integrasi informasi pemerintahan: analisis institusional

advertisement
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
INTEGRASI INFORMASI PEMERINTAHAN: ANALISIS
INSTITUSIONAL KOMPARATIF
Agung Darono
Kementerian Keuangan
[email protected]
Abstrak
This research examines various phenomena related to the integration of government information from a
comparative institutional perspective. Its findings demonstrate how the implementation of information
integration varies from one government functions to other government functions. This study contributes in
providing advice required in the process of government information integration. It suggests the necessity of
drafting a general guidance that capable of maintaining the current information integration mechanism and then
providing detailed instructions on how a government unit able to select a certain type of integration mechanism
that suits its particular duties and functions.
Keywords: government, integration, information, institution, mechanism
1.
Pendahuluan
Pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam suatu organisasi, termasuk
di sektor pemerintahan merupakan hal yang pasti. Hal
itu dapat meliputi semua area fungsional ataupun
tingkatan manajerial. Dari pengolahan transaksi
sampai dengan penyediaan informasi dukungan untuk
pengambilan keputusan. Ada yang sebatas hanya
menggunakan perangkat spreasheet ataupun sistem
enterprise untuk mengintegrasikan semua proses
bisnis. Potensi pemanfaatan ini menjadi semakin
besar jika organisasi yang bersangkutan mampu
mengolaborasikan dan mengintegrasikan sistem
informasinya dengan sistem eksternal yang berada di
organsasi lain. Situasi ini yang kemudian mendorong
adanya integrasi informasi ataupun sistem informasi
antar-organisasi (UN 1995; McLeod dan Schell,
2001; Gil-Garcia, 2012).
Untuk situasi sektor pemerintahan di Indonesia,
keinginan pemerintah mempunyai sistem yang
mampu menyajikan informasi yang menyeluruh
sebagai bagian dari kegiatan pembangunan nasional
adalah suatu hal yang sudah lama ada (Bappenas,
1993). Pada tahap selanjutnya, pemanfaatan TIK
untuk kepentingan pemerintahan ini juga telah
mendorong terbitnya Instruksi Presiden Nomor 3
Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government. Instruksi ini antara
lain menyatakan bahwa:
“ … Pembentukan portal-portal informasi dan
pelayanan publik yang dapat mengintegrasikan
sistem manajemen dan proses kerja instansi
pemerintah terkait, sehingga masyarakat pengguna
tidak merasakan sekat-sekat organisasi dan
kewenangan di lingkungan pemerintah, sasaran ini
akan
diperkuat
dengan
kebijakan
tentang
kewajiban instansi pemerintah dan pemerintah
daerah otonom untuk menyediakan informasi dan
pelayanan publik secara on-line …”
Perkembangan yang ada kemudian juga
menunjukkan bahwa pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah
mengembangkan suatu solusi berbasis TIK yang
disebut sebagai MANTRA. Ini merupakan sebuah
aplikasi yang dapat digunakan sebagai perangkat
lunak pendukung Kerangka Kerja Interoperabilitas
Sistem Informasi dalam rangka menerapkan integrasi
informasi dan pertukaran data melalui akses internet
menggunakan teknologi layanan berbasis web (web
services) berdasarkan konsep arsitektur berbasis
layanan (Service Oriented Architecture/SOA).
Sebuah perkembangan yang menunjukkan adanya
dinamika tentang bagaimana sektor pemerintahan
memandang kedudukan integrasi informasi ini
sebagai bagaian dari manajemen pemerintahan secara
keseluruhan (Kominfo, 2011).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis
tertarik untuk lebih dalam menelaah bagaimana
integrasi informasi ini telah menjadi bagian dari
implementasi TIK yang dilakukan oleh sektor
pemerintahan di Indonesia. Penelitian ini dengan
menggunakan perspektif analisis institusional
komparatif
bertujuan
untuk
mengungkapkan
bagaimana integrasi informasi digunakan sebagai
sarana untuk menjalankan aktivitas pemerintahan,
terutama untuk pelayanan masyarakat. Tulisan ini
ingin berkontribusi setidaknya dalam hal memberikan
pemahaman tentang bagaimana aspek institusional
ikut memengaruhi pelaksanaaan integrasi informasi
pemerintahan.
