BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art) Tabel 2.1 State of the Art Nama Peneliti Tahun Lokasi Penelit ian Metode Judul Penelitian Hasil Penelitian Okoye Grace Ogochukwu 2012 Kualitatif Ethnography Of Communication Membahas tentang konsep "Etnografi Komunikasi" dan cakupannya. Ini terlihat pada perkembangan etnografi komunikasi sebagai disiplin akademis dan metode penelitian. Dengan pendekatan yang unik untuk mempelajari bahasa, etnografi komunikasi membuktikan dan menetapkan bahwa ada hubungan antara komunikasi dan budaya serta menunjukkan bahwa 'speech community' dapat dirasakan melalui penggunaan bahasa dalam tindakan komunikatif tertentu dan lingkungan sosial. Sebagai subdisiplin dari Sosiolinguistik, Pendekatannya Nigeria 7 8 Jing Liu & Yanrong (Yvonne) Chang 2014 Edinburg, Texas. Kualitatif Self Mentions as Distinct Speech Codes in English Language Use in Intercultural Communication dalam pembelajarn bahasa benar-benar berbeda dengan teori / pendekatan lain seperti Strukturalisme dan Transformational Grammar. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris telah banyak digunakan dalam komunikasi lisan antar negara. Namun, pengguna bahasa Inggris normatif dengan latar belakang budaya yang berbeda, dipengaruhi oleh norma-norma budaya terletak pada encoding dan decoding pesan,sehingga cenderung menyampaikan pesan budaya khusus dalam bentuk normative akibatnya, kesalahpahaman dapat terjadi. Oleh karena itu digunakan speechcode theory untuk menggambarkan bagaimana seorang pembicara bahasa inggris mengkodekan pesan budaya 9 John Lee 2012 Hong Kong Kuantitatif A Corpus-based Analysis of Mixed Code in Hong Kong Speech melalui email dan penuturnya adalah orang amerika yang disewa untuk mengajar bahasa inggris di universitas China selama 1 Tahun. Implikasi dari penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman untuk meningkatkan pemahaman antarbudaya. Kami menyajikan analisis mengenai penggunaan dari pencampuran Kode didalam "Hongkong Speech" Dari transkrip Program televisi Bahasa Kanton, kami mengidentifikasi kata-kata bahasa Inggris tertanam dalam ucapanucapan Bahasa Kanton, dan menyelidiki penyebabnya seperti kodeswitching. Di antara banyak penyebab penyebab yang diamati dalam penelitian sebelumnya, kami menemukan bahwa empat kata individual dalam lebih dari 95% 10 Sri Hartati 2010 Medan Kuntitatif Pengaruh Komunikasi Antarbudaya Dan Harmonisasi Kerja Di PT. Sumber Tani Agung Medan terhadap penggunaan kata dari bahasa inggris didalam data pembicaraan yang melintasi genre, jenis kelamin, dan kelompok umur. Kami melakukan analisis selama lebih dari 60 jam dengan transkip pembicaraan, dan menghasilkan salah satu dari empiris terbesar studi terbaru tentang fenomena linguistik ini. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ada pengaruh antara Komunikasi Antarbudaya terhadap Harmonisasi Kerja di PT. Sumber Tani Agung Medan. Dengan melalui proses peningkatan frekuensi berkomunikasi antar karyawan maka dapat tercipta suasana kerja yang tenang dan harmonis, melalui sikap saling menghargai, menghormati dan menerima 11 Rukman Pala 2012 Makassar Kualitatif Teori Kode-Kode Berbicara perbedaan. Sehingga keanekaragaman suku, agama, bahasa dan pelapisan sosial antara karyawan yang berbeda dapat menyatu melalui proses integrasi sosial Memaparkan Teori Kode-Kode Bicara dari Gerry Philipsen secara ringkas hal ini meliputi latar belakang lahirnya teori, substansi Teori Kode Berbicara; bentuk/penampilan etnografi; kritik terhadap teori; dan kesimpulan. Hasil pembahasan memperlihatkan salah satu dari lima inti teori itu yaitu terkait dengan dalil yang dinyatakannya dalam bentuk proposisi, bahwa “di mana ada suatu perbedaan budaya, di sana akan ditemukan kode berbicara yang berbeda pula”. Teori Kode-Kode Berbicara dalam realitas kehidupan sehari-hari sebelumnya, maka 12 ini menandakan bahwa bagi bangsa Indonesia teori ini sebenarnya dapat menjadi penegas dan petunjuk praktis bagi setiap individu dari suatu komunitas etnis bangsa Indonesia dalam berkomunikasi lintas budaya agar terwujudnya harmonisasi. Dalam penelitian ini, jurnal sebelumya yang diambil mengenai hambatan bahasa dalam berkomunikasi dan speech code theory mengatasi permasalahan dalam komunikasi. Pada jurnal pertama berjudul “Ethnography Of Communication”. Pada jurnal kedua “Self Mentions as Distinct Speech Codes in English Language Use in Intercultural Communication”.Jurnal ketiga mengenai “A Corpus-based Analysis of Mixed Code in Hong Kong Speech”. Jurnal keempat berjudul “Pengaruh Komunikasi Antarbudaya Dan Harmonisasi Kerja Di PT. Sumber Tani Agung Medan” dan judul kelima berjudul “Teori Kode-Kode Berbicara”. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai hambatan bahasa dalam menciptakan keharmonisan karyawan,oleh karena itu peneliti mengambil jurnal sebelumnya mengenai topik yang sama. Pada penelitian ini akan dibahas lebih mendalam mengenai hambatan bahasa dalam dunia kerja khususnya untuk karyawan dalam menciptakan suatu keharmonisan. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Komunikasi Antar Budaya Pada dasarnya, antara komunikasi dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Komunikasi antarbudaya biasanya terjadi di lingkungan masyarakat seperti ditempat kerja. Komunikasi antarbudaya terjadi karena adanya perbedaan latar belakang ras, suku, etnik, agama dan 13 bahasa.Menurut Mulyana, komunikasi antarbudaya terjadi bila pengirim pesan merupakan anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. (Mulyana & Rakhmat, 2010). Menurut Samovar, Porter, & Mcdaniel (2010) komunikasi antarbudaya terjadi apabila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan (komunikan) adalah anggota suatu budaya lainnya. Bila kita membahas tentang komunikasi antarbudaya tidak terlepas dari pembahasan tentang subbudaya dan subkelompok. Subbudaya atau subkultur merupakan suatu komunitas rasial, etnik, regional, ekonomi atau sosial yang memperlihatkan pola perilaku yang membedakannya dengan subkultursubkultur lainnya dalam sebuah budaya atau masyrakat yang melingkupinya Sedangkan subkelompok hadir pada suatu komunitas yang tidak puas dan tidak sepaham denga komunitas itu, serta mempunyai kesulitan memahami dan berkomunikasi dengan komunitas tersebut. Ciri utama subkelompok yang mencolok adalah nilai-nilai, sikap-sikap, dan perilaku atau unsur-unsur perilakunya bertentangan dengan nilai-nilai, sikap-sikap dan perilaku mayoritas komunitas(Mulyana & Rakhmat, 2010). Menurut Philipsen budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode. Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya Griffin & EM (2006) mengatakan terdapat 3 teori dalam komunikasi antarbudaya yaitu: teori AnXiety/Uncertainty Management, Face-Negotiation dan Speech Codes. 2.2.1.1Fungsi Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya mempunyai peranan yang sangat besar. Hal ini terkait dengan menerima dan memahami budaya yang dimiliki oleh masyarakat lain yang memiliki budaya berbeda menjadi satu dasar dalam membangun komunikasi yang efektif. Menurut Darmastuti(2013), ada dua fungsi utama dari komunikasi antarbudaya yakni: a. Fungsi Pribadi Fungsi pribadi merupakan fungsi yang didapatkan seseorang dan dapat digunakan ketika mereka belajar mengenai komunikasi dan budaya maupun ketika mereka belajar dan berusaha memahami tentang apa yang 14 dimaksud dengan komunikasi antarbudaya. Menurut Alo Liliweri fungsi pribadi terdiri dari menyatakan identitas sosial, menyatakan integrasi sosial yakni menerima kesatuan dengan pribadi ataupun kelompok lainnya, menambah pengetahuan dan melepaskan diri ataupun jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi oleh individu tersebut (Darmastuti, 2013). b. Fungsi Sosial Fungsi sosial merupakan fungsi yang didapatkan oleh seseorang sebagai makhluk sosial yang bergaul dan berinterkasi dengan orang lain dalam kaitannya dengan komunikasi antarbudaya. Pemahaman yang diperoleh ini membantu individu untuk membantu hidupnya ketika berinteraksi dan bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Fungsi sosial sendiri dibagi dalam beberapa bagian yakni pengawasan mengenai perkembangan lingkungan, menjembatani dua orang dari latar belakang budaya yang berbeda, sosialisasi nilai yakni untuk mengajarkan nilainilai suatu kebudayaan masyarakat kepada masyarakat lainnya, serta menghibur. Fungsi pengawasan umumnya dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin mengenai perkembangan peristiwa yang terjadi. 2.2.1.2 Dimensi-dimensi Komunikasi Antarbudaya Menurut Sihabudin (2013) terdapat dimensi – dimensi komunikasi antarbudaya, yaitu : a. Mobilitas Masyarakat Banyak peristiwa yang telah memberikan perubahan besar di dunia. Pembangunan yang cepat dan luas di bidang transportasi dan komunikasi membuat dunia semakin susut. Dalam artian semakin mudah untuk berinteraksi dengan masyarakat lainnya dari daerah yang berjauhan ataupun dari negara yang berbeda. Perjalanan dari suatu negara ke negara yang lain bahkan dari satu benua ke benua yang lain sudah banyak dilakukan. Hal ini juga terkait dengan masyarakat yang semakin menggali peluang ekonomi dan bisnisnya menjadi lebih luas. Selain transportasi, meningkatnya teknologi juga mendukung hubungan antarbudaya. Menurut Sihabudin, cepat atau lambat akan terjadi 15 pertukaran secara besar-besaran di dalam kelompok yang dinamakan masyarakat yang muncul oleh revolusi ilmu pengetahua dan teknologi. Akibat hal tersebut muncul fenomena mengenai orang-orang yang didalam dirinya terdapat dua atau lebih budaya dengan subjektif yang berbeda. b. Interaksi Antarbudaya Selain komunikasi antarbudaya ada istilah lain yang dicetuskan para ahli yakni komunikasi lintas budaya atau crosscultural communication. Tujuan dialog antar budaya ini adalah memberikan suatu pandangan humanistis terhadap teori dan praktek komunikasi yang merupakan aspek penting dari kemanusiaan itu sendiri. Artinya komunikasi antar budaya terjadi apabila sender merupakan anggota suatu budaya dan receiver merupakan anggota budaya yang lainnya. Masyarakat saat ini berhadapan dengan situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya yang berbeda dengan berbagai kesulitannya. Namun melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya, hal ini dapat diminimalisir menurut Porter dan Samovar (Sihabudin, 2013) c. Dimensi Komunikasi Komunikasi yang terjadi diantara manusia berarti merupakan suatu usaha untuk memahami apa yang terjadi, apa yang akan terjadi, akibatakibat seperti apa yang dapat muncul dan apa yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi serta memaksimalkan hasi-hasil dari kejadian tersebut. Dalam komunikasi, pesan merupakan salah satu unsur yang penting. Pesan muncul melalui perilaku manusia baik secara verbal maupun non verbal. Suatu proses komunikasi berlangsung dalam berbagai dimensi yang didasarkan pada jumlah partisipan komunikasi maupun ruang lingkup dan sifat komunikasi tersebut. Komunikasi antarbudaya termasuk dalam komunikasi kelompok yang melibatkan budaya sebagai latar belakang yang dimiliki partisipannya. Cara berkomunikasi sebagian besar dipengaruhi oleh budaya. Beda budaya maka berbeda pula cara berkomunikasi yang dilakukan, artinya budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan karena budaya juga turut menentukan bagaimana seseorang menyandi suatu pesan. Seluruh perilaku seseorang sangat tergantung pada budaya ia dibesarkan. Untuk 16 komunikasi yang efektif, seseorang perlu memahami dan menghargai perbedaan ini (Sihabudin, 2013). 