BAB II KAJIAN PUSTAKA A. ORIENTASI

advertisement
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. ORIENTASI PEKERJAAN
Setiap manusia memerlukan alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan
pekerjaan. Pekerjaan digunakan sebagai alat atau media untuk mencukupi
kebutuhan hidup seorang individu. Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan
individu untuk memenuhi tugas-tugasnya dan mendapatkan imbalan atas apa yang
sudah dilakukan.
Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 803),
“orientasi adalah 1) peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang
tepat dan benar; 2) pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau
kecenderungan.” Sementara itu Cascio (dalam Sedarmayanti, 2010, hlm. 114)
mengemukakan bahwa “orientasi adalah pengakraban dan penyesuaian dengan
situasi atau lingkungan.”
Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 554),
pekerjaan adalah 1) barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan,
dsb); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan: 2) pencaharian; yang
dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapat
nafkah: 3) hal bekerjanya sesuatu.
Orientasi pekerjaan dapat diartikan sebagai sikap, pandangan dan
kecenderungan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Orientasi pekerjaan
dipengaruhi oleh realitas kondisi fisik dan sosial yang terjadi di lingkunganya.
Kondisi ini berupa keadaan alam, pengetahuan yang dimiliki manusia, dan
kemajuan teknologi yang dimiliki penduduk pada suatu wilayah dalam kurun
waktu tertentu.
Pekerjaan tidak terlepas dari pendapatan dan tingkat kesejahteraan
masyarakat sebagai sumber pendapatan. Jumlah lahan yang terbatas sementara
laju pertumbuhan penduduk berjalan dengan pesat menyebabkan kepemilikan
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
14
lahan semakin sempit. Sempitnya lahan mengurangi sarana produksi petani
sebagai sumber pendapatan, hasil pertanian menjadi rendah yang menyebabkan
pendapatan petani juga semakin rendah. Dengan penghasilan yang rendah
sedangkan kebutuhan semakin naik, masyarakat melakukan perubahan orientasi
pekerjaan sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan
dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
B. PERUBAHAN ORIENTASI PEKERJAAN
Orientasi pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya
adalah lingkungan. Pekerjaan masyarakat di wilayah pedesaan pada umumnya
masih berorientasi pada sektor pertanian, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alam di
pedesaan yang umumnya memiliki lahan yang subur dan dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani secara turun
temurun. Namun pada saat ini daerah pedesaan cenderung mengarah pada
perubahan orientasi pekerjaan dari sektor pertanian ke non pertanian. Pekerjaan di
luar sektor pertanian saat ini sudah mulai menjadi pekerjaan utama dan tumpuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini terjadi karena pesatnya
pembangunan dan alih fungsi lahan yang menyebabkan perubahan kondisi alam di
pedesaan.
Perubahan
lingkungan
yang
terjadi
di
pedesaan
akibat
adanya
pembangunan dan alih fungsi lahan dapat menyebabkan perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan sesuai dengan pendapat Adimiharji (dalam Mulyawan,
2006, hlm. 23) yang mengemukakan mengenai:
Dua teori tentang perubahan kebudayaan yaitu: environtmental
determinism dan environtmental posibilism. Determinis lingkungan
berpandangan bahwa lingkunganlah yang menentukan perubahan terhadap
pola kehidupan manusia. Lingkungan alam tempat manusia hidup
memberikan daya dukung terhadap berbagai bentuk kemungkinan yang
dapat dipilih manusia dalam memilih jalan hidupnya. Berpikir tentang
determinis ini berdasarkan pada pengaruh faktor geografi seperti topografi,
lokasi, iklim dan sumber daya alam yang memengaruhi kondisi-kondisi
dalam suatu lingkungan tempat tinggalnya.
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
15
Jadi kondisi lingkungan sangat berperan penting dalam menentukan pola
kehidupan manusia, termasuk pekerjaan sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Setiap kondisi fisik dan perubahan yang terjadi pada lingkungan
akan berpengaruh terhadap pekerjaan di suatu wilayah karena manusia melakukan
penyesuaian dalam menentukan pekerjaan dengan memperhatikan sumber daya
dan kondisi geografi wilayah tersebut. Demikian pula yang dilakukan masyarakat
pedesaan yang mengalami alih fungsi lahan. Mereka melakukan perubahan
orientasi pekerjaan sebagai upaya adaptasi dan memperoleh penghasilan untuk
dapat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dapat
disimpulkan
bahwa
perubahan orientasi
pekerjaan
adalah
berubahnya sikap, pandangan dan kecenderungan seseorang terhadap suatu
pekerjaan. Perubahan orientasi pekerjaan dapat terjadi secara sukarela maupun
terpaksa karena adanya dorongan dari berbagai faktor.
C. FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMENGARUHI
PERUBAHAN
ORIENTASI PEKERJAAN
Perubahan orientasi pekerjaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor
yang beragam. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan orientasi pekerjaan
adalah sebagai berikut:
1. Usia/Umur
Usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi orientasi pekerjaan
seseorang, menurut Murniatmo (dalam Rolina 2013, hlm. 12) mengemukakan
bahwa “generasi muda merupakan kelompok yang paling dinamis, mudah
berubah dan mudah menerima pembaharuan, baik yang positif maupun negatif”.
Orang yang berusia muda cenderung memiliki orientasi pekerjaan yang beragam.
Kondisi fisik yang masih kuat, semangat yang tinggi dan terbuka terhadap
pembaharuan menyebabkan generasi muda memiliki harapan dan keinginan untuk
memiliki pekerjaan yang sesuai dengan minat dan memiliki penghasilan yang
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
16
tinggi. Generasi muda tidak terpaku dengan pekerjaan turun-temurun, mereka
bahkan memiliki keinginan untuk merubah nasib dan memiliki pekerjaan yang
lebih baik dari generasi tua. Sedangkan generasi tua cenderung tidak memiliki
pilihan pekerjaan yang beragam karena keterbatasan tenaga dan sikap yang
biasanya tertutup dengan perubahan. Sehingga biasanya generasi tua terpaku pada
pekerjaan turun-temurun yang telah diwariskan dari pendahulu mereka.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Secara kodrati
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini menyangkut
kemampuan secara fisik dan mental yang dimiliki oleh laki-laki maupun
perempuan. Rolina (2013, hlm. 13) mengemukakan bahwa:
Laki-laki cenderung memiliki orientasi perubahan mata pencaharian yang
lebih beragam dibanding wanita. Karena melihat tenaga yang mereka
punya. Laki-laki dan wanita cenderung memiliki pemilihan mata
pencaharian yang berbeda. Biasanya wanita lebih memilih jenis mata
pencaharian yang lebih mengutamakan ketelitian.
Laki-laki dianggap memiliki kekuatan fisik yang lebih unggul dan
kemampuan yang lebih tinggi dalam bekerja karena memiliki tenaga yang lebih
besar. Sedangkan perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik yang lebih
lemah dibandingkan dengan laki-laki, sehingga pekerjaan perempuan terbatas
pada pekerjaan yang menggunakan sedikit tenaga. Karena perbedaan ini laki-laki
dan perempuan memiliki orientasi pekerjaan yang berbeda, laki-laki biasanya
memilih pekerjaan yang membutuhkan tenaga, sedangkan perempuan mencari
pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang tidak terlalu besar dan lebih
mengutamakan ketelitian.
