DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK Oleh Ida Ayu Tary Puspa Dosen Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar Abstract Tradition is integrated in the implementation of other forms of religious ceremonies in Bali implemented as a legacy for generations. Likewise masuryak traditions are still carried out by the Hindu community in the village of Tabanan Bongan. The tradition is still carried out to date to coincide with the feast of Brass. Feast day which falls after ten days of Galungan and just in the local community Tumpek interpreted as a return of their ancestors to heaven. To deliver these ancestors made a ritual and equipped with money being thrown into the air accompanied by the cheering (masuryak). The money will be taken by his family, relatives, community, and even from outside the village were there to enjoy the windfall. This form berdanapunia way the focus of religion in this time era. Keywords: punia funds, tradition masuryak I. bermasyarakat, PENDAHULUAN Secara esensial kebudayaan memiliki fungsi yang sangat hakiki berbangsa dan bernegara. Kebudayaan Bali sebagai bagi kehidupan manusia baik sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia yang individu maupun kolektiva. Secara bersifat individual, berfungsi memperlihatkan adanya dmamika dan dasar, perubahan. Secara teoritik, kondisi membentuk kebudayaan kepribadian Bhineka kebanggaan diri, harkat dan martabat tersebut kemanusiaan kebudayaan dan makna batiniah. Tunggal mencakup yaitu : Ika, empat format (1) format Secara kolektif, kebudayaan berfungsi kokohnya kebudayaan tradisional yang sebagai perekat solidaritas kelompok, terintegrasi secara harmoni dengan pemberi identitas, bobot kualitatif dan unsur-unsur modern; (2) kokohnya wawasan dalam segenap kehidupan kebudayaan tradisional tanpa 83 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 teradopsinya secara berarti unsur-unsur bersifat modern; (3) lemahnya kebudayaan kadangkala. tradisional yang disertai makin ISSN : 1412-7474 musiman Tradisi, maupun adat, budaya, yang dan kokohnya adopsi dan penggantian oleh agama di Bali tidak akan pernah ada unsur-unsur modern; (4) lemahnya ujung kebudayaan tradisional, karena telah merupakan pulau ditinggalkan oleh masyarakat disertai akan ragam tradisi, adat, dan budaya dengan belum mantapnya adaptasi yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu. masyarakat Upacara-upacara tradisonal di Bali modern, terhadap unsur-unsur sehingga kehidupan pangkalnya dijiwai oleh karena Bali yang sangat kaya agama Hindu, yang masyarakat bersifat anomi (Geriya, didasari oleh tatwa dan susila sehingga 2000 : 2). upacara Salah unsur Bali di dalam universal pelaksanaannya pada kehidupan sehari- kebudayaan terkait dengan ke-4 format hari secara esensial didasari oleh tersebut di atas, yaitu sistem religi adanya dalam kebudayaan Bali berada pada masyarakatnya posisi format yang pertama dan kedua, didasari oleh adanya tatwa/filsafat khususnya dalam wujudnya berupa sebagai suatu sumber daripada upacara tradisi-tradisi yang diwariskan dari tersebut. kehidupan satu di serta laku yang dari utama Dari segi historis perkembangan pelaksanaan upacara tradisional di daerah Bali di upacara-upacara tradisional baik yang dalamnya terkandung tiga unsur utama dalam kecil tingkah yang terintegrasi tradisi aturan yaitu : (1) tatwa; sebagai suatu rujukan DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) sastra atau sumber daripada upacara payung tiga pilar pokok yang menjadi tersebut; kebiasaan- dasar daripada agama Hindu yaitu laku tatwa, susila, dan acara (upacara sudah (2) etika; kebiasaan/pola tingkah masyarakat sebagai komunitas termasuk di dalamnya). pendukung; dan (3) acara, wujud serta Beragamnya bentuk daripada upacara itu sendiri. terintegrasi Pada pelaksanaan awalnya ritual/upacara di dilaksanakan pewarisan pelaksanaan daerah berdasarkan yang masyarakat