51 MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS DALAM DUNIA PENDIDIKAN Musaheri (Dosen dan Ketua STKIP PGRI Sumenep) Abstract Education is not only required to develop mastery and depth of knowledge, skills and cultivate emotional intelligence, but also necessary to invest worth attitude and responsibility. The education world if its based on the changes of curriculum 2013 must prioritize the formation of attitudes. Therefore, a good and right attitude will give birth values to simplify in controling knowledge and skills formation. Thus, build the right attitude formation has been duly delegated to education worlds which are more responsible in building human character and able to respond to the challenges of life. In this paper will be parsed how to configurate of individual attitudes formation in the educational perspective. Keyword: Attitudes, Values, Education, Students A. Pendahuluan Perubahan kurikulum 2013 menempatkan pembentukan sikap sebagai skala prioritas. Fenomena selama ini menunjukkan penguasaan dan kedalaman pengetahuan, pembentukan keterampilan, ternyata tidak menjamin terbentuknya sikap benar yang berujung pada perilaku dan tindakan yang kering akan nilai. Sikap yang tepat dalam mengembangkan diri melalui pencarian pengetahuan, membangun keterampilan, mengikuti dan melakukan perubahan, pemecahan sejumlah masalah dan sikap bertanggung jawab dalam mengemban kepercayaan, sangat mendasar untuk dibangun dalam pendidikan. Sikap yang tepat akan melahirkan nilai, lebih mempermudah dalam pembentukan keterampilan dan pengusaan pengetahuan. Kegagalan dunia pendidikan yang berkontribusi terhadap kondisi carut marutnya keadaan hampir semua lini kehidupan, sebagai akibat dari krisisnya pembentukan sikap yang belum mendapatkan perhatian utama melalui pendidikan. Pembentukan sikap kepada peserta didik perlu mendapatkan perhatian serius. Dunia pendidikan yang diberi tanggung jawab untuk membangun manusia masa depan; manusia yang memiliki karakter yang mampu merespon berbagai tantangan, memenuhi tuntutan, cakap dan tepat dalam memecahkan serangkaian kompleks masalah yang dihadapi; dan pilar utamanya adalah pembentukan sikap yang tepat dari peserta didik. B. Pengertian, Ciri dan Fungsi Sikap Definisi sikap telah banyak dirumuskan oleh ahli-ahli bidang psikologi atau pakar ilmuwan studi sosial. Mewakili dari para pakar yang telah mendefinisikan dan mencirikan sikap, ada beberapa definisi dan ciri-ciri sikap yang dipandang penting untuk dipaparkan dalam tulisan ini. Mar’at (1981) mendefiniskan sikap adalah kesiapan, kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap dipandang sebagai bentuk kesiapan individu yang dapat melahirkan suatu tindakan. Nercomb (dalam Mar’at, 1981) menjelaskan lebih tegas bahwa, sikap merupakan suatu kesatuan kognisi yang berawal dari dorongan, motivasi baik internal maupun eksternal dan berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat pada bagan hubungan antara nilai, sikap, motif dan dorongan dapat dideskripsikan dalam bentuk skematik sebagai berikut: Volume 4, Nomor 1, Januari 2013 52 MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS NILAI SIKAP MOTIVASI DORONGAN sasaran/tujuan yang bernilai terhadap berbagai pola sikap dapat diorganisir. Kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku bermotivasi. Kesiapan ditunjukkan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi. Keadaan organisme yang kearah aktifitas umum menginisiasikan kecenderungan Elmubarok (2009) dengan mengutip beberapa pendapat memberikan definisi bahwa, sikap merupakan sebagai kesediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu. Hal ni juga ditegaskan oleh Berkman dan Gilson (1981) yang mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap berbagai elemin di luar dirinya. Pengertian tersebut senada dengan Allfort (dalam Assael, 1984) yang mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (faforable) atau menolak (infavorable). Hawkins Dkk (1986) menyebutkan, sikap adalah pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif, keadaan emosional, persepsi dan prosesproses kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar. Secord and Bacman (dalam Elmubarok, 2009) membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah yang kemudian akan membentuk keyakinan dan pen-dapat tertentu tentang objek sikap. 2. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluative. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap. 3. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesipan seseorang untuk berprilaku yang berhubungan dengan objek sikap. Jurnal Pelopor Pendidikan Assael dan Hawkins (dalam Azwar, 2010) menjelaskan bahwa sikap memiliki beberapa karakteristik antara lain: arah intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitas. Karakteristik arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa, sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya aspek dari objek sikap. Karakteristik spontanitas mengindikasikan sejauh mana kesiapan individu dalam merespon/ menyatakan berbagai sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan tersebut, sikap berarti suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecendrungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi dalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek. Sikap adalah penjelmaan dari paradigma yang akan melahirkan nilai-nilai yang dianut sesorang. Dari sikaplah orang bisa menetukan kualitas nilai perilaku seseorang. Sikap ternyata dapat berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman-pengalaman baru yang dialami individu (Davidoff, 1991). Katz (dalam Azwar, 2010) menyebutkan fungsi sikap ada empat, yaitu: 1. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya. Individu akan membentuk sikap positif terhadap halhal yang dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya. 2. Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk Musaheri menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut. 3. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. 4. Fungsi pengetahuan menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari penalaran dan mengorganisasikan pengalamannya. C. Pembentukan Sikap Sikap tidak timbul dan terbentuk tiba-tiba. Akan tetapi, sikap terbentuk melalui proses yang kompleks, saling berkaitan. Seseorang individu tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya, dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar,2010). Lebih lanjut dinyatakan, bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri seorang individu. Faktor-faktor tersebut saling mengisi mempengaruhi pola pembentukan sikap individu. Untuk lebih memperjelas, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan sikap dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Respon individual akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis membentuk tanggapan dan penghayatan individu. Penghayatan itu akan membentuk sikap positif ataukah sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Pengalaman tunggal jarang sekali dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Individu sebagai orang yang menerima pengalaman, orang yang melakukan tanggapan atau penghayatan, tidak melepaskan pengalaman yang sedang dialaminya dari pengalaman-pengalaman lain yang terdahulu. Individu bereaksi terhadap pengalaman saat ini jarang lepas dari penghayatannya terhadap pengalaman-pengalaman masa lalu. 2. Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain yang dianggap penting merupakan salah-satu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap peserta didik. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapatnya, seseorang yang tidak ingin dikecewakan, atau seseorang yang Volume 4, Nomor 1, Januari 2013 53 54 MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS berarti khusus baginya (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap perserta didik terhadap sesuatu. Di antara orang yang dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau suami, dan lain-lain. Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting. Pada masa anak-anak dan remaja, orang tua biasanya menjadi figur yang paling berarti bagi anak. Interaksi antara anak dan orang tua merupakan determinan utama sikap anak. Sikap orangtua dan sikap anak cenderung untuk sama sepanjang hidup (Middlebrook, 1974). Namun, apabila dibandingkan dengan pengaruh teman sebaya, pengaruh sikap orang tua jarang menang. Hal itu terutama benar pada anak-anak remaja di sekolah menengah dan di perguruan tinggi. Seorang anak yang belum kritis mengenai sesuatu hal, akan cenderung mengambil sikap serupa dengan sikap orang tuanya karena adanya proses imitasi atau peniruan terhadap model yang dianggapnya penting, yakni