Edisi Mei 2014 DAFTAR ISI PEMIMPIN UMUM Hanny Setiawan TIM AHLI Erie Setiawan Toni Maryana Oriana Tio Parahita N. Satriyo Wibowo Budi Pasadena Yesaya Whisnu Wardhana Yusak Ferianto Tommy Yedija Luwis 03 EDITORIAL Masa Depan Industri Musik Indonesia PENDIDIKAN 07 Pendidikan Musik Tidak Harus Melahirkan Seorang Musisi 09 SOSOK Musik Itu Bakat Fashion Itu Passion LIPUTAN 13 16 Mengenal Dunia Musik Digital Bersama Product Specialist Auvitech, RioZee BUDAYA Teknologi Digital, Musik Populer dan Fenomena Imaging Culture TEKNOLOGI 19 Aplikasi Alur Skema Jalur ADC/DAC Dalam Pemograman Objek Max/MSP dan Chuck CREATIVE DESIGNER Mawar Oky KONTRIBUTOR Nabila Inaya Janati KONTAK IKLAN Kezia Yenny KRITIK DAN SARAN [email protected] Telepon (0271) 622345 COMPUSICIAN MAGAZINE EDITORIAL Masa Depan Industri Musik Indonesia [ Hanny Setiawan, MBA ] K ecepatan pekembangan teknologi tidak bisa membendung perubahan yang signifikan di industri musik dunia, dan ini tentu juga mempengaruhi industri musik di Indonesia. Mulai dari pembelajaran, produksi, distribusi, bahkan sampai bagaimana masyarakat awam menikmati musik telah berubah secara revolusioner. Lahirnya apa yang di sebut “musik digital” tidak bisa dihindari, justru harus dirangkul dan diantisipasi secara strategis. Jika dilihat dari payung besarnya, industri musik masuk dalam ranah industri kreatif. Dalam konteks pemerintahan Indonesia, industri ini masuk dalam departemen pariwisata dan ekonomi kreatif (http://www.parekraf.go.id/). Kementrian yang terhitung muda karena baru dilahirkan 3 tahun lalu, mulai tanggal 21 Desember 2011 berdasarkan Perpres No. 92/2011. Secara total industri kreatif Indonesia menyumbang 7,74% ke perekonominan nasional, dan dari 7,74% tersebut masih dibagi-bagi dengan industri kreatif yang lain, sehingga terlihat musik masih belum memberikan sumbangsih cukup besar bagi bangsa. Pasar yang ada sangat besar, tapi kontribusi industri musik masih kecil. Ini yang harus dikerjakan para pelaku industri musik Indonesia. Kedepan teknologi harus mampu memberikan push terhadap industri musik di Indonesia untuk bisa bermain lebih lincah di pertandingan global. Minimal teknologi-teknologi terbaru harus mampu dilihat sebagai sebuah 'kunci' masa depan untuk menerbangkan artis-artis Indonesia ke level global. Potensi market, transfer teknologi, mentalitas pelaku kreatif, infrastruktur teknologi, dan aspek legalitas adalah 5 hal yang patut di cermati dalam melihat industri musik Indonesia di masa depan dalam kaitannya dengan lahirnya revolusi musik teknologi. Edisi Mei 2014 03 COMPUSICIAN MAGAZINE EDITORIAL Potensi Market Dunia digital memperbesar pasar dunia musik dalam hitungan yang eksponensial. Meskipun demikian, untuk pasar musik digital masih dianggap sebagai niche market dan belum sebagai main market-nya. Dibutuhkan perubahan paradigma bahwa musim CD pun sudah lewat, dan masa streaming sudah hadir. Lahirnya Spotify yang mampu melawan iTunes, sebagai misal, jelas memperlihatkan bahwa persaingan sengit pun sudah terjadi di ceruk ini. Para pemodal sudah melihat musik digital sebagai masa depan. Industri selalu bergantung kepada kapital dan pasar. Sekarang kapital dan pasar sudah bertemu, tinggal waktu yang akan memperlihatkan ledakan pasar di musik digital. Bukan hanya produk-produk tradisional, tapi musik digital akan mampu melahirkan produk-produk yang dulunya tidak pernah ada. Sekarang dibutuhkan. Twitter dan Facebook adalah fenomena dimana sesuatu yang dulunya tidak dibutuhkan sekarang sudah menjadi bagian dalam gaya hidup digital. Konsekuensi logis adalah dibutuhkannya music digital strategist dalam industri baru ini. Digital strategist adalah orang yang berperan secara garis besar merencanakan peran digital dalam sebuah perusahaan atau perseorangan. Seorang digital strategist mampu melihat peluangpeluang baru dan tantangan di dunia baru ini. Music digital strategist adalah orang yang mampu merencanakan secara strategis dan menyeluruh bagaimana eksistensi, explorasi, monetesasi dunia musik digital. ” Dibutuhkan perubahan paradigma bahwa musim CD pun sudah lewat, dan masa streaming sudah hadir. Lahirnya Spotify yang mampu melawan iTunes, sebagai misal, jelas memperlihatkan bahwa persaingan sengit pun sudah terjadi di ceruk ini. Transfer Teknologi Tanpa adanya transfer teknologi, Indonesia akan selalu jadi buruh dan