Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia Komang Indra Setia Widyantara, Anggraeni Janar Wulan Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Stroke merupakan kegawatdaruratan dalam bidang neurologi. Prevalensi stroke pada tahun 2013 adalah 7 per 1000 penduduk. Angka kematian yang tinggi dan komplikasi baik neurologi serta non neurologi menyebabkan stroke masih merupakan masalah pada negara maju dan berkembang. Wanita usia 63 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) dengan keluhan tungkai kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakkan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Selain itu pasien tidak dapat berbicara dan mengalami penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan o keadaan umum tampak sakit sedang, stupor, GCS E3VafasiaM5. TD 160/110 mmHg, nadi 98 x/menit, RR 22 x/menit, T 36,8 C. Pada pemeriksaan neurologis, terdapat parase nervus cranial VII sentral, lateralisasi ke kanan, hemiplegia dextra. Dari algoritma gadjah mada, skor Siriraj dan skor Djoenadi mengarahkan ke stroke hemoragik. CT Scan kepala didapatkan intraserebral hemoragik di lobus parietalis sinistra. Diagnosa parese NVII + hemiplegia dextra + Aphasia e.c Stroke hemoragik. Terapi yang diberikan IVFD RL XX gtt/menit, asam traneksamat ampul 3x500 mg, Ranitidin ampul 2x50mg, Ceftriaxone vial 2x1 gr dan fisioterapi. Kata Kunci: hemiplegia, nervus cranial, stroke hemoragik A 63 Years Woman With Hemorrhagic Stroke And Aphasia Abstract Stroke is an emergency in neurology. The prevalence of strokes in 2013 was 7 per 1000 population. A high death rate and both neurology and non neurology complications of stroke is still a problem in developed and developing countries. A 63 years old woman came to Abdul Moeloek Hospital complaint right leg and right hand can`t be moved since 5 days before entering the hospital. Furthermore, the patient couldn`t speak and loss of consciousness. On physical examination found o moderate sick in general condition, stupor, GCS E3VafasiaM5. BP 160/110 mm Hg, pulse 98 x/min, RR 22 x/min, T 36,8 C. On neurological examination, found central parase cranial nerve VII, lateralization to the right and hemiplegia dextra. From Gadjah Mada algorithm, Siriraj stroke scores and Djoenadi score lead into hemorrhagic stroke. CT Scan head showed intracereberal hemorhagic in left parietal lobe. Diagnosis parese NVII + hemiplegic dextra + Aphasia e.c. hemorrhagic stroke. Patients received IVFD RL 20 tpm, tranexamic acid 3x500 mg, Ranitidine 2x50mg, Ceftriaxone 2x1 gr and physiotherapy. Keyword: cranial nerve, hemiplegia, hemorrhagic stroke Korespondensi: Komang Indra Setia Widyantara, S. Ked., alamat Perum Bumi Puspa Kencana Blok i7 Gedong Meneng, HP 081369949094, e-mail [email protected] Pendahuluan Stroke merupakan suatu kegawatdaruratan dalam bidang neurologi dengan angka kematian yang tinggi.1,2 Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia 7 per 1000 penduduk yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan menjadi penyebab kematian di wilayah perkotaan dan pedesaan. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun (0,2%). Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan perempuan (6,8%). Dalam 10 tahun terakhir, pasien dengan stroke menempati 50% tempat di bangsal penyakit saraf dimana sekitar seperlima dari jumlah tersebut meninggal selama perawatan. Di provinsi Lampung, prevalensi stroke mencapai 3,7 per 1000 penduduk.3,4 Dibutuhkan biaya yang besar untuk mengelola pasien dengan stroke. Di Amerika Serikat, dikeluarkan biaya rata-rata 140 ribu dolar untuk mengelola pasien dengan stroke iskemik, total pada tahun 2008 dikeluarkan biaya 65,5 milyar dolar untuk seluruh pasien stroke.2,5 Kasus Dari anamnesis yang didapatkan pada 7 Januari 2015 pada wanita usia 63 tahun datang dengan keluhan tungkai kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakkan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluarga juga mengatakan bahwa disaat bersamaan pasien tidak bisa bicara. