Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347 INTEGRASI INFORMASI PEMERINTAHAN: ANALISIS INSTITUSIONAL KOMPARATIF Agung Darono Kementerian Keuangan [email protected] Abstrak This research examines various phenomena related to the integration of government information from a comparative institutional perspective. Its findings demonstrate how the implementation of information integration varies from one government functions to other government functions. This study contributes in providing advice required in the process of government information integration. It suggests the necessity of drafting a general guidance that capable of maintaining the current information integration mechanism and then providing detailed instructions on how a government unit able to select a certain type of integration mechanism that suits its particular duties and functions. Keywords: government, integration, information, institution, mechanism 1. Pendahuluan Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam suatu organisasi, termasuk di sektor pemerintahan merupakan hal yang pasti. Hal itu dapat meliputi semua area fungsional ataupun tingkatan manajerial. Dari pengolahan transaksi sampai dengan penyediaan informasi dukungan untuk pengambilan keputusan. Ada yang sebatas hanya menggunakan perangkat spreasheet ataupun sistem enterprise untuk mengintegrasikan semua proses bisnis. Potensi pemanfaatan ini menjadi semakin besar jika organisasi yang bersangkutan mampu mengolaborasikan dan mengintegrasikan sistem informasinya dengan sistem eksternal yang berada di organsasi lain. Situasi ini yang kemudian mendorong adanya integrasi informasi ataupun sistem informasi antar-organisasi (UN 1995; McLeod dan Schell, 2001; Gil-Garcia, 2012). Untuk situasi sektor pemerintahan di Indonesia, keinginan pemerintah mempunyai sistem yang mampu menyajikan informasi yang menyeluruh sebagai bagian dari kegiatan pembangunan nasional adalah suatu hal yang sudah lama ada (Bappenas, 1993). Pada tahap selanjutnya, pemanfaatan TIK untuk kepentingan pemerintahan ini juga telah mendorong terbitnya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Instruksi ini antara lain menyatakan bahwa: “ … Pembentukan portal-portal informasi dan pelayanan publik yang dapat mengintegrasikan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah terkait, sehingga masyarakat pengguna tidak merasakan sekat-sekat organisasi dan kewenangan di lingkungan pemerintah, sasaran ini akan diperkuat dengan kebijakan tentang kewajiban instansi pemerintah dan pemerintah daerah otonom untuk menyediakan informasi dan pelayanan publik secara on-line …” Perkembangan yang ada kemudian juga menunjukkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah mengembangkan suatu solusi berbasis TIK yang disebut sebagai MANTRA. Ini merupakan sebuah aplikasi yang dapat digunakan sebagai perangkat lunak pendukung Kerangka Kerja Interoperabilitas Sistem Informasi dalam rangka menerapkan integrasi informasi dan pertukaran data melalui akses internet menggunakan teknologi layanan berbasis web (web services) berdasarkan konsep arsitektur berbasis layanan (Service Oriented Architecture/SOA). Sebuah perkembangan yang menunjukkan adanya dinamika tentang bagaimana sektor pemerintahan memandang kedudukan integrasi informasi ini sebagai bagaian dari manajemen pemerintahan secara keseluruhan (Kominfo, 2011). Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk lebih dalam menelaah bagaimana integrasi informasi ini telah menjadi bagian dari implementasi TIK yang dilakukan oleh sektor pemerintahan di Indonesia. Penelitian ini dengan menggunakan perspektif analisis institusional komparatif bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana integrasi informasi digunakan sebagai sarana untuk menjalankan aktivitas pemerintahan, terutama untuk pelayanan masyarakat. Tulisan ini ingin berkontribusi setidaknya dalam hal memberikan pemahaman tentang bagaimana aspek institusional ikut memengaruhi pelaksanaaan integrasi informasi pemerintahan. A-196 Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Alasan penggunaan perspektif institusional komparatif ini adalah bahwa integrasi informasi di sektor pemerintahan adalah realitas sosio-teknikal, artinya selain aspek teknologi, ia juga memiliki aspek sosial-insitutionalnya. Untuk itu, pemahaman akan praktik-praktik integrasi informasi, dalam hemat penulis, selayaknya juga harus dilihat dari sisi sosialnya untuk melengkapi berbagai pemahaman dari aspek teknis yang telah tersedia (lihat misalnya: Orlikowski, 1992; Kling et al., 2005; Avgerou 2000; 2003; Darono 2012). 2. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan serangkaian langkah atau tindakan yang dilakukan berdasarkan paradigma (cara pandang seseorang atas suatu hal) tertentu, dilaksanakan dengan tujuan untuk memecahkan masalah/pertanyaan penelitian. Sejalan dengan hal tujuan penelitian sebagaimana yang telah diuraikan, maka penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif-interpretif (Myers 1997; Creswell, 2013; Yang et al., 2011). Artinya, penelitian ini menggunakan paradigma interpretif yang memandang permasalahan penelitian sebagai suatu realitas sosial yang perlu dipahami dan ditafsirkan sebagai jalan untuk menjawab masalah tersebut. Sebagai penelitian kualitatif maka penelitian ini mengajukan kesimpulannya dengan berdasarkan pada data kualitatif berupa uraian (teks) dengan cara memberikan pemahaman yang mendalam (verstehen) dengan menggunakan sudut pandang emic yang pada dasarnya meminta penelitinya untuk menelaah masalah penelitian sebagai “orang-dalam” yang mempunyai keterlibatan, bukan semata-mata pihak eksternal yang menjaga jarak dengan objek penelitiannya. Tentang verstehen ini Costantino (2008) menjelaskan bahwa: “ … This interpretive understanding, verstehen, is a kind of knowledge that is constructed in the exchange between researcher and participant. …” Penelitian interpretif meminta penelitinya untuk mempertimbangkan hubungan dengan situs penelitiannya untuk kemudian dapat memberikan penafsiran dengan menggunakan pengetahuan, pengalaman dan konteks situasi yang dipahaminya. Penelitian ini menggunakan prosedur inquiry berupa studi dokumentasi, yaitu prosedur sistematis untuk menelaah dokumen untuk kemudian dinterpretasikan sehingga akan didapatkan pemahaman darinya dapat dikembangkan pengetahuan empiris. Studi dokumentasi dalam penelitian kualitatif dapat menjadi bagian dari (atau digabungkan dengan) teknik analisis data lain sebagai cara untuk memahami fenomena yang diteliti. Dalam konteks penelitian ini, studi dokumen merupakan bagian dari analisis institusional komparatif. Volume 8 – ISSN: 2085-2347 Dokumentasi dalam hal ini dapat berupa ketentuan hukum/perundangan, prosedur/manual operasional, ataupun juga media release (Bowen, 2009; Bohnsack, 2014). 3.Tinjauan literatur Tinjauan literatur ini akan terdiri dari dua bagian pembahasan. Pertama, penjelasan tentang analisis institusional komparatif sebagai kerangka analisis. Termasuk dalam bahasan ini adalah proposisi-proposisi penting dalam kerangka konsepsual ini, yang akan dimanfaatkan untuk menganalisis temuan penelitian. Kedua, uraian ringkas tentang integrasi informasi, terutama di sektor pemerintahan. Termasuk hal yang diuraikan dalam bagian ini adalah penelitian terdahulu baik tentang analisis institusional komparatif ataupun integrasi informasi. 