ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) RAISA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2011 Raisa H44070007 RINGKASAN RAISA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA). Dibimbing Oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA. Jeruk merupakan komoditas unggulan Indonesia berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal luas dan sering dikonsumsi oleh masyarakat khususnya untuk jenis Jeruk Mandarin. Akan tetapi, akibat serangan penyakit CVPD yang disertai dengan gempuran Jeruk Mandarin asal Cina tanpa disertai penanggulangan yang baik terhadap kendala tersebut, maka produksi jeruk Indonesia terus menurun dan hanya mampu bertahan, sehingga kalah saing dengan jeruk asal Cina. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor, membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA, dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk. Faktor-faktor yang dianggap memengaruhi tingkat substitusi impor yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk di Indonesia, harga Jeruk Mandarin impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan dari bulan Januari 2000-Desember 2009. Tahun 2000 hingga 2004 adalah masa sebelum ACFTA atau Pra-EHP dan tahun 2005 sampai 2009 merupakan masa setelah ACFTA atau Pasca EHP. Analisis dilakukan dengan menggunakan model regresi double log, analisis laju pertumbuhan dan pangsa impor, Indeks GrubelLlyod, dan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel dan Eviews. Hasil estimasi dengan model regresi double log untuk faktor-faktor yang memengaruhi menunjukkan bahwa substitusi impor dipengaruhi oleh PDB, harga konsumen jeruk di pedesaan, produksi jeruk nasional, dummy ACFTA, dan substitusi impor tahun sebelumnya. Nilai adjusted R2 dari model ini adalah 0,627400 yang artinya ragam dari substitusi impor dapat dijelaskan sebanyak 62,74 % oleh variabel di dalam model dan sisanya sebesar 37,26 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji ekonometrika, model ini bebas dari pelanggaran asumsi baik itu multikolinearitas, autokorelasi, maupun normalitas. Analisis laju pertumbuhan untuk nilai dan jumlah impor Jeruk Mandarin menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya ACFTA, nilai dan jumlah impor ini memiliki tren positif dibanding sebelum EHP yang sebetulnya sudah negatif. Pangsa impor Cina pun mengungguli negara lain dengan jumlah pangsa sebesar 48,05 % sebelum ACFTA dan 85,94 % setelah ACFTA disepakati. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk memenuhi substitusi impor secara lebih intensif. Implemantasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain perbaikan kinerja sistem agribisnis melalui pembenahan di subsistem hulu, subsistem hilir, dan subsitem penunjang agar saling mendukung satu sama lain. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) RAISA H44070007 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) Nama : Raisa NIM : H44070007 Disetujui Dosen Pembimbing, Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc NIP.19480601 197301 1 001 Diketahui Ketua Departemen, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP.19660717 199203 1 003 Tanggal Lulus: UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbila’lamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya yang tiada tara sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri taulaudan yang sangat berarti bagi saya untuk tidak mudah menyerah dan selalu ingat bahwa Allah akan memberikan keberhasilan di setiap kerja keras yang didasari niat karena-Nya. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini yaitu: 1. Kedua orangtua Papa Yaudin Arachman, B.E. dan Mama Teti Setiawati untuk segala dukungan dan harapan yang merupakan motivasi terbesar bagi saya, kedua adik saya Ryzmelinda dan M. Putra Yarman yang membuat saya sangat ingin cepat lulus, serta keluarga besar untuk doa dan kasih sayangnya. 2. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M. Sc sebagai pembimbing skripsi untuk kesabaran, kebaikan, bimbingan, dan nasehatnya yang sangat berarti bagi saya. 3. Bapak Novindra sebagai dosen penguji utama dan Bapak Adi Hadianto sebagai dosen wakil Komisi Pendidikan untuk pertanyaan, kritik, dan sarannya. 4. Mbak Hastuti selaku pembimbing akademik yang selalu memberi saran dan nasehat serta segala bantuannya. 5. Rahadian Pratama, S.Si untuk segala dukungan, bantuan, dan hiburannya. 6. Teman-teman Dina Ria Ningsih, Indri Puspitasari, Irna Erliana, Sugeng Utomo, Litha Methika Dhelinthea, Rikhi Ibrahim, Adhitya Wibawa Putra, dan Ahmad Sanusi untuk kesetiakawanan kita dari SMA. 7. Teman-teman ESL Ratih Trianita, Resti Ariesta Festiani, Nurul Fadilah, Fenny Kurniawati, Chichi Rizky, Fachrunnisa dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 8. Teman-teman satu perjuangan, Norita Vibriyanto, Dinda Asyifa Devi, dan Rizki Amelia yang selalu bersemangat berjuang sampai akhir. 9. Teman-teman Kuliah Kerja Profesi (KKP) Indah Wulandari Nasution, Alfan Mubaroq Harahap, Trifty Qurrota Aini, Suci Nurul Hidayat, Devina Marcia Rumanthi, dan Ery Februriani. 10. Pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi saya dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Mei 2011 Raisa H44070007 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktorfaktor yang memengaruhi substitusi impor, pengaruh perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN terutama Indonesia terhadap kondisi perdagangan buah jeruk, dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi ketergantungan konsumen lokal terhadap jeruk impor serta memenuhi syarat tugas akhir. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi petani jeruk guna meningkatkan produksi dalam rangka menghadapi ACFTA, bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang memihak petani, serta bagi masyarakat agar lebih memilih produk jeruk dalam negeri, sehingga permintaan terhadap jeruk lokal semakin meningkat. Bogor, Mei 2011 Raisa H44070007 DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI .............. i RINGKASAN ......................................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ....................................................................................................x I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................................6 1.3 Tujuan ..............................................................................................................10 1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp) ..............................................................12 2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) ................15 2.3 Tarif dan Substitusi Impor Sebagai Salah Satu Kebijakan Perdagangan Internasional ....................................................................................................19 2.4 Definisi dan Batasan Operasional ....................................................................22 2.5 Penelitian Terdahulu ........................................................................................24 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis.............................................................................................26 3.2 Kerangka Operasional ......................................................................................31 3.3 Hipotesis Penelitian .........................................................................................33 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................................34 4.2 Jenis dan Sumber Data .....................................................................................34 4.3 Metode Pengumpulan Data ..............................................................................34 4.4 M tode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif .................................................................................35 4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan Model Regresi Berganda .....................................................................36 4.4.3 Metode Interpolasi Spline Kubik...........................................................42 4.4.4 Perhitungan Harga Riil dan PDB Per Kapita ........................................42 viii 4.4.5 Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor ...........................42 4.4.6 Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan Indeks Grubel-Llyod ............................................................................43 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia ..............................................................44 5.2 Kondisi Harga Jeruk di Pasaran .......................................................................47 5.3 Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina ...........................................49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Substitusi Impor Jeruk Mandarin .....................................................................52 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin 6.2.1 Hasil Pengujian Ekonometrika ..............................................................55 6.2.2 Analisis Statistik dan Ekonomi 6.2.2.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ..............................................59 6.2.2.2 Harga Konsumen Jeruk di Pedesaan ...............................................60 6.2.2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) .......................................................62 6.2.2.4 Produksi Jeruk Nasional .................................................................63 6.2.2.5 Harga Jeruk Mandarin Impor ..........................................................64 6.2.2.6 Substitusi Impor Jeruk Tahun Sebelumnya ....................................67 6.2.2.7 Dummy ACFTA .............................................................................68 6.3 Perbandingan Jumlah Impor Jeruk Sebelum dan Sesudah ACFTA ................69 6.4 Implementasi Kebijakan Guna Meningkatkan Substitusi Impor Jeruk Mandarin .........................................................................................................75 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ......................................................................................................81 7.2 Saran ................................................................................................................81 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................83 LAMPIRAN ...........................................................................................................86 RIWAYAT HIDUP .............................................................................................105 ix DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 20052010 (Juta US$)...................................................................................................2 2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$)...............3 3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina ......................17 4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis ...........................................................35 5. Hasil Uji Multikolinearitas dengan VIF ............................................................56 6. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor ......57 7. PDB dan Pengeluaran Rata-rata di Indonesia Tahun 2000-2009 ......................63 8. Tabel Total Impor dan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Cina di Indonesia saat Pra dan Pasca EHP Selama Tahun 2000-2009. .................................................70 9. Perkembangan Indeks Grubel-Llyod Komoditas Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 ..............................................................................................75 x DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun 20002009 .....................................................................................................................4 2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009 .............7 3. Efek dari Tarif Impor .........................................................................................27 4. Alur Kerangka Operasional Penelitian ..............................................................32 5. Jumlah Produksi Jeruk di Indonesia Tahun 2000-2009 .....................................45 6. Perbandingan Harga Jeruk Impor dan Jeruk Lokal di Indonesia Tahun 2008 ...48 7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009 ............................50 8. Konsumsi Rumah Tangga Jeruk di IndonesiaTahun 2002-2009 .......................53 9. Permintaan Jeruk Nasional di Indonesia Tahun 2000-2009 ..............................60 10. Grafik Hubungan Antara Total Impor dan Harga Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 ..............................................................................66 11. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pra-EHP Tahun 2000-2004 ..............................................................................................72 12. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pasca– EHP Tahun 2005-2009 ......................................................................................72 13. Laju Pertumbuhan Jumlah dan Nilai Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2001-2009 ..............................................................................................73 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uraian Kelompok Produk Kode HS 4 Digit yang Mendominasi Ekspor dan Impor Indonesia dan Cina (1996-2003) ............................................................87 2. Gambar Tampilan Kulit Buah Jeruk Lokal dan Mandarin di Indonesia ............89 3. Sentra Produksi Jeruk Berdasarkan Angka Kabupaten Tanaman Buah-buahan 2008 ...................................................................................................................90 4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Tarif Bea Masuk dalam Rangka EHP ...........................................................................................91 5. Tabulasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin..95 6. Substitusi Impor Jeruk Mandarin (Ribu kg) 2000-2009 ..................................100 7. Hasil Regresi double log Model Substitusi Impor dengan Eviews 6 ...............102 8. Hal Pengujian Ekonometrika ...........................................................................103 xii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jeruk Mandarin adalah salah satu jenis jeruk yang sempat menjadi unggulan perdagangan hortikultura di Indonesia. Buah ini memiliki keunggulan berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal dan dikonsumsi dalam jumlah besar oleh masyarakat Indonesia (Agromedia 2009). Sentra penanaman Jeruk tersebar di berbagai pelosok dengan jenis jeruk yang paling terkenal adalah Jeruk Pontianak, Jeruk Medan, dan Jeruk Garut. Jeruk lokal sangat diminati oleh masyarakat pada saat itu karena rasa yang manis, walaupun kulit buah tipis dan rata-rata berwarna hijau. Akan tetapi, keadaan ini tidak berlangsung lama akibat serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration) dan kurangnya perhatian pihak-pihak terkait terutama pemerintah terhadap kesejahteraan petani jeruk. Akibatnya, Jeruk Mandarin asal Cina pun menjadi primadona baru yang merajai perdagangan jeruk baik di dalam negeri maupun internasional karena berhasil menggeser preferensi konsumen, sehingga lebih menyukai buah jeruk mereka. Cina adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat saat ini. Seluruh sektor di negara tersebut berkembang sangat baik, karena didukung oleh kebijakan pemerintah dan investasi dari berbagai negara yang menilai bahwa prospek penanaman modal di negara tersebut memberi keuntungan besar. Produk berbasis teknologi dan berbasis non sumberdaya merupakan produk unggulan Cina. Akibatnya, Cina menjadi negara yang mendominasi dalam perdagangan untuk kegiatan ekspor dan memerlukan kerja keras bagi negara lain guna menyaingi produk-produk yang dihasilkan oleh Cina tersebut. ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN yang telah resmi diberlakukan sejak tahun 2004. Penerapan Kesepakatan ini menandai awal liberalisasi perdagangan yang harus dijalankan oleh negara-negara peserta (Contracting parties). Hambatan tarif direduksi dan dinolkan, sehingga komoditas-komoditas dari berbagai sektor dapat masuk tanpa terkena bea masuk. Keadaan ini mengakibatkan pasar Indonesia semakin dibanjiri oleh produk Cina, seperti: komoditas pertanian, produk industri, dan lain sebagainya. Akibat dari hal ini terlihat pada impor Cina ke Indonesia melonjak naik terutama pada tahun 2009 sebesar US$ 13.491,4 juta melebihi negara-negara lainnya seperti Jepang dan Singapura yang justru mengalami penurunan pada tahun tersebut. Selama kurun waktu 2010 pun Cina tetap menempati urutan pertama dengan jumlah US$ 19.688 juta. Data mengenai hal tersebut dijelaskan dalam Tabel sebagai berikut. Tabel 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2005- 2010 (Juta US$) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Negara Cina Jepang Singapura USA Thailand Korea Selatan Australia Malaysia 2005 4.551,3 6.892,4 2.936,9 3.810,6 3.082,0 1.685,0 2.246,4 1.385,1 2006 5.502,0 5.488,0 3.733,4 3.968,2 2.962,3 1.699,8 2.680,3 1.604,7 2007 7.957,3 6.472,7 3.908,3 4.711,8 4.194,8 1.994,5 2.817,1 2.149,9 2008 14.947,9 14.864,7 11.095,6 7.731,5 6.269,9 4.792,4 3.980,5 3.931,2 2009 13.491,4 9.810,5 9.236,6 7.037,6 4.570,8 3.807,8 3.374,1 3.184,2 2010 19.688,0 16.910,7 10.053,3 9.299,4 7.420,6 5.593,0 4.092,9 4.521,8 Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan Keberadaan ACFTA juga dimaksudkan agar ASEAN dapat meningkatkan volume ekspor ke negara Cina. Produk-produk unggulan terutama produk pertanian diharapkan dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dengan ditiadakannya bea masuk. Akan tetapi, manfaat ini hampir tidak terlalu terasa di negara-negara ASEAN yang masih memerlukan modal besar seperti Indonesia. 2 Jumlah peningkatan ekspor tidak sebesar peningkatan impor produk Cina yang membanjiri berbagai sektor. Hal ini terlihat dari jumlah impor Cina ke Indonesia yang semakin meningkat dan hanya sedikit menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar US $ 14.002.170,5. Neraca perdagangan Indonesia pun terus mengalami defisit selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2008 hingga 2010 akibat meningkatnya impor non-migas. Adapun data yang menunjukkan neraca perdagangan antara Indonesia dan Cina yang semakin meningkat dalam kegiatan impor dijelaskan dalam Tabel berikut. Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$) Uraian 2006 2007 2008 Total 14.980.466,4 18.233.389,8 26.883.672,6 Perdagangan Migas 4.011.873,8 3.612.035,6 4.148.600,9 Non Migas 10.968.592,6 14.621.354,3 22.735.071,7 Ekspor 8.343.571,3 9.675.512,7 11.636.503,7 Migas 2.876.961,3 3.011.412,8 3.849.335,3 Non Migas 5.466.610,0 6.664.099,9 7.787.168,4 Impor 6.636.895,1 8.557.877,1 15.247.168,9 Migas 1.134.912,5 5.600.622,7 7 299.265,6 Non Migas 35.501.982,6 7.957.254,4 14.947.903,3 Neraca 1.706.676,2 1.117.635,6 -3.610.665,2 Perdagangan Migas 91.742.048,8 2.410.790,1 13.550.069,7 Non Migas -35.372,5 -1.293.154,5 -7.160.734,9 Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan 2009 25.501.497,8 2010 36.116.829,3 3.090.052,2 22.411.445,5 11.499.327,3 2.579.242,8 8.920.084,4 14.002.170,5 510.809,4 13.491.361,1 -2.502.843,2 2.347.861,2 33.768.968,1 15.692.611,1 1.611.661,3 14.080.949,9 20.424.218,2 736.200,0 19.688.018,3 -4.731.607,1 2.068.433,4 -4.571.276,6 875.461,3 -5.607.068,4 Salah satu sektor yang terkena dampak secara signifikan akibat dari disepakatinya ACFTA ini adalah sektor pertanian, seperti buah-buahan terutama jeruk dengan jenis Jeruk Mandarin atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk Keprok dan Jeruk Siam. Jeruk Mandarin merupakan jenis jeruk yang menjadi komoditas impor utama negara Cina. Hal ini dapat dilihat dari pangsa impor jeruk tersebut ke Indonesia yang jauh lebih besar dari jenis jeruk lain yaitu sebesar 90,75 % dan jeruk lainnya hanya sebesar 9,25 % dari total impor jeruk Cina 3 selama tahun 2000 hingga 2009, sehingga jenis jeruk inilah yang harus mendapat fokus untuk disubstitusi oleh jeruk lokal karena menjadi pilihan banyak konsumen jeruk saat ini. Selain itu, jeruk jenis Mandarin dapat berkembang dengan baik di Indonesia karena dapat ditanam di daerah dengan iklim tropis dan subtropis serta sempat menjadi komoditas unggulan. Berbeda dengan orange fresh atau Jeruk Manis yang lebih cocok ditanam di daerah Eropa atau Amerika. Berikut adalah Diagram dari pangsa impor jeruk Cina dari tahun 2000 hingga 2009. 