CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi IDI - 3 SKP CONTINUING MEDICAL EDUCATION TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA multiplikasi dan menyebabkan reaktivasi. Gangguan lain adalah netralisasi fungsi TNF yang menyebabkan sel-sel dalam granuloma tidak lagi terikat secara kuat, sehingga terjadi disregulasi molekul adhesi. Keadaan ini menyebabkan disorganisasi granuloma sehingga tidak mampu mengontrol infeksi.(3) Infeksi Laten Tuberkulosis : Keseimbangan antara Sistem Imun Pejamu dan Strategi Bertahan M. tuberculosis J. Teguh Widjaja Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, RS Immanuel, Bandung, Indonesia ABSTRAK Infeksi M. tuberculosis pada sebagian individu akan berkembang menjadi infeksi aktif, sebagian akan mampu mengeliminasi total kuman tersebut sehingga tidak menjadi sakit, sedangkan sebagian besar dalam keadaan subklinis tanpa gejala apapun tetapi tetap mengandung kuman tersebut dalam organ tubuhnya, keadaan ini yang disebut sebagai infeksi laten tuberkulosis. Secara imunologis, infeksi laten merupakan keseimbangan antara virulensi M. tuberculosis dan sistem imunitas tubuh pejamu. Apabila suatu saat terjadi penurunan atau gangguan pada sistem imunitas tubuh maka akan terjadi reaktivasi dan individu tersebut mengalami infeksi aktif tuberkulosis. Diagnosis infeksi laten tuberkulosis sampai saat ini masih menggunakan tes kulit tuberkulin; beberapa metode baru seperti InterferonGamma Release Assays (IGRAs) dikembangkan untuk mengatasi kelemahan tes tuberkulin. Terapi infeksi laten tuberkulosis menggunakan paket pengobatan yang mengandung Isoniazid atau Rifampicin atau keduanya. Peranan Sel-Sel T dalam Tuberkulosis Laten Interferon gamma (IFN-γ) adalah sitokin kunci respons imun melawan M. tuberculosis. Sitokin ini akan mengaktifkan makrofag untuk membunuh bakteri intraseluler. Interferon γ memiliki beberapa peran dalam mengontrol infeksi; mencit yang telah direkayasa sehingga tidak memproduksi IFN-γ menjadi lebih rentan terhadap infeksi tuberkulosis.(6,7) Mutasi genetik tertentu pada manusia juga menyebabkan kekurangan dalam sinyal interferon gamma sehingga lebih rentan terhadap infeksi tuberkulosis.(8) Gambar 2 memperlihatkan beberapa mekanisme pengelakan M. tuberculosis terhadap mekanisme imun tubuh. Proses pematangan pagosom yang berisi M. tuberculosis tampaknya berhenti pada tahap dekat dengan akuisisi GTPase Rab5. Berhentinya perkembangan biologis pagosom ini mencegah penggabungan pagosom dengan lisosom, yang mempunyai aktivitas kuat sebagai anti mikrobial. Di dalam pagosom, M. tuberculosis adalah subyek untuk efek anti mikobakterial reactive nitrogen intermediate (RNI) yang dihasilkan NOS2 makrofag. Dengan kemampuannya menghentikan perkembangan pagosom, M. tuberculosis dapat menghindari efek anti mikrobial RNI. Sebagai tambahan, makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis dapat menyebabkan penurunan regulasi ekspresi dan presentasi MHC class II. sehingga M. tuberculosis dapat menekan berbagai fungsi anti mikobakterial makrofag.(3) DIAGNOSIS INFEKSI TUBERKULOSIS LATEN Tes Kulit Tuberkulin Infeksi tuberkulosis laten umumnya didiagnosis melalui tes kulit tuberkulin positif. Sebuah penelitian serial pada tahun 1950an yang mengevaluasi tes kulit PPD (Purified Protein Derivative) M. tuberculosis menunjukkan reaksi silang dengan tes kulit nontuberkulosis, sehingga dibuat nilai standar ukuran positif untuk meningkatkan sensitivitas tes dan mengurangi kemungkinan reaksi positif palsu. Nilai standar (cut-offs) ini bervariasi bergantung pada perkiraan insidens infeksi di suatu populasi yang diteliti (tabel 1).