orangtuanya sendiri. Akan tetapi, apabila terjadi pertentangan antara sikap orang tua dan sikap teman-teman sebaya dalam kelompok anak tertentu, maka anak tersebut akan cenderung untuk mengambil sikap yang sesuai dengan sikap kelompok. Bagi seorang anak, persetujuan atau kesesuaian sikap sendiri dengan sikap kelompok sebaya adalah sangat penting untuk menjaga status afiliasinya dengan teman-teman, untuk menjaga agar ia tidak dianggap asing dan lalu dikucilkan oleh kelompok. Ketidaksesuaian dengan sikap orangtua menjadi berkurang pentingnya Jurnal Pelopor Pendidikan dan bahkan ketidaksesuaian itu dapat dianggapnya sebagai suatu bentuk independensi atau kemandirian yang dapat dibanggakannya. Ilustrasi mengenai pembentukan sikap yang dikarenakan pengaruh orang yang dianggap penting oleh individu antara lain dapat dilihat pula pada situasi hubungan atasan-bawahan. Sangatlah umum terjadi bahwa sikap atasan terhadap suatu masalah diterima dan dianut oleh bawahan tanpa landasan afektif maupun kognitif yang relevan dengan objek sikapnya. Seringkali keserupaan sikap demikian semata-mata didasari oleh kepercayaan yang mendalam kepada atasan, atau oleh pengalaman bahwa atasan selalu dapat berpendapat atau bersikap yang tepat dalam segala situasi. Apabila terjadi kebimbangan dalam bersikap, maka peniruan sikap atasan merupakan jalan yang dianggap terbaik. Kadang-kadang pula, peniruan sikap atasan itu terjadi tanpa disadari oleh individu dan dibentuk oleh kharisma atau oleh otoritas atasan. 3. Kebudayaan Sikap individu ditentukan pula oleh kebudayaan. Hasil cipta, rasa, karsa manusia memberi pengaruh kepada sikap peserta didik. Kebudayaan tempat peserta didik berada menentukan terhadap sikapnya. Peserta didik yang hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila mereka hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan. Burrhus Frederic Skinner sangat menekankan pengaruh lingkungan Musaheri (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian, katanya, tidak lain dari pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan adanya penguatan yang dialami (Hergenhahn, 1982). Peserta didik akan memiliki pola sikap dan perilaku tertentu karena mendapat penguatan, ganjaran dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap peserta didik terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewamai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. 4. Media Massa Media massa ( televisi, radio, surat kabar, majalah, dll) mempunyai pengaruh tidak kecil dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap tertentu. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Meskipun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, peranan media massa dalam proses pembentukan dan perubahan sikap tidak kecil artinya. Bentuk informasi dalam media massa akan memberi pengaruh nyata kepada yang mendengar, melihat, dan membacanya. Bentuk informasi media massa yang campur aduk, tidak saja mengandung pendidikan, hiburan, pengetahuan, tetapi yang justru mendominasi akhir-akhir ini terutama televisi yang menayangkan aneka hiburan yang kering nilai, tontonan yang bernuansa kekerasan, memberi dampak yang mengerikan kepada peserta didik. Dalam pemberitaan di surat kabar maupun di radio atau media komunikasi lainnya, berita-berita faktual yang seharusnya disampaikan secara objektif seringkali dimasuki unsur subjektivitas penulis berita, baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau pendengarnya, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur subjektif itu, terbentuklah sikap yang juga penuh subyektif tertentu. Paul Johnson, sejarawan Amerika Serikat, Pernah mengingatkan, bahwa media massa memiliki tujuh dosa yang mematikan, antara lain dramatisasi fakta palsu, mengganggu kehidupan pribadi, distorsi informasi, ekploitasi seks, dan meracuni pikiran anak-anak. Keadaan semacam ini sungguh tidak akan menguntungkan dalam pembentukan sikap positif peserta didik (Mulyono, Kompas, Mei 2013). 5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap individu. Keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada Volume 4, Nomor 1, Januari 2013 55 56 MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat suatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. 