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Pasien sebelumnya J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 86 Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia sempat merasakan nyeri kepala. Setelah mengalami keluhan yang tiba-tiba pasien lagsung dirawat di RS swasta di Bandar Lampung. Keluarga mengatakan pasien sempat tidak sadarkan diri selama 1 hari sehingga dirawat di ruang ICU. Setelah menjalani perawatan selama 5 hari pasien lalu dirujuk ke RSAM. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang tidak terkontrol, riwayat kolesterol tinggi, diabetes mellitus disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran stupor, GCS E3VxM5 = 8 (Afasia). Tekanan darah 160/110 mmHg, nadi 98 x/menit, RR 22 x/menit, T 36,8oC. Pada status generalis didapatkan pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis, nervus cranial VII lipatan sudut nasolabilis tertarik ke arah kiri, nervus cranial lainnya sulit dinilai. Tidak ditemukan gejala rangsang meningeal, Refleks fisiologis positif pada keempat ekstremitas, ditemukan refleks babinski pada tungkai kiri. Pemeriksaan motorik ditemukan lateralisasi ke kanan, kekuatan otot pada ekstremitas atas 0/5, ekstremitas inferior 0/5. Sensibilitas sulit dinilai, kordinasi sulit dinilai, saraf otonom didapatkan miksi melalui kateter sedangkan defekasi normal, pemeriksaan fungsi luhur sulit dilakukan penilaian. Pada penilaian algoritma gajah mada didapatkan nyeri kepala +, penurunan kesadaran +, refleks babinsky – yang mengarahkan pada stroke hemoragik. Sedangkan nilai skor Siriraj adalah (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x ateroma) – 12 (2,5x2) + (2x1) + (2x0) + (0,1x110) – (3x1) –12 = 3 (stroke hemoragik). Skor Djoenadi didapatkan TIA sebelum serangan tidak ada, permulaan serangan mendadak, saat pasien beraktivitas, sakit kepala saat serangan hebat, muntah tidak ada, kesadaran menurun mendadak, tekanan darah sistolik >140/100 saat masuk rumah sakit, tidak ada kaku kuduk, pupil isokor, fundus okuli normal (0+6,5+6,5+7,5+0+10+1+5+0)=36,5 (Stroke hemoragik). Hasil pemeriksaan penunjang adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil pemeriksaan Hematologi PEMERIKSAAN Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Hitung jenis Basofil Eosinofil Netrofil Batang Netrofil Segmen Limfosit Monosit HASIL 13,1 gr/dL 8.000/ul 38% 253.000/ul 0% 0% 0% 68% 21% 11% Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah Pemeriksaan Hasil SGOT 22 U/L SGPT 12 U/L Ureum 47 mg/dl Creatinine 0,5 mg/dl GDS 110 mg/dl Colesterol total 227 mg/dl HDL 44 mg/dl LDL 172 mg/dl Trigliserida 55 mg/dl Asam urat 4,0 mg/dl Natrium 131 mmol/L Kalium 3,5 mmol/L Clorida 101 mmol/L Gambar 1. CT-Scan Kepala Tanpa Kontras Dari hasil CT-Scan tampak septum deviasi, tidak tampak perselubungan di sinus paranasalis maupun air cellulae mastoidea, gyri dan sulci tidak prominen, tampak lesi hiperdens dengan perifocal oedema di lobus parietalis sinistra, ventrikel lateralis sinistra J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 87 Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia menyempit, struktur mediana terdeviasi ke dextra. Sehingga dari gambaran tersebut disimpulkan terdapat perdarahan intraserebral di lobus parietalis sinistra dengan herniasi subfalcine. Pasien dididagnosis klinis berupa parese NVII + hemiplegia dextra + Aphasia + Hipertensi Grade II diagnosa topis pada lobus parietalis sinistra dan diagnosa etiologi stroke hemoragik. Pasien diberikan terapi nonmedikamentosa berupa pantau ABC (Airway, Breathing, Circulation), Observasi klinik (vital sign), tinggikan posisi kepala 200300, Tirah baring dengan perubahan posisi, Diet cair melalui NGT. Terapi medikamentosa berupa IVFD RL X gtt/menit, Asam traneksamat ampul 500 mg 3x1, Ranitidin ampul 50mg 2x1, Ceftriaxone vial 1 gr 2x1. Selain itu pasien direncanakan untuk dilakukan fisioterapi. Pembahasan Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didiagnosa mengalami stroke hemoragik. Hal ini didasarkan pada anamnesis dimana didapatkannya