A-196
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Alasan penggunaan perspektif institusional
komparatif ini adalah bahwa integrasi informasi di
sektor pemerintahan adalah realitas sosio-teknikal,
artinya selain aspek teknologi, ia juga memiliki aspek
sosial-insitutionalnya. Untuk itu, pemahaman akan
praktik-praktik integrasi informasi, dalam hemat
penulis, selayaknya juga harus dilihat dari sisi
sosialnya untuk melengkapi berbagai pemahaman dari
aspek teknis yang telah tersedia (lihat misalnya:
Orlikowski, 1992; Kling et al., 2005; Avgerou 2000;
2003; Darono 2012).
2.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan serangkaian
langkah atau tindakan yang dilakukan berdasarkan
paradigma (cara pandang seseorang atas suatu hal)
tertentu, dilaksanakan dengan tujuan untuk
memecahkan masalah/pertanyaan penelitian. Sejalan
dengan hal tujuan penelitian sebagaimana yang telah
diuraikan, maka penelitian menggunakan metode
penelitian kualitatif-interpretif (Myers 1997; Creswell,
2013; Yang et al., 2011). Artinya, penelitian ini
menggunakan paradigma interpretif yang memandang
permasalahan penelitian sebagai suatu realitas sosial
yang perlu dipahami dan ditafsirkan sebagai jalan
untuk menjawab masalah tersebut. Sebagai penelitian
kualitatif
maka
penelitian
ini
mengajukan
kesimpulannya dengan berdasarkan pada data
kualitatif berupa uraian (teks) dengan cara
memberikan pemahaman yang mendalam (verstehen)
dengan menggunakan sudut pandang emic yang pada
dasarnya meminta penelitinya untuk menelaah
masalah penelitian sebagai “orang-dalam” yang
mempunyai keterlibatan, bukan semata-mata pihak
eksternal yang menjaga jarak dengan objek
penelitiannya. Tentang verstehen ini Costantino
(2008) menjelaskan bahwa:
“ … This interpretive understanding, verstehen, is
a kind of knowledge that is constructed in the
exchange between researcher and participant. …”
Penelitian interpretif meminta penelitinya untuk
mempertimbangkan
hubungan
dengan
situs
penelitiannya untuk kemudian dapat memberikan
penafsiran dengan menggunakan pengetahuan,
pengalaman dan konteks situasi yang dipahaminya.
Penelitian ini menggunakan prosedur inquiry
berupa studi dokumentasi, yaitu prosedur sistematis
untuk menelaah dokumen untuk kemudian
dinterpretasikan
sehingga
akan
didapatkan
pemahaman
darinya
dapat
dikembangkan
pengetahuan empiris. Studi dokumentasi dalam
penelitian kualitatif dapat menjadi bagian dari (atau
digabungkan dengan) teknik analisis data lain sebagai
cara untuk memahami fenomena yang diteliti. Dalam
konteks penelitian ini, studi dokumen merupakan
bagian dari analisis institusional komparatif.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Dokumentasi dalam hal ini dapat berupa ketentuan
hukum/perundangan, prosedur/manual operasional,
ataupun juga media release (Bowen, 2009; Bohnsack,
2014).
3.Tinjauan literatur
Tinjauan literatur ini akan terdiri dari dua
bagian pembahasan. Pertama, penjelasan tentang
analisis institusional komparatif sebagai kerangka
analisis. Termasuk dalam bahasan ini adalah
proposisi-proposisi
penting
dalam
kerangka
konsepsual ini, yang akan dimanfaatkan untuk
menganalisis temuan penelitian. Kedua, uraian
ringkas tentang integrasi informasi, terutama di sektor
pemerintahan. Termasuk hal yang diuraikan dalam
bagian ini adalah penelitian terdahulu baik tentang
analisis institusional komparatif ataupun integrasi
informasi.
3.1. Insitusi dan analisis institusional komparatif
Institusi mempunyai pengertian yang beragam.