6. Faktor Emosional Faktor emosi berpengaruh pada sikap individu. Sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Suatu bentuk sikap juga merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang Iebih persisten dan bertahan lama. Bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional salah satu contohnya adalah prasangka (prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran, tidak fair, terhadap sekelompok orang (Harding, Prosbansky, Kutner, & Chein, 1969; dalam Wrightsman & Deaux, 1981). Prasangka merupakan bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan kepribadian pada orang-orang yang sangat frustasi. D. Enam Pilar Prioritas Sikap Prioritas pembentukan sikap diharapkan menumbuhkan karakter utama peserta didik sebagai subjek belajar. Sikap hormat, adil, jujur, peduli dan kemauan berbagi, percaya, kesadaran berwarganegara dan sikap bertanggung jawab, maha penting untuk dibangun kepada peserta didik oleh siapapun, Jurnal Pelopor Pendidikan dimanapun dan kapan pun. Guru dan orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab besar untuk mewujudkannya. Menurut Mu’in (2011), enam sikap utama yang sangat mendasar untuk dibentuk melalui pendidikan kepada peserta didik meliputi: 1. Sikap Penghormatan Esensi penghormatan (respect) adalah sikap penghormatan secara serius kepada orang lain dan diri sendiri. Ada unsur rasa kagum dan bangga, dengan memperlakukan orang lain secara hormat, berarti membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka aman, bahagia, dan penting karena posisi dan perannya sebagai manusia di hadapan pihak lain. Rasa hormat ditunjukkan dengan sikap sopan dan membalas dengan kebaikhatian, baik berupa sikap maupun pemberian. Rasa hormat juga berarti bersikap toleran, terbuka, dan menerima perbedaan sekaligus menghormati otonomi orang lain. Individu pada dasarnya penting (untuk dihormati) dan pada dasarnya tiap manusia memiliki tujuan moral, menghindari memperlakukan orang lain sebagai sarana untuk memperoleh kesenangan diri; menjauhi untuk mendapatkan kehormatan dari memperalat dan mengekploitasi orang lain. Respek atau penghormatan bukanlah sesuatu hal yang diminta, melainkan diberikan. Rasa hormat dan respek itu ditandai beberapa karakteristik meliputi: sikap menghormati orang lain dan menerima orang lain yang berbeda, terbuka terhadap hal hal baru, kemandirian, ketidaktergantungan, sikap untuk tidak mencampuri urusan orang lain, dan tidak memaksa orang lain, memberi kesempatan untuk melakukan kesibukan dalam kaitannya dengan urusan orang lain, nonkekerasan berupa kekerasan fisik maupun non-fisik atau psikologis yang berupa umpatan kata-kata yang menunjukkan rasa tidak suka, membenci, dan mengintimidasi atau melemahkan mental, Musaheri memberikan rasa hormat pada orang yang berjasa, sikap sopan yang ditunjukkan untuk memberikan rasa hormat, sikap perhatian atau memberikan perhatian pada hal atau orang yang dihormati. 2. Sikap Kepercayaan Sikap percaya mempercayai sangat penting untuk dibentuk kepada peserta didik, Kerjasama antarindividu akan membentuk kekuatan dan mencapai keberhasilan bila dilandasi oleh sikap saling percaya. Banyak orang meminta dan mengejar suatu kepercayaan, dan semakin langka yang dapat dipercaya ketika diberi suatu kepercayaan. Situasi ini akan saling merugikan karena yang terjadi banyak yang melakukan penghianatan atas kepercayaan yang diberikan. Sikap kepercayaan ditandai dengan adanya integritas —konsisten dalam pikiran, kata-kata dan perbuatan, satunya kata dan perbuatan, kejujuran, benar sesuai dengan kenyataannya, menepati janji, melakukan yang pernah dikatakan, dan adanya kesetiaan dengan menjaga hubungan baik, menerima hal-hal yang positif untuk terjalinnya hubungan dan menjauhi sikap ketergantungan. Sikap kepercayaan ditumbuhkan dengan jalan menanamkan kepercayaan pada diri sendiri peserta didik. Peserta didik untuk terus digali potensinya, dikembangkan, diberdayakan, diberi kepercayaan, dioptimalkan kelebihannya, dan sambil dipahamkan kekurangan dirinya dan secara bertahap untuk dikurangi dan akhirnya tiada kekurangan berarti pada dirinya. Melatih peserta didik untuk bisa mempercayai orang lain sangat penting. Kelebihan dan prestasi orang lain mampu dihormati, tidak membesarkan kekurangan orang, serta mau belajar dari kekurangan diri dan kelebihan orang. Dengan kata lain, diri selalu melakukan introspeksi untuk mencapai sikap yang baik. 3. Sikap Adil dan Berkeadilan Sikap adil dan