diterima pendukungnya Bali sistem oleh tanpa di tradisi dalam yang bentuk upacara-upacara tradisional di Bali, serta uniknya dilihat dari pelaksanaan tradisi memerlukan suatu upaya melakukan pengamatan tersebut, untuk maupun adanya maksud serta keinginan untuk penelitian terhadap beragam tradisi- mengetahui apa eksistensi daripada tradisi yang masih dipertahankan oleh upacara tradisional tersebut. Namun masyarakat Bali yang diyakini masih sekarang dengan mampu menjadi mediator hubungan Bali, antara masyarakat dengan masyarakat, ini perkembangan seiring kebudayaan masyarakat mulai mencari pemahaman masyarakat yang lebih mendalam terhadap upacara masyarakat dengan lingkungan sekitar. yang digelar/dilaksanakan Di samping itu pula bahwa, tradisi- sehingga seolah-olah masyarakat Bali tradisi yang masih tetap terpelihara, kembali kepada eksistensi yang sangat diyakini esensial sebagai pedoman pragmatisme beragam nilai-nilai luhur yang adi berpikir luhung. Salah satu wujud tradisi yang sedang masyarakat Bali dengan dengan sang pencipta, menyimpan/mengandung 85 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 masih dan disebabkan oleh falsafat desa kala memerlukan kajian pemaknaan untuk patra, maka tradisi dapat disesuaikan kehidupan di masa akan datang demi dengan kelestariannya adalah tradisi masuryak zaman. Menurut Tim (1986:452) dalam di Desa Bongan Tabanan. Kamus Bahasa Sanskerta dinyatakan II. bahwa adat atau dresta yang terdapat 2.1 tetap dipertahankan ISSN : 1412-7474 PEMBAHASAN Masuryak Sebagai Tradisi pada suatu daerah tertentu diartikan dengan acara. Medana Punia Menurut kebutuhn dan perkembangan dalam Melalui pemahaman pengertian Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( tradisi sebagai suatu kebiasaan atau 2007:607) tradisi diartikan sebagai adat adat, kebiasaan yang diturunkan dari nenek (1974: 11-12) mengungapkan bahwa moyang adat yang Wiyono dijalankan oleh selanjutnya sebagai Koentjaraningrat wujud ideal dari masyarakat. Wiratmaja (1975:17) kebudayaan dan bagian dari sistem menyatakan bahwa dresta diartikan budaya yang secara lengkap biasanya sebagai adat istiat atau tradisi. Dresta disebut sebagai adat kelakuan karena adalah adat istiadat keagamaan atau merupakan pengatur dari tata kelakuan kebiasaan yang terus dipelihara dan manusia yang harus diketahuinya cara ditaati sebagai suatu peraturan selama membiasakan dirinya untuk mengikuti hal itu tidak bertentangan dengan jaran hal-hal agama Hindu. Tradisi itu dipertahankan penting, jika masih sesuai dan dapat diterapkan kehidupan. Oleh karena itu adat sering dalam masyarakat. Timbulnya tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan atau yang dan dianggap bernilai, berharga dalam DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) adat istiadat. Adat dapat dibagi secara Prosesi awal itu umumnya selesai lebih khusus dalam empat tingkatan pukul 08.00 dan saat itu pula, warga yitu (1) di tingkat nilai budaya, (2) di melangsungkan tradisi masuryak. tingkat norma-norma, (3) di tingkat hukuman, dan (4) di tingkat aturan- aturan khusus Tradisi masuryak ini dilakukan di depan kori (pintu gerbang) masingmasing rumah warga yang dilengkapi Setelah dipahami tentang banten dan sesajen serta uang. tradisi, maka menurut Ananda Kusuma Sementara itu, warga baik warga dalam Kamus Bahasa Bali (1986:188) setempat atau dari luar banjar sudah mengartikan berkumpul di depan rumah-rumah masuryak artinya bersorak. Tradisi masuryak di Banjar warga Bongan Desa Bongan Tabanan ternyata melangsungkan masih tetap eksis hingga kini. Entah waktunya tiba, maka di depan kori dan mulai kapan tradisi unik ini masing-masing, maka uang tersebut dimulai, yang pasti warga Bongan dilempar ke angkasa sambil bersorak selalu (mesuryak). Warga yang terdiri dari menggelar Kuningan saat Hari Raya Sebelum tradisi yang Bongan yang tradisi akan ini. Saat tua, muda, hingga anak-anak pun disimbolkan