40 PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA HINDU

advertisement
PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA HINDU
DI DESA TIRTASARI KABUPATEN PARIGI MOUTONG
Ni luh Ayu Eka Damayanti *
 Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang pembinaan keberagamaan remaja Hindu.
Pembinaan merupakan upaya baik dilakukan secara formal maupun nonformal yang
bertujuan untuk membangun, memelihara, yang dilaksanakan secara sadar, berencana,
teratur, terarah, bertanggung jawab agar memperoleh hasil yang optimal. Pembinaan
kebaragamaan remaja dilakukan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), guru
agama Hindu dan orang tua dalam lingkungan keberagamaan.
Peneliti mengangkat permasalahan pokok penelitian sebagai berikut: 1)
Mengapa para remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong kurang
berminat dalam mengikuti ceramah keagamaan dan aktivitas keberagamaan?, 2)
Bagaimanakah pembinaan keagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi
Moutong?, dan 3) Apakah kendala dan solusi yang dihadapi dalam pembinaan
keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong. Penelitian ini
adalah sebuah hasil penelitian kualitatif tentang pembinaan keberagamaan remaja
Hindu. Untuk membahas ketiga permasalahan ini digunakan Teori Fungsional
Struktural untuk membahas pembinaan dari parisada yang terjadi dalam masyarakat dan
Teori Perubahan Sosial untuk membedah perilaku keberagamaan remaja. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah meningkatkan perilaku dan aktivitas
keberagamaan dan pemahaman tentang agama Hindu bagi umat Hindu. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa fungsi parisada sebagai lembaga tertinggi umat Hindu sangat
berperan dalam pembinaan keberagamaan remaja Hindu untuk lebih memperdalam dan
memahami dan melaksanakan ajaran agama.
Para remaja Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong kurang berminat
dalam mengikuti ceramah keagamaan dan aktivitas keberagamaan dari hasil penelitian
diperoleh penjelasan, yaitu pengaruh masa remaja pubertas atau pancaroba,
perkembangan teknologi termasuk seperti adanya handphone dan internet juga
mempengaruhi minat untuk belajar agama. Kurangnya buku-buku agama dan bahkan
kitab suci agama Hindu seperti Veda, Bhagawadgita, Sarasamuccaya, Nitisastra dan
masih banyak lagi kitab suci agama Hindu yang menjadi panduan beragama Hindu
yang kurang dimiliki oleh umat Hindu di Desa Tirtasari sehingga sulit untuk
memperdalam ajaran agama Hindu dengan baik. Pembinaan dilakukan dengan
memberikan ceramah keagamaan, pasraman kilat dan persantian. Kendala yang
dihadapi yaitu kurangnya pemahaman keagaman para remaja, kurangnya buku-buku
agama Hindu dan kitab suci Veda, kurangnya sumber daya manusia seperti sarjana
agama dan pengaruh kemajuan teknologi yang berdampak negatif.
Kata Kunci: Pembinaan, Keberagamaan, Remaja Hindu
1.
karena itu ajaran sucinya cenderung kepada
pendidikan sila dan budhi pekerti manusia dan
bukan berakal dan berilmu pengetahuan yang
40
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
Pendahuluan
Agama membimbing manusia untuk
mencapai kebahagian dan kesempurnaan. Oleh
banyak. Agama berusaha membina umatnya
untuk menjadi manusia susila dan bukan
menjadi sarjana yang cerdik tetapi curang dan
munatik. Walaupun tidak terpelajar, tidak
bangsawan, miskin harta, bila kaya akan
laksana dan budi luhur, pintu surga dan moksa
akan terbuka.
