PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA HINDU DI DESA TIRTASARI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni luh Ayu Eka Damayanti * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang pembinaan keberagamaan remaja Hindu. Pembinaan merupakan upaya baik dilakukan secara formal maupun nonformal yang bertujuan untuk membangun, memelihara, yang dilaksanakan secara sadar, berencana, teratur, terarah, bertanggung jawab agar memperoleh hasil yang optimal. Pembinaan kebaragamaan remaja dilakukan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), guru agama Hindu dan orang tua dalam lingkungan keberagamaan. Peneliti mengangkat permasalahan pokok penelitian sebagai berikut: 1) Mengapa para remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong kurang berminat dalam mengikuti ceramah keagamaan dan aktivitas keberagamaan?, 2) Bagaimanakah pembinaan keagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong?, dan 3) Apakah kendala dan solusi yang dihadapi dalam pembinaan keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong. Penelitian ini adalah sebuah hasil penelitian kualitatif tentang pembinaan keberagamaan remaja Hindu. Untuk membahas ketiga permasalahan ini digunakan Teori Fungsional Struktural untuk membahas pembinaan dari parisada yang terjadi dalam masyarakat dan Teori Perubahan Sosial untuk membedah perilaku keberagamaan remaja. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah meningkatkan perilaku dan aktivitas keberagamaan dan pemahaman tentang agama Hindu bagi umat Hindu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi parisada sebagai lembaga tertinggi umat Hindu sangat berperan dalam pembinaan keberagamaan remaja Hindu untuk lebih memperdalam dan memahami dan melaksanakan ajaran agama. Para remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong kurang berminat dalam mengikuti ceramah keagamaan dan aktivitas keberagamaan dari hasil penelitian diperoleh penjelasan, yaitu pengaruh masa remaja pubertas atau pancaroba, perkembangan teknologi termasuk seperti adanya handphone dan internet juga mempengaruhi minat untuk belajar agama. Kurangnya buku-buku agama dan bahkan kitab suci agama Hindu seperti Veda, Bhagawadgita, Sarasamuccaya, Nitisastra dan masih banyak lagi kitab suci agama Hindu yang menjadi panduan beragama Hindu yang kurang dimiliki oleh umat Hindu di Desa Tirtasari sehingga sulit untuk memperdalam ajaran agama Hindu dengan baik. Pembinaan dilakukan dengan memberikan ceramah keagamaan, pasraman kilat dan persantian. Kendala yang dihadapi yaitu kurangnya pemahaman keagaman para remaja, kurangnya buku-buku agama Hindu dan kitab suci Veda, kurangnya sumber daya manusia seperti sarjana agama dan pengaruh kemajuan teknologi yang berdampak negatif. Kata Kunci: Pembinaan, Keberagamaan, Remaja Hindu 1. karena itu ajaran sucinya cenderung kepada pendidikan sila dan budhi pekerti manusia dan bukan berakal dan berilmu pengetahuan yang 40 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 Pendahuluan Agama membimbing manusia untuk mencapai kebahagian dan kesempurnaan. Oleh banyak. Agama berusaha membina umatnya untuk menjadi manusia susila dan bukan menjadi sarjana yang cerdik tetapi curang dan munatik. Walaupun tidak terpelajar, tidak bangsawan, miskin harta, bila kaya akan laksana dan budi luhur, pintu surga dan moksa akan terbuka. Dengan memperhatikan tujuan agama dan dharma itu, jelas kiranya bahwa agama dan kerohanian adalah pendidikan kesusilaan dan budi pekerti yang tinggi, sebagai ajaran dan budi pekerti yang berdasar perikemanusiaan biasa. Hanya bedanya, ajaran budhi pekerti dan kesusilaan yang berdasarkan perikemanusiaan biasa menyebutkan bahwa perbuatan yang baik dan budhi