membangun sikap sebagai langkah prioritas dalam dunia pendidikan

advertisement
51
MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS
DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Musaheri
(Dosen dan Ketua STKIP PGRI Sumenep)
Abstract
Education is not only required to develop mastery and depth of knowledge, skills and cultivate
emotional intelligence, but also necessary to invest worth attitude and responsibility. The
education world if its based on the changes of curriculum 2013 must prioritize the formation
of attitudes. Therefore, a good and right attitude will give birth values to simplify in controling
knowledge and skills formation. Thus, build the right attitude formation has been duly
delegated to education worlds which are more responsible in building human character and
able to respond to the challenges of life. In this paper will be parsed how to configurate of
individual attitudes formation in the educational perspective.
Keyword: Attitudes, Values, Education, Students
A. Pendahuluan
Perubahan kurikulum 2013 menempatkan
pembentukan sikap sebagai skala prioritas.
Fenomena selama ini menunjukkan penguasaan dan kedalaman pengetahuan,
pembentukan keterampilan, ternyata tidak
menjamin terbentuknya sikap benar yang
berujung pada perilaku dan tindakan yang
kering akan nilai. Sikap yang tepat dalam
mengembangkan diri melalui pencarian
pengetahuan, membangun keterampilan,
mengikuti dan melakukan perubahan, pemecahan sejumlah masalah dan sikap
bertanggung jawab dalam mengemban
kepercayaan, sangat mendasar untuk dibangun dalam pendidikan.
Sikap yang tepat akan melahirkan nilai,
lebih mempermudah dalam pembentukan
keterampilan dan pengusaan pengetahuan.
Kegagalan dunia pendidikan yang berkontribusi terhadap kondisi carut marutnya
keadaan hampir semua lini kehidupan, sebagai
akibat dari krisisnya pembentukan sikap yang
belum mendapatkan perhatian utama melalui
pendidikan.
Pembentukan sikap kepada peserta didik
perlu mendapatkan perhatian serius. Dunia
pendidikan yang diberi tanggung jawab untuk
membangun manusia masa depan; manusia
yang memiliki karakter yang mampu merespon
berbagai tantangan, memenuhi tuntutan,
cakap dan tepat dalam memecahkan serangkaian kompleks masalah yang dihadapi;
dan pilar utamanya adalah pembentukan sikap
yang tepat dari peserta didik.
B. Pengertian, Ciri dan Fungsi Sikap
Definisi sikap telah banyak dirumuskan
oleh ahli-ahli bidang psikologi atau pakar
ilmuwan studi sosial. Mewakili dari para pakar
yang telah mendefinisikan dan mencirikan
sikap, ada beberapa definisi dan ciri-ciri sikap
yang dipandang penting untuk dipaparkan
dalam tulisan ini.
Mar’at (1981) mendefiniskan sikap adalah
kesiapan, kesediaan untuk bertindak dan
bukan pelaksana motif tertentu. Sikap
dipandang sebagai bentuk kesiapan individu
yang dapat melahirkan suatu tindakan.
Nercomb (dalam Mar’at, 1981) menjelaskan lebih tegas bahwa, sikap merupakan suatu
kesatuan kognisi yang berawal dari dorongan,
motivasi baik internal maupun eksternal dan
berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas. Hal
ini dapat dilihat pada bagan hubungan antara
nilai, sikap, motif dan dorongan dapat
dideskripsikan dalam bentuk skematik sebagai
berikut:
Volume 4, Nomor 1, Januari 2013
52
MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS
NILAI
SIKAP
MOTIVASI
DORONGAN
sasaran/tujuan yang bernilai terhadap berbagai pola sikap dapat
diorganisir.
Kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku bermotivasi.
Kesiapan ditunjukkan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah
laku bermotivasi.
Keadaan organisme yang
kearah aktifitas umum
menginisiasikan
kecenderungan
Elmubarok (2009) dengan mengutip
beberapa pendapat memberikan definisi
bahwa, sikap merupakan sebagai kesediaan
yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu. Hal ni juga ditegaskan oleh
Berkman dan Gilson (1981) yang mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu yang berupa
kecenderungan (inclination) terhadap berbagai
elemin di luar dirinya.