Dengan memperhatikan tujuan agama
dan dharma itu, jelas kiranya bahwa agama
dan kerohanian adalah pendidikan kesusilaan
dan budi pekerti yang tinggi, sebagai ajaran
dan
budi
pekerti
yang
berdasar
perikemanusiaan biasa. Hanya bedanya, ajaran
budhi pekerti dan kesusilaan yang berdasarkan
perikemanusiaan biasa menyebutkan bahwa
perbuatan yang baik dan budhi yang luhur
tidak akan merugikan diri, keluarga,
masyarakat, dan sesama manusia, makhluk
dan sebagainya. Dan perbuatan atau budhi
jahat akan membawa malapetaka terhadap diri,
keluarga, masyarakat, dan sesamanya, dan
akan dituntut dalam pengadilan. Kalau
diketahui oleh alat-alat negara, sedangkan
ajaran kerohaniaan agama atau dharma
mengatakan bahwa baik buruk budhi dan
perbuatan itu tidak hanya membawa
kebahagiaan atau malapetaka terhadap diri dan
sesamanya saja, tetapi yang penting ialah baik
buruk budhi dan perbuatan atau karma itu
akan memberi pahala berupa kebahagiaan dan
penderitaan
atau
memberi
hukuman
berdasarkan hukum keadilan Tuhan yang
datangnya secara perlahan-lahan dalam hidup
sekarang dan akan menjelang pula di akhirat
(surga dan neraka). Selain itu budhi yang
luhur dan laksana yang mulia adalah jalan
utama untuk mencapai kebahagiaan abadi
yang bebas dari ikatan duniawi dan kebebasan
roh dari penjelmaan menunggal dengan Tuhan
yang disebut moksa atau mukti. Di samping itu
budhi pekerti biasanya hanya dapat memberi
budi pekerti yang luhur atau perikemanusiaan,
sedangkan ajaran budhi pekerti kerohaniaan di
samping menuntun untuk mendapat budhi
pekerti yang luhur perikemanusiaan menuntun
seorang untuk mencapai kesuciaan dan
menjadi orang suci yang dapat menemui atau
mengalami wujud Tuhan yang maha gaib.
Hendaknya diketahui kesucian lebih tinggi
budi pekertinya, banyak orang yang berbudi
atau berkesusilaan tinggi, tetapi sedikit orang
yang suci dapat menemui Tuhan, misalnya
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
dalam
kehidupan
sehari-hari
kita
memperhatikan tayangan TV dan media cetak
seperti surat kabar. Dalam kedua media
tersebut amat banyak menyaksikan tayangan
peristiwa-peristiwa
berbagai
tindak
kriminalitas dan amoral yang sangat
bertentangan dengan ajaran agama dan standar
moralitas atau nilai–nilai budhi pekerti pada
umumnya. Semua tayangan tersebut ibarat
pisau bermata dua, di satu pihak sesuai pesanpesan tayangan tersebut diwaspadai, jangan
sampai menjadi korban dan jangan dilakukan
terhadap pihak lain maupun diri sendiri.
Menghadapi situasi yang demikian itu,
di samping realitas hidup dalam masyarakat
lokal, regional, dan global, maka peranan
pendidikan budhi pekerti sangat menentukan.
Bila permohonan dan penumbuh kembangan
budhi pekerti dapat dilakukan dengan baik
oleh orang tua dan keluarganya di rumah, para
guru di sekolah, dan tokoh-tokoh agama dan
tokoh-tokoh masyarakat, maka seorang anak
ketika mencapai fase kedewasaan, akan
menjadi manusia yang berbudhi pekerti yang
luhur, sangat dibanggakan oleh orang tua di
rumah para gurunya di sekolah dan lingkungan
masyarakatnya, namun bila sebaliknya, anak–
anak yang tumbuh menjadi orang yang tidak
memiliki kepribadiaan yang mantap, mudah
terkena pengaruh lingkungan yang buruk dan
tidak segan melakukan tindak kriminal dan
amoral.
Peranan orang tua sangat menentukan,
artinya ketika anak-anak masih kecil di bawah
lima tahun (balita) di dalam psikologi
dinyatakan sebagai masa kemeratu-ratu,
namun ketika usinya belum remaja, hendaknya
diperlakukan dengan disiplin yang ketat dan
tegas, sedang ketika anak itu sudah tumbuh
remaja dan menuju kedewasaan hendaknya
diperlakukan sebagai teman penjelasan ini
ditemukan didalam kitab Nitisastra yang
hendaknya menjadi pegangan bagi setiap
pendidik, termasuk pendidik pertama adalah
orang tuanya di rumah, pendidikan yang perlu
ditanamkan
adalah
pendidikan
moral
(ketatasusilaan) dan keimanan yang sangat
berguna bagi seorang anak ketika anak
tersebut telah menjadi dewasa (Titib, 2003:
23). Di sekolah tidak kalah pentingnya,
seorang guru seharusnya menjadi seorang
pendidik. Mendidik berbeda dengan mengajar
41
cukup mentransfer ilmu kepada seorang anak
didik, tidak mempedulikan karakter yang
berkembang nanti, sebaliknya seorang
pendidik, di samping mentransfer ilmu kepada
anak didiknya, hal yang lebih penting adalah
menumbuhkembangkan pendidikan bhudi
pekerti yang luhur.
Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI) merupakan lembaga tertinggi bagi
umat Hindu yang bertugas mengatur,
melakukan pembinaan kepada umat Hindu.
Dengan adanya parisada diharapkan mampu
dan berupaya utuk meningkatkan pemahaman
agama umat Hindu dan menumbuhkan dan
menanamkan aktivitas keberagamaan remaja
di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong.
Remaja atau pemuda dan pemudi Hindu saat
ini mulai mengalami penurunan akan etika
budhi pekerti
dan aktivitas dan minat
keberagamaan akibat kemajuan teknologi dan
kurangnya perhatian dari tokoh agama,
parisada, orang tua, dan guru agama Hindu
akan penyimpangan-penyimpangan etika yang
dilakukan oleh remaja Hindu pada masa kini,
misalnya: remaja biasanya tidak tepat waktu
datang pada saat persembahyangan, biasanya
masih ada suara telepon yang berdering pada
saat persembahyangan sedang berlangsung
sehingga sangat mengganggu kenyamanan
dalam bersembahyang, masih ada remaja
Hindu yang ke pura pada saat cuntaka atau
menstruasi, remaja Hindu yang bersekolah di
luar kota atau luar daerah biasanya kalau
pulang hari raya jarang mau bekerjasama atau
ngayah membersihkan pura, masih ada remaja
Hindu pemuda dan pemudi ditemukan pacaran
di areal pura pada saat Siwalatri, padahal
malam siwalatri adalah malam yang suci untuk
merenungi dosa dan perbuatan kita, kadang
juga muda-mudi Hindu harus meninggalkan
agamanya dan pindah agama lain karena salah
pergaulan atau akibat pergaulan bebas
khususnya yang merantau di kota yang jauh
dari pengawasan orang tua.
Dengan adanya penyimpangan degradasi
moral yang terjadi di lingkungan remaja
Hindu, untuk itu diperlukan adanya upaya dan
usaha pembinaan dari tokoh-tokoh agama dan
organisasi kemasyarakatan Hindu di desa
Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong dalam
menyikapi penyimpangan yang terjadi pada
umat dengan perencanaan dan upaya
42
pembinaan mental dan etika keberagamaan
melalui pendidikan budhi pekerti dan
pendidikan keagamaan, dan pembinaan
keagamaan agar remaja Hindu menjadi lebih
baik kedepannya dan budhi pekerti yang luhur
sehingga bermanfaat bagi agama, masyarakat
dan negara.
Dari latar belakang di atas, menarik
minat dan perhatian untuk diangkat menjadi
sebuah karya tulis ilmiah dengan judul
Pembinaan Keberagamaan Remaja Hindu di
Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong.
2.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif, dimana penelitian ini merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data
kualitatif berupa kata-kata tertulis ataupun
yang lisan dari objek yang diamati. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, dimana
peneliti mengumpulkan data secara sistematis
agar dapat memahami dan menjelaskan
fenomena yang dikaji dengan cermat dan
mendalam. Lokasi penelitian dipilih oleh
peneliti adalah Desa Tirtasari Kecamatan
Parigi Moutong. Pemilihan Lokasi ini
dilakukan karena masyarakat di Desa Tirtasari
mayoritas
beragama
Hindu,
sehingga
mempermudah peneliti untuk meneliti
bagaimana aktivitas keberagamaan remaja
Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi
Moutong. Jenis data dalam penelitian ini
terdiri dari dua macam data, yaitu data primer
dan data sekunder.
Tehnik pengumpulan data sangat penting
dilakukan untuk mendukung penelitian.
Pemilihan metode dalam proses pengumpulan
data sangat tergantung pada sifat dan
karakteristik penelitian yang dilakukan agar
data yang dikumpulkan memenuhi persyaratan
atau dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah,
maka
digunakan
alat
bantu
(instrumen). Tehnik yang digunakan adalah
teknik
observasi,
wawancara,
dan
dokumentasi.
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1. Faktor-faktor Penyebab Kurangnya
Minat Para Remaja dalam Mengikuti
Ceramah Keagamaan dan Aktivitas
Keberagamaan di Desa Tirtasari
Kabupaten Parigi Moutong
Pokok bahasan ini membahas tentang
para remaja Hindu di Desa Tirtasari
Kabupaten Parigi Moutong kurang berminat
dalam mengikuti ceramah keagamaan dan
aktivitas keberagamaan. Teori yang digunakan
untuk membedahnya adalah Teori Fungsional
Struktural
untuk
mengetahui
aktivitas
keberagamaan remaja Hindu di Desa Tirtasari
Kabupaten Parigi Moutong. Faktor-faktor
penyebab kurangnya minat mendengarkan
ceramah keagamaan yaitu karena para remaja
di Desa Tirtasari yang rata-rata berumur 17
tahun kurang memahami tentang agama.