3. Pendidikan
Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah :
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
17
dirinya,
masyarakat,
bangsa
www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf
dan
negara.
Pendidikan berpengaruh terhadap orientasi pekerjaan seseorang karena
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar peluang orang tersebut untuk
mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan dan kesejahteraan yang lebih tinggi
dan semakin besar kesempatan mereka untuk meninggalkan pekerjaan pada sektor
pertanian dan memiliki pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan.
4. Keterampilan
Rolina (2013, hlm. 13) mengemukakan bahwa “keterampilan merupakan
salah satu faktor yang memengaruhi orientasi perubahan mata pencaharian.”.
Keterampilan
dapat
menjadi
modal
seseorang
sebagai
keahlian
untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Dengan keterampilan yang dimiliki orang dapat
berupaya untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik atau menghasilkan lebih
banyak penghasilan bagi dirinya. Demikian halnya dengan para petani yang
terkena dampak alih fungsi lahan, karena sarana produksi yang berkurang dan
menyebabkan penghasilan berkurang. Jenis pekerjaan yang mereka pilih biasanya
sesuai dengan keterampilan yang mereka punya. Para petani yang memiliki
keterampilan di luar pertanian mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan
keterampilannya, sedangkan mereka yang tidak mempunyai keahlian bertahan
sebagai petani atau bahkan menjadi pengangguran.
5. Tingkat Pendapatan
Pendapatan erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan seseorang.
Abdullah (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 24) mengemukakan bahwa:
Pendapatan perorangan dibedakan atas pendapatan asli dan pendapatan
turunan. Pendapatan asli adalah pendapatan yang diterima oleh setiap
orang yang langsung turut serta dalam proses produksi barang. Pendapatan
turunan adalah pendapatan dari golongan penduduk lainnya yang tidak
langsung turut serta dalam proses produksi.
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
18
Manusia yang memiliki pendapatan yang dianggap cukup untuk memenuhi
seluruh kebutuhan hidupnya akan bertahan menjalani pekerjaan tersebut.
Sedangkan orang yang memiliki pendapatan yang dianggap kecil dan tidak
mencukupi kebutuhan hidupnya, akan berupaya untuk merubah orientasi
pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain yang menawarkan tingkat kesejahteraan
yang lebih baik.
6. Luas kepemilikan lahan
Menurut Sayogyo (dalam Rolina, 2013, hlm. 15) luas lahan pertanian
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu “golongan petani kecil dengan luas lahan
< 0,5 ha, golongan petani menengah dengan luas lahan 0,5 - 1 ha, dan golongan
petani besar dengan luas > 1 ha.”
Selanjutnya menurut Tika (dalam Rolina 2013, hlm. 15-16) bahwa status
kepemilikan lahan dapat dikelompokkan menjadi lima golongan petani yaitu,
“petani pemilik, petani pemilik-penggarap, petani penggarap, penyewa dan buruh
tani.”
Adiwilaga (dalam Rolina 2013, hlm. 16) mengemukakan bahwa:
Pada umumnya keluarga petani sebagai unit ekonomi terus berusaha di
bidang pertanian untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian
keluarga tanahnya sempit atau tidak mempunyai tanah sama sekali untuk
minimal memenuhi kebutuhan keluarga bekerja sebagai buruh tani atau
petani penggarap di desanya atau di luar desanya... Jumlah tenaga kerja
dalam keluarga petani terus bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, sebagian anggota keluarga berusaha apa saja yang bisa
memberikan penghasilan. Dari mereka yang tetap berat dan merasa jenuh
hingga sedikit merubah mata pencaharian mereka masuk kedalam
kelompok pengrajin, pedagang kecil, buruh tani, serta usahawan kecil yang
mengolah makanan dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa luas kepemilikan lahan memengaruhi
orientasi pekerjaan seseorang karena banyaknya pekerja pertanian tidak sebanding
dengan ketersediaan lahan sehingga menimbulkan persaingan dalam memperoleh
lahan. Ketika lahan garapan yang sempit dianggap sudah tidak dapat memenuhi
kebutuhan para petani, maka para petani merubah orientasi pekerjaan mereka
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
19
menjadi pengrajin, pedagang kecil dan pekerjaan pada sektor non pertanian
lainnya.
7. Perubahan lingkungan fisik
Lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir biasanya memiliki pekerjaan sebagai
nelayan, masyarakat yang tinggal di daerah yang tanahnya subur biasanya
memiliki pekerjaan sebagai petani. Hal ini sejalan dengan pendapat Krumboltz
(dalam Rielalaring, 2014):
Faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pengambilan kerja, berupa
kesempatan kerja, kesempatan pendidikan dan pelatihan, kebijaksanaan
dan prosedur seleksi, imbalan, undang-undang, dan peraturan perburuhan,
peristiwa alam, sumber alam, kemajuan teknologi, perubahan dalam
organisasi sosial, sumber keluarga, sistem pendidikan, lingkungan tetangga
dan masyarakat sekitar, pengalaman belajar. Hal ini menjelaskan bahwa
pemilihan pekerjaan dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pengetahuan yang
dimiliki manusia, kondisi alam, pendapatan dan kemampuan teknologi
yang dimiliki penduduk yang mendiami suatu wilayah.
http://rielalaring.wordpress.com/2014/01/16/matriks-perbandingan-teoripemilihan-karier/
Ketika terjadi perubahan pada lingkungan fisik, maka akan terjadi
perubahan orientasi pekerjaan masyarakat di lingkungan tersebut. Hal ini
disebabkan karena lingkungan fisik di sekitar masyarakat dianggap sudah tidak
mendukung atau tidak cocok lagi untuk dimanfaatkan sebagai lahan produksi
untuk suatu pekerjaan. Sehingga masyarakat merubah orientasi pekerjaan mereka
sebagai upaya mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
8. Teknologi
Yuniarto dan Woro (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 22) mengemukakan
bahwa:
Ilmu dan teknologi bertanggung jawab atas terjadinya perubahan pada
relasi manusia dengan lingkunganya. Manusia primitif dengan kemampuan
dan alat yang serba terbatas hidupnya banyak bergantung dari kemurahan
alam. Sebaliknya, manusia modern berusaha sekuat-kuatnya untuk
menaklukan alam dan mengatur lebih lanjut alam tersebut demi
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
20
kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat dipandang sebagai kunci
untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan dan kesejahteraan.
Kemajuan teknologi memengaruhi manusia dan lingkunganya termasuk
orientasi pekerjaan seseorang. Masyarakat yang tidak terpengaruh kemajuan
teknologi umumnya menggantungkan hidupnya pada alam. Mereka terbatas pada
pekerjaan turun-temurun yang sudah menjadi kebiasaan dari leluhur mereka.
Sebaliknya, manusia modern berusaha untuk menaklukan alam demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Mereka terbuka pada pekerjaan-pekerjaan lain yang
dianggap lebih mudah, dan dapat mensejahterakan mereka.
9. Pertumbuhan penduduk
Tania (2011, hlm. 15) mengemukakan bahwa:
Pertumbuhan penduduk di pedesaan menyebabkan menurunnya rasio
lahan terhadap penduduk. Karena sebagian besar penduduk masih
menggantungkan hidupnya pada pertanian. Penurunan rasio ini akan
menyebabkan menurunnya rata-rata luas lahan pertanian per petani.
Selanjutnya menurut Soemarwoto (dalam Tania, 2011, hlm. 16):
Tekanan penduduk disebabkan karena lahan pertanian di suatu daerah
tidak cukup untuk mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang
dianggap layak. Karena itu penduduk berusaha mendapatkan pendapatan
tambahan dengan membuka lahan baru atau pergi ke kota.
Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan jumlah lahan adalah karena
semakin banyak penduduk, maka semakin banyak pula kebutuhan mereka
terhadap lahan sementara jumlah lahan relatif tetap. Kebutuhan manusia terhadap
lahan meliputi seluruh aspek dalam hidupnya, baik untuk pemukiman, fasilitas
sarana pekerjaan dan sebagainya. Tingginya kebutuhan terhadap lahan
menyebabkan berubahnya fungsi lahan, salah satunya berubahnya fungsi lahan
pertanian menjadi lahan pemukiman. Sementara itu, mayoritas pekerjaan
masyarakat di pedesaan adalah sebagai petani, berkurangnya lahan artinya
berkurang juga sarana produksi, menyempitnya pekerjaan dan berkurang juga
pendapatan masyarakat.
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
21
Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap perubahan orientasi pekerjaan
masyarakat, karena secara langsung maupun tidak langsung faktor-faktor ini
berpengaruh terhadap cara pandang dan sikap individu terhadap suatu pekerjaan,
serta dipengaruhi oleh kondisi fisik di lingkungan dimana individu melakukan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
D. LAHAN
1. Pengertian Lahan
Lahan merupakan sumber daya yang penting bagi manusia, manusia
memanfaatkan lahan sebagai tempat hidup, tempat untuk mencari nafkah, dan
tempat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan mengolah dan
melakukan pembangunan. Hampir semua pembangunan fisik membutuhkan lahan
seperti sektor industri, sektor pertanian, perumahan, transportasi, kehutanan dan
pertambangan.
Mubyarto (1991, hlm. 89) mengatakan bahwa :
Dalam pertanian, terutama negara kita, faktor produksi tanah mempunyai
kedudukan paling penting. Masyarakat pertanian yang hidupnya
bergantung pada tanah sebagai sarana produksi merupakan korban utama
dari adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, karena
tidak dipungkiri dengan adanya alih fungsi lahan pertanian ke lahan
pemukiman maka para petani dan buruh tani telah kehilangan sarana
produksinya.
Bagi petani, lahan merupakan sumber daya yang vital, petani
menggantungkan tanah sebagai sarana produksi untuk memenuhi kebutuhannya.
Jumlah lahan pertanian sangat berpengaruh bagi petani, ketika jumlah lahan
pertanian mengalami penyusutan karena pembangunan dan sebagainya, petani
merupakan korban utama karena petani kehilangan sarana produksi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 624)
“lahan adalah tanah terbuka; tanah garapan.” Selanjutnya menurut Jamulya dan
Sunarto (dalam Fajarwanto, 2012, hlm. 14) lahan diartikan sebagai “suatu
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
22
kesatuan dari sejumlah sumber daya alam yang tetap dan terbatas yang dapat
mengalami kerusakan atau penurunan produktifitas sumber daya alam tersebut.”
FAO (dalam Arsyad, 2012, hlm. 304), lahan (land) diartikan sebagai
“lingkungan fisik yang terdiri atas, iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta
benda yang ada di atasnya sepanjang berpengaruh terhadap potensi penggunaan
lahan.”
Selanjutnya Bintarto (1983, hlm. 14) mengemukakan bahwa :
lahan dapat diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau
daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka
dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan,
melangsungkan dan mengembangkan hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lahan adalah suatu
daerah di permukaan bumi sebagai lingkungan fisik dan kesatuan sumber daya
alam yang tetap, terbatas dan dapat mengalami kerusakan atau penurunan yang
digunakan sebagai tempat atau daerah untuk hidup, dimana penduduk
memanfaatkan
lahan
untuk
mempertahankan,
melangsungkan
dan
mengembangkan hidupnya. Makna lahan dan tanah adalah sama, yaitu sebagai
permukaan bumi yang digunakan manusia untuk segala macam kegiatan.
Pengertian lahan dan tanah adalah setara dan tidak perlu dipertentangkan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arsyad (2012, hlm. 304), “lahan
mengandung pengertian ruang atau tempat, yang sama dengan makna tanah, yaitu
tanah diperlakukan sebagai ruangan di permukaan bumi yang digunakan oleh
manusia untuk segala macam kegiatan.”
Selanjutnya menurut Arsyad (2012, hlm. 304-305) :
kata lahan dapat digunakan dalam artian tanah dan sebaliknya, atau dengan
kata lain tanah dan lahan mengandung pengertian yang sama. Kedua
istilah atau pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan. Kata tanah
atau lahan digunakan dalam makna yang setara dengan land.
Lahan atau dapat juga disebut dengan tanah sebagai sumber daya terbatas
yang terus menerus diolah dan diupayakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
23
dapat mengalami kerusakan atau penurunan kualitas. Lahan atau tanah dapat
mengalami kerusakan yang dapat diakibatkan oleh berbagai hal, Riquir (dalam
Arsyad, 2012, hlm. 2), mengemukakan bahwa:
Kerusakan tanah dapat terjadi oleh, 1) kehilangan unsur hara dan bahan
organik dari daerah perakaran; 2) terakumulasinya garam di daerah
perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau
senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan; 3) penjenuhan tanah oleh
air (waterlogging); 4) erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses
tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tumbuhan atau menghasilkan barang atau jasa.
Lahan sebagai sumberdaya yang terbatas dan tidak tetap, dapat mengalami
penurunan kualitas maupun jumlah yang diakibatkan oleh banyak faktor.
Pemanfaatan
lahan
dapat
menyebabkan
kualitas
lahan
menurun
yang
menyebabkan berkurangnya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Jumlah
lahan juga dapat berkurang karena adanya abrasi atau pengikisan daratan oleh air
laut.
2. Penggunaan Lahan
Manusia senantiasa menggunakan lahan untuk memenuhi kebutuhannya.
Pemanfaatan lahan oleh manusia berupa upaya-upaya yang dilakukan manusia
pada lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Arsyad (2012, hlm. 305) mengemukakan bahwa:
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi
(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan
dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan
lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan
pertanian dibedakan berdasarkan penyediaan air dan komoditas yang
diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang
terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam
penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian
pada lahan tidak beririgasi), sawah kebun kopi, kebun karet, padang
rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya.
Selanjutnya
Dit.
Land
Use
(dalam
Arsyad,
2012,
hlm.
305)
mengemukakan bahwa “penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
24
dalam lahan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan
sebagainya.”