(1) Tabel 1. Kriteria Tes Kulit Tuberkulin Positif.(13) Kriteria Keterangan Keterangan Kriteria > 5 mm • Diketahui atau diduga • Diketahui atau diduga infeksi HIV, infeksi HIV, atau kondisi-kondisi lain yang atau kondisi-kondisi lain yang menurunkan imunitas tubuh PENDAHULUAN Salah satu keunikan M. tuberculosis adalah kemampuannya untuk tetap bertahan di dalam tubuh pejamu. Pada saat seseorang terpapar M. tuberculosis dan mengalami infeksi, infeksi tersebut dapat terus berkembang menjadi penyakit tuberkulosis aktif dengan gejalagejala kerusakan jaringan yang terserang, atau tetap dalam keadaan subklinis tanpa gejala yang dikenal sebagai infeksi tuberkulosis laten. Sebagian infeksi laten tersebut dapat berkembang menjadi penyakit tuberkulosis aktif; jangka waktunya dalam beberapa bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi mikrobiologi organisme tersebut tidak jelas; mungkin berada dalam kondisi yang benar-benar laten, dalam sebuah kondisi metabolisme anaerob tetapi bukan laten, atau dalam kondisi berganti-ganti antara dorman dan replikasi. Jadi istilah infeksi laten untuk penyakit tuberkulosis haruslah mengacu pada kondisi klinis dan bukan mikrobiologi.(1) IMUNOPATOGENESIS INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS Infeksi tuberkulosis awalnya terjadi di paru, tetapi patogen tersebut dapat tinggal di berbagai organ tubuh manusia lewat penyebaran darah (hematogen). Beberapa kemungkinan dapat terjadi pada seseorang yang terinfeksi M. tuberculosis. Kemungkinan pertama, patogen yang masuk ke paru tersebut dapat langsung dihancurkan oleh respons awal pejamu (innate immunity). Kemungkinan kedua, infeksi CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011 M. tuberculosis akan berkembang menjadi penyakit tuberkulosis aktif dalam jangka waktu tertentu (umumnya satu sampai tiga tahun). Kemungkinan ketiga, sebagian besar akan berkembang menjadi infeksi laten; mereka terinfeksi dan tes kulit tuberkulin menjadi positif, tetapi tidak muncul gejala klinis infeksi aktif dan tidak menular ke individu lain.(2) Respons Imun Pejamu Respons imun pejamu terhadap M. tuberculosis sangat kompleks. Sel T adalah komponen utama respons perlindungan. Interaksi sel T dengan makrofag yang terinfeksi sangat penting untuk mengontrol infeksi. Respons imun dimulai ketika M. tuberculosis sampai ke rongga alveoli, kemudian bertemu dengan makrofag alveoli yang akan memproduksi sitokin dan kemokin inflamasi sebagai sinyal infeksi.(3) Bakteri akan memasuki parenkim paru dan bereplikasi di dalam makrofag alveoli atau makrofag paru. Sinyal infeksi yang dihasilkan akan merangsang migrasi makrofag dan sel dendritik ke arah lokasi infeksi di paru. Sel dendritik yang menelan bakteri tersebut akan matang dan bermigrasi ke kelenjar limfe regional.(4, 5) Sesampainya di sana, sel T CD4 dan CD8 akan dipersiapkan melawan antigen mikobakterial. Sel T akan berekspansi dan migrasi kembali ke paru dan kemudian lewat jaringan paru menuju ke fokus infeksi. Mekanisme ini mungkin merupakan respons terhadap sinyal seperti kemokin atau sebagai respons sel terinfeksi.