Tinjauan Yuridis Pengalihan Hak atas Rumah Dinas Di Lingkungan

advertisement
1
Tinjauan Yuridis Pengalihan Hak atas Rumah Dinas Di Lingkungan TNI
Ditinjau dari Hukum Perdata Indonesia
I Putu Surya Permadi, Endah Hartati
Ilmu Hukum (Reguler), Fakultas Hukum Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai tinjauan yuridis mengenai pengaturan syarat, tatacara pengalihan, serta tahapantahapan dan proses dari perjanjian pengalihan hak atas rumah negara pada lingkungan institusi TNI berdasarkan
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai keabsahan
hukum atas pengalihan hak atas rumah negara pada lingkungan institusi TNI, apabila dalam proses
pengalihannya tersebut tidak berdasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Metode penelitian dalam kegiatan penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis-normatif, artinya kegiatan
penelitian ini dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan hukum dan norma hukum tertulis yang berasal dari
peraturan perundang-undangan untuk menjelaskan mengenai peristiwa hukum yang diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini menunjukan bahwa pengalihan hak atas rumah negara di lingkungan institusi TNI mempunya
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh subjek maupun objek hukumnya, dan mempunyai tatacara dan tahapan
perjanjian pengalihan yang menggunakan perjanjian sewa-beli dan mempunyai akibat hukum. Serta pengalihan
hak atas rumah negara di lingkungan institusi TNI yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan merupakan suatu tindakan penyimpangan hukum dan dapat menimbulkan sanksi terhadap subjek
hukum yang melakukannya.
Judicial Review of Transferring Ownership on State House in the Indonesian National
Armed Forces Institution in Terms of the Indonesian Civil Law
Abstract
This thesis discusses the judicial review of requirements and procedures for the transfer arrangement, the stages
and processes of the agreement on transfer of the ownership to the state house in military institutional
(Indonesian National Armed Forces) based on the laws in Indonesia. Moreover, in this thesis will also discuss
about the legal validity on the transfer of ownership to the state house in military institution, if the transfer
process is not based on the provisions of the legislation in force. The research method in this research is a
juridical-normative study, which the research activities carried out by the research literature and written legal
norms derived from legislation to explain the legal events examined in this study. This study shows that the
transfer of ownership to the state house in the military institution possessed requirements must be met by the
subject and object of the law, and it has procedures and stages of the transfer agreement which uses a leasepurchase agreement and a legal effect. Then, the transfer of ownership to the state house in the military
institution which do not comply with the legislation is an act that could lead to violations of the law and legal
sanctions against subjects who did it.
Keywords:
Official Residence, State House, Military Institutions, Transfer of Ownership, Lease-Purchase Agreement.
Pendahuluan
Rumah negara atau yang umum disebutkan oleh masyarakat Indonesia sebagai rumah
dinas berdasarkan ketentuan Pasal 1 PP No. 40 Tahun 1994, merupakan bangunan yang
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
2
dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat atau pegawai negeri. Lebih lanjut
berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011, rumah negara dibangun dan disediakan oleh pemerintah,
baik pemerintah di tingkat pusat maupun pemerintah di tingkat daerah. Pembangunan rumah
negara dibiayai melalui anggaran pendapatan belanja negara (APBN) oleh pemerintah pada
tingkat pusat, maupun melalui anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) oleh pemerintah
pada tingkat daerah. Oleh karena itu rumah negara menjadi barang milik negara atau daerah
serta dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Institusi TNI sebagai lembaga negara dibawah Kementerian Pertahanan pada tahun
2010 tercatat memiliki 198.170 unit rumah negara yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.1 Keberadaan rumah negara di lingkungan TNI hingga saat ini masih menjadi
masalah bagi masyarakat dan institusi TNI pada khususnya. Permasalahn utama tersebut
adalah penghunian rumah negara di lingkungan institusi TNI oleh bukan anggota TNI antara
lain purnawirawan TNI berserta keluarganya maupun masyarakat sipil. Pada akhirnya hal ini
menimbulkan konflik antara TNI dan penghuni rumah negara tersebut. Terdapat tiga masalah
utama perumahan yang mendasari fenomena tersebut, antara lain tingginya harga rumah,
kecilnya kemampuan daya beli masyarakat terhadap perumahan dan terbatasnya ketersediaan
lahan untuk dijadikan kawasan perumahan.2 Akibat adanya permasalahan perumahan tersebut
membuat sebagian masyarakat memiliki keterbatasan untuk mengakses kepemilikan atas
rumah. Selain itu, permintaan masyarakat Indonesia terhadap perumahan cenderung terus
terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut berdampak kepada tingginya harga
perumahan, sehingga berpengaruh pada rendahnya daya beli masyarakat akan perumahan.3
Oleh karena itu sebagian masyarakat akan cenderung mencari alternatif perumahan ditengah
sulitnya akses masyarakat terhadap perumahan itu sendiri. Salah satu alternatif perumahan
bagi mereka adalah mengakses rumah negara di lingkungan institusi TNI. Berdasarkan PP
No. 40 Tahun 1994, rumah negara hanya diperuntukan bagi pegawai negeri. Apabila pegawai
1
Balitbang Kemenhan, “Permasalahgan Rumah Dinas di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI”
http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/permasalahan-rumah-dinas-rumah-negara-di-lingkungankementerian-pertahanan-dan-tni, dunduh pada tanggal 25 Februari 2014
2
Dikky Setiawan, “Ada Tiga Masalah Utama Krisis Perumahan Indonesia”
http://industri.kontan.co.id/news/ada-tiga-masalah-utama-krisis-perumahan-indonesia, diakses pada tanggal 1
Maret 2014.