3.1. Insitusi dan analisis institusional komparatif Institusi mempunyai pengertian yang beragam. Implikasinya ”definisi operasional” akan istilah ini menjadi penting karena hal ini juga akan menentukan definisi tentang institusi yang mana yang digunakan dalam kerangka analisis institusional komparatif. Hal ini penting untuk ditekankan karena nantinya pada saat pembahasan akan dijumpai definisi institusi yang “berubah-ubah”. Situasi yang demikian ini memang sudah menjadi salah ciri analisis institusional, yang bahkan juga dilakukan oleh Eleanor Ostrom sebagai salah satu ”begawan” dalam kajian institusional ini (Cole 2013). Koentjaraningrat (1983) menggunakan istilah “pranata” sebagai padanan istilah “institusi” (institution-bahasa Inggris). Menurutnya pembedaan ini perlu dilakukan supaya tidak rancu dengan terma “lembaga” sebagai dari terjemahan dari istilah “institute”. Selanjutnya menurut Koentjaraningrat, pranata adalah perilaku manusia yang berpola teratur. Komesar (dalam Cole, 2013) mendefinisikan institusi sebagai mekanisme alternatif yang dapat dipilih oleh para aktornya untuk mencapai tujuan mereka. Mekanisme itu dapat berupa pasar, masyarakat, proses politik atau lembaga peradilan. Dalam pandangan Ostrom sebagaimana dikutip Cole (2013): ” ... Institusi adalah serangkaian aturan kerja yang digunakan untuk menentukan siapa yang berhak memutuskan sebuah hal dalam suatu pekerjaan, tindakan apa saja yang diperbolehkan atau dilarang, prosedur apa saja yang harus diikuti, informasi apa saja yang harus disediakan, imbalan apa yang akan diterima oleh individu yang melakukan tindakan yang sesuai. Semua ketentuan mengandung rumusan tentang kewajiban atau larangan atas suatu tindakan atau hasil ...”. Terdapat sekian aliran pemikiran dalam analisis institusional juga menyebabkan banyak teknik A-197 Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang analisis yang menjadi kepanjangan tangan dari masing-masing aliran (baca: definisi tentang institusi) itu. Sekedar untuk menyebut beberapa teknik, dikenal misalnya: transaction cost, institutional pressures (isomorphism), institutional logics, institutional arrangements, ataupun institutional enterpreneur. Termasuk di dalamnya adalah analisis institusional kompararif (comparative analysis of institution). Setiap teknik tersebut mempunyai penekanan dan sudut pandangnya sendiri tentang bagaimana sebuah situasi sosial dapat dijelaskan/dipahami dengan menggunakan fitur yang ada (Cole, 2013; Aoki, 2001; Richter, 2015). Lantas bagaimana kerangka analisis institusional komparatif digunakan untuk penelitian ini? Penulis mengajukan urutan langkah-langkah berikut ini sebagai prosedur analisis untuk penelitian ini: (1) penelaahaan integrasi informasi sebagai institusi untuk memberikan pemahaman awal, terutama kaitannya dengan ”definisi operasional” atas institusi yang digunakan dalam penelirian ini; (2) mengidentifikasi berbagai mekanisme informasi integrasi sehingga atas jenis-jenis mekanisme ini nantinya dapat dilakukan komparasi. 3.2. Integrasi informasi Hearst (1998) menyatakan integrasi informasi sebagai tindakan untuk menyatukan berbagai sumber data data yang tersebar untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna secara lebih baik. Sementara itu Miranda (1999) dalam Griffin dan Dempsey (2008) mendefinisikan sistem informasi terintegrasi sebagai “the extent to which different operational functions are tied together in the overall system”. Selanjutnya Griffin dan Dempsey (2008) dengan menjelaskan bahwa sistem terintegrasi tersebut dapat tercapai melalui “developing system interfaces which links the software of the separated functions of the organisation”. Secara lebih detil Imhof (2005) menguraikan bahwa terdapat beberapa pilihan framework integrasi informasi yang dapat dipilih bergantung