BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Keluarga Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu dimulai dan akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka dimulailah dari keluarga. Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada disekitarnya atau dalam konteks yang luas berpengaruh terhadap negara (Setiadi, 2008). Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan “Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan”. Dari pasal diatas jelas bahwa keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara 7 kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal (Setiadi 2008). Pengertian keluarga akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini bergantung kepada orientasi dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam mendefinisikan. Ada beberapa pengertian keluarga dalam Setiadi (2008) mengutip beberapa para ahli menyebut pengertian keluarga antara lain: 1) Bussard dan Ball (1966) Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungan dengan sesorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. 2) WHO (1969) Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. 3) Duval (1972) Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang 8 bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga. 4) Helvie (1981) Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat. 5) Depkes RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. 6) UU No.10 tahun 1992 Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. 7) Sayekti (1994) Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang lakilaki atau seorang perempuan yang sudah sendirian 9 dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. 2.1.2 Fungsi Keluarga Fungsi keluarga menurut Friedman, dkk (2003) dibagi menjadi lima (5) fungsi dasar yaitu: 1. Fungsi afektif ialah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan kasih sayang dalam keluarga. 2. Fungsi sosialisasi ialah fungsi keluarga untuk menjadi wadah awal setiap anggota keluarga untuk berinteraksi hingga anggota keluarga dapat berinteraksi dan berperan dalam lingkungan sosial. 3. Fungsi reproduksi ialah fungsi keluarga untuk mempertahankan generasi. 4. Fungsi ekonomi ialah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarga. 5. Fungsi perawatan keluarga ialah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga yang sakit 10 2.1.3 Peran Keluarga Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing. Menurut Effendi (1998) berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut: a. Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anakanak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. b. Peran Ibu : sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempnuyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak- anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok 11 dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. c. Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. 2.1.4 Tugas Kesehatan Keluarga Tugas kesehatan keluarga meliputi : a) Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan meliputi penyebab, tanda dan gejala, dampaknya, dan persepsi keluarga terhadap penyakit yang dialami anggota keluarga. b) Dalam membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, maka keluarga dibantu oleh tenaga medis. c) Untuk memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, pengetahuan keluarga harus mengenai mampu keadaan memiliki penyakit, perkembangan penyakit, fasilitas yang digunakan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga dan sikap keluarga terhadap penyakit. 12 d) Mempertahankan/menciptakan/suasana rumah yang sehat ada faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu keuntungan dan manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya hygiene dan pandangan keluarga. e) Keluarga merujuk anggota keluarganya ke fasilitas masyarakat maka, keberadaan keluarga fasilitas, harus mengetahui keuntungan-keuntungan penggunan fasilitas, tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas, pegalaman penggunaan fasilitas, keluarga dalam dan fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh keluarga (Effendi & Makfudli, 2009). 2.1.5 Keperawatan Keluarga Dalam keperawatan keluarga Friedman, dkk (2003) menegaskan lima (5) model batasan spesialisasi yaitu: a) Keluarga sebagai konteks yaitu asuhan keperawatan keluarga yang berfokus pada individu. b) Keluarga sebagai kumpulan dari anggotanya yaitu asuhan keperawatan yang berfokus pada anggota keluarga. c) Subsistem keluarga sebagai klien yaitu subsistem keluarga merupakan fokus dan penerimaan pengkajian dan intervensi. 13 d) Keluarga sebagai klien yaitu asuhan keperawatan yang berfokus pada hubungan dan dinamika interna keluarga, fungsi dan struktur keluarga , dan hubungan subsistem keluarga dengan seluruh keseluruhan, serta hubungan keluarga dengan lingkungan luarnya. e) Keluarga sebagai komponen masyarakat menurut Hanson (2001) yaitu keluarga dipandang sebagai salah satu lembaga dasar dimasyarakat. 