3
Ferial Antique, “Daya Beli Masyarakat Akan Rumah Rendah”
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/127872-daya_beli_masyarakat_akan_rumah_rendah, diakses pada
tanggal 1 Maret 2014.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
3
negeri bersangkutan telah pensiun atau meninggal dunia, secara otomatis hak menempati
rumah negaranya telah habis. Sehingga purnawirawan maupun keluarga dari prajurit TNI
tersebut harus menyerahkan kembali rumah negara tersebut kepada institusi TNI untuk
diberikan kepada prajurit TNI yang masih aktif.4
Banyak keluarga purnawirawan TNI yang beranggapan bahwa rumah negara adalah hak
miliknya karena mereka merasa telah merawat rumah negara tersebut selama bertahun-tahun
tinggal dan merasa bahwa negara harus memberikan suatu apresiasi terhadap purnawirawan
yang telah berjasa membela kepentingan negara. Permasalahan lainnya adalah adanya praktik
jual-beli dan sewa-menyewa rumah negara di lingkungan institusi TNI yang dilakukan tanpa
mengikuti pengaturan pengalihan hak atas rumah negara. Bahkan ditemukan juga praktik
penggunaan rumah negara yang digunakan untuk disewakan dan dijadikan tempat bisnis.5
Penggunaan rumah negara TNI yang digunakan pihak non-TNI telah membuat beralih
fungsinya rumah negara TNI yang seharusnya digunakan untuk menunjang kinerja anggota
TNI beralih menjadi tempat-tempat usaha serta rumah masyarakat yang tidak berstatus
sebagai anggota TNI.6 Beralihnya rumah negara TNI kepada masyarakat sipil serta
penguasaan rumah negara oleh purnawirawan atau keluarganya menunjukkan bahwa terdapat
sebagian masyarakat tidak mengetahui adanya pengaturan pengalihan hak atas rumah negara
TNI. Pemerintah telah mengeluarkan seperangkat aturan hukum yang mengatur pengalihan
rumah negara TNI tersebut. Namun pada praktiknya, sebagian masyarakat tidak mengetahui
maupun menjalankan aturan hukum tersebut. Untuk itu penelitian ini akan membahas
mengenai pengaturan, bentuk serta proses perjanjian pengalihan hak atas rumah negara di
lingkungan institusi TNI.
Berdasarkan uraian diatas, terdapat pokok permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana pengaturan mengenai syarat dan tatacara pengalihan hak atas rumah rumah
negara, khususnya pada rumah negara pada lingkungan institusi TNI?
4
Arief Pratama, “TNI Kesulitan Tertibkan Rumah Dinas yang Ditempati Bukan Prajurit”
http://www.rmol.co/read/2013/11/08/132452/TNI-Kesulitan-Tertibkan-Rumah-Dinas-yang-Ditempati-BukanPrajurit-, diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
5
Eni Saeni, “Rumah Dinas TNI AD di Bandung Sudah Jadi Bisnis”
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/14/058454381/Rumah-Dinas-TNI-AD-di-Bandung-Sudah-Jadi-Bisnis,
diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
6
Kompas Online, “Rumah Dinas Batal Ditertibkan”
http://nasional.kompas.com/read/2009/01/13/14330639/rumah.dinas.batal.ditertibkan, diunduh pada 1 Maret
2014.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
4
2. Bagaimana bentuk, tahapan-tahapan dan proses dari perjanjian pengalihan hak atas
rumah negara, khususnya pada rumah negara pada lingkungan institusi TNI?
3. Bagaimana keabsahan hukum atas pengalihan hak atas rumah negara, khususnya
rumah negara pada lingkungan TNI, apabila dalam proses pengalihannya tidak
berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini, terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus, antara lain :
1. Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai
pengaturan, tatacara dan tahapan dalam perbuatan hukum dari pengalihan hak atas
rumah negara, khususnya rumah negara pada lingkungan institusi TNI berdasarkan
peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang kemudian ditinjau dari aspek
yuridis hukum perdata Indonesia mengenai pengalihan hak atas rumah negara tersebut.
2. Tujuan Khusus, tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :
a. Mengetahui syarat-syarat dalam pengalihan hak atas rumah negara di
lingkungan institusi TNI, baik syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh subjek
hukumnya maupun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh objek hukumnya.
b. Mengetahui tatacara yang harus ditempuh agar suatu subjek hukum dapat
melakukan pengalihan hak atas rumah negara di lingkungan institusi TNI.
c. Mengetahui tahapan-tahapan dari perjanjian kebendaan dalam pengalihan hak
atas rumah negara di lingkungan institusi TNI.
d. Mengetahui keabsahan dari pengalihan hak atas rumah negara di lingkungan
TNI yang dilakukan tidak melalui tatacara pengalihan hak sebagaimana telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Tinjauan Teoritis dan Yuridis
Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ciri khas dari
perjanjian adalah adanya sistem yang terbuka dan asas konsensualisme.7 Sistem terbuka
adalah hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan
perjanjian yang berisi apapun, namun hal tersebut tidak melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan, sedangkan asas konsensualisme adalah perjanjian dan perikatan dilahirkan sejak
7
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Penerbit Intermasa, 2002), hal. 13.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
5
tercapainya kesepakatan. Untuk sahnya sebuah perjanjian diperlukan syarat-syarat yang harus
dipenuhi berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu yakni suatu barang yang
paling sedikit ditentukan jenisnya, serta suatu sebab yang halal. Terhadap pengalihan hak
kebendaan khususnya pada hak kebendaan atas rumah, hal tersebut dilakukan dengan
perjanjian kebendaan. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang
menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain.8 Perjanjian kebendaan tersebut
meliputi perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian sewa-beli, perjanjian
penghibahan, perjanjian tukar-menukar, dll.
Rumah negara berdasarkan PP No. 40 Tahun 1994 adalah bangunan yang dimiliki
negara yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga serta
menunjang pelaksanaan tugas pejabat atau pegawai negeri.9 Rumah negara dibedakan
jenisnya berdasarkan tiga golongan yang berbeda status dan peruntukannya, antara lain
Rumah Negara Golongan I (rumah negara bagi pemegang jabatan tertentu dan harus
bertempat tinggal di rumah tersebut, hak penghuniannya terbatas selama masih memegang
jabatan); Rumah Negara Golongan II (rumah negara dari suatu instansi dan hanya disediakan
untuk dihuni oleh pegawai negeri, apabila pegawai negeri tersebut telah berhenti atau pensiun,
maka rumah tersebut dikembalikan kepada negara); Rumah Negara Golongan III (rumah
negara yang dapat dijual kepada penghuninya). Penghunian rumah negara berdasarkan Pasal 8
PP No. 40 Tahun 1994 hanya dapat dilakukan oleh pegawai negeri dengan kepemilikan Surat
Izin Penghunian (SIP). Penghunian rumah negara bersifat tunggal, artinya seseorang pegawai
negeri hanya dapat menempati satu unit rumah negara meskipun pegawai negeri tersebut
memiliki istri atau suami yang juga pegawai negeri.10 Persyaratan, hak, kewajiban, larangan,
berakhirnya dan pencabutan atas penghunian rumah negara diatur berdasarkan Permenpu No.