Mereka kurang tertarik pada ceramah
keagamaan karena sebagian besar kurang
mengerti, memahami dan mendalami ajaran
agama, pengaruh masa remaja pubertas atau
pancaroba juga sangat mempengaruhi minat
mereka untuk mempelajari dan memahami arti
ceramah keagamaan. Perkembangan teknologi
termasuk seperti adanya handphone dan
internet
yang disalah gunakan juga
mempengaruhi minat untuk belajar agama.
Perkembangan teknologi ini yang tanpa
diimbangi dengan dasar etika dan keimanan
yang kuat dari para remaja sangat
mempengaruhi perkembangan emosional dan
budhi pekerti remaja sehingga mempengaruhi
minat
untuk
mendengarkan
ceramah
keagamaan dari para remaja yang melemah
atau menurun. Pengaruh lingkungan dan
pergaulan remaja juga membuat tingkah laku
remaja Desa Tirtasari menjadi tidak ingin tahu
lebih banyak tentang agama. Sehingga muncul
sifat ego, cuek dan acuh tak acuh tentang
ceramah keagamaan. Kurangnya sumber daya
manusia yang berkompeten dalam bidang
agama seperti guru-guru AGAMA Hindu atau
sarjana agama Hindu masih sangat kurang
sehingga ceramah keagamaan cenderung
menjadi tidak menarik karena kadang ada
pertanyaan dari anggota masyarakat yang
masih sulit dijawab karena kurangnya
pengetahuan yang mendalam tentang ajaran
keagamaan, dan
menegaskan bahwa
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
kurangnya buku-buku agama dan bahkan kitab
suci
agama
Hindu
seperti
Veda,
Bhagawadghita, Sarasamuscaya dan Nitisastra
dan masih banyak lagi kitab suci agama Hindu
yang menjadi panduan beragama Hindu yang
kurang dimiliki oleh keluarga di Desa Tirtasari
sehingga sulit untuk memperdalam ajaran
agama Hindu dengan baik.
3.2. Pembinaan
Keagamaan
Remaja
Hindu di Desa Tirtasari Kabupaten
Parigi Moutong
a.
Pembinaan
Keagamaan
Remaja
Hindu di Desa Tirtasari Dilakukan
oleh PHDI
Pedoman yang digunakan oleh parisada
untuk melaksanakan fungsi dan tugas
pokoknya dalam menjaga kerukunan umat
beragama di Desa Tirtasari berpedoman pada
hasil Mahasabha Parisada Hindu Dharma
Indonesia (Mahasabha IX: 2006). Adapun
hasil-hasil Mahasabha Parisada Hindu Dharma
Indonesia sebagai berikut:
1. Parisada adalah majelis tertinggi umat
Hindu Indonesia bersifat keagamaan dan
independen.
2. Parisada
berasaskan
dharma
yang
bersumber pada kitab suci Veda.
3. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
parisada berpedoman pada asas Pancasila.
4. Parisada bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat Hindu dengan keyakinan,
komitmen dan kesetiaan yang tinggi
terhadap ajaran agama Hindu menuju
kesejahteraan lahir dan batin.
5. Fungsi parisada adalah menetapkan
bhisama, mengambil keputusan di bidang
keagamaan dalam hal ada terhadap
perbedaan penafsiran ajaran agama dalam
hal terhadap keragu-raguan mengenai
masalah tersebut, serta memasyarakatkan
ajaran Veda, bhisama dan keputusankeputusan parisada.
6. Tugas pokok parisada adalah melayani
umat Hindu dalam meningkatkan sradha
dan bhakti sesuai kitab suci Veda,
meningkatkan pengabdian dan peran umat
Hindu dalam kehidupan bermasyarakat,
43
berbangsa
dan
bernegara
serta
mengembangkan dan memelihara hubungan
baik dengan setiap badan, organisasi,
lembaga yang bergerak dalam bidang
keagamaan dan kemasyarakatan baik
nasional maupun internasional (AD/ART
PHDI, 2006).