Pengertian tersebut senada dengan Allfort
(dalam Assael, 1984) yang mendefinisikan
sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang
dipelajari untuk merespon objek tertentu
secara konsisten mengarah pada arah yang
mendukung (faforable) atau menolak
(infavorable). Hawkins Dkk (1986) menyebutkan, sikap adalah pengorganisasian secara
ajeg dan bertahan (enduring) atas motif,
keadaan emosional, persepsi dan prosesproses kognitif untuk memberikan respon
terhadap dunia luar.
Secord and Bacman (dalam Elmubarok,
2009) membagi sikap menjadi tiga komponen
yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Komponen kognitif, adalah komponen
yang terdiri dari pengetahuan. Dengan
pengetahuan inilah yang kemudian akan
membentuk keyakinan dan pen-dapat
tertentu tentang objek sikap.
2. Komponen afektif, adalah komponen
yang berhubungan dengan perasaan
senang atau tidak senang, sehingga
bersifat evaluative. Komponen ini erat
hubungannya dengan sistem nilai yang
dianut pemilik sikap.
3. Komponen konatif, adalah komponen
sikap yang berupa kesipan seseorang
untuk berprilaku yang berhubungan
dengan objek sikap.
Jurnal Pelopor Pendidikan
Assael dan Hawkins (dalam Azwar, 2010)
menjelaskan bahwa sikap memiliki beberapa
karakteristik antara lain: arah intensitas,
keluasan, konsistensi dan spontanitas.
Karakteristik arah menunjukkan bahwa sikap
dapat mengarah pada persetujuan atau
tidaknya individu, mendukung atau menolak
terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas
menunjukkan bahwa, sikap memiliki derajat
kekuatan yang pada setiap individu bisa
berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan
sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya
aspek dari objek sikap. Karakteristik spontanitas mengindikasikan sejauh mana kesiapan
individu dalam merespon/ menyatakan
berbagai sikapnya secara spontan.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan
tersebut, sikap berarti suatu bentuk evaluasi
perasaan dan kecendrungan potensial untuk
bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara
komponen kognitif, afektif dan konatif yang
saling bereaksi dalam memahami, merasakan
dan berprilaku terhadap suatu objek. Sikap
adalah penjelmaan dari paradigma yang akan
melahirkan nilai-nilai yang dianut sesorang.
Dari sikaplah orang bisa menetukan kualitas
nilai perilaku seseorang. Sikap ternyata dapat
berubah dan berkembang karena hasil dari
proses belajar, proses sosialisasi, arus
informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya
pengalaman-pengalaman baru yang dialami
individu (Davidoff, 1991).
Katz (dalam Azwar, 2010) menyebutkan
fungsi sikap ada empat, yaitu:
1. Fungsi penyesuaian atau fungsi
manfaat yang menunjukkan bahwa
individu dengan sikapnya berusaha
untuk memaksimalkan hal-hal yang
diinginkannya dan menghindari hal-hal
yang tidak diinginkannya. Individu akan
membentuk sikap positif terhadap halhal yang dirasakan akan mendatangkan
keuntungan dan membentuk sikap
negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.
2. Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk
Musaheri
menghindarkan diri serta melindungi
dari hal-hal yang mengancam egonya
atau apabila ia mengetahui fakta yang
tidak mengenakkan, maka sikap dapat
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya
dari kepahitan kenyataan tersebut.
3. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan
keinginan individu untuk memperoleh
kepuasan dalam menyatakan sesuatu
nilai yang dianutnya sesuai dengan
penilaian pribadi dan konsep dirinya.
4. Fungsi pengetahuan menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari
penalaran dan mengorganisasikan
pengalamannya.
C. Pembentukan Sikap
Sikap tidak timbul dan terbentuk tiba-tiba.
Akan tetapi, sikap terbentuk melalui proses
yang kompleks, saling berkaitan. Seseorang
individu tidak dilahirkan dengan sikap dan
pandangannya, melainkan sikap tersebut
terbentuk sepanjang perkembangannya,
dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi
membentuk pola sikap tertentu terhadap
berbagai objek psikologis yang dihadapinya
(Azwar,2010).