22/PRT/M/2008. Penghunian rumah negara dapat dikategorikan sebagai perjanjian sewa 8
Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum
Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1993), hal. 92.
9
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999, pegawai negeri terdiri dari pegawai
negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
10
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1994, pengecualian terhadap ketentuan
tersebut diberikan apabila suami istri tersebut bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang berlainan.
Pengecualian ini diberikan dikarenakan sifat geografis dari tempat mereka bekerja yang mengakibatkan suami
dan istri tersebut harus bertempat tinggal yang berbeda atau tidak mungkin untuk mempunyai tempat tinggal
yang sama.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
6
menyewa yang ditandai dengan adanya Surat Izin Penghunian oleh Kantor Urusan Perumahan
(pejabat yang berwenang).11
Pengalihan hak atas rumah negara adalah penjualan Rumah Negara Golongan III yang
berdiri sendiri atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak berserta tanahnya kepada
penghuni dilakukan dengan perjanjian sewa-beli (ketentuan Bab VI Permenpu No.
22/PRT/M/2008). Ketentuan rumah negara di linkungan institusi TNI berdasarkan
Kepmenhan No. KEP/28/VIII/1975 sendiri tidak mengatur mengenai pengalihan hak atas
rumah negara di lingkungan institusi TNI. Berdasarkan peraturan tersebut, apabila rumah
negara di lingkungan TNI telah beralis statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III, maka
pengaturannya tidak lagi berada di bawah Kementerian Pertahanan atau institusi TNI
berdasarkan
Kepmenhan
No.
KEP/28/VIII/1975,
namun
rumah
negara
tersebut
pengaturannya beralih kepada Kementerian Pekerjaan Umum berdasarkan Permenpu No.
22/PRT/M/2008. Berdasarkan ketentuan PP No. 40 Tahun 1994 jo. PP No. 31 Tahun 2005,
golongan rumah negara yang dapat dialihkan haknya hanyalah Rumah Negara Golongan III.
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 PP No. 40 Tahun 1994, diperlukan syarat-syarat untuk dapat
mengajukan perolehan hak atas rumah negara yang harus dipenuhi oleh penghuni Rumah
Negara Golongan III yang dibedakan sesuai status subjek hukumnya. Tatacara pengalihan hak
atas Rumah Negara Golongan III menjadi rumah hak milik penghuninya diatur dalam
berdasarkan ketentuan Perpres No. 11 Tahun 2008 jo. Permenpu No. 22/PRT/M/2008.
Berdasarkan ketentuan tersebut, rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah
Negara Golongan III yang telah berumur paling singkat sepuluh tahun sejak dimiliki oleh
negara atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya sebagai rumah negara, dan Rumah Negara
Golongan III tersebut tidak dalam keadaan sengketa. Pengalihan hak Rumah Negara
Golongan III dilakukan oleh Dirjen Cipta Karya Kemenpu (dalam hal ini Direktur Penataan
Bangunan dan Lingkungan) setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan atau pejabat
yang ditunjuk.
Tatacara pengalihan hak atas Rumah Negara Golongan III berdasarkan ketentuan
Permenpu No. 22/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:
1. Permohonan pengalihan hak rumah negara diajukan oleh penghuni rumah negara
dengan mengisi formulir dan kelengkapan permohonan yang dipersyaratkan oleh
11
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: Lembaga
Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hal. 426.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
7
Dirjen Cipta Karya Kemenpu. Permohonan tersebut kemudian diajukan kepada Dirjen
Cipta Karya Kemenpu melalui Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (untuk
rumah negara yang terletak di Jabodetabek) dan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum
atau Dinas Teknis Provinsi (untuk rumah negara yang di luar Jabodetabek);
2. Setelah permohonan pengalihan hak diteliti dan memenuhi syarat, maka Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan akan memberitahukan kepada pemohon tentang
hari dan tanggal penaksiran dan penilaian yang akan dilakukan oleh panitia penaksir
dan panitian penilai. Setelah meneliti berkas permohonan dengan berita acara
penaksiran dan berita acara penilaian yang telah memenuhi persyaratan, maka
Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan akan mengeluarkan surat keputusan
pengalihan hak dan penetapan harga rumah beserta ganti rugi atas tanahnya. Harga
pengalihan hak ditetapkan sebesar lima puluh persen dari harga taksiran dan penilaian;
3. Setelah Surat Keputusan pengalihan hak dan penetapan harga rumah ditetapkan, maka
kepada calon pembeli rumah dilakukan pemberitahuan harga rumah yang harus
dibayar. Hal tersebut dilakukan selambat-lambatnya enam bulan setelah tanggal
pemberitahuan, calon pembeli harus menyetor angsuran pertama sebesar 5 (lima
persen) dari harga penjualan;
4. Setelah calon pembeli membayar angsuran pertama dengan tanda bukti pembayaran
dari bank pemerintah dan telah disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara, maka surat perjanjian sewa beli dapat ditandatangani oleh kedua belah pihak
dengan serta membawa kelengkapan permohonan perjanjian sewa beli yang telah
ditetapkan oleh Kemenpu. Pembayaran harga Rumah Negara Golongan III tersebut
disetor oleh penyewa beli kepada rekening Kas Umum Negara;
5. Setelah pihak kedua melunasi angsuran sampai dengan angsuran yang terakhir dan
memenuhi jangka paling cepat lima tahun sejak penandatanganan Surat Perjanjian
Sewa Beli, maka Kepala Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Teknis Provinsi yang
membidangi rumah negara tersebut menyampaikan tanda bukti pelunasan tersebut
kepada Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan;
6. Berdasarkan tanda bukti pelunasan tersebut, maka Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan, Dirjen Cipta Karya Kemenpu mengeluarkan Surat Keputusan
Penyerahan Hak Milik Rumah dan Pelepasan Hak Atas Tanah;
7. Penghuni yang telah membayar lunas harga rumah beserta tanahnya memperoleh
penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah;
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
8
8. Penghuni yang telah memperoleh surat keputusan penyerahan hak milik rumah dan
pelepasan hak atas tanah, yang berdiri sendiri atau berupa Satuan Rumah Susun wajib
mengajukan permohonan hak untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah kepada
Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan ketentuan Hak Milik atas tanah dalam
UUPA.
Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat yuridis-normatif, artinya
kegiatan penelitian ini mengacu kepada data-data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan
hukum yang menjelaskan mengenai peristiwa hukum yang diteliti dalam penelitian ini, dan
norma hukum tertulis yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Tipologi penelitian
atau tipe penelitian yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah bersifat penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
frekuensi suatu gejala.12 Penulis menggunakan tipe penelitian ini karena akan memaparkan
peraturan-peraturan yang terkait dengan bahasan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran deskriptif yang secara luas dan terperinci menjelaskan mengenai
tinjauan yuridis dalam pengalihan hak atas rumah negara pada lingkungan institusi TNI yang
ditinjau dari hukum perdata Indonesia. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah
data sekunder. Data sekunder tersebut akan diperoleh dari kepustakaan hukum yakni
kepustakaan hukum yang berisi teori-teori mengenai perjanjian pengalihan hak, hak-hak atas
tanah dan hak kebendaan atas rumah. Sedangkan norma hukum tertulis yang digunakan
adalah peraturan perundang-undangan terkait dengan pengalihan hak atas rumah negara,
khususnya rumah negara di lingkungan institusi TNI.
Hasil Penelitian
Pengalihan hak atas rumah negara dilakukan dengan perjanjian sewa-beli. Perjanjian
Sewa-Beli merupakan salah satu bentuk dari perjanjian untuk mengalihkan hak kebendaan
dari suatu pihak kepada pihak yang lain.13 Perjanjian sewa-beli dalam pengalihan hak atas
12
Sri Mamuji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005, hal. 4.
13
Hak kebendaan adalah suatu hak absolut artinya adalah hak yang melekat pada suatu benda
memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh setiap
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
9
rumah negara diatur berdasarkan Permenpu No. 22/PRT/M/2008. Perjanjian sewa-beli dalam
pengalihan hak atas rumah negara tersebut lahir berdasarkan kepada asas kebebasan
berkontrak. Namun kedudukan pemerintah sebagai pemilik dari rumah negara tersebut
menyebabkan pemerintah dapat menerapkan kontrak standar berdasarkan tatacara yang diatur
dalam Permenpu No. 22/PRT/M/2008. Kondisi tersebut membuat kedudukan pemerintah
mempunyai posisi tawar yang lebih kuat. Sehingga bagi penghuni rumah negara tidak ada
pilihan lain baginya selain menerima seluruh persyaratan dan tatacara perjanjian sewa-beli
yang telah ditetapkan pemerintah tersebut. Perjanjian sewa-beli juga mengharuskan adanya
suatu akta secara tertulis, baik dibawah tangan maupun otentik yang mengatur mengenai isi
perjanjian sewa-beli dari para pihak. Sifat perjanjian sewa-beli yang umum adalah barang
objek perjanjian berada pada debitur dengan adanya pembayaran sebagian, akan tetapi
levering atas barangnya belum terjadi. Peralihan (levering) atas barang tersebut baru terjadi
sesudah harga barang dibayar penuh. Dalam perjanjian sewa-beli berdasarkan Permenpu No.
22/PRT/M/2008, barang dari objek perjanjian telah berada pada penghuni rumah negara sejak
penghuni rumah negara tersebut mendapatkan hak untuk menghuni rumah negara berdasarkan
Surat Izin Penghunian (SIP) berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Kepmenhan No.
KEP/28/VIII/1975.14 Perjanjian sewa-beli berdasarkan Permenpu No. 22/PRT/M/2008 baru
lahir pada saat penghuni membayar sebagian harga dari barang objek perjanjian yakni rumah
negara yang ditempati oleh penghuni tersebut. Penyerahan (levering) atas hak milik atas
rumah negara, berdasarkan ketentuan Permenpu No. 22/PRT/M/2008 baru beralih dari
pemerintah kepada penghuni rumah negara pada saat penghuni telah membayar lunas seluruh
harga penjualan rumah negara tersebut. Penyerahan atas hak milik atas rumah negara tersebut
ditandai dengan adanya penyerahan Surat Keputusan Penyerahan Hak Milik Rumah dan
Pelepasan Hak Atas Tanah dari pemerintah kepada penghuni.
Pembahasan
Subjek hukum perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara terdiri dari
pemerintah dan penghuni rumah negara. Pemerintah sebagai rechtpersoon dapat bertindak
sebagai subjek hukum untuk melakukan perjanjian sewa-beli tersebut. Berdasarkan ketentuan
orang. Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 1: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan,
(Jakarta: Penerbit Ind-Hil-Co, 2005), hal. 52.
14
Pasal 4 ayat (2) Kepmenhan No. KEP/28/VIII/1975 menyatakan bahwa Surat Izin Penghunian tersebut
ditetapkan dengan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertahanan atau Panglima TNI yang kemudian
dilimpahkan kepada Kepala Staf masing-masing angkatan atau pimpinan-pimpinan institusi dibawah
Kementerian Pertahanan (berdasarkan ketentuan Pasal 3 Kepmenhan No. KEP/28/VIII/1975).
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
10
Pasal 16 Permenpu No. 22/PRT/M/2008, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan atau
pejabat yang ditunjuk pada Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum bertindak
sebagai subjek perjanjian sewa-beli rumah negara yang bertindak atas nama Pemerintah
Republik Indonesia dan bertindak mewakili pemerintah di muka pengadilan sebagai
penggugat atau tergugat, serta berkuasa untuk melakukan tindakan-tindakan atau perbuatanperbuatan perdata seperti halnya manusia pribadi.15 Subjek lain dari perjanjian sewa-beli
adalah penghuni rumah negara sebagai natuurlijke person yang memenuhi syarat permohonan
pengalihan berdasarkan ketentuan PP No. 40 Tahun 1994 jo. PP No. 31 Tahun 2005 jo.
Permenpu No. 22/PRT/M/2008. Untuk dapat membuat dan melaksanan perjanjian, para pihak
tersebut harus terlebih dahulu memenuhi syarat sah untuk melakukan perjanjian berdasarkan
Pasal 1320 KUHPerdata.
Objek hukum dalam perjanjian sewa-beli dalam pengalihan hak atas rumah negara
adalah rumah negara. Tidak semua rumah negara dapat dijadikan sebagai objek yang
dialihkan dalam perjanjian sewa-beli. Berdasarkan ketentuan PP No. 40 Tahun 1994, rumah
negara yang dapat dialihkan dari pemerintah sebagai pemegang hak milik kepada
penghuninya hanyalah Rumah Negara Golongan III yang dapat dialihkan kepada
penghuninya oleh negara. Untuk dapat mengalihkan hak rumah negara, seorang prajurit TNI
atau penghuni rumah negara16 harus terlebih dahulu mengalihkan status rumah negara yang
ditempatinya, untuk dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III. Berdasarkan
ketentuan Juklak Pangab No. Juklak/04/IV/1989 mengatur bahwa hanya Rumah Dinas
Golongan II yang tergolong sebagai rumah dinas non-strategis yang dapat dialihkan statusnya
menjadi Rumah Negara Golongan III.17
15
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Peorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Sinar Grafika, 2006), hal. 178.