yang luhur tidak akan merugikan diri, keluarga, masyarakat, dan sesama manusia, makhluk dan sebagainya. Dan perbuatan atau budhi jahat akan membawa malapetaka terhadap diri, keluarga, masyarakat, dan sesamanya, dan akan dituntut dalam pengadilan. Kalau diketahui oleh alat-alat negara, sedangkan ajaran kerohaniaan agama atau dharma mengatakan bahwa baik buruk budhi dan perbuatan itu tidak hanya membawa kebahagiaan atau malapetaka terhadap diri dan sesamanya saja, tetapi yang penting ialah baik buruk budhi dan perbuatan atau karma itu akan memberi pahala berupa kebahagiaan dan penderitaan atau memberi hukuman berdasarkan hukum keadilan Tuhan yang datangnya secara perlahan-lahan dalam hidup sekarang dan akan menjelang pula di akhirat (surga dan neraka). Selain itu budhi yang luhur dan laksana yang mulia adalah jalan utama untuk mencapai kebahagiaan abadi yang bebas dari ikatan duniawi dan kebebasan roh dari penjelmaan menunggal dengan Tuhan yang disebut moksa atau mukti. Di samping itu budhi pekerti biasanya hanya dapat memberi budi pekerti yang luhur atau perikemanusiaan, sedangkan ajaran budhi pekerti kerohaniaan di samping menuntun untuk mendapat budhi pekerti yang luhur perikemanusiaan menuntun seorang untuk mencapai kesuciaan dan menjadi orang suci yang dapat menemui atau mengalami wujud Tuhan yang maha gaib. Hendaknya diketahui kesucian lebih tinggi budi pekertinya, banyak orang yang berbudi atau berkesusilaan tinggi, tetapi sedikit orang yang suci dapat menemui Tuhan, misalnya WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 dalam kehidupan sehari-hari kita memperhatikan tayangan TV dan media cetak seperti surat kabar. Dalam kedua media tersebut amat banyak menyaksikan tayangan peristiwa-peristiwa berbagai tindak kriminalitas dan amoral yang sangat bertentangan dengan ajaran agama dan standar moralitas atau nilai–nilai budhi pekerti pada umumnya. Semua tayangan tersebut ibarat pisau bermata dua, di satu pihak sesuai pesanpesan tayangan tersebut diwaspadai, jangan sampai menjadi korban dan jangan dilakukan terhadap pihak lain maupun diri sendiri. Menghadapi situasi yang demikian itu, di samping realitas hidup dalam masyarakat lokal, regional, dan global, maka peranan pendidikan budhi pekerti sangat menentukan. Bila permohonan dan penumbuh kembangan budhi pekerti dapat dilakukan dengan baik oleh orang tua dan keluarganya di rumah, para guru di sekolah, dan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat, maka seorang anak ketika mencapai fase kedewasaan, akan menjadi manusia yang berbudhi pekerti yang luhur, sangat dibanggakan oleh orang tua di rumah para gurunya di sekolah dan lingkungan masyarakatnya, namun bila sebaliknya, anak– anak yang tumbuh menjadi orang yang tidak memiliki kepribadiaan yang mantap, mudah terkena pengaruh lingkungan yang buruk dan tidak segan melakukan tindak kriminal dan amoral. Peranan orang tua sangat menentukan, artinya ketika anak-anak masih kecil di bawah lima tahun (balita) di dalam psikologi dinyatakan sebagai masa kemeratu-ratu, namun ketika usinya belum remaja, hendaknya diperlakukan dengan disiplin yang ketat dan tegas, sedang ketika anak itu sudah tumbuh remaja dan menuju kedewasaan hendaknya diperlakukan sebagai teman penjelasan ini ditemukan didalam kitab Nitisastra yang hendaknya menjadi pegangan bagi setiap pendidik, termasuk pendidik pertama adalah orang tuanya di rumah, pendidikan yang perlu ditanamkan adalah pendidikan moral (ketatasusilaan) dan keimanan yang sangat berguna bagi seorang anak ketika anak tersebut telah menjadi dewasa (Titib, 2003: 23). Di sekolah tidak kalah pentingnya, seorang guru seharusnya menjadi seorang pendidik. Mendidik berbeda dengan mengajar 41 cukup mentransfer ilmu kepada seorang anak didik, tidak mempedulikan karakter yang berkembang nanti, sebaliknya seorang pendidik, di samping mentransfer ilmu kepada anak didiknya, hal yang lebih penting adalah menumbuhkembangkan pendidikan bhudi pekerti yang luhur. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) merupakan lembaga tertinggi bagi umat Hindu yang bertugas mengatur, melakukan pembinaan kepada umat Hindu. Dengan adanya parisada diharapkan mampu dan berupaya utuk meningkatkan pemahaman agama umat Hindu dan menumbuhkan dan menanamkan aktivitas keberagamaan remaja di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong. Remaja atau pemuda dan pemudi Hindu saat ini mulai mengalami penurunan akan etika budhi pekerti dan aktivitas dan minat keberagamaan akibat kemajuan teknologi dan kurangnya perhatian dari tokoh agama, parisada, orang tua, dan guru agama Hindu akan penyimpangan-penyimpangan etika yang dilakukan oleh remaja Hindu pada masa kini, misalnya: remaja biasanya tidak tepat waktu datang pada saat persembahyangan, biasanya masih ada suara telepon yang berdering pada saat persembahyangan sedang berlangsung sehingga sangat mengganggu kenyamanan dalam bersembahyang, masih ada remaja Hindu yang ke pura pada saat cuntaka atau menstruasi, remaja Hindu yang bersekolah di luar kota atau luar daerah biasanya kalau pulang hari raya jarang mau bekerjasama atau ngayah membersihkan pura, masih ada remaja Hindu pemuda dan pemudi ditemukan pacaran di areal pura pada saat Siwalatri, padahal malam siwalatri adalah malam yang suci untuk merenungi dosa dan perbuatan kita, kadang juga muda-mudi Hindu harus meninggalkan agamanya dan pindah agama lain karena salah pergaulan atau akibat pergaulan bebas khususnya yang merantau di kota yang jauh dari pengawasan orang tua. Dengan adanya penyimpangan degradasi moral yang terjadi di lingkungan remaja Hindu, untuk itu diperlukan adanya upaya dan usaha pembinaan dari tokoh-tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan Hindu di desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong dalam menyikapi penyimpangan yang terjadi pada umat dengan perencanaan dan upaya 42 pembinaan mental dan etika keberagamaan melalui pendidikan budhi pekerti dan pendidikan keagamaan, dan pembinaan keagamaan agar remaja Hindu menjadi lebih baik kedepannya dan budhi pekerti yang luhur sehingga bermanfaat bagi agama, masyarakat dan negara. Dari latar belakang di atas, menarik minat dan perhatian untuk diangkat menjadi sebuah karya tulis ilmiah dengan judul Pembinaan Keberagamaan Remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong. 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana penelitian ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis ataupun yang lisan dari objek yang diamati. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti mengumpulkan data secara sistematis agar dapat memahami dan menjelaskan fenomena yang dikaji dengan cermat dan mendalam. Lokasi penelitian dipilih oleh peneliti adalah Desa Tirtasari Kecamatan Parigi Moutong. Pemilihan Lokasi ini dilakukan karena masyarakat di Desa Tirtasari mayoritas beragama Hindu, sehingga mempermudah peneliti untuk meneliti bagaimana aktivitas keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Tehnik pengumpulan data sangat penting dilakukan untuk mendukung penelitian. Pemilihan metode dalam proses pengumpulan data sangat tergantung pada sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan agar data yang dikumpulkan memenuhi persyaratan atau dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka digunakan alat bantu (instrumen). Tehnik yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Faktor-faktor Penyebab Kurangnya Minat Para Remaja