PERMUKIMAN KUNA ABAD KE 9

advertisement
Bangsa yang besar ialah
bangsa
yang
memiliki
peradaban leluhurnya
Save our heritage……
(Narasinga2010)([email protected])
PERMUKIMAN KUNA ABAD KE 9-10 Masehi
Studi kasus : situs liyangan
Oleh : Nurkotimah S,S.
Sarjana Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sekretaris umum DPP PERADAH D.I Yogyakarta
Situs Liyangan terletak di Dusun Liangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah (tepatnya di area penambangan pasir). Titik koordinat S7 15
07.0 dan E110 01 37.4. Hasil penelitian penjajagan pada 2010 menunjukan bahwa Situs Liyangan
secara kronologis merupakan situs permukiman dari masa Mataram Kuna, yaitu sekitar abad X
masehi yang berdasarkan langgam bangunan candid an fragmen keramik asing (Tjahjono, dkk.,
2010).
Tahun 2008 dan 2009, Situs Liyangan ditemukan terkubur material vulkanik sedalam kira-kira 68 m. Situs tersebut ditemukan oleh warga penambang pasir yang menemukan sejumlah data
arkeologi berupa talud batu, batu candi, dan beberapa fragmen artefak. Hingga saat ini, catatan
tertua tentang letusan Gunung Sindoro adalah tahun 1806 Masehi. Catatan tersebut, sangat tidak
sesuai dengan kondisi temuan permukiman kuna Liyangan. Perkampungan Liyangan dipastikan
terkena bencana letusan pada abad ke-9/ke-10. Selain itu, Gunung Sindoro sudah beberapa meletus
sebelum perkampungan kuna ada. Salah satu buktinya ialah dimanfaatkan materi vulkanik,
terutama batu sebagai komponen bangunan ibadah dan kesuburan tanah yang mendukung
pertanian (Riyanto, 2014 : 103).
Keberadaan perkampungan yang hilang atau terpendam dan kini ditemukan kembali, juga
diperkuat dengan adanya sebuah prasasti tinulad (tiruan). Prasasti tersebut ialah Prasasti Rukam
(907 M) yang berisi tentangpenganugerahan sima atas wanua i rukam oleh Sri Maharaja Rake
Watukura Dyah Balitung Sri Dharmmodaya Mahasambhu sebagai pengganti sima dari
Rakryan Sanjiwana (nenek sang raja) untuk dharmanya di Limwung. Dalam Prasasti Rukam
terdapat kata-kata ‘….. kumonnakan ikanang wanua i rukam wanua wanua i dro sangka yan
hilang dening guntur rakryan sanjiwana nini haji manasia i dharma nira I limwung muang
pagawa yana kamulan.. ’ (Nastiti, et.al. 1982 : 23) , yang artinya ….. memerintahkan (supaya)
wanua i rukam tersebut, (yang termasuk) wilayah kutagara, mengingat bahwa rusak/hilang
karena terkena letusan gunung sima dari Rakryan Sanjiwana, nenek sang raja diberikan untuk
dharmmanya di Limwung, serta dibuatlah kamulan…. (Muchtar, 2014 : 155). Christie (2004)
menginterpretasikan bahwa wanua i rukam ditetapkan sebagai sima bagi dharma Rakryan
Sanjiwana karena daerah sima yang dulu miliknya hilang terkena letusan gunung. Muchtar (2014)
menyimpulkan bahwa Situs Liangan merupakan perkampungan yang hancur karena terkena
bencana gunung meletus (sesuai dengan isi di Prasasti Rukam). Sedangkan wanua i Rukam
Bangsa yang besar ialah
bangsa
yang
memiliki
peradaban leluhurnya
Save our heritage……
(Narasinga2010)([email protected])
merupakan perkampungan baru yang mengantikan perkampungan yang hancur akibat bencana
(Muchtar, 2014 :161).
Gambaran umum hasil penelitian lanjutan tahun 2010 hingga 2014 menunjukan bahwa Situs
Liangan merupakan “pedusunan” atau permukiman masa Mataram Kuna abad VI-X Masehi, yang
memiliki komponen permukiman yang kompleks, yaitu area hunian, area peribadatan Hindu,
pertanian, dan perbengkelan. Area hunian ditandai dengan ditemukannya sisa rumah kayu,
peralatan rumah tangga dari keramik, tembikar, logam, dan batu. Area peribadatan Hindu ditandai
oleh bangunan candi Hindu, batur, dan peralatan peribadatan berupa genta perunggu dan arca.
Area pertanian ditandai oleh sebaran yonidi bagian atas situs , peralatan pertanian dari logam, serta
sisa padi dan data organic yang hangus terbakar oleh material vulkanik (Riyanto, 2014 : 31-32).
Berikut adalalah deskripsi temuan arkeologis di Situs Liyangan. Terdapat dua buah bangunan
candi, candi yang pertama ditemukan pada tahun 2010, sedangkan candi yang kedua ditemukan
pada tahun 2014. Keistimewaan candi pertama ialah terdapat sebuah yoni dengan tiga lubang.
Yoni tersebut berukuran panjang 203 cm, lebar bagian atas 72 cm, lebar bagian bawah 91 cm, dan
tinggi 70 cm. Cerat yoni menghadap ke selatan kea rah puncak gunung Sindoro. Lubang pertama
pada yoni berbentuk bujur sangkar dengan luas 25 x 25 cm2. Pada lubang ini lingganya telah
hilang. Lubang kedua dan ketiga bentuknya tidak beraturan. Candi kedua ditemukan pada tahun
2014. Candi ini mempunyai keistimewaan, yaitu ditemukannya fragmen tulang, onggokan butir
padi terbakar.