9.25% Jeruk Mandarin 90.75% Jenis Lainnya Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009. Gambar 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun 2000-2009 Kondisi agribisnis jeruk di Indonesia belum sepenuhnya didukung oleh inovasi teknologi yang memadai, sehingga mutu dari buah jeruk lokal tidak sebaik mutu buah impor khususnya buah jeruk keprok yang kalah saing dengan jeruk mandarin dengan harga lebih murah namun berpenampilan menarik. Buah jeruk ini merupakan salah satu komoditas Early Harvest Package (EHP) yang terkena ACFTA paling awal karena telah diterapkan sejak tahun 2004. Berdasarkan nilai impor komoditas menurut kode HS empat digit yaitu dalam kelompok HS 0805 untuk buah jeruk dan HS 0808 bagi buah pir, menunjukkan fenomena bahwa Indonesia menikmati murahnya harga buah impor Cina, sehingga dalam kurun 4 waktu 1996-2003 hanya pada tahun 1999 serta 2001 saja Indonesia mempunyai andil dalam perdagangan tersebut. Nilai impor jeruk menunujukkan kecenderungan naik, sementara untuk pir nilai impor cenderung menurun. Saat ini Indonesia menjadi negara pengimpor jeruk terbesar di ASEAN, kedua setelah Malaysia (Sinar Tani 2008). Kondisi nilai impor jeruk mandarin Cina yang terus meningkat terus terjadi hingga Kuartal I 2009, impor jeruk mandarin Cina tercatat US$ 107,3 juta. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu, sebesar US$ 56,3 juta. Peningkatan ini merupakan lanjutan naiknya impor jeruk mandarin Cina yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Jika pada 2006 nilai impor jeruk mandarin US$ 36 juta, maka tahun 2007 sudah naik menjadi US$ 62,9 juta, dan di tahun 2008 nilainya naik lagi menjadi US$ 84,7 juta1. Sejak penandatanganan ACFTA, penurunan tarif telah dilakukan mulai tahun 2004. Berawal dari 5 %, kini tarif bea masuk jeruk mandarin Cina sudah turun menjadi 0 %. Penerapan bea masuk 0 % pada awal tahun 2005 semakin menambah tingkat ekspansi buah jeruk Cina ke Indonesia dan berdampak serius bagi pasar domestik. Kecenderungan peningkatan impor ini menandakan adanya segmen pasar tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk prima yang tidak bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Keadaan tersebut semakin diperparah dengan rendahnya substitusi impor jeruk Indonesia dibanding Cina, sehingga daya saing lokal dalam mengimbangi impor Cina semakin rendah. Kesepakatan ACFTA justru lebih banyak menaikkan volume impor, terutama terlihat dalam membanjirnya buah jeruk Cina dari mulai pedagang kaki Asnil Bambani Amri “Impor Jeruk Mandarin Terus Meningkat” http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/18924/Impor-Jeruk-Mandarin-Terus-Meningkat (6 Februari 2011) 1 5 lima hingga supermarket besar. Peningkatan ini sebenarnya dapat menjadi peluang pasar sekaligus pengembangan jeruk keprok nasional seiring dengan peningkatan preferensi konsumen terhadap buah jeruk bermutu. Akan tetapi, karena minimnya dukungan pemerintah serta kurangnya inovasi teknologi mengakibatkan konsumen justru lebih memilihi jeruk impor. Keadaan ini harus segera diperbaiki dengan mempersiapkan inovasi teknologi agribisnis jeruk yang lebih baik dengan kriteria spesifik lokasi, efektif, mudah diaplikasikan, murah, dan sarana pendukung mudah diperoleh (Supriyanto, 2010) yang lebih baik dalam menghadapi ACFTA. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan substitusi impor agar dapat menghasilkan produk buah jeruk terutama Jeruk Keprok karena bentuknya relatif mirip dengan jeruk mandarin dalam jumlah besar, berharga murah, dengan kualitas yang tetap terjamin melalui penggunaan bibit yang baik serta tahan terhadap CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), sehingga jeruk impor yang mendominasi pasar dapat tersubstitusi dengan berimbang pula oleh jeruk lokal. Jika setiap usaha tani jeruk menerapkan persipan yang matang dan berdaya saing tinggi, maka produsen lokal dapat merebut kembali pasar jeruk Indonesia, sehingga kesepakatan ini juga akan menguntungkan bagi kedua negara. 1.2 Perumusan Masalah Kesepakatan ACFTA telah mengakibatkan perubahan tata niaga dalam perdagangan internasional. Penghapusan bea masuk telah menyebabkan masuknya produk Cina secara besar-besaran dan sulit untuk dikontrol. Sektor pertanian dengan teknologi tinggi dan ketersediaan bibit yang baik merupakan sektor unggulan Cina yang harus diwaspadai terutama untuk agribisnis jeruk yang 6 merupakan tanaman asli Cina. Jeruk mandarin diproduksi dalam partai sangat besar dan diekspor ke negara-negara yang merupakan mitra dagang Cina dengan harga murah, jenis menarik, walaupun rasa tidak begitu manis. Akibatnya, penetapan jeruk sebagai komoditas EHP merupakan hal yang menguntungkan bagi Cina karena bea masuk produk unggulan mereka telah diturunkan sejak awal kesepakatan. Produk hortikultura terutama buah-buahan merupakan produk ekspor unggulan Cina. Buah-buahan yang menjadi komoditas utama Cina yaitu apel, pir, dan Jeruk Mandarin. Indonesia termasuk negara yang paling banyak mengimpor komoditas tersebut, terutama untuk buah Jeruk Mandarin dibanding apel dan pir. Hal ini sangat ironis mengingat Jeruk Mandarin adalah jenis jeruk yang juga dapat diproduksi di Indonesia yang memiliki iklim tropis, berbeda dengan apel dan pir yang hanya cocok ditanam di wilayah beriklim sedang dan subtropis. Berikut adalah impor 3 jenis buah-buahan yang paling banyak diimpor Indonesia yang umumnya berasal dari Cina pada tahun 2009. 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0 Apel Pir Jeruk Mandarin Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2009 Gambar 2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009 Kondisi ini akan sangat berpengaruh bagi substitusi impor buah jeruk lokal. Penurunan produksi akan terjadi apabila usahatani tidak memiliki persiapan 7 guna menjaga kinerja produksi mereka. Masuknya produk Cina menuntut pertanian domestik agar melakukan usaha ekstra agar produk mereka tetap menguasai pangsa pasar di dalam negeri. Melindungi kestabilan modal dan meningkatkan daya saing diperlukan dalam menjaga tingkat produktivitas agar tetap bertahan. Hal ini penting karena persaingan akan menambah biaya dan munculnya opportunity cost. Rendahnya dukungan pemerintah kepada petani lokal juga telah menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melakukan minimisasi biaya sebagai salah satu upaya guna meningkatkan daya saing. Lain halnya dengan pemerintah Cina yang memberikan dukungan serta subsidi yang sangat besar bagi petani, sehingga mereka dapat menigkatkan produktivitas dengan harga buah yang sangat murah. Pemerintah cenderung berat sebelah dalam menyepakati ACFTA karena hanya memikirkan kepentingan pihak-pihak tertentu yang dinilai dapat memberikan penerimaan yang lebih besar bagi negara, sehingga petani kecil kurang diperhatikan. Kurangnya dana berupa biaya riset dari pemerintah kepada peneliti bibit unggul terutama dengan kriteria rasa dan bentuk yang tidak kalah menarik, namun bebas CVPD juga menghambat upaya peningkatan produksi dalam negeri karena tanaman jeruk banyak yang rusak akibat penyakit ini. Tingginya biaya ekonomi dari mulai biaya produksi hingga biaya distribusi membuat harga jeruk lokal semakin mahal pula. Biaya produksi untuk membeli pupuk dan bibit berkualitas cukup tinggi. Penyaluran jeruk dari sentra produksi hingga tempat pemasaran juga besar karena sarat akan pungutan liar akibat sistem pemasaran yang buruk, sehingga jika dihitung biaya untuk 8 mengimpor dan menyalurkan jeruk tersebut dari Tanjung Priok lebih murah dibandingkan menyalurkan jeruk dari Medan misalnya. Kurangnya sosialisasi informasi mengenai ACFTA dan minimnya bantuan pemerintah dengan memberikan subsidi pupuk, menjamin ketersediaan jeruk berkualitas, dan lain sebagainya menyebabkan ketidaksiapan petani, sehingga tidak bisa berbuat terlalu banyak dalam melawan gempuran jeruk asal Cina. Akibatnya, pendapatan mereka semakin menurun karena pangsa pasar yang semakin terbatas serta penurunan permintaan konsumen yang saat ini cenderung memilih buah jeruk impor. Kurangnya inovasi teknologi juga mengakibatkan tingkat produksi usahatani jeruk di Indonesia sulit untuk mengimbangi produksi jeruk impor Cina, sehingga kebutuhan jeruk lokal sangat tergantung pada pasokan buah jeruk impor. Selain itu, teknologi yang masih minim menyebabkan pula para petani tidak dapat memenuhi selera konsumen yang lebih menyukai buah jeruk yang berwarna oranye walaupun rasa sedikit asam namun tetap berharga murah. Akibatnya, jeruk lokal yang biasanya berwarna hijau menjadi kurang dilirik konsumen karena harganya mahal dan dinilai kurang berkelas oleh masyarakat dibanding jeruk impor. Setiap hal yang dapat memengaruhi tingkat substitusi impor harus diperhatikan agar dampak negatif dari diberlakukannya ACFTA ini dapat dicegah dan tidak membuat usahatani collapse. Buah jeruk di pasar domestik akan semakin didominasi oleh jeruk impor tanpa ada usaha yang berarti dari petani lokal untuk menyubstitusi kebutuhan terhadap jeruk impor tersebut. Apabila kondisi tersebut terjadi, maka akan menyebabkan menurunnya tingkat 9 kesejahteraan petani jeruk serta semakin mengurangi devisa negara dan merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara jangka panjang, Cina akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan petani jeruk Indonesia akan semakin terpuruk dengan peningkatan ekspor yang tidak signifikan dibanding impor Cina sehingga substitusi impor pun sulit dilakukan. Masyarakat yang umumnya berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah akan cenderung memilih produk yang lebih murah guna menyesuaikan dengan pendapatan mereka. Keadaan ini akan merugikan produsen lokal yang tidak bisa memproduksi jeruk dengan harga yang lebih murah namun tampilan buah tetap menarik. Pemberlakuan ACFTA lebih banyak akan merugikan sebagian besar petani jeruk, meskipun tetap ada konsumen yang memilih produk lokal. Dampak dari kesepakatan ACFTA sangat berpengaruh bagi substitusi impor dan keberlangsungan usahatani jeruk Indonesia serta kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi negara menjadikan masalah ini penting untuk diteliti. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi substitusi impor jeruk di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh kesepakatan ACFTA terhadap jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin? 3. Bagaimana cara meningkatkan produksi jeruk lokal? 1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 10 1. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk di Indonesia. 2. Membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA. 3. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari dilakukannya penelitian ini dapat dirasakan oleh berbagai pihak yaitu: 1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan upaya-upaya yang harus dilakukan guna melakukan substitusi impor Jeruk Mandarin dalam menghadapi dampak ACFTA. 2. Bagi petani jeruk dapat menjadi acuan dalam memilih upaya apa saja yang seharusnya dilakukan dalam menghadapi ACFTA. 3. Bagi masyarakat dapat menjadi sumber informasi mengenai dampak yang sebenarnya dirasakan oleh petani jeruk akibat adanya ACFTA. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp) Tanaman jeruk adalah tanaman buah yang berasal dari Asia dengan Cina sebagai tempat yang dipercaya merupakan tempat dimana jeruk pertama kali tumbuh. Jeruk telah sejak lama dibudidayakan atau tumbuh secara alami di Indonesia. Tanaman jeruk yang berada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis (Citrus sinensis) dan jeruk keprok (Citrus nobilis) dari Amerika dan Itali. Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta Sub divisi: Angiospermae Kelas: Dicotyledonae Ordo: Rutales Keluarga: Rutaceae Genus: Citrus Spesies: Citrus sp. Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk keprok dengan salah satu anggota yang paling menguasai pasar sebesar 60 % yaitu jeruk siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Budidaya jeruk ini dilakukan pertama kali di Kalimantan Barat pada tahun 1940 sehingga terkenal pula dengan nama Jeruk Pontianak. Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya. Dilihat sekilas memang tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada kulit yang tipis dan licin mengilap. Di samping itu, kulit jeruk siam menempel lebih lekat dengan dagingnya, sedangkan pada jeruk keprok lainnya terdapat ruang pemisah yang lebih jelas. Ukurannya cukup ideal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.2 Jeruk lokal lain yang dibudidayakan adalah jeruk manis. Jeruk ini disebut juga sebagai jeruk peras dengan nama ilmiah Citrus sinensis (L.). Pada mulanya, jeruk manis dimakan sebagai buah segar atau sebagai pencuci mulut setelah makan. Akan tetapi, karena kulitnya tebal dan sulit dikupas, seringkali orang memerasnya untuk diambil airnya. Air buah jeruk ini dapat dikonsumsi dalam bentuk air buah segar, didinginkan lebih dahulu, atau dipasteurisasi supaya lebih tahan lama. Ada pula yang dipekatkan menjadi tepung.3 Spesies jeruk yang terdapat di Indonesia dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Kelompok Mandarin (Tangerine, Satsuma, dan Clementine) adalah jeruk keprok dan jeruk siam. Jeruk keprok biasanya dikembangkan di dataran tinggi dan memiliki kandungan gula yang besar. Warna kulit buah biasanya kekuningan, berbeda dengan jeruk siam yang berwarna hijau, kulitnya tipis, agak lengket, dan kandungan gulanya relatif rendah. b. Kelompok Lime dan Lemon adalah jeruk nipis. Kandungan asamnya tinggi, biasanya digunakan untuk menambah rasa asam pada masakan dan membuat minuman segar. Selain jeruk nipis, juga tengah dikembangkan jeruk lemon yang memiliki ukuran lebih besar. c. Kelompok Pummelo dan Grapefruit adalah jeruk besar (C. grandis). Terdapat delapan varietas yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: Jeruk Bali, Jeruk Cikoneng, Jeruk Pandan Wangi, Jeruk Pandan, Jeruk Delima, Jeruk Adas, Jeruk Gulung, dan Jeruk Nambangan. Saat ini, hanya Jeruk Nambangan 2 3 Tim Penulis PS “Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam” Pracaya “Jeruk Manis Varietas, Budidaya, dan Pascapanen 13 yang berkembang pesat serta menguasai pasar jeruk besar di Jakarta dan sekitarnya. Grapefruit pernah ditanam dalam skala kecil, namun karena kurangnya permintaan pasar dan lokasi penanaman, jenis ini menjadi kurang berkembang. d. Kelompok Orange atau jeruk manis merupakan jeruk yang paling banyak diproduksi di dunia, namun kurang cocok ditanam di Indonesia karena merupakan tanaman sedang dan subtropis. Komoditas ini dikembangkan di daeran Pacitan dengan nama Jeruk Baby. Jeruk ini dibawa oleh Belanda guna ditanam di dataran tinggi. Kulit jeruk yang telah matang berwarna hijau serta memiliki kandungan gula tinggi dan kandungan asam yang rendah. e. Kelompok Citroen adalah jeruk sukade. Jeruk ini disebut jeruk papaya karena memiliki bentuk seperti buah papaya. Kulit buah yang tebal digunakan untuk membuat manisan. Jenis ini pun kurang berkembang di Indonesia. Akibat serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi yang diperparah oleh sistem monopoli tata niaga jeruk yang sudah tidak berlaku. Penyebab lainnya adalah tingginya biaya distribusi jeruk yang mengakibatkan harga jeruk lokal semakin mahal. Belum lagi jeruk impor yang terus membanjir dan berakibat pada semakin berkurangnya sentra produksi jeruk di Indonesia. Tanaman jeruk manis dan juga jeruk jenis lainnya pada umumnya dapat ditanam di daerah antara 400 LU dan 400 LS, namun tanaman jeruk paling banyak ditemui di daerah 200-400 LU dan 200-400 LS. Tanaman jeruk di daerah subtopis ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di daerah khatulistiwa sampai ketinggian 2000 m dpl (Pracaya 2002). Berbeda dengan jeruk 14 siam yang harus ditanam di dataran rendah. Penanaman pada ketinggian lebih dari 900 m dpl menyebabkan rasa jeruk siam menjadi sedikit asam (Tim Penulis PS 2003). Buah jeruk dapat dipanen pada saat masa masak optimal, biasanya berumur antara 28-36 minggu tergantung jenis atau varietasnya. Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang dapat menghasilkan hingga 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1 ton /ha masih di bawah produksi negara subtropis yang bisa mencapai hingga 40 ton/ha. Penyakit yang paling sering melanda perkebunan jeruk di Indonesia adalah CVPD yang disebabkan oleh Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat (Diaphorina citri) dengan bagian yang diserang adalah silender pusat (phloem) batang. Gejala yang timbul adalah daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam. Biji rusak, dan pangkal buah oranye. Penyakit ini telah mengakibatkan banyak petani jeruk merugi karna menimbulkan gagal panen untuk berbagai jenis varietas jeruk. 2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) ACFTA merupakan sebuah kesepakatan untuk memberlakukan sistem perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN dengan reduksi serta pembebasan tarif impor hingga 0 % yang diterapkan sejak Januari 2010. Tarif impor adalah jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau persentase tetap dari harga barang impor (tarif pajak berdasarkan nilai barang) (Anindita dan Reed 2008). Pemerintah Republik Indonesia bersama negara ASEAN menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the 15 Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China pada 4 November 2002. Melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) ini, maka ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan Cina-ASEAN. Dan khusus negara ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunai) telah mulai menerapkan bea masuk 0 % per Januari 2004 untuk beberapa produk4. Kemudian di tahun 2004, perjanjian tersebut dilanjutkan dengan persetujuan mengenai tahapan penurunan tarif komoditas yang hendak diperdagangkan. Tahapan penurunan dan eliminasi tarif antara Indonesia dan Cina itu terbagi tiga, yaitu Early Harvest Package (EHP), Normal Track (untuk produk-produk non sensitif), diikuti Sensitive Track (contoh: sepatu, besi dan baja, mainan, barang-barang dari kulit, dll. yang mencakup 304 komoditas). Normal track terbagi menjadi dua model yaitu Normal Track I dan Normal Track II, sedangkan Sensitive Track terbagi menjadi Sensitive List dan Highly Sensitive Track (contoh: tekstil, produk tekstil, beras, gula, jagung, kedelai, dll. yang mencakup 47 komoditas). Penurunan tarif bea masuk terjadi dalam 3 tahapan, yaitu: 1. Tahap I: Early Harvest Package (EHP) yang dimulai pada 1 Januari 2004. Selama tiga tahun tarif-tarif ini diturunkan secara bertahap, sehingga pada tahun 2006 menjadi 0 % dan diberlakukan untuk kawasan perdagangan bebas Indonesia dengan Cina (Hutabarat et al., 2006). Produk EHP terdiri dari Produk-produk dalam Chapter 01 sampai dengan Chapter 08 yaitu: hewan hidup, daging dan produk daging dikonsumsi, ikan, susu dan Echwan “Indonesia vs Cina : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam ACFTA 2010” http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesia-vs-Cina-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-ACFTA/ (20 Mei 2010) 4 16 produk susu (dairy products), tumbuhan, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Jumlah Kelompok EHP ini 530 pos tarif (HS 10 digit). Jumlah Kelompok EHP ini 46 pos tarif (HS 4 digit). Tabel 3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina Kategori Produk Deskripsi 1 Produk dengan tingkat tarif umum lebih tinggi dari 15 % untuk Cina dan Indonesia Produk dengan tingkat tarif umum antara 5 % - 15 % untuk Cina dan Indonesia Produk dengan tingkat tarif umum lebih rendah dari 5 % untuk Cina dan Indonesia 2 3 Tidak Lebih dari 1/1/2004 10 % Tidak Lebih dari 1/1/2005 5% Tidak Lebih dari 1/1/2006 0% 5% 0% 0% 0% 0% 0% Sumber: beacukai.go.id dalam Hutabarat et al. 2006 2. Tahap II: Normal Track yang diterapkan pada 1 Januari 2010. Bea masuk ditetapkan 0 % sejak 1 Januari 2010. Diantaranya produk coal (HS 2701), polycarboxylic acids (HS 2917), wood (HS 4409), kawat tembaga (copper wire‐HS 7408) dan sebagian bahan yang terbuat dari kulit binatang. Sebagian Tekstil dan Produk Tekstil juga masuk dalam skema Normal Track ini, terutama pakaian yang terbuat dari serat sintetis dan pakaian dalam. Sedangkan produk tekstil yang terbuat dari kapas masih dikenai bea masuk antara 5‐15 %. 