Lebih lanjut dinyatakan, bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan
lembaga agama serta faktor emosi dalam diri
seorang individu. Faktor-faktor tersebut saling
mengisi mempengaruhi pola pembentukan
sikap individu. Untuk lebih memperjelas,
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
pembentukan sikap dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi ikut membentuk
dan mempengaruhi penghayatan terhadap
stimulus sosial. Respon individual akan
menjadi salah-satu dasar terbentuknya
sikap. Pengalaman yang berkaitan dengan
objek psikologis membentuk tanggapan
dan penghayatan individu. Penghayatan
itu akan membentuk sikap positif ataukah
sikap negatif, akan tergantung pada
berbagai faktor lain. Middlebrook (1974)
mengatakan bahwa tidak adanya
pengalaman sama sekali dengan suatu
objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tersebut.
Pembentukan kesan atau tanggapan
terhadap objek merupakan proses
kompleks dalam diri individu yang
melibatkan individu yang bersangkutan,
situasi tanggapan itu terbentuk, dan
atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki
oleh stimulus. Untuk dapat menjadi dasar
pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
Karena itu sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. Dalam
situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih
mendalam dan lebih lama berbekas.
Pengalaman tunggal jarang sekali
dapat menjadi dasar pembentukan sikap.
Individu sebagai orang yang menerima
pengalaman, orang yang melakukan
tanggapan atau penghayatan, tidak
melepaskan pengalaman yang sedang
dialaminya dari pengalaman-pengalaman
lain yang terdahulu. Individu bereaksi
terhadap pengalaman saat ini jarang lepas
dari penghayatannya terhadap pengalaman-pengalaman masa lalu.
2. Orang Lain yang Dianggap Penting
Orang lain yang dianggap penting
merupakan salah-satu di antara komponen
sosial yang ikut mempengaruhi sikap
peserta didik. Seseorang yang dianggap
penting, seseorang yang diharapkan
persetujuannya bagi setiap gerak tingkah
dan pendapatnya, seseorang yang tidak
ingin dikecewakan, atau seseorang yang
Volume 4, Nomor 1, Januari 2013
53
54
MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS
berarti khusus baginya (significant others),
akan banyak mempengaruhi pembentukan
sikap perserta didik terhadap sesuatu. Di
antara orang yang dianggap penting bagi
individu adalah orang tua, orang yang
status sosialnya lebih tinggi, teman
sebaya, teman dekat, guru, teman kerja,
isteri atau suami, dan lain-lain.
Individu pada umumnya cenderung
untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi
dan keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yang dianggap penting.
Pada masa anak-anak dan remaja, orang
tua biasanya menjadi figur yang paling
berarti bagi anak. Interaksi antara anak
dan orang tua merupakan determinan
utama sikap anak.
Sikap orangtua dan sikap anak
cenderung untuk sama sepanjang hidup
(Middlebrook, 1974). Namun, apabila
dibandingkan dengan pengaruh teman
sebaya, pengaruh sikap orang tua jarang
menang. Hal itu terutama benar pada
anak-anak remaja di sekolah menengah
dan di perguruan tinggi. Seorang anak
yang belum kritis mengenai sesuatu hal,
akan cenderung mengambil sikap serupa
dengan sikap orang tuanya karena adanya
proses imitasi atau peniruan terhadap
model yang dianggapnya penting, yakni
orangtuanya sendiri. Akan tetapi, apabila
terjadi pertentangan antara sikap orang
tua dan sikap teman-teman sebaya dalam
kelompok anak tertentu, maka anak
tersebut akan cenderung untuk mengambil
sikap yang sesuai dengan sikap kelompok.
Bagi seorang anak, persetujuan atau
kesesuaian sikap sendiri dengan sikap
kelompok sebaya adalah sangat penting
untuk menjaga status afiliasinya dengan
teman-teman, untuk menjaga agar ia tidak
dianggap asing dan lalu dikucilkan oleh
kelompok. Ketidaksesuaian dengan sikap
orangtua menjadi berkurang pentingnya
Jurnal Pelopor Pendidikan
dan bahkan ketidaksesuaian itu dapat
dianggapnya sebagai suatu bentuk
independensi atau kemandirian yang
dapat dibanggakannya.
