah ada cenderung lebih singkat. Selain itu, responden pada angket terbuka yang disebarkan adalah remaja di Indonesia sehingga lebih sesuai dengan konteks di Indonesia. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka peneliti memutuskan untuk menyesuaikan skala yang ada dengan hasil yang ditemukan oleh peneliti. Tabel 1 Skala dan Hasil Angket Terbuka Aitem Skala Vandenbosch et al., (2015) Berpakaian seksi. Pose tubuh yang seksi. Hasil Angket Terbuka Berpakaian seksi, minim, atau terbuka. Berpose atau bergaya seksi, sensual, atau terkesan hot. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 Tatapan mata yang seksi. Penampilan yang seksi. Memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi. Tatapan mata yang seksi atau menggoda. Dandanan (misalnya riasan atau gaya rambut) yang seksi. Ekspresi wajah yang seksi, menggoda, atau menarik perhatian. Terdapat tujuh aitem pada skala ini. Enam aitem pertama skala menanyakan apakah seseorang pernah melakukan selfie dengan nuansa seksi dengan karakteristik-karakteristik tertentu. Pilihan respon pada masing-masing aitem berupa 5 poin skala Likert, yaitu Tidak Pernah, Jarang, Kadang-kadang, Sering, dan Sangat Sering. Pada aitem terakhir menanyakan apakah seseorang pernah mengunggah foto selfie bernuansa seksi tersebut ke situs jejaring sosial. Pada aitem ini terdapat 3 pilihan respon, yaitu (1) pernah mengupload, (2) tidak pernah mengupload, dan (3) saya tidak pernah berfoto selfie bernuansa seksi. Responden tergolong individu yang pernah melakukan presentasi diri seksual online jika dirinya pernah mengunggah foto seksi bernuansa seksual tersebut ke jejaring sosial. Sebaliknya, jika individu tidak pernah mengunggah foto seksi tersebut meskipun pernah berfoto dengan nuansa seksual, maka individu tersebut tergolong tidak pernah melakukan presentasi diri seksual online sehingga mendapatkan skor 0. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 2. Skala Contingent Self-Esteem (CSE) Skala Contingent Self-esteem (CSE) merupakan skala yang dibuat oleh Michael Kernis dan Andrew W. Paradise pada tahun 1999. Skala ini dibuat berdasarkan konsep contingent self-esteem yang dicetuskan oleh Deci dan Ryan di tahun 1995. Skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar self-esteem seseorang bergantung pada hasil-hasil atau pencapaian tertentu. Skala ini juga dapat sekaligus mengukur stabil atau tidaknya self-esteem seseorang. Pada skala adaptasi ini terdapat 15 aitem. Pilihan respon pada masingmasing aitem berupa 5 poin skala Likert, yaitu Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Netral, Sesuai, dan Sangat Sesuai. Aitem-aitem tersebut terdiri atas 10 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Rentang skor total yang mungkin didapatkan responden adalah sebesar 15 hingga 75. Semakin tinggi skor menunjukkan semakin kontingen sifat self-esteem yang dimiliki. 3. Skala Single-Item Self-Esteem (SISE) Skala SISE merupakan salah satu skala versi singkat dari skala Rosenberg Self-Esteem (RSE) yang banyak digunakan. Robins, Hendin, dan Trzesniewski (2001) melakukan empat studi dengan tujuan untuk menguji validitas konstruk dari RSE dan SISE. Hasilnya, SISE memiliki validitas konvergen yang tinggi dengan rentang 0,89 hingga 0,94 pada wanita dan pria, kelompok etnis yang berbeda, mahasiswa, dan status pekerjaan yang berbeda. SISE merupakan alat ukur self-esteem yang dianggap praktis dalam penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 ini mengingat banyaknya skala yang perlu diisi oleh reponden dalam survei yang diberikan. Sesuai dengan namanya, skala SISE hanya terdiri atas satu aitem pernyataan saja yang terdiri atas 7 poin pilihan, yaitu 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = agak tidak sesuai, 4 = netral, 5 = agak sesuai, 6 = sesuai, dan 7 = sangat sesuai. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin seseorang merasa dirinya berharga atau berarti. G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENGUMPULAN DATA 1. Validitas Alat Ukur Validitas berarti sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya (Azwar, 2012). Suatu pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur. Perlu dipahami bahwa validitas tidak terletak pada alat ukur itu sendiri, melainkan pada interpretasi dari skor yang diperoleh dari alat ukur tersebut (Cronbach, 1971, dalam Azwar, 2012). Kedua alat ukur (CSE dan SOSP) menggunakan validitas isi melalui professional judgement. Hal ini dilakukan melalui penilaian dosen yang mengampu mata kuliah Metode Penelitian, peneliti bidang psikologi sosial yang telah bergelar M.Si, mahasiswa lulusan psikologi, mahasiswa magister sains bidang Psikologi Sosial, dan mahasiswa S1 psikologi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 2. Reliabilitas Alat Ukur Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2012). Estimasi terhadap reliabilitas merupakan fungsi dari skor yang diperoleh melalui tes, bukan fungsi dari tes itu sendiri (Thompson, 1999, dalam Azwar, 2012). a. Skala Sexy Online Self-Presentation (SOSP) Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation Cronbach’s Alpha N of items 0,965 6 Berdasarkan hasil analisis SPSS 21, reliabilitas skala Sexy Online Self-Presentation sebesar 0,965. Hal ini berarti skala Sexy Online Selfpresentation sangat reliabel untuk mengukur tingkat presentasi diri seksual online seseorang. b. Skala Contingent Self-esteem (CSS) Tabel 3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem Cronbach’s Alpha N of items 0,654 15 Berdasarkan hasil analisis SPSS 21, reliabilitas skala Contingent Self-Esteem sebesar 0,654 dari 181 responden. Hal ini berarti skala Contingent Self-esteem cukup reliabel untuk mengukur tingkat contingent self-esteem seseorang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 c. Skala Single-Item Self-Esteem (SISE) Skala SISE hanya terdiri hatas 1 aitem sehingga uji reliabilitas menggunakan teknik test-retest. Responden merupakan 28 mahasiswa Psikologi dengan rentang waktu antara tes pertama dan tes kedua selama dua minggu. Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem Pearson Correlation Sig N 0,443 0,01 28 Berdasarkan hasil analisis di atas, didapatkan signifikansi sebesar 0,01. Skala dianggap reliabel apabila p<0,05. Dengan demikian, skala SISE reliabel untuk mengukur tingkat self-esteem seseorang. H. METODE ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi a. Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Pallant, 2001). Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan analisis KolmogorowSmirnov. Kumpulan data terbukti berdistribusi normal jika uji analisis memberikan hasil yang tidak signifikan atau p>0,05. Sebaliknya, kumpulan data terbukti melanggar asumsi normalitas jika uji analisisi memberikan hasil yang signifikan atau p<0,05. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 b. Linearitas Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah kedua variabel memiliki hubungan yang sifatnya linear (membentuk garis lurus) atau tidak (Pallant, 2001). Dua variabel berhubungan secara linear jika diperoleh p<0,05. Jika dua variabel terbukti linear, maka penurunan atau peningkatan satu variabel akan diikuti oleh penurunan atau peningkatan variabel lainnya. 2. Uji Hipotesis Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Uji statistik ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel Penelitian ini akan menguji apakah hubungan yang signifikan antara tingkat presentasi diri seksual online dan tingkat contingent self-esteem. 3. Analisis Tambahan Analisis korelasi juga dilakukan antara tingkat presentasi diri seksual online dan self-esteem (menggunakan skala Rosenberg). Jika hipotesis penelitian diterima, maka hasil analisis tambahan dapat dijadikan perbandingan antara penggunaan konstruk self-esteem dan contingent self-esteem. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 BAB IV PEMBAHASAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sejak akhir Desember 2016 hingga akhir Maret 2017. Pada tahap pertama pengambilan data, didapatkan responden penelitian dengan jumlah 1557, namun hanya 77 responden yang pernah melakukan presentasi diri seksual online. Pada tahap kedua terdapat 134 responden namun hanya 104 reponden yang mengisi dengan lengkap. Dengan demikian, total responden yang dapat digunakan pada penelitian ini berjumlah 181. B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN 1. Data Demografik Pada tabel berikut akan ditampilkan beberapa informasi demografis dari responden penelitian. Data demografis disajikan untuk mengetahui bagaimana karakteristik responden dalam penelitian ini. Tabel 5 Deskripsi Usia Responden N Minimum Maximum 181 14 25 Mean 20,59 Std. deviation 1,713 Hasil temuan usia responden dalam penelitian ini cukup sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perilaku presentasi diri seksual online PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 cenderung dilakukan oleh individu dengan usia remaja hingga menuju dewasa awal. Tabel 6 Deskripsi Jenis Kelamin, Suku, Agama, Tingkat Pendidikan, Lingkungan Tempat Dibesarkan, dan Ketertarikan Seksual Responden Jumlah Responden Jenis Kelamin Laki-laki 49 Perempuan 132 Suku Bali 6 Batak 2 Bugis 5 Dayak 5 Flores 6 Jawa 110 Minang 3 Sunda 6 Tionghoa 25 Lain-lain 13 Agama Budha 7 Hindu 6 Islam 46 Katolik 92 Kong Hu Cu 1 Kristen 29 Tingkat Pendidikan SMP 1 Lingkungan Tempat Dibesarkan Ketertarikan Seksual SMA 17 D1/D2/D3 S1 Kawasan pedesaan Kawasan pinggir kota Kawasan perkotaan Tertarik dengan lawan jenis Tertarik dengan sesama jenis 6 157 37 41 103 168 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Status Relasi Tertarik dengan sesama jenis dan lawan jenis Berpacaran Tidak berpacaran 9 85 96 2. Presentasi Diri Seksual Online Berikut tabel deskripsi tingkat presentasi diri seksual online pada responden yang melakukan presentasi diri seksual online dalam penelitian ini. Tabel 7 Deskripsi Tingkat Presentasi Diri Seksual Online N Rerata Empiris Rerata Teoretis Std. deviation 77 10,62 12 5,209 Dari 181 responden pada penelitian ini, sebanyak 77 responden melakukan presentasi diri seksual online. Responden memiliki tingkat presentasi diri seksual online yang tidak begitu tinggi. Hal ini dilihat dari rerata empiris yang lebih kecil dari rerata teoretis. Dari jumlah tersebut, deskripsi karakteristik presentasi diri seksual online terdapat pada tabel berikut. Tabel 8 Deskripsi Karakteristik Presentasi Diri Seksual Online Responden Karakteristik Mean Std. deviation Berpakaian seksi, minim, atau 1,74 1,069 terbuka Berpose atau bergaya seksi, 1,58 1,092 sensual, atau terkesan hot Memperlihatkan bentuk tubuh 1,91 1,002 yang seksi Tatapan mata yang seksi atau 1,78 1,154 menggoda PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 Dandanan (misalnya riasan atau gaya rambut) yang seksi Ekspresi wajah seksi, menggoda 1,75 1,160 1,86 1,073 Berdasarkan hasil analisis deskriptif terlihat bahwa mean pada karakteristik memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan karakteristik yang lain. Hal ini berarti responden yang melakukan presentasi diri seksual online lebih banyak mengunggah foto diri dengan memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi ke media sosial sebagai bentuk presentasi diri mereka. 3. Contingent Self-Esteem Berikut tabel deskripsi tingkat contingent self-esteem responden pada penelitian ini. Tabel 9 Deskripsi Contingent Self-esteem Responden N Rerata Empiris Rerata Teoretis 181 51,18 30,5 Std. deviation 5,641 Berdasarkan data deskriptif, ditemukan bahwa responden dalam penelitian ini cenderung memiliki tingkat contingent self-esteem yang tinggi. Hal ini terlihat dari rerata empiris yang lebih besar dari rerata teoretis. 4. Self-Esteem Berikut adalah tabel deskripsi tingkat self-esteem dari 196 responden penelitian ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 Tabel 10 Deskripsi Self-Esteem Responden N Rerata Empiris Rerata Teoretis 181 56,2 3,5 Std. Deviation 1,181 C. ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel >50. Uji normalitas dilakukan pada data presentasi diri seksual online, contingent self-esteem, dan self-esteem. Asumsi normalitas data terpenuhi jika hasil uji normalitas menunjukkan tidak signifikan atau p>0.05. Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Presentasi diri seksual online Contingent Self-Esteem Self-Esteem Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. 