Implikasinya ”definisi operasional” akan istilah ini
menjadi penting karena hal ini juga akan menentukan
definisi tentang institusi yang mana yang digunakan
dalam kerangka analisis institusional komparatif. Hal
ini penting untuk ditekankan karena nantinya pada
saat pembahasan akan dijumpai definisi institusi yang
“berubah-ubah”. Situasi yang demikian ini memang
sudah menjadi salah ciri analisis institusional, yang
bahkan juga dilakukan oleh Eleanor Ostrom sebagai
salah satu ”begawan” dalam kajian institusional ini
(Cole 2013).
Koentjaraningrat (1983) menggunakan istilah
“pranata” sebagai padanan istilah “institusi”
(institution-bahasa Inggris). Menurutnya pembedaan
ini perlu dilakukan supaya tidak rancu dengan terma
“lembaga” sebagai dari terjemahan dari istilah
“institute”. Selanjutnya menurut Koentjaraningrat,
pranata adalah perilaku manusia yang berpola teratur.
Komesar (dalam Cole, 2013) mendefinisikan institusi
sebagai mekanisme alternatif yang dapat dipilih oleh
para aktornya untuk mencapai tujuan mereka.
Mekanisme itu dapat berupa pasar, masyarakat,
proses politik atau lembaga peradilan. Dalam
pandangan Ostrom sebagaimana dikutip Cole
(2013): ” ... Institusi adalah serangkaian aturan kerja
yang digunakan untuk menentukan siapa yang berhak
memutuskan sebuah hal dalam suatu pekerjaan,
tindakan apa saja yang diperbolehkan atau dilarang,
prosedur apa saja yang harus diikuti, informasi apa
saja yang harus disediakan, imbalan apa yang akan
diterima oleh individu yang melakukan tindakan yang
sesuai. Semua ketentuan mengandung rumusan
tentang kewajiban atau larangan atas suatu tindakan
atau hasil ...”.
Terdapat sekian aliran pemikiran dalam analisis
institusional juga menyebabkan banyak teknik
A-197
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
analisis yang menjadi kepanjangan tangan dari
masing-masing aliran (baca: definisi tentang institusi)
itu. Sekedar untuk menyebut beberapa teknik, dikenal
misalnya: transaction cost, institutional pressures
(isomorphism), institutional logics, institutional
arrangements, ataupun institutional enterpreneur.
Termasuk di dalamnya adalah analisis institusional
kompararif (comparative analysis of institution).
Setiap teknik tersebut mempunyai penekanan dan
sudut pandangnya sendiri tentang bagaimana sebuah
situasi sosial dapat dijelaskan/dipahami dengan
menggunakan fitur yang ada (Cole, 2013; Aoki, 2001;
Richter, 2015).
Lantas
bagaimana
kerangka
analisis
institusional komparatif digunakan untuk penelitian
ini? Penulis mengajukan urutan langkah-langkah
berikut ini sebagai prosedur analisis untuk penelitian
ini: (1) penelaahaan integrasi informasi sebagai
institusi untuk memberikan pemahaman awal,
terutama kaitannya dengan ”definisi operasional” atas
institusi yang digunakan dalam penelirian ini; (2)
mengidentifikasi berbagai mekanisme informasi
integrasi sehingga atas jenis-jenis mekanisme ini
nantinya dapat dilakukan komparasi.
3.2. Integrasi informasi
Hearst (1998) menyatakan integrasi informasi
sebagai tindakan untuk menyatukan berbagai sumber
data data yang tersebar untuk memenuhi kebutuhan
informasi pengguna secara lebih baik. Sementara itu
Miranda (1999) dalam Griffin dan Dempsey (2008)
mendefinisikan sistem informasi terintegrasi sebagai
“the extent to which different operational functions
are tied together in the overall system”.