3. Tahap III: Sensitive Track dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni Sensitive List dan Highly Sensitive List. Program penurunan tarif untuk Sensitive List akan dimulai pada 2012. Tarif bea masuk maksimum pada 2012 adalah 20 %. Mulai 2018, tarif bea masuknya menjadi 0‐5 %. Produk‐produk dalam Sensitive List adalah sebesar 304 Pos Tarif (HS 6 17 digit), yang terdiri atas barang jadi kulit, kacamata, alat musik, mainan, alat olahraga, alat tulis, besi dan baja, spare parts, dll. Highly Sensitive List dimulai pada 2015, dengan penjadwalan bahwa pada 2015 tarif bea masuk maksimum 50 %. Produk‐produk dalam Highly Sensitive List adalah sebesar 47 pos tarif (HS 6 digit), yang antara lain terdiri atas produk pertanian, seperti beras, gula, jagung, dan kedelai, produk industri tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, dan produk ceramic tableware. Kesepakatan dalam CEC merupakan gabungan dari 3 elemen, yaitu: liberalisasi, fasilitasi, dan kerjasama ekonomi. Sebagai program awal, bea masuk 0 % mulai diterapkan pada Januari 2004 untuk komoditas yang termasuk Early Harvest Package (EHP) yaitu daging, ikan, sayuran, buah, kacang, dan produkproduk yang mengalami proses pemanenan lainnya. Pemberlakuan tarif impor 0 % dengan Cina untuk semua produk tidak sama bagi seluruh negara anggota ASEAN. ASEAN-6 yang terdiri dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand memulai sejak tahun 2010, sedangkan untuk Negara yang terhitung baru bergabung dengan ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam akan memulai pada tahun 2015. Tarif impor yang ditetapkan pemerintah mengalami perubahan apabila terjadi perubahan kesepakatan dalam perdagangan terutama dalam era Free Trade Area (FTA) saat ini. Salah satu bentuknya adalah ACFTA yang menerapkan sesuai dengan skema Early Harvest Package (EHP) yang dimulai sejak tahun 2004 misalnya pada komoditas jeruk, lalu Normal Track I (NT I) perjanjian 18 ACFTA tahap II, sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dihapuskan bea masuknya pada 1 Januari 2010. Kelompok produk dengan mayoritas satu arah aliran produk dari Cina (100 atau hampir 100 % Indonesia tergantung pasokan dari Cina) antara lain adalah HS 0502, 0703, 0805, 0808, 1001, 1005, 1006, 1101, 1201, 1202, 1702, 2401, 4011, 4012, dan 4104 (Lampiran Tabel 1). Diantara kelompok produk dalam satu arah aliran dari Cina ke Indonesia yaitu chapter 1-8, telah termasuk di dalam daftar produk EHP Indonesia-Cina. Oleh karena itu, intensitasnya masih dapat dibatasi dengan menerapkan tarif bea masuk di Indonesia sebagai langkah antisipatif terhadap banjir impor. Sementara kelompok kedua, dengan mayoritas aliran barang dari Indonesia ke Cina antara lain produk kode HS 0803, 1507, 1513, 1801, 4001, 4002, dan 4106 (Lampiran Tabel 1).5 2.3 Tarif dan Substitusi Impor Perdagangan Internasional Sebagai Salah Satu Kebijakan Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor merupakan berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa. Perdagangan internasional sendiri menurut Adam Smith akan menghasilkan manfaat dan meningkatkan kemakmuran apabila terdapat free trade (perdagangan bebas) dan melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolute (absolute advantage) yang dimiliki. Kebijakan Tarif Barrier atau TB merupakan salah satu bentuk tarif impor berupa bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut: Hutabarat et al. “ Posisi Indonesia dalam Perundingan Perdagangan Internasional di Bidang Pertanian, Analisis Skenario Modalitas” 5 19 1. Pembebasan bea masuk atau tarif rendah adalah 0 % sampai dengan 5 % yang dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti: beras, mesin-mesin vital, alat-alat militer atau pertahanan atau keamanan, dan lain-lain. 2. Tarif sedang antara lebih dari 5 % sampai dengan 20 % yang dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri. 3. Tarif tinggi di atas 20 % yang dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok. Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, sistem atau cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan sebagai berikut: a. Bea harga (Ad Valorem Tarif) dengan menentukan besarnya pungutan bea masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat presentase tarif dikalikan harga CIF yaitu harga barang tersebut ditambah biaya pelabuhan. b. Bea spesifik (Spesific Tarif) berupa pungutan yang didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Jeruk merupakan salah satu komoditas yang dikenakan tarif jenis ini dengan bea sebesar Rp. 500/kg pada tahun 1991. c. Bea campuran (Compound Tarif) merupakan kombinasi antara bea harga dan bea spesifik.6 Penentuan tarif impor dibuat berdasarkan pos-pos tarif yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) melalui kode HS. Semakin 6 Dr. Hamdy Hady “Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional) ” 20 besar kode HS suatu komoditas maka semakin spesifik pula jenis produk. Komoditas jeruk yang banyak diimpor dari Cina adalah Kelompok Mandarin dengan kode HS 10 digit 0805200000 yang berada di Bab 8 yaitu komoditas buah dan buah bertempurung yang dapat dimakan. Selain kebijakan tarif, terdapat pula upaya substitusi impor dengan mengurangi kebutuhan domestik yang berasal dari luar negeri melalui peningkatan sumberdaya yang digunakan dalam memproduksi komoditas tersebut. Pelaksanaan substitusi ini membutuhkan banyak devisa untuk mengimpor dan memicu dinaikkannya pendapatan sektor ekspor. Apabila negara tidak berhasil menaikkan pendapatan ekspor, maka pinjaman luar negeri terpaksa harus dilakukan. Pertanian di negara berkembang pada awalnya didasarkan atas pasar dalam negeri dalam bentuk usaha mencapai swasembada (self sufficiency) pangan bidang pertanian. Adanya pasar tersebut seharusnya mendorong substitusi impor berkembang lebih pesat saat terjadi dominasi produk impor dari luar negeri apabila disertai suatu proteksi sehingga akan menghemat penggunaan devisa. Subsitusi impor adalah jumlah barang yang diimpor yang harus digantikan dan dipenuhi oleh produksi barang domestik. Devisa yang dihemat dapat digunakan untuk mengimpor barang kapital dan barang lainnya yang belum dapat diproduksi sendiri. Usaha substitusi impor dapat dilakukan dengan didasari motif-motif sebagai berikut: 1. Bagi negara berkembang, substitusi impor dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa. 21 2. Substitusi impor timbul bila pemerintah suatu negara berusaha memperbaiki neraca pembayarannya, baik melalui kuota maupun tarif. 3. Beberapa negara mengadakan industrialisasi dengan tujuan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan adanya semangat kemerdekaan cinta produk dalam negeri. 4. Anggapan bahwa industri subtitusi impor bukan untuk mengurangi atau mengganti barang impor, namun karena pemerintah bertujuan untuk mengembangkan perekonomian dalam negeri. 2.4 Definisi dan Batasan Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki definisi tertentu sesuai dengan teori yang ada. Selain itu, terdapat pula beberapa batasan dari definisi tersebut yang akan terkait dengan pembahasan. Berikut definisi dan batasan operasional di dalam penelitian ini. 1. Jeruk yang dimaksudkan dalam penelitian adalah jenis Jeruk Mandarin atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk Keprok. Sebagai komoditas perdagangan, komoditas ini memiliki kode HS 0805200000 yang terdiri dari Mandarins Fresh (080520110), Mandarins Dried (080520120), Mandarins Fresh (080520910), dan Clementines, wilkings dried (080520920). 2. Substitusi impor (Kg) adalah sejumlah komoditas impor yang harus digantikan oleh komoditas lokal guna memenuhi kebutuhan domestik dengan jumlah yang sama. 3. Nilai tukar (Rp/US $) adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar sebagai mata uang internasional yang digunakan dalam perdagangan internasional. 22 Nilai tukar atau kurs yang digunakan adalah kurs nominal berupa harga relatif dari mata uang kedua negara. 4. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai keseluruhan seluruh barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (Wikipedia, 2011). PDB yang digunakan adalah PDB riil atau PDB berdasarkan harga konstan melalui koreksi harga PDB nominal dengan memasukkan pengaruh harga. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional. Data PDB asli merupakan data triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi guna mengisi datadata yang kosong akibat mengubah data menjadi bulanan. 5. Produksi jeruk nasional (Ton) adalah jumlah produksi Jeruk Siam dan Jeruk Keprok selama periode tertentu secara nasional. Data produksi jeruk asli merupakan data triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi guna mengisi data-data yang kosong akibat mengubah data menjadi bulanan. 6. Harga jeruk lokal (Rp) adalah harga jeruk berdasarkan harga konsumen pedesaan yang dianggap mewakili harga jeruk lokal yaitu Jeruk Siam dan Jeruk Keprok karena dekat dengan sentra produksi dibanding perkotaan sebelum ditambah biaya distribusi. 7. Harga jeruk impor (US $/kg) didekati dengan membagi nilai jeruk impor (US $) dengan berat jeruk yang diimpor (Kg), sehingga diperoleh harga rata-rata jeruk perkilogramnya. 23 8. Dummy ACFTA adalah pengaruh ACFTA terhadap substitusi impor yang dinilai dengan angka 1 pada masa pasca EHP dan angka 0 pada masa sebelum EHP. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai ACFTA dan industri TPT terutama terkait dengan kondisi setelah diterapkannya perdagangan bebas telah banyak dilakukan sebelumnya. Dewitari, et al. (2009) mengkaji kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) dan dampaknya terhadap ekonomi ASEAN. ACFTA menyepakati mengenai skema penurunan dan penghapusan tarif yaitu Normal Track yang terdiri dari Normal Track I dan Normal Track II serta Sensitive Track yang terbagi atas Sensitive List dan High Sensitive List. Dampak dari kesepakatan ini lebih banyak merugikan bagi ASEAN karena kekuatan ekonomi Cina yang sangat besar sehingga lonjakan impor Cina jauh lebih besar dibanding peningkatan ekspor ASEAN. Analisis ACFTA dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia dilakukan oleh Mukhlishina, et al. (2010). ACFTA memberikan dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Dampak positif berupa peningkatan ekspor produk-produk pertanian dan memotivasi masyarakat agar lebih mandiri secara ekonomi. Selain itu, dampak negatif dari kesepakatan ini adalah meningkatkan pengangguran, mematikan industri dan Usaha Kecil Menengah (UKM), ketergantungan terhadap Cina meningkat, volume impor naik, serta melemahnya indusri manufaktur. Penelitian ACFTA untuk industri besi dan baja Indonesia juga telah dilakukan oleh Harjakusumah (2010) dengan judul Industi Besi Baja Indonesia dalam perdagangan internasional: Potensi dan Tantangan dalam Implementasi 24 Asean China Free Trade Area (ACFTA). Industri besi dan baja Indonesia menunjukkan perkembangan yang relatif kurang baik walaupun jumlah produksi dan utilitas kapasitas produksi menunjukkan trend meningkat, karena neraca perdagangan produk besi dan baja menunjukkan nilai defisit setiap tahunnya. Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif, industri ini pun masih berdaya saing lemah dalam perdagangan internasional. Analisis impor untuk buah jeruk sendiri telah dilakukan oleh Permadi (2007) dengan judul Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut menduga faktor-faktor yang memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari tahun 2000 sampai dengan November 2006 yang berpengaruh nyata adalah harga impor, pendapatan nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan. Impor jeruk juga memiliki pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor yang memengaruhi impor juga berfluktuasi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena mengkaji mengenai faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor Jeruk Mandarin di Indonesia yang disertai dengan perbandingan jumlah dan nilai impor jeruk setelah diberlakukannya ACFTA. Upaya-upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan produksi jeruk lokal dalam rangka substitusi juga diteliti, baik dari tingkat hulu sampai ke hilir dengan dukungan sistem penunjang. Hasil dari penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan oleh berbagai pihak yang memiliki andil dalam keberlangsungan pertanian jeruk di Indonesia. 25 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Usahatani jeruk di Indonesia merupakan usahatani yang masih tertinggal dalam segi inovasi bibit dan teknologi dibanding usahatani dengan komoditas lain seperti padi. Hal ini menyebabkan produksi menjadi tidak optimal dan penggunaan tenaga kerja pun kurang efisien. Iklim persaingan komoditas pertanian yang semakin ketat di tengah era perdagangan bebas seperti ACFTA mengharuskan peningkatan produktivitas melalui kenaikan output dengan memberdayakan seluruh jenis input bukan hanya tenaga kerja. Kesepakatan ACFTA mengharuskan pengaturan tarif impor baru bagi negara peserta. Tarif impor adalah jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau persentase tetap dari harga barang impor (tarif pajak berdasarkan nilai barang). (Anindita dan Reed 2008). Penurunan tarif bahkan sampai 0 % bagi komoditas tertentu diterapkan guna mendukung perdagangan bebas diantara ASEAN dan Cina. Dampak yang hilang dari penghapusan tarif bagi negara pengimpor dan negara pengekspor adalah proteksi bagi petani domestik. Efek yang seharusnya dirasakan akibat penerapan tarif oleh negara pengimpor dengan asumsi mengimpor produk dalam jumlah besar adalah menurunkan kelebihan permintaan (excess demand) bagi barang sensitif dan industri baru (invant industry). Harga di negara impor akan lebih tinggi dibanding harga dunia (Pw) akibat ditambah pajak (Pw + t), sehingga lebih mahal dan permintaan pun menurun serta berakibat pada melimpahnya barang tersebut di negara asal dengan harga yang lebih murah. Tarif impor bertujuan untuk melindungi produsen domestik dengan menurunkan impor. Harga pengimpor adalah Pw’ + tax dan Pw’ untuk harga negara pengekspor. Perubahan kesejahteraan yang terjadi di negara pengimpor berdasarkan surplus konsumen adalah terjadi kehilangan seluas a b c d, terjadi pertambahan surplus produsen sebesar a, dan surplus government seluas c e. Jadi, perubahan welfare adalah sebesar e-b-d dan b-d adalah nilai deadweight loss. Harga dunia adalah Pw’ dan perubahan welfare menunjukkan penurunan kesejahteraan akibat tarif khusus untuk barang yang tidak sensitif. Perubahan kesejahteraan di negara pengekspor berdasarkan surplus konsumen adalah terjadi peningkatan seluas 1 dan penurunan surplus produsen sebesar 1 2 3 4. Tidak terjadi surplus government dan perubahan kesejahteraan adalah penurunan seluas 2-3-4 dengan dwl sebesar 2-4, sehingga perubahan welfare dunia bersih adalah sebesar –b-d-2-4. Berikut adalah Gambar efek dari penerapan tarif impor. Sumber: Tweeten, 1992 dalam Hartman et al., 1999 Gambar 3. Efek dari Tarif Impor Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mengatasi dampak negatif dari penurunan tarif adalah dengan melakukan subsitutusi impor. Substitusi impor diterapkan melalui peningkatan produksi jeruk dalam negeri hingga menggantikan 27 kuantitas jeruk yang diimpor dengan ditunjang oleh faktor-faktor pendukung. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor diantaranya adalah produk domestik bruto, tarif impor, harga konsumen jeruk di pedesaan, harga impor, produksi jeruk domestik, konsumsi jeruk, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif bagi substitusi impor. Peningkatan pendapatan akibat kenaikan PDB ditandai dengan bertambahnya daya beli masyarakat. Keadaan ini berakibat pada kenaikan permintaan masyarakat terhadap produk-produk pangan yang bersifat pendamping seperti buah-buahan terutama jeruk. Permintaan terhadap jeruk yang semakin besar sulit untuk dipenuhi oleh produsen lokal. Jadi, pemerintah pun akan melakukan impor yang lebih banyak, sehingga substitusi impor yang harus dipenuhi oleh produsen jeruk lokal semakin meningkat. Kenaikan harga konsumen jeruk di pedesaan berkorelasi positif terhadap substitusi impor. Kenaikan ini akan mengakibatkan konsumen mencari jeruk lain dengan harga yang lebih murah. Jeruk impor pun menjadi pilihan karena harga tetap murah, namun cocok dengan selera konsumen. Dampaknya, volume jeruk impor pun akan ditambah guna memenuhi permintaan konsumen, sehingga substitusi jeruk lokal dengan harga bersaing dengan jeruk impor semakin meningkat. Sebaliknya, kenaikan harga jeruk impor berpengaruh negatif bagi substitusi impor. Harga jeruk yang semakin mahal akan membuat konsumen kembali mengkonsumsi jeruk lokal. Hal ini akan menguntungkan bagi petani jeruk lokal, sehingga produksi mereka meningkat dan kuantitas jeruk impor dapat 28 dikurangi. Volume impor yang terus menurun menyebabkan substitusi impor jeruk pun berkurang. Produksi jeruk domestik yang semakin meningkat berkorelasi negatif dengan substitusi impor. Kenaikan produksi menunjukkan peningkatan kemampuan produsen lokal dalam mengimbangi kebutuhan jeruk masyarakat yang selama ini dipenuhi oleh jeruk impor. Jumlah jeruk yang diimpor pun dapat dikurangi, sehingga substitusi pun semakin menurun. Faktor lainnya yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar yang apabila terjadi peningkatan maka akan berkorelasi negatif bagi substitusi impor. Kenaikan nilai tukar rupiah mengakibatkan harga jual barang luar negeri menjadi lebih mahal. Oleh karena itu, pemerintah pun akan mengurangi impor barang-barang yang tidak terlalu sensitif seperti jeruk. Jumlah jeruk impor pun berkurang, sehingga substitusi impor juga mengalami penurunan. Faktor selanjutnya adalah substitusi impor tahun sebelumnya. Jumlah substitusi impor yang sama dengan jumlah impor sangat tergantung dengan jumlah impor tahun sebelumnya. Apabila jumlah impor sebelumnya lebih besar dan permintaan tinggi, maka jumlah impor tahun ini akan semakin ditambah yang berdampak pada kenaikan substitusi impor jeruk lokal oleh produsen domestik. Jadi, kenaikan jumlah substitusi impor tahun sebelumnya akan berpengaruh positif pada nilai substitusi impor di tahun berikutnya. Dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk dapat dilihat melalui faktor-faktor tersebut dengan membandingkan antara sebelum dan sesudah berlakunya ACFTA yang diwakili dengan variabel dummy ACFTA. Apabila dummy bernilai 1, maka pemberlakuan kesepakatan ACFTA memberikan 29 pengaruh positif bagi substitusi impor karena penetapan tarif nol % akan membuat harga jeruk impor semakin murah dan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga Jeruk Mandarin Cina yang masuk akan semakin berlimpah dan tidak terkontrol. Faktor yang diperlukan pada proses produksi jeruk sendiri adalah kapital, tenaga kerja, bahan baku, dan energi. Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut, juga dapat diketahui bagaimana cara yang tepat dalam meningkatkan substitusi impor, sehingga petani jeruk lokal walaupun minoritas dapat siap dan bertahan dalam melawan gempuran buah jeruk Cina. Perbandingan jumlah impor saat masa sebelum dan setelah ACFTA yang berbanding lurus dengan substitusi impor Jeruk Mandarin dilihat berdasarkan laju pertumbuhan dan pangsa impor. Laju pertumbuhan setelah ACFTA memiliki tren positif karena jumlah impor tidak bisa dikendalikan. Pangsa impor Jeruk Mandarin asal Cina juga akan lebih mendominasi, baik dari segi komoditas maupun negara pengimpor lain karena dihapuskannya tarif impor sehingga harga ke negara tujuan impor menjadi lebih murah. Upaya untuk meningkatkan produksi jeruk merupakan cara untuk memenuhi substitusi impor. Produksi jeruk dapat ditingkatan dengan memperbaiki fungsi subsistem agribisnis dalam sistem agribisnis. Langkahlangkah yang dilakukan perlu mencakup subsistem perusahaan agribisnis hulu dengan fungsi untuk menyediakan sarana dan prasarana produksi pertanian terbaik guna menghasilkan produk yang berkualitas, subsistem perusahaan usahatani yang berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi agar produk yang dihasilkan prima baik dari segi kualitas maupun kuantitas, subsistem hilir dengan fungsi melakukan pengolahan pasca panen untuk meningkatkan mutu produk agar 30 sesuai selera konsumen serta memperlancar pemasaran hasil, dan subsistem jasa penunjang yang secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku agribisnis untuk memperlancar aktivitas perusahaan yang biasanya merupakan tanggung jawab pemerintah. 