pada karakterisik organisasi, sistem-aplikasi yang tersedia dan format informasi yang akan diintegrasikan. Pilihan itu adalah apakah menggunakan pendekatan: (1) enterprise application integration (EAI), dilakukan dengan memusatkan dan mengoptimasikan intergrasi aplikasi melalui pengiriman data dengan sisi server sebagai pihak yang aktif mengirimkan data (push-technology) berbasis event; (2) enterprise information integration (EII), integrasi secara real-time atas berbagai tipe data yang terpisah sumbernya baik di dalam ataupun di luar organisasi dengan menyediakan lapisan akses data bagi semua pengguna data dengan menggunakan pendekatan sisi klien yang aktif meminta data (pull technology); (3) extract, transfrom, and load (ETL), merupakan pendekatan dengan asimilasi data Volume 8 – ISSN: 2085-2347 biasanya secara batch dari lingkungan pengelohan transaksi (OLTP) yang sumber heterogen menuju ke sebuah repositori tunggal yang homogen untuk kepentingan analitik (OLAP) dan dukungan pengambilan keputusan. 4. Temuan dan diskusi Bagian temuan dan diskusi ini dengan menggunakan perspektif analisis institusional komparatif akan membahas terlebih dulu kedudukan integrasi informasi pemerintahan sebagai sebuah institusi. Berikutnya, akan diuraikan temuan penelitian yang berkaitan dengan berbagai praktikpraktik integrasi informasi yang sudah berlangsung sampai dengan saat ini. Selanjutnya, peneliti akan mendiskusikan temuan tersebut dengan membuat suatu refleksi, dengan cara mengaitkan temuan yang telah diungkapkan dengan memberikan pemahaman dan penafsiran berdasarkan konteks manajemen informasi yang relevan, serta pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai praktisi dan peneliti TIK di sektor pemerintahan. 4.1. Integrasi informasi sebagai institusi Integrasi informasi merupakan sebuah instusi karena ia berupa suatu pola tindakan yang diinginkan oleh para aktor-pelakunya (para stakeholder manajemen pemerintahan) sebagai sarana untuk menyelesaikan sebuah pertukaran, yang dalam hal ini adalah layanan dari pemerintaha kepada masyarakat ataupun antar instansi pemerintah. Institusi merupakan ciptaan manusia sebagai sarana untuk menyelesaikan pertukaran ataupun dilema sosial. Artinya institusi dapat berganti wujud sesuai dengan tujuannya mengapa ia diciptakan. Implikasi lanjutannya adalah para aktor-organisasi akan melakukan “komparasi atas institusi” yang sesuai dengan tujuannya. Tentu saja harus juga dipahami bahwa bagaimanapun aktor(-manusia) mempunyai kepentingannya yang sangat mungkin juga memengaruhi pilihannya akan institusi yang inginkan untuk menyelesaikan pertukaran yang ia lakukan. Uraian di atas berlaku juga untuk penentuan mekanisme integrasi informasi pemerintahan yang saat berlaku. Setiap aktor-organisasi mempunyai pilihan atas mekanisme integrasi informasi yang dia inginkan. Bagian selanjutnya akan menguraikan apa saja mekanisme integrasi informasi yang tersedia dan bagaimana hal itu dapat dilaksanakan. 4.2. Mekanisme integrasi informasi Berdasarkan penelusuran penulis terhadap berbagai dokumentasi yang tersedia, hasilnya tersaji dalam Tabel 1. Tampilan ini menguraikan berbagai mekanisme integrasi informasi yang saat ini berjalan. A-198 Tabel 1. Mekanisme integrasi informasi pemerintahan yang berjalan saat ini Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Mekanisme Pengiriman data dalam bentuk file (spreadsheet, word processor, PDF, XML) Host-to-host Integrasi aplikasi Aplikasi standar terdistribusi, dengan output berupa file enkripsi yang akan dikonsolidasi oleh unit pemilik aplikasi Master-Agent deployment Enterprise Deskripsi digunakan oleh www.data.go.id data.go.id adalah portal resmi data terbuka Indonesia sebagai wujud operasionalisasi