defisit neurologis berupa hemiplagia ekstremitas dextra. Dari anamnesis didapatkan tungkai kanan dan tangan kanan lemah dan tidak bisa digerakkan sejak 5 hari SMRS yang tiba-tiba ketika pasien hendak ganti pakaian setelah mandi sehingga pasien terjatuh keluhan ini disertai nyeri kepala dan penurunan kesadaran. Onset kejadian yang mendadak pada saat beraktivitas, disertai penurunan kesadaran, tanpa tanda peringatan dan nyeri kepala yang merupakan penanda yang mengarahkan kepada stroke hemoragik.6,7 Selain itu pada pasien tidak terdapat episode TIA sehingga dapat disingkirkan stroke non hemoragik.8 Berikut adalah perbedaan antara gejala klinis stroke hemoragik dan non hemoragik. 7,9 Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik Onset atau awitan Mendadak Mendadak Saat Onset Sedang aktif Istirahat Peringatan (warning) + Nyeri Kepala +++ ± Kejang + Muntah + Penurunan Kesadaran +++ ± Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran stupor, GCS 8 (Afasia), parese NVII sentral, terdapat lateralisasi ke kanan dan hemiplegia dextra. Hal ini sesuai dengan teori yang meyatakan bahwa serangan biasanya terjadi mendadak dengan adanya gejala motorik (hemiparesis, paraparesis, tetraparesis, disfagia dan ataxia), gangguan berbicara/berbahasa (disfasia, disleksia, disgrafia, disartria, diskalkulia), gangguan sensorik (somatosensoris, visual) ganguan vestibular (vertigo), gangguan kognitif dan tingkah laku.7,8,10 Pada pasien ini juga memiliki faktor resiko stroke dimana faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi berupa usia pasien yang sudah masuk dekade 6 biasanya mulai terjadi pada dekade 5.11,12,13 Selain itu faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini berupa hipertensi dimana pada pasien TD 160/110 mmHg dan termasuk dalam hipertensi grade II berdasarkan klasifikasi JNC VII, pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sejak 1 tahun SMRS, namun untuk DM tidak diketahui oleh pasien.14,15,16 Berdasarkan algoratima gadjah mada didapatkan interpretasi ke stroke hemoragik (Penurunan kesadaran +, Nyeri kepala +, Babinski -), skor Djunaedi 36,5 (>20 stroke hemoragik), skor Siriraj 3 sehingga pada kasus ini diagnosa adalah stroke hemoragik.17,18,19 Pemeriksaan diperkuat dengan gambaran CT Scan yang menunjukkan terdapat perdarahan intraserebri di lobus parietalis sinistra dengan herniasi subfalcine Pada pasien diberikan terapi non medikamentosa berupa pemantauan ABC (Airway, Breathing, Circulation), observasi klinik (vital sign), elevasi posisi kepala 200-300, J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 88 Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia Tirah baring dengan perubahan posisi, Diet cair melalui NGT. Terapi medikamentosa berupa IVFD RL XX gtt/menit, Asam traneksamat ampul 500 mg 3x1, Ranitidin ampul 50mg 2x1, Ceftriaxone vial 1 gr 2x1. Selain itu pasien direncanakan untuk dilakukan fisioterapi. Hal ini sesuai dengan Guideline Stroke 2011 yang diterbitkan oleh PERDOSSI, dimana penatalaksanaan stroke dibagi menjadi penatalaksanaan umum di ruang gawat darurat dan di ruang rawat . Penatalaksaan stroke dibagi menjadi tatalaksana nonmedikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan di ruang rawat darurat berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis dan skala stroke (penilaian dengan skala stroke NIHSS belum dilakukan).4,20 Selain itu dilakukan terapi umum berupa stabilisasi jalan napas dan pernapasan (pada pasien dilakukan pemantauan ABC dan stabilisasi hemodinamik (pada pasien ini diberikan cairan kristaloid intravena), pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peningkatan TIK yang dilakukan dengan cara elevasi kepala 200-300, pengendalian kejang dan suhu tubuh, pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan CT Scan Kepala tanpa kontras. Pada pasien telah dilakukan mobilisasi dan pencegahan decubitus.20,21 Pada pasien diberikan IVFD RL XX gtt/menit. Hal ini sesuai teori bahwa cairan yang diberikan adalah cairan isotonis serta dilakukan pemeriksaan elektrolit. Pada