Selanjutnya Griffin dan Dempsey (2008)
dengan menjelaskan bahwa sistem terintegrasi
tersebut dapat tercapai melalui “developing system
interfaces which links the software of the separated
functions of the organisation”. Secara lebih detil
Imhof (2005) menguraikan bahwa terdapat beberapa
pilihan framework integrasi informasi yang dapat
dipilih bergantung pada karakterisik organisasi,
sistem-aplikasi yang tersedia dan format informasi
yang akan diintegrasikan. Pilihan itu adalah apakah
menggunakan pendekatan: (1) enterprise application
integration (EAI), dilakukan dengan memusatkan dan
mengoptimasikan
intergrasi
aplikasi
melalui
pengiriman data dengan sisi server sebagai pihak
yang aktif mengirimkan data (push-technology)
berbasis event; (2) enterprise information integration
(EII), integrasi secara real-time atas berbagai tipe data
yang terpisah sumbernya baik di dalam ataupun di
luar organisasi dengan menyediakan lapisan akses
data bagi semua pengguna data dengan menggunakan
pendekatan sisi klien yang aktif meminta data (pull
technology); (3) extract, transfrom, and load (ETL),
merupakan pendekatan dengan asimilasi data
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
biasanya secara batch dari lingkungan pengelohan
transaksi (OLTP) yang sumber heterogen menuju ke
sebuah repositori tunggal yang homogen untuk
kepentingan analitik (OLAP)
dan dukungan
pengambilan keputusan.
4.
Temuan dan diskusi
Bagian temuan dan diskusi ini dengan
menggunakan perspektif analisis institusional
komparatif akan membahas terlebih dulu kedudukan
integrasi informasi pemerintahan sebagai sebuah
institusi. Berikutnya, akan diuraikan temuan
penelitian yang berkaitan dengan berbagai praktikpraktik integrasi informasi yang sudah berlangsung
sampai dengan saat ini. Selanjutnya, peneliti akan
mendiskusikan temuan tersebut dengan membuat
suatu refleksi, dengan cara mengaitkan temuan yang
telah diungkapkan dengan memberikan pemahaman
dan penafsiran berdasarkan konteks manajemen
informasi yang relevan, serta pengetahuan dan
pengalaman penulis sebagai praktisi dan peneliti TIK
di sektor pemerintahan.
4.1. Integrasi informasi sebagai institusi
Integrasi informasi merupakan sebuah instusi
karena ia berupa suatu pola tindakan yang diinginkan
oleh para aktor-pelakunya (para stakeholder
manajemen pemerintahan) sebagai sarana untuk
menyelesaikan sebuah pertukaran, yang dalam hal ini
adalah layanan dari pemerintaha kepada masyarakat
ataupun antar instansi pemerintah. Institusi
merupakan ciptaan manusia sebagai sarana untuk
menyelesaikan pertukaran ataupun dilema sosial.
Artinya institusi dapat berganti wujud sesuai dengan
tujuannya mengapa ia diciptakan. Implikasi
lanjutannya adalah para aktor-organisasi akan
melakukan “komparasi atas institusi” yang sesuai
dengan tujuannya. Tentu saja harus juga dipahami
bahwa bagaimanapun aktor(-manusia) mempunyai
kepentingannya yang sangat mungkin juga
memengaruhi pilihannya akan institusi yang inginkan
untuk menyelesaikan pertukaran yang ia lakukan.
Uraian di atas berlaku juga untuk penentuan
mekanisme integrasi informasi pemerintahan yang
saat berlaku. Setiap aktor-organisasi mempunyai
pilihan atas mekanisme integrasi informasi yang dia
inginkan. Bagian selanjutnya akan menguraikan apa
saja mekanisme integrasi informasi yang tersedia dan
bagaimana hal itu dapat dilaksanakan.
4.2. Mekanisme integrasi informasi
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap
berbagai dokumentasi yang tersedia, hasilnya tersaji
dalam Tabel 1. Tampilan ini menguraikan berbagai
mekanisme integrasi informasi yang saat ini berjalan.
A-198
Tabel 1. Mekanisme integrasi informasi pemerintahan
yang berjalan saat ini
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Mekanisme
Pengiriman
data dalam
bentuk file
(spreadsheet,
word
processor,
PDF, XML)
Host-to-host
Integrasi
aplikasi
Aplikasi
standar
terdistribusi,
dengan output
berupa file
enkripsi yang
akan
dikonsolidasi
oleh unit
pemilik aplikasi
Master-Agent
deployment
Enterprise
Deskripsi
digunakan oleh www.data.go.id
data.go.id adalah portal resmi data
terbuka Indonesia sebagai wujud
operasionalisasi inisiatif One Data.