Ilustrasi mengenai pembentukan sikap
yang dikarenakan pengaruh orang yang
dianggap penting oleh individu antara lain
dapat dilihat pula pada situasi hubungan
atasan-bawahan. Sangatlah umum terjadi
bahwa sikap atasan terhadap suatu
masalah diterima dan dianut oleh
bawahan tanpa landasan afektif maupun
kognitif yang relevan dengan objek
sikapnya. Seringkali keserupaan sikap
demikian semata-mata didasari oleh
kepercayaan yang mendalam kepada
atasan, atau oleh pengalaman bahwa
atasan selalu dapat berpendapat atau
bersikap yang tepat dalam segala situasi.
Apabila terjadi kebimbangan dalam
bersikap, maka peniruan sikap atasan
merupakan jalan yang dianggap terbaik.
Kadang-kadang pula, peniruan sikap
atasan itu terjadi tanpa disadari oleh
individu dan dibentuk oleh kharisma atau
oleh otoritas atasan.
3. Kebudayaan
Sikap individu ditentukan pula oleh
kebudayaan. Hasil cipta, rasa, karsa
manusia memberi pengaruh kepada sikap
peserta didik. Kebudayaan tempat peserta
didik berada menentukan terhadap
sikapnya. Peserta didik yang hidup dalam
budaya yang mempunyai norma longgar
bagi pergaulan heteroseksual, sangat
mungkin akan mempunyai sikap yang
mendukung terhadap masalah kebebasan
pergaulan heteroseksual. Apabila mereka
hidup dalam budaya sosial yang sangat
mengutamakan kehidupan berkelompok,
maka sangat mungkin akan mempunyai
sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan
perorangan.
Burrhus Frederic Skinner sangat
menekankan pengaruh lingkungan
Musaheri
(termasuk kebudayaan) dalam membentuk
pribadi seseorang. Kepribadian, katanya,
tidak lain dari pola perilaku yang konsisten
yang menggambarkan adanya penguatan
yang dialami (Hergenhahn, 1982). Peserta
didik akan memiliki pola sikap dan perilaku
tertentu karena mendapat penguatan,
ganjaran dari masyarakat untuk sikap dan
perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan
perilaku yang lain.
Kebudayaan telah menanamkan garis
pengarah sikap peserta didik terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah
mewamai sikap anggota masyarakatnya,
karena kebudayaan pulalah yang memberi
corak pengalaman individu yang menjadi
anggota kelompok masyarakat asuhannya.
Hanya kepribadian individu yang telah
mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.
4. Media Massa
Media massa ( televisi, radio, surat
kabar, majalah, dll) mempunyai pengaruh
tidak kecil dalam pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya, media massa membawa pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Informasi
baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya
sikap tertentu. Pesan-pesan sugestif yang
dibawa oleh informasi tersebut, apabila
cukup kuat, akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu.
Meskipun pengaruh media massa
tidaklah sebesar pengaruh interaksi
individual secara langsung, peranan
media massa dalam proses pembentukan
dan perubahan sikap tidak kecil artinya.
Bentuk informasi dalam media massa akan
memberi pengaruh nyata kepada yang
mendengar, melihat, dan membacanya.
Bentuk informasi media massa yang
campur aduk, tidak saja mengandung
pendidikan, hiburan, pengetahuan, tetapi
yang justru mendominasi akhir-akhir ini
terutama televisi yang menayangkan
aneka hiburan yang kering nilai, tontonan
yang bernuansa kekerasan, memberi
dampak yang mengerikan kepada peserta
didik.
Dalam pemberitaan di surat kabar
maupun di radio atau media komunikasi
lainnya, berita-berita faktual yang seharusnya disampaikan secara objektif
seringkali dimasuki unsur subjektivitas
penulis berita, baik secara sengaja
maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau
pendengarnya, sehingga dengan hanya
menerima berita-berita yang sudah
dimasuki unsur subjektif itu, terbentuklah
sikap yang juga penuh subyektif tertentu.
Paul Johnson, sejarawan Amerika
Serikat, Pernah mengingatkan, bahwa
media massa memiliki tujuh dosa yang
mematikan, antara lain dramatisasi fakta
palsu, mengganggu kehidupan pribadi,
distorsi informasi, ekploitasi seks, dan
meracuni pikiran anak-anak. Keadaan
semacam ini sungguh tidak akan menguntungkan dalam pembentukan sikap
positif peserta didik (Mulyono, Kompas,
Mei 2013).