2.2.1.3 Prinsip – Prinsip Komunikasi Antarbudaya Menurut Joseph A Devito(dalam Devito, 2011) terdapat prinsip– prinsip dalam komunikasi antarbudaya, yaitu relativitas bahasa, bahasa sebagai cermin budaya, mengurangi ketidakpastian, kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya, interaksi awal dan perbedaan antarbudaya. a. Relativitas Bahasa Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistic. Karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kita dan karena bahasa-bahasa didunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara memandang dan berfikir tentang teori dunia. Perbedaan diantara bahasa terlihat paling besar, tentu saja pada awal interaksi. Karena itu, sangatlah penting bahwa kita menggunakan teknik-teknik komunikasi yang efektif. Teknik mendengarkan secara aktif dan pengecekan persepsi membantu anda untuk memeriksa ketepatan persepsi anda. Teknik ini memberikan kesempatan bagi anda untuk memperbaiki atau menyempurnakan persepsi – persepsi yang mungkin keliru. Dengan bersikap spesifik anda dapat mengurangi kemungkinan salah paham. b. Bahasa sebagai cerminan budaya Makin pesat perbedaan budaya, makin besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat- isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antarbudaya, makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham dan makin banyak salah persepsi. Kita perlu sangat peka terhadap hambatan- hambatan yang menghalangi komunikasi antarbudaya yang bermakna. Begitu juga, kita perlu menggunakan 17 teknik-teknik yang membantu kita melestarikan dan meningkatkan komunikasi antarbudaya. c. Mengurangi ketidak-pastian Menurut Berger & Bradacs dan Gudykunks, makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dan ambiguitas dalam komunikasi. (Devito, 2011). Semua hubungan mengandung ketidak-pastian. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi,dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna. d. Kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya Menurut Gudykunst dan Langer,Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri(mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuen positif dan negative. (Gudykunst, 2005) Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. Ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri. Dengan semakin baik kita saling saling mengenal, perasaan terlalu berhati-hati akan hilang dan kita menjadi lebih percaya diri dan spontan. Ini nantinya akan menambah kepuasan dalam komunikasi. Masalah sebenarnya bukanlah pada bagaimana menjaga interaksi dan mengupayakan saling pengertian. Masalahnya adalah kita terlalu mudah menyerah setelah terjadinya kesalah-pahaman disaat awal. e. Interaksi awal dan perbedaan antarbudaya Menurut Altman & Taylor (Gudykunst, 2005), perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentinganya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya. Karenanya,cobalah menghindari kecenderungan alamiah 18 anda untuk menilai orang lain secara tergesa-gesa dan permanen. Penilaian yang dilakukan secara dini biasanya didasarkan pada informasi yang sangat terbatas. Karena itu kita perlu lebih fleksibel untuk memperbaiki pendapat yang kita buat berdasarkan informasi yang sangat terbatas itu. Prasangka bila dipadukan dengan ketidak-pastian yang tinggi pasti akan menghasilkan penilaian yang nantinya perlu kita perbaiki. f. Memaksimalkan hasil interaksi Menurut Sunnafrank seperti dalam komunikasi,kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda. Tetapi, memperluas pergaulan anda mungkin akan memberikan kepuasan yang lebih besar setelah beberapa waktu. Kedua, bila kita mendapatkan hasil positif, kita terus melibatkan diri dalam komunikasi dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Implikasinya jelas. jangan cepat menyerah, terutama dalam situasi antarbudaya. Ketiga, kita membuat prediksi tentang perilaku kita yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi anda, anda mencoba memprediksi hasil dari misalnya, pilihan topik, posisi yang anda ambil, perilaku non verbal yang anda tunjukkan, banyaknya pembicaraan yang anda lakukan dibandingkan dengan tindakan mendengarkan , dan sebagainya. Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda memberikan hasil positif dan berusaha untuk tidak melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif. Belajarlah sebanyak mungkin isyarat-isyarat sistem komunikasi dari lawan bicara anda. Ini akan membantu anda memperkirakan hasil dari perilaku anda secara lebih akurat. 19 2.2.1.4 Bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya Kita menggunakan istilah komunikasi secara luas untuk mencakup semua bentuk komunikasi diantar orang-orang yang berasal dari kelompok yang berbeda selain juga secara lebih sempit yang mencakup bidang komunikasi antara kultur yang berbeda. Menurut Devito (2011), terdapat bentuk-bentuk komunikasi,yaitu: a. Komunikasi antarbudaya – misalnya, antara orang Cina dan Portugis, atau antara orang Prancis dan orang Norwegia. b. Komunikasi antar ras yang berbeda – misalnya, antara orang kulit hitam dan orang kulit putih c. Komunikasi antar kelompok etnis yang berbeda – misalnya, antara orang amerika keturunan Italia dengan orang Amerika keturunan Italia dengan orang Amerika keturunan Jerman. d. Komunikasi antar kelompok agama yang berbeda – misalnya antara orang katolik Roma dengan Episko, atau antara orang Islam dan orang Jahudi e. Komunikasi antara bangsa yang berbeda – antara Amerika Serikat dan Mexico atau antara Prancis dan Italia f. Komunikasi antara subkultur yang berbeda – misalnya, antara dokter dan pengacara atau antara tunanetra dan tunarungu g. Komunikasi antar suatu subkultur dan kultur yang dominan – antara kaum homoseks dan kaum heteroseks atau antara kaum manula dan kaum muda. h. Komunikasi antar jenis kelamin yang berbeda – antara pria dan wanita. Karena cara kita berkomunikasi sebagian besar di pengaruhi kultur, orang-orang dari kultur yang berbeda akan berkomunikasi secara berbeda. Kita perlu menaruh perhatian khusus untuk menjaga jangan sampai perbedaan kultur menghambat interaksi yang bermakna, melainkan justru menjadi sumber untuk memperkaya pengalaman komunikasi kita. Jika kita ingin berkomunikasi secara efektif, kita perlu memahami dan menghargai 20 perbedaan – perbedaan ini. Kita perlu memahami dan menghargai perbedaan – perbedaan ini. 2.2.1.5 Homofil dan Heterofil dalam Komunikasi Antarbudaya MenurutRogers dan Kin Caid, Homofil merupakan derajat kesamaan dalam hal penentu seperti nilai, pendidikan, status sosial dan lainlain antra individu-individu yang berinteraksi dalam suatu proses komunikasi.