Portal ini berisi data Kementerian,
lembaga pemerintahan, pemerintahan
daerah, dan semua instansi lain yang
terkait yang menghasilkan data yang
berhubungan dengan Indonesia. One
Data adalah sebuah inisiatif Pemerintah
Indonesia
untuk
meningkatkan
interoperabilitas dan pemanfaatan data
pemerintah.
Pemanfaatan
data
pemerintah tidak terbatas pada
penggunaan internal antar instansi,
tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan
kebutuhan data publik bagi masyarakat.
Modul Penerimaan Negara (Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
99/PMK.06/2006 dan perubahannya)
sebagai sistem aplikasi yang digunakan
oleh otoritas fiskal (perbendaharaan,
pajak, kepabeanan, cukai) untuk
menerima data secara online dari
tempat
penerimaan
pembayaran
(payment point) baik bank ataupun pos
dengan menggunakan protokol standar
pertukaran data tertentu (misalnya:
ISO-8583)
digunakan
oleh
www.insw.go.id
sebagai portal pertukaran data berupa
dokumen kepabeanan, perizinan, dan
dokumen lainnya yang berkaitan
dengan kegiatan ekspor, impor dan
logistik secara elektronik.
Aplikasi Sistem Akuntasi Kuasa
Penggunaan Anggaran (SAKPA) yang
kemudian diubah menjadi Sistem
Akuntansi Instansi Berbasis Akrual
(SAIBA). Aplikasi ini dijalankan di
setiap satuan kerja (satker) sebagai
Kuasa Pengguna Anggaran untuk
menghasilkan laporan keuangan dari
setiap satker tersebut. Laporan ini
dalam bentuk sofcopy akan dikirimkan
kepada
otoritas
perbendaharaan
(Direktorat Jenderal Perbendaharaan)
untuk
dikonsolidasikan
menjadi
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK)
melaksanakan
aplikasi
continous
auditing
(“e-Audit”)
dengan
menanamkan agent (daemon) di sisi
auditee yang dikoneksikan dengan
master di sisi data center auditor
(BPK). Agent akan mengirimkan data
sesuai dengan setting paramater yang
ada di sisi master. Auditor dapat secara
online mendapatkan data auditee.
sumber: https://web.bpk.go.id/Pages/eAudit.aspx
Kominfo mengembangkan MANTRA
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Mekanisme
Deskripsi
service bus
(ESB)
sebagai infrastruktur berbasis SOA
(service
oriented
architecture)
sehingga pertukaran data antara unit
pemerintah dapat dilakukan secara
point-to-point secara online/real-time
https://kominfo.go.id/index.php/content
/detail/3319/Aplikasi+eGovernment/0/e_government
sumber: analisis penulis
Apa yang dapat dipahami dari penjelasan
tentang berbagai mekanisme integrasi informasi
pemerintahan yang saat ini berjalan? Dalam
perspektif analisis institusional komparatif versi
Komesar (dalam Cole, 2013) bahwa institusi itu dapat
berupa pasar, masyarakat, proses politik atau lembaga
peradilan, maka integrasi informasi pemerintahan ini
sebenarnya
berjalan
dengan
menggunakan
“mekanisme pasar” artinya setiap unit pemilik
ataupun pengguna data akan memilih sendiri
mekanisme integrasi yang sesuai dengan dirinya.
Walaupun memang, dalam hal tertentu ada sedikit
proses politik juga berperan misalnya dalam kasus
INSW ataupun e-Audit BPK. Namun pada saat kedua
aplikasi ini diterapkan hal yang sebenarnya terjadi
adalah pilihan berdasarkan alokasi manfaat-biaya
sebagaimana yang dilakukan oleh para pelaku pasar
pada umumnya. Pada sisi lain, pada kasus
penggunaan aplikasi MANTRA dan inisiatif open
data, unit kerja pemerintah benar-benar mempunyai
kebebasannya untuk mematuhi atau tidak atas
keberadaan mekanisme integrasi informasi ini.
Sementara itu jika menggunakan kerangkan
analisis yang diajukan oleh Aoki (2001) bahwa setiap
pilihan akan institusi akan mengubah ekuilibrium
yang ada untuk menuju situasi keseimbangan yang
baru karena institusi berfungsi sebagai sarana
pertukaran makan
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari situasi
ini? Dalam hemat penulis adalah bahwa “mekanisme
pasar” berjalan dengan baik dalam situasi yang
demikian. Artinya setiap unit dapat memilih
mekanisme yang sesuai dengan kepentingannya.