dengan melempar uang ke langsung atas dan diperebutkan banyak orang ini Bahkan untuk bisa mendapatkan uang dimulai, warga Bongan terlebih dulu itu, melakukan di bertubrukan. Diketahui, uang itu tidak merajan masing-masing, kemudian di hanya dari bentuk logam, namun Pura Dalem dan Puseh setempat. banyak juga dari jenis kertas. Banyak persembahyangan berebut mereka harus uang rela tersebut. saling 87 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 uang yang patokannya. dilempar Akan tidak ada tetapi, ini yang dapat diartikan melepas leluhur dengan suka cita. menyesuaikan dengan tingkat ekonomi masing-masing warga. Bagi yang ISSN : 1412-7474 Dalam hal palaksanaan tradisi masuryak tepat dilaksanakan pada Hari sedikit kaya, uang yang disebar bisa Raya segepok dengan menggunakan jenis rangkaian dari upacara pada Hari Raya uang kertas Rp. 100 ribuan. Galungan, maka perlu dipahami pula Tradisi dan merupakan pada tentang upacara tradisional. Sistem perayaan Kuningan ini sudah ada sejak ritus dan upacara tradisional dalam dulu yang merupakan tradisi nenek suatu religi adalah berwujud aktivitas moyang masih dan tujuan melaksanakan kebhaktiannya terhadap digelarnya mesuryak ini adalah upacara Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang, untuk menghantarkan para leluhur atau mahluk halus lain, dan dalam kembali ke sorga loka dengan suka usahanya untuk berkomunikasi dengan cita, yang diyakini setelah selama Tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya sepuluh hari (sejak hari raya Galungan) itu. berada di rumah warga masing-masing. berlangsung ”Secara niskala mesuryak ini adalah setiap hari, setiap musim, atau kadang- untuk kadang saja. Dari segi isi acaranya, yang dipertahankan. masuryak Kuningan hingga kini Sejatinya mengantarkan dewata/dewati tindakan Ritus atau manusia upacara dalam biasanya berulang-ulang, baik (leluhur) kembali ke sorga loka, yang suatu upacara tradisional disimbolkan melemparkan terdiri dari suatu kombinasi yang uang lalu diperebutkan banyak orang merangkaikan satu dua atau beberapa dengan biasanya DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK tindakan, seperti : berdoa, bersujud, (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) Tradisi masuryak dilaksanakan bersaji, berkorban, makan bersama, pada menari Sudharta dan Puniatmaja (2001:41) dan menyanyi, berprosesi, waktu hari Kuningan. berseni drama suci, berpuasa, bertapa menyatakan dan bersemadi. merupakan rangkaian dari Hari Raya Menurut Durkheim Sumadi, 2008: 316) (dalam Galungan. hari raya Raya Tepatnya Kuningan sepuluh hari upacara adalah setelah Galungan yaitu pada saniscara salah satu daripada gejala keagamaan. kliwon wuku kuningan disebut Hari Upacara menurutnya adalah aturan- Raya Kuningan bertepatan pula dengan aturan mengenai kelakuan terhadap tumpek Kuningan. Dalam merayakan objek-objek suci. Selain itu, setiap hari Kuningan yang merupakan hari agama memiliki suatu jemaah yaitu raya berdasarkan sasih, maka umat komunitas Hindu akan membuat sajen berupa nasi semua mempunyai orang yang keyakinan-keyakinan kuning yang sulanggi. dalam upacara-upacara yang sama. palinggih-palinggih Lebih jauh dikatakan bahwa upacara dengan gantung-gantungan, tamiang, keagamaan dari ter (kolem), cenigan, dan endongan. pengalaman kolektif dan menambah Hal ini merupakan simbol senjata pengalaman itu. Upacara itu ialah untuk membentengi diri. Tamiang yang akibat dari fakta sosial, dan fungsional berbentuk bagi organisme sosial. sedangkan kolem( ter) ialah buah panah. samping bulat Endongan itu pada keagamaan yang sama dan ikut serta di itu Di ditempatkan akan adalah pada dihiasi perisai adalah mata adalah lambang 89 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 ISSN : 1412-7474 kesejahteraan. Bentuknya yang seperti yang dompet segi empat berisi di dalamnya mengantarkan aneka macam bahan makanan seperti tempatnya setelah turun menemui preti