Pengelompokkan
penggunaan
lahan
pada
uraian
di
atas
tidak
mempertimbangkan aspek lain dalam penggunaan lahan, seperti skala usaha atau
luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja,
orientasi pasar, dan sebagainya. Jika faktor-faktor seperti skala usaha atau luas
tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja,
orientasi pasar, dan sebagainya dimasukkan, tipe pengunaan lahan menurut
Arsyad (2012, hlm. 305-306) adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
Ladang;
Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, tidak intensif;
Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, intensif;
Sawah gogo rancah (sawah yang pada saat penanaman berupa lahan
kering, kemudian tergenangi air setelah cukup hujan);
Sawah tadah hujan (tidak beririgasi, air untuk menggenangi tanah
berasal dari curah hujan);
Sawah beririgasi, satu kali setahun, tidak intensif;
Sawah beririgasi, dua kali setahun, intensif;
Perkebunan rakyat (karet, kopi, atau coklat, jeruk), tidak intensif;
Perkebunan rakyat, intensif;
Perkebunan besar, tidak intensif;
Perkebunan besar, intensif;
Hutan produksi, alami;
Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya;
Padang pengembalaan, tidak intensif;
Padang pengembalaan, intensif;
Hutan Lindung;
Cagar Alam.
Jadi penggunaan lahan merupakan upaya intervensi manusia untuk
memanfaatkan lahan demi memenuhi kebutuhanya. Penggunaan lahan dapat
dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian
dan penggunaan lahan bukan pertanian.
3. Sifat-sifat Lahan
Arsyad (2012, hlm. 306) mengemukakan bahwa sifat-sifat lahan (Land
Characteristics) adalah “atribut atau keadaan unsur lahan yang dapat diukur atau
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
25
diperkirakan seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah
hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya.”
Selanjutnya menurut Karlen et al (dalam Arsyad, 2012, hlm. 306), “sifat
atau perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan tanaman/tumbuhan tersebut
disebut kualitas tanah (land quality).”
Dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat lahan adalah keadaan unsur lahan
yang
dapat
diukur
atau
diperkirakan
yang
menentukan
pertumbuhan
tanaman/tumbuhan.
E. ALIH FUNGSI LAHAN
Alih fungsi lahan pertanian bukanlah masalah baru. Sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun dan meningkatnya
pembangunan, semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan. Sedangkan jumlah
lahan terbatas sehingga mendorong adanya perubahan fungsi lahan.
Harsono (1995, hlm. 13) mengemukakan bahwa:
alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari
suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainya. Pertambahan penduduk dan
peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah
struktur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Selain
untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga
terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan dalam jumlah
jauh lebih besar.
Selanjutnya Sumaryanto (tt, hlm. 4) mengemukakan bahwa:
Sebagian lahan sawah yang terkonversi itu beralih fungsi menjadi lahan
pertanian lahan kering dan sebagian lainnya beralih fungsi ke penggunaan
non pertanian untuk memenuhi kebutuhan pemukiman, pengembangan
industri, jasa dan sebagainya.
Sihaloho, Dharmawan dan Rusli (2007, hlm. 262-264) dari hasil
penelitiannya yang dilakukan di Kelurahan Mulyaharja, mengemukakan faktorfaktor yang menyebabkan konversi lahan berdasarkan faktor pokok konversi,
pelaku, pemanfaat dan prosesnya, konversi dapat dibedakan menjadi tujuh
tipologi yaitu:
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
26
1. Konversi Gradual-Berpola Sporadis
Pola konversi ini diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu
lahan yang tidak/kurang produktif (bermanfaat secara ekonomi) dan
keterdesakan ekonomi pelaku konversi;
2. Konversi Sistematik Berpola „enclave’
Konversi sistematik berpola „enclave’ yang dimaksud adalah
sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak;
3. Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk
(Population growth driven land conversion)
Pertumbuhan penduduk baik secara alami (natural) maupun karena
migrasi masuk lebih besar dari keluar. Kebutuhan tempat tinggal
akibat pertambahan penduduk mengakibatkan lahan-lahan terkonversi.
Konversi yang diakibatkan oleh faktor penggerak utama pertumbuhan
penduduk disebut dengan konversi adaptasi demografi;
4. Konversi yang disebabkan oleh Masalah Sosial (Social problem
driven land conversion)
Keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan adalah dua faktor
utama penggerak melakukan konversi lahan;
5. Konversi “Tanpa Beban”
Satu faktor penggerak utama dari pola konversi tanpa beban adalah
keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik dari keadaan
saat ini dan ingin ke luar dari kampung atau kelurahan. Pola konversi
tanpa beban ini lebih pada warga yang menjual tanahnya sekaligus ke
luar dari sektor pertanian ke non-pertanian;
6. Konversi Adaptasi Agraris
Pola konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi
dan keinginan untuk berubah dari warga. Dikatakan berpola adaptasi
agraris jika warga yang memiliki tanah yang relatif kurang produktif
(kelas 2-5) ingin meningkatkan hasil pertaniannya dengan cara
menjual tanah yang kurang produktif dan membeli tanah yang relatif
lebih bagus (kelas 1-2), paling tidak ada perubahan kualitas;
7. Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Pola
Konversi multi bentuk ini merupakan konversi yang diakibatkan
berbagai faktor. Namun, secara khusus faktor yang dimaksud adalah
faktor peruntukkan untuk
perkantoran, sekolah, koperasi,
perdagangan. Termasuk sistem waris yang tidak spesifik dijelaskan
dalam konversi adaptasi demografi.
Faktor penggerak utama dari ketujuh tipologi tersebut di atas dapat dilihat dalam
tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Pola Konversi Lahan
Faktor Penggerak Utama
Pola Konversi Lahan
(driving force)
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
27
Konversi
Sporadis
Gradual-Berpola Lahan
tidak
produktif
lagi
(bermanfaat)
dan
keterdesakan
ekonomi
Konversi Sistematik Berpola Tawaran pihak pemodal dan
„enclave’
keinginan alih fungsi lahan
Konversi
Lahan
sebagai Kebutuhan tempat tinggal dan
Respon Atas Pertumbuhan pertambahan penduduk baik karena
Penduduk (Population growth pertambahan
penduduk
alami
driven land conversion)
maupun karena migrasi masuk lebih
besar dari keluar
Konversi yang disebabkan oleh Keterdesakan
ekonomi
dan
Masalah Sosial (Social problem perubahan kesejahteraan
driven land conversion)
Konversi “Tanpa Beban”
Keinginan untuk berubah dan ingin
ke luar dari kampung dan atau
kelurahan
Konversi Adaptasi Agraris
Keterdesakan
ekonomi
dan
keinginan untuk berubah
Konversi Multi Bentuk atau Semua faktor termasuk kebutuhan
Tanpa Pola
pihak tertentu
Jadi alih fungsi lahan dapat dilakukan berdasarkan dorongan atau motif
yang berbeda dengan tujuan utama yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Setiap kegiatan alih fungi lahan memiliki peruntukkan yang berbeda
sesuai dengan tujuan dari adanya alih fungsi lahan seperti untuk pemukiman,
pertanian, fasilitas umum dan sebagainya.
Perubahan alih fungsi lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tata
guna lahan dari beberapa tahun. Berdasarkan informasi yang didapat dari peta tata
guna lahan tersebut dapat diketahui pertambahan jumlah desa, pertambahan luas
daerah pemukiman dan berkurangnya daerah pertanian dan hutan sebagai akibat
meningkatnya kebutuhan penduduk terhadap lahan.
Manuwoto (dalam Sudiana, 2012, hlm. 20) mengemukakan pendapatnya
bahwa “perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor, diantaranya
faktor sosial, atau kependudukan, pembangunan, ekonomi, penggunaan jenis
teknologi, dan kebijakan pembangunan makro.”
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
28
Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya alih
fungsi lahan. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (2010), pada tahun
2010
jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa dengan laju
pertumbuhan 1,49%. Peningkatan jumlah penduduk dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, menurut Lembaga Demografi FEUI (2007, hlm. 113) “migrasi
merupakan salah satu dari ketiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan
penduduk, sedangkan faktor lain adalah kelahiran dan kematian.”
Selanjutnya Koentjaraningrat (2004, hlm. 377) mengemukakan bahwa :
Memang negara Indonesia, merupakan salah satu di antara sejumlah
negara di dunia yang jumlah penduduknya itu paling besar. ... Laju
kenaikan penduduk di Indonesia adalah salah satu di antara yang paling
cepat di dunia.
Jumlah penduduk yang meningkat secara pesat berbanding lurus dengan
kebutuhannya terhadap lahan baik untuk kebutuhan infrastruktur seperti
perumahan, jalan, industri, perkantoran dan bangunan lain menyebabkan
kebutuhan akan lahan meningkat. Sementara itu lahan merupakan sumber daya
yang terbatas dimana jumlah lahan adalah tetap bahkan cenderung berkurang
karena abrasi sehingga menyebabkan persaingan dalam pemanfaatan lahan.
F. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI LAHAN
Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari
suatu kegiatan menjadi kegiatan lainnya. Hal ini terjadi karena terbatasnya luas
lahan untuk memenuhi suatu kebutuhan sehingga menyebabkan berkurangnya
luas lahan yang lain. Penggunaan lahan oleh masyarakat berubah dari waktu ke
waktu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap lahan
tersebut.
Soemarwoto (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 20-21) mengemukakan
bahwa:
Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan
menimbulkan tekanan penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Tekanan
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
29
penduduk yang besar akan lahan ini diperbesar oleh bertambah luasnya
lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya
pemukiman, jalan dan pabrik.
Menurut Sihaloho (dalam Agustin, 2014, hlm. 3) faktor-faktor yang
memengaruhi konversi lahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1. Faktor pada aras makro: meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan
pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervesi pemerintahan dan
marginalisasi ekonomi;
2. Faktor pada aras mikro: meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur
ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai
ekonomi rumah tangga), strategi bertahan hidup rumah tangga
(tindakan ekonomi rumah tangga).
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa meningkatnya
pertumbuhan
penduduk dan kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup
merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya konversi atau alih fungsi lahan.
Selanjutnya Yuniarto dan Woro (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 21-22)
mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan
yaitu:
1. Faktor Alamiah
Penggunaan di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor alamiah di
wilayah tersebut. Manusia mengolah lahan dengan komposisi
penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan untuk kelangsungan hidup,
baik yang menyangkut kondisi iklim, tanah, topografi, maupun
morfologi suatu wilayah. Dari beberapa faktor alamiah di atas akan
dibahas di bawah ini:
a. Faktor Iklim
Pola dan persebaran tanaman akan dipengaruhi oleh beberapa unsur
iklim seperti suhu, curah hujan dan kelembaban udara. Manusia dalam
membudidayakan tanaman produksinya, cenderung memilih daerah
yang cocok untuk tanaman agar tumbuh optimal.
b. Faktor Geologi dan Tanah
Kondisi batuan suatu daerah akan memengaruhi keadaaan tanah di
daerah tersebut. Faktor tanah erat kaitannya dengan aktivitas pertanian.
Kondisi tanah yang subur cenderung banyak dimanfaatkan untuk
produksi pertanian.
c. Faktor Topografi
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
30
2.
a.
b.
c.
Topografi berpengaruh pada corak yang beragam pada penggunaan
lahan. Topografi yang relatif landai atau datar cenderung berkembang
pemukiman dan pertanian serta jaringan transportasi, karena morfologi
yang landai memudahkan untuk beraktivitas.
Faktor Sosial
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia tidak dapat melepaskan
diri dari pemanfaatan sumber daya alam tergantung tingkat pendidikan,
keterampilan atau keahlian, mata pencaharian dan penggunaan
teknologi serta adat-istiadat yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
Di bawah ini akan dibahas faktor-faktor tersebut:
Tingkat Pendidikan dan Keterampilan
Tingkat pendidikan dan keterampilan akan menentukan jenis pekerjaan,
sedangkan pertumbuhan dan kepadatan penduduk menjadi pendorong
terjadinya perubahan penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan.
Mata Pencaharian
Adanya perubahan jenis mata pencaharian ini dimungkinkan karena
terjadinya perubahan ruang yang terjadi berupa lahan pertanian berubah
menjadi lahan non pertanian. Sehingga diperlukan upaya penyesuaian
terhadap kondisi yang ada saat ini.
Teknologi
Ilmu dan teknologi bertanggung jawab atas terjadinya perubahan pada
relasi manusia dengan lingkunganya. Manusia primitif dengan
kemampuan dan alat yang serba terbatas hidupnya banyak bergantung
dari kemurahan alam. Sebaliknya, manusia modern berusaha sekuatkuatnya untuk menaklukan alam dan mengatur lebih lanjut alam
tersebut demi kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat
dipandang sebagai kunci untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan
dan kesejahteraan.
Jadi alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu alih fungsi lahan juga
dapat disebabkan oleh faktor iklim, geologi tanah, topografi, tingkat pendidikan
dan keterampilan, mata penaharian dan teknologi.
G. DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN
Alih fungsi lahan pada umumnya memiliki dampak positif dan juga
memiliki dampak negatif. Dampak positif alih fungsi lahan adalah majunya
pembangunan dan tercukupinya fasilitas-fasilitas baik pendidikan, kesehatan,
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
31
hiburan, olah raga, transportasi dan sebagainya. Bahkan alih fungsi lahan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dibangunnya perusahaanperusahaan atau pabrik-pabrik yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat.
Namun, alih fungsi lahan secara besar-besaran dapat mengakibatkan
dampak negatif. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Sumaatmadja (dalam Sudiana, 2012, hlm.
20) mengemukakan bahwa:
Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis
yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka
panjang akan membawa dampak negatif terhadap lahan dan lingkungan
bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri.
Selanjutnya Fajarwanto (2011, hlm. 22-23) mengemukakan bahwa:
Perubahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan pemukiman berupa berkurangnya lahan hijau
yang menyebabkan permukaan yang kedap air bertambah, sehingga makin
sedikit air yang meresap ke dalam tanah. Rendahnya penambahan air tanah
melalui infiltrasi pada musim hujan akan menyebabkan menurunnya
pasokan air pada musim kemarau, sementara kebutuhan air irigasi pada
musim kemarau meningkat. Dampaknya selain menurunnya luas daerah
layanan irigasi, menurunnya intensitas tanaman bahkan dapat
menyebabkan kekeringan. Kondisi demikian dapat berdampak terhadap
penurunan produksi pangan secara nasional.
Dalam penelitian Marlina (2009) di Desa Padalarang dalam kurun waktu
1998-2007 perubahan penggunaan lahan terjadi sangat cepat. Sebagian besar
penggunaan lahan pertanian berubah menjadi pemukiman, sehingga berakibat
pada debit air limpasan permukaan di daerah penelitian. Air limpasan (Run Off)
dapat diartikan sebagai air yang dalam perjalanannya menuju saluran berada di
atas permukaan tanah. Lahan pertanian yang berubah menjadi pemukiman
diantaranya tegalan, sawah irigasi dan kebun. Debit limpasan bertambah dalam
kurun waktu 10 tahun. Tahun 1998 debit air limpasan penggunaan lahan dan
pemukiman sebesar 1.265.873.607 m3/tahun. Kemudian bertambah hampir dua
kali lipat menjadi 2.351.747.214 pada 2007. Dalam waktu 10 tahun debit
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
32
limpasan penggunaan lahan pertanian dan pemukiman bertambah 1.085.873.607
m3. Apabila dihitung setiap tahunnya debit limpasan permukaan bertambah
sebesar 108.587.360,7 m3/tahun. Meningkatnya debit air limpasan permukaan
dapat merugikan manusia sendiri, karena akan memengaruhi cadangan air dan
erosi akan sering terjadi.
Sihaloho (dalam Agustin, 2014, hlm. 4) menjelaskan bahwa konversi
lahan berimplikasi pada perubahan struktur agraria. Adapun perubahan yang
terjadi, yaitu:
1. Perubahan pola penguasaan lahan. Perubahan yang terjadi akibat
konversi yaitu terjadinya perubahan penguasaan tanah. Petani pemilik
berubah menjadi penggarap dan penggarap berubah menjadi buruh
tani. Implikasi dari perubahan ini adalah buruh tani sulit untuk
mendapatkan lahan dan terjadi proses marginalisasi;
2. Perubahan pola penggunaan lahan. Konversi lahan menyebabkan
pergeseran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria. Konversi
lahan pertanian menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah
dengan intensitas pertanian yang makin tinggi;
3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang semakin terbatas
menyebabkan berubahnya sistem pembagian hasil, demikian juga
munculnya sistem tanah baru, yaitu sistem sewa dan jual gadai;
4. Perubahan pola nafkah agraria. Keterbatasan lahan pertanian dan
keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran mata
pencaharian dari pertanian menjadi non pertanian;
5. Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan
kemunduran kemampuan ekonomi (pendapatan yang semakin
menurun).
Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan
fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial
bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi
alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi.
Soekanto (2007, hlm. 374) mengemukakan dampak pada sistem sosial
budaya diartikan sebagai “pelanggaran terhadap sistem sosial budaya, tubrukan
terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti bahwa dalam keadaan–keadaan
tertentu terjadi masalah-masalah berfungsinya sistem sosial budaya tersebut.”
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
33
Dampak sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh
faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Alih fungsi lahan berarti
menyusutnya sarana produksi petani yang menyebabkan berkurang pula
pendapatan petani, sehingga petani mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Untuk memenuhi kebutuhannya kemudian petani
melakukan perubahan orientasi pekerjaan.
Masyarakat yang pada mulanya bekerja sebagai petani akan mengandalkan
pekerjaan pada sektor lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian
masyarakat yang memiliki keahlian akan bekerja pada pekerjaan lain di luar
sektor pertanian, seperti sektor industri atau jasa, sementara mereka yang tidak
memiliki
keahlian
lain
akan
menjadi
pengangguran.
Kemiskinan
dan
pengangguran jika dibiarkan dapat memicu masalah sosial lain seperti kejahatan,
peperangan dan pelanggaran terhadap norma masyarakat.
Hal lain yang dapat menjadi masalah adalah tingginya tingkat urbanisasi.
Menurut Dirdjosisworo (dalam Naszir, 2008, hlm. 51) “urbanisasi berasal dari
kata urban (kota) yang berarti mengalirnya penduduk dari desa ke kota dalam
wilayah suatu Negara tertentu, sehingga terjadilah pemusatan penduduk di kotakota besar.”
Meningkatnya alih fungsi lahan menyebabkan banyak penduduk desa yang
pergi ke kota karena di kota banyak didirikan pusat-pusat industri yang dapat
menyerap tenaga kerja. Hal inilah yang mendorong terjadinya urbanisasi yang
menyebabkan ledakan jumlah penduduk di kota. Hal ini seperti pendapat Dwyer,
Sing dan Suharso (dalam Naszir, 2008, hlm. 69) berpendapat sama yaitu “sebab
dari perpindahan penduduk desa ke kota adalah karena kekurangan tanah dan
rendahnya pendidikan atau motivasi ekonomi.”
Selain itu Hauser, dkk (dalam Naszir, 2008, hlm. 70) mengemukakan
faktor-faktor yang memengaruhi urbanisasi yaitu :
1. Perubahan teknologi yang lebih cepat di bidang pertanian dari pada di
bidang bukan pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari
pedesaan;
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
34
2. Kegiatan produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota.
3. Pertambahan alami yang tinggi di pedesaan;
4. Susunan kelembagaan yang membatasi daya serap pedesaan, seperti:
sistem pemilikan tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat
menganak-emaskan penduduk perkotaan;
5. Layanan pemerintah yang lebih berat pada perkotaan;
6. Kelembagaan (inertia) faktor negatif yang menahan penduduk tetap
tinggal di pedesaan;
7. Kebijakan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan tujuan
mengurangi arus penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Dampak urbanisasi terhadap masalah perkotaan menurut Naszir (2008,
hlm. 91-94) :
1. Melonjaknya jumlah penduduk
Perpindahan penduduk ke perkotaan menyebabkan meningkatnya
jumlah penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk yang besar di kota
menambah masalah baru terutama kepadatan penduduk akan
berpengaruh pada sanitasi lingkungan, pemukiman kumuh,
kriminalitas dan lain sebagainya.
2. Menjamurnya sektor informal
Sektor informal timbul sebagai produk perekonomian kota dan adanya
urbanisasi. Kegiatan sektor informal ini dapat disebutkan seperti,
pedagang kaki lima, penjual surat kabar, pedagang rokok di
perempatan jalan yang strategis, dan sebagainya. Mereka yang terjun
ke dalam kegiatan sektor informal ini sebagian besar tidak dibekali
keterampilan dan bekal yang cukup, oleh karena itu untuk mencukupi
kebutuhan hidup dan mempertahankan kehadirannya mereka terjun ke
dalam kegiatan sektor informal. Sektor informal didefinisikan sebagai
kegiatan ekonomi yang bersifat marginal (kecil-kecilan) yang
mempunyai beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak
tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak
tetap, berdiri sendiri, berlaku di kalangan masyarakat berpenghasilan
rendah, tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus,
lingkungan kecil/keluarga, dan tidak mengenal sistem perbankan,
pembukuan maupun perkreditan.
3. Kemerosotan lingkungan kota
Kemerosotan lingkungan kota dapat dilihat dari semakin banyaknya
penduduk pendatang mendiami lokasi-lokasi di luar kemampuan
dukungan lingkungan tempat mereka tinggal, akibatnya daerah itu
semakin padat, bangunan semakin berhimpitan, penyempitan sungai
karena pinggirannya didirikan bangunan liar yang dapat menyebabkan
banjir di musim hujan. Selain itu polusi udara akibat tingginya
pertambahan kendaraan bermotor dan permasalahan sampah juga
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
35
menjadi indikator kemerosotan lingkungan akibat tingginya jumlah
penduduk di perkotaan akibat urbanisasi.