Berdasarkan hasil Mahasabha di atas
Parisada mempunyai
peran yang sangat
penting dan cukup berat dalam melaksanakan
pembinaan
kepada
umatnya
untuk
membangun, mengembangkan, dan menjaga
kerukunan intern dan antar umat beragama.
Menurut Bapak I Made Darma usia 39
tahun yang merupakan Ketua Parisada Desa
Tirtasari beliau menjelaskan:
“Pembinaan yang kami lakukan seperti
pemberian ceramah pada saat hari raya
besar keagamaan, mengajak para
remaja untuk bersembahyang atau Tri
Sandhya tiga kali sehari, kami juga
memberikan pembinaan pendidikan
budi pekerti dengan
memberikan
nasehat agama. Membiasakan juga para
remaja untuk mengucap salam “Om
Swastyastu” pada saat bertemu dengan
sesama umat Hindu lainnya. Dan juga
rencananya kami akan melaksanakan
persantian dan pelaksanaan cerdas
cermat agama tingkat SD, SMP dan
SMA pada malam sastra hari raya
Saraswati. Kami dari parisada juga
merencanakan untuk melaksanakan
pasraman kilat untuk pembinaan
remaja dan umat”.
Dari penjelasan informan di atas dapat
dianalisis bahwa pembinaan yang dilakukan
oleh parisada untuk meningkatkan sraddha dan
aktivitas keagamaan remaja menurut Ketua
Parisada Desa Tirtasari adalah sebagai berikut:
1. Pemberian ceramah keagamaan di
lingkungan pura pada saat hari raya besar
keagamaan.
2. Pembinaan dengan mengajak remaja
untuk bersembahyang atau Tri Sandhya
tiga kali dalam sehari, untuk memperkuat
iman dan ketakwaan atau sradha pada Ida
Shang Hyang Widhi Wasa.
44
3.
Pembinaan pendidikan budhi pekerti
dengan memberikan nasehat agama dan
mengajak untuk menghindari pergaulan
bebas, minuman keras, narkoba, seks
bebas dan kenakalan remaja lainnya
dengan memberikan pandangan yang baik
tentang masa depan mereka sesuai dengan
ajaran kitab suci Veda.
4. Menekankan untuk membiasakan untuk
mengucapkan salam Om Swastyastu pada
saat bertemu dengan sesama umat Hindu
lainnya.
5. Memberikan pelajaran persantian di pura
misalnya
mekidung
suci
untuk
persembahyangan,
membaca
sloka,
membaca pupuh, dan palawakya.
6. Memberikan pembinaan keterampilan di
bidang agama seperti pembuatan penjor
dan bebanten untuk remaja putri dan
kelakat,
tiang
penjor
dan
ikut
berpartisipasi membuat ogoh-ogoh di desa
pada saat pengerupukan menyambut hari
raya Nyepi untuk laki-laki.
7. Pembinaan yang diberikan oleh parisada
seperti melaksanakan cerdas cermat
tingkat SD, SMP dan SMA di pura pada
saat malam sastra hari raya Saraswati.
8. Memberikan kesempatan remaja yang
juga merupakan muda-mudi di Desa
Tirtasari untuk ngayah atau kerja bakti
membersihkan pura, seperti menyapu,
mengepel dan memaras rumput untuk
kebersihan pura pada saat hari raya
Purnama dan Tilem.
9. Mengikut sertakan para remaja Hindu
dalam kegiatan sebagai pencatat umat
yang memberikan dana punia, dan
sebagai pemungut dana punia umat.
10. Melaksanakan pasraman kilat untuk
menambah wawasan keagamaan umat dan
meningkatkan keimanan pada Tuhan (Ida
Shang Hyang Widhi Wasa).
b.
Pembinaan yang diberikan oleh Guru
Agama Hindu di Lingkungan Sekolah
Pembinaan keagamaan di sekolah
dilakukan
seperti
pemberian
ceramah
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
keagamaan dan pendidikan budhi pekerti pada
saat
jam
pelajaran
agama
Hindu,
melaksanakan Tri Sandhya pada saat jam
pelajaran agama. Setiap setahun sekali
diadakan pesraman kilat di sekolah yang
dibawakan oleh tokoh tokoh umat Hindu yang
sarjana agama dan yang berkompeten di
bidang keagamaan. Siswa juga melaksanakan
kegiatan Dharma Santhi di sekolah setiap satu
tahun sekali. Seperti diketahui tujuan agama
Hindu di sekolah yaitu membentuk manusia
Pancasila yang astiti bhakti (bertakwa) kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang
Maha Esa. Serta membentuk moral etika dan
spiritual anak didik yang sesuai dengan ajaran
agama Hindu (PHDI, 2001: 24 ). Pembinaan
keagamaan remaja Hindu di sekolah sudah
baik
seperti
telah
dilaksanakannya
persembahyangan setiap pagi hari akan
memulai pelajaran agama dan pemberian
dharma wacana juga melaksanakan kegiatan
persantian di sekolah.
c.