pisang, tebu, jajan uli, jajan gina, dan sentana pada waktu Galungan. Agar tumpeng kuning. Warna kuning dalam dapat melakukan dana punia, maka tumpeng maupun nasi adalah lambsng seseorang mesti dapat memperoleh kemakmuran. Setelah selama sepuluh artha hari para Dewa, bethara-bethari leluhur sebagaimana yang termuat dalam kitab turun suci tentang catur purusaartha ke dunia dan berstana di sejatinya tradisi leluhur tentu di Dharmaarthakamamoka hari ke sepuluh mreka akan kembali ke sadahanam dalam tradisi masuryak di Desa Bongan. Tabanan. Dalam merayakan hari raya Badan adalah adalah kembali jalan pelinggih sanggah merajan, maka pada kahyangan. Hal inilah yang dirayakan itu ke dharma sarira alat untuk mendapatkan artha, kama, dan moksa. Tentunya melaui bekerjalah artha itu akan diperoleh yaitu dengan kuningan dengan tradisi masuryak karmayoga seperti yang termuat di sesungguhnya terselip konsep berdana dalam Bhagawadgita II,47 sebagai punia oleh masyarakat di desa Bongan berikut : tersebut. Tradisi secara turun temurun itu bila dirujuk kepada kitab suci karmany eva dhikaras te ma phalesu kadhacana ma karma phala hiteen bhur ma te ango stvakarmani. aganma Wahyu adalah berdana punia Terjemahan : karena ada materi berupa uang yang dibagikan kepada masyarakat sekitar Hanya pada pekerjaan engkau mempunyai hak dan tidak sama sekali pada hasilnya, janganlah DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK hasil dari pekerjaan itu menjadi alasanmu,pun juga jangan membicarakan dirimu untuk tidak melaksanakan kerja apa pun. ( Darna, 2008 : 166 ). (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) Artha itu pun wajib disedekahkan yang disebut dengan dana punia. Seperti yang termuat di dalam Bhagawadgita X.8 Setelah artha diperoleh dengan bekerja sesuai bunyi sloka di atas, maka artha itu pun ada peruntukannya yaitu artha Aku adalah asal mula semua yang ada, dari aku lahir seala sesuatu ini , orang bijak memujaKu dengan sepenuh kalbu. itu dibagi menjadi tiga. Memperhatikan sloka di atas Sadhana ri kasiddan in dharma jadi sesungguhnya harta itu adalah Sadhana ri kasiddan inkama milik Tuhan (Sang Hyang Widhi). Sadhana ri kasiddan in artha Tuhan adalah pencipta, pemelihara, dan Sloka di atas menjelaskan bahwa pelebur alam beserta isinya. Jadi hasil usaha yang diperoleh dari seluruh harta adalah milik Ida Sang kegiatan usaha dapat dibagi menjadi Hyang Widhi. tiga yaitu satu bagian digunakan untuk Harta adalah titipan Tuhan kegiatan Dharma, bagian yang kedua karena itu kita harus memeliharanya digunakan untuk memenuhi Kama, dan dengan baik dan harta itu adalah bagian yang ketiga digunakan untuk anugerah, rejeki atau karunia Tuhan mengembangkan artha untuk kegiatan diberikan hanya kepada yang Beliau usaha. Kalau ketiga bagian itu dapat kehendaki. Seperti yang termuat dalam terpenuhi, maka manusia akan Bhagawadgita IX.22 memperoleh kebahagian, baik Mereka yang memuja Aku kebahagian rohani maupun kebahagian sendiri, merenungkan Aku selalu, jasmani. 91 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 kepada mereka Kubawakan segala apa yang mereka tidak punya ISSN : 1412-7474 Dalam melaksanakan dana dan punia ini hendaknya diberikan kepada Kulindungi segala apa yang mereka orang miskin atau yang membutuhkan. miliki. Hal ini sesuai dengan bunyi mantra Ada pun yang menjadi prinsip tentang artha adalah bagaimana memperolehnya yang disebut dengan arjana dan bagaimana menyalurkannya Rgveda X. 117.5 sebagai berikut : Prniyad id naadhamanaya tavyan, Draghiyamsam anu pasyeta pantham. O hi vartante rathyeva cakraAnyam anyam up tisthanta rayah. yang disebut dengan dhana. Cara Terjemahannya : memperoleh artha tentu dengan jalan Orang yang bermurah hati harus memberikan sesuatu dalam bentuk derma ( uang ) kepada orang miskin. Dia haruslah melihat jalanan kebajikan yang menguntungkan itu. Kekayaan berputar bagaikan roda-roda sebuah kereta dan bergulir dari