inisiatif One Data. Portal ini berisi data Kementerian, lembaga pemerintahan, pemerintahan daerah, dan semua instansi lain yang terkait yang menghasilkan data yang berhubungan dengan Indonesia. One Data adalah sebuah inisiatif Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan interoperabilitas dan pemanfaatan data pemerintah. Pemanfaatan data pemerintah tidak terbatas pada penggunaan internal antar instansi, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan data publik bagi masyarakat. Modul Penerimaan Negara (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 dan perubahannya) sebagai sistem aplikasi yang digunakan oleh otoritas fiskal (perbendaharaan, pajak, kepabeanan, cukai) untuk menerima data secara online dari tempat penerimaan pembayaran (payment point) baik bank ataupun pos dengan menggunakan protokol standar pertukaran data tertentu (misalnya: ISO-8583) digunakan oleh www.insw.go.id sebagai portal pertukaran data berupa dokumen kepabeanan, perizinan, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor, impor dan logistik secara elektronik. Aplikasi Sistem Akuntasi Kuasa Penggunaan Anggaran (SAKPA) yang kemudian diubah menjadi Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA). Aplikasi ini dijalankan di setiap satuan kerja (satker) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk menghasilkan laporan keuangan dari setiap satker tersebut. Laporan ini dalam bentuk sofcopy akan dikirimkan kepada otoritas perbendaharaan (Direktorat Jenderal Perbendaharaan) untuk dikonsolidasikan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) melaksanakan aplikasi continous auditing (“e-Audit”) dengan menanamkan agent (daemon) di sisi auditee yang dikoneksikan dengan master di sisi data center auditor (BPK). Agent akan mengirimkan data sesuai dengan setting paramater yang ada di sisi master. Auditor dapat secara online mendapatkan data auditee. sumber: https://web.bpk.go.id/Pages/eAudit.aspx Kominfo mengembangkan MANTRA Volume 8 – ISSN: 2085-2347 Mekanisme Deskripsi service bus (ESB) sebagai infrastruktur berbasis SOA (service oriented architecture) sehingga pertukaran data antara unit pemerintah dapat dilakukan secara point-to-point secara online/real-time https://kominfo.go.id/index.php/content /detail/3319/Aplikasi+eGovernment/0/e_government sumber: analisis penulis Apa yang dapat dipahami dari penjelasan tentang berbagai mekanisme integrasi informasi pemerintahan yang saat ini berjalan? Dalam perspektif analisis institusional komparatif versi Komesar (dalam Cole, 2013) bahwa institusi itu dapat berupa pasar, masyarakat, proses politik atau lembaga peradilan, maka integrasi informasi pemerintahan ini sebenarnya berjalan dengan menggunakan “mekanisme pasar” artinya setiap unit pemilik ataupun pengguna data akan memilih sendiri mekanisme integrasi yang sesuai dengan dirinya. Walaupun memang, dalam hal tertentu ada sedikit proses politik juga berperan misalnya dalam kasus INSW ataupun e-Audit BPK. Namun pada saat kedua aplikasi ini diterapkan hal yang sebenarnya terjadi adalah pilihan berdasarkan alokasi manfaat-biaya sebagaimana yang dilakukan oleh para pelaku pasar pada umumnya. Pada sisi lain, pada kasus penggunaan aplikasi MANTRA dan inisiatif open data, unit kerja pemerintah benar-benar mempunyai kebebasannya untuk mematuhi atau tidak atas keberadaan mekanisme integrasi informasi ini. Sementara itu jika menggunakan kerangkan analisis yang diajukan oleh Aoki (2001) bahwa setiap pilihan akan institusi akan mengubah ekuilibrium yang ada untuk menuju situasi keseimbangan yang baru karena institusi berfungsi sebagai sarana pertukaran makan Pelajaran apa yang dapat dipetik dari situasi ini? Dalam hemat penulis adalah bahwa “mekanisme pasar” berjalan