5. Lembaga Pendidikan dan
Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga
agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap
individu. Keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman baik dan buruk, garis
pemisah antara sesuatu yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat keagamaan
serta ajaran-ajarannya.
Konsep moral dan ajaran agama
sangat menentukan sistem kepercayaan
maka tidaklah mengherankan kalau pada
Volume 4, Nomor 1, Januari 2013
55
56
MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS
gilirannya kemudian konsep tersebut ikut
berperanan dalam menentukan sikap
individu terhadap sesuatu hal. Apabila
terdapat suatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari
informasi lain untuk memperkuat posisi
sikapnya atau mungkin juga orang tersebut
tidak mengambil sikap memihak. Dalam
hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh
dari lembaga pendidikan atau dari agama
seringkali menjadi determinan tunggal
yang menentukan sikap.
6. Faktor Emosional
Faktor emosi berpengaruh pada sikap
individu. Sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi
seseorang. Suatu bentuk sikap juga
merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap
demikian merupakan sikap yang sementara
dan segera berlalu begitu frustasi telah
hilang akan tetapi dapat pula merupakan
sikap yang Iebih persisten dan bertahan
lama.
Bentuk sikap yang didasari oleh faktor
emosional salah satu contohnya adalah
prasangka (prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak
toleran, tidak fair, terhadap sekelompok
orang (Harding, Prosbansky, Kutner, &
Chein, 1969; dalam Wrightsman & Deaux,
1981). Prasangka merupakan bentuk sikap
negatif yang didasari oleh kelainan
kepribadian pada orang-orang yang sangat
frustasi.
D. Enam Pilar Prioritas Sikap
Prioritas pembentukan sikap diharapkan
menumbuhkan karakter utama peserta didik
sebagai subjek belajar. Sikap hormat, adil,
jujur, peduli dan kemauan berbagi, percaya,
kesadaran berwarganegara dan sikap
bertanggung jawab, maha penting untuk
dibangun kepada peserta didik oleh siapapun,
Jurnal Pelopor Pendidikan
dimanapun dan kapan pun. Guru dan orang
tua memiliki tugas dan tanggung jawab besar
untuk mewujudkannya. Menurut Mu’in (2011),
enam sikap utama yang sangat mendasar
untuk dibentuk melalui pendidikan kepada
peserta didik meliputi:
1. Sikap Penghormatan
Esensi penghormatan (respect) adalah
sikap penghormatan secara serius kepada
orang lain dan diri sendiri. Ada unsur rasa
kagum dan bangga, dengan memperlakukan orang lain secara hormat, berarti
membiarkan mereka mengetahui bahwa
mereka aman, bahagia, dan penting
karena posisi dan perannya sebagai
manusia di hadapan pihak lain.
Rasa hormat ditunjukkan dengan sikap
sopan dan membalas dengan kebaikhatian,
baik berupa sikap maupun pemberian.
Rasa hormat juga berarti bersikap toleran,
terbuka, dan menerima perbedaan sekaligus menghormati otonomi orang lain.
Individu pada dasarnya penting (untuk
dihormati) dan pada dasarnya tiap manusia
memiliki tujuan moral, menghindari
memperlakukan orang lain sebagai sarana
untuk memperoleh kesenangan diri;
menjauhi untuk mendapatkan kehormatan
dari memperalat dan mengekploitasi orang
lain. Respek atau penghormatan bukanlah
sesuatu hal yang diminta, melainkan
diberikan.
Rasa hormat dan respek itu ditandai
beberapa karakteristik meliputi: sikap
menghormati orang lain dan menerima
orang lain yang berbeda, terbuka terhadap
hal hal baru, kemandirian, ketidaktergantungan, sikap untuk tidak mencampuri urusan orang lain, dan tidak
memaksa orang lain, memberi kesempatan untuk melakukan kesibukan dalam
kaitannya dengan urusan orang lain, nonkekerasan berupa kekerasan fisik maupun
non-fisik atau psikologis yang berupa
umpatan kata-kata yang menunjukkan
rasa tidak suka, membenci, dan mengintimidasi atau melemahkan mental,
Musaheri
memberikan rasa hormat pada orang yang
berjasa, sikap sopan yang ditunjukkan
untuk memberikan rasa hormat, sikap
perhatian atau memberikan perhatian
pada hal atau orang yang dihormati.