pasien diberikan diet cair menggunakan NGT. Namun tidak disebutkan komposisi masing-masing zat gizi. Sesuai teori nutrisi oral yang dibutuhkan adalah kalori 25-30kkal/kg/hari dengan komposisi karbohidrat 30-40%, lemak 20-35%, protein 20-30%. Sehingga pada pasien ini dengan berat badan 75 Kg dibutuhkan 18752250 kkal/hari.22 Pada pasien ini sudah tepat tidak diberikan obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah karena pemberian obat antihipertensi diberikan pada stroke perdarahan apabila TDS>200 mmHG atau MAP> 150 mmHG. Pada pasien ini tidak dapat diberikan diuretik osmotik berupa manitol karena pada pasien ini tidak terjadi edema serebri. Hal ini dikarenakan pasien datang pada onset kejadian hari keenam. Sedangkan menurut teori edema serebri biasa terjadi pada onset hari ke 3-5.23,24 Untuk mengatasi perdarahan intraserebral dapat diberikan terapi pengganti faktor koagulasi atau trombosit.2 Namun berdasarkan pemeriksaan lab trombosit, masa perdarahan dan masa pembekuan masih dalam batas normal. Namun seharusnya pasien ini dilakukan pemeriksaan faktor pembekuan darah (PT, APTT) untuk menilai apakah terdapat gangguan pada faktor pembekuan yang dapat dijadikan dasar untuk memberikan faktor pembekuan.4 Pada pasien ini telah tepat diberikan antibiotik karena untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian retrospektif telah melaporkan bahwa komplikasi medis dan neurologis dapat terjadi pada 59% hingga 95% pasien stroke iskemik, tergantung pada periode observasi dari penelitian tersebut, dan infeksi merupakan salah satu komplikasi medis yang paling sering ditemukan pada pasien stroke.25 Infeksi sekunder ini mempengaruhi terhadap prognosis buruk dan peningkatan mortalitas pasien stroke. Pada 87 penelitian meta-analisis ditemukan kejadian post stroke infeksi rate sebesar 30% dengan pneumonia dan infeksi saluran kemih yang paling terbesar.26 Peningkatan kejadian infeksi sekunder pada stroke disebabkan oleh imunodepresi yang terjadi akibat pengaktivasi katekolamin dan kortisol yang terjadi pada stroke. Pemberian Ceftriaxone sebagai antibiotik spektrum luas pada pasien ini sudah tepat. Karena berdasarkan data epidemiologi infeksi yang sering terjadi adalah pneumonia yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. 4,26 J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 89 Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia Gambar 2. Hipotesa Terjadinya Immunodepresi Akibat Terjadinya Stroke Pemberian ranitidin pada pasien ini kurang tepat. Hal ini dikarenakan golongan H2 bloker biasa digunakan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna atas akibat stres ulser. Pada pasien ini pemberian asam traneksamat sebagai antifibrinolisis juga dapat digunakan untuk mengurangi perdarahan. Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan rehabilitasi medik. Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya4,20 Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad fungsionam dubia dikarenakan sangat tergantung dari kondisi pasien sendiri yang dipengaruhi oleh luas lesi sehingga pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien untuk mengontrolnya,4,5 Simpulan Pada kasus ini penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai. Penatalaksaan pada pasien ini juga sudah cukup sesuai dengan pedoman penatalaksanaan stroke yang diterbitkan oleh 27 PERDOSSI. Selain itu, untuk menanggulangi defisit neurologis yang terjadi, pasien ini disarankan unruk melaksanakan rehabilitasi medik. Pada pasien dan keluarga juga diberikan edukasi untuk mengurangi komplikasi dan mencegah serangan stroke kembali terjadi. Daftar Pustaka 1. Robert JH. Clinimetrics in stroke. The Departement of Neurology and the Departement of Clinical Epidemiology and Biostatistics. Amsterdam: Vrije Universiteit Medical Centre; 2004. hlm. 48-74. 2. Caplan RL. Stroke a clinical approch. Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. hlm. 3. 3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013. hlm. 91-4. 4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2011. 