2.2 Dukungan Sosial 2.2.1 Definisi Dukungan Sosial Gotllieb (dikutip, oleh Muluk 1996) dalam Marliyah (2004) menjelaskan bahwa dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan nonverbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang yang mendukung serta hal ini mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku penerima. Lebih lanjut Sarason, Levine, Basham (1983) dalam Marliyah (2004) mengatakan bahwa social support is usually defined as the existence or availability of people on whom we can rely, people who let us know that they care about, value, and love us. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau 14 kelompok kepada individu (Wills dan Fegan, 2001 dalam Sarafino, 2006). Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Lahey (2007) sebagai peran yang dimainkan oleh teman-teman dan relatif dalam memberikan nasihat, bantuan dan beberapa antaranya untuk menceritakan perasaan abadi. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial adalah adanya bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang lain dalam kehidupannya sehingga individu memperhatikan, tersebut menghargai merasa dan bahwa orang mencintainya. lain Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas. 2.2.2 Bentuk-bentuk Dukungan Sosial Keluarga Menurut Cohan dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponen-komponen dukungan keluarga sebagai berikut: a. Dukungan Emosional Dukungan emosional memberikan klien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa 15 percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stress mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri. b. Dukungan Informasi Dukungan tanggung ini jawab meliputi jaringan bersama, komunikasi termasuk dan didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi klien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. 16 Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi. c. Dukungan Instrumental Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support atau Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, 17 dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. d. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada klien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang posittif terhadap individu. Klien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, penghargaan positif penyemangat, persetujuan terjadi keluarga melalui ekspresi kepada terhadap ide-ide klien, atau perasaan klien. 2.2.3 Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesehatan Dukungan sosial akan mempengaruhi individu tergantung pada ada atau tidaknya tekanan dalam kehidupan individu. Tekanan tersebut dapat berasal dari individu itu sendiri atau dari luar dirinya untuk menghindari gangguan baik secara fisik dan psikologis. Individu membutuhkan orang lain disekitarnya untuk memberikan dukungan guna memperoleh kenyamanan. Menurut Sarafino (2006) ada dua model teori untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial ini bekerja dalam individu, yaitu: 18 1. The Buffering Hypothesis Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut: a. Ketika individu menghadapi stressor yang kuat maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stress, bila dibandingkan dengan individu yang tingkat dukungan sosialnya rendah. b. Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang telah diterima sebelumnya. Misalnya, individu dengan dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang dapat memberikan solusi atau titik terang terhadap masalah individu. 2. The Direct Effect Hypothesis Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat. 19 2.3 Gangguan Jiwa 2.3.1 Sejarah Gangguan Jiwa Di masa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat, dan pelanggaran norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek dan dikucilkan dari mayarakat normal. Sampai abad ke19, penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa diberi makanan, tempat berteduh atau pakian yang cukup. Saat ini gangguan jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis. American Psychiatric Association (1994) mendefinsikan gangguan jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitan dengan adanya distres (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting, atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, atau kehilangan kebebasan. Dalam sejarah, ada beberapa perkembangan pendekatan terhadap gangguan jiwa. Pertama, pendekatan spiritual. Sejak zaman purba sampai abad 19 penyakit mental dipandang terutama sebagai masalah moral dan spiritual. Mereka dianggap sebagai kerasukan roh. Oleh karena itu, 20 pendekatannya lebih cenderung secara rohani, misalnya dengan exorcism, dan ritual - ritual agama untuk mengusir rohroh jahat tersebut. Kedua, pendekatan biologis. Mulai abad ke19 muncul pendapat yang menganggap penyakit jiwa lebih disebabkan oleh faktor biologis (fisik) yang dipelopori oleh Dr. John Grey, psikiater Amerika (1854). Dibawah kepemimpinannya rumah