(Sherman Zein,2012) Berdasarkan hal tersebut maka semakin besar kemungkinan untuk mencapai persepsi dan makna yang sama terhadap suatu objek atau persitiwa yang terjadi. Penampilan, latar belakang, sikap, nilai dan kepribadian dapat dijadikan dimensi dalam mencari derajat persamaan atau homofil yang terjadi diantara partisipan komunikasi antar budaya. Sebaliknya heterofil merupakan derajat perbedaan yang ada diantara individu yang berinteraksi dalam komunikasi dengan latar belakang budaya yang berbeda. Bener menyebutkan suatu teori yakni equifality theory terkait dengan homofil dan heterofil ini. Teori tersebut menyebutkan bahwa dalam suatu sistem manapun akan dicapai suatu tujuan yang sama meskipun titik tolak dan tujuan yang digunakan diawal berbeda. Artinya walaupun memiliki banyak perbedaan dalam suatu proses, namun lambat laun akan mencapai suatu titik persamaan dalam hal tersebut. Pada umumnya pada komunikasi antarbudaya, tingkat heterofil cukup tinggi. Namun masih ditemukan aspekaspek yang bersifat homofili. Hal ini berarti ada perbedaan-perbedaan tertentu yang dapat ditoleransi. 2.2.1.6 Permasalahan dalam Komunikasi Antarbudaya Dalam sebuah komunikasi antarbudaya,terdapat permasalahan dalam komunikasi antarbudaya, yaitu: a. Persepsi Persepsi merupakan proses yang dilalui individu untuk memilik mengorganisasikan dan menginterpretasi stimulus baik secara internal maupun eksternal untuk menghasilkan pandangan mereka terhadap dunia. Seluruh informasi yang diterima oleh otak akan mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasi suatu informasi baru. Informasi 21 tersebut akan diolah dan dikaji oleh otak bersama dengan pembelajaran dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya oleh individu tersebut (Martin & Nakayama, 2010)Setiap individu unik dan memiliki pengalaman, pengetahuan dan cara pandang yang berbeda sehingga persepsi yang dihasilkan pun akan berbeda pula. Khususnya dengan budaya yang berbeda. Perbedaan persepsi ini yang menimbulkan persepsi negatif hingga terjadi konflik antar budaya. b. Pola pikir Sekalipun berasal dari budaya yang sama, bisa jadi pola pikir yang dimiliki oleh orang tersebut berbeda satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan setiap orang bebas memaknai hidupnya dengan pandangan hidup yang diyakini masing-masing. Pola pikir yang didasari latar belakang budaya pada akhirnya menjadi peduman dalam bertindak dan bertingkah laku. Ketika berinteraksi dengan orang lain yang memiliki pola pikir berbeda, maka tidak jarang terjadi benturan-benturan akibat perbedaan pola pikir tersebut. c. Etnosentrisme Porter menyebutkan bahwa etnosentrime merupakan bentuk penghakiman yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat terhadap kebudayaan kelompok masyarakat yang lain dengan cara membandingkan atau menggunakan standar budayanya sendiri terhadap kelompok lain tersebut. Sedangkan Nanda dan Warmsmengatakan bahwa etnosentrisme merupakan pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul dibanding budaya yang lainnya. Sebenarnya etnosentrisme tidak selalu bersifat negatif. Samovar membedakan tingkat etnosentrisme dari yang positif, negatif hingga sangat negatif. Etnosentrisme yang positif akan membawa kebanggaan terhadap budaya yang dimiliki, sehingga akan berusaha melestarikan budayanya sendiri. Etnosentrisme yang negatif biasanya menilai budaya lain sesuai dengan standar budayanya sendiri.Sedangkan pada tingkatan yang tertinggi adalah etnosentrisme yang sangat negatif dimana mereka melihat budayanya sendiri sebagai yang paling bagus, paling benar dan paling berkuasa (Darmastuti, 2013). d. Stereotipe 22 Meskipun interaksi antar budaya semakin sering terjadi namun masalah yang timbul karena prasangka tetap saja bisa terjadi. Stereotip dianggap sebagai generalisasi atas sekelompok orang dari suku, agama maupun ras tertentu dengan mengabaikan perbedaan-perbeedaan individual yang pada umumnya bersifat negatif (Sihabudin, 2013). Samovar berpendapat bahwa ada kemungkinan dimana suatu stereotipe mengalami perubahan. Dimensi perubahan stereotipe terdiri dari dimensi arah, intensitas, akurasi dan isi spesifik. Dalam konteks arah, stereotipe dinilai dapat mengalami perubahan ke arah yang menguntungkan ataupun sebaliknya dapat berubah ke arah yang tidak menguntukan. Secara intensitas, stereotipe dapat mengalami perubahan konteks intensitasnya dimana terjadi perubahan pada keyakinan yang kuat seseorang terhadap stereotipe yang ada. Stereotipe juga dapat mengalami perubahan apabila suatu stereotipe terbukti benar atau bahkan tidak akurat. Dalam konteks isi, stereotipe dapat mengalami perubahan dalam konteks isi yang spesifik dimana sifat-sifat khusus yang diatribusikan kepada suatu kelompok. Stereotipe dapat menjadi hambatan dalam komunikasi antarbudaya karena menghalangi seseorang untuk memulai komunikasi dengan kelompok masyarakat dari budaya lain dengan stereotipe yang dimilikinya(Darmastuti, 2013). e. Prasangka Prasangka merupakan sikap yang biasanya negatif terhadap sekelompok masyarakat dari budaya tertentu dengan sedikit bukti atau tanpa bukti sama sekali. Ketika stereotipe mengatakan kepada seseorang seperti apa kelompok yang dipandangnya, maka prasangka menceritakan mengenai apa yang dirasakan seseorang mengenai kelompok tersebut menurut Newberg dalam (Martin & Nakayama, 2010). Prasangka muncul dari kebutuhan seseorang secara pribadi untuk merasakan hal-hal yang positif mengenai kelompoknya dan merasakan hal yang negatif mengenai kelompok yang lain atau datang dari pengetahuan tertentu mengenai kelompok tersebut atau pun adanya ancaman yang diperoleh dari pihak yang berasal dari kelompok tersebut menurut Hecht dalam.