Pembinaan
Keagamaan
yang
diberikan oleh Orang Tua kepada
Anak Remajanya dalam Lingkungan
Keluarga
Dalam lingkungan keluarga sangat
penting diberikan pembinaan kepada anak,
mulai dari kecil hingga dewasa. Karena binaan
atau didikan yang diberikan dalam keluarga
akan mempengaruhi baik atau buruknya
perkembangan fisik dan mental psikologis
anak tersebut. Pendidikan budhi pekerti sangat
penting diberikan untuk anak tersebut supaya
memiliki akhlak yang baik atau susila.
Pembinaan keagamaan
yang biasanya
diberikan oleh orang tua kepada anak
remajanya yaitu:
1. Memberikan nasehat tentang pendidikan
agama
sesuai
kitab
suci
Veda,
Bhagawadgita dan Sarasamuccaya dan juga
buku agama lainnya.
2. Mengajarkan anak untuk bersikap baik dan
sopan menghormati orang yang lebih tua
dan menghargai orang lain.
3. Memberikan anak kesempatan untuk
belajar persantian di pura seperti mekidung,
belajar sloka dan palawakya.
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
4. Membimbing anak untuk aktif dalam
kegiatan keagamaan seperti membuat
canang atau banten dan membuat klakat.
5. Menganjurkan anak remaja untuk membaca
Bhagawadgita dan Saracamuscaya yang
banyak berisi petuah untuk kehidupan.
6. Mengajarkan sifat keterbukaan pada orang
tua tentang masalah yang dimiliki agar
dapat diberikan nasehat untuk mencegah
salah pergaulan.
7. Menuturkan kepada anak untuk selalu
menjunjung tinggi rasa cinta kasih terhadap
agama Hindu, agar mereka selalu bangga
beragama Hindu.
8. Membiasakan anak untuk mebanten
canang, segehan, dan banten saiban di
merajan.
3.3. Kendala dan Upaya dalam Pembinaan
Keberagamaan Remaja Hindu Desa
Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong
Kendala-kendala yang dihadapi oleh
parisada, guru agama Hindu, dan orang tua
dalam pembinaan keberagamaan remaja Hindu
di Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong
seperti dituturkan oleh beberapa informan
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
yaitu:
1. Kurangnya pemahaman keagamaan dari
para remaja.
2. Melemahnya minat para remaja untuk
belajar agama.
3. Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi
dengan keimanan dari para remaja sehingga
cenderung menjerumuskan.
4. Pengaruh lingkungan atau pergaulan yang
kurang baik sehingga remaja kurang yang
mau mendalami ajaran agama.
5. Kurangnya sumber daya manusia di bidang
agama seperti sarjana agama dan juga guru
agama Hindu di Desa Tirtasari.
6. Kurangnya buku-buku agama dan bahkan
kitab suci agama Hindu seperti Veda,
Bhagawadghita,
Sarasamuccaya
dan
Nitisastra dan masih banyak lagi kitab suci
agama Hindu yang menjadi panduan
beragama Hindu yang kurang dimiliki oleh
45
umat Hindu di Desa Tirtasari sehingga sulit
untuk memperdalam ajaran agama dengan
baik.
7. Tidak tersedianya dana untuk kegiatan
keagamaan seperti persantian dan pesraman
kilat membuat parisada sulit untuk
melaksanakan
kegiatan
pembinaan
keberagamaan.
8. Kurangnya koordinasi atau perhatian dari
parisada kabupaten untuk meninjau atau
membina kegiatan parisada di Desa
Tirtasari sehingga sulit untuk pembinaan
keberagamaan umat.
Dari para remaja, kendala yang dihadapi
pada pembinaan keberagamaan remaja sebagai
berikut:
1. Kurangnya kesadaran dari siswa untuk
belajar agama dan melaksanakan Tri
Sandhya.
2. Siswa sering bandel dan tidak disiplin
misalnya cara berpakaian yang tidak sesuai
peraturan, dan tidak disiplin dalam
kehadiran atau sering membolos.