16
Penghuni rumah negara di lingkungan institusi TNI selain prajurit TNI antara lain adalah purnawirawan
TNI, janda atau duda dari prajurit TNI, janda atau duda pahlawan, dan pejabat TNI atau janda atau duda dari
pejabat TNI.
17
Berdasarkan ketentuan Juklak Pangab No. Juklak/04/IV/1989, rumah negara pada institusi TNI terbagi
atas rumah dinas strategis dan rumah dinas non-strategis. Rumah dinas strategis adalah rumah dinas yang efektif
untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok suatu kesatuan atau instalasi dalam rangka kepentingan pertahanan
dan keamanan negara, menjadi bagian dari suatu instalasi atau kesatuan, serta memiliki nilai sejarah. Sedangkan
rumah dinas non-strategis adalah rumah dinas yang tidak efektif untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok,
tidak menjadi bagian dari suatu instalasi atau kesatrian, tidak memiliki nilai sejarah, serta sudah tidak efisien
lagi untuk dipertahankan.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
11
Sebelum dapat membuat perjanjian sewa-beli dalam pengalihan hak rumah negara
tersebut, terdapat beberapa tahap pra-perjanjian yang harus dilakukan oleh penghuni rumah
negara, antara lain:
1. Merubah status rumah negara dalam institusi TNI tersebut menjadi Rumah Dinas
Golongan II non-strategis;
2. Melakukan pengalihan status Rumah Dinas Golongan II non-strategis menjadi Rumah
Negara Golongan III;
3. Apabila rumah negara telah beralih berstatus menjadi Rumah Negara Golongan III,
maka penghuni dapat mengajukan permohongan pengalihan hak atas rumah dengan
perjanjian sewa-beli.
Untuk melakukan permohonan pengalihan hak atas rumah negara, terdapat syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh penghuni dan penghuni harus memenuhi syarat-syarat untuk sahnya
dalam membuat perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain:
1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal. 18
Pembuatan perjanjian sewa-beli ditandai adanya sifat pembayaran sebagian yang harus
dilakukan oleh debitur pada saat pembuatan perjanjian tersebut. Pembayaran sebagian
tersebut berupa pembayaran penuh senilai minimal 5% (lima persen) dari harga rumah dan
dibayar penuh pada saat perjanjian sewa beli ditandatangani. Sifat perjanjian sewa-beli yang
harus secara tertulis dibuat dengan suatu akta, baik itu dibawah tangan atau otentik.
Penerapannya dalam perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara adalah adanya
akta perjanjian sewa-beli yang isinya diatur di dalam lampiran Surat Perjanjian Sewa Beli
Rumah Negara pada Permenpu No. 22/PRT/M/2008. Dalam surat perjanjian sewa-beli
tersebut, pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani surat perjanjian sewa beli tersebut yang
bertindak sebagai Pihak Kesatu berdasarkan surat kuasa dan bertindak atas nama Direktur
Jenderal Cipta Karya. Sedangkan penghuni bertindak sebagai Pihak Kedua. Mengenai hak
dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara, hal
tersebut diatur dalam Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara.
18
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), hal. 93-161.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
12
Klausul-klausul yang terdapat dalam pelaksanaan perjanjian sewa-beli, antara lain
klausul hari jatuh tempo atau menggugurkan, status uang yang dibayarkan debitur kepada
kreditur, klausul larangan memindahtangankan objek perjanjian, klausul pemeliharaan dan
perihal risiko.19 Klausul syarat menggugurkan atau jatuh tempo merupakan syarat umum yang
tercantum dalam sebuah perjanjian sewa-beli akibat adanya penundaan peralihan hak milik
atas barang, sehingga selama dalam masa pembayaran angsuran, hak milik atas barang masih
ditangan penjual.20 Apabila pembeli tidak membayar sesuai kewajibannya, penjual dapat
menarik kembali karena status barang tersebut adalah sewa. Dalam perjanjian sewa beli
pengalihan hak atas rumah negara, syarat menggugurkan (verval clausule) diatur pada Surat
Perjanjian Sewa-Beli Rumah Negara. Hal tersebut disebabkan oleh tidak dilaksanakannya
kewajiban pembayaran angsuran oleh Pihak Kedua yang telah ditetapkan dalam Surat
Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara. Syarat menggugurkan tersebut terjadi setelah Pihak
Pertama memberikan peringatan-peringatan tertulis kepada Pihak Kedua, karena Pihak Kedua
tidak melaksanakan kewajibannya berupa pembayaran angsuran.21 Apabila peringatanperingatan dari Pihak Kesatu tersebut tidak diindahkan oleh Pihak Kedua, maka perjanjian
sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara tersebut dapat dibatalkan secara sepihak oleh
Pihak Kesatu.22 Perihal status uang yang telah dibayarkan pembeli kepada penjual, dalam
masa mengangsur sebelum pembeli melunasi angsuran pembayarannya, uang-uang yang telah
dibayarkan kepada penjual apabila terjadi wanprestasi umumnya tidak dikembalikan apabila
barang ditarik kembali.23 Dalam perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara,
apabila terjadi pembatalan perjanjian tersebut tidak hangus. Status uang angsuran yang telah
dibayarkan oleh Pihak Kedua sebelum terjadinya pembatalan perjanjian tersebut akan
19
Sri Gambir Melati Hatta dalam tesisnya yang berjudul Perjanjian Beli-Sewa Sebagai Perjanjian Tak
Bernama: Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia.
20
Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat dan
Sikap Mahkamah Agung Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 2000), hal. 35-36.
21
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dari Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara, apabila
menurut Pihak Kesatu, Pihak Kedua tidak memenuhi kewajiban-kewajiban atau melakukan pelanggaranpelanggaran atas larangan-larangan tersebut dalam perjanjian ini, Pihak Kesatu memberikan peringatanperingatan tertulis kepada Pihak Kedua yaitu peringatan pertama, kedua dan ketiga (terakhir) masing-masing
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan untuk secepat mungkin memenuhi kewajiban-kewajibannya dan atau
mengembalikan keadaan seperti sebelum pelanggaran-pelanggaran dilakukan.