Namun, tidak ada salahnya jika para pemangku
kepentingan integrasi informasi ini membuat sebuat
panduan yang berlaku umum sebagai kriteria bagi
suatu unit pemilik data data kapan ia harus
menggunakan mekanisme yang sesuai dengan
karakteristik data yang ia miliki. Demikian pula
halnya dengan pengguna data, panduan tersebut akan
memudahkan dia untuk mempersiapkan infrastruktur
seperti apa yang diperlukan jika dia akan meminta
data dengan menggunakan mekanisme integrasi yang
lebih komplek. Katakan ia selama ini meminta data
dalam bentuk file yang tentu saja akan bertambah
A-199
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
kompleksitas pengelolaan integrasi datanya jika dia
akan menggunakan ESB.
Merujukan Inpres 3/2003 memang terdapat
sebuah ketentuan yang menyatakakan bahwa:
“ … Pembuatan aplikasi untuk pelayanan
yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang
terintegrasi. …. Situs pemerintah pusat dan
daerah harus secara bertahap ditingkatkan menuju
ke tingkat-4. Perlu dipertimbangkan bahwa
semakin tinggi tingkatan situs tersebut,
diperlukan
dukungan sistem
manajemen,
proses kerja, dan transaksi informasi antar
instansi yang semakin kompleks pula. Upaya
untuk menaikkan tingkatan situs tanpa dukungan
yang memadai, akan mengalami
kegagalan
yang tidak hanyamenimbulkan pemborosan
namun
juga menghilangkan kepercayaan
masyarakat. …”
Namun dalam hemat penulis ketentuan
tersebut sebaiknya dijabarkan lebih jauh dalam
sebuah panduan yang secara khusus mengatur tentang
integrasi informasi. Sebagai contoh, bagaimana suatu
satker yang menggunakan aplikasi SAIBA ingin
mengintegrasikan informasi yang dihasilkan oleh
aplikasi ini dengan informasi yang dihasilakan oleh
sistem informasinya sendiri. Pada saat ini hal tersebut
tidak dapat dilakukan karena aplikasi SAIBA tidak
menyediakan application programming interface
(API) ataupun
standar pertukaran data (XML,
ataupun JSON misalnya) yang memungkinkan
informasi yang tersimpan dalam basisdata SAIBA
dapat diakses pada level application-to-application.
Dalam hemat penulis, adanya panduan yang lebih
detil akan “mengikat” para perancang sistem dan
pengembang aplikasi untuk
mematuhi panduan
tersebut pada saat mereka melakukan pekerjaan
perancangan ataupun pengembangan aplikasi.
5.
Kesimpulan dan saran
Manajemen
pemerintahan
memerlukan
dukungan aliran informasi sebagai salah satu alat
bantu dalam pengambilan keputusan dan penentuan
kebijakan. Untuk itu, kebutuhan informasi yang
dihasilkan dari sistem informasi merupakan sebuah
keniscayaan. Permasalahannya kemudian adalah
bagaimana informasi yang tersebar di berbagai unit
pemerintahan tersebut dapat diintegrasikan sehingga
memungkinkan setiap unit yang memerlukannya
dapat dengan mudah mengaksesnya. Integrasi
informasi merupakan jawaban atas permasalahan itu.
Penelitian
ini
membuahkan
sebuah
pemahaman
bagaimana
kedudukan
integrasi
informasi
untuk
mendukung
manajamen
pemerintahan di Indonesia. Terdapat beberapa varian
mekanisme integrasi informasi, mulai dari yang tidak
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
terstruktur, hanya berupa pengiriman file hasil
pengolahan perangkat spreadsheet hingga akses data
berbasis koneksi host-to-host. Untuk itu penulis
mengajukan saran tentang perlunya penyusunan
sebuah panduan umum tentang tentang integrasi
informasi pemerintahan yang di dalamnya
menampung semua mekanisme integrasi informasi
yang saat ini telah berjalan, untuk kemudian
memberikan petunjuk detil tentang bagaimana sebuah
unit pemerintahan dapat memilih mekanisme integrasi
yang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, tidak
berkaitan dengan pendapat atau kebijakan instansi
tempat penulis berafiliasi.