3.2 Kerangka Operasional Analisis dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk lokal dapat dikaji dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk itu sendiri, perbandingan jumlah impor setelah dan sebelum ACFTA, serta upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan substitusi impor. Faktor yang dinilai berpengaruh signifikan akan meningkatkan atau menurunkan substitusi apabila mengalami perubahan yang dalam hal ini diakibatkan oleh adanya perubahan aktivitas perdagangan akibat ACFTA. Perubahan jumlah jeruk impor juga akan memengaruhi jumlah produksi jeruk guna memenuhi substitusi impor, sehingga upaya peningkatan produksi jeruk yang melibatkan pihak-pihak yang terkait sangat perlu untuk dilakukan. Faktor-faktor tersebut akan berperan dalam membandingkan tingkat substitusi impor jeruk lokal sebelum dan sesudah diterapkannya ACFTA. Faktor ini akan menjadi dasar dalam menentukan upaya yang tepat guna mengatasi gempuran jeruk impor dari Cina dengan target menggantikan kebutuhan akan Jeruk Mandarin dengan jeruk lokal karena petani lokal memiliki potensi besar dalam melakukan hal tersebut dan menyelamatkan petani jeruk lokal dengan melindungi kesejahteraan mereka serta menjaga kestabilan produksi. 31 Penghapusan Tarif Akibat ACFTA Kenaikan Tingkat Substitusi Impor Jeruk Indonesia Peningkatan Teknologi, Kualitas SDM, dan Daya Saing Mengkaji Faktorfaktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Mencanangkan Kebijakan yang Memihak Petani Jeruk Membandingkan Substitusi Impor antara Sebelum dan Sesudah ACFTA Merancang Teknologi Baru yang Lebih Baik dan Efisien Mendeskripsikan Upaya untuk Meningkatkan Produksi Jeruk Lokal Minimisasi Biaya Produksi dan Biaya Distribusi Gambar 4. Alur Kerangka Operasional Penelitian 32 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan suatu hipotesis. Hipotesis didasarkan pada fungsi substitusi impor jeruk di Indonesia. Fungsi ini memiliki dugaan bahwa terdapat beberapa peubah yang saling berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Substitusi impor dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di pedesaan, substitusi impor tahun sebelumnya, dummy ACFTA, harga jeruk impor, produksi jeruk domestik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Faktor yang berpengaruh secara positif adalah Produk Domestik Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di pedesaan, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Faktor lain yang berpengaruh negatif yaitu harga jeruk impor, produksi jeruk domestik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. 2. Laju pertumbuhan jumlah dan nilai impor setelah ACFTA akan mengalami tren positif dan pangsa impor Jeruk Mandarin asal Cina ke Indonesia lebih tinggi dibanding negara pengimpor lainnya. 33 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di berbagai badan pemerintahan dan kementerian yang memiliki data-data yang diperlukan guna mengkaji dampak ACFTA terhadapa substitusi impor jeruk di Indonesia. Penentuan lokasi ini ditentukan secara purposive dengan alasan bahwa ACFTA merupakan kesepakatan yang memiliki pengaruh secara luas sehingga diperlukan data keseluruhan yang merupakan gabungan dari beberapa sentra penanaman jeruk di Indonesia agar lebih representatif. Pemilihan ini juga didasari oleh semakin meningkatnya produk impor jeruk hingga menguasai hampir seluruh pasar domestik mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Waktu pengambilan data ini dilakukan dari Maret-Mei 2011. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki lembaga pengolah data dan disusun secara time series. Data tersebut menunjukkan perkembangan usahatani jeruk di Indonesia dalam angka dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Selain data tersebut, digunakan pula data PDB dan nilai tukar rupiah dari Kementerian Perdagangan serta data produksi jeruk nasional, jumlah dan nilai impor, juga harga konsumen jeruk yang berasal dari BPS. 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara purposive dengan studi data sekunder dari instansi-instansi terkait. Data yang dibutuhkan berasal dari BPS dan kementerian yang memiliki tugas untuk mengolah data yang diperlukan dalam penelitian. Observasi data yang digunakan berjumlah 120 dengan range data dari bulan Januari 2000 hingga Desember 2009. Penggunaan data dibagi menjadi dua bagian yaitu pra-EHP dan pasca-EHP. Pra-EHP dimulai dari tahun 2000 sampai 2004, dan pasca-EHP diberlakukan dengan tarif 0 % untuk Jeruk Mandarin dari tahun 2005 hingga 2009. Tabel 4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis No. Tujuan Penelitian Data yang Diperlukan Sumber Data Metode Analisis 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor Produk domestik bruto, harga domestik, produksi jeruk, harga impor, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan jumlah impor Jeruk Mandarin BPS, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan Analisis deskriptif dan regresi berganda double log 2. Membandingkan substitusi impor setelah dan sebelum diberlakukannya ACFTA Mendeskripsikan upaya peningkatan produksi jeruk lokal agar dapat melakukan substitusi Jumlah dan Nilai impor Jeruk Mandarin Cina BPS Indeks GrubelLlyod, Analisis Trend, dan pangsa impor Kebijakan pemerintah dan kondisi pertanian jeruk secara umum BPS, Kementerian Pertanian Analisis deskriptif 3. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengolah data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews dan Microsoft Excel. 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan dalam menjelaskan hasil dari penelitian agar tidak hanya terbatas pada data statistik yang kaku guna menghasilkan kesimpulan yang lebih menarik. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dalam menjelaskan variabel yang memenuhi sebagai faktor yang memengaruhi substitusi impor 35 apakah layak secara ekonomi maupun statistik serta menjelaskan mengenai kondisi substitusi impor jeruk pada saat sebelum dan setelah kesepakatan ACFTA diterapkan Analisis ini juga digunakan dalam menjelaskan upaya-upaya apa saja yang secara nyata dapat diterapkan guna meningkatkan produksi jeruk, sehingga dapat melakukan substitusi impor dengan mengurangi dominasi jeruk impor dan menggantinya dengan jeruk lokal. Hasil yang diperoleh harus berdasarkan kondisi sebenarnya dan didukung oleh data-data yang valid. 4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan Model Regresi Berganda Model regresi berganda yang digunakan adalah model double-log. Variasi ini dipilih karena mengubah variabel ke fungsi logaritma dengan Ln. Ln membuat jarak antar data menjadi tidak terlalu lebar, sehingga dapat terhindar dari heterokedastisitas dan ketidakstasioneran. Hasil regresi pun berupa presentase yang telah mencerminkan elastisitas variabel X terhadap variabel Y. 1. Spesifikasi model ditetapkan sesuai persamaan yang apabila merupakan model double-log menjadi: Ln Y1 = β0 + β1 LnX1i + β2 LnX2i + β3 LnX3i + … + βk LnXki 2. Peubah Xk merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas Xk. 3. a) Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(εi)=0 dan Var(εi)=σ2. b) Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antara sisaan εi sehingga Cov(εi, εj)=0, untuk i≠j. 36 c) Komponen sisaan menyebar normal. Menurut dalil Gauss-Markov, jika asumsi 1, 2, 3a, dan 3b dipenuhi maka pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS akan menghasilkan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator) (Juanda 2009). Persamaaan faktor-faktor dibuat dengan memasukkan variabel-variabel tertentu ke dalam model. Model regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas atau dependent variable (P) dengan lebih dari satu peubah bebas atau independent variable (X1, X2,…, Xn). Fungsi persamaan adalah sebagai berikut: [P = f (PDB, TI, HKJD, HJI, PJD, KJ, NT)] Model untuk pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor dengan dibuat berdasarkan metode regresi double-log adalah sebagai berikut: Ln SIJt = β0 - β1 LnNTR + β2 LnHKJ + β3 LnPDB - β4 LnPJL - β5 LnHJI + β6 LnSIJt-1 + β7 DC + εi Atau dalam bentuk eksponensial menjadi: SIJ = β0 NTRβ1 HKJβ2 PDBβ3 PJLβ4 HJIβ5 SIJt-1β6 DCβ7 eu dimana: β0 : Intersep β1, β2,...β5 : Koefisien regresi LnSIJ : Substitusi Impor periode ke-t (kg) LnNTR : Nilai tukar rupiah terhadap dolar (Rp/US $) LnHKJ : Harga konsumen jeruk di pedesaan periode ke-t (Rp/kg) LnPDB : Produk Domestik Bruto ke-t (Rp/kapita) 37 LnPJL : Produksi jeruk Indonesia pada periode ke-t (ton/bulan) LnHJI : Harga jeruk impor periode ke-t (Rp/kg) LnSIJt-1 : Substitusi impor tahun periode t-1 (kg) DC : Dummy pengaruh ACFTA terhadap impor jeruk εi : Error term periode ke-t Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: β2,β5,β6,β7>0 dan β1,β3,β4, <0. Variabel substitusi impor merupakan variabel dependen yang memiliki jumlah yang sama dengan impor jeruk lokal terutama yang berasal dari Cina. Metode statistik yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara substitusi impor dan faktor-faktor yang dianggap dapat memengaruhi adalah regresi linier dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Model double-log yang memiliki kelebihan yaitu sebuah koefisien regresi individual dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas. Model regresi dalam analisis data diuji kebenaran tanda dan besarannya pada setiap koefisien dugaan berdasarkan teori ekonomi yang digunakan. Apabila tanda pada model sesuai dengan teori ekonomi maka model tersebut dinyatakan layak dan dapat diterima secara ekonomi. Pengujian terhadap model adalah sebagai berikut: 1. Pengujian terhadap model Pengujian dilakukan guna mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi substitusi impor di Indonesia. Uji Fisher atau Uji F dalam Juanda (2009) merupakan pengujian model secara keseluruhan dengan hipotesis pengujian yaitu: 38 H0: β1 = β2 = … = βt = 0 t = 1,2,..,n H1: Minimal ada satu βt yang tidak sama dengan 0 Perhitungan nilai Fhitung menggunakan rumus: Keterangan: Dbr = Derajat bebas regresi Dbe = Derajat bebas error KTR = Kuadrat Tengah Regresi KTS = Kuadrat Tengah Sisaan Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila Fhitung lebih dari Ftabel maka terima H1 atau probability F statistic kurang dari taraf nyata, artinya variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, begitu pula sebaliknya. 2. Pengujian untuk tiap-tiap parameter Uji t merupakan uji variabel secara parsial untuk menguji kesignifikanan setiap faktor terhadap produktivitas (Juanda 2009). Uji t yang dilakukan merupakan uji satu sampel dengan uji dua arah yang menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0: βt = 0 t = 1,2,…,n H1: βt ≠ 0 Perhitungan nilai Thitung menggunakan rumus: Keterangan: Bl = parameter dugaan Sd(bl) = simpangan baku dari parameter dugaan 39 Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila Thitung lebih dari Ttabel maka terima H1 artinya variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 %, begitu pula sebaliknya. Selain menggunakan t hitung, nilai p value juga telah menunjukkan kemampuan variabel independen (Xi) dalam menjelaskan variabel dependen (Y). Apabila p value kurang dari taraf nyata, maka tolak H0 yang berarti variabel Xi berpengaruh nyata terhadap variabel Y. 3. Pengujian tingkat keragaman model Koefisien determinasi (R2) sering diinterpretasikan sebagai proporsi total keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi X terhadap Y (Juanda, 2009). Uji ini bertujuan utnuk mengetahui seberapa besar keragaman variabel tak bebas yaitu substitusi impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel bebas. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total Apabila R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar pula keragaman substitusi impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel dalam model. 4. Pengujian terhadap Multikolinearitas Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut atau tidak ada multikolinearitas (Juanda 2009). Ada atau tidaknya multikolinearitas dalam suatu model dapat diidentifikasi dengan menggunakan VIF (Variance Inflation 40 Factor) yang menggambarkan kenaikan var (bj) karena korelasi antarpeubah penjelas. Jika nilai VIF lebih dari 10 maka artinya ada multikolinearitas. 5. Pengujian terhadap heterokedastisitas Pendeteksian terhadap heterokedastisitas dilakukan untuk menghindari ragam sisaan (εt) yang tidak sama.. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji white dengan hipotesis: H0: Var(εi)=E(εi2)=σ2 H1: Var(εi)=E(εi2)=σ2i Berdasarkan uji white, akan diperoleh nilai probabilitas Chi-Square yang apabila nilainya lebih dari alpha maka artinya terima H0 dan asumsi homokedastisitas terpenuhi. Pelanggaran ini bukan hanya dapat terjadi dalam data cross section, tapi juga untuk data time series (Juanda 2009). 6. Pengujian terhadap normalitas Uji dilakukan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal atau tidak. Pendeteksian dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera dan grafiknya. Apabila nilai probabiliti lebih besar dari taraf nyata yang ditetapkan maka disimpulkan bahwa residual dalam model menyebar normal. 7. Pengujian Terhadap Autokorelasi Salah satu asumsi dalam model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi antar sisaan (εt) atau dalam pengertian lain adalah sisaan menyebar bebas (Juanda 2009). Akibat autokorelasi yaitu model masih tetap tidak bias, masih konsisten, mempunyai standar error yang bias ke bawah, dan penduga OLS tidak lagi efisien. Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial LM Test karena jumlah pengamatan lebih dari 100. 41 Pengujian dengan Breusch-Godfrey Serial LM Test dilihat dari nilai probabilitas Obs*R Squared. Apabila nilai lebih dari taraf nyata, maka tidak ada autokorelasi, begitu pula sebaliknya. 4.4.3 Metode Interpolasi Spline Kubik Interpolasi kubik spline adalah S(x) adalah sebuah fungsi polinomial (p(x)) kecil-kecil berderajat tiga (cubic) yang menghubungkan dua titik data bersebelahan (Supriyanto, 2006). Semakin tinggi orde yang digunakan untuk interpolasi, maka hasilnya akan semakin baik (teliti). Interpolasi berfungsi untuk menghaluskan data secara kubik yang dalam penelitian ini digunakan untuk mengubah range data triwulan ke data bulanan. 4.4.4 Perhitungan Harga Riil dan PDB Per Kapita Harga riil merupakan harga yang telah memperhitungkan infllasi. Harga ini diperoleh dengan mengkonversikan upah nominal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) jika merupakan komoditas domestik, sedangkan jika merupakan komoditas ekspor impor menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) pada tahun yang bersangkutan. Lain halnya dengan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita, yang diperoleh dengan membagi PDB total dengan jumlah penduduk pada periode ke-t. 4.4.5 Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor Analisis tren menunjukkan laju pertumbuhan impor dari tahun ke tahun dengan persentase tertentu. Apabila nilai persentase positif, maka laju pertumbuhan meningkat. Sedangkan apabila nilai nilai persentase negatif, maka laju pertumbuhan menurun. Berikut adalah rumusan dari laju pertumbuhan 42 Keterangan: r = Laju pertumbuhan Pt = Jumlah pada tahun ke-t P0 = Jumlah pada tahun dasar t = Selisih tahun Pt dengan P0 Analisis pangsa impor menunjukkan persentase jumlah impor dari total impor secara keseluruhan, baik berdasarkan selama tahun tertentu maupun negara asal impor. Pangsa impor menunjukkan dominasi komoditas yang diimpor atau negara pengimpor berdasarkan data keseluruhan. Berikut adalah rumusan pangsa impor. x 100 % Keterangan: PIX = Pangsa impor komoditas tertentu Xi = Komoditas impor tertentu Total = Jumlah total impor 4.4.6 Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan Indeks Grubel-Llyod Kinerja perdagangan bilateral dalam Hutabarat et al. (2006) dapat dilihat melalui nilai derajat intensitas perdagangan intra industri dengan indeks GrubelLlyod yang secara matematis dirumuskan dengan: Keterangan: Xijk = Nilai atau volume ekspor produk ke-i dari negara ke-j, ke negara ke-k Xijk = Nilai atau volume ekspor produk ke-i dari negara ke-k, ke negara ke-j Jika Ik bernilai 0, maka terjadi perdagangan satu arah dan bila Ik bernilai 1, maka terjadi perdagangan yang seimbang (Xijk = Xik ). 43 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia Jeruk merupakan salah satu jenis buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Rasanya yang asam manis, namun segar dengan harga yang relatif murah membuat buah ini menjadi pilihan sebagian besar masyarakat guna memenuhi kebutuhan mereka akan buah-buahan terutama yang kaya akan vitamin C. Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis, sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan ini sehingga jeruk berpeluang menjadi salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sebagai negara tropis dengan wilayah yang luas serta memiliki keanekaragaman agroklimat, Indonesia mampu menghasilkan hampir semua buah tropika dan subtropika. Sebanyak 211 jenis bibit telah berhasil dikembangkan dan dapat menjadi sangat menguntungkan apabila ditanam serta dipasarkan dengan baik. Sentra penanaman buah jeruk tersebar di Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Medan (Sumatera Utara). Varietas jeruk Indonesia sangat beragam, mulai dari Manis Waturejo, Manis Punten, Manis Pacitan, Siam Pontianak, Siam Berastagi, Siam Mamuju, Siam Banjar, Siam Kintamani, Keprok Riau, Keprok Kedu, Keprok Selayar, Keprok Madura, Keprok Konde Purworejo, Keprok Batu 55, Keprok Satsuma, Keprok Ponkan, Keprok Tejakula, Keprok Freemont, Keprok Pulung, Keprok Cina Licin, Keprok Madu Terigas, Keprok Soe, Keprok Cina Konde, Keprok Mandarin Cimahi, dan lain-lain termasuk jenis jeruk Pamelo yang selama ini dikenal sebagai Jeruk Bali yang sebenarnya hanya satu dari sekian banyak jenis Jeruk Pamelo. Oleh karena itu, jeruk sangat berpotensi menjadi komoditas utama apabila dikembangkan menjadi usaha bisnis yang yang berorientasi pada profit yang berkesinambungan, namun tetap menjaga kualitas dan memperhatikan aspek keamanan pangan. Akan tetapi, produksi jeruk nasional justru terlihat sulit berkembang. Maraknya konversi lahan jeruk akibat serangan penyakit akibat CVPD serta meningkatnya jumlah jeruk impor terutama yang berasal dari Cina membuat produksi jeruk lokal terus tertekan. Jumlah produksi cenderung fluktuatif dengan peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Perkembangan produksi jeruk nasional dijelaskan melalui Gambar sebagai berikut. 3000000 2500000 2000000 1500000 Produksi (Ton) 1000000 500000 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 0 Sumber: Survey Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan, BPS 2000-2009 Gambar 5. Jumlah Produksi Jeruk di Indonesia Tahun 2000-2009 Melalui grafik diatas terlihat bahwa produksi jeruk dari tahun 2000-2007 terus mengalami peningkatan. Produksi jeruk pada tahun 2000 hanya sebesar 644.052 ton, lalu meningkat tahun 2001 menjadi 691.433 ton. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada tahun 2003 menjadi 1.529.824 ton, dan terus bertambah sampai tahun 2007 hingga mencapai 2.625.884. Namun, pada tahun 2008 terjadi penurunan produksi menjadi 2.467.632 ton akibat adanya pergeseran preferensi 45 konsumen dalam negeri yang lebih menyukai tampilan jeruk impor daripada jeruk lokal. Tingkat produksi terus menurun akibat sistem produksi yang buruk, kurangnya pasar jeruk lokal di dalam negeri, dan adanya kesepakatan perdagangan bebas antara Indonesia dan Cina yang dikenal dengan singkatan ACFTA. Kesepakatan ini menyetujui bea masuk 0 % bagi produk Early Harvest Package (EHP) dan jeruk merupakan salah satu komoditas yang termasuk dalam perjanjian tersebut. Hal ini memberikan pengaruh positif dan negatif bagi produksi dalam negeri. Pengaruh positif berupa memacu peningkatan produksi guna memenuhi substitusi impor jeruk mandarin dari Cina, sehingga membuka peluang lebih besar bagi jeruk lokal untuk menggantikan posisi jeruk impor dalam memenuhi kebutuhan konsumsi lokal. Peningkatan produksi ini harus diiringi pula dengan peningkatan kualitas dan pemenuhan selera masyarakat yang lebih menyukai Jeruk Keprok dari Cina. Pengaruh negatif dari ACFTA dapat terlihat dari kondisi saat ini. Indonesia menjadi negara pengimpor jeruk terbesar kedua setelah Malaysia. Keadaan ini sangat ironis karena Indonesia merupakan negara subur dan memiliki potensi untuk mengembangkan berbagai jenis varietas jeruk dalam skala besar. Akan tetapi, karena produksi jeruk lokal yang terus menurun dan kalah bersaing terutama dari segi penampilan serta harga jeruk yang lebih mahal karena tingginya ongkos distribusi, pergeseran preferensi konsumen menjadi tidak dapat dihindari. Masyarakat lebih menyukai Jeruk Keprok Cina yang lebih murah 46 dengan tampilan yang terlihat lebih segar, sehingga keberadaan Jeruk Keprok lokal semakin tidak diminati. 5.2 Kondisi Harga Jeruk di Pasaran Permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang salah satunya adalah harga barang itu sendiri, begitu pula dengan komoditas jeruk. Harga jeruk sangat menentukan jumlah jeruk yang akan dibeli. Semakin murah harga jeruk tersebut, maka semakin banyak pula jeruk yang dibeli oleh masyarakat. Jadi, selain tampilan jeruk yang sesuai dengan selera konsumen, harga jeruk pun harus bersaing dengan jeruk impor agar jeruk lokal memiliki pasar dan permintaan tinggi di dalam negeri. Jeruk lokal pun harus lebih mendominasi dibanding jeruk impor, karena jeruk tersebut bukan hanya terdapat di supermarket, melainkan juga telah merambah pasar tradisional. Harga jeruk lokal yang hampir melebihi Rp. 20.000 di pasaran saat ini membuat masyarakat beralih ke jeruk impor karena harganya yang lebih murah. Bahkan pada saat panen, terutama untuk jeruk impor yang berasal dari Cina, jumlah jeruk menjadi sangat melimpah dengan harga perkilogram bisa mencapai Rp. 7.000. Sebaliknya dengan harga jeruk lokal, justru harga tidak terlihat mengalami penurunan bahkan pada saat masa panen. Jeruk impor pun semakin mengungguli jeruk lokal karena ketersediaan jeruk konsisten dengan harga yang lebih ramah, sehingga jeruk lokal terlihat semakin kalah bersaing. Rata-rata harga Jeruk Mandarin dari tahun 2008 dijelaskan dalam Grafik sebagai berikut. 47 Sumber: BPS, 2011. Gambar 6. Perbandingan Harga Jeruk Impor dan Jeruk Lokal di Indonesia Tahun 2008 Selama tahun 2008, jeruk impor memiliki harga yang lebih murah dibanding jeruk lokal. Kisaran harga jeruk ini rata-rata Rp. 7.000-Rp. 8.000 setiap kilogramnya dan hanya mengalami satu kali kenaikan yang cukup besar pada bulan November menjadi Rp. 10.554, 61/kg. Berbeda dengan jeruk lokal yang harganya selalu lebih mahal dibanding jeruk lokal dengan kisaran Rp. 9.000-Rp. 12.000 per kilogram. Hal ini mengakibatkan munculnya permintaan masyarakat yang lebih tinggi terhadap jeruk impor, sehingga terjadi pergeseran preferensi konsumen yang menyukai buah jeruk dengan kondisi prima, namun berharga murah seperti halnya Jeruk Mandarin Impor. Penampilan jeruk dari Cina memiliki syarat ini karena terlihat lebih unggul dengan warna oranye segar dengan rasa yang asam manis, sehingga paling mendominasi. Berbeda dengan jeruk lokal yang umumnya adalah jeruk siam yang berwarna hijau, kulit buah tipis, walaupun rasa tetap manis. Oleh karena itu, selera masyarakat lebih memilih kepada jeruk Cina karena tampilan menarik, lebih segar, namun harga tetap murah. 48 Salah satu penyebab utama mahalnya harga jeruk adalah tingginya biaya transportasi dalam mendistribusikan jeruk ke masyarakat. maraknya pungutan liar membuat selisih antara harga di tingkat produsen menuju tingkat konsumen semakin besar. Harga buah jeruk di pasar pun terpaksa menyesuaikan, sehingga harga jual semakin mahal. Keadaan ini membuat para penjual jeruk dalam skala besar lebih memilih untuk mengimpor jeruk karena harganya jauh lebih murah dibandingkan mendatangkan jeruk dari luar pulau. Kebijakan pemerintah melalui ACFTA juga sangat mendukung jual beli jeruk dengan cara ini dengan menetapkan biaya masuk 0 %, sehingga pasokan jeruk melimpah dengan harga yang lebih murah lagi. Kondisi ini membuat jeruk lokal semakin terpuruk karena sepi peminat. Akibatnya, petani jeruk terus berkurang karena selain permintaan minim, bahkan diantara mereka ada yang terpaksa menjual lahan jeruknya untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga produksi jeruk nasional pun menurun. Serangan penyakit akibat hama terutama yang disebabkan oleh CVPD membuat produsen jeruk lokal semakin sulit untuk melakukan substitusi terhadap jeruk impor. 5.3 Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina Proses impor Jeruk Mandarin asal Cina membutuhkan biaya yang cukup tinggi mengingat sangat banyaknya volume jeruk yang memasuki negara ini. Akan tetapi, importir menganggap bahwa hal tersebut sangat menguntungkan mengingat banyaknya permintaan masyarakat terhadap jeruk Mandarin. Keadaan ini semakin parah semenjak ACFTA diterapkan. Bea masuk 0 % membuat harga jeruk impor menjadi lebih murah dari negara lain, sehingga volume yang dari awal semakin meningkat pesat hingga berkali-kali lipat dan berdampak pada nilai 49 impor jeruk tersebut yang juga ikut mengalami kenaikan. Nilai dari Jeruk Mandarin impor dari Cina adalah sebagai berikut: Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009. Gambar 7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009 Berdasarkan data tersebut, dapat terlihat bahwa nilai impor hanya menurun pada tahun 2001 dan 2004. Selain tahun tersebut, nilai impor terus meningkat bahkan pada tahun 2006 meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2006 dan mencapai nilai paling tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar US $ 159.165.295. Hal ini menunjukkan betapa besar biaya berupa devisa yang dikeluarkan oleh Indonesia akibat melakukan impor dari Cina. Keadaan tersebut sangat ironis karena Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki lahan subur dan banyak yang tidak termanfaatkan, seharusnya sangat berpotensi untuk memproduksi produk hortikultura. Akan tetapi, akibat kelalaian pemerintah dalam mengembangkan produksi terutama jeruk, membuat potensi ini terabaikan dan Indonesia lebih suka menjadi importir. Nilai impor yang bernilai ratusan juta dolar ini seharusnya dapat dialihkan untuk sektor lain yang lebih bermanfaat. Apabila pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat bekerja sama dalam meningkatkan produksi jeruk guna menguatkan 50 substitusi impor, maka dana devisa ini bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan mutu pendidikan, mengurangi kemiskinan, pengembangan teknologi produksi jeruk, dan lain sebagainya. dapat dijadikan sebagai alternatif pemanfaatan keuangan negara dibanding mengimpor jeruk yang seharusnya dapat dipenuhi kebutuhannya oleh produksi dalam negeri. Melalui substitusi impor, maka biaya impor jeruk dapat dikurangi atau dihilangkan, sehingga Indonesia dapat terhindar dari ketergantungan terhadap Jeruk Mandarin impor dan lebih mencintai produk jeruk lokal. 51 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Substitusi Impor Jeruk Mandarin Jeruk Mandarin merupakan salah satu komoditas ekspor Cina yang tergabung dalam Early Harvest Package (EHP) yang tercantum dalam perjanjian ACFTA. Volume dan nilai produk ini cukup besar karena tingginya permintaan jeruk di Indonesia. Sub sektor hortikultura menempati urutan teratas dalam total nilai impor Cina ke Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa bagi pemerintah Cina. Keadaan ini menunjukkan ketergantungan Indonesia akan produk Cina yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi Cina yang relatif semakin baik dan maju saat ini, membuka peluang bagi Cina untuk memasuki pasar secara lebih intensif. Penguasaan teknologi di segala bidang memungkinkan Cina menjadi negara pengekspor yang sangat kuat untuk produk-produk berbasis teknologi (technology based product), sedangkan untuk produk bersifat non resources based Cina telah menempati urutan ketiga tertinggi di dunia (Hutabarat et al. 2007). Hal ini didukung pula oleh penurunan tarif impor sampai 0 % untuk produk EHP Cina, sehingga jeruk impor masuk ke Indonesia secara tidak terbendung. Masyarakat Indonesia sangat menikmati murahnya harga jeruk impor ini, sehingga menjadi negara pengimpor kedua terbesar setelah Malaysia. Akibatnya, pasokan Jeruk Mandarin lebih mendominasi dibanding jeruk lokal di pasaran. Preferensi masyarakat cenderung kepada jeruk mandarin Cina karena warna dan rasa yang sesuai dengan selera masyarakat (Lampiran 2). Kondisi ini akan berakibat buruk untuk produksi jeruk nasional. Substitusi impor merupakan jumlah jeruk yang harus diproduksi secara nasional guna menggantikan jeruk yang diimpor dengan jumlah yang sama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara mandiri. Substitusi ini sangat ditentukan oleh jumlah produksi jeruk lokal serta konsumsi yang menunjukkan permintaan masyarakat terhadap jeruk. Oleh karena itu, semakin meningkatnya konsumsi masyarakat yang disertai pertambahan volume jeruk impor akan semakin mempersulit petani jeruk lokal dalam meningkatkan produksinya. Konsumsi jeruk rumah tangga di Indonesia akan dijelaskan dalam Grafik sebagai berikut: Sumber: Susenas, 2011 Gambar 8. Konsumsi Rumah Tangga Jeruk di IndonesiaTahun 2002-2009 Selama tahun 2002 hingga 2004 konsumsi jeruk terus mengalami kenaikan akibat mulai meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan vitamin selain dari makanan pokok. Pada tahun 2005, konsumsi sedikit menurun menjadi 2,61 kg/kap/tahun, namun meningkat kembali sampai tahun 2007 menjadi 3,86 kg/kap/tahun. Jumlah ini menurun kembali pada tahun 2008 akibat peningkatan harga kebutuhan pokok lainnya, akan tetapi melonjak naik kembali pada tahun 2009 hingga mencapai 4,64 kg/kap/tahun yang menyebabkan terus bertambahnya pasokan jeruk impor dengan harga murah untuk memenuhi konsumsi yang semakin meningkat ini. 53 Tren positif konsumsi jeruk ini merupakan tantangan bagi petani jeruk lokal, pemerintah, serta pihak-pihak terkait untuk melakukan substitusi impor. Indonesia memiliki potensi dalam hal ini karena memiliki banyak variasi bibit jeruk, lahan penanaman, dan faktor-faktor pendukung lainnya yang saat ini terkesan kurang dimanfaatkan. Akibatnya, jeruk impor terus menerus menggempur jeruk lokal, sehingga permintaan jeruk hampir semuanya dipenuhi oleh jeruk impor yang saat ini tidak memiliki hambatan tarif. 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin Kesepakatan perdagangan bebas yang banyak disepakati oleh pemerintah Indonesia saat ini memunculkan banyak tantangan dan harapan terkait dengan peningkatan penerimaan. Semakin tinggi volume impor dibanding volume ekspor menandakan bahwa negara tersebut memerlukan strategi lain guna meningkatkan produksi komoditas dagang dan memperkuat kinerja perdagangan. Substitusi impor khususnya bagi komoditas jeruk merupakan kebijakan yang baik untuk ditempuh pemerintah guna menambah volume produksi dan menggantikan sejumlah produk impor. Keuntungannya, jumlah impor jeruk bisa dikurangi dan dana tersebut bisa dialihkan guna membantu produsen lokal. Akan tetapi, substitusi impor ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Dukungan dari pemerintah sangat penting, terutama untuk pembiayaan. Dana yang besar diperlukan guna meningkatkan teknologi terutama penelitian untuk menemukan bibit yang bebas hama dan penyakit serta minimisasi biaya produksi dan biaya distribusi. Apabila hal tersebut dipenuhi, maka nasib petani jeruk akan lebih terperhatikan dan tidak sulit bagi mereka untuk meningkatkan produksi jeruk. 54 Substitusi impor bagi komoditas jeruk sangat penting untuk dilakukan karena maraknya serbuan jeruk mandarin khususnya yang berasal dari Cina saat ini akibat adanya ACFTA yang menghilangkan bea masuk. Petani lokal harus diberi dukungan oleh berbagai pihak terutama pemerintah agar dapat meningkatkan produksi dan memperkuat daya saing. Oleh karena itu, faktorfaktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk (LnSIJ) juga perlu untuk diperhatikan. Faktor-faktor tersebut yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar (LnNTR), harga konsumen jeruk (LnHKJ), Produk Domestik Bruto (LnPDB), produksi jeruk lokal (LnPJL), harga Jeruk Mandarin impor (LnHJI), jumlah substitusi impor tahun jeruk sebelumnya (LnSIJt-1), dan dummy ACFTA (DC). 6.2.1 Hasil Pengujian Ekonometrika Analisis faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor Jeruk Mandarin dengan menggunakan model regresi berganda variasi double-log (log-log) menghasilkan persamaan sebagai berikut: LnSIJ = 80.86910 - 3.042880LnNTR + 1.365364LnHKJ - 7.401002LnPDB1.178011LnPJL + 0.765782LnHJI + 0.629408LnSIJt-1 + 2.828943DC + ε Model double log dipilih karena menghasilkan nilai peubah x yang nilainya serupa dengan elastisitas faktor yang diuji, sehingga lebih relevan dan baik untuk digunakan. Model ini harus diuji secara ekonometrika guna mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran asumsi model regresi berganda. Kriteria uji ekonometrika yang pertama adalah uji multikolinearitas. uji ini dilakukan guna mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. 55 Berdasarkan uji dengan menggunakan VIF, variabel bebas yang ada dalam model substitusi impor tidak ada yang mengalami multikolinearitas karena nilai VIF kurang dari 10. Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut. Tabel 5. Hasil Uji Multikolinearitas dengan VIF Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 38,46 11,72 3,28 0,001 LnHJI 0,5838 0,1840 3,17 0,002 1,9 LnHKJ 1,0604 0,2993 3,54 0,001 2,8 LnNTR -0,807 1,164 -0,69 0,489 1,6 LnPDB -4,012 1,261 -3,18 0,002 5,8 LnPJL -1,1162 0,2690 -4,15 0,000 3,5 DC 2,1197 0,3865 5,48 0,000 5,8 Sumber: BPS 2011, diolah Melalui Tabel diatas terlihat bahwa seluruh nilai VIF peubah x kurang dari 10. Berdasarkan uji tersebut, maka tidak ada multikolinearitas dalam model SIJ. Peubah-peubah X dalam model tidak saling berkorelasi, sehingga model layak untuk digunakan. Uji selanjutnya, yaitu heterokedastisitas juga menunjukkan bahwa model bersifat homokedastisitas karena nilai Prob. Chi-Square lebih dari taraf nyata 5 % yaitu sebesar 0,3432. Kriteria uji ekonometrika yang ketiga adalah autokorelasi. Autokorelasi terjadi apabila terjadi pelanggaran asumsi yaitu adanya korelasi antardata pada residual. Autokorelasi tidak terjadi berdasarkan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan n berjumlah 120 karena nilai probability Obs*R Squared lebih dari taraf nyata 5 % yaitu sebesar 0,0556. 56 Kriteria uji yang terakhir adalah uji normalitas. Pengujian terhadap normalitas dilakukan dengan uji Jacque-Bera dengan nilai probabilitas sebesar 0,694038. Nilai ini melebihi taraf nyata 5 % sehingga dapat dibuktikan bahwa galat menyebar normal. Jadi, berdasarkan seluruh kriteria uji ekonometrika tersebut, dapat disimpulkan bahwa model layak untuk digunakan karena tidak terdapat pelanggaran asumsi model regresi double-log berganda. 6.2.2 Analisis Statistik dan Ekonomi Berdasarkan kriteria uji ekonometrika, model substitusi impor telah memenuhi syarat dan tidak terjadi pelanggaran asumsi sehingga penduga dalam model memiliki sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Hasil analisis regresi untuk setiap faktor yang memengaruhi substitusi impor dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Variabel Koefisien Probabilitas LnNTR -3,042880 0,0205 LnHKJ 1,365364 0,0096 LnPDB -7,401002 0,0010 LnPJL -1,178011 0,0015 LnHJI 0,765782 0,0004 LnSIJt-1 0,629408 0,0000 DC 2,828943 0,0000 R-Squared 0,649503 F-Statistic Adjusted R-Squared 0,627400 Prob (F-Statistic) 0,000000 Durbin-Watson Stat 1,631267 29,38479 Sumber: BPS 2011, diolah Tabel di atas menunjukkan model substitusi impor memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,649503 yang berarti variabel independen yang terdapat 57 dalam model yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk, PDB, produksi jeruk lokal, harga jeruk impor, jumlah substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA dapat menjelaskan keragaman variabel substitusi impor sebesar 64,95 %, dan sisanya sebesar 35,05 % dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sedangkan nilai untuk R2 terkoreksi yang tidak dipengaruhi oleh jumlah peubah bebas adalah 0,627400 yang artinya ragam dari substitusi impor dapat dijelaskan sebesar 62,74 % oleh variabel di dalam model, sedangkan sisanya sebesar 37,26 % oleh variabel lain di luar model. Pengujian model secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji ini merupakan cara untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen dalam model secara bersama-sama. Taraf nyata yang digunakan dalam analisis regresi sebesar 5 % dengan tingkat kepercayaan 95 %. Berdasarkan nilai probabilitas F-Statistic sebesar 0,000000, yang lebih kecil daripada taraf nyata 5 %, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model dapat menjelaskan keragaman variabel substitusi impor. Artinya, variabel-variabel independen dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel subsitusi impor dengan taraf nyata 5 %. Pengujian model secara parsial untuk pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel independen dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji ini dilihat berdasarkan nilai probabilitas. Apabila nilai tersebut kurang dari taraf nyata (α) 5 %, maka variabel tersebut berpengaruh nyata begitu pula sebaliknya. Tabel 5 menunjukkan nilai probabilitas variabel NTR, HJI, HKJ, PDB, PDL, SIt-1, dan DC berpengaruh nyata terhadap variabel SI karena kurang dari taraf nyata 5 %. 58 6.2.2.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar memiliki nilai koefisien sebesar -3,042880 dan probabilitas yang besarnya 0,0205. Nilai ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar berpengaruh negatif terhadap substitusi impor secara signifikan. Artinya, depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 1 % akan menurunkan substitusi impor Jeruk Mandarin sebesar -3,042880 % asumsi cateris paribus (faktor lain dianggap konstan). Kesimpulan ini sesuai dengan hipotesis karena peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar atau dengan kata lain mengalami depresiasi, maka akan mengakibatkan harga jeruk impor mengalami kenaikan. Kenaikan harga akan menyebabkan penurunan volume impor karena harga yang harus dibayarkan menjadi mahal dan muncul kekhawatiran terjadinya penurunan permintaan. Penurunan jumlah impor berbanding lurus dengan substitusi impor, sehingga jumlahnya juga ikut menurun. Kecenderungan masyarakat yang lebih memilih Jeruk Mandarin khususnya yang berasal dari Cina membuat Cina menjadi pemasok jeruk impor jenis Mandarin terbesar. Oleh karena itu, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang menurunkan volume impor, seharusnya dapat menjadi peluang dalam meningkatkan produksi jeruk lokal guna memenuhi tren permintaan jeruk yang terus meningkat. Permintaan jeruk nasional akan dijelaskan melalui Gambar berikut: 59 Sumber: BPS 2011, diolah Gambar 9. Permintaan Jeruk Nasional di Indonesia Tahun 2000-2009 Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa permintaan jeruk nasional cenderung memiliki tren positif terutama pada tahun setelah tahun 2004 hingga tahun 2009 karena diberlakukannya kesepakatan ACFTA. Penurunan permintaan jeruk hanya terjadi pada tahun 2005 dan 2008 dengan jumlah yang tidak signifikan. 