dengan baik dalam situasi yang demikian. Artinya setiap unit dapat memilih mekanisme yang sesuai dengan kepentingannya. Namun, tidak ada salahnya jika para pemangku kepentingan integrasi informasi ini membuat sebuat panduan yang berlaku umum sebagai kriteria bagi suatu unit pemilik data data kapan ia harus menggunakan mekanisme yang sesuai dengan karakteristik data yang ia miliki. Demikian pula halnya dengan pengguna data, panduan tersebut akan memudahkan dia untuk mempersiapkan infrastruktur seperti apa yang diperlukan jika dia akan meminta data dengan menggunakan mekanisme integrasi yang lebih komplek. Katakan ia selama ini meminta data dalam bentuk file yang tentu saja akan bertambah A-199 Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang kompleksitas pengelolaan integrasi datanya jika dia akan menggunakan ESB. Merujukan Inpres 3/2003 memang terdapat sebuah ketentuan yang menyatakakan bahwa: “ … Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi. …. Situs pemerintah pusat dan daerah harus secara bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat-4. Perlu dipertimbangkan bahwa semakin tinggi tingkatan situs tersebut, diperlukan dukungan sistem manajemen, proses kerja, dan transaksi informasi antar instansi yang semakin kompleks pula. Upaya untuk menaikkan tingkatan situs tanpa dukungan yang memadai, akan mengalami kegagalan yang tidak hanyamenimbulkan pemborosan namun juga menghilangkan kepercayaan masyarakat. …” Namun dalam hemat penulis ketentuan tersebut sebaiknya dijabarkan lebih jauh dalam sebuah panduan yang secara khusus mengatur tentang integrasi informasi. Sebagai contoh, bagaimana suatu satker yang menggunakan aplikasi SAIBA ingin mengintegrasikan informasi yang dihasilkan oleh aplikasi ini dengan informasi yang dihasilakan oleh sistem informasinya sendiri. Pada saat ini hal tersebut tidak dapat dilakukan karena aplikasi SAIBA tidak menyediakan application programming interface (API) ataupun standar pertukaran data (XML, ataupun JSON misalnya) yang memungkinkan informasi yang tersimpan dalam basisdata SAIBA dapat diakses pada level application-to-application. Dalam hemat penulis, adanya panduan yang lebih detil akan “mengikat” para perancang sistem dan pengembang aplikasi untuk mematuhi panduan tersebut pada saat mereka melakukan pekerjaan perancangan ataupun pengembangan aplikasi. 5. Kesimpulan dan saran Manajemen pemerintahan memerlukan dukungan aliran informasi sebagai salah satu alat bantu dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan. Untuk itu, kebutuhan informasi yang dihasilkan dari sistem informasi merupakan sebuah keniscayaan. Permasalahannya kemudian adalah bagaimana informasi yang tersebar di berbagai unit pemerintahan tersebut dapat diintegrasikan sehingga memungkinkan setiap unit yang memerlukannya dapat dengan mudah mengaksesnya. Integrasi informasi merupakan jawaban atas permasalahan itu. Penelitian ini membuahkan sebuah pemahaman bagaimana kedudukan integrasi informasi untuk mendukung manajamen pemerintahan di Indonesia. Terdapat beberapa varian mekanisme integrasi informasi, mulai dari yang tidak Volume 8 – ISSN: 2085-2347 terstruktur, hanya berupa pengiriman file hasil pengolahan perangkat spreadsheet hingga akses data berbasis koneksi host-to-host. Untuk itu penulis mengajukan saran tentang perlunya penyusunan sebuah panduan umum tentang tentang integrasi informasi pemerintahan yang di dalamnya menampung semua mekanisme integrasi informasi yang saat ini telah berjalan, untuk kemudian memberikan petunjuk detil tentang bagaimana sebuah unit pemerintahan dapat memilih mekanisme integrasi yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Disclaimer Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, tidak berkaitan dengan pendapat atau kebijakan instansi tempat penulis berafiliasi. Daftar Pustaka Aoki, Masahiko. 