dalam Mengikuti Ceramah Keagamaan dan Aktivitas Keberagamaan di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong Pokok bahasan ini membahas tentang para remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong kurang berminat dalam mengikuti ceramah keagamaan dan aktivitas keberagamaan. Teori yang digunakan untuk membedahnya adalah Teori Fungsional Struktural untuk mengetahui aktivitas keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong. Faktor-faktor penyebab kurangnya minat mendengarkan ceramah keagamaan yaitu karena para remaja di Desa Tirtasari yang rata-rata berumur 17 tahun kurang memahami tentang agama. Mereka kurang tertarik pada ceramah keagamaan karena sebagian besar kurang mengerti, memahami dan mendalami ajaran agama, pengaruh masa remaja pubertas atau pancaroba juga sangat mempengaruhi minat mereka untuk mempelajari dan memahami arti ceramah keagamaan. Perkembangan teknologi termasuk seperti adanya handphone dan internet yang disalah gunakan juga mempengaruhi minat untuk belajar agama. Perkembangan teknologi ini yang tanpa diimbangi dengan dasar etika dan keimanan yang kuat dari para remaja sangat mempengaruhi perkembangan emosional dan budhi pekerti remaja sehingga mempengaruhi minat untuk mendengarkan ceramah keagamaan dari para remaja yang melemah atau menurun. Pengaruh lingkungan dan pergaulan remaja juga membuat tingkah laku remaja Desa Tirtasari menjadi tidak ingin tahu lebih banyak tentang agama. Sehingga muncul sifat ego, cuek dan acuh tak acuh tentang ceramah keagamaan. Kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang agama seperti guru-guru AGAMA Hindu atau sarjana agama Hindu masih sangat kurang sehingga ceramah keagamaan cenderung menjadi tidak menarik karena kadang ada pertanyaan dari anggota masyarakat yang masih sulit dijawab karena kurangnya pengetahuan yang mendalam tentang ajaran keagamaan, dan menegaskan bahwa WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 kurangnya buku-buku agama dan bahkan kitab suci agama Hindu seperti Veda, Bhagawadghita, Sarasamuscaya dan Nitisastra dan masih banyak lagi kitab suci agama Hindu yang menjadi panduan beragama Hindu yang kurang dimiliki oleh keluarga di Desa Tirtasari sehingga sulit untuk memperdalam ajaran agama Hindu dengan baik. 3.2. Pembinaan Keagamaan Remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong a. Pembinaan Keagamaan Remaja Hindu di Desa Tirtasari Dilakukan oleh PHDI Pedoman yang digunakan oleh parisada untuk melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya dalam menjaga kerukunan umat beragama di Desa Tirtasari berpedoman pada hasil Mahasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia (Mahasabha IX: 2006). Adapun hasil-hasil Mahasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai berikut: 1. Parisada adalah majelis tertinggi umat Hindu Indonesia bersifat keagamaan dan independen. 2. Parisada berasaskan dharma yang bersumber pada kitab suci Veda. 3. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara parisada berpedoman pada asas Pancasila. 4. Parisada bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Hindu dengan keyakinan, komitmen dan kesetiaan yang tinggi terhadap ajaran agama Hindu menuju kesejahteraan lahir dan batin. 5. Fungsi parisada adalah menetapkan bhisama, mengambil keputusan di bidang keagamaan dalam hal ada terhadap perbedaan penafsiran ajaran agama dalam hal terhadap keragu-raguan mengenai masalah tersebut, serta memasyarakatkan ajaran Veda, bhisama dan keputusankeputusan parisada. 