2. Sikap Kepercayaan
Sikap percaya mempercayai sangat
penting untuk dibentuk kepada peserta
didik, Kerjasama antarindividu akan
membentuk kekuatan dan mencapai
keberhasilan bila dilandasi oleh sikap
saling percaya. Banyak orang meminta dan
mengejar suatu kepercayaan, dan semakin
langka yang dapat dipercaya ketika diberi
suatu kepercayaan. Situasi ini akan saling
merugikan karena yang terjadi banyak
yang melakukan penghianatan atas
kepercayaan yang diberikan.
Sikap kepercayaan ditandai dengan
adanya integritas —konsisten dalam
pikiran, kata-kata dan perbuatan, satunya
kata dan perbuatan, kejujuran, benar
sesuai dengan kenyataannya, menepati
janji, melakukan yang pernah dikatakan,
dan adanya kesetiaan dengan menjaga
hubungan baik, menerima hal-hal yang
positif untuk terjalinnya hubungan dan
menjauhi sikap ketergantungan.
Sikap kepercayaan ditumbuhkan
dengan jalan menanamkan kepercayaan
pada diri sendiri peserta didik. Peserta
didik untuk terus digali potensinya,
dikembangkan, diberdayakan, diberi
kepercayaan, dioptimalkan kelebihannya,
dan sambil dipahamkan kekurangan
dirinya dan secara bertahap untuk dikurangi dan akhirnya tiada kekurangan
berarti pada dirinya.
Melatih peserta didik untuk bisa
mempercayai orang lain sangat penting.
Kelebihan dan prestasi orang lain mampu
dihormati, tidak membesarkan kekurangan
orang, serta mau belajar dari kekurangan
diri dan kelebihan orang. Dengan kata lain,
diri selalu melakukan introspeksi untuk
mencapai sikap yang baik.
3. Sikap Adil dan Berkeadilan
Sikap adil dan berkeadilan juga harus
ditanamkan kepada peserta didik. Fakta
mengindikasikan, lebih banyak orang
berbuat tidak adil termasuk terhadap
dirinya, dan semakin banyak berbuat tidak
adil kepada orang lain. Lingkungan sosial
juga banyak mempertontonkan ketidakadilan situasi dan situasi kondisi tersebut
harus secepatnya untuk diakhiri, setidaknya agar tidak semakin membesar di masa
datang.
Sikap adil dan berkeadilan ditandai
dengan memperlakukan dan memberikan
hak-hak orang lain secara sama, memberikan penghargaan secara layak sesuai
dengan prestasinya, memberikan sanksi
yang tegas bagi yang bersalah, membuat
keputusan berdasarkan data, fakta, dan
mengacu pada peraturan perundangan
yang berlaku. Memandang orang setara,
setara dalam kehidupan sosial dan dalam
bentuk pemanfaatan kekayaan alam juga
merupakan bagian dari sikap adil dan
berkeadilan .
Membangun sikap adil dan berkeadilan
menuntut guru untuk selalu bersikap adil
dan berkeadilan bagi perserta didiknya.
Peserta didik perlu pula diberi pemahaman
mengenai hak-hak yang harus diterima dan
harus diberikan dalam banyak situasi dan
kondisi. Alam bawah sadarnya dibangun,
bahwa posisi manusia adalah sama
kedudukannya dan yang membedakan
hanyalah tanggung jawabnya.
4. Sikap Peduli
Kepedulian adalah perekat penting
antarhubungan individu dalam komunitas
sosial. Kepedulian adalah sifat yang
membuat pelakunya merasakan yang
dirasakan orang lain, mengetahui rasanya
jadi orang lain, ditujukan dengan tindakan
memberi atau terlibat dengan orang lain.
Sikap peduli merupakan sikap yang selalu
memberikan yang terbaik pada orang lain,
serta mampu menghargai yang lain.