(Martin & Nakayama, 2010) f. Gegar Budaya 23 Gegar budaya atau yang dikenal dengan culture shock merupakan suatu perasaan dalam jangka pendek dimana individu tersebut merasa tidak memahami dan tidak nyaman karena kehilangan tanda-tanda atau simbol yang sebelumnya sudah ia kenal dari lingkungannya. Gegar budaya terjadi hampir pada semua orang yang berada pada situasi transisi budaya. Kondisi ini terjadi jika masyarakat tidak mampu menyesuaikan diri denganbudaya dan lingkunganya yang baru. Hal ini dapat menghambat komunikasi antar budaya dikarenakan individu menjadi ragu memulai komunikasi dengan lingkungan baru yang tidak dikenalnya (Martin & Nakayama, 2010). 2.2.2 Keragaman budaya Selain komunikasi unsur penting yang akan dibahas adalah mengenaikeragaman budaya. Keragaman budaya merupakan suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang terutama suku bangsa dan ras, budaya, agama dan keyakinan, ideologi, adat, kesopanan, serta situasi ekonomi. Keragaman budaya juga merupakan suatu fakta tentang keberadaan begitu banyak ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Kesadaran adanya keanekaragaman tersebut semakin terasa di masa kini berkat komunikasi global dan meningkatnya kontak antarbudaya. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan,kebiasaan makan,praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi,semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Apa yang orang-orang lakukan, bagaimana mereka bertindak, bagaimana mereka hidup dan berkomunikasi, merupakan respons-renspons terhadap dan fungsi-fungsi dari budaya mereka.(Mulyana & Rakhmat, 2010). Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan senagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan, ruang, konsep, alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi 24 yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Budaya kita secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati dan bahkan setelah mati pun kita dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Hal yang penting adalah budaya memfasilitasi kapasitas para anggota untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan eksternal mereka dalam (Darmastuti, 2013) Kebudayaan menurut Koentjaraningrat dalam(Desideria & dkk, 2007) adalah “ keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan (proses)belajar”. Kebudayann menurut Samovar dan Porter adalah suatu perilaku belajar yang dipindahkan (diwariskan) dari satu generasi ke generasi lainnya untuk tujuan mengutamakan kehidupan manusia dan kehidupan sosial dengan maksud untuk bertahan hidup dan beradaptasi serta berkembang.(Desideria & dkk, 2007) 2.2.2.1 Unsur-unsur dalam Budaya Menurut Alo liliweri budaya dibangun oleh unsur-unsur penting yakni nilai,kepercayaan dan bahasa. (Darmastuti, 2013) Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Darmastuti, 2013) Faktor-faktor ini yang kemudian mempengaruhi persepsi individu dalam memandang realitas yang ada disekitarnya.Berikut penjelasan dari masingmasing unsur yang ada di dalam budaya: a. Kepercayaan Kepercayaan dipandang sebagai suatu konsep yang dimiliki oleh setiap individu mengenai bagaimana mereka melihat keadaan di sekelilingnya. Kepercayaan seseorang bisa terhadap suatu gagasan tertentu tentang orang lain, individu, alam, keadaan sekitar maupun tentang fisik, biologi, sosial dan sebagainya (Alo Liliweri dalam (Darmastuti, 2013)). Larry A Samovar dan Richard E. Porter (Darmastuti, 2013) memberikan definisi lainnya tentang kepercayaan yaitu kepercayaan merupakan anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa mempunyai ciri-ciri tertentu dengan atau tanpa bukti. b. Nilai 25 Nilai merupakan suatu konsep abstrak yang dimiliki individu dalam memandang dunia ini. Dengan nilai individu dapat menetapkan apa yang dianggap baik atau buruk, benar atau salah, dan patut atau tidak patut. Semua budaya memiliki sistem nilai yang membentuk norma dan standar yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kebudayaan tersebut. Norma-norma ini mempengaruhi apa yang dilakukan oleh seseorang. Nilai merupakan sistem yang mengakar pada diri seseorang. c. Bahasa Bahasa merupakan suatu sistem kodifikasi kode dan simbol baik secara verbal maupun non verbal. Bahasa memiliki peran penting dalam proses komunikasi khususnya dalam komunikasi dengan mereka yang berasal dari kebudayaan dan latar belakang yang berbeda. Bahasa menjadi sebuah identitas dan terkait dengan kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.Bahasa memiliki komponen-komponen antara lain semantik yakni pemaknaannya, sintatik yakni struktur kalimat yang digunakan, pragmatis yakni maksud dari pengucapan suatu kalimat dan fonetik atau cara pengucapan suatu kata tertentu. Komponen semantik misalkan bagaimana memaknai suatu kata, apakah berdasarkan fungsi dari benda atau objek yang disebutkan dalam kata tersebut atau berdasarkan bentuknya dan sebagainya. Komponen secara sintatik yakni mengenai cara penyusunan kata-kata dalam suatu kalimat. Penyusunan yang berbeda dapat membuat makna yang berbeda pula, khususnya ketika objek dan subjek dalam kalimat berada di tempat yang tidak semestinya atau tertukar. Komponen pragmatis adalah mengenai bagaimana suatu kalimat diartikan. Terkadang kalimat diucapkan untuk arti yang sebenarnya, misalkan untuk memuji seseorang. Namun ada kalanya kalimat tersebut diungkapkan hanya untuk menyindir saja. Sedangkan komponen yang terakhir adalah fonetik. Komponen fonetik merupakan bagaimana cara mengucapkan suatu kata. Kadang kala pengucapan yang berbeda dapat memiliki makna yang berbeda juga pada kata yang diucapkan tersebut. Misalkan kata apel untuk buah dan kata apel untuk upacara pagi. Keduanya memiliki cara penulisan yang sama namun dengan pengucapan yang berbeda, juga menimbulkan arti yang berbeda pada kata tersebut. 