konsumen musik digital. Pelaku-pelaku industri musik di Indonesia harus mulai membantu transfer teknologi secepatnya ke Indonesia. Bukan hanya produk-poduk jadinya, tapi juga konsep-konsep teknologi yang bisa digunakan sebagai framework untuk melahirkan produk-produk yang kontekstual kebutuhan Indonesia. Sebagai pemikiran, DSP atau digital signal processing adalah nyawa dari teknologi audio yang akhirnya menjadi roh dari musik digital. Universitasuniveritas teknologi di Indonesia harus ikut membantu diperkenalkannya konsep DSP dalam pembelajaran dan penerapannya. Jadi, tidak melulu aplikasi-aplikasi bisnis ataupun manufaktur tradisional. Sudah ada industri baru yang membutuhkan aplikasi-aplikasi baru. Transfer teknologi harus dimulai sedini mungkin, sehingga akhirnya teknologi menjadi alat bantu biasa dan tidak mendatangkan kejutan bagi generasi digital Indonesia. Edisi Mei 2014 04 COMPUSICIAN MAGAZINE EDITORIAL Mentalitas Pelaku Kreatif Industri baru bisa terjadi apabila ada standarisasi dalam proses produksinya. Bahasa lainnya, bisa dimanufakturkan. Penulis, desainer, programmer, adalah contoh-contoh pelaku kreatif. Grup Kompas misalnya menamakan dirinya “Pabrik Kata-Kata”. Artinya mesin utamanya adalah para penulis. Dunia IT jelas, programmer adalah orang-orang utama dibalik aplikasi-aplikasi yang akhirnya menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Pemusik sebagai profesional di industri kreatif masih menjadi pemikiran yang aneh. Bahkan tragis dan ironis ketika pemusik lebih menyukai menyebut diri sebagai seniman daripada profesional. Seniman berkonotasi tidak ada dateline, tidak ada pakem, bebas, liar, imajinatif, dan dekat dengan sosial budaya. Sedangkan profesional berkonotasi uang, dasi, kaku, formal, dan tidak kreatif. Hal ini adalah tantangan besar terutama di Indonesia. Bagaimana melihat diri sebagai seorang profesional dan bukan hanya seniman adalah kunci keberhasikan industri musik digital di Indonesia ke depan. Mentalitas freelancer harus dimodifikasi menjadi mentalitas kerja tim yang profesional. Tidak beda dengan lawyer, dokter, konsultan, penulis, desainer, seorang pemusik adalah seorang profesional. Itulah semangatnya. Infrastruktur Teknologi akan pernah bisa berjalan. Akan menjadi mimpi yang utopis. Hanya enak dimimpikan, tidak bisa direalisasikan. Misal, untuk seorang sound engineer di kota Solo dapat mengerjakan proyek mixing dan mastering lagu soundtrack Superman di Hollywood, tidak sekedar membutuhkan talenta, dan kenalan bisnis, tapi juga membutuhkan infrastruktur yang mumpuni. Mulai dari komputer, perangkat lunak, internet, sampai storage dan backup harus semakin murah dan dipermudah, sehingga pelaku kreatif, dalam hal ini pemusik semakin berkonsetransi kepada konten/isi dari karya. Menteri Komunikasi dan Informasi yang tidak melek teknologi tidak akan mampu melihat bahwa perubahan sudah terjadi. Menkominfo Indonesia harus seorang kreatif yang mengerti dunia kreatif sehingga mampu memberikan solusi-solusi kreatif kepada masyarakat. Aspek Legalitas Industri kreatif sangat dekat dengan hak cipta. Perlindungan hukum legal sangat dibutuhkan supaya industri yang masih muda ini dapat berkembang secara tenang dan aman. Aspek legalitas ini meliputi pembuatan UndangUndang baru yang diperlukan, law enforcement dibidang ini perlu pendidikan dan pelatihan khusus bagi para penegak hukumya, juga lawyer/notaris juga perlu di-update pengetahuan dibidang ini. Tanpa adanya dukungan infrastruktur, seperti industri yang lain, industri musik digital tidak Edisi Mei 2014 11 05 COMPUSICIAN MAGAZINE EDITORIAL Pemerintah Indonesia harus mampu melihat masa depan dari industri musik digital. Tanpa memiliki visi yang jauh ke depan, perlindungan hukum hanyalah sebuah wacana. Kalau hukumnya saja tidak ada, apa yang harus ditegakkan? Bagaimana bisa membuat Undang-Undang kalau tidak mengerti dunia musik digital? Problem ayam dan telur harus segera diantisipasi dengan membuat tim ahli pemerintah dalam pengembangan industri musik digital. David Kusek dan Gerd Leonhard dalam bukunya “The Future of Music: Manifest for the Digital Music Revolution” menyatakan pemikiran utamanya bahwa bisnis musik tetap kuat dan stabil meskipun bisnis rekaman sudah tumbang. Fenomena-fenomena lain seperti pernyataan David and Gerd akan semakin banyak terjadi, di dunia dan di