6.2.2.2 Harga Konsumen Jeruk di Pedesaan Variabel harga jeruk di pasar domestik untuk komoditas Jeruk Keprok dan Jeruk Siam di tingkat pedesaan berpengaruh positif dan signifikan karena p-value sebesar 0,0096 kurang dari taraf nyata 5 %. Nilai koefisien untuk harga jeruk adalah 1,365364 yang artinya, apabila terjadi kenaikan harga jeruk konsumen pedesaan sebesar 1 %, maka akan menaikkan substitusi impor sebesar 1,365364 % asumsi cateris paribus. Keadaan ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyebutkan bahwa harga jeruk lokal berpengaruh positif. Harga konsumen jeruk di tingkat pedesaan mencerminkan harga jeruk lokal tanpa ditambah biaya distribusi. Hal ini disebabkan karena sentra produksi jeruk umumnya berada di tingkat kabupaten 60 khususnya pedesaan (Lampiran 3). Harga jeruk tersebut merupakan harga yang bersedia dibayar oleh masyarakat untuk membeli jenis Jeruk Siam dan Jeruk Keprok di seluruh Indonesia atau pendekatan dari harga yang diterima oleh petani langsung di tingkat produksi. Harga jeruk ini menunjukkan tingkat keberhasilan petani jeruk dalam memasarkan hasil panennya terkait dengan permintaan masyarakat. Oleh karena itu, apabila harga jeruk lokal mengalami kenaikan, maka konsumen jeruk akan beralih dan memilih jeruk dengan harga yang lebih murah yaitu jeruk impor. Akibatnya, permintaan jeruk impor pun semakin meningkat dan volume impor naik. Keadaan ini didukung pula oleh perjanjian ACFTA yang menghilangkan tarif impor untuk Jeruk Mandarin yang berasal dari Cina, sehingga harga jeruk impor menjadi lebih murah. Kenaikan volume impor ini akan berakibat pada kenaikan substitusi impor jeruk yang harus diproduksi petani. Petani jeruk lokal harus meningkatkan produksi jeruk agar dapat menggantikan posisi jeruk impor. Kenaikan produksi tersebut juga harus diimbangi dengan penurunan harga jeruk rata-rata dan peningkatan kualitas jeruk agar dapat memenuhi selera konsumen yang selama ini selalu memilih Jeruk Mandarin Cina. Jadi, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal ini dengan cara membantu petani dalam meminimisasi biaya produksi dan biaya distribusi. Menekan biaya produksi bisa dengan meningkatkan teknologi dan menurunkan biaya distribusi karena walaupun harga jeruk dari tingkat pedesaan terkesan lebih murah sedikit dibanding harga jeruk impor, namun sebenarnya harga ini disebabkan karena kedekatan dengan sentra produksi. Sedangkan apabila 61 jeruk tersebut didistribusikan ke luar daerah, akan meningkatkan harga secara signifikan karena maraknya pungutan liar. 6.2.2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki nilai koefisien sebesar -7,401002 dan p-value yang besarnya 0,0010. Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan PDB sebesar 1 % akan menurunkan substitusi impor sebesar 7,401002 % asumsi cateris paribus. Kesimpulan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa peningkatan PDB sangat terkait dengan bertambahnya pendapatan dan pengeluaran masyarakat, dan jumlah ini akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat terhadap jeruk. Namun, variabel ini berpengaruh nyata karena memiliki p-value yang kurang dari taraf nyata 5 %. Kenaikan jumlah pendapatan perkapita bagi negara berkembang menyebabkan bertambahnya pengeluaran khususnya untuk barang-barang tersier dan inferior, seperti: barang elektronik, otomotif, perhiasan, dan lain sebagainya. Peningkatan pendapatan ini membuat masyarakat mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka terhadap barang mewah, sehingga pengeluaran untuk barang pangan semakin menurun. Keadaan ini sesuai dengan hukum Engel yang mengatakan bahwa pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Akibatnya, konsumsi terhadap jeruk yang merupakan barang pangan akan semakin menurun dan volume impor pun akan dikurangi. Substitusi impor yang harus dilakukan pun ikut berkurang karena mengikuti permintaan masyarakat yang lebih memilih untuk membeli barang-barang mewah dibanding komoditas pangan seperti jeruk. 62 Berikut adalah Tabel PDB dan pengeluaran rata-rata dari tahun 2000 hingga 2009. Tabel 7. PDB dan Pengeluaran Rata-rata di Indonesia Tahun 2000-2009 Tahun PDB (Milyar) Pengeluaran Rata-rata (Rp/kapita) 2000 1.389.769,90 6.737.801,512 2001 1.440.405,70 6.891.632,339 2002 1.505.216,40 7.107.193,96 2003 1.577.171,30 7.349.199,71 2004 1.656.516,80 7.617.614,411 2005 1.750.815,20 7.945.576,378 2006 1.847.126,70 8.288.173,525 2007 1.964.327,30 8.714.712,259 2008 2.082.456,10 9.134.654,072 2009 2.177.741,70 9.444.950,113 Sumber: Pusat Data dan Informasi Perdagangan dan BPS, 2011 Melalui Tabel di atas terlihat bahwa PDB Indonesia terus meningkat selama tahun 2000-2009 dengan diimbangi oleh peningkatan pengeluaran yang menunjukkan bahwa kebutuhan yang harus dicukupi oleh pemerintah juga semakin besar. PDB terbesar terjadi pada tahun 2009 senilai Rp 2.177.741,70 milyar seiring dengan peningkatan pengeluaran hingga sebesar Rp 9.444.950,113/kapita. 6.2.2.4 Produksi Jeruk Nasional Produksi jeruk nasional memiliki nilai koefisen sebesar -1,178011 dan nilai probabilitas yang besarnya 0,0015. Artinya, kenaikan produksi jeruk nasional sebesar 1 %, akan menurunkan substitusi impor sebesar 1,178011 % asumsi cateris paribus. Berdasarkan p-value, variabel ini nyata karena kurang dari taraf 63 nyata 5 %. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis awal karena peningkatan produksi jeruk akan mengurangi jumlah jeruk yang harus diimpor. Peningkatan produksi jeruk secara terus menerus di tingkat usahatani dapat menggantikan kebutuhan masyarakat terhadap buah Jeruk Mandarin impor khususnya yang berasal dari Cina sebagai produsen jeruk yang paling mendominasi impor. Permintaan masyarakat yang cenderung memiliki tren positif, harus diimbangi dengan kenaikan produksi jeruk secara signifikan. Oleh karena itu, selain peningkatan produksi, jeruk lokal juga harus mampu memenuhi selera konsumen yang lebih menyukai penampilan dan rasa Jeruk Mandarin Cina. Peningkatan teknologi terutama dari segi kualitas bibit sangat diperlukan dalam hal ini agar tidak terjadi penurunan produksi jeruk akibat gagal panen yang disebabkan oleh hama dan penyakit yang pada umumnya dipicu oleh infeksi CVPD. Jadi, semakin tinggi jumlah jeruk yang diproduksi, maka substitusi impor akan mengalami penurunan karena dominasi jeruk impor dapat dikurangi dan daya saing jeruk lokal juga menjadi lebih baik. 6.2.2.5 Harga Jeruk Mandarin Impor Variabel harga jeruk impor memiliki nilai koefisien sebesar 0,765782 yang artinya kenaikan harga jeruk impor sebesar 1 % akan menaikkan substitusi impor yang besarnya 0,765782 % asumsi cateris paribus. Nilai ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Nilai probabiliti sebesar 0,0004 menunjukkan bahwa variabel ini signifikan karena p-value kurang dari taraf nyata 5 %. Kenaikan harga jeruk impor ternyata justru menaikkan substitusi impor karena kesulitan yang dialami oleh produsen lokal dalam memenuhi permintaan jeruk serta tampilan dan rasa buah 64 jeruk yang kurang cocok dengan selera konsumen, sehingga Jeruk Mandarin menjadi pilihan utama. Masyarakat pun cenderung untuk membeli jeruk impor dan meninggalkan jeruk lokal karena tampilan dan harga yang sesuai walaupun rasa buah jeruk lokal tidak kalah manis dengan jeruk impor. Hal ini terlihat dari dominasi jeruk impor di pasar swalayan hingga merambah pasar tradisional. Jeruk lokal mengalami kekalahan daya saing, sehingga hanya sedikit buah jeruk yang dijual di pasar karena kurangnya permintaan dan harganya pun cukup mahal. Akibatnya, jumlah jeruk impor semakin bertambah karena masyarakat telah menyukai jeruk tersebut, sehingga kenaikan harga jeruk impor tidak terlalu dipermasalahkan. Produsen dan distributor justru memperoleh keuntungan yang lebih tinggi karena walaupun harga jeruk naik, harganya tetap lebih murah dibanding jeruk lokal dan masyarakat tetap menjadikan jeruk impor terutama Jeruk Mandarin Cina sebagai pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan asupan buah masyarakat. Jumlah substitusi impor yang harus dilakukan oleh petani pun semakin meningkat karena maraknya serbuan Jeruk Mandarin impor dari Cina khususnya. Hal ini membuktikan bahwa sistem produksi dan pemasaran Jeruk Mandarin Cina lebih baik dibanding di Indonesia. Kesepakatan perdagangan bebas seperti ACFTA antara Indonesia dan Cina yang menghilangkan bea masuk produk EHP termasuk jeruk, membuat serbuan jeruk impor dari Cina tidak dapat lagi dihindari. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (Lampiran 4) yang mengumumkan bahwa tarif Jeruk Mandarin yang awalnya sebesar 5 %, harus diturunkan menjadi 0 % pada tahun 2005. Impor jeruk asal Cina pun mendominasi impor jeruk dari 65 negara lainnya karena harga jeruk tetap lebih murah tanpa adanya bea masuk dan permintaan masyarakat yang tinggi terhadap jeruk jenis ini. Kondisi tersebut membuat substitusi impor tidak tergantung lagi kepada harga jeruk. Jeruk Mandarin Cina yang masuk ke Indonesia pun menjadi semakin sulit untuk dikendalikan. Berikut adalah Grafik hubungan antara total impor Jeruk Mandarin dan Harga Jeruk mandarin Impor selama tahun 2000-2009. Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, BPS 2000-2009 Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Total Impor dan Harga Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 Berdasarkan Grafik di atas, dapat terlihat bahwa hubungan antara jumlah dan harga impor cenderung positif. Selama tahun 2000-2003, total impor jeruk cenderung menurun disertai dengan kenaikan harga jeruk, namun impor jeruk terus meningkat mulai tahun 2004 akibat adanya perjanjian ACFTA. Pada tahun 2004 sampai 2009, impor jeruk meningkat secara signifikan dari 43.469.826 kg menjadi 188.956.251 kg, justru ketika harga jeruk naik mencapai Rp 5098,62/kg dan pada tahun 2009 menyentuh harga Rp 8220,89/kg. Keadaan ini dipicu karena skema perdagangan ACFTA yang menghapus tarif bea masuk. 66 6.2.2.6 Substitusi Impor Jeruk Tahun Sebelumnya Variabel substitusi impor jeruk tahun sebelumnya (t-1) berpengaruh nyata terhadap substitusi impor jeruk pada periode t karena memiliki p-value sebesar 0,0000 yang lebih kecil dibanding taraf nyata (α) 5 %. Pengujian secara ekonomi dengan nilai koefisien sebesar 0,629408 juga sesuai dengan hipotesis awal sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan substitusi impor tahun sebelumnya sebesar 1 %, akan menaikkan substitusi impor sebanyak 0.629408 %, asumsi cateris paribus. Jumlah substitusi impor jeruk tahun sebelumnya akan berpengaruh terhadap jumlah substitusi impor yang harus dilakukan saat ini. Substitusi ini sangat tergantung dengan jumlah impor jeruk karena memiliki jumlah yang sama. Peningkatan jumlah impor Jeruk Mandarin terutama yang berasal dari Cina akibat kebutuhan jeruk dalam negeri yang semakin tinggi pada tahun sebelumnya, akan menjadi pertimbangan importir dalam menentukan jumlah jeruk selanjutnya yang akan diimpor. Umumnya, peningkatan kebutuhan jeruk di masyarakat memiliki tren positif, sehingga apabila tahun sebelumnya naik, maka tahun berikutnya pun impor jeruk akan dinaikkan. Keadaan ini akan diiringi dengan peningkatan jumlah substitusi impor yang harus dilakukan oleh produsen lokal. Kuantitas jeruk lokal harus dinaikkan hingga dapat menggantikan kebutuhan masyarakat terhadap jeruk impor dan menyelamatkan petani dari kerugian karena jeruknya kurang diminati. Upaya ini merupakan salah satu cara yang baik untuk dilakukan agar Indonesia meraih swasembada jeruk dan impor jeruk dapat dikurangi bahkan dihilangkan dan Indonesia dapat melakukan ekspor. 67 6.2.2.7 Dummy ACFTA Dummy ACFTA memiliki nilai koefisien sebesar 2,828943 yang artinya, apabila kesepakatan ACFTA diterapkan, maka akan menaikkan jumlah substitusi impor jeruk sebesar 2,828943 % asumsi cateris paribus. Variabel ini berpengaruh signifikan karena memiliki p-value sebesar 0,0000 yang kurang dari taraf nyata 5 %. Kondisi ini sesuai secara ekonomi dan cocok dengan hipotesis awal. Kesepakatan ACFTA diawali dengan penghilangan tarif impor untuk produk Early Harvest Package (EHP) yaitu produk yang mengalami proses penanaman dan pemanenan yang salah satunya adalah komoditas Jeruk Mandarin atau di Indonesia dikenal dengan nama Jeruk Keprok atau Jeruk Siam. Jenis jeruk ini sangat diminati oleh masyarakat khususnya untuk Jeruk yang berasal dari Cina karena tampilannya menarik dan harga lebih murah. Kesepakatan ini membuat produk Jeruk Mandarin Cina yang selama ini mendominasi jumlah impor jeruk ke Indonesia semakin membanjir karena tidak adanya perlindungan tarif. Peniadaan tarif impor membuat Jeruk Mandarin Cina dengan mudah dapat memengaruhi pangsa pasar jeruk lokal. Akibatnya, substitusi impor yang harus dilakukan semakin meningkat dan membuat petani jeruk serta dinas yang terkait kewalahan karena ketidaksiapan mereka dalam menghadapi ACFTA. Jadi, kesepakatan ACFTA justru membuat petani lokal semakin terpuruk karena kurangnya persiapan dalam menghadapi hal ini apalagi langsung dihadapkan dengan eksportir Jeruk Mandarin terbesar yaitu Cina yang telah memiliki sistem produksi yang baik dan pemasaran yang matang, sehingga jeruk lokal jelas kalah saing dalam hal ini. 68 Jeruk Mandarin asal Cina merupakan salah satu komoditas utama negeri tersebut dan penanaman dilakukan dengan skala besar dengan teknologi bibit yang jauh lebih berkembang dibanding jeruk lokal di Indonesia. Oleh karena itu, produsen lokal harus berusaha keras guna meningkatkan daya saing agar tidak semakin terpuruk di tengah gempuran jeruk asal Cina. Indonesia memiliki potensi besar guna melakukan substitusi impor jeruk ini karena memiliki banyak aksesi jeruk dan lahan terlantar yang tidak termanfaatkan. 6.3 Perbandingan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Sebelum dan Sesudah ACFTA Kesepakatan ACFTA yang menghapus hambatan tarif untuk produk- produk EHP termasuk Jeruk Mandarin yang diperdagangkan antara Indonesia dan Cina awalnya bertujuan untuk meningkatkan ekspor kedua negara dan menguatkan kinerja perdagangan bilateral. Akan tetapi, ketidaksiapan Indonesia dalam menyaingi Cina yang tengah menuai keberhasilan di bidang perekonomian dan memiliki perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat surplus produk perkebunan Indonesia untuk komoditas seperti karet, minyak sawit, coklat, dan lain sebagainya. tetap kalah tinggi dengan impor yang berasal dari Cina seperti produk industri dan hortikultura. Total jumlah impor Jeruk Mandarin semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi di dalam negeri tanpa diiringi dengan peningkatan produksi yang justru terus menurun karena lemahnya sistem produksi dan pemasaran. Akibatnya, impor jeruk harus ditambah dan Jeruk impor asal Cina pun membanjir karena didukung oleh kesepakatan ACFTA yang menerapkan tarif impor 0 % untuk produk Cina. Peniadaan tarif impor membuat Jeruk Mandarin Cina dengan mudah dapat memengaruhi pangsa 69 pasar jeruk lokal. Substitusi impor yang harus dilakukan pun semakin meningkat dan membuat petani jeruk serta dinas yang terkait kewalahan karena ketidaksiapan mereka dalam menghadapi ACFTA. Berikut adalah Tabel jumlah impor Jeruk Mandarin saat pra dan pasca EHP selama tahun 2000-2009. Tabel 8. Total Impor dan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Cina di Indonesia saat Pra dan Pasca EHP Selama Tahun 2000-2009. Tahun Total Jeruk Impor Laju (Kg) Pertumbuhan Jeruk Mandarin (Kg) Laju Pertumbuhan 2000 59.729.824 33.626.461 2001 62.773.133 Pra-EHP 22.108.115 Pra-EHP 2002 54.881.400 -7.64 % 24.458.458 -9,46 % 2003 32.901.776 19.136.391 2004 43.469.826 22.598.743 2005 53.658.734 Pasca-EHP 38.587.270 Pasca-EHP 2006 68.535.374 36,99 % 48.704.851 46,86 % 2007 89.125.467 73.962.494 2008 109.598.159 97.407.786 2009 188.956.251 179.502.061 Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009, diolah Selama masa pra EHP, total impor Jeruk Mandarin cenderung menurun hingga tahun 2004 hanya sebesar 43.469.826 kg dengan tren -7,46 %, begitu pula dengan impor jeruk asal Cina menurun sampai 22.598.743 kg dengan tren -9,46 %. Jumlah impor jeruk terbesar terjadi pada tahun 2001 untuk total serta tahun 2000 untuk jeruk Cina dan cenderung terus menurun di tahun-tahun berikutnya karena produksi jeruk yang terus meningkat. Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama karena adanya EHP sehingga setelah tahun 2004, jumlah impor terus mengalami kenaikan hingga tahun 2009 mencapai 188.956.251 kg untuk total dengan tren 36,99 % dan 179.502.061 kg dengan tren 46,86 % bagi jeruk Cina yang menandakan bahwa ACFTA menjadi jalan untuk ekspansi intensif 70 Jeruk Mandarin asal Cina. Substitusi impor jeruk pun semakin tinggi karena berbanding lurus dengan jumlah impor Jeruk Mandarin yang dilakukan. Jeruk Mandarin merupakan salah satu komoditas ekspor utama Cina. Cina dapat melakukan produksi dengan skala besar dan teknologi bibit yang sudah sangat baik, sehingga dapat menghasilkan buah jeruk dengan tampilan menarik namun harga tetap murah. Hal ini membuat bukan hanya produsen lokal yang merugi, tetapi juga eksportir jeruk lainnya, seperti Pakistan dengan Jeruk Kino dan Amerika Serikat dengan Jeruk Sunkist karena banyak konsumen yang beralih ke Jeruk Mandarin Cina yang lebih murah walaupun rasa tidak lebih baik. Kondisi tersebut semakin didukung oleh kesepakatan ACFTA yang menghapus tarif impor untuk Jeruk Mandarin dari Cina, sehingga impor jeruk semakin membanjir. Akibatnya, importir Indonesia pun cenderung memilih jeruk dari Cina karena tanpa tarif impor, harganya pasti lebih murah dibanding jeruk dari negara lain apalagi jeruk lokal. Impor Jeruk Mandarin Cina pun semakin mendominasi persentase impor dibanding negara lainnya terutama sejak pemberlakuan EHP akibat ACFTA. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesepakatan ACFTA sangat menguntungkan bagi Cina karena dapat menurunkan permintaan impor jeruk dari negara lainnya. Ekspansi besar-besaran dapat dilakukan tambah hambatan, sehingga semakin mempersulit petani lokal dalam menyubstitusi Jeruk Mandarin impor. Berikut adalah Diagram persentase Jeruk Mandarin dalam Total Jumlah Jeruk Impor dari berbagai negara selama pra dan pasca EHP. 71 Sumber:BPS 2000-2004, diolah Gambar 11. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pra-EHP Tahun 2000-2004 Sumber: BPS 2005-2009, diolah Gambar 12. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pasca–EHP Tahun 2005-2009 Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwapersentase impor Jeruk Mandarin Cina semakin meningkat sejak disepakatinya ACFTA untuk produk EHP. Sejak sebelum tahun 2004, dominasi jeruk asal Cina sudah mendominasi total Jeruk Mandarin. Persentase jeruk Cina sebesar 47,24 % dan masih dapat disaingi oleh jeruk asal Pakistan dengan pangsa 33,76 % saat pra-EHP. Akan tetapi, pangsa Jeruk Mandarin meningkat begitu besar dan mengalahkan impor jeruk setelah pemberlakuan EHP yaitu mencapai 83,27 %. Hal ini menunjukkan 72 bahwa kesepakatan ACFTA semakin membuat jeruk impor Cina membanjir dan memberatkan upaya substitusi impor. Indonesia sebagai negara subur dan memiliki potensi tinggi dalam produksi hortikultura seharusnya tidak perlu mengimpor jeruk sebesar ini serta bergantung sepenuhnya pada Cina. Laju pertumbuhan nilai dan jumlah impor Jeruk Mandarin Cina ke Indonesia juga cenderung memiliki tren positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, 2003, dan 2004 jumlah dan nilai impor jeruk mengalami penurunan karena masyarakat Indonesia masih memilih jeruk lokal daripada jeruk impor. Akan tetapi, sejak diterapkannya ACFTA dengan tarif 0 % di tahun 2005, laju pertumbuhan nilai dan jumlah impor jeruk terus mengalami tren positif akibat perubahan preferensi masyarakat yang lebih memilih jeruk impor. Keadaan ini menunjukkan produktivitas jeruk lokal yang semakin berkurang serta minimnya usaha untuk melakukan substitusi impor secara intensif. Indonesia cenderung lebih suka bergantung kepada jeruk Cina yang lebih murah. Berikut adalah Grafik laju pertumbuhan volume dan nilai Jeruk Mandarin Cina selama tahun 2001-2009. Sumber: BPS 2000-2009, diolah Gambar 13. Laju Pertumbuhan Jumlah dan Nilai Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2001-2009 73 Laju pertumbuhan nilai impor mengalami tingkat kenaikan yang lebih tinggi dibanding jumlah impor terutama di tahun 2006 yaitu sebesar 111,57 % atau lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya dengan peningkatan jumlah impor sebesar 26,22 %. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor Jeruk Mandarin sangat menguntungkan bagi Cina karena bernilai sangat besar walaupun akibat adanya penghapusan tarif impor, harga jeruk yang diekspor lebih murah dibanding di negara asalnya. Berdasarkan perbandingan nilai dan jumlah jeruk pada saat pra EHP dan pasca EHP, terjadi pula peningkatan volume impor yang cukup signifikan. Saat pra EHP persentase laju pertumbuhan justru mengalami penurunan sebesar 9,46 % untuk berat dan 5,6 % untuk nilai, sedangkan pasca EHP terjadi pelonjakan yang sangat tinggi hingga mencapai 46,86 % untuk berat dan 74,86 % untuk nilai impor. Kinerja perdagangan bilateral melalui` pelaksanaan kesepakatan EHP Indonesia-Cina juga dapat dilihat berdasarkan indeks Grubel-Llyod. Nilai indeks menunjukkan apakah perdagangan hanya terjadi dari Cina ke Indonesia saja atau sebaliknya, dan bisa juga perdagangan tersebut terjadi secara dua arah yang menunjukkan bahwa kesepakatan ACFTA telah meningkatkan kinerja perdagangan kedua negara. Hasil dari perhitungan indeks adalah sebagai berikut. 74 Tabel 9. Perkembangan Indeks Grubel-Llyod Komoditas Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 Kode HS (Berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia) 0805200000 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) (0,00) *Angka di bagian atas adalah IGL dari volume dan di dalam kurung adalah IGL dari nilai produk. Sumber: BPS 2011, diolah Hasil yang diperoleh dari Indeks Grubel Llyod (IGL) di atas adalah selama tahun 2000-2009 adalah sebesar 0,00. Arti dari nilai ini adalah perdagangan Jeruk Mandarin hanya terjadi satu arah, dari Cina ke Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kesepakatan ACFTA sangat menguntungkan bagi produsen jeruk Cina. Indonesia yang sejak awal telah melakukan ekspor. Penghapusan bea masuk akan memacu Cina untuk melakukan ekspor ke Indonesia secara lebih intensif, sehingga ACFTA justru akan semakin membuat produksi jeruk Indonesia sulit bangkit karena gempuran yang tidak habis-habisnya dari jeruk impor Cina. 6.4 Implementasi Kebijakan Guna Meningkatkan Substitusi Impor Jeruk Mandarin Potensi sumberdaya alam seperti air dan banyaknya lahan terlantar yang dimiliki Indonesia serta keanekaragaman varietas jeruk yang bisa dikembangkan merupakan peluang bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah komoditas jeruk di negeri sendiri dan menyingkirkan jeruk impor Cina. Peningkatan produksi jeruk mutlak diperlukan untuk melakukan substitusi impor sejumlah sama dengan impor jeruk. Apabila hal ini berhasil dilakukan, peningkatan volume ekspor juga tidak 75 mustahil untuk dilakukan jika pihak-pihak yang terkait secara bersama-sama membenahi kekurangan dari sistem produksi dan pemasaran jeruk lokal saat ini. Upaya pemenuhan substitusi impor perlu memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi berdasarkan penelitian. Faktor-faktor yang memengaruhi tersebut adalah harga konsumen jeruk pedesaan, PDB, produksi jeruk nasional, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Agar substitusi impor menurun, maka pemerintah harus menurunkan pula harga rata-rata jeruk lokal (Harga Pokok Produksi) dengan memperhatikan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan harga jeruk impor agar tidak kalah bersaing dengan jeruk melalui minimisasi biaya distribusi dan produksi. PDB juga perlu mendapat perhatian karena peningkatan PDB seharusnya dapat menjadi peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi jeruk dengan membenahi kualitas input produksi dan meningkatkan kinerja pengolahan pasca panen melalui dukungan dana dan subsidi. Faktor lainnya yaitu produksi jeruk juga perlu terus ditingkatkan dengan perbaikan kinerja sistem produksi di tingkat usahatani agar mengurangi ketergantungan terhadap impor. Substitusi impor tahun sebelumnya juga perlu mendapat perhatian karena impor saat ini akan menjadi bahan pertimbangan impor tahun sebelumnya, sehingga apabila substitusi impor tahun ini menurun maka kemungkinan besar tahun berikutnya bisa mengikuti. Peningkatan produksi jeruk dengan perbaikan berbagai subsistem yang memengaruhi dapat mengurangi ketergantungan akan jeruk impor secara perlahan-lahan, sehingga tren impor akan menurun. Kesepakatan ACFTA juga sangat penting untuk diperhatikan karena jumlah impor Jeruk Mandarin saat ini menjadi tidak terkontrol, dan berakibat pula 76 pada kenaikan substitusi impor yang harus dilakukan. Pelaksanaan perdagangan bebas perlu mempertimbangkan kesiapan petani dengan memenuhi kebutuhan sistem produksi jeruk mereka. Langkah pertama guna melakukan substitusi impor adalah perbaikan kinerja sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi jeruk agar dapat mencukupi kebutuhan konsumsi secara mandiri. Efisiensi sistem produksi pada subsistem perusahaan usahatani dilakukan dengan cara peningkatan keterampilan petani, khususnya dalam menggunakan teknologi produksi baru, sosialisasi mutu standarisasi produk agar jeruk yang dihasilkan memenuhi keamanan pangan, dan mengoptimalkan penggunaan lahan baik yang telah ditanami jeruk maupun lahan terlantar. Upaya ini memerlukan dukungan dari subsistem hulu (input), subsistem hilir (penanganan pasca panen), dan subsistem penunjang (pemerintah) agar terjadi peningkatan produksi jeruk. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu penyediaan input produksi seperti bibit, pupuk, pembasmi hama, dan lain sebagainya. yang lebih baik di subsistem hulu, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Penyediaan bibit jeruk dengan hasil yang sesuai preferensi dan selera konsumen saat ini agar meningkatkan daya saing. Berdasarkan data jumlah dan nilai impor tahun 2000-2009, impor Jeruk Mandarin asal Cina semakin meningkat, akibat tingginya permintaan terhadap jeruk berpenampilan menarik dengan harga murah. Konsumen lebih menyukai kulit buah jeruk kuning oranye dengan tekstur mulus dan manis serta berbiji sedikit. Beberapa jenis jeruk keprok yang telah memenuhi syarat tersebut antara lain: Keprok Batu 55, Keprok Soe, Keprok Berasitepu, Keprok Borneo Prima, dan 77 Keprok Freemont. Keprok Soe dari NTT justru memiliki rasa dan tampilan yang lebih menarik ketimbang jeruk impor dengan rasa manis dan segar. Pemulia tanaman jeruk di Balai Tanaman Jeruk dan Subtropika (Balijestro) dan peneliti lainnya harus secara bersama-sama mengembangkan intensifikasi pertanian dengan riset dan teknologi bibit jeruk berkualitas dengan harga terjangkau guna memenuhi preferensi konsumen tersebut, membuat bibit yang tahan lama terutama CVPD, dan menghasilkan varietas jeruk yang seedless dengan rekayasa genetic dengan diiringi perbaikan secara teknis. Produksi jeruk pun meningkat dengan daya saing tinggi dan dapat menyubstitusi impor dengan baik karena sesuai dengan permintaan konsumen. Langkah kedua yaitu pembenahan subsistem hilir berupa pengolahan pasca panen dan penyaluran jeruk ke pasar sesuai dengan permintaan konsumen. Kemasan jeruk lokal yang lebih menarik serta pemangkasan biaya ekonomi tinggi terutama untuk biaya produksi dan distribusi perlu dilakukan agar Harga Pokok Produksi (HPP) atau harga jeruk rata-rata menjadi lebih murah, sehingga pasar untuk jeruk lokal tersedia seiring dengan peningkatan produksi karena mampu bersaing dengan jeruk asal Cina. Masalah ini terlihat dari perbandingan antara harga jeruk impor yang lebih murah dibanding harga jeruk di pasaran, akibat tingginya biaya tersebut khususnya biaya distribusi yang sarat dengan pungutan liar. Biaya produksi dapat diturunkan dengan subsidi pupuk dan pemerataan penyebaran bibit jeruk kualitas bagus, namun berharga murah untuk menghindari gagal panen dan biaya distribusi juga harus dipangkas karena produsen selama ini memperoleh keuntungan rendah akibat pungutan liar (Hanif 2010). 78 Pemangkasan dapat dilakukan melalui sistem pemasaran yang lebih baik dengan pengawasan oleh aparat yang lebih ketat di semua lokasi pemberhentian dan aturan yang jelas dalam suatu kelembagaan khusus, sehingga pungutan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dapat dihentikan. Misalnya saja Jeruk Berastagi dari Medan untuk sampai ke Jakarta mengalami 7 kali pungutan liar dan resmi. Akibatnya, mengimpor jeruk dari Cina justru menjadi lebih murah. Jadi, dengan minimisasi biaya ini, substitusi impor jeruk dapat semakin diturunkan karena harga jeruk lokal menjadi murah dan lebih diminati masyarakat. Langkah ketiga adalah perbaikan kinerja pemerintah sebagai subsistem penunjang melalui penetapan kebijakan yang lebih memihak pada produsen jeruk. Peranan pemerintah dan pihak-pihak terkait dibutuhkan melalui insentif harga bagi petani yang produksi jeruknya meningkat, penyuluhan teknologi baru yang lebih efektif kepada petani, dan penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk jeruk impor sebagai bentuk proteksi non tarif bagi petani dengan syarat bebas hama dan residu pestisida, serta zat berbahaya lainnya. Kesiapan petani dalam menghadapi ACFTA sangat penting untuk ditingkatkan agar dapat lebih baik dalam melakukan substitusi impor akibat tren impor Jeruk asal Cina yang terus meningkat. Hal ini terlihat dari data perbandingan pangsa impor jeruk Cina sebelum dan setelah EHP meningkat pesat, bahkan mengalahkan Jeruk Mandarin dari negara-negara lainnya. Kebijakan yang berpihak untuk pengembangan produksi jeruk nasional dari pemerintah pusat hingga daerah serta keberpihakan konsumen terhadap jeruk dalam negeri harus diintensifkan. Peran pemerintah mencakup sosialisasi perdagangan bebas kepada petani, pembangunan sarana dan prasarana 79 produksi, pengolahan pasca panen, industri pengolahan, kampanye konsumsi buah jeruk lokal, pemberdayaan diplomasi dan negosiasi dalam Economic Partnership Agreement (EPA), serta penyediaan benih berlabel dengan kualitas baik. RUU Hortikultura yang dirumuskan pemerintah pada tahun 2010 juga harus segera diterapkan agar petani terlindungi dari produk asing. Langkah berikutnya yaitu pengawalan pengembangan riset dan teknologi secara intensif. Pemerintah daerah dan masyarakat harus lebih selektif dalam memilih varietas jeruk yang beragam agar menghasilkan produk jeruk unggulan yang berdaya saing tinggi. Pengawalan teknologi dibutuhkan karena melihat dari data produksi jeruk tahun 2000-2009, penurunan produksi terjadi pada dua tahun terakhir yang menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan kurang efektif terutama dari segi varietas bibit yang dipilih. Program keprokisasi dengan bibit unggul tahan CVPD dapat menjadi salah satu upaya dengan cara menambah luasan penanaman dan pemerataan bibit Jeruk Keprok ini di berbagai daerah dengan ekstensifikasi melalui pemanfaatan lahan terlantar ataupun intensifikasi berupa mengganti komoditas jeruk yang kurang produktif. Kawalan teknologi dibutuhkan agar tanaman jeruk dapat tumbuh optimal, berumur panjang, dan terhindar dari serangan CVPD yang merupakan penyakit yang menjadi momok bagi petani jeruk. Apabila langkah-lagkah ini berhasil dilakukan secara berkesinambungan, maka kinerja sistem agribisnis akan menjadi lebih baik yang terlihat dari peningkatan produksi jeruk di tingkat on farm dengan didukung oleh berbagai subsistem secara simultan dengan efektif dan efisien. 80 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk Indonesia periode Januari 2000 hingga Desember 2009 yang berpengaruh nyata yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk nasional, harga jeruk impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. 2. Perbandingan substitusi antara periode pra dan pasca EHP menjadi sangat tergantung dengan volume impor. Jumlah impor sebelum ACFTA saat tarif impor belum 0 % selama tahun 2000-2004, meningkat dengan pesat setelah diberlakukannya EHP tahun 2005. Pangsa impor Cina pun mengungguli negara pengimpor lainnya selama periode pasca EHP. 3. Implementasi kebijakan dalam meningkatkan produksi jeruk dalam rangka substitusi impor dilakukan dengan perbaikan kinerja sistem agribisnis melalui pembenahan di subsistem hulu yaitu input produksi, subsistem hilir berupa pengolahan pasca panen dan pemasaran, serta subsistem penunjang berupa dukungan pemerintah agar saling mendukung satu sama lain dan secara simultan memengaruhi sistem produksi jeruk di tingkat usahatani, sehingga dapat terus meningkat. 7.2 Saran 1. Kebijakan yang dapat diambil oleh pengambil keputusan guna memenuhi substitusi impor adalah penurunan Harga Pokok Produksi (HPP), membenahi kualitas input produksi dan meningkatkan kinerja pengolahan pasca panen melalui dukungan dana dan subsidi, dan perbaikan kinerja 81 sistem produksi di tingkat usahatani. Laju pertumbuhan dan pangsa impor juga perlu dijadikan sebagai acuan untuk mempersiapkan petani jeruk dalam melakukan upaya substitusi impor agar menutupi volume impor, sehingga kebutuhan jeruk dalam negeri dapat dipenuhi secara mandiri. 2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dimana objek yang diteliti lebih banyak dengan data yang lebih spesifik dan memasukkan variabel lain yang bisa menjelaskan keragaman dalam model secara lebih baik. 82 DAFTAR PUSTAKA Adhani, R. 2010. Analisis: Bagaimana Kita Harus Menghadapi ACFTA?. http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=1266&t ype=4. Diakses: 30 Mei 2010. Amri, A. B. 2009. Impor Jeruk Mandarin Terus Meningkat. http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/18924/Impor-Jeruk-MandarinTerus-Meningkat. Diakses: 6 Februari 2010. Anindita, R. dan M. Reed. 2008. Bisnis dan Perdagangan Internasional. Penerbit Andi, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Survey Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Statistik Harga Konsumen Pedesaan di Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Impor Non-Migas Menurut Negara Asal. http://www.depdag.go.id/index.php?option=statistik&task=detil&it emid=06010210. Diakses: 21 Mei 2010. Badan Pusat Statistik. 2010. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Republik Rakyat Cina 2005-2010. http://www.depdag.go.id/index.php?option=stati stik&task=table&itemid=06010202. Diakses: 21 Mei 2010. Dewitari, M., R. Sai’o, D. A. Ramadhani., Erika, and T. Andriyanto. ASEANCina Free Trade Area (ACFTA) Agreement As An International Regime: The Impact Analysis on ASEAN [paper]. Jakarta: Faculty of Political and Social Science, University of Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Hortikultura. 2008. Angka Kabupaten Tanaman Buahbuahan. Ditjen Bina Hortikultura, Jakarta. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional. 2005. Implementasi Penurunan Tarif Bea Masuk dalam Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Cina. http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/4/ Implikasi_ACFTA20050808105154.doc. Diakses: 31 Mei 2010. Echwan. 2009. Indonesia vs Cina : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam ACFTA 2010. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesiavs-Cina-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-ACFTA/. Diakses: 20 Mei 2010. 83 Prasetya, E. 2010. Industri Substitusi Impor. http://exiaprasetya.wordpress.com/20 10/06/04/industri-substitusi-impor/. Diakses: 15 Februari 2011. Foreign Trade Online Corp. 2009. Harmonized System Codes (HS Code). http:// www.foreign-trade.com/reference/hscode.cfm?cat=9. Diakses: 1 Juni 2010. Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional). Ghalia Indonesia, Jakarta. Hanif, Z. 2010. Jeruk Indonesia Mampu Bersaing. http://zainurihanif.com/2010/1 2/22/jeruk-indonesia-mampu-bersaing/. Diakses: 1 April 2011. Harjakusumah, Y. Z. 2010. Industri Baja dan Besi Indonesia dalam Perdagangan Internasional: Potensi dan Tantangan dalam Implementasi ASEAN Cina Free Trade Agreement (ACFTA)[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hartman, D., I. Sheldon., and L. Tweeten. 1999. Location of vertically Linked Industries Under Free Trade: Case Studies of Orange Juice and Tomato Paste in The Western Hemisphere [paper]. Ohio: Department of Agricultural, Environmental, and Development Economics, Ohio State Unversity. Hutabarat B., et al. 2006. Posisi Indonesia dalam Perundingan Perdagangan Internasional di Bidang Pertanian (Analisis Skenario Modalitas). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Hutabarat B., et al. 2007. Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas IndonesiaCina dan Kerja sama AFTA Serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia [Laporan Akhir]. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Mukhlishina. I, R. Diyanah, dan M.L. Puspita. 2010. Analisis ACFTA (ASEAN Cina Free Trade Agreement) dan Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia [makalah]. Malang: Universitas Negeri Malang. Permadi, A. E. 2007. Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Jeruk di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pracaya. 2002. Jeruk Manis Varietas, Budidaya, dan Pascapanen. Penebar Swadaya, Jakarta. Pusat Data dan Informasi Perdagangan. 2010. Indikator Perekonomian Indonesia. Kementerian Perdagangan, Jakarta. 84 Redaksi Agromedia. 2009. Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Agromedia, Jakarta. Sinar Tani. 2008. Mampukah Jeruk Keprok Menggeser Jeruk Impor?. http://www.sinartani.com/agriwacana/mampukah-jeruk-keprokmenggeserjeruk-impor-1278904985.htm. Diakses: 13 April 2011. Suparta, N. 2002. Penyuluhan Sistem Agribisnis Suatu Pendekatan Holistik. Bali: Universitas Udayana. Supriyanto, A. 2010. Bangkit Menantang Buah Jeruk Impor. http://kalbar.litbang. deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=104:je rukimpor&catid=13:info-aktual&Itemid=93. Diakses: 6 Februari 2011. Supriyanto, E. 2006. Interpolasi Cubic Spline. http://www.infometrik.com/teori/ko mputasi/cubic_spline.pdf. Diakses: 13 April 2011. Syachroni, T. 2010. Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri Manufaktur: Peluang dan Tantangan di Era ACFTA (ASEAN Cina Free Trade Agreement). http:// fit.uii.ac.id/media/ACFTA_pismagroup.pdf. Diakses: 21 Mei 2010. Tim Penulis PS. 2003. Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam. Penebar Swadaya, Jakarta. Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi 3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wikipedia. 2011. Produk Domestik Bruto. http://id.wikipedia.org/wiki/Produk_do mestik_bruto. Diakses: 11 April 2011. 