(3) Gambar 1. Mekanisme Imun Penting dalam Mempertahankan Tuberkulosis Laten(3) Gambar 1 menjelaskan migrasi makrofag dan sel T (juga sel B) ke tempat infeksi akan berakhir dengan pembentukan granuloma, yang merupakan salah satu karakteristik tuberkulosis. Sel T memproduksi IFN-γ yang akan mengaktifkan makrofag. Sel T CD8 dapat melisis makrofag yang terinfeksi atau membunuh bakteri intraseluler. Tumor Necrosis Factor (TNF) diproduksi oleh makrofag dan sel T. Sel dendritik juga ada di dalam granuloma. M. tuberculosis berada di dalam makrofag dan akan berada di ekstraseluler jika terjadi nekrosis. Apabila jumlah sel T CD4 menurun, granuloma tidak dapat berfungsi baik, produksi IFN-γ berkurang dan makrofag kurang teraktivasi; akibatnya, M. tuberculosis mulai ber- 101 Terdapat beberapa kemungkinan peranan sel-sel T CD4 dalam mengontrol infeksi laten tuberkulosis. Sel-sel CD4 ini dapat mempromosikan proses apoptosis makrofag yang terinfeksi di paru. Apoptosis ini dapat sangat merugikan bagi M. tuberculosis yang hidupnya intra seluler.(9) Selain apoptosis sel-sel CD4 akan memproduksi beberapa sitokin lain yang di dalam granuloma berperan mengontrol infeksi, seperti IL-2 dan TNFα. Sel-sel CD4 juga dapat menginduksi produksi sitokin penting oleh sel-sel makrofag dan dendritik, seperti IL-12, Il-10, dan IL-15. Sel-sel tersebut dapat mengaktifkan makrofag melalui kontak langsung secara bebas dengan NOS2.(3) Seluruh peran ini bertujuan untuk mengeliminasi M. tuberculosis dari tubuh pejamu. Strategi M. tuberculosis untuk bertahan hidup Infeksi laten tuberkulosis menunjukkan suatu infeksi yang persisten atau menetap yang memerlukan berbagai mekanisme menghindari atau menekan imunitas tubuh yang bertujuan mengeliminasi patogen tersebut. Dalam kasus infeksi laten tuberkulosis, respons imun pejamu hanya mampu melokalisasi mikobakterium tetapi tidak mampu mengeliminasinya. Menurunnya sistem imun tubuh dapat menyebabkan reaktivasi patogen yang tinggal diam tersebut. Kemampuan M. tuberculosis untuk bertahan terhadap serangan respons imun yang kuat, menunjukkan sebuah rangkaian mekanisme pengelakan oleh patogen tersebut. 102 menurunkan imunitas tubuh • >Kontak 5 mm dekat yang baru terjadi dengan • Kontak dekat yang baru terjadi individu yang menderita tuberkulosis aktif dengan individu yang menderita • Kelainan foto toraks sesuai dengan gambaran tuberkulosis lama > 10 mm • tuberkulosis aktif • Kelainan foto toraks sesuai dengan Orang-orang yang lahir gambaran tuberkulosis lama di daerah dengan prevalensi tinggi TB • Pengguna injeksi obat-obatan terlarang • Orang-orang yang lahir di daerah • Populasi dengandengan resiko prevalensi tinggi, sulit mendapat tinggi TB pelayanan medis, rendah • penghasilan Pengguna injeksi obat-obatan Gambar 2. Strategi M. tuberculosis menghindari sistem Imun: Interaksi dengan Makrofag(3) Makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis menjadi kurang efektif terhadap rangsangan proliferasi atau produksi sitokin oleh sel T CD4 yang spesifik terhadap mikobakteria.(5) Salah satu studi terkini melaporkan bahwa makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis menjadi kebal terhadap efek IFN-γ.(10) M. tuberculosis memodulasi makrofag melalui berbagai cara untuk melindungi dirinya terhadap respons sel T yang bertujuan untuk mengenali dan mengeliminasi patogen tersebut. Efek lain M. tuberculosis yang ada di dalam pagosom adalah menghambat proses fusi pagosom dengan lisosom sehingga enzimenzim yang berfungsi mencerna dan mematikan M. tuberculosis tidak terbentuk.(11) Pagosom tersebut juga akan mengalami gangguan proses pembentukan keasaman (acidification) sehingga tidak mampu mematikan M. tuberculosis yang ada di dalamnya.