Indonesia. Pelaku-pelaku industri musik harus menyiapkan diri dan lebih pro aktif menghadapi masa depan. Menghadapi yang belum pernah ada membutuhkan kreatifitas dan daya imajinasi tinggi. Edisi Mei 2014 06 TELAH HADIR DI INDONESIA a t n o c n o s r e p t c COMPUSICIAN MAGAZINE PENDIDIKAN Pendidikan Musik Tidak Harus Melahirkan Seorang Musisi [ Satriyo Wibowo ] S ekarang ini banyak orang tua mulai mengerti akan pentingnya pendidikan musik bagi anaknya, dimana musik dapat menyeimbangkan kecerdasan intelektual dan emosional. Yang sering kita dengar adalah musik mampu mengembangkan otak kanan sehingga kreatifitas meningkat. Dengan pemahaman tersebut, biasanya ekspektasi dalam pendidikan musik tidak hanya menguasai secara skill, namun agar anak bisa kreatif dan otaknya berkembang. Tentu saja, bukan ingin anaknya menjadi musisi atau pun seniman, namun ingin potensi anak berkembang dalam proses belajar musik. Maka dalam konsep pendidikan musik harus memiliki pemahaman yang berbunyi, "Setiap siswa memiliki bakat dan kemampuan masingmasing” atau “Every child is different”. Tidak bisa disamakan antara satu anak dengan anak yang lainnya, mungkin ada yang minatnya menjadi komponis, player, penulis musik, pencipta lagu, penikmat musik, pengamat musik, programmer musik, suka genre tertentu dan mungkin menjadi guru musik. Dalam lingkungan pembelajaran, anak akan lebih cepat berkembang. Kita sebagai pendidik musik bisa mengajak mereka bereksperiment dengan memberikan anak risiko untuk mencoba, bekerja sama dalam kelompok, membuat kesalahan, merevisi, dan merefleksi ketika bermusik. Proses belajar ini disebut “active learning”, yaitu dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. ” "Setiap siswa memiliki bakat dan kemampuan masing-masing” atau “Every child is different” Edisi Mei 2014 07 COMPUSICIAN MAGAZINE PENDIDIKAN Di samping juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Dalam riset membuktikan bahwa pendidikan musik lebih luas dari apa yang bisa kita mengerti. Seperti dikutip dari pengamat pendidikan musik di Sekolah Tinggi Kesenian Utrecht, Belanda, Suzan Lutke, beliau menuturkan bahwa pendidikan atau pengajaran seni musik untuk anak tidak diarahkan untuk membuat si anak menjadi musisi. Namun, dengan pendidikan bermusik itu, mengajarkan siswa untuk belajar membuat dirinya nyaman, mencurahkan perasaan, berbagi pengalaman, menunjukkan hasil imajinasinya, dan berkomunikasi dengan orang lain lewat musik. Jadi, tugas seorang guru musik adalah mengajarkan mereka cara mengkomunikasikan apa yang ada pada diri mereka lewat musik bukan pendidikan musik yang dipaksakan kepada anak-anak. Maka guru musik yang ideal itu harus memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk merasakan pengalaman sendiri dalam bermusik, dengan memenuhi kebutuhan dan minat anak didiknya saat mereka belajar musik. Maka, menemukan bakat setiap anak dalam pendidikan musik akan sangat menarik, dimana potensi-potensi akan terlihat saat anak-anak ini melakukan apa yang mereka suka. Melakukan bukan karena procedural yang kaku tetapi belajar dengan tidak ada paksaan, maka perkembangan akan terlihat dan bisa dinikmati. Edisi Mei 2014 08 COMPUSICIAN MAGAZINE SOSOK Musik Itu Bakat Fashion Itu Passion J essie Chiang, gadis cantik berusia 26 tahun ini merupakan seorang perancang busana, pendiri dan pemilik dari sebuah rumah butik bernama 'Torque Fashion” yang dirintisnya sejak 2010 lalu. Rumah butiknya saat ini melayani busana-busana untuk berbagai pembuatan film, peragaan busana, konser dan event-event lain yang membutuhkan sentuhan fashion. Pasalnya, dunia pertunjukan dan fashion jelas sangat berkaitan. ” Torque Fashion sendiri ternyata sudah memiliki pelanggan yang kebanyakan kalangan artis, seperti Kevin Aprilio dan orang tuanya, Adie MS dan Memes, artisartis sinetron lainnya. JESSIE CHIANG Edisi Mei 2014 09 COMPUSICIAN MAGAZINE SOSOK Artis-artis sinetron lainnya seperti Lucky Perdana, Andika Pratama, Raffi Ahmad, beberapa Boyband Indonesia dan Korea, serta band-band tanah air lain. Raffi Ahmad, yang sekarang ini menjadi idola remaja, merupakan pesinetron dan juga presenter acara musik Dahsyat di RCTI. Selain itu, dia juga tercatat sebagai penyanyi yang tergabung dalam BBB (Bukan Bintang Biasa), grup musik bentukan Melly Goeslow dengan lagu andalannya Let's Dance Together. Dari relasi-relasi