II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit adalah jenis palmae yang sangat dikenal sebagai
penghasil
minyak nabati. Taksonomi tanaman
kelapa
sawit adalah
Kelas:
Angiospermae, Sub kelas: Monocotylodoneae, Ordo: Cocoideae, Famili: Palmae,
Genus: Elaeis, Species: Elaeis guineensis Jacq (Lubis, 2000).
Tanaman kelapa sawit cocok tumbuh pada daerah dengan posisi 13°LU - 12°
LS, menghendaki curah hujan optimal 2000-3000 mm/tahun dengan ketinggian
tempat 0-500 meter dari permukaan laut (dpi). Suhu optimum yang dibutuhkan 24°C28°C, lama penyinaran 5-7 jam/hari, kecepatan
angin yang baik untuk proses
penyerbukan 5-6 km/jam, dan kelembapan 80% (Lubis, 1992).
Pada kelapa sawit dikenal dua macam sistem pembibitan kelapa sawit, yaitu
Double Stage System yaitu dimulai dari kecambah ditanam pada kantong plastik kecil
{Baby Bag) pada pembibitan awal {Pre Nursery) selama 3 bulan dan umur 3-4 bulan
dipindahkan pada kantong plastik besar {Large Polybag) pada pembibitan utama
{Main Nursery). Sistem pembibitan dua tahap {Double Stage) memiliki beberapa
keuntungan
seperti: kemudahan
dalam pengawasan dan pemeliharaan
serta
tersedianya waktu dalam persiapan pembibitan utama pada 3 bulan pertama dan
terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan melalui tahap seleksi di pembibitan
awal maupun pembibitan utama. Cara kedua
adalzih Single Stage System yaitu
dengan menanam langsung pada kantong plastik besar {Large Polybag), lalu setelah
melewati masa seleksi akan langsung ditanam ke lapangan (Rankine, 2003).
2.2. Kompos Sludge
Sludge merupakan jenis limbah industri yang berasal dari perkebunan kelapa
sawit sebagai hasil akhir dari pengolahan minyak kelapa sawit yang berasal dari
limbah cair maupun padat yang telah diendapkan. Aplikasi sludge dapat memperbaiki
sifat kimia tanah seperti pH, C-Organik, N total, ketersediaan C, Ca, Mg dan
peningkatan K yang dapat dipertukarkan (Sembiring, 2001).
5
Effective Microorganisms-4 (EM-4) adalah suatu kultur campuran berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat yang dapat digunakan sebagai inokulun untuk
meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah sehingga akan mempengaruhi
kualitas tanah dan memperbaiki pertumbuhan tanaman serta mutu hasil tanaman.
EM-4 berfungsi dalam menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang
merupakan faktor penentu keberhasilan pembuatan kompos (Yovita, 1999).
EM-4 dapat meningkatkan kualitas tanah dan pertumbuhan serta hasil
tanaman pangan dalam sistem pertanian organik (Higa, 1993). Menurut Wididana
(1992), EM-4 dapat meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme dalam
tanah, mempercepat
dekomposisi limbah dan sampah
organik dalam tanah,
meningkatkan aktifitas mikroorganisme (mikoriza, rhizobium, bakteri pelarut fosfat)
dan mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida.
Kompos adalah pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahan-bahan
tanaman atau limbah organik. Pengomposan EM-4 terhadap bahan organik sludge
merupakan suatu proses mikrobiologi dimana bahan organik dirombak oleh aktivitas
mikroorganisme EM-4 sehingga dihasilkan energi dan unsur karbon sebagai
pembangun sels-sel tumbuhan (Musnamar, 2003).
Hasil analisa kompos sludge dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Sumatera Barat yaitu C-organik (8,04), N (4,04), dan C/N (1,99). Aplikasi
kompos dengan C/N rasio yang masih tinggi ke tanah akan
mengganggu
pertumbuhan tanaman. Kompos siap dipakai biasanya memiliki C/N rasio mendekati
C/N rasio tanah, yaitu 12-15 dengan suhu hampir sama dengan suhu lingkungan
Menurut Novizan (2005) pengaruh bahan organik pada ciri fisik tanah adalah
meningkatkan kemampuan menahan air, total porositas, memperbaiki pola draenase
dan merangsang granulasi agregat. Pada kimia tanah pengaruh bahan organik adalah
meningkatkan daya scrap, kapasitas tukar kation dan pelarutan sejumlah unsur hara
(Musnamar, 2003).
Berdasarkan penelitian Pasaribu (2007) menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian sludge sebesar 150 ^polybag memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
6
pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit untuk parameter tinggi tanaman, jumlah
daun, berat kering dan panjang akar.
2.3. Irigasi Tetes
Menurut Sumama (1998) berdasarkan cara pemberiannya irigasi dibedakan
menjadi irigasi permukaan {surface irrigation), irigasi bawah tanah {sub-surface
irrigation), dan irigasi curah {overhead/sprinkler irrigation) yang terdiri dari irigasi
tetes dan irigasi sprinkler. Irigasi tetes termasuk salah satu sistim irigasi curah
{overhead/sprinkler irrigation) dengan cara pemberian air di antara jalur-jalur
tanaman. Air diberikan melalui jaringan pipa-pipa di atas permukaan tanah yang
dipasang menurut jalur-jalur tanaman. Efisiensi pamakaian air dengan sistim irigasi
tetes pada tanaman dapat mencapai antara 90-100%, bila dilaksanakan dengan
cermat, terampil dan beraturan. Pemberian air pada tanaman disesuaikan dengan jenis
dan umur tanaman, karena jenis dan umur tanaman menentukan jumlah kebutuhan air
yang berbeda.
Penerapan irigasi tetes memberikan keuntungan seperti efisiensi penggunaan
air, pemupukan melalui irigasi (fertigasi), menghemat tenaga kerja, meningkatkan
keseragaman pertumbuhan dan ketepatan pendistribusian air dan nutrisi ke tanaman,
melindungi tanah dari erosi dan memperbaiki draenase tanah (Anonimus, 2005).
Untuk kelemahan irigasi tetes antara lain pipa saluran mudah tersumbat, jaringan pipa
dapat dirusak oleh binatang dan tidak semua jenis tanaman yang diberi air dengan
irigasi tetes dapat menguntungkan secara ekonomis (Sumama, 1998).
Menurut Lakitan (1996) menerangkan bahwa defisit air secara langsung dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Proses ini ditentukan oleh tegangan turgor
pada sel tanaman. Hilangnya turgiditas pada sel dapat menghentikan pertumbuhan sel
yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat. Sebaliknya pada kondisi jenuh air
dapat menjadi pembatas perkembangan dan optimalisasi fiingsi akar.
Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) di Medan, pemupukan bibit
kelapa sawit berumur 3 bulan adalah Urea 2 gr/liter air/100 bibit dan pupuk majemuk
NPKMg 15:15:6:4 sebanyak 2,5 gr/bibit, sedangkan mulai umur 6 bulan pupuk yang
7
digunakan adalah pupuk majemuk NPKMg 12:12:17:2. Pada pembibitan kelapa sawit
di main nursery penyiraman bibit disesuaikan dengan curah hujan, suhu dan
penguapan baik oleh bibit maupun tanah. Kebutuhan air bibit kelapa sawit berkisar
antara 3-10 liter/minggu/bibit (Fauzi, 2000).
Download