SELURUH PEMDA DI NTT BERMASALAH SOAL PENGELOLAAN ASET timorexpress.com Seluruh pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi NTT belum ada satupun yang mampu mengelola aset daerahnya dengan baik. Dalam setiap audit atau pemeriksaan oleh BPK RI Perwakilan NTT selalu ditemukan administrasi aset yang bermasalah. Jika diibaratkan BPK sebagai dokter dan Pemda sebagai pasien, maka BPK merasa sedih, karena pasiennya tidak kunjung sembuh, padahal resepnya sangat sederhana. Dimulai dari hal kecil, yakni daftar aset-aset yang ada di dalam sebuah ruangan lalu ditempelkan pada dinding ruangan tersebut. Kepala Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan BPK RI Perwakilan NTT, Putra Wijaya saat Workshop Media yang berlangsung di Aula Lantai III BPK RI Perwakilan NTT, Rabu (18/11) memaparkan resep mengelola asset yaitu bahwa dari daftar-daftar Aset tersebut lalu dikumpulkan menjadi buku. Banyak pemda belum mampu dengan hal tersebut. Resep berikutnya adalah bukti fisik dari aset tersebut. Misalnya kalau mobil, di mana mobilnya dan seperti apa kondisinya. Ketiga adalah bukti kepemilikan. Misalnya sertifikat tanah. Ini harus kuat. Resep terakhir adalah masalah nilai. Jadi walaupun aset itu terdaftar, fisiknya ada dan memiliki bukti kepemilikan, tetapi apakah dimanfaatkan atau tidak. Lalu apakah bermanfaat bagi pelayanan masyarakat atau tidak. Workshop yang dibuka Kepala BPK RI Perwakilan NTT, Dewi Ciantrini itu dihadiri sejumlah pimpinan media serta wartawan media cetak maupun elektronik. Hadir pula Kepala Sub Auditor NTT II, Ali Wardhana sekaligus sebagai pemateri dalam workshop tersebut. Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewi Ciantrini dalam sambutannya menegaskan bahwa BPK tidak seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),karena BPK hanya melakukan pemeriksaan terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah agar lebih bagus. Masih banyak masyarakat yang selalu mengaitkan opini BKP dengan korupsi. Sebenarnya pemeriksaan itu bukan untuk menemukan adanya korupsi atau tidak, tetapi soal transparansi dan pertanggungjawaban yang baik. Terkait belum adanya pemerintah daerah di NTT yang meraih opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP), Dewi menyebut, salah satu penyebab utamanya adalah pengelolaan aset. Bahkan hal ini yang menjadi batu sandungan bagi Pemda sehingga belum mendapat opini WTP. Sementara Ali Wardhana menegaskan, pemeriksaan atau audit dari BPK bertujuan untuk mencegah penyimpangan secara sistemik atau terstruktur. Dalam melakukan audit, BPK memiliki tiga jenis audit, yakni pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil pemeriksaan tujuh tahun terakhir menunjukan adany peningkatan, karena tahun 2008 lalu, ada 17 kabupaten/kota yang mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau disclimer dan hanya empat yang meraih opini WDP. Namun di 2014, hanya tersisa satu kabupaten yang masih TMP, yakni Kabupaten Malaka. Ali juga menjelaskan masalah pengelolaan aset yang selalu menjadi temuan BPK bukan tidak mungkin disembuhkan. Dia menyebutkan hal yang paling penting adalah disiplin anggaran dan disiplin administrasi yang harus dimulai dari satuan kerja sampai kepala daerahnya. SUMBER: http://www.timorexpress.com/20151120104830/seluruh-pemda-di-ntt-bermasalah-soal-pengelolaan-aset, 20 November 2015 CATATAN : 1. Berdasarkan penjelasan Pasal 100 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang dimaksud dengan aset dalam ayat ini adalah sumberdaya, yang antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, barang yang dapat diukur dalam satuan uang, yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah yang memberi manfaat ekonomi/ sosial di masa depan. 2. Berdasarkan Wikipedia Bahasa Indoesia, Lokakarya (Inggris: academic workshop) adalah suatu acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya. Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil. Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur 3. BPK bertugas untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK dapat melakukan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. 4. Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, hasil pemeriksaan BPK adalah : (1) “Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.” (2) “Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.” (3) “Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.” (4) “Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan” 5. Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. 6. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan. 7. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) adalah opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian. Sebagian akuntan memberikan julukan little adverse (ketidakwajaran yang kecil) terhadap opini jenis ini, untuk menunjukan adanya ketidakwajaran dalam item tertentu, namun demikian ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 8. Opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP/disclaimer) oleh sebagian akuntan dianggap bukanlah sebuah opini, dengan asumsi jika auditor menolak memberikan pendapat artinya tidak ada opini yang diberikan. Opini jenis ini diberikan jika auditor itidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak. Opini ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur audit yang dibatasi oleh perusahaan/pemerintah yang diaudit, misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar. Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur