1 leukemia kongenital - Jurnal

advertisement
LEUKEMIA KONGENITAL
LAPORAN KASUS
Lidya Utami*, Asnawi Yanto*, Tumpal Y Sihombing**, Nadia Dwi Insani***
*KSM Patologi Klinik RSUP Fatmawati
*KSM Ilmu Kesehatan Anak RSUP Fatmawati
PENDAHULUAN
Leukemia kongenital atau yang dikenal pula dengan leukemia neonatal adalah
leukemia yang terdiagnosis pada masa 30 hari pertama kehidupan. Leukemia ini sangat jarang
ditemukan, dengan angka kejadian sekitar 1-5 per 1 juta kelahiran hidup. Berbeda dengan
prevalensi leukemia pada anak (childhood leukemia) yang terutama terdiri atas leukemia
limfoblastik akut (LLA), sebagian besar leukemia kongenital merupakan leukemia mieloid
akut (LMA), yakni 56-64% dari seluruh leukemia kongenital. Leukemia limfoblastik akut
dijumpai 21-38%, dan dilaporkan pula beberapa kasus mixed phenotype.1 Kami melaporkan
leukemia akut pada neonatus yang dilahirkan dengan hidrops fetalis dan hernia skrotalis, serta
tersangka sindroma Down.
KASUS
Bayi laki-laki dilahirkan dalam usia kehamilan 32 minggu secara sectio caesarea dari
ibu G2P1 dengan indikasi ketuban pecah dini 18 jam yang lalu, air ketuban terlihat jernih.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 2200 g dan panjang 44 cm, sesuai masa
kehamilan. Bayi menangis kurang kuat, tampak sesak, pernafasan cuping hidung, retraksi
dada, dengan laju pernafasan 62x / menit. Suhu tubuh 35.6 C, nadi 144 x/menit, lingkar
kepala 30 cm, dan fontanella datar. Selain itu didapatkan fasies mongoloid tersangka
sindroma Down, hidrops fetalis, abdomen distensi dan hernia scrotalis. Ibu bayi berusia 30
tahun, dengan golongan darah O Rhesus positif.
Pemeriksaan laboratorium di RSUP Fatmawati pada hari pertama kehidupan
didapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER
HER
KHER
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
9.0
29
138.6
238
2.30
126.8
39.2
30.9
g/dL
%
ribu/uL
ribu/uL
ribu/uL
fL
pg
g/dL
15.2-23.6
44-72
9.4-34.0
217-497
4.30-6.30
98.0-122.0
33.0-41.0
31.0-35.0
1
RDW
KIMIA KLINIK
Glukosa darah sewaktu
SERO-IMUNOLOGI
CRP kuantitatif
Golongan darah
22.8
%
11.5-14.5
34
mg/dL
30-60
0.4
O/ Rhesus (+)
mg/dL
<1.0
Pemeriksaan hematologi alat hitung sel darah otomatik ADVIA 2120i didapatkan
anemia dan hiperleukositosis, jumlah trombosit masih dalam batas normal, Pada sediaan
hapus darah tepi didapatkan sel blas,69%, batang 1%, segmen 6%, limfosit 21%, monosit 3%,
dan eritrosit berinti 6/100 leukosit. Blas yang dijumpai berukuran sedang hingga besar,
kromatin halus, banyak di antaranya yang memiliki vakulola dalam sitoplasma. Sebagian blas
memiliki tonjolan sitoplasma (cytoplasmic blebs), seperti yang terlihat pada Gambar 1 di
bawah ini. Morfologi blas ini mengarah kepada mieloblas, monoblas, dan megakarioblas.
Respiratory distress pada bayi makin memberat dan bayi meninggal pada usia 3 hari.
a. Pembesaran 10x
b. Pembesaran 100x
Gambar 1. Sediaan hapus darah tepi
PEMBAHASAN
Angka kejadian leukemia akut pada 5 tahun kehidupan meningkat 50 kali lipat pada
penderita sindroma Down dibandingkan dengan orang normal, dan untuk LMA 150 kali lipat.
WHO mengelompokkan kelainan hematologi pada sindroma Down ke dalam kategori
myeloid proliferation related to Down syndrome, yang terdiri atas transient abnormal
myelopoiesis (TAM) dan myeloid leukemia associated with Down syndrome.
TAM
merupakan proliferasi mieloid klonal yang bersifat transien, dijumpai pada sekitar 10%
neonatus dengan sindroma Down, sebagian besar di antaranya mengalami remisi spontan
tanpa pemberian terapi dalam 2-3 bulan, namun 20-30% akan berkembang menjadi AML
dalam 1-3 tahun. Gambaran klinis, morfologi, dan immunophenotyping pada TAM dan AML
serupa, sebagian besar merupakan megakarioblastik. Selain trisomi 21, pada kedua keadaan
2
ini dapat ditemukan mutasi somatik gen yang mengkode faktor transkripsi GATA1, yang
dianggap patognomonik.2-4
Leukemia
kongenital
dapat
menunjukkan
gambaran
klinis
bervariasi.
Hepatosplenomegali ditemukan pada 80% pasien, sedangkan limfadenopati dijumpai pada
25% pasien. Sekitar 60% pasien menunjukkan infiltrasi sel leukemik ke jaringan kulit, yang
dikenal dengan leukemia kutis. Keadaan ini ditandai nodul berwarna biru, merah, atau ungu
yang terdistribusi ke seluruh tubuh, menyebabkan terjadinya ‘blueberry muffin baby’.
Pemeriksaan laboratorium sebagian besar pasien didapati hiperleukositosis, yang dapat
menimbulkan komplikasi leukostasis, yaitu terjadinya sumbatan leukosit pada pembuluh
darah mikro, menyebabkan gagal jantung, gangguan pernafasan, dan kelainan neurologis.
Tanda gangguan pernafasan akibat leukostasis biasanya tidak spesifik, meliputi takipnea,
dispnea hipoksia, infiltrat pada paru, atau gagal nafas. Kelainan neurologis dapat tampak
sebagai kesadaran somnolens atau koma, edema papil, distensi vena retina, dan perdarahan
retina. 1
Ekspansi sel leukemik pada sumsum tulang dan infiltrasi ekstramedular
menyebabkan terjadinya anemia, trombositopenia, dan atau neutropenia, yang dapat
mengakibatkan infeksi, perdarahan pada berbagai organ, dan gangguan pertumbuhan. Tanda
in utero adanya leukemia neonatus dapat terdeteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi,
berupa hepatosplenomegali, hidrops, dan polihidramnion. Pemeriksan fetoskopi dan dan
darah umbilical dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis leukemia. Isaacs, seperti yang
dikutip oleh Linden1, melaporkan 5 dari 145 pasien pasien yang terdiagnosis leukemia
kongenital lahir dalam keadaan meninggal. Pada keadaan ini plasenta terlihat berukuran
besar, dan sel leukemik dapat ditemukan pada organ ekstramedular. 1
Leukemia kongenital dapat menunjukkan gambaran klinis dan laboratorium
menyerupai kelainan lain, sehingga beberapa literatur menetapkan kriteria diagnosis sebagai
berikut: (a) penyakit dijumpai segera setelah lahir (<30 hari) (b) proliferasi leukosit imatur,
(c) infiltrasi sel leukemik ke sumsum tulang atau jaringan non hematopoetik, (d) tidak ada
penyakit lain yang menyebabkan reaksi leukemoid. 5-6 Hiperleukositosis pada leukemia
kongenital, seperti yang ditemukan pada pasien ini, harus dibedakan dengan kelainan lain
dengan gambaran mirip yaitu reaksi leukemoid, transient abnormal myelopoiesis (TAM), dan
keganasan kongenital lain seperti neuroblastoma. 1,5 Reaksi leukemoid merupakan kelainan
hematologi yang ditandai peningkatan leukosit lebih dari 50.000/uL terutama terdiri atas