6. Tugas pokok parisada adalah melayani umat Hindu dalam meningkatkan sradha dan bhakti sesuai kitab suci Veda, meningkatkan pengabdian dan peran umat Hindu dalam kehidupan bermasyarakat, 43 berbangsa dan bernegara serta mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan setiap badan, organisasi, lembaga yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan baik nasional maupun internasional (AD/ART PHDI, 2006). Berdasarkan hasil Mahasabha di atas Parisada mempunyai peran yang sangat penting dan cukup berat dalam melaksanakan pembinaan kepada umatnya untuk membangun, mengembangkan, dan menjaga kerukunan intern dan antar umat beragama. Menurut Bapak I Made Darma usia 39 tahun yang merupakan Ketua Parisada Desa Tirtasari beliau menjelaskan: “Pembinaan yang kami lakukan seperti pemberian ceramah pada saat hari raya besar keagamaan, mengajak para remaja untuk bersembahyang atau Tri Sandhya tiga kali sehari, kami juga memberikan pembinaan pendidikan budi pekerti dengan memberikan nasehat agama. Membiasakan juga para remaja untuk mengucap salam “Om Swastyastu” pada saat bertemu dengan sesama umat Hindu lainnya. Dan juga rencananya kami akan melaksanakan persantian dan pelaksanaan cerdas cermat agama tingkat SD, SMP dan SMA pada malam sastra hari raya Saraswati. Kami dari parisada juga merencanakan untuk melaksanakan pasraman kilat untuk pembinaan remaja dan umat”. Dari penjelasan informan di atas dapat dianalisis bahwa pembinaan yang dilakukan oleh parisada untuk meningkatkan sraddha dan aktivitas keagamaan remaja menurut Ketua Parisada Desa Tirtasari adalah sebagai berikut: 1. Pemberian ceramah keagamaan di lingkungan pura pada saat hari raya besar keagamaan. 2. Pembinaan dengan mengajak remaja untuk bersembahyang atau Tri Sandhya tiga kali dalam sehari, untuk memperkuat iman dan ketakwaan atau sradha pada Ida Shang Hyang Widhi Wasa. 44 3. Pembinaan pendidikan budhi pekerti dengan memberikan nasehat agama dan mengajak untuk menghindari pergaulan bebas, minuman keras, narkoba, seks bebas dan kenakalan remaja lainnya dengan memberikan pandangan yang baik tentang masa depan mereka sesuai dengan ajaran kitab suci Veda. 4. Menekankan untuk membiasakan untuk mengucapkan salam Om Swastyastu pada saat bertemu dengan sesama umat Hindu lainnya. 5. Memberikan pelajaran persantian di pura misalnya mekidung suci untuk persembahyangan, membaca sloka, membaca pupuh, dan palawakya. 6. Memberikan pembinaan keterampilan di bidang agama seperti pembuatan penjor dan bebanten untuk remaja putri dan kelakat, tiang penjor dan ikut berpartisipasi membuat ogoh-ogoh di desa pada saat pengerupukan menyambut hari raya Nyepi untuk laki-laki. 7. Pembinaan yang diberikan oleh parisada seperti melaksanakan cerdas cermat tingkat SD, SMP dan SMA di pura pada saat malam sastra hari raya Saraswati. 8. Memberikan kesempatan remaja yang juga merupakan muda-mudi di Desa Tirtasari untuk ngayah atau kerja bakti membersihkan pura, seperti menyapu, mengepel dan memaras rumput untuk kebersihan pura pada saat hari raya Purnama dan Tilem. 9. Mengikut sertakan para remaja Hindu dalam kegiatan sebagai pencatat umat yang memberikan dana punia, dan sebagai pemungut dana punia umat. 10. Melaksanakan pasraman kilat untuk menambah wawasan keagamaan umat dan meningkatkan keimanan pada Tuhan (Ida Shang Hyang Widhi Wasa). b. Pembinaan yang diberikan oleh Guru Agama Hindu di Lingkungan Sekolah Pembinaan keagamaan di sekolah dilakukan seperti pemberian ceramah WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 keagamaan dan pendidikan budhi pekerti pada saat jam pelajaran agama Hindu, melaksanakan Tri Sandhya pada saat jam pelajaran agama. Setiap setahun sekali diadakan pesraman kilat di sekolah yang dibawakan oleh tokoh tokoh umat Hindu yang sarjana agama dan yang berkompeten di bidang keagamaan. Siswa juga melaksanakan kegiatan Dharma Santhi di sekolah setiap satu tahun