Volume 4, Nomor 1, Januari 2013
57
58
MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS
Kepedulian menyamai kebaikhatian
karena melihat penderitaan dan perasaan
berharap agar penderitaan orang lain
berkurang. Kebaik-hatian ini bukan hanya
mendorong tindakan memberi atau
menyumbangkan sesuatu yang dibutuhkan
atau berguna bagi orang lain yang
menderita –yang sering disebut kedermawanan dengan memberikan benda–
melainkan juga akan memunculkan
tindakan melibatkan diri dan terjun
langsung untuk melakukan tindakan.
Sikap peduli adalah rasa solidaritas. Ia
merupakan integrasi atau tingkat integrasi, yang ditunjukkan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan orang lain.
Ia mengacu pada ikatan sosial. Solidaritas
muncul dari perasaan bahwa orang lain
atau kelompok lain adalah bagian darinya
dan ketika mereka merasa susah merasa
harus berbagi dengan mereka.
Solidaritas lahir dari kerja dan keterlibatan. Untuk menumbuhkan sikap
peduli perserta didik diberikan penyadaran
terhadap pentingnya untuk selalu membantu orang lain, melihat orang lain yang
menderita dan kurang beruntung, dan
disadarkan untuk selalu mensyukuri nikmat
yang diberikan melebihi orang lain. Selalu
diberi pemahaman, bahwa memberi baik
materi maupun nonmateri tidak akan
pernah mengurangi, tetapi justru menambah kekayaan, kesejahteraan dan
kebarokahan.
5. Sikap Bertanggung jawab
Bertanggung jawab harus ditingkatkan, ditumbuhkan dan dikembangkan
kepada peserta didik melalui pendidikan
dengan sentuhan guru dan didukung penuh
orang tua, Sikap bertanggung jawab harus
dibentuk secara dini dan berkelanjutan
dengan jalan memberikan latihan pekerjaan untuk dilaksanakan, memantau hasilnya, memberikan contoh dan penghargaan
bagi peserta didik yang telah melakukan
tanggung jawabnya dengan baik.
Jurnal Pelopor Pendidikan
Sikap bertanggung jawab ditandai
dengan mengembangkan keataatan pada
hukum dan peraturan, berkomitmen
kepada kesepakatan, memenuhi janji,
melakukan kerja sesuai kontrak, menjaga
hubungan baik secara harmonis dan
produktif. Pandangan positif kedepan,
bijaksana, masuk akal, tepat waktu,
mandiri, tekun dan rajin, memotivasi diri
serta upaya terhadap pencapaian tujuan
dilakukan secara optimal merupakan
karakteristik dari peserta didik yang
bertanggung jawab.
Sikap bertanggung jawab ini tidak
hanya menguntungkan terhadap dirinya
sendiri, tetapi juga akan memberi makna
pada konteks sosialnya. Situasi dan kondisi
sosialnya berada dalam kemajuan dan
peningkatan. Keadaan ini sungguh diperlukan dalam perjalanan diri dan
masyarakatnya untuk mencapai cita-cita
bersama yang lebih baik.
6. Sikap Kesadaran dan Sikap Berwarga
Negara
Peserta didik sebagai warganegara
dan diharapkan menjadi warganegara
yang baik. Warganegara yang baik adalah
warganegara yang mengetahui dan
memahami hak asasi warganegara,
kewajiban asasi warganegara; dan yang
sangat penting melaksanakan kewajiban
asasi sebagai warganegara, memiliki jiwa
nasionalisme, nilai juang 1945 sepanjang
masa dengan tidak terpengaruh hirok pikok
globalisasi.
Nilai-nilai sipil harus diajarkan kepada
individu-indiviu peserta didik sebagai
warga Negara yang memiliki hak sama
dengan warga lainnya. Nilai-nilai ini harus
dijaga agar suatu masyarakat dalam
sebuah Negara tidak terjadi tindakan yang
melanggar hak-hak (terutama hak asasi)
warga Negara lainnya. Nila-nilai sipil
adalah hal yang sangat penting yang harus
dimiliki oleh warga Negara dalam sebuah
Negara modern yang diatur oleh ke-
Musaheri
sepakatan konstitusi dan tidak didasarkan
pada kehendak segelintir orang.