26 d. Persepsi Persepsi yang muncul dalam diri seseorang sangat terikat dengan budaya yang dimilikinya. Oleh sebab itu persepsi seseorang terhadap lingkungannya sangat subjektif dan budaya dianggap sebagai pola persepsi yang dianut oleh sekelompok orang. Persepsi merupakan cara-cara seperti apa seseorang dalam memberi makna suatu pesan, objek ataupun lingkungannya yang dipengaruhi sistem nilai yang dianut. Persepsi bisa mengenai diri sendiri maupun orang lain, hal ini sangat dipengaruhi latar belakang budaya dimana individu tersebut berada. Bagi masyarakat yang memiliki pandangan kolektivitas seperti masyarakat Timur misalnya, persepsi terhadap diri orang lain akan dipengaruhi oleh kelompoknya. Hal ini berbeda dengan masyarakat Barat yang memiliki kecenderungan otonom atau lebih individualis, dimana persepsi diri sendiri dan orang lain dipengaruhi oleh orang itu sendiri.(Darmastuti, 2013) 2.2.2.2 Fungsi Budaya Ting-Toomey dalam (Darmastuti, 2013)menjabarkan ada beberapa fungsi budaya dalam kehidupan manusia yaitu: a. Identity Meaning Function Budaya dianggap dapat menjawab atau mengidentifikasi diri manusia mengenai siapa dirinya. Nilai dan norma yang diajarkan oleh suatu budaya dan dianut oleh setiap anggota dari budaya tersebut memiliki makna tertentu. Dimana makna tersebut memberikan makna terhadap identitas yang menganut budaya tersebut. b. Group Inclusion Function Group Inclusion Forum memberikan pemahaman bahwa budaya menyajikan fungsi inklusi dalam kelompok. Budaya dinilai dapat memuaskan kebutuhan seseorang terhadap afiliasi keanggotaan dan rasa ikut memiliki. Orang memiliki kemampuan untuk membedakan mana in-group atau mereka yang berada dalam kelompok budaya yang sama dan mana yang out-group atau mereka yang berasal dari luar kelompok tersebut. c. Inter-group Boundary Regulation Function 27 Fungsi ini memberi pengertian bahwa budaya membentuk pemahaman mengenai in-group dan out-group dimana dengan pemahaman ini seseorang mengevaluasi setiap interaksi didalam terlebih lagi dengan individu atau kelompok lain yang berasal dari luar kelompoknya. d. The Ecological Adaptation Function Dalam Ecological Adaptation Function, budaya dianggap dapat memfasilitasi proses-proses adaptasi antara diri, komunitas budaya dan lingkungan yang besar. Ini memperjelas bahwa budaya merupakan sistem dinamis yang terus berubah. Setiap budaya memiliki susunan sistem reward and punishment yang dapat meneguhkan perilakuperilaku adaptif dan memberi sanksi bagi perilaku-perilaku yang non adaptif. Hal ini membantu individu dalam beradaptasi dengan lingkungannya. e. The Cultural Communication Function Dalam fungsi ini budaya dinilai mempengaruhi komunikasi dan begitupun komunikasi mempengaruhi budaya. 2.2.3 Komunikasi Verbal Komunikasi secara verbal merupakan komunikasi yang sangat erat kaitannya dengan penggunaan kata-kata dalam bahasa. Jika dikaitkan dengan komunikasi yang terjadi diantara dua partisipan dari negara atau kebudayaan yang berbeda, maka penggunaan komunikasi verbal yang sama-sama dapat dipahami oleh kedua pihak sangat penting untuk terlaksananya komunikasi yang efektif. Komunikasi verbal lainnya yang digunakan dalam suatu proses komunikasi adalah nama. Nama digunakan sebagai simbol dalam komunikasi verbal. Menurut Deddy Mulyana dalam (Darmastuti, 2013)nama diri sendiri adalah simbol pertama dan utama untuk mengidentifikasi. Nama pribadi penting karena interaksi akan dimulai dengan nama kemudian akan diikuti atribut-atribut lainnya. Hal-hal lainnya yang cukup mempengaruhi komunikasi verbal adalah perbedaan logat, dialek intonasi, kecepatan dan volume ketika mengucapkan kata tersebut (Darmastuti, 2013). 2.2.4 Harmonisasi 28 Dalam sebuah perusahaan keharmonisan sangat penting karena dengan adanya keharmonisan sebuah organisasi/perusahaan dapat berjalan secara seimbang dan tujuan perusahaan akan tercapai . Keharmonisan tidak akan tercipta jika komunikasi antar karyawan tidak efektif. Hal yang menghambat komunikasi antar karyawan adalah karena perbedaan latar belakang kebudayaan yang mereka miliki. Terciptanya suasana kerja yang harmonis akan mendorong para karyawan untuk bekerja lebih baik dan lebih produktif. Keharmonisan antar tim akan membuahkan hasil jangka panjang yang menguntungkan. Ketika keharmonisan itu bisa dibangun sama saja terwujudnya saling mengerti bahwa tidak mungkin membangun organisasi akan berhasil sistemnya tidak beroperasi utuh. Satu saja subsistem rusak atau terganggu maka akan mempengaruhi jalannya roda organisasi. Sebaliknya kalau mekanisme antarsubsistem telah berjalan optimum atau harmonis maka berarti kinerja perusahaan akan semakin berkembang.(Mangkuprawira, 2010) Jika keharmonisan kerja dalam suatu perusahaan tercapai, akan dapat diciptakan suatu iklim kerja yang sehat, pekerja merasa ikut memiliki sehingga mau bekerja dengan semangat tinggi, jujur dan penuh tanggung jawab. Umumnya pengelola usaha menyadari bahwa mengatasi masalah yang disebabkan oleh tenaga kerja lebih sulit diselesaikan jika dibandingkan dengan masalah-masalah yang disebabkan oleh factor-faktor produksi lainnya, karena manusia memiliki akal pikiran, perasaan dan kepentingan yang berbeda satu sama lain. 2.2.4.1 Membangun Hubungan Kerja yang Harmonis Dalam kehidupan ini, di mana pun dan kapan pun, kita perlu untuk mengusahakan kehidupan yang harmonis, baik di dunia kerja maupun dalam beragam segi kehidupan lainnya. Menurut Febe Victoria Chen (2012) ada beberapa cara membangun hubungan kerja yang harmonis. Yaitu : 1. Bijak mengelola emosi diri di kantor Agar tidak mudah marah atau jengkel di kantor, hindarilah konflik yang tidak perlu, cegah, mucnculnya emosi negatif, dan kelola emosi agar tetap positif ketika bekerja. Cerdik mengatasi rekan kerja emosional 29 Manusia memiliki perbedaan dalam inteligensia , watak, dan stamina. Semua ini bergantung pada faktor genetika masing-masing, dan tingkat emosional seseorang bergantung pada beragam faktor tersebut. Umumnya orang yang pemarah percaya bahwa dengan kemarahannya ia dapat bahwa kemarahannya ia dapat mengendalikan orang lain atau lingkungannya. Namun, suatu waktu, ia akan mendapati bahwa tidak semua lingkungan yang ia temui dan masuki adalah lingkungan atau orang-orang yang bersedia mengalah dari dirinya. 