yang kebanyakan kalangan artis penyanyi membuat Jessie Chiang tahu banyak mengenai dunia tarik suara dan musik, meskipun kesibukan utamanya adalah sebagai seorang perancang busana . Tapi, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penampilan seorang penyanyi di panggung atau dalam video klip jelas memiliki ketergantungan dengan dunia fashion. belum pernah ia jumpai selama menjadi guru musik. Ia juga berkata bahwa metode pengajaran musik dengan teknologi jelas sangat diperlukan untuk generasi muda saat ini. Saat berbicara mengenai musik, ternyata Jessie Chiang juga memiliki hobi menyanyi, bahkan dirinya pernah menjadi guru musik di salah satu sekolah musik di Jakarta. Ditemui saat gelaran SMI Expo 2014 pada Minggu (6/4) di Mall Living World Alam Sutera, Jessie Chiang berkata bahwa dirinya belum pernah melihat metode pengajaran musik seperti yang diajarkan di Sekolah Musik Indonesia. Anak-anak usia dini sudah diajari bagaimana menciptakan sebuah musik dengan teknologi-teknologi dan aplikasi-aplikasi yang Edisi Mei 2014 10 COMPUSICIAN MAGAZINE SOSOK ” Saya harap bahwa melalui pendidikan musik yang diterapkan SMI ini, siswasiswi yang belajar di SMI bisa lebih smart dan bisa sekreatif mungkin dalam mengotak-atik teknologi, jangan malas untuk terus belajar, pokoknya lebih smart aja deh. Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa teknologi sangat mempengaruhi industri musik tanah air. Saat ditanya soal industri musik, gadis kelahiran 1987 lalu ini berkomentar dengan cukup positif. Ia menjelaskan bahwa industri musik saat ini sungguh maju, dimana banyak ajang-ajang pencarian bakat, khususnya menyanyi dan lomba-lomba lain yang membuat para pelaku industri musik tanah air harus berlomba-lomba mencari keunikan masing-masing. Hal inilah yang tentu bisa membuat mereka berkarir dan bertahan di industri musik. Jessie Chiang juga menambahkan bahwa tutupnya Aquarius sebagai distributor musik tanah air sebagai bagian dari imbas negatif kemajuan teknologi, dimana pembajakan semakin marak karena banyaknya tautantautan liar di internet yang menyediakan playlist gratis. Kembali pada masalah bakat dan hobi, Jessie Chiang mengaku dia memiliki kesenangan di bidang musik dan fashion sejak dia masih kecil. Ia pandai bermain piano dan juga bisa bernyanyi. Sejak kecil ia sudah mengikuti perlombaan bernyanyi dan menjadi juara di berbagai kompetisi. Hingga saat ini bakat musiknya terus diasah melalui pelayanan di gereja dan event-event lain yang memintanya untuk bernyanyi. Menjadi seorang perancang busana dan membuka butik merupakan passion yang sudah lama ia miliki, maka dari itu ia memilih untuk mengembangkan passion Edisi Mei 2014 11 COMPUSICIAN MAGAZINE SOSOK Sudah pasti jika bekerja berdasarkan passion akan sukses nantinya. Hal itu ia buktikan saat awal-awal membuka sebuah butik. Berdatangan pelanggan dari kalangan orang tersohor seperti artis sinetron dan penyanyi yang menggunakan jasanya, ditambah publikasi dari berbagai media nasional yang menjadi alasan mengapa butiknya semakin dikenal luas. Meskipun baru beberapa tahun merintis usahanya, ternyata karya-karya dari Jessie Chiang juga sudah dipakai penyanyi hingga boyband dan girlband Korea, seperti nama SOS, X4, dan masih banyak lagi. Jadi, tidak hanya dalam negeri saja, karya Jessie Chiang juga sudah meramba dunia musik Internasional, khususnya Asia. Sehari-hari, Jessie Chiang mengerjakan setiap permintaan pelanggan. Ia bersama timnya bekerja berjam-jam untuk memastikan bahwa pelanggannya dapat memperoleh kualitas terbaik, khususnya dari segi bahan, cutting, model, dan lain-lain. Selain bergerak di bidang perancangan busana, Jessie Chiang juga melayani make-up artis. Ia akan memastikan bahwa setiap penampilan pelanggannya merupakan make-up terbaru sehingga para kostumernya yang kebanyakan artis televisi bisa lebih percaya diri saat mereka harus tampil di depan kalayak ramai. Jessie Chiang yang saat itu hadir di SMI Expo pada 4-6 April 2014 dan menjadi salah satu juri untuk singing contest, berkomentar bahwa sebenarnya para peserta singing contest yang kebanyakan anak-anak ini benar-benar berbakat. Namun, tentu saja perlu lebih diasah lagi. Ia juga melihat SMI sebagai sekolah musik pertama di Indonesia dengan metode pembelajaran 3 in 1 yang mampu mengasah bakat anak-anak itu. Ia juga menambahkan bahwa biaya pendidikan