(12) • Penghuni fasilitas perawatan jangka panjang terlarang (rumah perawatan, pusatdengan rehabilitasi, penjara, • Populasi resiko tinggi, sulit dan lain-lain) mendapat pelayanan medis, • Orang-orang dengan kondisi penghasilan rendahmedis yang > 10 mm meningkatkan resiko terinfeksi tuberkulosis • Penghuni fasilitas perawatan > 15 mm • diatas selain perawatan, kriteria jangkaSemua panjang (rumah pusat rehabilitasi, penjara, dan lain-lain) • Orang-orang dengan kondisi medis yang meningkatkan resiko terinfeksi tuberkulosis > 15 mm • Semua selain kriteria diatas Tes kulit tuberkulin positif palsu dapat terjadi pada infeksi mikobakterium bukan tuberkulosis (nontuberculous mycobacteria) dan vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin). Hasil positif palsu ini makin berkurang bila selang waktu dari vaksinasi BCG lebih dari 15 tahun.(14) Sementara itu kondisi yang menekan sistem imun penderita merupakan penyebab utama hasil negatif palsu, di samping kesalahan melakukan tes. CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011 TINJAUAN PUSTAKA Tabel 2. Penyebab Potensial Tes Kulit Tuber- kulin Negatif Palsu(15) Gambar 3. Diagram Skrining Tuberkulosis(13) Clinical or epidemiologic risk factor for tuberculosis Faktor-faktor yang berhubungan dengan individu yang dites • Infeksi-infeksi yang terjadi bersamaan - Human Immunodeficiency Virus (HIV) - Infeksi virus lainnya (measles, mumps, chickenpox) - Penyakit-penyakit bakteri (typhoid fever, brucellosis, typhus, leprosy, pertussis, overwhelming tuberculosis) - Vaksinasi virus hidup (measles, mumps, polio) No Yes No tuberculin test Tuberculin test • Penyakit-penyakit yang mempengaruhi organorgan limfoid - (Hodgkin's disease, lymphoma, chronic lymphocytic leukemia, sarcoidosis) • Obat-obat yang menekan imunitas (imunosupresif) - (kortikosteroid dan lain-lain) Negative Positive High-risk exposure within 3 mo Chest radiography clinical evaluation • Usia (bayi baru lahir atau usia lanjut) • Kondisi-kondisi metabolik (gagal ginjal lanjut, malnutrisi) Normal chest radiograph Yes No • Sesudah operasi Symptoms (e.g., fever, cough, weight loss) or abnormal chest radiograph • Luka bakar Treatment of latent tuberculosis not indicated Faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur tes Evaluate for active tuberculosis Evaluate for treatment of latent tuberculosis infection • Hilangnya potensi antigen (pajanan dengan panas atau cahaya) • Cara yang tidak benar (terlalu sedikit antigen atau injeksi terlalu dalam) • Pembacaan hasil yang salah (pembaca kurang pengalaman, bias, pencatatan salah) Metode Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs) Metode IGRAs lebih maju dibandingkan tes kulit tuberkulin terutama pada subyek yang pernah mendapat vaksinasi BCG, karena antigen yang terdapat pada BCG maupun M. tuberculosis telah disingkirkan. Karena IGRA hanya mengukur rangsang imun yang baru terjadi, mungkin metode ini hanya dapat mendeteksi individu dengan periode infeksi aktif yang masih baru. Subyek yang baru saja mengalami reaktivasi dari infeksi latennya dan sedang berkembang menjadi infeksi aktif akan terdeteksi positif oleh tes IGRA, tetapi mereka yang tetap dalam kondisi laten dan mungkin baru akan reaktivasi di kemudian hari, tes IGRA akan negatif. Karena spesifisitasnya yang tinggi, IFN-γ assays mungkin akan berguna di daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang rendah tetapi banyak sumber penularan, dimana reaksi silang dengan BCG mempersulit interpretasi tes kulit tuberkulin. Pada situasi tersebut IFN-γ assays akan mengurangi kemungkinan positif palsu sehingga meningkatkan efisiensi skrining infeksi laten tuberkulosis dan efekstifitas terapi infeksi laten.(16) 104 terjadi lebih dari dua tahun yang disebut tanpa konversi (nonconversion). Apabila saat terjadinya infeksi tidak diketahui, diasumsikan terjadi lebih dari dua tahun sebelumnya. Kemungkinan infeksi baru dalam dua tahun terakhir cenderung berkurang dengan bertambahnya usia karena rerata resiko infeksi tahunan berkurang dengan bertambahnya usia dan karena periode dua tahun hanyalah suatu masa yang pendek dibandingkan panjangnya usia yang bertambah. RISIKO REAKTIVASI TUBERKULOSIS DI ANTARA INDIVIDU DENGAN INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS Pada individu dengan infeksi laten tuberkulosis, resiko tahunan (annual risk) reaktivasi tergantung pada apakah individu tersebut baru saja terpapar atau sudah terpapar bertahun-tahun yang lalu. Risiko reaktivasi tuberkulosis dikelompokkan berdasarkan apakah infeksi terjadi dalam dua tahun terakhir yang disebut konversi baru (recent conversion), atau infeksi telah Tabel 3. Risiko Tahunan Reaktivasi Tuberkulosis(1) Kelompok Usia (Tahun) Ukuran TesTes Kelompok Usia (Tahun) Ukuran 0-5 6 - 10 -5 16 0- 35 36 - 55 6 ->10 56 16 - 35 36 - 55 > 56 a) a) Resiko tahunan reaktivasi TBTB Resiko tahunan reaktivasi 5 - 9 mm 11/18644 27/34545 4/3243 9 mm 105--14 mm 4/5548 11/18644 27/34545 22/11815 37/48227 8/5390 > 15 79/33179 149/105654 10 -mm 14 mm 22/11815 10/5390 37/48227 6/8279 4/3243 9/9220 14/137594/5548 6/8279 11/9220 8/5390 17/137599/9220 14/13759 b) Rata-rata risiko tahunan reaktivasi TB pada dekade pertama > 15 mm 5 - 9 mm 4/136 79/33179 3/494 149/105654 14/468 10/5390 b) Rata-rata risiko tahunan reaktivasi TB pada dekade pertama 10 - 14 mm > 15 5 - 9mm mm 11/202 8/217 6/519 11/9220 8/535 28/751 2/162 16/569 17/13759 4/259 4/136 9/736 3/494 39/697 4/240 14/468 22/529 8/535 10 - 14 mm 8/217 6/519 28/751 16/569 4/259 > 15 mm 11/202 9/736 39/697 22/529 4/240 2/162 Keterangan : a) Risiko tahunan reaktivasi TB pada orang- orang yang terinfeksi lebih dari dua tahun. b) Rata-rata risiko tahunan reaktivasi TB pada dekade pertama pada orang-orang yang terinfeksi kurang dari dua tahun atau kontak dekat dengan penderita TB. Angka-angka tersebut adalah jumlah kasus per jumlah orang per tahun. CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011 TINJAUAN PUSTAKA Sejumlah kondisi medis telah dihubungkan dengan peningkatan risiko reaktivasi tuberkulosis apabila tanpa terapi infeksi laten tuberkulosis. Tidak ada studi yang melaporkan perkiraan risiko relatif obat penekan sistem imun, seperti prednison, tetapi diasumsikan risiko penggunaan jangka panjang obat kortikosteroid dosis tinggi adalah sama dengan penggunaan infliximab. Selain itu, tidak ada studi yang memperkirakan derajat peningkatan risiko pada penderita kanker baik dengan maupun tanpa kemoterapi.(1) Tabel 4. Risiko Relatif Reaktivasi Tuberkulosis Individu dengan Kondisi Medis yang Menurunkan Kontrol Imunologi terhadap M. tuberculosis.(1) bulan juga dapat mengurangi risiko reaktivasi sebesar 65%.(18) Oleh karena itu, baik 6 bulan maupun 9 bulan keduanya direkomendasikan, tetapi lebih dianjurkan paket 9 bulan. Paket rekomendasi ke tiga adalah Rifampicin selama 4 bulan, meskipun paket ini belum secara langsung dievaluasi. Paket rifampicin selama 3 bulan sama efektifnya dengan 6 bulan isoniazid (INH) pada infeksi laten tuberkulosis dan silikosis.