2. Berinteraksi secara professional ketika rapat Dalam rapat mempunyai manfaat untuk memotivasi seseorang. Dengan adanya rapat maka semua karyawan dapat bertukar pikiran. Sebuah hubungan dimulai dengan rasa nyaman dan kepercayaan. 3. Kompeten membagun hubungan dan suasana yang harmonis. Professional yang kompeten membangun kepribadiannya dengan bersikap positif di dunia kerja. Nahjan, ia memupuk kemampuannya agar dapat bekerja sama dengan tim dan membagun hubungan yang baik dengan rekan kerja. Interaksi yang harmonis dilingkungan kantor membuat suasana kerja menjadi menyenangkan dan tujuan perusahaan juga akan tercapai. Agar sikap dan kepribadian kita positif serta dapat diterima di dunia kerja, mari kita praktiikan character building berikut: a. Menghargai orang lain, selalu sopan dan mendukung secara moril. b. Keramahan yang tulus Kesediaaan kita untuk menerima orang lain dengan tulus terpancar dari keramahan yang tidak dibuat-buat. c. Bertutur kata yang tepat Bijaklah dalam berkata-kata agar tidak terjadi kesalahpahaman cermati intonasi bicara dengan seksama. d. Mampu menerima kritik dengan sikap positif Banyak tokoh sukses didunia yang terbukti mampu menerima kritik sebagai pemacu prestasi mereka untuk menjadi kebih baik lagi. e. Mampu menyelesaikan perselisihan Setiap orang memiliki latar belakang budaya, pemdidikan, karakter,prinsip dam idealism yang berbeda – beda. Jika terjadi 30 perbedaan pendapat, cobalah untuk sesegera mungkin agar tidak berlarut –larut dan memicu konflik yang lebih besar. 2.2.4.2 Mendukung Atmosfer Kerja Sama yang Harmonis Dalam dunia kerja, seseorang tidak mungkin melakukan pekerjaannya seorang diri. Ada kalanya kita bekerja mandiri dan ada kalanya kita bekerja sama dalam sebuah tim.Dalam sebuah organisasi atau perusahaan selalu ada kerja satu tim dan organisasi atau perusahaan akan berupaya untuk membentuk tim kerja yang solid. Terkait dengan hal ini, peran seorang pemimpin sangat vital, karena ia harus meniptakan iklim kerja sama yang harmonis agar tim yang dipimpinya tetap kompak dan solid, meskipun terdapat perbedaan di dalamnya. Hal ini penting dan kebiasaan orang yang berbeda –beda dapat memiu kesalahpahaman dalam tim. Menurut Febe Victoria Chen (dalam Chen, 2012) terdapat beberapa hal yang mendukung atmosfer kerja sama yang harmonis, yaitu : 1. Menyelaraskan tim kerja agar tetap kompak dan solid Bergabung dalam tim kerja yang kompak dan solid adalah idaman setiap orang dan kebanggaan bagi orang-orang yang terlibat didalamnya. Agar tim kerja menjelma menjadi tim super yang kuat dalam jangka panjang, ada beberapa hal yang harus kita lakukan : a. Melatih sikap mau bekerja sama setiap hari b. Mengunggah jiwa kebersamaan segenap anggota tim sehingga bisa saling mendukung satu sama lain. c. Umumnya, pada tahap awal, ketika ada anggota baru dalam sebuah tim, ia akan merasa kurang diterima. Ini adalah hal yang wajar, karena bagaimanapun seseorang butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang dimasukinya, berikut dengan orangorang yang ada di dalamnya. Jika kita sebagai anggota lama dalam 31 tim, ada baiknya kita bisa membantu proses adaptasi orang baru tersebut sehingga ia merasa nyaman dan diterima dalam tim. d. Anggota baru harus pandai membaca situasi dan kondisi yang melingkupi tim, dan mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh pemimpin tim. e. Agar tim kompak dan solid,segenap anggota tim harus mampu mengendalikan diri. Dan harus bisa menyesuaikan satu sama lain agar tercipta atmosfer yang rukun dan hubungan yang saling mendukung. Dalam menyelaraskan tim kerja agar tetap kompak dan solid, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu : a. Tetap harmonis dalam perbedaan b. Umumnya dilingkungan kerja, perbedaan antar rekan kerja terletak pada kepribadian atau karakter, pola pikir, kebiasaanm sikap, potensi, dan prestasi. Tekait dengan hal ini,ada baiknya kita tidak membandingkan kemampuan dan keunggulan kita dengan orang lain karena setiap orang memilki kapasitasnya masing-masing. Kunci sukses dalam menghadapi keberagaman adalah komunikasi yang terbuka. c. Menghadapi tim yang bermasalah d. Mengadakan pelatihan (training ) guna menyegarkan tim e. Melakukan perubahan-perubahan kecil yang memicu semangat kerja tim f. Membuat acara di akhir bulan dan akhir tahun untuk anggota tim agar semakin solid. 2. Komunikasi tim yang efektif dan saling mendukung Agar dapat bekerja efektif dan mampu mencapai target yang ditetapkan, atau menyelesaikan tugas dan tanggung jawab waktu, dibutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan rekan kerja maupun relasi bisnis, dalam beragam situasi dan kondisi. Menurut Anthony robbis komunikasi adalah berjalan dengan baik bagi orang yang mengusahakannya.(Chen, 2012) Berikut terlampir beragam kiat komunikasi menurut Healthy Workplace Campaign yang berbasis di AS, etika praktis berkomunikasi menurut 32 Hamton Consulting dan lembaga pendidikan keeley yang berbasis di Inggris : a. Setiap orang harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar tugas dan tanggung jawab dikantor dan kehidupannya berjalan lancar. b. Setiap orang memiliki peran dan fingsi yang berbeda-beda dalam hidup. Komunikasi yang baik antar sesame manusai akan membantu kita untuk mencapai tujuan hidup yang kita inginkan. c. Mayoritas orang tidak menggangap kemampuan komunikasi sebagai hal yang penting. Padahal, komunikasi yang buruk tidak hanya akan mempengaruhi relasi antar individu, tetapi juga pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan yang menaunginya. d. Citra diri kita adalah salah satu alat dalam berkomunikasi. Karenanya, jagalah citra diri kita dengan sebaik-baiknya. e. Kemampuan berkomunikasi adalah salah satu hal yang wajib kita pelajari. Sebab, kemampuan berkomunikasi membantu kita untuk bekerja sama dengan orang lain secara efektif. Menurut Simone Weils (Chen, 2012), komunikasi adalah salah satu hal yang menghubungkan manusia. Kemampuan berkomunikasi adalah kunci bagi keberhasilan dalam kehidupan pribadi dan karier. 