3. Pada saat jam pelajaran agama masih ada
siswa yang melamun atau kosong
pikirannya.
4. Hanya guru agama Hindu yang berperan
aktif dalam pembinaan keberagamaan atau
mendukung
kegiatan
keagamaan,
sedangkan guru yang beragama Hindu tidak
ikut serta.
5. Sarana dan prasarana penunjang untuk
pembinaan keberagamaan tidak dimiliki
seperti buku-buku agama Hindu, alat-alat
peraga seperti gambar padmasana, gambar
dewa, dewi dan lain-lain.
6. Pendanaan untuk kegiatan pembinaan
keagamaan di sekolah masih kurang
misalnya untuk kegiatan Dharma santhi.
Upaya-upaya yang dilakukan yaitu
pembinaan keberagamaan kepada umat
khususnya para remaja dengan melaksanakan
pasraman kilat dan persantian seperti
pembacaan kidung suci, sloka, pupuh dan
palawakya. Selalu dilaksanakannya cerdas
cermat agama Hindu di tingkat Sekolah Dasar
46
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMA), dan
Sekolah
Menengah
Atas
(SMA).
Melaksanakan puja Tri Sandhya tiga kali
dalam sehari, diberikan ceramah keagamaan
atau dharma wacana pada hari raya besar
keagamaan.
4.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang
pembinaan keberagamaan remaja Hindu di
Desa Tirtasari Kabupaten Parigi Moutong
dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Para remaja Hindu di Desa Tirtasari
Kabupaten
Parigi
Moutong
kurang
berminat dalam mengikuti ceramah
keagamaan dan aktivitas keberagamaan dari
hasil penelitian diperoleh penjelasan yaitu:
a. Pengaruh masa remaja puber atau
pancaroba dan perkembangan teknologi
termasuk seperti adanya handphone dan
internet yang disalahgunakan juga
mempengaruhi minat untuk belajar
agama.
b. Pengaruh lingkungan dan pergaulan
remaja menyebabkan merosotnya minat
untuk mendengarkan ceramah dan
aktivitas keagamaan.
c. Kurangnya sumber daya manusia yang
berkompeten dalam bidang agama.
d. Kurangnya buku-buku agama dan
bahkan kitab suci agama Hindu sebagai
sarana penunjang kegiatan keagamaan.
2. Pembinaan keagamaan oleh Parisada Hindu
Dharma Indonesia yaitu:
a. Pemberian ceramah keagamaan di
lingkungan pura pada saat hari raya
besar keagamaan.
b. Pembinaan dengan mengajak remaja
untuk bersembahyang atau Tri Sandhya
tiga
kali
dalam
sehari,
untuk
memperkuat iman dan ketakwaan atau
sradha pada Ida Shang Hyang Widhi
Wasa.
c. Pembinaan pendidikan budi pekerti.
Membiasakan untuk mengucapkan salam
Om Swastyastu pada saat bertemu
dengan
sesama
umat
Hindu.
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
Melaksanakan kegiatan persantian dan
pesraman kilat.
3. Pembinaan yang diberikan oleh guru agama
Hindu di lingkungan sekolah yaitu:
a. Persembahyangan atau Tri Sandhya
dilakukan setiap hari di sekolah, yaitu
setiap pagi hari akan memulai pelajaran
dan setiap pelajaran agama Hindu.
b. Pemberian dharma wacana pada
Purnama dan Tilem yang diberikan oleh
guru agama Hindu.
c. Melaksanakan
persantian
atau
dharmagita di sekolah seperti mekidung,
sloka, pupuh dan palawakya.
d. Pelaksanaan pasraman kilat untuk
meningkatkan
pendidikan
dan
pemahaman tentang keagamaan.
4. Pembinaan keagamaan yang diberikan oleh
orang tua kepada anak remajanya dalam
lingkungan keluarga yaitu:
a. Mewajibkan
anak
remaja
untuk
melaksanakan puja Tri Sandhya tiga kali
dalam sehari.
b. Memberikan nasehat tentang pendidikan
agama sesuai kitab suci Veda,
Bhagawadgita dan Sarasamuccaya dan
juga buku agama lainnya.
c. Mengajarkan anak untuk bersikap baik
dan sopan menghormati orang yang
lebih tua dan menghargai orang lain.