sekali. Seperti diketahui tujuan agama Hindu di sekolah yaitu membentuk manusia Pancasila yang astiti bhakti (bertakwa) kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Serta membentuk moral etika dan spiritual anak didik yang sesuai dengan ajaran agama Hindu (PHDI, 2001: 24 ). Pembinaan keagamaan remaja Hindu di sekolah sudah baik seperti telah dilaksanakannya persembahyangan setiap pagi hari akan memulai pelajaran agama dan pemberian dharma wacana juga melaksanakan kegiatan persantian di sekolah. c. Pembinaan Keagamaan yang diberikan oleh Orang Tua kepada Anak Remajanya dalam Lingkungan Keluarga Dalam lingkungan keluarga sangat penting diberikan pembinaan kepada anak, mulai dari kecil hingga dewasa. Karena binaan atau didikan yang diberikan dalam keluarga akan mempengaruhi baik atau buruknya perkembangan fisik dan mental psikologis anak tersebut. Pendidikan budhi pekerti sangat penting diberikan untuk anak tersebut supaya memiliki akhlak yang baik atau susila. Pembinaan keagamaan yang biasanya diberikan oleh orang tua kepada anak remajanya yaitu: 1. Memberikan nasehat tentang pendidikan agama sesuai kitab suci Veda, Bhagawadgita dan Sarasamuccaya dan juga buku agama lainnya. 2. Mengajarkan anak untuk bersikap baik dan sopan menghormati orang yang lebih tua dan menghargai orang lain. 3. Memberikan anak kesempatan untuk belajar persantian di pura seperti mekidung, belajar sloka dan palawakya. WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 4. Membimbing anak untuk aktif dalam kegiatan keagamaan seperti membuat canang atau banten dan membuat klakat. 5. Menganjurkan anak remaja untuk membaca Bhagawadgita dan Saracamuscaya yang banyak berisi petuah untuk kehidupan. 6. Mengajarkan sifat keterbukaan pada orang tua tentang masalah yang dimiliki agar dapat diberikan nasehat untuk mencegah salah pergaulan. 7. Menuturkan kepada anak untuk selalu menjunjung tinggi rasa cinta kasih terhadap agama Hindu, agar mereka selalu bangga beragama Hindu. 8. Membiasakan anak untuk mebanten canang, segehan, dan banten saiban di merajan. 3.3. Kendala dan Upaya dalam Pembinaan Keberagamaan Remaja Hindu Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong Kendala-kendala yang dihadapi oleh parisada, guru agama Hindu, dan orang tua dalam pembinaan keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong seperti dituturkan oleh beberapa informan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu: 1. Kurangnya pemahaman keagamaan dari para remaja. 2. Melemahnya minat para remaja untuk belajar agama. 3. Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan keimanan dari para remaja sehingga cenderung menjerumuskan. 4. Pengaruh lingkungan atau pergaulan yang kurang baik sehingga remaja kurang yang mau mendalami ajaran agama. 5. Kurangnya sumber daya manusia di bidang agama seperti sarjana agama dan juga guru agama Hindu di Desa Tirtasari. 6. Kurangnya buku-buku agama dan bahkan kitab suci agama Hindu seperti Veda, Bhagawadghita, Sarasamuccaya dan Nitisastra dan masih banyak lagi kitab suci agama Hindu yang menjadi panduan beragama Hindu yang kurang dimiliki oleh 45 umat Hindu di Desa Tirtasari sehingga sulit untuk memperdalam ajaran agama dengan baik. 7. Tidak tersedianya dana untuk kegiatan keagamaan seperti persantian dan pesraman kilat membuat parisada sulit untuk melaksanakan kegiatan pembinaan keberagamaan. 8. Kurangnya koordinasi atau perhatian dari parisada kabupaten untuk meninjau atau membina kegiatan parisada di Desa Tirtasari sehingga sulit untuk pembinaan keberagamaan umat. Dari para remaja, kendala yang dihadapi pada pembinaan keberagamaan remaja sebagai berikut: 1. Kurangnya kesadaran dari siswa untuk belajar agama dan melaksanakan Tri Sandhya. 