berkeadilan juga harus ditanamkan kepada peserta didik. Fakta mengindikasikan, lebih banyak orang berbuat tidak adil termasuk terhadap dirinya, dan semakin banyak berbuat tidak adil kepada orang lain. Lingkungan sosial juga banyak mempertontonkan ketidakadilan situasi dan situasi kondisi tersebut harus secepatnya untuk diakhiri, setidaknya agar tidak semakin membesar di masa datang. Sikap adil dan berkeadilan ditandai dengan memperlakukan dan memberikan hak-hak orang lain secara sama, memberikan penghargaan secara layak sesuai dengan prestasinya, memberikan sanksi yang tegas bagi yang bersalah, membuat keputusan berdasarkan data, fakta, dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Memandang orang setara, setara dalam kehidupan sosial dan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam juga merupakan bagian dari sikap adil dan berkeadilan . Membangun sikap adil dan berkeadilan menuntut guru untuk selalu bersikap adil dan berkeadilan bagi perserta didiknya. Peserta didik perlu pula diberi pemahaman mengenai hak-hak yang harus diterima dan harus diberikan dalam banyak situasi dan kondisi. Alam bawah sadarnya dibangun, bahwa posisi manusia adalah sama kedudukannya dan yang membedakan hanyalah tanggung jawabnya. 4. Sikap Peduli Kepedulian adalah perekat penting antarhubungan individu dalam komunitas sosial. Kepedulian adalah sifat yang membuat pelakunya merasakan yang dirasakan orang lain, mengetahui rasanya jadi orang lain, ditujukan dengan tindakan memberi atau terlibat dengan orang lain. Sikap peduli merupakan sikap yang selalu memberikan yang terbaik pada orang lain, serta mampu menghargai yang lain. Volume 4, Nomor 1, Januari 2013 57 58 MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS Kepedulian menyamai kebaikhatian karena melihat penderitaan dan perasaan berharap agar penderitaan orang lain berkurang. Kebaik-hatian ini bukan hanya mendorong tindakan memberi atau menyumbangkan sesuatu yang dibutuhkan atau berguna bagi orang lain yang menderita –yang sering disebut kedermawanan dengan memberikan benda– melainkan juga akan memunculkan tindakan melibatkan diri dan terjun langsung untuk melakukan tindakan. Sikap peduli adalah rasa solidaritas. Ia merupakan integrasi atau tingkat integrasi, yang ditunjukkan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan orang lain. Ia mengacu pada ikatan sosial. Solidaritas muncul dari perasaan bahwa orang lain atau kelompok lain adalah bagian darinya dan ketika mereka merasa susah merasa harus berbagi dengan mereka. Solidaritas lahir dari kerja dan keterlibatan. Untuk menumbuhkan sikap peduli perserta didik diberikan penyadaran terhadap pentingnya untuk selalu membantu orang lain, melihat orang lain yang menderita dan kurang beruntung, dan disadarkan untuk selalu mensyukuri nikmat yang diberikan melebihi orang lain. Selalu diberi pemahaman, bahwa memberi baik materi maupun nonmateri tidak akan pernah mengurangi, tetapi justru menambah kekayaan, kesejahteraan dan kebarokahan. 5. Sikap Bertanggung jawab Bertanggung jawab harus ditingkatkan, ditumbuhkan dan dikembangkan kepada peserta didik melalui pendidikan dengan sentuhan guru dan didukung penuh orang tua, Sikap bertanggung jawab harus dibentuk secara dini dan berkelanjutan dengan jalan memberikan latihan pekerjaan untuk dilaksanakan, memantau hasilnya, memberikan contoh dan penghargaan bagi peserta didik yang telah melakukan tanggung jawabnya dengan baik. Jurnal Pelopor Pendidikan Sikap bertanggung jawab ditandai dengan mengembangkan keataatan pada hukum dan peraturan, berkomitmen kepada kesepakatan, memenuhi janji, melakukan kerja sesuai kontrak, menjaga hubungan baik secara harmonis dan produktif. Pandangan positif kedepan, bijaksana, masuk akal, tepat waktu, mandiri, tekun dan rajin, memotivasi diri serta upaya terhadap pencapaian tujuan dilakukan secara optimal merupakan karakteristik dari peserta didik yang bertanggung jawab. Sikap bertanggung jawab ini tidak hanya menguntungkan terhadap dirinya sendiri, tetapi juga akan memberi makna pada konteks sosialnya. Situasi dan kondisi sosialnya berada dalam kemajuan dan peningkatan. Keadaan ini sungguh diperlukan dalam perjalanan diri dan masyarakatnya untuk mencapai cita-cita bersama yang lebih baik. 6. Sikap Kesadaran dan Sikap Berwarga Negara Peserta didik sebagai warganegara dan diharapkan menjadi warganegara yang