0,339 181 0,000 0,060 181 0,200 0,346 181 0,000 Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, hanya data contingent self-esteem yang memenuhi uji normalitas. Dengan demikian, asumsi normalitas data pada penelitian ini tidak terpenuhi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 b. Linearitas Asumsi linearitas terpenuhi jika diperoleh hasil yang signifikan atau p<0,05. Berdasarkan hasil uji linearitas pada SPSS 21, didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 12 Hasil Uji Linearitas antara Presentasi Diri Seksual Online, Contingent Self-Esteem, dan Self-Esteem Tes for Liniearity Presentasi Diri Seksual Online F Sig. Contingent Self-Esteem 9,641 0,002 Self-Esteem 1,391 0,240 Berdasarkan hasil uji linearitas antara tingkat presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem, diperoleh hasil yang signifikan (p=0,002) dengan nilai F=9,641 sehingga asumsi linearitas terpenuhi. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang bersifat linier antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. Di sisi lain, hasil uji linearitas antara presentasi diri seksual online dan self-esteem tidak terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari besar nilai p=0,240 atau p>0,05. Dengan demikian, hubungan antara presentasi diri seksual dan self-esteem tidak bersifat linear. Penurunan atau peningkatan pada selfesteem tidak selalu diikuti dengan penurunan atau peningkatan pada presentasi diri seksual online, atau sebaliknya. Berdasarkan hasil ini maka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 teknik korelasi antara presentasi diri seksual online dan self-esteem tidak dapat dilanjutkan. 2. Uji Hipotesis Peneliti menggunakan teknik statistik non-parametrik karena data presentasi diri seksual online dan self-esteem yang terkumpul pada penelitian ini tidak berdistribusi normal. Teknik korelasi untuk statistik non-parametrik adalah uji Spearman’s Rho. Tabel 13 Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent SelfEsteem Spearman’s rho Contingent self-esteem Correlation coefficient Sig. (2-tailed) N Presentasi diri Correlation seksual online coefficient Sig. (2-tailed) N Contingent self-esteem 1.000 Presentasi diri seksual online 0,218 0,218 0.003 181 1.000 0,003 181 181 Terdapat hubungan antara dua variabel yang signifikan apabila uji korelasi menunjukkan hasil yang signifikan atau p<0,05. Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan didapatkan p=0,003 atau p<0,05. Selanjutnya didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,218 yang tergolong rendah (Pallant, 2001). Dengan demikian, terdapat hubungan yang lemah dan positif antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. Dengan kata lain, jika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 salah satu variabel meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan variabel yang lainnya, dan sebaliknya. D. PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Sejauh ini belum ada penelitian di Indonesia yang secara khusus meneliti tentang perilaku presentasi diri seksual online. Berdasarkan analisis deskriptif, bentuk presentasi diri online yang banyak dilakukan oleh responden adalah dengan memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi. Selain itu, responden yang pernah melakukan presentasi diri seksual rata-rata berumur 20 tahun dan didominasi oleh perempuan. Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan contingent self-esteem memiliki keterkaitan yang lebih baik dengan tingkat perilaku presentasi diri seksual online. Hal ini dilakukan dengan menguji ada tidaknya hubungan yang signifikan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang lemah dan positif antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem (r=0,218, p=0,003). Dengan kata lain, peningkatan pada salah satu variabel juga akan diikuti oleh peningkatan pada variabel lainnya, atau sebaliknya. Dalam konteks penelitian ini terdapat beberapa kemungkinan. Semakin tinggi tingkat contingent self-esteem maka akan semakin tinggi pula tingkat presentasi diri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 seksual online, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat contingent self-esteem, semakin rendah pula tingkat presentasi diri seksual online. Kemungkinan lainnya adalah semakin tinggi tingkat presentasi diri seksual online maka akan semakin tinggi pula tingkat contingent self-esteem. Sebaliknya, semakin rendah tingkat presentasi diri seksual online, maka semakin rendah pula tingkat contingent sefl-esteem. Berdasarkan review literatur yang dilakukan oleh peneliti, belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti tentang hubungan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. Contingent self-esteem merujuk pada self-esteem seseorang yang bergantung pada pencapaian standar atau ekspektasi yang berasal dari luar diri individu tersebut (Deci & Ryan, 1995). Perilaku individu yang self-esteem-nya cenderung kontingen merupakan upaya untuk mencapai standar dan ekspektasi dari luar yang diberikan padanya. Hal ini bermuara pada penerimaan dari orang lain yang kemudian membuat individu tersebut merasa berharga. Peneliti menduga bahwa adanya hubungan yang signifikan dalam penelitian terjadi karena konsep contingent self-esteem yang sejalan dengan temuan-temuan sebelumnya tentang presentasi diri seksual online. Salah satu karakteristik perilaku remaja di situs jejaring sosial adalah interaksi dengan teman sebaya. Oleh karena itu, perilaku online remaja di situs jejaring sosialnya banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya (Subrahmanyam & Smahel, 2010). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa salah satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 prediktor presentasi diri seksual online adalah norma teman sebaya (Baumgartner et al., 2015). Penting bagi remaja untuk tampil secara menarik, yaitu salah satunya dengan tampil seksi (Shafer et al., 2013). Dengan demikian, tampil seksi merupakan salah satu norma atau standar yang perlu dicapai oleh remaja untuk mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Hal ini diperkuat dengan kebutuhan untuk mencapai popularitas yang juga menjadi prediktor perilaku presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2015). Presentasi diri seksual merupakan salah satu cara remaja agar mampu mencapai standar dan popularitas tersebut. Masih terkait dengan pengaruh teman sebaya pada perilaku online remaja, prediktor lain yang ditemukan adalah tekanan dari teman sebaya untuk melakukan presentasi diri seksual online (Cooper et al., 2016). Teman sebaya dalam konteks ini termasuk tekanan dari pasangan. Tekanan ini terutama dialami oleh remaja perempuan. Sejalan dengan tekanan teman sebaya, prediktor intensi remaja melakukan presentasi diri seksual online adalah norma subjektif (Walrave et al., 2013). Norma subjektif merujuk pada adanya ekspektasi-ekspetasi orang lain agar individu melakukan presentasi diri seksual online. Selain itu, eksplorasi seksual di usia remaja semakin intensif. Situs jejaring sosial mampu memfasilitasi segala bentuk eksperimen identitas seksual yang dilakukan oleh remaja (Subrahmanyam & Smahel, 2011). Di sisi lain, dorongan seksual remaja membuatnya terlibat dalam relasi romantis. Penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 membuktikan bahwa presentasi diri seksual online dilakukan untuk membuat pasangan yang potensial tertarik pada remaja (Cooper et al., 2016). Hal ini dilakukan dengan mencapai standar sexual attractiveness, yaitu dengan tampil seksi. Dengan kata lain, presentasi diri seksual online dilakukan remaja agar terlihat menarik sehingga ia diterima oleh lawan jenis yang dianggap potensial menjadi pasangan. Jika dicermati, eksplorasi seksual, norma teman sebaya, tekanan dari teman sebaya, dan norma subjektif sebagai prediktor perilaku presentasi diri seksual online mengindikasikan adanya kebutuhan untuk mencapai standar/norma atau ekspektasi-ekspetasi teman sebaya. Individu berupaya mencapai standar dan ekspektasi tersebut agar mendapatkan penerimaan dari orang lain sehingga dirinya merasa berharga. Dengan demikian, kemungkinan self-esteem individu yang melakukan presentasi diri seksual online cenderung bersifat kontingen. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian ini yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa hubungan yang ditemukan antara presentasi diri seksual online dan contingent sefl-esteem cenderung lemah. Hal ini makin dipertegas dengan nilai r sebesar 0,218. Jika dihitung koefisien determinasinya, maka didapatkan nilai 0,047. Hal ini berarti, contingent self-esteem hanya menjelaskan 4,7% variasi skor presentasi diri seksual online. Kecilnya koefisien determinasi ini dapat disebabkan oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 faktor-faktor lain yang lebih berkontribusi pada munculnya presentasi diri seksual online. Sebagai analisis tambahan, peneliti ingin melakukan analisis korelasi antara presentasi diri seksual dan self-esteem. Namun, data-data tersebut melanggar uji asumsi linearitas sehingga tidak dapat dilanjutkan. Pelanggaran atas uji linearitas mengindikasikan bahwa hubungan antara presentasi diri seksual online dan self-esteem tidak terjadi secara linear. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat heterogenitas self-esteem. Penelitian-penelitian menemukan bahwa memiliki self-esteem yang rendah terkait dengan perilaku-perilaku yang negatif (Mruk, 2006). Sebaliknya, self-esteem yang tinggi terkait dengan perilaku-perilaku yang positif, seperti resiliensi seseorang terhadap stress dan kecemasan. Namun demikian, penelitian-penelitian yang lebih mutakhir membuktikan bahwa self-esteem yang tinggi juga dapat menimbulkan perilaku yang negatif, seperti tindak kekerasan, kecenderungan narsisistik, depresi terutama pada anak-anak, kecenderungan meletakkan keyakinan pada sesuatu yang kurang nyata, sering terpengaruh pada social desireability, rasionalisasi, egoistis, dan defensif (Mruk, 2006; Racy, 2015). Dengan demikian, suatu perilaku yang negatif dapat dipengaruhi baik oleh self-esteem yang tinggi ataupun rendah. Adanya sifat heterogenitas self-esteem disebut sebagai hal yang menyebabkan inkonklusivitas dalam penelitian-penelitian yang melibatkan self-esteem selama ini (Mruk, 2006; Foddis & Campbell, 2003). Sifat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 hetergonitas ini juga terbukti muncul pada remaja (Kwan et al., 2009). Hal inilah yang mungkin berpengaruh pada penelitian sebelumnya sehingga kaitan antara self-esteem dan presentasi diri seksual online juga inkonklusif. 2. Keterbatasan Penelitian Peneliti tidak memungkiri adanya beberapa keterbatas dalam penelitian ini. Pertama, jumlah responden pada penelitian ini tergolong minim. Hal ini ditambah dengan pengambilan sampel pada tahap pertama yang menggunakan teknik purposive sampling. Dengan demikian, hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasi pada populasi. Kedua, meski terbukti adanya korelasi yang signifikan antara kedua variabel, namun koefisien korelasinya menunjukkan bahwa kuat korelasi tergolong rendah. Kecilnya peran contingent self-esteem seseorang dalam perilaku presentasi diri seksual online mengindikasikan bahwa contingent selfesteem saja tidaklah cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mempelajari fenomena presentasi diri seksual online, maupun dalam intervensinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pendekatan contingent selfesteem berlaku pada perilaku presentasi diri seksual online. Hal ini dilakukan dengan menguji apakah ada hubungan antara tingkat presentasi diri seksual online dengan contingent self-esteem. Hasilnya, terdapat hubungan yang lemah dan positif antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, saran untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1. Suatu penelitian dapat digeneralisasi apabila sampel yang diambil cukup representatif. Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah responden dan menggunakan teknik random sampling agar sampel yang didapatkan semakin mampu merepresentasikan populasi. 2. Hubungan antara contingent self-esteem dan presentasi diri seksual online yang lemah memberikan peluang bagi penelitian selanjutnya untuk menelusuri lebih lanjut tipe-tipe self-esteem lain atau faktor lain yang berkontribusi terhadap munculnya presentasi diri seksual online. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan desain analisis lain untuk memperjelas hubungan antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. 