sakit berkembang, dan pendekatan terhadap pasien lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan kurangnya insulin dalam tubuh. Lalu, dikembangkan terapi injeksi insulin. Juga dimulai adanya bedah otak (di London), lalu diyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan adanya kelainan otak pasien. Ketiga, pendekatan psikologis. Pada abad ke-20 mulai berkembang pendekatan psikologis yang beranggap gangguan jiwa datang karena pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berelasi dengan lingkungan, dan disebabkan hambatan pertumbuhan dalam sepanjang kehidupan individu. Ini dimlai dengan hadirnya teori psikoanalisis dari Freud (1856-1939) dan behavioral model dari John Watson, Ivan Palvov, dan BF Skinner. Sehingga munculah terapi-terapi baru seperti psikoanalisis, behaviour therapy, cognitive therapy, dan lain sebagainya. 21 2.3.2 Ciri-ciri Gangguan Jiwa Terdapat sejumlah hal yang menjadi karakteristik, individu tersebut mengalami gangguan jiwa atau tidak, yaitu perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi dan daya tilikan yang bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan perilaku. Perubahan ini menyebabkan tekanan batin, dan penderitaan pada individu dan orang lain di lingkungannya. Perubahan perilaku, akibat dari penderitaan ini menyebabkan gangguan dalam kegiatan sehari-hari, efisiensi kerja, dan gangguan dalam bidang sosial dan pekerjaan. Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan jiwa menurut Kanfer dan Goldstein (dalam Suliswati, 2005) adalah Pertama, hadirnya perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension) di dalam diri. Kedua, merasa tidak puas (dalam arti negatif) terhadap perilaku diri sendiri. Ketiga, perhatian yang berlebihan terhadap problem yang dihadapinya. Keempat, ketidakmampuan untuk berfungsi secara dalam menghadapi problem. Kadang-kadang ciri tersebut tidak dirasakan oleh penderita, yang merasakan perilaku penderita adalah masyarakat disekitarnya. Orang disekitarnya merasa bahwa perilaku yang dilakukan adalah merugikan diri penderita yang tidak efektif, merusak dirinya sendiri. Kasus demikian seringkali 22 terjadi orang-orang merasa terganggu dengan perilaku penderita. Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran dan tingkahlaku mereka, diluar kepercayaan budaya dan kepribadian mereka, dan menimbulkan efek yang negatif bagi kehidupan mereka atau kehidupan keluarga mereka. Dengan demikian dapat dipahami bahwa gejala-gejala gangguan jiwa ialah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatik, psikologik, dan sosiobudaya. 2.3.3 Penyebab Gangguan Jiwa Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik dominan berasal dari unsur psikis. Yosep (2011). Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan jenis kelamin, keadaan 23 badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat - istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antara manusia dan sebagainya. Sumber penyebab gangguan jiwa menurut Yosep (2011) dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur (somato-psikososial) yang terus menerus saling mempengaruhi, antara lain: 1. Faktor-faktor somatik (somatogeneik) a. Neroanatomi b. Nerofisiologi c. Nerokimia d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik e. Faktor-fator pre dan peri-natal 2. Faktor-faktor psikologik (psikogeneik) atau psikoedukatif a. Interaksi Ibu-anak: normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekuranan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan). b. Peranan ayah c. Persaingan antar saudara kandung 24 d. Intelegensi e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat f. Kehilangan yag mengakibatkan kecemasan, deresi, rasa malu atau rasa salah. g. Konsep diri: pengertian identias diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu. h. Keterampilan, bakat, dan kreativitas. i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya. j. Tingkat perkembangan emosi. 3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural a. Kestabilan keluarga. b. Pola mengasuh anak. c. Tingkat ekonomi. d. Perumahan: perkotaan lawan pedesaan. e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai. f. Pengaruh rasial dan keagamaan. g. Nilai-nilai. 25 2.4 Perspektif Teoretis Dalam ilmu keperawatan keluarga, keluarga merupakan pendukung utama dalam melakukan perawatan kesehatan pada anggota keluarganya yang mengalami sakit. Ketika keluarga diperhadapkan dengan masalah, maka keluarga tersebut harus ada dalam sistem pertahanan koping yang baik kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Tujuannya ialah agar keluarga tersebut tetap termotivasi dan terus memberikan dukungan penuh. Sehingga dukungan yang diberikan, dapat memberikan perasaan yang nyaman, rasa memiliki, merasa dicintai. Dengan demikian, fungsi keluarga untuk mendukung perawatan anggota keluarganya yang sakit, serta setiap keputusan yang diambil dapat memberikan dampak positif bagi keadaan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 26