(19) Tabel 5. Paket Terapi Infeksi laten Tuberkulosis untuk Mencegah Reaktivasi Penyakit Tuberkulosis pada Orang Dewasa.(1) Obat Dosis Interval dan Durasi Respons pejamu yang penting dalam mengontrol infeksi laten antara lain: aktivasi makrofag, mempertahankan struktur granuloma, sel-sel T CD4 dan CD8, IFN-γ, dan TNF-α. Meskipun demikian perlu juga diteliti kontribusi sitokinsitokin atau kemokin-kemokin lain, termasuk faktor-faktor imun pejamu lain dalam peranannya untuk mengontrol infeksi laten tuberkulosis. Di samping faktor-faktor penjamu, M. tuberculosis juga berperan menciptakan kondisi infeksi laten tersebut melalui serangkaian mekanisme atau strategi untuk menghindari eliminasi oleh sistem imun pejamu. Mikobakterium dapat menunggu turunnya sistem imun untuk kembali menyebabkan infeksi aktif tuberkulosis. Setiap hari Kondisi Medis Risiko Relatif (95% CI) Infeksi HIV lanjut 9.8 (8.1 - 13) Bekas TB yang telah sembuh 5.2 (3.4 - 8.0) Isoniazid 300 mg per oral selama 6 - 9 bulan Dua kali seminggu Isoniazid 600 mg per oral selama 6 - 9 bulan Gagal Ginjal Kronis 2.4 (2.1 - 2.8) Terapi Infliximab 2.0 (1.1 - 3.5) Diabetes Tidak terkontrol 1.7 (1.5 - 2.2) Setiap hari Rifampicin 600 mg per oral TINJAUAN PUSTAKA Pertempuran konstan dan terus menerus antara sistem imun pejamu dengan M. tuberculosis umumnya terjadi di dalam granuloma. Keseimbangan dalam lingkungan imun lokal di granuloma ini akan menentukan apakah infeksi akan tetap laten atau mengalami reaktivasi menjadi infeksi aktif tuberkulosis. Penelitian-penelitian lebih lanjut pada tingkat granuloma atau imunologi seluler akan makin menjelaskan mekanisme interaksi yang sangat kompleks ini. HIV-AIDS dan Tuberkulosis Rongga Mulut Anitasari S Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman/PPDGS Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit dengan frekuensi cukup tinggi di negara berkembang seperti Indonesia. Sebagian besar penduduk, terutama di daerah-daerah endemis TB merupakan pembawa bakteri TB walaupun tidak menunjukkan gejala klinis (1,2). Peningkatan jumlah penderita TB sangat mungkin dengan meningkatnya jumlah penderita HIVAIDS karena penurunan sistem pertahanan tubuh penderita HIV-AIDS memudahkan penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis (3-6). Penderita TB dapat menunjukkan gejala klinis di rongga mulut, walaupun sangat jarang dan pada umumnya merupakan manifestasi sekunder dari TB paru. (7,8,9) selama 4 bulan Berat Badan Kurang (> 10%) Gastrektomi 1.6 (1.1 - 2.2) 1.3 (1.1 - 1.7) Semua kasus Diabetes 1.3 (1.1 - 1.4) Silikosis 1.3 (1.1 - 1.7) TERAPI INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS Sebuah serial penelitian klinik pembanding plasebo (Placebo-Controlled Clinical Trial) yang dilakukan oleh US Public Health Service (USPHS) telah mengukuhkan efektivitas pemberian paket pengobatan Isoniazid untuk mencegah reaktivasi tuberkulosis di antara individu dengan infeksi laten tuberkulosis.