baik. Warganegara yang baik adalah warganegara yang mengetahui dan memahami hak asasi warganegara, kewajiban asasi warganegara; dan yang sangat penting melaksanakan kewajiban asasi sebagai warganegara, memiliki jiwa nasionalisme, nilai juang 1945 sepanjang masa dengan tidak terpengaruh hirok pikok globalisasi. Nilai-nilai sipil harus diajarkan kepada individu-indiviu peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki hak sama dengan warga lainnya. Nilai-nilai ini harus dijaga agar suatu masyarakat dalam sebuah Negara tidak terjadi tindakan yang melanggar hak-hak (terutama hak asasi) warga Negara lainnya. Nila-nilai sipil adalah hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh warga Negara dalam sebuah Negara modern yang diatur oleh ke- Musaheri sepakatan konstitusi dan tidak didasarkan pada kehendak segelintir orang. Nilai-nilai sipil mengacu pada tindakan yang diinginkan dan layak dipuji, tetapi bukan merupakan mandata moral. Prinsip kewarganegaraan adalah tugas (kewajiban), hak, tindakan, dan tanggung jawab seluruh warga Negara. Tugas-tugas sipil adalah kewajiban mewujudkan terciptanya kesejahteraan publik. Ia mengacu pada kewajiban etis, standar bagi dilaksanakannya pembangunan kebutuhan minimal bagi kewarganegaraan yang beretika. Setiap warga Negara harus memainkan aturan, mematuhi undang-undang, mem-bayar pajak, berpartisipasi dalam proses demokrasi dengan menyalurkan suara dalam pemilihan, melaporkan terjadinya kejahatan, mau menjadi saksi atas kejahatan yang ada. Karakter yang diperlukan untuk membangun kesadaran berwarga Negara ini meliputi berbagai tindakan dalam mewujudkan terciptanya masyarakat sipil yang menghormati hak-hak individu. Hak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan mendasarnya (makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain); hak untuk memeluk agama dan keyakinannya masing-masing tanpa paksaan; hak untuk mendapatkan informasi dan mengeluarkan informasi atau menyatakan pendapat dan pikiran; dan hak politik termasuk memilih partai politik, mendirikan organisasi sosial politik tanpa diskriminasi ideologi politik. E. Penutup Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dinyatakan bahwa sikap merupakan satu bentuk yang dimiliki individu dan mampu memberikan nilai. Selain itu, sikap individu tidak serta merta tumbuh dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi banyak faktor di luar dirinya. Untuk menyikapi pembentukan sikap, sebagai kunci utama diperlukan adalah langkah bersama untuk menumbuhkan sikap konstruktif. Sikap yang bermakna tidak akan bisa hanya ditangani oleh dunia pendidikan, khususnya pendidikan formal. Semua elemen mulai dari pemerintah, masyarakat, organisasi keagamaan, media massa, birokrat harus satu kata, satu sikap dan satu tindakan untuk ikut membentuk sikap positif peserta didik. Elemen mendasar dalam membentuk sikap peserta didik adalah guru dan kedua orang tua. Guru yang didukung orang tua melalui kegiatan pembimbingan, pengarahan, pelatihan harus mengutamakan pengenalan sikap yang benar dalam segala situasi, menunjukkan sikap yang keliru dalam merespon lingkungan, serta yang terpenting memperagakan dan melatih berbagai sikap yang positif dari segala situasi dan kondisi. Sambil lalu memotivasi supaya mampu menyikapi fenomena dalam segala keadaan, memberikan ketauladanan sikap positif dihadapan peserta didik, mengevaluasi dan menyempurnakannya secara terus menerus sikap yang ditunjukkan peserta didik. Perlu juga diberi pemahaman akibat-akibat yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari sikap positif dan sikap konstruktif peserta didik dan perlunya diberi penghargaan yang layak.[] Daftar Pustaka: Saifuddin Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010. Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai, Alfabeta, Bandung, 2009. Ignatius Haryanto, “Arya Wiguna, Eyang Subur, dan Youtube”, Kompas, Jakarta, 10 Mei 2013 Mar’at, Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981. Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2011. Volume 4, Nomor 1, Januari 2013 59 60 MEMBANGUN SIKAP SEBAGAI LANGKAH PRIORITAS Kegagalan dunia pendidikan yang berkontribusi terhadap kondisi carut marutnya keadaan hampir semua lini kehidupan, sebagai akibat dari krisisnya pembentukan sikap yang belum mendapatkan perhatian utama melalui pendidikan. Jurnal Pelopor Pendidikan