4. Timbulnya pengangguran, gelandangan dan kriminalitas
Urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan dan konsentrasi penduduk
yang berlebihan di perkotaan dapat menimbulkan berbagai masalah
kebutuhan pokok seperti makanan, lapangan kerja, perumahan,
pendidikan dan lain sebagainya. Dahulu di desa-desa tidak dikenal
adanya masalah pengangguran dan gelandangan atau sifatnya sangat
kecil sekali dan merupakan pengecualian, tetapi sekarang jumlahnya
sudah mulai meningkat dan memacu mereka untuk pergi ke kota.
Gejala pengangguran, gelandangan, dan kriminalitas di daerah
perkotaan sering disebutkan karena produk urbanisasi yang sangat
diperhitungkan sebagai indikator masalah dalam pembangunan kota.
Alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran di desa oleh
karena itu mereka bermigrasi ke kota, umumnya mereka yang
merupakan pekerja kasar atau petani dengan latar belakang pendidikan
yang rendah tidak mudah dalam mencari pekerjaan yang layak sesuai
harapan hidup yang layak. Akibatnya mereka asal bekerja untuk
mempertahankan hidup di kota, hal ini mendorong timbulnya
gelandangan dan kejahatan-kejahatan di kota-kota.
5. Masalah pengadaan perumahan
Tingginya arus urbanisasi akibat alih fungsi lahan pertanian
menyebabkan masalah perumahan di perkotaan. Berbeda dengan
situasi di desa-desa lahan untuk perumahan masih tersedia dengan
harga dan pembangunan perumahan relatif murah; rata-rata keluarga
dapat mendirikan rumah mereka yang secara kuantitatif perumahan di
pedesaan tidak menjadi masalah, hanya dari segi kualitatif mungkin
masih membutuhkan pendidikan teknik konstruksi maupun bangunan,
yang sudah tentu berbeda dan bertolak belakang masalahnya dengan
kondisi di kota-kota. Jumlah penduduk kota yang bertambah akibat
arus urbanisasi menyebabkan kebutuhan terhadap perumahan juga
meningkat. Sementara jumlah lahan di perkotaan terbatas dan harga
lahan serta pembangunanya relatif mahal, sehingga banyak para
pendatang di perkotaan mendirikan bangunan-bangunan liar untuk
tempat tinggal. Bangunan liar yang didirikan di lahan yang bukan
untuk perumahan dan konstruksi seadanya menyebabkan timbulnya
perkampungan-perkampungan kumuh di perkotaan.
Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan
fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial
bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
36
alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi. Dampak
sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomi
seperti
kemiskinan
dan
pengangguran.
Meningkatnya
kemiskinan
dan
pengangguran di desa dapat menyebabkan meningkatnya arus urbanisasi karena
masyarakat pindah dan mencari pekerjaan di kota. Tingginya arus urbanisasi
dapat menyebabkan berbagai permasalahan di kota diantaranya dapat
menyebabkan melonjaknya pertumbuhan penduduk, menjamurnya sektor
informal, kemerosotan lingkungan kota, timbul pengangguran, gelandangan dan
kriminalitas serta masalah pengadaan perumahan sehingga menimbulkan
lingkungan kumuh di perkotaan.
H. DAERAH PINGGIRAN KOTA
Daerah pinggiran kota sebagai suatu wilayah perluasan kegiatan
perkembangan kota dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang diakibatkan
oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang dapat menyebabkan
perubahan secara fisik seperti perubahan tata guna lahan, demografi,
keseimbangan lingkungan, serta kondisi sosial ekonomi.
Meningkatnya
pemukiman di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya
kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan.
Giyarsih (dalam Rolina, 2013, hlm. 7) mengemukakan bahwa “daerah
pinggiran kota didefinisikan sebagai daerah yang berada dalam proses transisi dari
daerah pedesaan menjadi perkotaan.” Selanjutnya Kurtz dan Eicher (dalam
Daldjoeni, 1987, hlm. 48) mengemukakan enam definisi rural-urban fringe:
1. Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling bertemu dan
mendesak di periferi kota;
2. Rural-urban fringe meliputi semua kebutuhan semua sub-urban, kota
satelit dan terotorium lain yang terlokasi langsung di luar kota dimana
tenaga kerja terlibat di bidang non agraris;
3. Suatu kawasan yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi,
tetapi masih ada di dalam jarak melajo (commuting distance);
4. Kawasan di luar kota yang penduduknya berkiblat ke kota (urban
oriented residents);
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
37
5. Suatu kawasan pedesaan yang terbuka, yang dihuni oleh orang-orang
yang bekerja di kota;
6. Suatu daerah dimana bertemu mereka yang berpangku jiwa di kota
dan di desa.
Daerah pinggiran kota sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam
tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat yang berdampak pada
perubahan lingkungan secara fisik termasuk alih fungsi lahan pertanian ke lahan
non pertanian dengan berbagai dampaknya.
I. PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
1. Pendidikan Untuk Perubahan
Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah :
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya,
masyarakat,
bangsa
dan
negara.
www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf
Pendidikan disini harus mampu berperan untuk melakukan analisis
kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi untuk dapat mempersiapkan
masyarakat agar tercipta Sumber Daya Manusia yang unggul.
Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL
Dalam Undang-Undang di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
pendidikan nasional adalah sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya
perubahan berupa pengembangan kemampuan peserta didik, pembentukan watak
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
38
dan peradaban, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Peserta didik merupakan bagian dari masyarakat. Menurut Setiadi dan
Kolip (2011, hlm. 609), “tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan,
sebab kehidupan sosial adalah dinamis.” Pendidikan harus mampu membekali
peserta didiknya sebagai bagian dari masyarakat untuk menjadi generasi yang siap
menghadapi segala bentuk perubahan dan pendidikan harus mampu menjadi agen
perubahan, maksudnya pendidikan harus mampu menjadi perantara terhadap
adanya perubahan.
Pendidikan sebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala
pengetahuan tentunya menjadi agen penting yang ikut menentukan perubahan
sosial masyarakat ke depan. Karena perubahan sosial mengacu pada kualitas
masyarakat, sementara kualitas masyarakat tergantung pada kualitas pribadipribadi anggotanya maka tentunya lembaga pendidikan memainkan peranan yang
cukup signifikan menentukan sebuah perubahan sosial yang mengarah kepada
kemajuan.
Proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan peserta didik yang
memiliki kemampuan dan potensi secara intelektual dan memiliki watak dan
akhlak yang terpuji sebagai bagian dari masyarakat. Pendidikan diharapkan
mampu untuk menghasilkan generasi muda seperti yang digambarkan dalam
Undang-Undang tersebut sehingga dapat membawa perubahan sosial yang positif
bagi suatu bangsa di masa depan.
2. Pendidikan Sosiologi Dalam Mengkaji Perubahan Sosial
Pendidikan sosiologi adalah aplikasi prinsip-prinsip sosiologi pada
lembaga pendidikan sebagai unit sosial. Adapun ruang lingkup pendidikan
sosiologi menurut Halim (2013) meliputi:
a. Analisis terhadap pendidikan selaku alat kemajuan social
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
39
b.
c.
d.
e.