(17) Mekanisme kerja obat ini diperkirakan untuk sterilisasi basili tuberkel yang tidak aktif (quiescent tubercle bacilli) di dalam granuloma. Hasil penelitian studi besar di Eropa dan analisis penelitian USPHS mendapatkan bahwa 9 bulan terapi adalah durasi yang optimal, sehingga masa durasi 9 bulan ini menjadi rekomendasi durasi terapi infeksi laten tuberkulosis. Terapi ini diharapkan dapat mengurangi risiko reaktivasi penyakit sebesar 75-90%. Meskipun demikian durasi terapi 6 CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011 DAFTAR PUSTAKA Peranan program terapi infeksi laten tuberkulosis untuk mengontrol tuberkulosis tergantung pada prevalensi penyakit tuberkulosis di suatu populasi. Jika prevalensi di populasi tersebut tinggi maka fokus program Kontrol TB harus berupa pencegahan peningkatan munculnya infeksi laten tuberkulosis melalui identifikasi dan terapi kasus-kasus aktif secara tepat. Setelah hal ini telah tercapai maka fokus selanjutnya dapat diarahkan untuk identifikasi dan terapi individu dengan infeksi laten tuberkulosis. Mereka yang berisiko paling tinggi untuk berkembangnya infeksi laten tuberkulosis menjadi penyakit aktif harus menjadi target terapi.(1) 1. SIMPULAN Infeksi laten M. tuberculosis menantang atau menghambat usaha dunia untuk mengontrol penyakit tuberkulosis. Kurangnya informasi tentang kondisi basilus selama periode klinis laten menyulitkan pembuatan model-model penelitian di laboratorium. Model-model hewan yang dapat merefleksikan kondisi tubuh manusia juga sulit dibuat dan dipelajari. Meskipun demikian sistem-sistem in vitro maupun in vivo terus dikembangkan untuk memberikan kontribusi pemahaman kita tentang proses tuberkulosis laten ini. 11. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Harsburgh-Jr CR. Latent Tuberculosis Infection. In: Helden SHEKdPv, ed. Handbook of Tuberculosis: Clinics, Diagnostics, Therapy and Epidemiology. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH&Co; 2008. Manabe YC, Bishai WR. Latent Mycobacterium tuberculosis-persistence, patience, and winning by waiting. Nat Med. 2000;6(12). Tufariello JM, Chan J, Flynn JL. Latent tuberculosis: mechanisms of host and bacillus that contribute to persistent infection. Lancet Infect Dis. 2003 Sep;3(9):578-90. Hertz CJ, Kiertscher SM, Godowski PJ. Microbial lipopeptides stimulates dendritic cell maturation via Toll-like receptor 2. J Immunol. 2001; 166:2444-50. Bodnar KA, Serbina NV, Flynn JL. Interaction of Mycobacterium tuberculosis with murine dendritic cells. Infect Immun. 2001;69:800-9. Flynn JL, Chan J, Triebold KJ, Dalton DK, Stewart TA, Bloom BR. An Essential Role for Interferon g in Resistance to Mycobacterium tuberculosis Infection. J Exp Med.1993;178:2249-54. Cooper AM, Dalton DK, Stewart TA, Griffen JP, Russell DG, Orme IM. Disseminated tuberculosis in interferon gamma genedisrupted mice. J Exp Med. 1993;178:2243-8. Ottenhof TH, Kumararatne D, Cassanova JL. Novel human immunodeficiencies reveal the essential role of type-1 cytokines in immunity to intracellular bacteria. Immunol Today. 1998;19:491-4. Oddo M, Renno T, Attinger A, Bakker T, MacDonald HR, Meylan PRA. Fas-ligand induced apoptosis of infected human macrophages reduces the viability of intracellular Mycobacterium tuberculosis. J Immunol. 1998;160:5448-54. Ting LM, Kim AC, Cattamanchi A, Ernst JD. Mycobacterium tuberculosis inhibits IFN-gamma transcriptional responses without inhibiting activation of STAT1. J Immunol. 1999;163(7):3898-906. Maglione PJCJ. Killing mechanisms of the host against Mycobacterium tuberculosis. In: Kaufmann SHEBW, editor. Handbook of Tuberculosis. Weinheim: Wiley-VCH; 2008. Sturgill-Koszycki S, Schlesinger PH, Chakraborty P, Haddix PL, Collins HL, Fok AK, et al. Lack of acidification in Mycobacterium phagosomes produced by exclusion of the vesicular proton- ATPase. Science. 