2. Siswa sering bandel dan tidak disiplin misalnya cara berpakaian yang tidak sesuai peraturan, dan tidak disiplin dalam kehadiran atau sering membolos. 3. Pada saat jam pelajaran agama masih ada siswa yang melamun atau kosong pikirannya. 4. Hanya guru agama Hindu yang berperan aktif dalam pembinaan keberagamaan atau mendukung kegiatan keagamaan, sedangkan guru yang beragama Hindu tidak ikut serta. 5. Sarana dan prasarana penunjang untuk pembinaan keberagamaan tidak dimiliki seperti buku-buku agama Hindu, alat-alat peraga seperti gambar padmasana, gambar dewa, dewi dan lain-lain. 6. Pendanaan untuk kegiatan pembinaan keagamaan di sekolah masih kurang misalnya untuk kegiatan Dharma santhi. Upaya-upaya yang dilakukan yaitu pembinaan keberagamaan kepada umat khususnya para remaja dengan melaksanakan pasraman kilat dan persantian seperti pembacaan kidung suci, sloka, pupuh dan palawakya. Selalu dilaksanakannya cerdas cermat agama Hindu di tingkat Sekolah Dasar 46 (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMA), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Melaksanakan puja Tri Sandhya tiga kali dalam sehari, diberikan ceramah keagamaan atau dharma wacana pada hari raya besar keagamaan. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang pembinaan keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Para remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong kurang berminat dalam mengikuti ceramah keagamaan dan aktivitas keberagamaan dari hasil penelitian diperoleh penjelasan yaitu: a. Pengaruh masa remaja puber atau pancaroba dan perkembangan teknologi termasuk seperti adanya handphone dan internet yang disalahgunakan juga mempengaruhi minat untuk belajar agama. b. Pengaruh lingkungan dan pergaulan remaja menyebabkan merosotnya minat untuk mendengarkan ceramah dan aktivitas keagamaan. c. Kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang agama. d. Kurangnya buku-buku agama dan bahkan kitab suci agama Hindu sebagai sarana penunjang kegiatan keagamaan. 2. Pembinaan keagamaan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia yaitu: a. Pemberian ceramah keagamaan di lingkungan pura pada saat hari raya besar keagamaan. b. Pembinaan dengan mengajak remaja untuk bersembahyang atau Tri Sandhya tiga kali dalam sehari, untuk memperkuat iman dan ketakwaan atau sradha pada Ida Shang Hyang Widhi Wasa. c. Pembinaan pendidikan budi pekerti. Membiasakan untuk mengucapkan salam Om Swastyastu pada saat bertemu dengan sesama umat Hindu. WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 Melaksanakan kegiatan persantian dan pesraman kilat. 3. Pembinaan yang diberikan oleh guru agama Hindu di lingkungan sekolah yaitu: a. Persembahyangan atau Tri Sandhya dilakukan setiap hari di sekolah, yaitu setiap pagi hari akan memulai pelajaran dan setiap pelajaran agama Hindu. b. Pemberian dharma wacana pada Purnama dan Tilem yang diberikan oleh guru agama Hindu. c. Melaksanakan persantian atau dharmagita di sekolah seperti mekidung, sloka, pupuh dan palawakya. d. Pelaksanaan pasraman kilat untuk meningkatkan pendidikan dan pemahaman tentang keagamaan. 4. Pembinaan keagamaan yang diberikan oleh orang tua kepada anak remajanya dalam lingkungan keluarga yaitu: a. Mewajibkan anak remaja untuk melaksanakan puja Tri Sandhya tiga kali dalam sehari. b. Memberikan nasehat tentang pendidikan agama sesuai kitab suci Veda, Bhagawadgita dan Sarasamuccaya dan juga buku agama lainnya. c. Mengajarkan anak untuk bersikap baik dan sopan menghormati orang yang lebih tua dan menghargai orang lain. 5. Kendala yang dihadapi oleh parisada desa, guru agama Hindu dan orang tua dalam pembinaan keberagamaan, yaitu: a. Kurangnya pemahaman keagamaan dari para remaja. b. Melemahnya minat para remaja untuk belajar agama. c. Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan keimanan dari para remaja sehingga cenderung menjerumuskan. d. Pengaruh lingkungan atau pergaulan yang kurang baik sehingga remaja kurang yang mau mendalami ajaran agama dan kurangnya sumber daya manusia di bidang agama. WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 e. Kurangnya buku-buku agama dan bahkan kitab suci agama Hindu seperti Veda, Bhagawadghita, Sarasamuccaya dan Nitisastra. f. Kurangnya dana untuk kegiatan keagamaan seperti persantian dan pasraman kilat membuat parisada sulit untuk melaksanakan kegiatan pembinaan keberagamaan. g. Kurangnya koordinasi atau perhatian dari parisada kabupaten untuk meninjau atau membina kegiatan parisada di Desa Tirtasari sehingga sulit untuk pembinaan keberagamaan umat. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta. Anwar. 2003. Metode Penellitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bungin. Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Aktualisasi Metodologis ke arah Ragam Varian Konteporer. Jakarta : PT. Grafindo Persada. Dantes, Nyoman. 1999. Pedoman Menulis Karngan Ilmiah. Singaraja: STKIP. Fatah, Alodul. 2003. Sosiologi Keagamaan Suatu Kajian Empirik dalam Memantapkan Nilai-nilai Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Penerbit Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama. GBHN. 1978. Tentang Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud. Hamidi. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press. Hasan Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia. 47 Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kaplan, David dan A.A. Maners. 1999. Teori Budaya. Landung Simatupang Penerjemah. Yogya : Pusta ka Belajar. Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Bandar Maju. Katjasungkana, Nursyahbani. 1998. Reformasi Pendidikan Mencegah Kenakalan Remaja Anyar Pelajar. Pendidikan Nasional Menjelang Era Lepas Landas. Jakarta: Yayasan Penerus Nilai-nilai Perjuangan 45. Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi II. Jakarta: Rineka Cipta. Mardalids. Drs. 2004. Metode Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara Marsuki. 2000. Metodologi Riset. Yogyakarta: PT. Prasetya Widya Pratama. Mikklesen, Britha. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nasution. 1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Oka Punyatmadja, I.B.2002. Pancha Cradha. Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi. Purwanto, Ngalim. Pendidikan. Rosdakarya. 48 2003. Jakarta: Psikologi Remaja Sanderson. Stephen. 2004. Makro Sosiologi, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sandhily. 1991. Ensiklopedi Indonesia IV. Jakarta. Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suprayogo, Iman dan Tabroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Narayana, Swami Sathya.2010. Melaksanakan Gita Sehari-hari. Jalan Menuju Tuhan. Surabaya: Paramita Sutrisno. 1986. Metodologi Riset. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Suasthi, I.G.A. Suastawa, I Ketut Pande. 2008. Psikologi Agama. Denpasar : PT. Surya Usaha Ningtias. Titib, I Made. 2003. Menumbuhkembangkan Pendidikan Budi Pekerti pada Anak (Prespektif Agama Hindu). Bandung: Ganeca Exact. Titib, I Made, Mardika, I Ketut. 2004. Buku Ajar Psikologi Agama. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingn Masyarakat Hindu Dan Budha Departemen Agama. Titib, I Made. Sapariani, Ni. Ketut. 2004. Pendidikan Budhi Pekerti dan Keutamaan Manusia. Surabaya: Paramita Tim Penyusun. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke 2. Jakarta: Balai Pustaka. WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014