di SMI terhitung cukup terjangkau untuk level Jakarta. Sedangakan untuk aplikasi-aplikasi yang dipakai di SMI, Jessie Chiang sendiri masih belajar untuk mengenal lebih dalam. “Pokoknya aku harus belajar tentang teknologi ini karena sangat penting dan aku juga tidak mau kalah dengan anak-anak yang sudah belajar lama,” pungkasnya. Edisi Mei 2014 12 COMPUSICIAN MAGAZINE LIPUTAN Mengenal Dunia Musik Digital Bersama Product Specialist Auvitech, RioZee [ Yesaya Whisnu ] R io Zelly Rinaldo, pria kelahiran tanah Minang ini adalah seorang produk spesialis dari sebuah perusahaan distributor instrumen musik terbesar di Indonesia, Auvitech yang merupakan anak perusahaan dari PT. Citra Intirama. Perusahana ini merupakan distributor produk-produk dari M-Audio, Numark, Alesis, Akai dan yang terbaru adalah Keyboard Nord, selain itu dia juga seorang tutor, musisi, produser, composer dan music director. Bergelut di dunia musik, khususnya musik teknologi merupakan obsesi besar pria dengan sapaan Rio ini meskipun latar belakangnya adalah lulusan studi ekonomi manajemen. Tapi bagaimanapun, kesuksesannya tidak datang dengan begitu saja. Berkali-kali dia mengalami kegagalan dan harus memulai dari awal lagi dan sempat menyerah bahkan berniat menjadi seorang ustad. Contoh pengalaman pahit yang dialaminya adalah ketika ia harus mengubur impiannya untuk bisa melanjutkan sekolah ke Barklee College of Music di tahun 1998. Akibat krisis ekonomi yang parah saat itu, dimana dollar naik begitu drastis sehingga biaya untuk berangkat ke Amerika pun harus bertambah hingga 10 kali lipat. Rio juga pernah jatuh sakit dan selama 1 tahun tidak dapat melakukan apa-apa. Ia pun memilih untuk menyepi ke kampung halamannya di Padang, Sumatra Barat. Namun halangan demi halangan tidak lantas membuat niatnya patah untuk menggapai mimpinya menjadi seorang musisi. Tanpa mengikuti sekolah musik formal, Rio pun menjajal pengalaman demi pengalaman di lapangan demi meluaskan skill, wawasan dan jaringan. Hasilnya pun sungguh luar biasa, hingga tahun lalu, putra pasangan Jose Rizal dan Ely Marwatin itu telah berkolaborasi dengan beberapa pemain musik terkenal Indonesia, seperti Putu Wijaya, Maya Hasan, Ubiet dan Edisi Mei 2014 13 COMPUSICIAN MAGAZINE LIPUTAN Agnes Monica yang sekarang telah berhasil meluncurkan single internasionalnya, Coke Bottle, dengan nama barunya Agnez Mo. Di akhir tahun lalu, RioZee pun sukses menggelar konser tunggal bersama Didi AGP, dimana konser tersebut merupakan konser musik digital yang memainkan musik lewat iPad dan iPhone. Kesibukan rutin lainnya yang juga harus ia jalani bersamaan, seperti memberi workshop, les privat, mempersiapkan beberapa album hingga mengajar di Universitas Multimedia Nasional (UMD) Jakarta. Namun, jika ia harus ke luar kota, kelas pun diserahkan kepada asistennya. Rio sendiri dituntut untuk memberikan materi-materi terbaik sekaligus mendesain kurikulum supaya mahasiswanya yang saat ini berjumlah 100 orang, nantinya dapat berhasil semua. Dalam mengajar, ia menerapkan balancing dalam proses belajar mengajar, maksudnya adalah antara teori dan praktek harus seimbang supaya mahasiswanya juga senang. Sulit untuk dia membagi waktu ditengah-tengah kesibukannya yang cukup padat, tapi semua ia lakukan dengan senang, “semua asyik” tambah pengagum David Foster itu. Berbicara mengenai pendidikan, saat ini Rio juga sedang membuka sekolah bernama Andi Ayunir Music Technology Class (AAMTC). Andi Ayunir adalah rekan Rio yang juga seorang produser. Andi Ayunir sukses memproduseri penyanyi Indonesia yang sekarang sudah menjadi diva internasional, Anggun Cipta Sasmi. Rio mengajak Andi Ayunir untuk membuka sekolah bersama. AAMTC memiliki program yang berbeda, tidak seperti sekolah musik lainnya. Jika di SMI siswa diajar hardskill, seperti kelas privat, di AAMTC, siswa hanya diajari musik teknologi saja. Sedangkan untuk metode pembelajarannya sama dengan SMI, yaitu selama 1 semester atau 6 bulan dan kelas diadakan seminggu sekali. Ada 10 materi dimana dari 10 materi itu siswa akan diajarkan dari basic hingga software. Untuk software yang akan diajarkan ada 5, yaitu Pro Tools, Logic Pro, Cubase, Reason, dan Ableton Lives. Dari kelima software itu nantinya mereka akan masuk ke bidang yang diinginkan masing-masing murid. Contohnya, kalau murid lebih tertarik menjadi DJ akan difokuskan