seseorang kepada orang lain. ( Titib, 2003 : 529 ) dharma yaitu arthasoca (artha yang suci dan menyucikan). Setelah artha diperoleh janganlah mendhanakan sebagaimana kikir kepada orang termuat untuk lain dalam Sarasamuccaya 176 Karena itu yang patut diusahakan oleh manusia, jangan kikir berdharma dana, nikmatilah karena kekayaan itu tidak akan habis-habisnya jika karmapala (bekerja dan beramal yang mengadakannya itu tidak putus 2.2 Pengelolaan Artha Didhanapuniakan untuk Dalam setelah menjalani kehidupan artha berikanlah diperoleh, artha itu maka untuk kesejahteraan orang lain. Makna dari pernyataan tersebut adalah bahwa artha untuk itu harus digunakan kesejahteraan bersama. Hal tersebut juga di anjurkan seperti yang termuat DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK dalam Yayurveda VII.14 sebagai (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) terutama bagi orang- orang yang berikut : sangat membutuhkan. Selain artha digunakan untuk Suviryasya rayasposasya Daditarah syama membantu orang yang memerlukan, Terjemahannya : artha juga digunakan untuk memenuhi Mari kita memberi uang untuk kesejahteraan orang lain ( yang memerlukan ). ( Titib, 2003 : 529 ). kebutuhan akan makanan. Makanan yang sehat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk menjaga kelangsungan Merujuk kepada kitab suci di atas, maka tersirat adanya hidupnya. Artha yang diperoleh dari hasil kerja dan usaha digunakan untuk penggunaan artha itu seyogyanya memberi dimenej untuk membantu orang melakukan kerja dan usaha kembali. yang miskin dan Hal kepada membutuhkan. orang diberikan yang Artinya bahwa ini makanan dijelaskan sehingga dalam dapat mantra Yayurveda IV. 8 sebagai berikut : Dyumnam vrnita pusyase. artha yang dimiliki harus di- Terjemahannya : danapunia- kan untuk membantu Semoga kalian memproleh uang orang yang tidak mampu seperti untuk makanan kalian. ( Titib, kepada anak yatim piatu atau 2003 : 529 ). kepada orang tua jompo, ataupun Artha disamping digunakan kepada orang yang kena musibah membeli makanan agar kita bisa hidup, sehingga artha akan memberikan dan membantu orang lain, maka artha kesejahteraan bagi umat manusia juga digunakan untuk mengembangkan 93 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 usaha. Artha yang diperoleh dari kegiatan kerja dan usaha kembali digunakan untuk Dadadhvam bhunjata bhrsam, mabhuta krpanahjanah, Karmaksayena ksiyante, nopabhogena sancayah. mengembangkan Matangnya deyanikang wwang, haywa juga teget maweweha, gawaya danapunya, mamuktya. Apan tan henti ikang wibhawa, yan tan henti ikang karma phala humanakenya. usaha agar artha itu dapat berkembang. Dalam pengembangan artha itu sendiri harus digunakan mengembangkan ISSN : 1412-7474 untuk usaha-usaha yang Terjemahannya : postif sehingga artha itu bermanfaat Oleh karena itu, yang harus diperbuat ialah janganlah kikir dalam memberi dana punya, buatlah usaha untuk amal, pergunakanlah kekayaan untuk meningkatkan kesejahtraan. Karena sesungguhnya, kewibawaan itu akan tidak berhenti menyertai kita apabila karmaphala yang menyebabkannya itu belum habis. ( Kajeng, 2003 : 139 ). bagi semua pihak. Dalam Rgveda I.24.5 disebutkan sebagai berikut : Murdhanam raya arabhe Terjemahannya : Kami memperoleh uang sehingga kami bisa mengembangkan beberapa perusahaan. ( Titib, 2003 : 530 ) Dari sloka di atas ternyata manusia dilarang untuk kikir dalam kerja Hasil yang diperoleh melalui memberikan dana punia. Dana punia berdasarkan merupakan Dharma dgunakan untuk bermanfaat bagi orang salah satu penggunaan baik dan lain yang Dengan sloka meningkatkan kewibawaan orang yang Sarasamuccaya 176 disebutkan sebagai berdana punia sampai karmaphalanya berikut : habis. membutuhkan. hal dapat Dalam kekayaan untuk kesejahteraan manusia. berdana punia akan DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK Uang yang diperoleh dari usaha (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) Jika