Daftar Pustaka
Aoki, Masahiko. 2001. Toward a Comparative
Institutional Analysis. MIT Press.
Avgerou. 2003. “New Socio-Technical Perspectives
of IS Innovation in Organizations.” In Information
Systems and the Economics of Innovation, edited by
Chrisanthi Avgerou and Renata Lebre La Rovere,
141–61. Cheltenham, UK: : Edward Elgar.
Avgerou, Chrisanthi. 2000. “IT and Organizational
Change: An Institutionalist Perspective.” Information
Technology and People 13: 234–62.
Bappenas. 1993. Rencana Pembangunan Lima Tahun
Keenam.
http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/
view/9726/231/.
Bohnsack, Ralf. 2014. “Documentary Method.” In
The SAGE Handbook of Qualitative Data Analysis,
edited by Uwe Flick, 217–32. London: SAGE
Publications Ltd.
Bowen, Glenn A. 2009. “Document Analysis as a
Qualitative Research Method.” Qualitative Research
Journal 9 (2): 27–40.
Cole, D. H. 2013. “The Varieties of Comparative
Institutional Analysis.” Wisconsin Law Review 2013:
383–409.
Costantino, Tracie E. 2008. “Constructivism.” In The
Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods,
edited by Lisa M. Given. Thousand Oaks, California:
SAGE Publications, Inc.
Creswell, John W. 2013. Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. SAGE Publications.
A-200
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Darono, Agung. 2012. “Penggunaan Teori
Institusional dalam Penelitian Teknologi Informasi
Dan Komunikasi Di Indonesia.” in . Yogyakarta:
Universitas
Islam
Indonesia.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarti
cle&article=8540.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Yang, Tung-Mou, Lei Zheng, and Theresa Pardo.
2011. “The Boundaries of Information Sharing and
Integration: A Case Study of Taiwan E-Government”
29: 551–60.
Gil-Garcia, J. Ramon. 2012. “Towards a Smart State?
Inter-Agency Collaboration, Information Integration,
and beyond.” Journal Information Polity 17 (3).
http://dl.acm.org/citation.cfm?id=2596755.
Griffin, Julie, and Sylvia Dempsey. 2008. “The
Implementation of a Computerised Integrated System
in a Public Service Organisation Julie Griffin Finance.”
International Journal of Business and Management,
no. August: 149–56.
Hearst, Marti A. 1998. “Information Integration.”
IEEE Intelligent Systems.
Imhoff, Claudia. 2005. “Understanding the Three E’s
of Integration EAI, EII and ETL.” DM Review.
http://www.informationmanagement.com/issues/20050401/1023893-1.html.
Kling, Rob, Howard Rosenbaum, and Steve Sawyer.
2005. Understanding and Communicating Social
Informatics: A Framework for Studying and Teaching
the Human Contexts of Information and
Communication Technologies. Medford, New Jersey:
Information Today.
Koentjaraningrat. 1983. Kebudayaan, Mentalitas Dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Kominfo. 2011. “LAKIP Kementerian Kominfo.”
Jakarta: Kominfo.
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/LAPORA
N%20TAHUNAN%202011KEMENTERIAN%20KOMUNIKASI%20DAN%20I
NFORMATIKA_0.pdf.
McLeod, Raymond, and George P. Schell. 2001.
Management Information Systems. 8th ed.
Englewoods Cliff: Prentice Hall.
Myers, M. D. 1997. “Qualitative Research in
Information Systems.” MIS Quarterly (21:2), June
1997, Pp. 241-242. MISQ Discovery, Archival
Version 21: 241–42.
Orlikowski, Wanda J. 1992. “The Duality of
Technology: Rethinking the Concept of Technology
in Organizations.” Organization Science 3: 398–427.
UN. 1995. Government Information Systems: A Guide
to Effective Use of Information Technology in the
Public Sector of Developing Countries. New York:
Division of Public Administration and Development
Management, Department for Development Support
and Management Services, United Nations (UN).
A-201
Download