Educational Sociology sebagai pemberi tujuan bagi pendidikan
Aplikasi sosiologi terhadap problema-problema pendidikan
Proses pendidikan merupakan proses sosialisasi
Pengajaran sosiologi untuk tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian
pendidikan
f. Peranan pendidikan di masyarakat
g. Pola interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat
h. Ikhtisar berbagai pendekatan terhadap educational sociology
www.academia.edu/4929242/RESUME_MATERI_SOSIOLOGI_PENDIDIKAN
Pendidikan Sosiologi berperan untuk menciptakan pendidikan yang mampu
untuk menjawab tantangan dari adanya perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat. Pada dasarnya setiap masyarakat pasti mengalami perubahan.
Perubahan masyarakat dapat berupa perubahan lambat dan cepat atau secara
evolusi dan revolusi. Perubahan yang menyangkut kehidupan manusia disebut
perubahan sosial dapat meliputi nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.
Perubahan sosial menurut Moore (dalam Ranjabar, 2008, hlm. 15)
mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari struktur sosial,
dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi
sosial.” Hans Garth dan C.Wright Mills (dalam Setiadi dan Kolip, 2011, hlm. 610)
mendefinisikan perubahan sosial adalah “apapun yang terjadi (kemunculan,
perkembangan, dan kemunduran), dalam kurun waktu tertentu terhadap peran,
lembaga, atau tatanan yang meliputi struktur sosial.”
Selanjutnya Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2007, hlm. 263)
mengemukakan definisi perubahan sosial dengan lebih rinci yaitu:
Perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup
yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena
adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Berdasarkan definisi-definisi ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
perubahan sosial yaitu perubahan cara hidup pada suatu masyarakat yang
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
40
dipengaruhi oleh kondisi geografis atau alam, kebudayaan material, jumlah
penduduk dan penemuan baru dalam masyarakat.
Eisenstadt (dalam Halim, 2013) mengemukakan bahwa:
Perubahan sosial berlangsung melalui proses perubahan institusionalisasi
dalam bentuk, potensi dan tempo yang berbeda-beda. Meskipun demikian,
tidak semua proses perubahan sosial melahirkan perubahan pada semua
sistem
institusi
yang
ada
di
masyarakat.
www.academia.edu/4929242/RESUME_MATERI_SOSIOLOGI_PENDI
DIKAN
Berdasarkan pendapat Eisenstadt perubahan sosial berlangsung melalui
proses perubahan institusionalisasi dalam bentuk, potensi dan tempo yang
berbeda-beda. Salah satu institusi yang ada di masyarakat adalah pendidikan.
Dalam salah satu perannya pendidikan berusaha memelihara warisan budaya suatu
masyarakat, tetapi di samping itu pendidikan harus mampu untuk menghilangkan
kepincangan kebudayaan (cultural lag) yang ada di masyarakat. Sehingga
disinilah pendidikan khususnya pendidikan sosiologi harus dapat berperan untuk
dapat menyesuaikan budaya lama dengan budaya baru.
J. PENELITIAN TERDAHULU
Rustandi (2009) dalam penelitiannya di Kecamatan Cileunyi, dalam kurun
waktu lima belas tahun antara tahun 1994 sampai tahun 2008 terjadi konversi
lahan seluas 407,1 Ha atau sekitar 13,91% dari luas keseluruhan Kecamatan
Cileunyi yaitu 2.926,5 Ha. Konversi lahan yang terjadi pada lahan pertanian
disebabkan oleh alih fungsi lahan dari penggunaan lahan pertanian menjadi
pemukiman atau perumahan sebagai dampak dari laju pertumbuhan penduduk di
Kecamatan Cileunyi yang semakin meningkat. Oleh karena itu di wilayah
Kecamatan Cileunyi banyak terjadi konversi lahan pertanian menjadi non
pertanian (pemukiman atau perumahan), sehingga konversi lahan ini banyak
berpengaruh baik kepada fisik lahan itu sendiri maupun penduduk yang berada di
wilayah Kecamatan Cileunyi. Konversi lahan berpengaruh terhadap mata
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
41
pencaharian penduduk, sebelum terjadi konversi lahan atau khususnya pada tahun
1994 mata pencaharian pokok responden yang paling banyak adalah wiraswasta
51,39%, PNS 18,05%, petani penggarap dan pemilik 11.11%, petani buruh
14,17%, petani penyewa dan penggarap 14,17%, pedagang 7,8% dan belum
bekerja 8,33%. Setelah terjadi konversi lahan pada tahun 2008 mata pencaharian
pokok penduduk mengalami perubahan yaitu, wiraswasta 47,22%, PNS 22,22%,
petani buruh 12,5%, penggarap pemilik 9,72%, pedagang 6,95% dan jasa 1,39%.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa mata pencaharian pokok
sebagai petani (penggarap dan pemilik), petani (penyewa dan penggarap) dan
buruh tani mengalami penurunan. Selain itu konversi lahan juga berpengaruh
terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah Kecamatan Cileunyi.
Konversi lahan berpengaruh terhadap luas kepemilikan lahan, harga tanah
penduduk, pendapatan penduduk, kepemilikan penduduk, pendidikan penduduk,
serta ketersediaan fasilitas kesehatan yang mana semua kondisi sosial ekonomi
tersebut mengalami perubahan yang sangat signifikan akibat adanya konversi
lahan dari lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Cileunyi.
Komala (2011) dalam penelitiannya di Desa Cimanggu Kecamatan
Cisalak Kabupaten Subang antara tahun 2000-2010 perubahan pada lahan <0,5
Ha, mengalami perubahan sebesar 1%, karena sudah digunakan oleh penduduk
setempat sebagai lahan pemukiman mereka sendiri, kemudian terjadi perubahan
dengan luas lahan 0,5 Ha – 1 Ha sebanyak 2,7%, namun perubahan fungsi lahan
diakibatkan oleh pengalihfungsian lahan pertanian di Desa Cimanggu Kecamatan
Cisalak Kabupaten Subang dengan luas lahan 1 Ha – 3 Ha berkurang sebanyak
2,7 % karena berubah fungsi menjadi lahan pemukiman. Terjadi perubahan mata
pencaharian penduduk antara tahun 2000 – 2010, sebelum alih fungsi lahan
pertanian mata pencaharian yang mendominasi yaitu petani sawah, namun setelah
adanya alih fungsi lahan pertanian ke pemukiman, jumlah petani sawah
berkurang sekitar 26,7%, jumlah ini sangat banyak mengingat Desa Cimanggu
Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang, merupakan salah satu desa yang memiliki
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
42
lahan pertanian/pesawahan yang sangat luas. Kebanyakan dari mereka memilih
menjadi petani kebun sebanyak 7,3%, sebagian menjadi petani tegalan 6,7% dan
sebagian lagi menjadi pedagang sebanyak 2,6%. Pendapatan penduduk
mengalami perubahan, sebelum alih fungsi pertanian penduduk yang mempunyai
pendapatan <Rp. 500.000 mengalami perubahan sebesar 13,3%, jumlah ini
berkurang sebesar 13,3%, penduduk yang mempunyai pendapatan Rp. 500.000 –
Rp. 1000.000 setelah alih fungsi lahan mengalami peningkatan yaitu sebanyak
6,3%, penduduk yang mempunyai pendapatan > Rp.1000.000 juga mengalami
perubahan sebanyak 6,6%.
Eriska Meidayanti, 2014
Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan
(Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Download