ada orang yang begini perilakunya : mau ia dengan adharma ( menyalahi dharma ) berusaha mendapatan uang kemudian uang itu dipakai membiayai usaha-usaha yang bersifat dharma; orang yang demikian perilakunya, lebih baik ia tidak berusaha secara demikian; sebab lebih benar orang menghindari lumpur dari pada menginjaknya, walaupun akhirnya akan dapat dibasuh. ( Kadjeng, 2003 : 200 ) yang dilakukan harus dikelola dengan baik dan benar, sehingga uang yang dimiliki mempunyai manfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Kalau seseorang menggunakan uang untuk melakukan kegiatan usaha sesuai dengan Dharma, tetapi uang itu diperoleh dengan cara tidak baik, maka Sloka Sarasamuccaya 264 di atas usaha seperti itu jangan dilakukan menjelaskan bahwa uang yang diproleh karena sudah melanggar ajaran agama dari usaha yang berdasarkan adharma Hindu. Dalam sloka Sarasamuccaya jangan sekali-kali digunakan untuk 264 disebutkan sebagai berikut : melakukan usaha-usaha yang bersifat Dharmatham yasya vitteha tasyaniha gariyasi, Praksalanaddhi pankasya duradasparcanam varam. Dharma, karena hal itu akan dapat merusak Dharma itu sendiri. Ini artinya bahwa kalau uang di peroleh dengan Hana pwa wwang mangke kramanya, mangga makasadhanang adharma, an pangarjanartha, an sadhana dharmaprayojananikang artha denya, ikang wwang mangkana kramanya, leheng juga yang tan pangarjana, apan yukti temen ikang maninggahi latek sangka ring mangambah, yadyapin, wasehana awasananya. cara tidak baik apabila digunakan untuk hal-hal yang positif, maka uang itu tidak mempunyai manfaat sama sekali karena uang itu diproleh menyimpang dari kebenaran. Norma yang mestinya dilakukan Terjemahan : setelah memperoleh artha adalah 95 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 dengan mengikuti tuntunan ISSN : 1412-7474 dalam memerlukan. Apabila dana punia itu Canakya Nitisastra VIII,4 disebutkan diberikan dengan tujuan lain. Dana sebagai berikut : punya harus diberikan kepada orang- Vittam dehi gunonvitesu matimannonyatra dehi kvacit Pratam varinidharjalam dhanamuka madhuryayektam sada Yivasthavarajanggamasca sejalan samjinyoi bhumandalam Bhuyah prisya tadeva kotingutim gachet svawambhanidham. orang yang dibenarkan membutuhkan, tidak melakukan dana punia dengan tujuan mencari nama dan muka kepada atasan. Dana punia dapat menimbulkan multiflayer efek yang Terjemahan : cukup luas. Hal itu diibaratkan Wahai para dermawan yang bijaksana, persembahkanlah dana puniamu kepada orang yang tepat dan pada tempat yang tepat, selain itu jangan dilakukan. Air laut yang sampai pada permukaan awan menjadi manis di bumi, memberikan hidup pada makhluk-makhlu yang bergerak, dan makhluk yang tidak bergerak yang akhirnya kembali lagi mengalir kelautan dengan puluhan juta kali. (Darna, 2008:150) perputaran air laut. Air laut menguap menjadi sumber kehidupan stavira. Setelah memberikan kehidupan kembali ke laut. Demikian pula artha ( kekayaan ) yang di dana puniakan pada orangyang tepat dan waktu yang tepat. Artha benda itu akan memberikan kehidupan dan kebahagiaan pada orang Sloka Canakya Nitisastra VIII,4 yang menerimanya, bagi yang di atas menjelaskan bahwa dana punia memberikan akan mendapatkan yang tepat tidak akan menjadi habis. kebahagian ( phala ) yang berlipatMalahan dana itu akan berputar-putar lipat. bahkan akan bertambah banyak. Dalam Dalam diri setiap orang mstinya sloka di atas ditekankan dana puiya, tertanam itu harus diberikan kepada orang yang sifat dermawan karena DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK kedermawanannya itulah akan dapat uang (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) atau pemberian itu sebagai menghapuskan kemiskinan. Hal ini berikut : ditegaskan dalam Canakya Nitisastra V Wwang dinathithi yogya yang synya dana tekapira sang uttameng praja Wwang dewo sthana dan winursitha rubuh wongunenika paharja sembhahen. Dina preta