22
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a dari Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara,
perjanjian sewa-beli dapat dibatalkan secara sepihak oleh Pihak Kesatu apabila Pihak Kedua tidak mentaati
peringatan terakhir yang telah diberikan oleh Pihak Kesatu.
23
Hatta, Op. cit., hal. 37.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
13
dikembalikan sebagian kepada Pihak Kedua dan sebagian lainnya akan menjadi hak dari
Pihak Kesatu. Pengembalian uang angsuran yang telah dibayarkan oleh Pihak Kedua tersebut
akan dilakukan oleh Pihak Kesatu setelah dikurangi sebanyak 10% (sepuluh persen) dari total
keseluruhan uang pembayaran angsuran yang telah dibayarkan oleh Pihak kedua.24 Perihal
klausul larangan memindahtangankan objek perjanjian, larangan memindahtangankan objek
perjanjian dalam perjajian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara diatur bahwa Pihak
Kedua dilarang untuk menjual atau memindahtangankan sebagian atau seluruh rumah negara
beserta tanahnya, serta dilarang untuk menyerahkan sebagian atau seluruh rumah negara
beserta tanahnya untuk ditempati pihak ketiga, kecuali dengan izin tertulis dari Pihak
Kesatu.25 Perihal klausul pemeliharaan, pada masa pembayaran angsuran, maka pembeli
diwajibkan untuk memelihara dan merawat barang sebagaimana barang tersebut adalah
miliknya.26 Klausul pemeliharaan objek perjanjian dalam perjanjian sewa-beli pengalihan hak
atas rumah negara, diatur dalam PP No. 40 Tahun 1994, menyatakan bahwa penghuni rumah
negara (Pihak Kedua) wajib untuk memelihara rumah dan memanfaatkan rumah sesuai
dengan fungsinya. Selain itu, surat perjanjian tersebut juga mengatur bahwa Pihak Kedua
mempunyai kewajiban untuk memelihara rumah serta tanah objek perjanjian tersebut dengan
sebaik-baiknya.27 Selain itu juga terdapat ketentuan yang dibebankan kepada Pihak Kedua
yakni adanya larangan bagi Pihak Kedua untuk mengubah sebagian atau seluruh bentuk
rumah, atau mengubah bentuk dan pembagian ruangan-ruangan rumah sesuai dengan gambar
terlampir dalam spesifikasi rumah negara tersebut tanpa ijin tertulis dari Pihak Kesatu. Perihal
risiko dalam perjanjian pengalihan hak atas rumah mencakup:
1. Pertama, rumah atau tanah objek perjanjian mengalami musnah atau rusak berat,
sehingga rumah atau tanahnya tidak dapat dipergunakan atau ditempati lagi. Serta
24
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 dalam Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara, apabila perjanjian
dibatalkan karena Pihak Kedua tidak memenuhi syarat-syarat perjanjian ini, maka sebesar 10% (sepuluh persen)
dari pembayaran yang telah dilakukan menjadi hak Pihak Kesatu dan sisanya dikembalikan kepada Pihak Kedua
menurut ketentuan tata usaha Keuangan Negara.
25
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dalam Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara, Selama
waktu sewa beli berlangsung Pihak Kedua dilarang untuk: (a) Menjual atau memindahtangankan sebagian atau
seluruh rumah beserta tanahnya; (b) Menyerahkan sebagian atau seluruh rumah beserta tanah untuk ditempati
pihak ketiga, kecuali dengan ijin tertulis Pihak Kesatu; (c) Mengubah bentuk dan pembagian ruangan-ruangan
rumah sesuai dengan gambar terlampir, kecuali dengan ijin tertulis Pihak Kesatu.
26
Hatta., Op. cit., hal. 40.
27
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dalam Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara, selama waktu
sewa-beli berlangsung, pihak kedua diwajibkan membayar angsuran dan memelihara rumah serta tanah dengan
sebaik-baiknya.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
14
penyebab musnah atau rusaknya rumah dan tanah objek perjanjian tersebut terjadi
diluar kemampuan atau kekuasaan kedua belah pihak. Maka perjanjian sewa-beli
tersebut batal menurut hukum dan 50% (limapuluh persen) dari angsuran yang telah
dibayar akan dikembalikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua;
2. Kedua, hanya bangunan rumahnya saja yang musnah, sehingga bangunan rumahnya
tidak dapat dipergunakan atau ditempati lagi. Serta penyebab musnah atau rusaknya
rumah dan tanah objek perjanjian tersebut terjadi diluar kemampuan atau kekuasaan
kedua belah pihak. Maka perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara
tersebut dapat dilanjutkan hanya atas objek berupa tanah dimana bangunan rumah
negara tersebut pernah berdiri.
Kemudian apabila terdapat risiko yang bersumber dari cacat-catat tersembunyi pada objek
perjanjiannya, risiko tersebut dibebankan kepada Pihak Kedua. Karena berdasarkan Surat
Perjanjian Sewa beli Rumah Negara, Pihak Kesatu dibebaskan dari segala tuntutan hukum
atas kemungkinan adanya cacat-cacat yang tersembunyi yang terdapat pada objek perjanjian
tersebut.28 Selain ketentuan-ketentuan yang disebutkan diatas, dalam perjanjian sewa-beli
tersebut juga diatur perihal meninggalnya Pihak Kedua dalam perjanjian sewa-beli tersebut.
Berdasarkan Surat Perjanjian Sewa beli Rumah Negara, Apabila Pihak Kedua meninggal
dalam masa perjanjian sewa-beli, maka ahli warisnya dapat meneruskan perjanjian sewa-beli
tersebut. Sedangkan Apabila Pihak Kedua meninggal dunia dalam masa perjanjian sewa-beli
tanpa meninggalkan ahli waris, maka perjanjian sewa beli dapat diteruskan oleh ahli warisnya
menurut ketentuan Hukum Perdata. Segala wanprestasi atas isi dari perjanjian yang diatur
berdasarkan Surat Perjanjian Sewa beli Rumah Negara berakibat antara lain adalah adanya
denda yang dikenakan kepada Pihak Kedua, adanya peringatan atas wanprestasi yang
disampaikan oleh Pihak Kesatu kepada Pihak Kedua, serta adanya pembatalan perjanjian
yang dilakukan oleh Pihak Kesatu. Dalam perjanjian sewa-beli tersebut, Pihak Kesatu
dibebaskan dari ketentuan mengenai wanprestasi, karena Pihak Kesatu dianggap tidak akan
pernah melakukan wanprestasi terhadap isi perjanjian sewa-beli tersebut.