2001. Toward a Comparative Institutional Analysis. MIT Press. Avgerou. 2003. “New Socio-Technical Perspectives of IS Innovation in Organizations.” In Information Systems and the Economics of Innovation, edited by Chrisanthi Avgerou and Renata Lebre La Rovere, 141–61. Cheltenham, UK: : Edward Elgar. Avgerou, Chrisanthi. 2000. “IT and Organizational Change: An Institutionalist Perspective.” Information Technology and People 13: 234–62. Bappenas. 1993. Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam. http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/ view/9726/231/. Bohnsack, Ralf. 2014. “Documentary Method.” In The SAGE Handbook of Qualitative Data Analysis, edited by Uwe Flick, 217–32. London: SAGE Publications Ltd. Bowen, Glenn A. 2009. “Document Analysis as a Qualitative Research Method.” Qualitative Research Journal 9 (2): 27–40. Cole, D. H. 2013. “The Varieties of Comparative Institutional Analysis.” Wisconsin Law Review 2013: 383–409. Costantino, Tracie E. 2008. “Constructivism.” In The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods, edited by Lisa M. Given. Thousand Oaks, California: SAGE Publications, Inc. Creswell, John W. 2013. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. SAGE Publications. A-200 Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Darono, Agung. 2012. “Penggunaan Teori Institusional dalam Penelitian Teknologi Informasi Dan Komunikasi Di Indonesia.” in . Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarti cle&article=8540. Volume 8 – ISSN: 2085-2347 Yang, Tung-Mou, Lei Zheng, and Theresa Pardo. 2011. “The Boundaries of Information Sharing and Integration: A Case Study of Taiwan E-Government” 29: 551–60. Gil-Garcia, J. Ramon. 2012. “Towards a Smart State? Inter-Agency Collaboration, Information Integration, and beyond.” Journal Information Polity 17 (3). http://dl.acm.org/citation.cfm?id=2596755. Griffin, Julie, and Sylvia Dempsey. 2008. “The Implementation of a Computerised Integrated System in a Public Service Organisation Julie Griffin Finance.” International Journal of Business and Management, no. August: 149–56. Hearst, Marti A. 1998. “Information Integration.” IEEE Intelligent Systems. Imhoff, Claudia. 2005. “Understanding the Three E’s of Integration EAI, EII and ETL.” DM Review. http://www.informationmanagement.com/issues/20050401/1023893-1.html. Kling, Rob, Howard Rosenbaum, and Steve Sawyer. 2005. Understanding and Communicating Social Informatics: A Framework for Studying and Teaching the Human Contexts of Information and Communication Technologies. Medford, New Jersey: Information Today. Koentjaraningrat. 1983. Kebudayaan, Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Kominfo. 2011. “LAKIP Kementerian Kominfo.” Jakarta: Kominfo. https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/LAPORA N%20TAHUNAN%202011KEMENTERIAN%20KOMUNIKASI%20DAN%20I NFORMATIKA_0.pdf. McLeod, Raymond, and George P. Schell. 2001. Management Information Systems. 8th ed. Englewoods Cliff: Prentice Hall. Myers, M. D. 1997. “Qualitative Research in Information Systems.” MIS Quarterly (21:2), June 1997, Pp. 241-242. MISQ Discovery, Archival Version 21: 241–42. Orlikowski, Wanda J. 1992. “The Duality of Technology: Rethinking the Concept of Technology in Organizations.” Organization Science 3: 398–427. UN. 1995. Government Information Systems: A Guide to Effective Use of Information Technology in the Public Sector of Developing Countries. New York: Division of Public Administration and Development Management, Department for Development Support and Management Services, United Nations (UN). A-201