sangaskaran ta pahayun lepas akena tekeng smasamaya Byakta labhaning aswamedha kretu labhanira siniwi ring suralaya. sloka 11 sebagai berikut : Daridraya nasanam danam Silam suryati nasanam Ajnana nasini prjana Bhawana bhaya nasini. Terjemahannya : Kemiskinan dihapuskan oleh kedermawanan. Perbuatan baik menghapuskan kesengsaraan, kebodohan dihapuskan oleh kecerdasan. Bahaya dan rasa kehilangan dihilangkan dengan merenungkannya baik-baik. (Darna, 2008:150) Terjemahannya : dalam diri. Danapunia yang diberikan Orang yang terpandang dalam masyarakat patut memberikan dana punia kepada tamu yang miskin, membangun kembali tempat suci yang sudah roboh dan tidak terpakai lagi, lalu menghias supaya dapat dipakai sebagai tempat persembahyangan . Ia patut mengadangan upacara pada roh-roh orang yang sengsara supaya terlepas dari kubur. Dengan jalan yang demikian ia berjasa seperti orang yang mengadakan aswamedha yadnya dan ia akan dimuliakan di suralaya.( Darna, 2008:151-152). dengan dasar kasih sayang dapat Di dalam Niti Sastra 15 ada di Usaha untuk meningkatkan danapunia akan dapat berhasil, apabila setiap orang giat mencari artha dan kekayaan berdasarkan Dharma dan giat pula meningkatkan kesadaran kasih mengwujudkan gerakan danapunya yang menghapuskan kemiskinan. Dalam kekawin Nitisastra juga dijelaskan tentang arah penggunaan jelaskan bagaimana kekayaan itu digunakan atau difungsikan. Dalam Niti Sastra 15 disebutkan sebagai berikut : 97 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 Dhanam bhoga natastistra gatayo bhavanti vittasya yon a dadati na bhukte tasya trtiya gatirbhavati Terjemahan : ISSN : 1412-7474 dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Dalam Menawadharmasastra dijelaskan tentang siapa-siapa yang Kekayaan yang berlimpah sebenarnya mempunyai tiga fungsi yaitu : a. untuk dipakai sendiri b. untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan. c. untuk diamalkan sebagai dana punia, sesuai disebutkan dalam dharma sastra dan phalanya besar. ( Mertha, 2009 : 41 ) paling tepat untuk mendapatkan Kalau seseorang danapunya. memberikan danapunya yang tepat kepada orang sesuai yang dengan membutuhkan waktunya dan pemanfaatan danapunya tersebut, maka Sesuai dengan bunyi sloka di atas danapunya yang berikan akan bahwa kekayaan yang dimiliki oleh mempunyai nilai yang tinggi. Hal ini seseorang seharusnya difungsikan dijelaskan dalam sloka untuk tiga hal yaitu untuk memenuhi Menawadharmasastra VII,85 sebagai kebutuhan diri sendiri, kemudian berikut : digunakan untuk membantu orang yang membutuhkan dan yang berikutnya digunakan untuk berdana punia Samabrahmana danam Dwigunam brahmana bruwe Pradhite satasahasra Manantam wedaparage. sehingga kekayaan yang dimiliki oleh Terjemahan : seseorang berguna bagi kesejahtraan umat manusia bukan sebaliknya kekayaan itu hanya di gunakan untuk memenuhi hawa nafsu belaka sehingga Dana yang diberikan kepada orang yang bukan brahmana, akan memberi hadiah yang biasa. Sedangkan yang diberikan kepada orang yang mengatakan dirinya brahmana, memberi hasil dua kali, dan yang diberikan kepada brahmana akhli, DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK memberikan keuntungan seratus kali, sedangkan kepada orang yang mengetahui weda dan weda peraga hasilnya tidak terbatas. ( Pudja, 2003 : 376 ) (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) menjadi sebuah hari raya penting berdanapunia bukan hanya diwujudkan dengan upakara yang disebut endongan, tetapi wujudkanlah dalam Sloka Menawadharmasastra di praktik beragama raksanamdanam atas menjelaskan tentang penggunaan sebagaimana masyarakat Bongan artha selain untuk memenuhi kama melaksanakannya dalam tradisi atau keinginan, artha digunakan untuk masuryak melakukan dharma tepat pada hari raya dengan Kuningan. memberikan danapunia yang tepat bagi Apabila dicermati tentang fokus orang yang membutuhkan. Dengan memberikan danapunia yang