1994;263:678-81. Jasmer RM, Nahid P, Hopewell P. Latent tuberculosis infection. N Engl J Med. 2002;347(23). Wang L, Turner MO, Elwood RK, Schulzer M, FitzGerald JM. A metaanalysis of the effect of Bacille Calmette Guerin vaccination on tuberculin skin test measurements. Thorax. 2002;57:804-9. Hopewell PC, Bloom BR. Tuberculosis and other mycobacterial diseases. In: Murray, Nadel, Mason, Boushey, editors. Textbook of Respiratory Medicine: W B Saunders Company; 2000. Nahid P, Pai M, Hopewell PC. Advances in the diagnosis and treatment of tuberculosis. Proc Am Thorac Soc. 2006;3:103-10. Ferebee SH. Controlled chemoprophylaxis trials in tuberculosis. Bibliotheca Tuberculosea. 1970;26:28-106. Efficacy of various durations of isoniazid preventive therapy for tuberculosis: five years of follow-up in the IUAT trial: International Union against Tuberculosis Committee on Prophylaxis1982. Service HC, Centre TR. A double-blind placebo-controlled clinical trial of three antituberculosis chemoprophylaxis regimens in patients with silicosis in Hong Kong. Am Rev Respir Dis. 1992;145:36-41. 105 Manifestasi TB di rongga mulut dapat berbentuk ulserasi di dorsum lidah, gingiva, dasar mulut, mukosa bukal dan labial, palatum molle, tersering ditemukan di lidah. Sedangkan manifestasi HIV-AIDS di rongga mulut dapat bermacam-macam, di antaranya juga dapat berbentuk ulserasi. (2,5,7,8,10) Ulserasi TB dan HIV-AIDS klinis sulit dibedakan, terutama apabila penderita HIV-AIDS juga penderita TB. Perlu keahlian untuk mendiagnosis penderita TB, HIV-AIDS dan penderita HIV-AIDS disertai TB. (1) TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis Rongga Mulut Tuberkulosis rongga mulut (oral tuberculosis) dapat primer, tetapi umumnya merupakan manifestasi sekunder tuberkulosis paru, (Eng, et al., 1996, cit Von Arx, Husain, 2001). Pada umumnya lesi tuberkulosis terletak di lidah, kadangkadang juga di gusi, dasar mulut, palatum, bibir, mukosa bukal. Di lidah dapat menyebabkan makroglosia dan memberi kesan glossitis(2). Pada TB rongga mulut dijumpai pembesaran kelenjar limfe daerah preaurikular, trismus, trakheitis dan laringitis (2).Tipe lesi tuberkulosis rongga mulut adalah granuloma, fissure, glossitis dan ulkus (2,8,9,10). 106 Gambar 1: Manifestasi Tuberkulosis Rongga Mulut (11) Gambaran klinis lesi ulkus TB rongga mulut bervariasi (Gambar. 1); umumnya : 1. Tidak berbatas jelas 2. Terdapat granulasi pada dasar lesi. 3. Tidak selalu nyeri Diagnosis banding ulkus TB rongga mulut meliputi RAU (Recurrent Aphthous Ulceration), traumatic ulcer, syphilitic ulcers dan keganasan termasuk squamous cell carcinoma primer, limfoma. Oleh karena itu biopsi/pemeriksaan histopatologi sangat penting (2,12). Jika histopatologis berbentuk granulomatosa, diagnosis banding adalah sarkoid, Crohn’s disease, reaksi benda asing, sifilis tersier, dan Sindrom Melkersson-Rosenthal (2). Diperlukan juga pemeriksaan sputum untuk mencari Mycobacterium tuberculosis dan pemeriksaan radiologi (3). 2. Manifestasi HIV Rongga Mulut A. Thrush Candida oral biasa ditemukan pada penderita HIV/AIDS, jarang pada penderita non-HIV/AIDS. B. Leukoplakia Hiperkeratinisasi dan infeksi virus Epstein Barr sering menimbulkan hairy leukoplakia yang jarang ditemukan pada penderita non-imunokompromis. C. Gingivostomatitis Kondisi rongga mulut penderita HIV-AIDS dapat sangat buruk sehingga mudah terkena stomatitis. Ulkus sangat sering terjadi pada penderita HIV-AIDS, baik disebabkan infeksi atau trauma. CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011