Nilai-nilai sipil mengacu pada tindakan
yang diinginkan dan layak dipuji, tetapi
bukan merupakan mandata moral. Prinsip
kewarganegaraan adalah tugas (kewajiban), hak, tindakan, dan tanggung jawab
seluruh warga Negara.
Tugas-tugas sipil adalah kewajiban
mewujudkan terciptanya kesejahteraan
publik. Ia mengacu pada kewajiban etis,
standar bagi dilaksanakannya pembangunan kebutuhan minimal bagi
kewarganegaraan yang beretika. Setiap
warga Negara harus memainkan aturan,
mematuhi undang-undang, mem-bayar
pajak, berpartisipasi dalam proses
demokrasi dengan menyalurkan suara
dalam pemilihan, melaporkan terjadinya
kejahatan, mau menjadi saksi atas
kejahatan yang ada.
Karakter yang diperlukan untuk membangun kesadaran berwarga Negara ini
meliputi berbagai tindakan dalam mewujudkan terciptanya masyarakat sipil
yang menghormati hak-hak individu. Hak
untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan mendasarnya (makanan, perumahan,
kesehatan, pendidikan, dan lain-lain); hak
untuk memeluk agama dan keyakinannya
masing-masing tanpa paksaan; hak untuk
mendapatkan informasi dan mengeluarkan
informasi atau menyatakan pendapat dan
pikiran; dan hak politik termasuk memilih
partai politik, mendirikan organisasi sosial
politik tanpa diskriminasi ideologi politik.
E. Penutup
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat
dinyatakan bahwa sikap merupakan satu
bentuk yang dimiliki individu dan mampu
memberikan nilai. Selain itu, sikap individu
tidak serta merta tumbuh dengan sendirinya,
melainkan dipengaruhi banyak faktor di luar
dirinya.
Untuk menyikapi pembentukan sikap,
sebagai kunci utama diperlukan adalah
langkah bersama untuk menumbuhkan sikap
konstruktif. Sikap yang bermakna tidak akan
bisa hanya ditangani oleh dunia pendidikan,
khususnya pendidikan formal. Semua elemen
mulai dari pemerintah, masyarakat, organisasi
keagamaan, media massa, birokrat harus satu
kata, satu sikap dan satu tindakan untuk ikut
membentuk sikap positif peserta didik.
Elemen mendasar dalam membentuk sikap
peserta didik adalah guru dan kedua orang tua.
Guru yang didukung orang tua melalui kegiatan
pembimbingan, pengarahan, pelatihan harus
mengutamakan pengenalan sikap yang benar
dalam segala situasi, menunjukkan sikap yang
keliru dalam merespon lingkungan, serta yang
terpenting memperagakan dan melatih
berbagai sikap yang positif dari segala situasi
dan kondisi.
Sambil lalu memotivasi supaya mampu
menyikapi fenomena dalam segala keadaan,
memberikan ketauladanan sikap positif
dihadapan peserta didik, mengevaluasi dan
menyempurnakannya secara terus menerus
sikap yang ditunjukkan peserta didik. Perlu
juga diberi pemahaman akibat-akibat yang
ditimbulkan sebagai konsekuensi dari sikap
positif dan sikap konstruktif peserta didik dan
perlunya diberi penghargaan yang layak.[]
Daftar Pustaka:
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia: Teori dan
Pengukurannya, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2010.
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan
Nilai: Mengumpulkan yang Terserak
Menyambung yang Terputus dan
Menyatukan yang Tercerai, Alfabeta,
Bandung, 2009.
Ignatius Haryanto, “Arya Wiguna, Eyang
Subur, dan Youtube”, Kompas, Jakarta, 10
Mei 2013
Mar’at, Sikap Manusia Perubahan serta
Pengukurannya, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1981.
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi
Teoretik dan Praktik, Ar-Ruz Media,
Yogyakarta, 2011.
Volume 4, Nomor 1, Januari 2013
59
60
MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS
Kegagalan dunia pendidikan yang berkontribusi
terhadap kondisi carut marutnya keadaan hampir semua lini
kehidupan, sebagai akibat dari krisisnya pembentukan sikap yang
belum mendapatkan perhatian utama melalui pendidikan.
Jurnal Pelopor Pendidikan
Download