ke Ableton Lives dan untuk yang tertarik menjadi composer, bisa difokuskan ke kelas Pro Tools. Untuk staff pengajar dituntut untuk dapat menguasai 5 software yang diajarkan dan juga harus menguasai hardware-nya, seperti keyboard controller. Untuk saat ini, tenaga pengajarnya baru Rio dan Andy Ayunir sendiri, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menerima pengajar lain. AAMTC juga membuka franchise dan rencananya AAMTC juga akan dibuka di Yogyakarta, Batam dan Pekanbaru. Saat ini di Citra Intirama, Rio sudah menjadi Manager Product Specialist dimana ia yang bertanggung jawab untuk semua instrument, mulai dari gitar, keyboard, drum, alat-alat DJ dari Numark, alat-alat recording, video dan masih banyak lainnya. Edisi Mei 2014 14 COMPUSICIAN MAGAZINE LIPUTAN ” “Jadi guru-guru yang ada nanti adalah guru-guru yang ahli dalam msuik teknologi. Jadi kalau ada guru skill seperti guru piano, dia tidak mengajar di dunia itu,” ungkapnya saat ditemui di acara SMIEX di Mall Living World Alam Sutera. Dalam SMIEX di Mall Living World Alam Sutera itu, Rio juga mendemokan beberapa alat-alat baru dari Auvitech, seperti keyboard Nord 2 Piano dan juga Numark Orbit, yang merupakan DJ nirkabel, dimana melalui alat ini, para DJ dapat mengontrol mixingnya dari kejauhan serta dapat mengatur backlight yang dapat menarik perhatian. Selain itu, ada juga demo drum elektirk DM6 dari Alesis, dimana drum ini dapat dikendalikan volume-nya serta ringkas membawanya. “Jadi tidak berisik, mudah dibawa, tidak ribet dan sound-nya bisa beragam,” tambah Rio. Mengenai produk yang cocok digunakan untuk pembelajaran, Rio yang sudah bekerja sama dengan Sekolah Musik Indonesia selama 3 tahun memberikan rekomendasi mengenai instrument pembelajaran yang dipakai. Rata-rata SMI menggunakan produk dari M-Audio karena lebih murah, dimana harga berkisar antara 1 hingga 2 juta-an. “Kalau sudah level professional, nanti bisa mengarah ke Nord tapi karena siswa-siswi di SMI ini kebanyakan masih anak-anak, jadi cocoknya alat-alat dari M-Audio karena lebih mudah, praktis dan harga murah meriah,” pungkas Rio. Rio sendiri sudah memperoleh banyak prestasi selama ia masuk dunia musik digital, antara lain Juara 1 Electone Festival seIndonesia (1990-1997) dan Keyboardist Terbaik se-Sumatera (1994-1997). Saat ini Rio dan istrinya, Titie Zelly telah dikaruniani anak perempuan bernama Tiara Grania yang sekarang berumur sekitar 5 tahun. Edisi Mei 2014 15 COMPUSICIAN MAGAZINE BUDAYA Teknologi Digital, Musik Populer dan Fenomena Imaging Culture [ Erie Setiawan ] T idak semua yang kita yakini tentang kebudayaan memenuhi syaratnya sebagai kebudayaan. “Kebudayaan adalah perjuangan akal budi (manusia) untuk menemukan nilai-nilai kehidupan,” kata banyak ahli kebudayaan, baik dari Barat maupun Timur. “Nilai-nilai” yang dimaksud tersebut memang seringkali abstrak serta menimbulkan multi-tafsir, sehingga kita tak kuasa memberikan penilaian tunggal atas makna dari sebuah kebudayaan. Nilai-nilai bisa dipahami sebagai sesuatu yang berwujud, seperti material, juga sesuatu yang tak berwujud, seperti spiritual. Seringkali kebudayaan hanya dimaknai sebagai sebuah kebiasaan, atau tradisi turun-temurun. Misalnya: Korupsi dianggap sebagai budaya. Secara praksis memang betul, tetapi apakah itu yang ingin kita capai? Apabila korupsi dianggap sebagai budaya bagi orang yang menghalalkannya, itu juga sah-sah saja. Tetapi kita harus ingat pula, bahwa kebudayaan juga terikat norma-norma tertentu, yang tentu saja akan memiliki akibat tertentu pula, yang dampaknya bisa kita rasakan sehari-hari. Implikasi dari cara pikir manusia dari hari ke hari, abad ke abad, milenium ke milenium, melahirkan berbagai macam konklusi yang membuahkan kultur (sebagai bentuk majemuk dari budaya), namun bukan berarti semua itu merupakan kemajuan. Melihat perkembangan teknologi musik masa kini (abad ke-21) akan lain ketika membandingkannya dengan teknologi pada abad ke-20 sebelumnya. Contoh gampangnya adalah, bandingkan teknologi reproduksi pita kaset dan digital. Kita bisa saja menyampaikan klaim bahwa teknologi masa kini jauh lebih maju dari sebelumnya. Betul sekali, itu jika kita membandingkan. Tetapi, teknologi pita kaset pertengahan abad ke-20 juga sudah sangat maju dan Edisi Mei 2014 16 COMPUSICIAN MAGAZINE BUDAYA melahirkan jutaan album musik yang tersebar di