neutrofil matang, sebagai akibat kelainan di luar sumsum tulang tulang, atau yang dikenal
dengan istilah reaktif.7 Penyebab terbanyak reaksi leukemoid adalah infeksi, pada neonatus
antara lain infeksi kongenital akibat Cytomegalovirus, Sifilis, Toksoplasmosis, Rubella,
Listeria monocytogenes, Herpes, atau sepsis. Selain itu reaksi leukemoid pada neonatus dapat
pula terjadi pada penyakit hemolitik seperti inkompatibilitas golongan darah, dan hipoksia
3
terkait kelahiran, atau perdarahan berat. Faktor lain
yang dapat menimbulkan reaksi
leukemoid adalah keganasan dan pemberian obat sepeti kortikosteroid. Hemolytic disease of
the newborn ditandai banyaknya prekusor eritrosit di darah tepi. bisa terjadi akibat dan
adanya sel blas dalam sirkulasi. Seringpula disertai hepatosplenomegali akibat hematopoiesis
ekstramedular dan adanya nodul kulit. Berbeda dengan leukemia akut, pada pemeriksaan
darah tepi pasien dengan reaksi leukemoid tidak dijumpai populasi sel monoklonal dan pada
sumsum tulang biasanya ditemukan peningkatan jumlah seri mieloid pada berbagai tahap
maturasi, dan bukan sel leukemik. Selain itu pada pasien dengan reaksi leukemoid akibat
infeksi biasanya ditandai dengan retardasi pertumbuhan intra uteri dan atau mikrosefali. 1,5,7
Transient
abnormal
myelopoiesis
(TAM)
yang
dikenal
pula
dengan
transient
myeloproliferative disorder (TMD), pada sindroma Down memiliki gambaran klinis dan
laboratorium yang sulit dibedakan dengan AML, ditandai adanya blas, terutama
megakarioblas, di darah tepi. Pada neuroblastoma
secara klinis dapat dijumpai
hepatosplenonogmegali
namun
hiperleukositosis.
dan
blueberry
muffin
baby,
biasanya
tidak
ada
1,2,6
Diagnosis leukemia kongenital pada pasien kami berdasarkan dijumpainya
hiperleukositosis dengan blas 64% segera setelah lahir, disertai hydrops fetalis dan distensi
abdomen akibat hepatosplenomegali masif yang kemungkinan disebabkan infiltrasi sel
leukemik. Fasies mongoloid yang dijumpai mengarahkan kecurigaan akan adanya sindroma
Down. Kemungkinan reaksi leukemoid pada pasien disingkirkan berdasarkan hitung jenis
darah tepi yang didominasi sel blas, air ketuban jernih, suhu afebris, dan CRP yang normal
tidak mendukung infeksi berat. Pemeriksaan fisik tidak terlihat kelainan organ yang
mengarahkan pada infeksi kongenital. Namun demikian kemungkinan infeksi kongenital
belum sepenuhnya dapat disingkirkan karena pemeriksaan serologis untuk diagnosis sifilis
dan TORCH belum dilakukan. Golongan darah ibu dan bayi sama, tidak menunjukkan
kemungkinan inkompatibilitas yang dapat menyebabkan hemolitik, serta tidak terlihat tanda
perdarahan. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan
banyak eritrosit makrositik dan
peningkatan prekusor eritrosit, namun hal ini dapat pula dijumpai pada AML kongenital.
Sediaan hapus darah tepi menunjukkan morfologi blas mengarah kepada seri mieloid,
yaitu mieloblas, monoblas, dan megakarioblas. Hal ini sesuai dengan berbagai literatur yang
menyebutkan bahwa sebagian besar kasus leukemia kongenital adalah LMA, dan pada
leukemia akut terkait sindroma Down merupakan leukemia megakarioblastik akut. Namun
demikian untuk memastikan jenis sel leukemik diperlukan pemeriksaan immunophenotyping.