Pada perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara, berakhirnya perjanjian
sewa-beli tersebut terjadi karena adanya pembayaran, yakni pembayaran penuh atas harga
objek perjanjian yang dibayar pada saat pembayaran angsuran terakhir. Berdasarkan
ketentuan Pasal 23 PP No. 40 Tahun 1994, penyerahan atas objek perjanjian sewa-beli
28
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dalam Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara, Pihak Kesatu
dibebaskan dari segala tuntutan hukum atas kemungkinan adanya cacat-cacat yang tersembunyi pada rumah
tersebut.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
15
dilakukan setelah pembayaran penuh atas harga dari objek perjanjian berupa rumah dan
tanahnya. Lebih lanjut berdasarkan ketentuan tersebut, penghuni memperoleh hak milik atas
rumah dan pelepasan hak atas tanah. Sedangkan apabila penghuni hanya membayar lunas
harga rumah, maka penghuni hanya akan memperoleh penyerahan hak milik rumah.
Penyerahan atas objek perjanjian tersebut ditandai dengan adanya penyerahan Surat
Keputusan Penyerahan Hak Milik Rumah dan Pelepasan Hak Atas Tanah kepada penghuni
sebagai tanda dilaksanakannya levering atas objek perjanjian sewa-beli tersebut. Serta dengan
adanya penyerahan atas objek perjanjian tersebut, maka perjanjian sewa-beli tersebut telah
berakhir. Namun penghuni yang telah memperoleh Surat Keputusan Penyerahan Hak Milik
Rumah dan Pelepasan Hak atas Tanah wajib mengajukan permohonan hak untuk memperoleh
sertifikat hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan setempat. Tujuannya agar rumah serta
tanah yang telah dialihkan kepada penghuni, menjadi hak milik penuh dari penghuni.
Penyerahan yuridis atas tanah tempat bangunan rumah tersebut dilakukan setelah penghuni
memenuhi persyaratan dan tatacara pemberian hak milik atas tanah rumah tersebut
berdasarkan ketentuan Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1998.
Tindakan pengalihan atas hak atas rumah negara di lingkungan institusi TNI yang
dilakukan oleh penghuni diluar ketentuan yang telah diatur berdasarkan ketentuan pengalihan
hak atas rumah negara, pada akhirnya banyak menimbulkan kasus-kasus sengketa antara
institusi TNI dengan penghuni rumah negara yang dianggap tidak memenuhi syarat sebagai
penghuni rumah negara. Dalam hal pengalihan hak atas rumah negara tanpa melalui tatacara
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dapat dikatakan bahwa dalam
perjanjian pengalihan hak tersebut tidak memenuhi syarat suatu sebab yang halal atau sebab
terlarang. Setiap perjanjian jual-beli atau perjanjian sewa-menyewa dengan objek perjanjian
rumah negara yang belum dialihkan haknya, maka perjanjian jual-beli atau perjanjian sewamenyewa tersebut tidak dapat dilakukan. Karena tidak terdapatnya suatu causa halal dalam
perjanjian-perjanjian tersebut. Pengalihan hak atas rumah negara tidak dilakukan sesuai
tatacara pengalihan hak atas rumah negara seperti yang telah dibahas sebelumnya, penyerahan
atas hak kebendaan berupa rumah negara tersebut tentu tidak dapat dilakukan. Karena
penghunian rumah negara merupakan bentuk dari perjanjian sewa-menyewa, maka pemilik
dari rumah negara tersebut adalah pihak yang memberikan hak penguasaan atas rumah negara
tersebut kepada penghuni, yakni pemerintah. Sehingga penghuni tidak mempunyai hak dan
wewenang untuk melakukan perjanjian untuk mengalihkan hak milik dan melakukan levering
atas objek perjanjian yakni rumah negara. Pengaturan Kepmenhan No. KEP/28/VIII/1975
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
16
dengan tegas melarang adanya pengalihan hak atas rumah negara kepada pihak lain, Terhadap
mereka yang melanggar larangan tersebut, apabila setelah diberi peringatan tetap melanjutkan
sikap melanggar, maka akan diambil tindakan berupa pencabutan Surat Ijin Penempatan.
Apabila penghunian atas rumah negara di lingkungan institusi TNI yang telah dialihkan
menjadi Rumah Negara Golongan III dan sedang dalam perjanjian sewa-beli dengan
pemerintah. Surat Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara dengan tegas melarang Pihak Kedua
(penghuni) untuk menjual atau memindahtangankan sebagian atau seluruh rumah beserta
tanahnya, atau menyerahkan sebagian atau seluruh rumah beserta tanah untuk ditempati Pihak
Ketiga, kecuali dengan ijin tertulis dari Pihak Kesatu (pemerintah). Apabila Penghunian atas
rumah negara di lingkungan institusi TNI tersebut masih terikat kepada pengaturan dalam,
tentulah rumah negara di lingkungan insititusi TNI tidak dapat menjadi harta waris karena
statusnya yang merupakan aset negara. Oleh karena itu, apabila penghuni yang tidak memiliki
Surat Izin Penghunian (SIP) tidak juga meninggalkan rumah negara lewat dari jangka waktu
yang telah ditetapkan, maka berdasarkan ketentuan Kepmenhan No. KEP/28/VIII/1975, akan
akan diambil tindakan pengosongan rumah negara secara paksa oleh dinas (institusi TNI yang
berwenang), setelah terlebih dahulu diberikan peringatan. Apabila penghunian atas rumah
negara di lingkungan institusi TNI yang telah dialihkan menjadi Rumah Negara Golongan III
dan sedang dalam perjanjian sewa-beli dengan pemerintah, penghunian atas rumah negara
tersebut masih dapat dilanjutkan oleh ahli waris atau keluarganya. Selama mereka melakukan
kewajiban dalam perjanjian sewa-beli pengalihan hak atas rumah negara, yakni melakukan
pembayaran angsuran atas harga dari objek perjanjian tersebut, maka dengan adanya
pembayaran oleh ahli waris tersebut, perjanjian sewa-beli masih akan terus berlangsung.
Sehingga pada akhirnya hak atas rumah negara tersebut akan beralih kepada ahli waris ketika
pembayaran angsuran atas harga sewa-beli telah dibayar lunas.