85 LAMPIRAN Lampiran 1 Uraian Kelompok Produk Kode HS 4 Digit yang Mendominasi Ekspor dan Impor Indonesia dan Cina (1996-2003) No. Kode HS 4 Digit Uraian Produk 1 03.03 Ikan beku, tidak termasuk potongan ikan tanpa tulang 2 03.06 Krustasea, berkulit maupun tidak, hidup, segar, dingin, beku, kering, asin, atau dalam air garam 3 05.02 Bulu atau bulu kasar dari babi, babi ternak dan babi hutan; bulu berang-berang dan bulu binatang lainnya yang dapat dibawa sikat 4 07.03 Bawang, bawang merah, bawang putih, bawang bakung/perai, dan sayuran sejenis lainnya segar atau dingin 5 08.03 Pisang, termasuk plantain, segar atau kering 6 08.05 Buah jeruk, segar atau kering 7 08.08 Apel, pir, dan quince, segar 8 10.01 Gandum dan mesin 9 10.04 Oat 10 10.05 Jagung 11 10.06 Beras 12 11.01 Tepung gandum, atau tepung meslin 13 12.01 Kacang kedelai, pecah maupun tidak 14 12.02 Kacang tanah, tidak digongseng atau dimasak secara lain, dikuliti, atau pecah maupun tidak 15 15.07 Minyak kacang kedelai dan fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi tidak di modifikasi secara kimia 16 15.11 Minyak kelapa sawit dan fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi tidak di modifikasi secara kimia 17 15.13 Minyak kelapa (kopra), kernel kelapa sawit atau babassu dan fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi tidak di modifikasi secara kimia 18 15.20 Gliserol, kasar; air gliserol dan larutan alkali gliserol 19 17.01 Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi, dalam bentuk padat 87 20 17.02 Gula lainnya, termasuk laktosa, maltose, glukosa, dan fruktosa murni kimiawi, dalam bentuk padat 21 18.01 Biji kakao, utuh atau pecah, mentah atau digongseng 22 24.01 Tembakau belum dipabrikasi; sisa tembakau 23 25.10 Kalsium fosfat alam, aluminium kalsium fosfat alam dan kapur fosfat 24 25.26 Steatit alam, talc 25 29.02 Hidrokarbon siklik 26 29.05 Alkohol asiklik dan turunan halogenasi, sulfonasi, nitrasi, atau nitrosasinya 27 29.09 Eter, eter-alkohol, eter-fenol, eter-alkohol-fenol, alcohol peroksida, eter peroksida, keton peroksida 28 29.15 Asam monokarboksilat asiklik jenuh dan anhidrida, halida, peroksida, dan asam peroksinya; turunan halogenasi, sulfonasi, nitrasi, atau nitrosasinya 29 29.17 Asam polikarbonat, anhidrida, halida, peroksida, turunan halogenasi, sulfonasi, nitrasi, atau nitrosasinya 30 29.21 Senyawa berfungsi amina 31 29.31 Senyawa organo-anorganik lainnya 32 29.33 Senyawa heterosiklik hanya dengan hetero atom nitrogen 33 29.35 Sulfonamida 34 29.41 Antibiotik 35 31.02 Pupuk mineral atau pupuk kimia, mengandung nitrogen 36 31.03 Pupuk mineral atau kimia, mengandung fosfat 37 31.04 Pupuk mineral atau kimia, mengandung kalium 38 31.05 Pupuk mineral atau kimia, mengandung dua atau tiga unsur penyubur nitrogen, fosfor dan kalium; pupuk lainnya 39 32.04 Bahan pewarna organik sintetis 40 40.01 Karet alam, balata, getah perca, gyayule, chicle, dan getah alam semacam itu, dalam bentuk asal atau pelat, lembaran atau strip 41 40.02 Karet sintetik dan factice diperoleh dari minyak, dalam bentuk asal atau pelat, lembaran atau strip 88 42 40.11 Ban bertekanan, baru, dari karet 43 40.12 Ban bertekanan, bekas atau ditelapaki lagi, dari karet; ban padat atau bantalan, telapak ban, dan penutup ban dari karet 44 41.04 Jangat atau kulit dari hewan jenis lembu (termasuk kerbau) atau hewan jenis kuda yang disamak atau crust, tanpa bulu, dibelah maupun tidak, tetapi tidak diolah lebih lanjut 45 41.06 Jangat atau kulit dari hewan lainnya disamak atau crust, tanpa wol atau bulu, dibelah maupun tidak, tetapi tidak diolah lebih lanjut 46 44.07 Kayu digergaji atau dibelah memanjang diiris atau dikuliti, diketam, diampelas, atau end-jointed maupun tidak, dengan ketebalan melebihi 6 mm 47 44.09 Kayu dibentuk tidak terputus, sepanjang tepi, ujung atau permukaanya, diketam, diampelas, atau end-jointed maupun tidak 48 44.12 Kayu lapis, panel veneer dan kayu dilaminasi semacam itu 49 44.18 Produk pertukangan dan bahan bangunan rumah dari akyu, termasuk kayu seluler, rakitan panel lantai papan, atau sirap dan shake Sumber: Buku tarif bea masuk Indonesia dalam Budiman et al. 2006 Lampiran 2 Gambar Tampilan Kulit Buah Jeruk Lokal dan Mandarin di Indonesia Buah Jeruk Lokal Buah Jeruk Impor 89 Lampiran 3 Sentra Produksi Jeruk Berdasarkan Angka Kabupaten Tanaman Buah-buahan 2008 Tanaman yang sedang menghasilkan TW.terbesar (PHN/RMP) Provinsi Kabupaten Komoditas Total Produksi (Kuintal) N.A.D Sumatera Utara Sumatera Barat Aceh Barat Jeruk Siam/Keprok 90.766 56.447 Karo Jeruk Siam/Keprok 8.937.529 5.347.933 Pasaman Barat Jeruk Siam/Keprok 56.576 75.463 Riau Indragiri Hilir Jeruk Siam/Keprok 79.343 106.762 Jambi Sumatera Selatan Kerinci Ogan Komering Ulu Jeruk Siam/Keprok 127.301 119.396 Jeruk Siam/Keprok 280.737 708.374 Bengkulu Bengkulu Utara Jeruk Siam/Keprok 41.703 42.750 Lampung Ba’ngka Belitung Way Kanan Jeruk Siam/Keprok 130.619 91.664 Bangka Tengah Jeruk Siam/Keprok 44.211 54.292 Jawa Barat Garut Jeruk Siam/Keprok 139.748 143.527 Jawa Tengah DI Yogyakarta Purbalingga Jeruk Siam/Keprok 170.188 115.458 Kulon Progo Jeruk Siam/Keprok 10.091 25.670 Jawa Timur Banten Bali N.T.B Banyuwangi Pandeglang Bangli Lombok Timur Timor Tengah Utara Sambas Kapuas Tanah Laut Berau Bolaang Mongondow Parigi Moutong Luwu Utara Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok 2.350.884 4.455 865.265 23.229 3.027.251 8.625 1.453.613 15.462 Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok Jeruk Siam/Keprok 152.952 1.551.262 45.125 281.819 16.551 184.097 2.394.218 18.342 18.996 21.526 5.299 293.199 179.416 5.530 275.496 296.146 42.980 7.083 29.812 112.386 20.355 34.670 7.581 6.250 N.T.T Kal. Barat Kal. Tengah Kal. Selatan Kal. Timur Sul. Utara Jeruk Siam/Keprok Sul. Tengah Jeruk Siam/Keprok Sul. Selatan Jeruk Siam/Keprok Sul. Tenggara Muna Jeruk Siam/Keprok Gorontalo Pohuwato Jeruk Siam/Keprok Maluku Maluku Tengah Jeruk Siam/Keprok Maluku Utara Maluku Utara Jeruk Siam/Keprok Sumber: Ditjen Bina Hortikultura, 2008 90 Lampiran 4 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Tarif Bea Masuk dalam Rangka EHP MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 355/KMK.01/2004 TENTANG PENETAPAN TARIP BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DALAM RANGKA EARLY HARVEST PACKAGE (EHP) ASEAN-CINA FREE TRADE AREA (FTA) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasinya perjanjian kerjasama ekonomi dalam rangka perdagangan bebas ASEAN-Cina (ASEAN-Cina Free Trade Area) dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004, dipandang perlu untuk menerapkan tarip bea masuk atas impor barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-Cina Free Trade Area; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarip Bea Masuk atas Barang Impor Dalam Rangka Early Harvest Package ASEANCina Free Trade Area; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); 2. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; 91 3. Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Perjanjian ASEAN-China Free Trade Area; 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 230/KMK.04/2004; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003; 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.01/2003 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Impor; 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.01/2003 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN TARIP BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DALAM RANGKA EARLY HARVEST PACKAGE (EHP) ASEANCINA FREE TRADE AREA (FTA). Pasal 1 Menetapkan besarnya tariff bea masuk atas impor barang dari Negara Republik Rakyat Cina dan Negara ASEAN dalam rangka Early Harvest Package ASEANCina Free Trade Area sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini. Pasal 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan sebagai berikut: 1. Diberlakukan berdasarkan asas timbal balik. 2. Tarip Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hanya berlaku terhadap impor barang dari Cina yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form E) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang. 3. Surat Keterangan Asal (Form E) sebagaimana dimaksud dalam butir 1 tidak diperlukan dalam hal tarif bea masuk dalam rangka 92 Early Harvest Package Asean-Cina Free Trade Area lebih besar atau sama dengan tarif bea masuk yang berlaku umum. 4. Importir wajib mencantumkan kode fasilitas Preferensi Tarif dan nomor referensi Form E pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB). 5. Surat Keterangan Asal (Form E) lembar asli dan lembar ketiga wajib disampaikan oleh importir kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di pelabuhan pada saat pengajuan PIB. Pasal 3 Terhadap impor barang yang pemberitahuan impor barangnya telah mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai pelabuhan pemasukan, berlaku Keputusan Menteri Keuangan ini sesuai masa berlakunya tarif bea masuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini. Pasal 4 Direktur Jenderal Bea dan Cukai diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Juli 2004 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd,BOEDIONO Salinan sesuai denagan aslinya; Kepala Biro Umum u.b. Kepala Bagian T.U Departemen Koemoro Warsito, S.H., M.Kn. NIP 0600418 93 No. Urut Import Duty Under the EHP Pos Tarif HS Code Uraian Barang 08.05 Buah jeruk, segar atau kering. Citrus fruit, fresh or dried. 0805.10.00 -Orange : -Oranges : 486 0805.10.00.10 --Segar 487 0805.10.00.20 Description 2004 2005 2006 --Fresh 5 0 0 --Kering --Dried 5 0 0 0805.20.00.00 -Mandarin ( termasuk tangerin dan satsuma ); clementine, wilking dan buah jeruk hibrida semacamnya -Mandarins ( including tangerines and satsumas); clementines, wilkings and similar citrus hybrids 5 0 0 0805.40.00 -Grapefruit : -Grapefruit : 489 0805.40.00.10 --Segar --Fresh 5 0 0 490 0805.40.00.20 --Kering --Dried 5 0 0 491 0805.50.00.00 -Lemon (Citrus lemon, Citrus limonum) dan limau (Citrus aurantifolia, Citrus latifolia) -Lemons ( Citrus limon, Citrus limonum ) and limes (Citrus aurantifolia, Citrus latifolia) 5 0 0 492 0805.90.00.00 -Lain-lain -Other 5 0 0 488 94 Lampiran 5 Tabulasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin Tahun Bulan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar (Rp/US $) 2000 Januari 7.425 Februari 7.505 Maret 7.590 April 7.945 Mei 8.620 Juni 8.735 Juli 9.003 Agustus 8.290 September 8.780 Oktober 9.395 November 9.530 Desember 9.595 Januari 9.450 Februari 9.835 Maret 10.400 April 11.675 Mei 11.058 Juni 11.440 Juli 9.525 Agustus 8.865 September 9.675 2001 Harga Riil Konsumen Jeruk Pedesaan (Rp/Kg) PDB (Ribu Rp/kapita)* 2.160,87 2.126,42 2.105,24 2.117,99 2.085,83 2.078,68 2.053,00 2.119,69 2.152,09 2.088,51 2.057,62 2.035,35 2.013,18 1.974,93 2.003,40 1.996,14 1.970,39 1.960,30 1.991,19 2.013,59 2.050,14 972,022 1.401,526 1.680,829 1.773,452 1.736,256 1.664,725 1.665,749 1.697,290 1.728,715 1.729,479 1.714,941 1.700,548 1.701,803 1.711,012 1.720,539 1.724,481 1.727,525 1.736,090 1.750,308 1.763,824 1.763,995 Produksi Jeruk Nasional (Ribu Ton/bulan)* Harga Rill Jeruk Impor (Rp/kg) 359,203 3204,503 3247,5 3960,16 4234,329 4176,173 4292,922 4981,506 4598,308 4511,927 4787,836 5077,81 5084,942 4820,675 5054,849 5038,866 5192,25 5120,465 6772,957 4499,856 3837,351 4456,144 240,268 156,728 158,185 205,472 245,052 225,964 176,264 126,580 109,270 109,882 115,692 117,025 121,769 140,859 175,477 215,278 240,161 232,700 204,281 168,965 Dummy ACFTA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 95 2002 2003 Oktober 10.435 November 10.430 Desember 10.400 Januari 10.320 Februari 10.189 Maret 9.655 April 9.316 Mei 8.785 Juni 8.730 Juli 9.108 Agustus 8.867 September 9.015 Oktober 9.233 November 8.976 Desember 8.940 Januari 8.876 Februari 8.905 Maret 8.908 April 8.675 Mei 8.279 Juni 8.285 Juli 8.505 Agustus 8.535 September 8.389 Oktober 8.495 2.022,54 2.005,05 2.011,06 1.962,93 1.914,87 1.935,24 1.947,28 1.961,63 1.918,40 1.914,45 1.911,10 1.886,92 1.909,09 1.929,63 1.947,66 1.849,33 1.819,95 1.816,95 1.787,78 1.789,74 1.777,98 1.750,17 1.617,26 1.719,37 1.699,43 1.746,019 1.720,137 1.704,435 1.713,372 1.736,095 1.758,127 1.767,643 1.773,207 1.786,038 1.809,012 1.832,348 1.837,927 1.817,095 1.783,647 1760,846 1.768,669 1.793,840 1.819,800 1.831,575 1.838,241 1.850,460 1.871,409 1.892,012 1.895,707 1.874,724 147,876 137,515 141,448 158,655 185,061 212,007 231,950 249,776 271,487 293,649 308,542 299,014 262,392 214,495 185,624 203,100 250,283 307,555 350,993 388,253 422,690 450,526 466,520 458,300 424,873 4882,678 3838,62 4482,384 4457,374 4970,709 4528,474 4128,831 3680,215 3761,063 3820,024 4137,597 5966,435 5033,207 6329,013 5892,293 6078,323 6714,276 6143,861 6185,226 5253,335 5486,343 5441,965 5295,674 5020,349 4410,528 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 96 2004 2005 November 8.537 Desember 8.465 Januari 8.441 Februari 8.447 Maret 8.587 April 8.661 Mei 9.210 Juni 9.415 Juli 9.168 Agustus 9.328 September 9.710 Oktober 9.090 November 9.018 Desember 9.290 Januari 9.165 Februari 9.260 Maret 9.480 April 9.570 Mei 9.495 Juni 9.713 Juli 9.819 Agustus 10.240 September 10.310 Oktober 10.090 November 10.035 1.692,61 1.704,11 4.151,29 4.184,78 4.098,53 4.082,64 3.984,75 3.972,43 3.925,09 3.944,84 3.890,04 3.960,72 3.918,98 3.876,40 3.662,05 3.653,66 3.660,38 3.576,11 3.535,81 3.485,43 3.440,21 3.480,39 3.612,37 3.494,55 3.514,56 1.841,740 1.818,225 1.823,448 1.845,574 1.870,565 1.884,591 1.894,774 1.908,444 1.928,208 1.948,041 1.957,195 1.949,947 1.934,181 1.922,809 1.927,975 1.942,841 1.959,805 1.972,923 1.986,822 2.007,791 2.036,263 2.066,172 2.085,596 2.088,840 2.084,974 378,115 341,279 348,445 393,400 480,755 576,976 660,682 672,346 589,716 461,195 372,459 393,392 473,257 545,524 552,232 530,929 527,736 574,689 641,687 684,550 663,643 603,331 532,527 490,853 469,210 4247,271 4089,201 3922,718 3671,653 3515,769 2923,046 3145,684 4151,85 3781,169 3170,022 3553,941 3945,74 3806,711 3431,079 524,1433 539,0911 459,1544 452,878 517,7145 581,5166 667,3038 666,8878 519,9714 1125,353 1254,738 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 97 2006 2007 Desember 9.830 Januari 9.395 Februari 9.230 Maret 9.075 April 8.775 Mei 9.220 Juni 9.300 Juli 9.070 Agustus 9.100 September 9.235 Oktober 9.110 November 9.165 Desember 9.020 Januari 9.090 Februari 9.160 Maret 9.118 April 8.828 Mei 8.828 Juni 9.054 Juli 9.186 Agustus 9.410 September 9.137 Oktober 9.103 November 9.376 Desember 9.419 3.526,88 3.500,49 3.492,29 3.393,06 3.381,74 3.358,33 3.353,93 3.231,07 3.274,61 3.335,79 3.385,93 3.450,43 3.372,54 3.244,29 3.238,57 3.152,09 3.207,75 3.260,09 3.062,03 3.221,23 2.948,94 3.286,53 3.342,51 3.432,40 3.371,65 2.089,290 2.115,336 2.154,592 2.196,793 2.234,163 2.273,078 2.322,405 2.380,858 2.438,930 2.476,960 2.480,835 2.463,157 2.442,072 2.435,229 2.433,306 2.426,481 2.409,409 2.389,238 2.377,593 2.375,527 2.371,943 2.345,176 2.290,175 2.226,083 2.188,659 469,206 496,485 552,259 641,770 740,737 831,775 867,975 816,708 708,569 588,435 515,826 475,626 467,363 484,324 523,626 576,144 620,534 655,247 666,516 657,448 643,367 656,471 699,967 743,258 726,753 1087,647 4311,912 4270,789 4527,313 3751,154 3847,937 4125,406 4171,876 4547,969 4044,704 4096,352 4872,71 4881,553 4595,191 4661,972 4853,412 4716,739 4403,364 4163,149 3197,393 2989,275 2729,801 3365,272 3651,367 3571,114 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 98 2008 2009 Januari 9.291 Februari 9.230 Maret 9.217 April 9.234 Mei 9.318 Juni 9.225 Juli 9.118 Agustus 9.153 September 9.378 Oktober 10.995 November 12.151 Desember 10.950 Januari 11.355 Februari 11.980 Maret 11.575 April 10.713 Mei 10.340 Juni 10.225 Juli 9.920 Agustus 10.060 September 9.681 Oktober 9.545 November 9.480 4.129,28 4.111,37 4.117,28 4.142,71 4.113,16 6.258,18 6.227,26 6.248,22 6.292,27 6.348,45 6.317,82 6.383,28 6.771,84 6.776,00 6.849,57 6.866,22 6.876,37 7.004,38 6.997,64 7.028,20 7.083,98 7.145,18 7.059,58 7.199.01 Desember 9.400 Sumber: BPS dan Ditjen Bina Hortikultura (*: Metode Interpolasi), 2000-2009 2.205,170 2.253,491 2.303,007 2.324,333 2.333,394 2.347,344 2.378,716 2.416,620 2.445,543 2.448,264 2.431,687 2.401,007 2.369,522 2.338,685 2.318,049 2.318,367 2.335,461 2.366,352 2.398,683 2.429,253 2.445,486 2.436,592 2.409,754 2.373.944 639,738 536,446 519,990 640,337 819,359 925,785 855,132 686,430 525,497 476,348 485,173 496,360 463,018 417,314 400,136 438,191 503,944 555,681 558,473 536,573 521,018 544,887 593,679 654.933 3351,905 3228,055 3166,364 3129,854 3012,019 2836,922 2501,87 2530,26 2451,283 2922,953 3573,957 3158,928 4517,106 4736,714 4448,63 4012,947 3733,085 3685,024 2978,184 3085,878 2889,114 3049,445 3176,232 3172.757 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 99 Lampiran 6 Substitusi Impor Jeruk Mandarin (Ribu kg) 2000-2009 2000 2004 Januari 5662,706 Februari 2001 Januari 15495,795 3754,498 Februari Maret 3755,287 April Januari 3389,978 Januari 7649,476 8906,103 Februari 4299,215 Februari 8461,076 Maret 10552,463 Maret 3915,155 Maret 7866,445 4749,349 April 8291,557 April 3686,373 April 1004,034 Mei 3926,552 Mei 3453,893 Mei 4076,190 Mei 1256,081 Juni 1805,878 Juni 1080,987 Juni 4284,822 Juni 721,705 Juli 2913,993 Juli 1860,581 Juli 9319,987 Juli 499,157 Agustus 3395,812 Agustus 1926,209 Agustus 4433,422 Agustus 169,200 September 7288,818 September 1449,830 September 3619,044 September 652,370 Oktober 3730,915 Oktober 2662,165 Oktober 1274,780 Oktober 308,153 November 6894,515 November 2568,904 November 3909,526 November 916,088 Desember 11862,501 Desember 4495,976 Desember 8672,908 Desember 3397,991 Januari 9712,196 Januari 5972,694 Januari 16861,802 Januari 12349,434 Februari 3702,237 Februari 7830,002 Februari 8331,736 Februari 13112,670 Maret 10431,773 Maret 10258,754 Maret 13492,415 Maret 17490,420 April 6944,500 April 10185,160 April 10673,836 April 13696,356 Mei 2038,730 Mei 3149,358 Mei 4015,830 Mei 4803,495 Juni 877,554 Juni 1343,102 Juni 1890,320 Juni 2952,526 Juli 1101,733 Juli 931,957 Juli 1198,238 Juli 2085,639 Agustus 1371,310 Agustus 1120,522 Agustus 1432,055 Agustus 2704,162 September 686,873 September 1307,306 September 1377,515 September 1925,911 Oktober 1654,285 Oktober 2969,215 Oktober 771,178 Oktober 1100,721 November 1988,893 November 2054,233 November 2109,309 November 3455,803 Desember 2959,742 Desember 6536,431 Desember 6381,140 Desember 13448,330 2005 2002 2006 2003 2007 100 2008 Januari 20902,777 Februari 2009 Januari 31859,544 11466,941 Februari 20551,927 Maret 13914,008 Maret 42679,906 April 20359,757 April 25783,323 Mei 11735,932 Mei 15098,816 Juni 1936,824 Juni 2153,641 Juli 1707,069 Juli 1338,103 Agustus 1889,538 Agustus 1786,628 September 2216,569 September 2645,941 Oktober 1370,239 Oktober 2406,197 November 3579,495 November 9974,842 Desember 18519,010 Desember Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, 2000-2009 32677,383 101 Lampiran 7 Hasil Regresi double log Model Substitusi Impor dengan Eviews 6 Dependent Variable: LNSIJ Method: Least Squares Date: 06/03/11 Time: 19:30 Sample (adjusted): 2000M02 2009M12 Included observations: 119 after adjustments Convergence achieved after 10 iterations White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, LNPJL LNPDB LNNTR LNHKJ LNHJI DC C AR(1) -1,178011 -7,401002 -3,042880 1,365364 0,765782 2,828943 80,86910 0,629408 0,361157 2,191209 1,294217 0,518093 0,207951 0,576226 19,59042 0,075207 -3,261771 -3,377589 -2,351136 2,635367 3,682518 4,909436 4,127991 8,369061 0,0015 0,0010 0,0205 0,0096 0,0004 0,0000 0,0001 0,0000 R-squared Adjusted R-squared S,E, of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0,649503 0,627400 0,646846 46,44350 -112,8709 29,38479 0,000000 Inverted AR Roots ,63 Mean dependent var S,D, dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter, Durbin-Watson stat 8,233061 1,059692 2,031444 2,218276 2,107310 1,631267 102 Lampiran 8 Hal Pengujian Ekonometrika Uji Multikolinearitas Predictor Constant LNNTR LNHKJ LNPDB LNPJL LNHJI DC Coef 38,46 -0,807 1,0604 -4,012 -1,1162 0,5838 2,1197 SE Coef 11,72 1,164 0,2993 1,261 0,2690 0,1840 0,3865 T 3,28 -0,69 3,54 -3,18 -4,15 3,17 5,48 P 0,001 0,489 0,001 0,002 0,000 0,002 0,000 VIF 1,6 2,8 5,8 3,5 1,9 5,8 Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 1,463114 45,40583 37,78422 Prob, F(35,83) Prob, Chi-Square(35) Prob, Chi-Square(35) 0,0809 0,1119 0,3432 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2,448173 7,577281 Prob, F(3,108) Prob, Chi-Square(3) 0,0676 0,0556 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/03/11 Time: 20:23 Sample: 2000M02 2009M12 Included observations: 119 Presample missing value lagged residuals set to zero, Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, LNPJL LNPDB LNNTR LNHKJ LNHJI DC C AR(1) RESID(-1) RESID(-2) RESID(-3) 0,399059 -1,913003 0,520187 0,040576 0,088587 0,221729 6,208834 -0,267232 0,413896 0,041376 0,056086 0,412572 2,740360 1,448918 0,463081 0,269036 0,675942 23,42969 0,153341 0,163159 0,124453 0,111528 0,967247 -0,698084 0,359018 0,087623 0,329276 0,328029 0,264999 -1,742728 2,536768 0,332458 0,502890 0,3356 0,4866 0,7203 0,9303 0,7426 0,7435 0,7915 0,0842 0,0126 0,7402 0,6161 R-squared Adjusted R-squared S,E, of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0,063675 -0,023022 0,634547 43,48623 -108,9563 0,734452 0,690602 Mean dependent var S,D, dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter, Durbin-Watson stat 1,05E-11 0,627367 2,016072 2,272966 2,120388 2,004837 103 Uji Normalitas 104 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Raisa yang lahir pada tanggal 15 Desember 1989. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Teti Setiawati dan Yaudin Arachman B,E. Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan baik, dari mulai Taman Kanak-kanak, menamatkan sekolah dasar di SDN Pengadilan 2 Bogor pada tahun 2001, menyelesaikan sekolah menengah pertama SMP Negeri 4 Bogor tahun 2004, hingga menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 7 Bogor pada tahun 2007. Pada tahun 2007 ini, penulis juga mendapatkan Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) untuk jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, sehingga selepas SMA penulis langsung memasuki jenjang Strata 1 (S1). Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan baik di luar departemen, seperti menjadi panitia penyambutan mahasiswa baru untuk mahasiswa baru, maupun di dalam departemen seperti panitia masa perkenalan fakultas dan departemen, acara-acara himpunan profesi REESA, dan lain sebagainya. Penulis juga mendapatkan beasiswa selama 4 tahun masa pendidikan dari IPB yang berasal dari Perhimpunan Orangtua Mahasiswa (POM) dan Pertamina Foundation hingga lulus. 105