4. Penelitian selanjutnya juga dapat meneliti perilaku-perilaku lain dengan meninjau baik dari sisi tingkat self-esteem dan sifat kontingensinya agar mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai efek dari selfesteem terhadap suatu perilaku. 5. Secara tidak langsung, penelitian ini semakin mempertegas kelemahankelemahan praktis dan teoretis dari self-esteem. Diharapkan agar selanjutnya self-esteem tidak hanya dilihat sebagai perasaan positif terhadap diri semata. Selain tingkatnya, stabil atau tidaknya self-esteem juga perlu mendapatkan perhatian dalam upaya intervensi. 6. Agar hasil penelitian dapat tersampaikan pada masyarakat, khususnya praktisi, maka peneliti selanjutnya dapat memuat hasil penelitian ke dalam jurnal ilmiah atau media lain yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses hasil penelitian tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 DAFTAR PUSTAKA Ahn, J. (2011). The effects of social network sites on adolescents’ social and academic development: current theories and controversies. Journal of The American Society for Information Science and Technology, 62(8), 1435-1445. Ajzen, I. (2011). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211. Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through the twenties. American Psychological Association, 55(5), 469-480. Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does high self-esteem cause better performances, interpersonal success, happiness, or healthier lifestyles. Psychological Science in the Public Interest, 4, 1-44. Baumgartner, S. E., Sumter, S. R., Peter, J., & Valkenburg, P.M. (2015). Sexual selfpresentation on social network sites: Who does it and how is it perceived? Computers in Human Behavior, 50, 90-100. Baumgartner, S. E., Sumter, S. R., Peter, J., Valkenburg, P. M., & Livingstone, S. (2014). Does country context matter? Investigating the predictors of teen sexting across Europe. Computers in Human Behavior, 34, 157-164. Benotsch, E. G., Snipes, D. J., Martin, A. M., Bull, S.S. (2013). Sexting, substance use, and sexual risk behavior in young adults. Journal of Adolescent Health, 52, 307-313. Berk, L. E. (2007). Exploring lifespan development. Boston: Pearson. Bobkowski, P. S., Brown, J. D., & Neffa, D. R. (2012). “Hit me up and we can get down” US youths’ risk behaviors and sexual self-disclosure in MySpace profiles. Journal of Children and Media, 6(1), 119-134. Bobkowski, P. S., Shafer, A., & Ortiz, R. R. (2016). Sexual intensity of adolescents’ online self-presentations: Joint contribution of identity, media consumption, and extraversion. Computers in Human Behavior, 58, 64-74. Bosson, J. & Swann, W. B., Jr. (2009). Self-esteem: Nature, origins, and consequences. Dalam R. Hoyle & M. Leary (Eds.), Handbook of individual differences in social behavior (pp. 527-546). New York: Guilford. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 Brown, J. D. (2010). High self-esteem buffers negative feedback: Once more with feeling. Cognition and Emotion, 24, 1389-1404. Brown, B. B., & Larson, J. (2009). Peer relationships in adolescence. Dalam R. M. Lerner & L. Steinberg (Eds.), Handbook of adolescent psychology, 3rd edition (pp. 74-103). New York: Willey. Buzwell, S., & Rosenthal, D. (1996). Constructing a sexual self: Adolescents’ sexual self-perception and sexual risk taking. Journal of Research on Adolescent, 6, 489-513. Campbell, R. L., & Foddis, W. F. (2003, Juli). Implicit and explicit self-esteem: Toward an interactivist perspective. Makalah ilmiah yang dipresentasikan pada Interactivist Summer Institute, Copenhagen. Cooper, K., Quayle, E., Jonsson, N., & Svedin, C. G. (2016). Adolescent and self-taken sexual images: A review of the literature. Computers in Human Behavior, 55, 706-716. Crimmins, D.M., & Seigfried-Spellar, K. C. (2014). Peer attachment, sexual experience, and risky online behaviors as predictor of sexting among undergraduate students. Computers in Human Behavior, 32, 268-275. Curtis, A. C. (2015). Defining adolescence. Journal of Adolescent and Family Health, 7(2), artikel 2. Dake, J. A., Price, J. H., Marziarz, L., & Ward, B. (2012). Prevalence and correlates of sexting behavior in adolescents. American Journal of Sexuality Educations, 7(1), 1-15. Deci, L. E., & Ryan, R. M. (1995). Human autonomy: The basis for true self-esteem. Dalam M. H. Kernis (Eds.), Efficacy, agency, and self-esteem (pp. 31-46). New York: Plenum Press. DeLamater, J., & Friedrich, W. N. (2002). Human sexual development. The Journal of Sex Research, 39, 10-14. Delevi, R., & Weisskirch, R. S. (2013). Personality factors as predictors of sexting. Computers and Human Behavior, 29, 2589-2594. Denis, H., & Cramer, D. (2011). Introduction to research methods in psychology. Harlow: Pearson Education Limited. Dir, A. L., Cyders, M. A., & Coskunpinar, A. (2013). From the bar to the bed via mobile phone: a first test of the role of problematic alcohol use, sexting, and PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 impulsivity-related traits in sexual hook-ups. Computers in Human Behavior, 29, 1664-1670. Emler, N. (2001). Self-esteem: The cost and causes for low self-worth. New York: York Publishing Service. Englander, E. (2012). Low Risk Associated with Most Teenage Sexting: A Study of 617 18-Years-Old. Massachusetts Aggression Reduction Center, Bridgewater State. Ferris, D. L., Brown, D. J., Lian, H., & Keeping, L. M. (2009). When does self-esteem relate to deviant behavior? The role of contingencies of self-worth. Journal of Applied Psychology, 94(5), 1345-1353. Ferguson, C. J. (2011). Sexting behaviors among young Hispanic woman: Incidence and association with other high risk sexual behaviors. Psychiatric Quarterly, 82, 239-243. Gardner, M., & Steinberg, L. (2005). Peer influence on risk taking, risk preference, and risky decision making in adolescence and adulthood: An experimental study. Developmental Psychology, 41(4), 625-635. Gomez, L. C., & Ayala, E. S. (2014). Psychological aspects, attitudes and behavior related to the practice of sexting: A systematic review of the existent literature. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 132, 114-120. Gordon-Messer, D., Bauermeister, J. A., Grodzinski, A., & Zimmerman, M. (2013). Sexting among young adults. Journal of Adolescent Health, 52, 301-306. Harter, S. (2012). The construction of the self: A developmental perspective. New York: Guilford Press. Henderson, L., & Morgan, E. (2011). Sexting and sexual relationship among teens and young adults. McNair Scholars Research Journal, 7(1). Hudson, H. K. (2011). Factors affecting sexting behavior among selected undergraduate students (Doctoral dissertation, University of Illinois, Springfield, USA). Diunduh dari https://pdfs.semanticscholar.org/82db/961c6ff47693d91f38e0acc324a7fb4165 65.pdf Hudson, H. K., & Fetro, J. V. (2015). Sexual activity: Predictors of sexting behavior and intentions to sext among selected undergraduate students. Computer in Human Behavior, 49, 615-622. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 Jewell, J. A., & Brown, C. S. (2013). Sexting, catcalls, and butt slaps: How gender stereotypes and perceived group norms predict sexualized behavior. Sex Roles, 69, 594-604. Kernis, M. H. (203). Toward a conceptualization of optimal self-esteem. Psychological Inquiry, 14(1), 1-26. Kernis, M. H. (2006). Self-esteem Issues and Answers: A sourcebook of current perspective. New York: Psychology Press. Kerstens, J., & Stol, W. (2014). Receiving online sexual request and producing online sexual images: the multifaceted and dialogic nature of adolescents’ online sexual interactions. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 8(1), artikel 8. Kim, E., Lee, J., Sung, Y., & Choi, S. M. (2016). Predicting selfie-posting behavior on social network sites: An extension of theory of planned behavior. Computers in Human Behavior, 62, 116-123. Klettke, B., Hallford, D. J., & Mellor, D. J. (2014). Sexting prevalence and correlates: A systematic literature review. Clinical Psychology Review, 34, 44-53. Leary, M. R. (1999). The social and psychological importance of self-esteem. Dalam M. R. Kowalski & M. R. Leary (Eds.), The social psychology of emotional and behavioral problems: Interfaces of social and clinical psychology (pp. 197221). Washington DC: American Psychological Association. Leary, M. R., & Kowalski, R. M. (1990). Impression management: A literature review and two component model. Psychological Bulletin, 107(1), 34-47. Leary, M. R., & Tangney, J. P. (2012). Handbook of self and identity. New York: The Guilford Press. Lenhart, A. (2009). Teens and sexting. Washington DC: Pew Internet & American Life Project. Lenhart, A., Madden, M., & Hitlin, P. (2005). Teens and technology. Washington DC: Pew Internet & American Life Project. Livingstone, S., & Brake, D. (2009). On the rapid rise of social networking sites: New findings and policy implications. Children and Society, 24(1), 75-83. Livingstone, S., Haddon, L., Gorzig, A., & Olafsson, K. (2011). Risk and safety on the internet: The perspective of Europe children: Full findings. London: EU Kids Online, LSE. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 Livingstone, S., & Smith, P. K. (2014). Annual research review: Harms experienced by child users of online and mobile technologies: The nature, prevalence and management of sexual and aggressive risk in the digital age. The Journal of Child Psychology and Psychiatry, 55(6), 635-654. Mitchell, K. J., Filkenhor, D., & Wolak, J. (2007). Youth Internet users at risk for the most serious online sexual solicitations. American Journal of Preventive Medicine, 32, 532-537. Mruk, C. J. (2006). Self-esteem research, theory, and practice. New York: Springer Publishing Company. Mruk, C. J. (2013). Defining self-esteem as a relationship between competence and worthiness: How a two factor approach integrates the cognitive and affective dimensions of self-esteem. Polish Psychological Bulletin, 44(2), 157-164. Myers, D. G., & Twenge, J. M. (2013). New York: McGraw-Hill. Nowak, A., Vallacher, R. R., Tesser, A., & Borkowski, W. (2000). Society of self: The emergence of collective properties in self-structure. Psychological Review, 39, 39-61. Pallant, J.(2001). SPSS survival manual: A step by step guide to data analysis using SPSS. Philadelphia: Open University Press. Priyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif. Sidoarjo: Zifatama Publishing. Racy, F. (2015). New directions in the controversial study of self-esteem: A review with suggestion for future research. Behavioral Sciences Undergraduate Journal, 2(1), 42-57. Robins, R. W., Hendin, H. M., & Trzesniewski, K. H. (2001). Personality and Social Psychology Bulletin, 27(2), 151-161. Rahmawati, S., Yusainy, C. A., & Nurwanti, R. (2014). Selfie: Peranan jenis komentar tehadap hubungan antara kecemasan sosial dan perilaku agresif perilaku selfie. Progam Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Brawijaya, Malang. Salimkhan, G., Manago, A. M., & Greenfield, P. M. (2010). The construction of the virtual self on MySpace. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 4, artikel 1. Santrock, J. W. (2011). Life-span development. New York: McGraw-Hill. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 Sarabia, I., & Estevez, A. (2016). Sexualized behavior on Facebook. Computers in Human Behavior, 61, 219-226. Scholes-Balog, K., Francke, N., & Hemphill, S. (2016). Relationships between sexting, self-esteem, and sensation seeking among Australian young adults. Sexualization, Media, & Society, 1-8. Sedikes, C., & Spencer, S. J. (2007). The self. New York: Psychology Press. Setyanti, C. A. (2015, Oktober 12). Duck face ditinggalkan, fish gape mulai populer untuk selfie. CNN Indonesia. Diunduh dari http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151009144911-277-83971/duckface-ditinggalkan-fish-gape-mulai-populer-untuk-selfie/ Shafer, A., Bobkowski, P., & Brown, J. D. (2013). Sexual media practice: How adolescents select, engage with, and are affected by sexual media. Dalam K. E. Dill (Ed.), The oxford handbook of media psychology (pp. 223-251). New York: Oxford University Press. Shidqiyyah, S. (2016, Juli, 24). Fingermouthing, gaya foto selfie yang sedang tren. Brilio.net. Diunduh dari https://www.brilio.net/cewek/fingermouthing-gayafoto-selfie-yang-sedang-tren--1607248.html Siibak, A. (2009). Constructing the self through the photo selection-Visual impression management on social networking websites. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 3(1), artikel 1. Silaban, F. (2015, Oktober 12). Trend duck face selfie sudah berakhir. Coba gaya ini! ELLE Indonesia. Diunduh dari http://elle.co.id/news/lifestyle/tren-duck-faceselfie-sudah-berakhir-coba-gaya-ini Soeparyono, A. (2015, Desember 18). 8 jenis ekspresi selfie andalan para seleb cewek di Instagram (bagian 1). Kawanku Magazine. Diunduh dari http://kawankumagz.com/Feature/Celeb-And-Entertainment/8-Jenis-EkspresiSelfie-Andalan-Para-Seleb-Cewek-Di-Instagram-Bagian-1 Soeparyono, A. (2015, Desember 18). 8 jenis ekspresi selfie andalan para seleb cewek di Instagram (bagian 2). Kawanku Magazine. Diunduh dari http://kawankumagz.com/Feature/Celeb-And-Entertainment/8-Jenis-EkspresiSelfie-Andalan-Para-Seleb-Cewek-Di-Instagram-Bagian-2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Strano, M. M. (2008). User descriptions and interpretations of self-presentation through Facebook profile images. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 2, artikel 5. Subrahmanyam, K., & Smahel, D. (2011). Advancing responsible adolescent development: Digital youth – The role of media in development. New York: Springer The National Campaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy. (2009). Sex and tech: Results from a survey of teens and young adults. Washington DC: The National Campaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy. Understanding Teenangers (2010). Teenagers & Sexting: What is it & what to do about it. Diakses pada Oktober, 2, 2016 dari http://understandingteenangers.com.au/blog/2010/07/teenagers-sexting-whatis-it-what-to-do-about-it/ Vandenbosch, L., Van Oosten, J. M. F., & Peter. J. (2015). The relationship between sexual content mass on social media: A longitudinal study. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 18, 697-703. Van Oosten, J. M. F., Peter, J., & Boot, I. (2014). Exploring associations between exposure to sexy online self-presentations and adolescents’ sexual attitudes and behavior. Journal of Youth and Adolescent. Van Oosten, J. M. F., & Vandenbosch, L. (2017). Sexy online self-presentation on social network sites and the willingness to engage in sexting: A comparison of gender and age. Journal of Adolescence, 54, 42-50. Walrave, M., Heirman, W., & Hallam, L. (2013). Under pressure to sext? Applying the theory of planned behavior to adolescent sexting. Behavior & Information Technology, 1-13. Walrave, M., Ponnet, K., Van Ouytsel, J., Van Gool, E., Heirman, W., & Verbeek, A. (2015). Whether or not to engage in sexting: Explaining adolescent sexting behavior by applying the prototype willingness model. Telematics and Informatics, 32, 796-808. Ybarra, M. L., & Mitchell, K. J. (2014). “Sexting” and its relation to sexual activity and sexual risk behavior in a National Survey of Adolescents. Journal of Adolescent Health, 55, 757-754. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 LAMPIRAN Lampiran 1. Skala Penelitian Penjelasan dan Pernyataan Kesediaan Halo, teman-teman! Perkenankan kami memperkenalkan diri terlebih dahulu, ya. Kami, Siswa Widyatmoko, Haksi Mayawati, Cahyani Indah Triyani, Matha Hesty, Jenifer Siandita, dan Fidelia Kasita. Kami adalah kelompok yang ingin lebih memahami perilaku remaja dalam dunia maya. Untuk itu, kami ingin meminta bantuan teman-teman untuk mengisi kuesioner ini. Teman-teman sangat diharapkan untuk memberikan jawaban yang jujur, spontan, dan apa adanya. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, jawaban yang tepat adalah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri teman-teman. Informasi yang teman-teman berikan mungkin bersifat pribadi, oleh karena itu kami menjaga kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh teman-teman. Angket ini bersifat anonin atau tanpa nama, sehingga kami tidak mengetahui identitas teman-teman. Dalam mengisi kuesioner ini, teman-teman membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Jika teman-teman merasa keberatan, teman-teman boleh meninggalkan kuesioner ini tanpa sanksi apapun. Sebagai bentuk terima kasih, kami juga menyediakan pulsa sebesar Sepuluh Ribu Rupiah (Rp 10.000,00) bagi teman-teman yang bersedia menyelesaikan kuesioner ini dengan lengkap. Informasi tersebut akan kami cantumkan di akhir kuesioner ini. Jika ada hal-hal yang belum jelas, teman-teman dapat bertanya melalui email [email protected] atau [email protected]. Terimakasih :)) Setelah membaca dan memahami penjelasan kami di atas, apakah teman-teman bersedia berpartisipasi dalam mengisi angket online ini? o YA o TIDAK PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 DEMOGRAFI Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan tentang data diri, silakan diisi. 1. Usia:… 2. Jenis Kelamin: o Laki-laki o Perempuan 3. Suku bangsa/etnis o Bali o Jawa o Batak o Flores o Bugis o Minang o Dayak o Tionghoa o Lainlain 4. Pendidikan saat ini o SMP o S1 o SMA/SMK o S2 o D1/D2/D3 5. Di lingkungan mana kamu dibesarkan? o Kawasan perkotaan o Kawasan pinggir kota o Kawasan pedesaan 6. Agama o Budha o Islam o Hindhu o Kristen o Katolik o Kong Hu Cu 7. Status relasi o Berpacaran o Tidak berpacaran o Lainlain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 o Lainnya 8. Ketertarikan seksual o Saya tertarik dengan lawan jenis o Saya tertarik dengan sesama jenis o Saya tertarik dengan sesma jenis dan lawan jenis 9. Sosial media yang dimiliki (boleh lebih dari satu) o Facebook o Instagram o Twitter o Tinder o Path o Line o Youtube 10. Berapa jam dalam sehari kamu mengakses sosial media? o 1-2 jam per hari o 3-4 jam per hari o 5-6 jam per hari o Lebih dari 6 jam perhari 11. Sosial media apa saja yang paling sering kamu akses? (boleh lebih dari satu) o Facebook o Instagram o Twitter o Tinder o Path o Line o Youtube PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 SKALA PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE Dalam tiga bulan terakhir, seberapa sering kamu berfoto selfie dengan: 1. Berpose atau bergaya sexy, sensual, hot 1 2 3 Tidak Jarang Kadangpernah kadang 