seluruh dunia—dengan kualitas yang melegenda. Teknologi digital saat ini belum mampu menyerupai kemajuan (baca: produktivitas) yang terjadi era sebelumnya, dan tentu saja masih dalam proses pencarian untuk menuju kultur. Dalam wilayah musik populer, angka/hitungan kuantitatif menjadi penting, karena urusannya adalah ketika musik tersebut mampu familiar di telinga banyak orang. Abad ini pun juga memunculkan banyak orang yang berlombalomba menjadi spekulan-spekulan baru yang menciptakan logika industri individual seperti berjudi (untung-untungan). Pertama, teknologi digital sebagai jalur distribusi skill (fenomena Justien Bieber). Kedua, teknologi digital sebagai “pencitraan” (fenomena Sinta-Jojo), dan ketiga, teknologi digital sebagai re-kreasi dan distribusi skill (fenomena Eka Gustiwana). YouTube sama-sama membuat orang bisa populer, tetapi, sekali lagi, karena ini seperti fenomena judi, maka hanya yang beruntunglah yang akan mendapat kesempatan menjadi “terkenal.” Keberuntungan sangat tidak bisa diprediksi, oleh sebab itu kualitas dalam musik populer memang tidak selalu menjamin sebuah produk “musik” bisa laku keras di pasaran. Kebudayaan seperti ini disebut imaging culture. Masyarakat hanya butuh simbol atau kode-kode tertentu yang bisa dilahirkan dari seberapa menarikkah yang ditonton, bobot unik sebuah produk yang disiarkan, serta kemungkinan efek tren yang diteruskan begitu cepat melalui media sosial—dan saling mempengaruhi satu sama lain. Teknologi Digital, Musik Populer dan Fenomena Imaging Culture Lihat fenomena Justin Bieber yang melejit begitu cepat melalui YouTube, atau Sinta-Jojo dengan cover “Keong Racun”-nya di situs yang sama, sampai fenomena Eka Gustiwana yang mere-kreasi suara presenter dan menyulapnya jadi musik, lalu ia terkenal dan diwawancarai stasiun televisi. Para spekulan yang ingin menjajal “jalur cepat” ini, jika kita analisa lebih jauh, menghasilkan tiga representasi kemajuan produksi digital. Tiga indikasi utama Membahas tentang pengaruh teknologi digital pada musik populer dalam konteks budaya sangat erat kaitannya dengan fungsi teknologi itu sendiri dan kemampuan manusia mengutak-atik akal budinya. Tiga hal tersebut antara lain: 1) produksi dan kecepatannya, 2) simbolisasi yang menciptakan tren sosial, 3) hasrat/dorongan eksistensi. Tiga hal tersebut merupakan syarat dari persaingan musik populer saat ini. Edisi Mei 2014 17 COMPUSICIAN MAGAZINE BUDAYA Beberapa kreator musik digital sekarang mulai berpikir bahwa spesifikasi komputer pribadi harus paralel dengan perkembangan softwarenya, apabila tidak ini akan menentukan hasil produksi beserta kualitasnya. Seringkali, kegiatan upgrade komputer beserta software menjadi sebuah kebiasaan yang tak pernah bisa dihindari oleh para pelaku musik digital pada masa kini. Semakin maju software pada masa kini akan semakin tinggi pula spesifikasi hardware dalam komputer untuk bisa menunjang kerjanya. Inilah yang disebut produksi dan kecepatannya. Sementara banyak kreator juga berpikir, bahwa pengaruh teknologi digital pada musik populer sangat berhubungan dengan kemampuan kreator untuk melakukan pencitraan dan simbolisasi yang berujung pada tren dan kepercayaan sosial yang sulit dihindari. Pencitraan dan simbolisasi tak pernah “jujur”. Begitulah, teknologi digital selalu pandai memanipulasi. Suara orang yang jelek/fals bisa disentuh dengan auto tune dimana memungkinkan suara seseorang menjadi bagus dan tidak fals lagi. Manipulasi dalam produksi bunyi (editing dan mixing) memungkinkan segalanya disulap untuk bisa menjadi menarik dengan dalih supaya produksi teknologi digital (berupa CD Audio maupun file WAV/mp3) bisa awet karena akan dikonsumsi sepanjang masa. Kadang-kadang kualitas tidak dipedulikan, yang penting produk jadi. Fenomena ini sangat marak di Indonesia, tetapi tidak marak di Amerika, yang masyarakat dan pelaku industrinya lebih memiliki kesadaran bahwa perjalanan industri musik populer harus pula paralel dengan perjalanan ilmu pengetahuannya. Industri musik Indonesia dalam koridor Major Label semakin bangkrut dan tak punya strategi alternatif untuk tetap bisa bertahan Ketiga, adalah dorongan/hasrat eksistensi. Siapa yang tidak ingin terkenal dengan cepat dan meraih banyak keuntungan pada zaman yang semakin materialistis ini? Pengaruh teknologi digital pada musik populer adalah peluangnya