tepat kepada orang yang membutuhkan, beragama pada catur yuga, maka akan ditemukan bahwa dana punia pun menjadi fokus beragama dalam zaman sedangkan pada zaman krta maka menjadi puncak dari kebajikan adalah bermanfaat dan mempunyai nilai guna prlaksanaan tapa, dalam zaman trta bagi orang yang membutuhkannya. adalah jnana, pada zaman dwapara karena itu tersebut yng akan Oleh danapunia kali berdanapunia seyogyanya dilakukan oleh umat Hindu bukan saja menghaturkan danapunia ke pura melainkan melakukannya pula adalah pelaksanaan yadnya. III. SIMPULAN Tradisi kebudayaan dalam dan dresta sebuah adalah menyiratkan yang hakiki pada sebuah untuk yadnya sesama sesuai yang masyarakat karena tradisi itu adalah termuat dalam Agastya Parwa bahwa juga acara yang dalam agama Hindu yang disebut manusa yadnya adalah merupakan bagian dari Tiga kerangka yadnya sesama. Kuningan agama Hindu selain tattwa dan susila. 99 PANGKAJA, VOLUME 14, NO. 2, AGUSTUS 2012 Tradisi masuryak yang dialaksanakan Representasi. Terjemahan Mahyuddin I. Yogyakarta:Jalasutra. tepat pada hari raya Kuningan adalah selain ritual untuk mengantarkan leluhur mereka menuju tempat sorga Setelah ritual itu dilaksanakan barulah dilanjutkan dengan masuryak yaitu bersorak sambil melemparkan uang. Uang yang dilemparkan bukan hanya ISSN : 1412-7474 Couteau, J. 1995. Transformasi Struktural Masyarakat Bali dalam Bali di Persimpangan Jalan 2. Sebuah Bunga Rampai. Editor: Usadi Wiratnaya. Denpasar: Nusa Dua Indo Budaya. untuk keluarga dekat termasuk juga adalah untuk masyarakat yang datang ke desa terebut akan mendapatkan rejeki. Jadi dibalik sebuah ritual dan tradisi tersimpan makna yang sarat yaitu dana punia. DAFTAR PUSTAKA Ananda Kusuma, Sri Resi. 1986. Kamus Bahasa Bali. Denpasar:CV Kayu Mas Agung. Bagus, I Gusti Ngurah. 1992. “Pembangunan Bali Berwawasan Budaya” dalam Majalah Imamas Universitas Udayana. Denpasar: Pusat Penelitian Universitas Udayana. Barthes, R. 2007. Membedah MitosMitos Budaya MasaSemiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan Covarrubias. 1972. Island of Bali. Kualalumpur: University Press Oxfford. Darsana, I Gusti Putu. 1998. “Akar Kebudayaan Bali”. Dalam Dinamika Kebudayaan Bali (Ardika, ed.)”. Denpasar: Upada Sastra. Durkheim, Emile.2003. Sejarah Agama ( The Elementary Forms of the Religious Life). Yogyakarta: IRC.So.D. Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Geertz, Clifford . 1995. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius. Geria, I Wayan. 2008. Transformasi Kebudayaan Bali Memasuki Abad XXI. Surabaya: Paramita. Gunadha, Ida Bagus, 2008. Identitas Manusia Bali: Perspektif Adat, DANA PUNIA DALAM TRADISI MASURYAK Agama, dan Budaya. dalam Kumpulan Makalah Kongres Kebudayaan Bali 14-16 Juni 2008 di Denpasar. Picard, Michel. 2006. Bali, Pariwisata Budaya dan Budaya Parwisata. Penerjemah Jean Couteau dan Warih Wisatsana. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia- Forum JakartaParis, Ecols Francaise d’extreme-orient. Santhiarsa, IGN Nitya.2009. Darma Dana. Denpasar: Ikatan Suka Duka Pekerja Hindu Indonesia (ISD-PHI). Titib, (Ida Ayu Tary Puspa, 83-101) I Made.2001. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Wiana, I Ketut. 1998. Berbakti Pada Leluhur Upacara Pitra Yadnya dan Upacara Nuntun Dewa Hyang. Paramita:Surabaya Wiana, I Ketut. 2000. Makna Upacara Yadnya dalam Agama Hnidu I. Surabaya: Paramita. Wiana, I Ketut. 2004. Makna Upacara Yadnya dalam Agama Hindu II. Surabaya: Paramita. Wiyono, Eko Hadi. Bahasa Indonesia 2007. Kamus Lengkap. Jakarta:Palanta. Sudharta, Tjok Rai dan IB Oka Puniatmaja.2001. Upadesa tentang Ajaran Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Tim Peneliti. 2003. Panca Yadnya: Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya, dan Manusa Yadnya. Denpasar: Pemda Provinsi Bali. Tim Penyusun. 1985. Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu I-XV. Denpasar: PHDI Pusat. 101