Pemeriksaan sitogenetik untuk mendeteksi trisomy 21 dan pemeriksaan molekuler untuk
menemukan mutasi faktor transkripsi GATA1 yang khas untuk sindroma Down belum
dilakukan pada pasien.
4
Leukemia kongenital memiliki prognosis buruk, hanya 23% pasien yang bertahan
setelah 24 bulan.6 Survival ALL neonatal dilaporkan <10%, dengan kekambuhan pasca
kemoterapi sekitar 73%. AML neonatal diperkirakan meiliki survival sekitar 25%, dengan
kekambuhan 25%.1 Hiperleukositosis, hidrops fetalis, organomegali masif dengan gagal nafas
merupakan faktor yang meningkatkan risiko kematian, seperti yang dijumpai pada pasien ini.
Pasien kami meninggal pada usia 2 hari, sebelum tindakan diagnostik lebih lanjut dapat
dilakukan, yaitu immunophenotyping dan pemeriksaan sitogenetik, sehingga jenis leukemia
dan adanya kelainan sitogenetik yang khas untuk sindroma Down belum dapat ditentukan.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus leukemia akut pada neonatus yang lahir dengan hidrops
fetalis dan hernia scrotalis, serta tersangka sindroma Down. Leukemia kongenital merupakan
kasus yang sangat jarang terjadi, namun demikian perlu dipikirkan sebagai salah satu kelainan
yang mungkin terjadi bila pada fetus didapatkan hidrops fetalis atau sindroma Down. Dalam
menegakkan diagnosis keganasan ini perlu dibedakan dengan kelainan lain seperti reaksi
leukemoid, TAM, dan neuroblastoma, yang memerlukan kerjasama dan komunikasi yang
baik antara bidang Fetomaternal, Perinatologi, dan Patologi Klinik. Pemeriksaan
immunophenotyping sangat penting untuk menentukan jenis leukemia, yang akan sangat
mempengaruhi jenis terapi. Pemeriksaan ini diperlukan di RSUP Fatmawati sebagai rumah
sakit rujukan .
KEPUSTAKAAN
1. Linden MH, Creemer S, Pieters R. Diagnosis and management of neonatal leukemia.
Seminars in fetal and neonatal Medicine. 2012 ; 17 : 192-5
2. Baumann I, Niemeyer CM, Brunning RD, Arber DA, Porwit A. Myeloid
proliferations related to Down syndrome. In : Swerdlow SH, Campo E, Harris NL,
Jaffe ES, Pileri SA, Stein H, et al. WHP Classification of tumours of hematopoietic
and lymphoid tissues 4th ed. Lyon : International Agency for Research on Cancer.
2008. p.142-4.
3. Roberts IAG. Neonatal hematology. In : Hoffbrand AV, Catovsky D, Tuddenham
EGD, Greer AR, editors. Postgraduate haematology 6 th ed. 2011. West Sussex :
Blackwell Publishing. p.979.
4. Roy A, Roberts I, Vyas P. Bilogy and management of transient abnormal
myelopoiesis (TAM) in children with Down syndrome. Seminars in fetal and
neonatal medicine 2012; 17 : 196-201.
5
5. Patil J, Patil J, Deshapande SR. A rare presentation of congenital leukemia in Down’s
Syndrome. SCh J App Med Sci 2015; 3(1G) : 494-7.
6. Prakash KP, Rau ATK, Bhat ST, Rau AR. Congenital leukemia- a diagnostic
dilemma. Indian Journal of Medical and Paediatric Oncology 2008 ; 29(4) : 41-3.
7. Sakka V, Tsiodras S, Giamarellos-Bourboulis EJ, Giamarellou H. An update on the
etiology and diagnostic evaluation of a leukemoid reaction. European J Int med 2006
; 17 : 394-8.
6
Download