menciptakan hasrat untuk eksis, hasrat untuk “ada” dan diakui masyarakat, entah hanya kawan-kawannya sendiri, kolega bisnis, maupun masyarakat yang lebih luas. Zaman sekarang banyak cara ditempuh agar bisa eksis dan terkenal. Teknologi digital sangat berpeluang menciptakan itu dalam sistim dan pola-pola yang sangat sistematis. Media sosial di internet yang berjubel jumlahnya membantu mereka untuk hal ini, seringkali perlu narsis dulu, kualitas belakangan. . Edisi Mei 2014 18 COMPUSICIAN MAGAZINE TEKNOLOGI Aplikasi Alur Skema Jalur ADC/DAC Dalam Pemograman Objek Max/MSP dan Chuck [ Tony Maryana ] P enggunaan komputer dalam musik telah membantu dan mempermudah komponis dan musisi untuk melakukan manipulasi bunyi dengan presisi dan bebas di luar kemampuan yang dapat dilakukan oleh alat musik akustik. Jargon umum dalam musik elektronik yaitu “kalau komponis “tradisonal” membuat karya dengan alat “musik tradisional” (instrument akustik) akan mengatur bunyi, sedangkan komponis elektronik membuat bunyi itu sendiri. Kemudahan dalam mengolah bunyi dan membuat musik dengan komputer saat ini dirasakan oleh komponis dan musisi, tetapi dibalik itu sendiri kadang komponis dan musisi tidak ambil pusing mengenai bagaimana cara komputer menghasilkan bunyi? Analog Vs Digital Komputer hanya memahami dan mengerti digital (hanya bilangan 0 1) dengan dua fungsi dasar yaitu menjalankan urutan dari intruksi (sebuah program) dan memproses informasi (data) untuk dipanggil kembali. Jadi bisa dikatakan kalau ingin berkomunikasi dengan komputer haruslah dengan menggunakan input berbasis digital. Sebelum komputer ditemukan teknologi yang digunakan adalah teknologi analog dimana sebuah sinyal diterjemahkan menjadi sinyal elektrik contohnya adalah microphone. Gelombang suara disekitar kita akan diterima microphone dan dirubah menjadi sinyal gelombang elektrik (listrik). Digital Input 0 1 0 1 0 0 Komputer bekerja system Digital Analog Sinyal elektrik Edisi Mei 2014 19 COMPUSICIAN MAGAZINE TEKNOLOGI Figure 1 Skema prinsip kerja digital dan analog Figure 2 Beberapa tipe jalur pengaturan sistem perangkat audio Figure 1 memperlihatkan skema prinsip cara kerja analog dan digital. Kita bisa melihat bahwa antara komputer (mewakili prinsip digital) dan microphone (mewakili prinsip sinyal analog elektrik) sama-sama berbeda cara kerjanya antara satu dengan yang lainnya sehingga mustahil untuk bisa berkomukasi satu sama dengan yang lainnya secara langsung. Contoh Aplikasi di Max/MSP Analog Digital Converter (ADC) dan Digital Converter Analog (DAC) Seperti yang telah ditunjukan dalam figure 1 bahwa digital dan analog kedua-duanya berbeda dalam prinsip kerjanya sehingga diperlukan perantara atau penerjemah untuk analog dan digital sehingga kedua-duanya bisa bekerja bersama. Diperlukan perangkat converter dari analog ke digital (ADC) sehingga bisa diterima komputer, begitu pun sebaliknya perlu perangkat converter dari digital ke analog (DAC) sehingga bisa diterima oleh perangkat analog contohnya speaker. Perangkat converter ini kita sering mengenalnya dengan sebuatan kartu suara (sound card), ada yang menyebutnya AD/DA (Analog to Digital/Digital to Analog) , dan kalau komponis atau musisi berbasis pemograman dan perancang bunyi menyebutnya dengan DAC/ADC (Digital Analog Converter/Analog Digital Converter). Figure Contoh aplikasi akses sound card di aplikasi Max/MSP Figure 3 merupakan sebuah contoh aplikasi akses dan routing ADC/DAC(Sound Card) di Max/MSP. Max/MSP yaitu bahasa pemograman berbasis visual untuk musik dan multimedia oleh perusahaan perangkat lunak cycling74 .Contoh Routing ADC/DAC di aplikasi dalam bahasa pemograman Chuck Figure Aplikasi akses dan routing ADC/DAC di Chuck Figure 4 sebuah contoh aplikasi akses ADC/DAC (Sound CArd) dalam bahasa pemograman Chuck untuk realtime sound synthesis dan kreasi musik. Chuck merupakan open source. Untuk mengunduhnya silahkan berkunjung kesitusnya http://chuck.cs.princeton.edu/. Skema di figure 4 menunjukan tingkat kekerasan volume dari sinyal analog (ADC) diatur oleh objek Gain dan dikirim ke dalam Chuck untuk di konversi menjadi sinyal analog. Jadi bisa dikatakan bahwa tanpa sound card mustahil untuk komputer bisa menerjemahkan sinyal analog menjadi digital dan dikembalikan menjadi sinyal analog ke speaker. Edisi Mei 2014 20 MUSIC TECHNOLOGY LIFESTYLE