5. Kendala yang dihadapi oleh parisada desa,
guru agama Hindu dan orang tua dalam
pembinaan keberagamaan, yaitu:
a. Kurangnya pemahaman keagamaan dari
para remaja.
b. Melemahnya minat para remaja untuk
belajar agama.
c. Kemajuan
teknologi
yang
tidak
diimbangi dengan keimanan dari para
remaja
sehingga
cenderung
menjerumuskan.
d. Pengaruh lingkungan atau pergaulan
yang kurang baik sehingga remaja
kurang yang mau mendalami ajaran
agama dan kurangnya sumber daya
manusia di bidang agama.
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
e. Kurangnya buku-buku agama dan
bahkan kitab suci agama Hindu seperti
Veda, Bhagawadghita, Sarasamuccaya
dan Nitisastra.
f. Kurangnya
dana
untuk
kegiatan
keagamaan seperti persantian dan
pasraman kilat membuat parisada sulit
untuk melaksanakan kegiatan pembinaan
keberagamaan.
g. Kurangnya koordinasi atau perhatian
dari parisada kabupaten untuk meninjau
atau membina kegiatan parisada di Desa
Tirtasari sehingga sulit untuk pembinaan
keberagamaan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Anwar. 2003. Metode Penellitian. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Bungin. Burhan. 2001. Metode Penelitian
Kualitatif. Aktualisasi Metodologis ke
arah Ragam Varian Konteporer.
Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Dantes, Nyoman. 1999. Pedoman Menulis
Karngan Ilmiah. Singaraja: STKIP.
Fatah, Alodul. 2003. Sosiologi Keagamaan
Suatu
Kajian
Empirik
dalam
Memantapkan Nilai-nilai Kerukunan
Umat Beragama. Jakarta: Penerbit
Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup
Umat Beragama.
GBHN. 1978. Tentang Tujuan Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdikbud.
Hamidi.
2004.
Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian.
Malang: UMM Press.
Hasan Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi
Metodologi dan Aplikasinya. Jakarta:
Ghalia.
47
Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Kaplan, David dan A.A. Maners. 1999. Teori
Budaya.
Landung
Simatupang
Penerjemah. Yogya : Pusta ka Belajar.
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi
Riset Sosial. Bandung: CV. Bandar
Maju.
Katjasungkana, Nursyahbani. 1998. Reformasi
Pendidikan Mencegah Kenakalan
Remaja Anyar Pelajar. Pendidikan
Nasional Menjelang Era Lepas
Landas. Jakarta: Yayasan Penerus
Nilai-nilai Perjuangan 45.
Koentjaraningrat.
1997.
Pengantar
Antropologi Pokok-pokok Etnografi II.
Jakarta: Rineka Cipta.
Mardalids. Drs. 2004. Metode Suatu
Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara
Marsuki. 2000. Metodologi Riset. Yogyakarta:
PT. Prasetya Widya Pratama.
Mikklesen, Britha. 1999. Metode Penelitian
Partisipatoris
dan
Upaya-upaya
Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Nasution. 1996. Metode Research. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang
Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
Universitas Press.
Oka Punyatmadja, I.B.2002. Pancha Cradha.
Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi.
Purwanto,
Ngalim.
Pendidikan.
Rosdakarya.
48
2003.
Jakarta:
Psikologi
Remaja
Sanderson. Stephen. 2004. Makro Sosiologi,
Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas
Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sandhily. 1991. Ensiklopedi Indonesia IV.
Jakarta.
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Suprayogo, Iman dan Tabroni. 2001.
Metodologi Penelitian Sosial-Agama.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryabrata,
Sumadi.
2003.
Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Narayana, Swami Sathya.2010. Melaksanakan
Gita Sehari-hari. Jalan Menuju Tuhan.
Surabaya: Paramita
Sutrisno. 1986. Metodologi Riset. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Suasthi, I.G.A. Suastawa, I Ketut Pande. 2008.
Psikologi Agama. Denpasar : PT.
Surya Usaha Ningtias.
Titib, I Made. 2003. Menumbuhkembangkan
Pendidikan Budi Pekerti pada Anak
(Prespektif Agama Hindu). Bandung:
Ganeca Exact.
Titib, I Made, Mardika, I Ketut. 2004. Buku
Ajar Psikologi Agama. Jakarta:
Direktorat
Jenderal
Bimbingn
Masyarakat
Hindu
Dan Budha
Departemen Agama.
Titib, I Made. Sapariani, Ni. Ketut. 2004.
Pendidikan
Budhi
Pekerti
dan
Keutamaan
Manusia.
Surabaya:
Paramita
Tim Penyusun. 1991. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi ke 2. Jakarta: Balai
Pustaka.
WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014
Download