2.2.4.3 Membangun Hubungan dan Komunikasi yang Harmonis Menurut (Chen, 2012) dalam membangun komunikasi yang harmonnis di butuhkan adanya hal seperti berikut: a. Saling menghormati adalah dasar dalam membangun hubungan yang stabil b. Senantiasa menghargai sesama manusia.tingkatkan budaya menerima perbedaan. c. Menghargai perasaan dan pikiran orang lain. d. Agar komunikasi berjalan dengan lancar,upayakan agar orang-orang yang berkomunikasi merasa nyaman dengan kehadiran sesamanya. e. Organisasi atau perusahaan yang anggotanya saling mendukung sehingga menjadi akrab satu sama lain akan bekerja dengan penuh semangat dan komitmen demi meraih kesuksesan bersama. 33 2.2.5 Hambatan-Hambatan Komunikasi Menurut Effendy (2009), faktor penghambat dalam komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Hambatan sosio-antro-psikologis Proses komunikasi bersifat konteks situsional. Oleh karena iru, komunikator hendaknya memperhatikan situasi, pasalnya situasi sangat memoengaruhi klancaran komunikasi, terutama situasi yang berkaitan dengan faktor sosiologis, antropologis, dan psikologis komunikan. a. Hambatan Sosiologis Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Dengan demikian, hambatan sosiologis adalah hambatan yang berhubungan dengan masyarakat. Masyarakat menurut effendy (2009) terdiri dari berbagai golongan dan lapisan yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, tingkat pendidikan, timgkat kekayaan dan sebagainya, yang kesemuanya dapat menjadi hambatan bagi kelancaran komunikasi. b. Hambatan Antropologis Dalam melacarkan komunikasi, seorang komunikastor tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikan yang dijadikan sasarannya. Mengenal berarti tidak hanya mengetahui siapa namanya, melainkan mengetahui dan mengenal komunikannya dari segi antropologisnya juga, misalnya jenis ras, gaya hidup, bahasa, kebiasaan serta norma yang dianutnya. (Effendy, 2009) c. Hambatan Psikologis Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini umumnya dikarenakan sang komunikator sebelum melancarkan komunikasi tidak mengkaji diri komunikan terlebih dahulu. Komunikasi akan sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, kecwa, mnaruh prasangka dan lain sebagainya. (Effendy, 2009) 34 Prasangaka merupakan salah satu hambatan berat dalam kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka pada umumnya akan menarik keseimpulan tanpa menggunakan rasional dan cenderung akan menntang apa yang di komunikasikan oleh komunikator. Prasangka sebagai faktor psikologis dapat disebabkan oleh aspek antropologis dan sosiologis. Disebabkan latar belakang mereka yang mungkin berbeda dengan komunikator dan membawa pengalaman atau label yang salah mengenai suatu permasalahan atau sang komunikator sendiri. (Effendy, 2009) 2. Hambatan Semantis Menurut Effendy (2009), faktor semantis menyangkut bahasa yang di pergunakan komunikator sebagai media untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasinya seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan hambatan ini, sebab salah ucap atau salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian, salah tafsir yang akhirnya akan menimbulkan miscommunication. 3. Hambatan Mekanis Hambatan mekanis dijumpai pada media sekunder yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Banyak contoh yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari, misalkan berita surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, suara yang tidak jelas oleh penyiar radio, gambar televis yang tidak jelas, dan lain sebagainya. 4. Hambatan Ekologis Hambatan ekologis oleh gangguan terhadap proses berlangsungnya komunikasi yang datangnya dari lingkungan. Misalkan, hujan yang tiba-tiba turun ketika komunikator sedang berpidato diruang terbuka, hal tersebut akan membuat khalayak tidak konsen, mereka mungkin akan berlarian mencari tempat berteduh, atau kalaupun mereka bertahan, konsentrasi mereka akan tereduksi oleh suara hujan dan petir. (Effendy, 2009) 2.2.6 Cara Mengatasi Hambatan dan Memperbaiki Komunikasi Hambatan atau gangguan berkomunikasi merupakan pengaruh dari dalam dan luar individu atau lingkungan yang merusak aliran informasi atau 35 isi pesan yang dikirimkan dan diterima. Untuk memecahkan masalah tersebut, berikut ini diuraikan cara mengatasi hambatan komunikasi organisasi menurut Bove dan Thill (Sutrisna, 2006). Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memelihara iklim komunikasi terbuka. 2. Bertekad memegang teguh berkomunikasi. 3. Memahami kesulitan komunikasi antarbudaya. 4. Menggunakan pendekatan komunikasi yang berpusat pada penerima. 5. Menggunakan teknologi secara bijaksana. 6. Menciptakan dan memproses pesan secara efektif dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: a. Memahami penerima pesan b. Menyesuaikan pesan dengan penerima. c. Mengembangkan dan menghubungkan gagasan.\ d. Mengurangi jumlah pesan. e. Memilih saluran atau media komunikasi yang tepat. f. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 7. Memberikan umpan balik (feedback) secara tepat. 36 2.3 Kerangka Pemikiran Karyawan Multikultural Hambatan Bahasa Pengelolaan Hambatan Bahasa Menciptakan Keharmoisan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 37 Dalam perusahaan ini memiliki karyawan yang berlatar kebudayaan yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihatdari suku, ras, etnik dan bahasa. Dengan adanya perbedaan ini memunculkan suatu permasalahan. Permasalahan yang terjadi adalah karena adanya kesalahpahaman. Oleh karena itu di butuhkan adanya pengelolaan hambatan bahasa sehingga dapat menciptakan keharmonisan antar karyawan.