Kesimpulan
1. Pengalihan hak atas rumah negara bukan merupakan pengalihan hak atas rumah
seperti yang umum dilakukan hanya dengan melakukan perjanjian pengalihan hak
biasa. Pengalihan hak atas rumah negara hanya dapat dilakukan oleh subjek-subjek
hukum tertentu serta syarat, ketentuan dan tatacara untuk mengalihkan hak atas rumah
negatra telah diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Pengalihan hak atas rumah negara tersebut dilakukan menggunakan bentuk perjanjian
sewa-beli yang telah diatur ketentuannya oleh pemerintah, dimana tahapan-tahapan
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
17
perjanjiannya sama seperti tahapan perjanjian yang terdiri atas tahap pra-perjanjian,
tahap pembuatan perjanjian, tahap pelaksanaan perjanjian dan tahap berakhirnya
perjanjian. Syarat, ketentuan dan tatacaranya telah diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
3. Segala bentuk pengalihan hak atas rumah negara pada lingkungan institusi TNI, yang
tatacaranya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan adalah bertentangan
dan melanggar ketentuan perundang-undangan. Institusi TNI dan Kementerian
Pertahanan selaku pemilik dari rumah negara tersebut, dapat menindak penghuni
rumah negara yang telah melakukan penyimpangan terhadap ketentuan penghunian
rumah negara tersebut.
Saran
1. Dilaksanakan pengawasan dan penertiban lebih tegas dan berkala oleh institusi TNI
dan Kementerian Pertahanan terhadap rumah negara di lingkungan institusi TNI.
2. Dilakukan sosialisasi secara aktif mengenai ketentuan-ketentuan penghunian dan
tatacara pengalihan hak atas rumah negara kepada penghuni yang baru menempati
rumah negara di lingkungan institusi TNI oleh institusi TNI maupun Kementerian
Pertahanan.
3. Melakukan kodifikasi terhadap pengaturan penghunian dan pengalihan hak atas rumah
negara di lingkungan institusi TNI yang dilakukan oleh institusi TNI dan
Kemeneterian Pertahanan dalam bentuk keputusan atau peraturan menteri, yang
bertujuan agar tidak menimbulkan kebingungan dan memberikan kejelasan terhadap
pengaturan pengalihan hak atas rumah negara di lingkungan institusi TNI.
Daftar Referensi
A. Buku Teks
Badrulzaman, Mariam Darus Badrulzaman. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III
Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Penerbit Alumni, 1993).
Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata Asas-Asas Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta:
Gitama Jaya, 2004.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2008.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
18
Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata Jilid 1: Hak-Hak Yang Memberi
Kenikmatan. Jakarta: Penerbit Ind-Hil-Co, 2005.
Hatta, Sri Gambir Melati. Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan
Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 2000.
Hutagalung, Arie S. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah. Jakarta: Lembaga
Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.
Mamuji, Sri et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003.
Soekanto, Sarjono dan Sri Mamudji. Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di Dalam
Penelitian Hukum. Jakarta: Pusat Dokumentasi Unversitas Indonesia, 1979.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2010.
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Penerbit Intermasa, 2002.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Penerbit C.V. Mandar Maju, 2009.
Tim Kerja Badan Pembinaan Hukum Nasional. Pengkajian Hukum Tentang Masalah Hukum
Tanggung Jawab Perdata Atas Pelaksanaan Pemerintahan. Jakarta: Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I., 2004.
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Peorangan dan Kekeluargaan di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Sinar Grafika, 2006.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh Subekti.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1992.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria. Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 104 Tahun 1960.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Pemukiman. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 127 Tahun 2004.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
19
Indonesia. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 169 Tahun 1999.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara. Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 69 Tahun 1994.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh
Bukan Pemilik. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 73 Tahun 1994.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara. Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 64 Tahun 2005.
Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan,
Penetapan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara.
Badan Pertanahan Nasional. Keputusan Menteri Negara Agraria/Badan Pertahanan Nasional
Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal
Yang Telah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah.
Kementerian Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 22/PRT/M/2008
Tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian,
Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara
Kementerian Pertahanan. Keputusan Menteri Pertahanan Nomor: KEP/28/VIII/1975 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Perumahan Dinas Departemen Hankam.
Tentara
Nasional
Indonesiia.
Petunjuk
Pelaksanaan
Panglima
ABRI
Nomor:
Juklak/04/IV/1989 Tanggal 11 April 1989 Tentang Pendayagunaan Rumah Dinas
ABRI.
C. Internet.
Antique, Ferial. “Daya Beli Masyarakat Akan Rumah Rendah”
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/127872daya_beli_masyarakat_akan_rumah_rendah, diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan. “Permasalahan Rumah Dinas
(Rumah
Negara)
di
Lingkungan
Kementerian
Pertahanan
dan
TNI”
http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/permasalahan-rumah-dinas-rumahnegara-di-lingkungan-kementerian-pertahanan-dan-tni,
diunduh
pada
tanggal
25
Februari 2014.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. “Rumah” http://kbbi.web.id/rumah, diunduh pada
tanggal 25 Februari 2014.
Kompas Online. “Rumah Dinas Batal Ditertibkan”
http://nasional.kompas.com/read/2009/01/13/14330639/rumah.dinas.batal.ditertibkan,
diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
Megasari, Dyah dan Djumyati Partawidjaja. “Ceruk Tebal Pasal KPR”
http://lipsus.kontan.co.id/v2/kpr/read/119/, diunduh pada tanggal 25 Februari 2014.
Pratama, Arief. “TNI Kesulitan Tertibkan Rumah Dinas yang Ditempati Bukan Prajurit
“http://www.rmol.co/read/2013/11/08/132452/TNI-Kesulitan-Tertibkan-Rumah-Dinasyang-Ditempati-Bukan-Prajurit-, diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
Saeni, Eni. “Rumah Dinas TNI AD di Bandung Sudah Jadi Bisnis”
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/14/058454381/Rumah-Dinas-TNI-AD-diBandung-Sudah-Jadi-Bisnis, diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
Setiawan, Dikky. “Ada Tiga Masalah Utama Krisis Perumahan Indonesia”
http://industri.kontan.co.id/news/ada-tiga-masalah-utama-krisis-perumahan-indonesia,
diunduh pada tanggal 1 Maret 2014.
Universitas Indonesia
Tinjauan Yuridis..., I Putu Surya Permadi, FH UIm 2014
Download