Bangunan selanjutnya, ialah batur, di situs Liyangan terdapat 7 buah batur. Semua batur memiliki
pola yang sama yaitu mempunyai denah persegi empat/bujur sangkar serta menggunakan bahan
berupa batu andesit warna hitam dan beberapa batu telah teroksidasi dengan warna merah. Selasar
dan tangga batu, keduanya merupakan bangunan yang tak terpisahkan. Selasar memiliki ukuran
panjang ± 30 m. Pagar candi merupakan bangunan yang menandakan batas tempat sacral dan
profane. Talud merupakan tempat yang landau /miring. Pada situs liyangan, talud terbuat dari
susunan balok batu, tkubus batu, dan bolder. Keberadaan talud merupakan adaptasi lingkungan
Liyangan yang bertopografi berada di lereng Gunung Sindoro. Komponen penting dalam suatu
Bangsa yang besar ialah
bangsa
yang
memiliki
peradaban leluhurnya
Save our heritage……
(Narasinga2010)([email protected])
perkampungan, ialah jaringan jalan. Demikian pula dengan di Liangan, terdapat jaringan jalan
yang terbuat dari batu-batu bulat dengan ukuran yang relative hamper sama.
Selain temuan berupa bangunan utama, di Situs Liangan juga ditemukan keramik cina dari dinasti
Tang, yang menandakan telah adanya suatu kontak dagang dengan asing. Selain itu, disekitar situs
juga ditemukan Genta, celupak, parang, gandik, pipisan, 2 buah arca Ganesha, arca wanita, arca
laki-laki, jaladwara (saluran air), lingga, lumping, lapik arca, dan yoni (Istari, 2014 : 201-2014).
Situs Liangan juga ditemukan sisa rangka manusia yang ditemukan pada tanggal 6 Juli 2013. Sisa
manusia tersebut ditemukan dalam suatu matrix tanah lempung pasiran berwarna coklat
kehitaman, yang merupakan tanah paleosol. Berdasarkan konteksnya, fitur manusia berkedudukan
di ketinggian yang sama dengan baatur disebelahnya. Hal tersebut, menandakan bahwa individu
tersebut berasal dari zaman yang sama dengan candi, yaitu sekitar abad 9-10 Masehi (Noerwidi,
2014 :296-297).
Berdasarkan analisis bioarkeologi, individu Liangan berjenis kelamin perempuan yang berumur
18-22 tahun. Individu tersebut memiliki ciri rasial Mongoloid yang kuat dengan beberapa
campuran karakter Australo-Melanesoid. Perempuan tersebut mengidap beberapa penyakit
periodontal dan mengalami modifikasi gigi yang berhubungan dengan aspek estetika. Individu
tersebut dimakamkan pada suatu konteks kubur sekunder yang hanya melibatkan beberapa anggota
tulang utamannya saja (Noerwidi, 2014 : 317).
Penemuan situs Liangan ternyata mengundang beberapa pihak untuk menyaksikan keelokan sisa
perkampungan sekitar abad ke 9-10 M. pengunjung yang dating berasal dari beberapa kalangan,
diantarannya masyarakat awam, pelajar, mahasiswa, peneliti, instansi pemerintah, dan kaum
spiritual. Daya Tarik pengunjung yang ingin tahu tentang situs Liangan terlihat dari antusiasnya
yang selalu bertanya-tanya tentang situs ini. Sehingga bias dijadikan sebagai situs yang bertujuan
dalam pengetahuan kesejarahan bagi masyarakat dan membuktikan peradaban leluhur. Sisi lain,
dari unsur masyarakat pengguna atau pengunjung perlu diatur dengan manajemen kunjungan yang
baik. Pasalnya, Situs Liangan masih terbuka belum ada pagar atau batasnya. Kondisi yang
demikian membuka peluang bagi oknum yang berniat jahat, sehingga berpotensi dalam kerusakan
dan kelestarian situs.
Daftar Pustaka
Abbas, Novida; Riyanto, Sugeng; 2014. Liangan Mozaik Peradaban Mataram Kuna di Lereng
Sindoro. 2014. Yogyakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Arkeologi Yogyakarta
dan KEPEL Press.
Christie, Jan Wisseman. 2004. “Register of The Inscription of Java Part III : 898-929 A.D.
Consultation Draft II. Tidak Terbit. Dalam Liangan Mozaik Peradaban Mataram Kuna di Lereng
Bangsa yang besar ialah
bangsa
yang
memiliki
peradaban leluhurnya
Save our heritage……
(Narasinga2010)([email protected])
Sindoro. 2014. Yogyakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Arkeologi Yogyakarta
dan KEPEL Press. Hlm 149 - 163
. 2014. “Menggali Peradaban Mataram Kuna di Liangan Tahap Demi Tahap” dalam Liangan
Mozaik Peradaban Mataram Kuna di Lereng Sindoro. 2014. Yogyakarta : Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Balai Arkeologi Yogyakarta dan KEPEL Press. Hlm 31-115
Tjahjono, Baskoro Daru, dkk. 2010. Laporan Penelitian Penjajagan Situs Liangan, Temanggung,
Jawa Tengah. Tidak Terbit
Download