2. Berpakaian sexy, minin, atau terbuka 4 Sering 5 Sangat sering 1 2 3 Tidak Jarang Kadangpernah kadang 3. Tatapan mata sexy, meggoda 4 Sering 5 Sangat sering 1 2 3 4 5 Tidak Jarang KadangSering Sangat pernah kadang sering 4. Dandanan (misalnya riasan atay gaya rambut) yang seksi 1 2 3 4 Tidak Jarang KadangSering pernah kadang 5. Memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi 5 Sangat sering 1 2 3 4 5 Tidak Jarang KadangSering Sangat pernah kadang sering 6. Ekespresi wajah sexy, menggoda, atau menarik perhatian 1 2 3 4 5 Tidak Jarang KadangSering Sangat pernah kadang sering 7. Dalam 3 bulan terakhir ini, apakah kamu pernah mengupload foto selfie bernuansa seksi tersebut ke media sosial? o Pernah mengupload o Tidak pernah mengupload o Saya tidak pernah melakukan foto selfie bernuansa sexy PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 SKALA CONTINGENT SELF-ESTEEM Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan yang menyangkut diri seseorang. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti dan tentukan sejauh mana pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda. Berilah tanda silang (X) pada satu pilihan jawaban yang paling mencerminkan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah; jawaban yang paling benar adalah yang paling sesuai dengan diri Anda. 1. Jika aku melakukan sesuatu dengan kompeten, maka aku semakin merasa berharga/berarti. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 2. Ketika aku mengalami kegagalan, aku tetap merasa diriku berharga/berarti. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 3. Aku menyukai diriku ketika aku bisa melakukan sesuatu sesuai dengan standar yang telah aku tetapkan. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 4. Perasaanku terhadap diriku dipengaruhi oleh sejauh mana orang lain menyukai dan menerimaku. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 5. Aku merasa keadaanku lebih baik jika aku memiliki relasi yang baik dengan seseorang. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 6. Jika penampilanku menarik, maka aku semakin merasa berharga/berarti. 1 Sangat tidak sesuai 2 Tidak sesuai 3 Netral 4 Sesuai 5 Sangat sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 7. Perasaanku terhadap diriku dipengaruhi oleh perkataan dan pendapat orang lain tentang diriku. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 8. Jika orang lain berpendapat bahwa aku baik, maka aku merasa diriku berharga/berarti. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 9. Ketika aku mendapatkan perakuan buruk dari orang lain, aku tetap merasa diriku berharga/berarti. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 10. Aku semakin merasa berharga/berarti ketika aku dapat melakukan sesuai harapan orang lain. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 11. Jika seseorang menyukaiku, hal itu memengaruhi bagaimana perasaanku terhadap diriku. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 12. Ketika tindakanku tidak sesuai dengan harapan-harapanku, aku merasa tidak puas dengan diriku sendiri. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 13. Ketika aku tidak dapat menampilkan yang terbaik, aku tetap merasa diriku berharga/berarti. 1 Sangat tidak sesuai 2 Tidak sesuai 3 Netral 4 Sesuai 5 Sangat sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 14. Perasaanku terhadap diriku sangat dipengaruhi oleh seberapa baik penampilanku. 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak sesuai Netral Sesuai Sangat sesuai sesuai 15. Ketika mengalami penolakan, aku tetap merasa diriku berharga/berarti. 1 Sangat tidak sesuai 2 Tidak sesuai 3 Netral SKALA SELF-ESTEEM Aku merasa diriku sangat berarti/berharga o o o o o o o 1 : Sangat tidak sesuai 2 : Tidak sesuai 3 : Agak tidak sesuai 4 : Netral 5 : Agak sesuai 6 : Sesuai 7 : Sangat sesuai 4 Sesuai 5 Sangat sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 Lampiran 2.1. Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation Case Processing Summary N Valid Cases % 181 100.0 0 .0 181 100.0 Excludeda Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .965 6 Lampiran 2.2. Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem Case Processing Summary N Valid Cases % 181 100.0 0 .0 181 100.0 Excludeda Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .654 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 Lampiran 2.3. Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem Correlations SISE Tes 1 Pearson Correlation SISE Tes 1 .443* 1 Sig. (2-tailed) .018 N SISE Tes 2 SISE Tes 2 28 28 * 1 Pearson Correlation .443 Sig. (2-tailed) .018 N 28 28 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Lampiran 3. Uji Normalitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online, Contingent Self-Esteem, dan Self-Esteem Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Shapiro-Wilk Sig. Statistic df Sig. CSE .060 181 .200* .993 181 .477 RSE .346 181 .000 .803 181 .000 Tingkat Presentasi Diri .339 181 .000 .746 181 .000 Seksual Online *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Lampiran 4.1. Uji Linearitas Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent SelfEsteem ANOVA Table Sum of df Mean Squares (Combined) F Sig. Square 1017.801 28 36.350 1.033 .430 339.392 1 339.392 9.641 .002 678.409 27 25.126 .714 .847 Within Groups 5350.680 152 35.202 Total 6368.481 180 Between Groups Linearity Tingkat_Sexy_Selfie Deviation from Linearity * CSE PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 Lampiran 4.2. Uji Linearitas Presentasi Diri Seksual Online dan Self-Esteem ANOVA Table Sum of df Mean Squares (Combined) F Sig. Square 1183.032 6 197.172 6.616 .000 41.445 1 41.445 1.391 .240 1141.587 5 228.317 7.661 .000 Within Groups 5185.449 174 29.801 Total 6368.481 180 Between Groups Linearity Tingkat_Sexy_Selfie Deviation from Linearity * RSE Lampiran 5. Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan SelfEsteem Correlations CSE Tingkat Presentasi Diri Seksual Online 1.000 .218** . .003 181 181 .218** 1.000 Sig. (2-tailed) .003 . N 181 181 Correlation Coefficient CSE Sig. (2-tailed) N Spearman's rho Correlation Coefficient Tingkat Presentasi Diri Seksual Online **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).