5. Lloyd JD, Adams R, Carnethon M, Simone GD, Ferguson TB, Flegal K, et al. Heart disease and stroke statistics 2009 update: a report from the American Heart Association statistics committee and stroke statistics subcommittee. Circulation. 2009; 119:2181. J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 90 Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi ke8. New York: McGraw Hill; 2005. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian; 2009. hlm. 270 – 90. Ay H, Furie KL, Singhal A, Smith WS, Sorensen AG, Koroshetz WJ. An evidencebased causative classification system for acute ischemic stroke. Ann Neurol 2005; 58:688–97. Xi G, Keep RF, Hoff JT. Mechanisms of brain injury after intracerebral haemorrhage. Lancet Neurol. 2006; 5:53– 63. Reeves MJ, Bushnell CD, Howard G, Gargano JW, Duncan PW, Lynch G, et al Sex differences in stroke: epidemiology, clinical presentation, medical care, and outcomes. Lancet Neurol. 2008; 7(10):915–26. Turtzo LC, McCullough LD. Sex differences in stroke. Cerebrovasc Dis. 2008; 26(5):462–74. Williams JE, Chimowitz MI, Cotsonis GA, Lynn MJ, Waddy SP. WASID Investigators. Gender differences in outcomes among patients with symptomatic intracranial arterial stenosis. Stroke. 2007; 38(7):2055–62. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison HC, Handler J, et al. 2014 Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults: report from the panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311:507–20. O'Donnell MJ, Xavier D, Liu L, Zhang H, Chin SL, Rao-Melacini P, et al. Risk factors for ischaemic and intracerebral haemorrhagic stroke in 22 countries (the INTERSTROKE study): a case-control study. Lancet. 2010; 376:112–23. Mihardja L, Soetrisno U, Soegondo S. Prevalence and clinical profile of diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. J Diabetes Investig. 2014; 5(5):507–12. 17. Lamsudin R. Gadjah Mada stroke algorithm [disertasi]. Yogyakarta: Gadjah Mada University; 1997. 18. Sherin A, Khan A, Rehman S, Shah NH, Shabbier G, Zarif M. Comparability and validity of Siriraj stroke score and Allen stroke score in differentiation of acute ischemic and haemorrhagic stroke. JPMI. 2011; 25:206–16. 19. Upadhyaya PH. Correlation of clinical scores and CT scan in patients of acute stroke. Bangalor: Karnataka, Rajiv Gandhi University of Health Sciences; 2006. hlm. 38–48. 20. Rosamond W, Flegal K, Furie K, Go A, Greenlund K, Haase N, Hailpern SM, et al. American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease and stroke statistics--2008 update: a report from the American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation. 2008; 117(4):e25–e146. 21. Fisher M, Feuerstein G, Howells DW, Hurn PD, Kent TA, Savitz SI, Lo EH. Update of the stroke therapy academic industry roundtable pre-clinical recommendations. Stroke. 2009; 40:2244–50. 22. Hooper L,Carolyn DS, Thompson R,Sills D,Felicia GR, Moore H, Smith GD. Reduced or modified dietary fat for preventing cardiovascular disease.Cochrane Database Syst Rev. 2011; (7):CD002137. 23. Cooper-DeHoff RM, Gong Y, Handberg EM, Bavry AA, Denardo SJ, Bakris GL, Pepine CJ. Tight blood pressure control and cardiovascular outcomes among hypertensive patients with diabetes and coronary artery disease. JAMA. 2010; 304:61–8. 24. Venkatasubramanian C, Mlynash M, Finley-Caulfield A, Eyngorn I, Kalimuthu R, Snider RW, et al. Natural history of perihematomal edema after intracerebral hemorrhage measured by serial magnetic resonance imaging.Stroke. 2011; 42:73– 80. 25. Wani MW, Saleem S, Imran R, Shaheen F, Wani T, Wani MA, et al. Stroke Associated Infection: A Prospective Hospital Based Study at A Tertiary Care J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 91 Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia Institution of North India. Medical Sciences. 2012; 15(1):22-7. 26. Maier IL, Karch A, Mikolajczyk R. Effect of Beta-Blocker Therapy on the Risk of Infections and Death after Acute Stroke – A Historical Cohort Study. Plos One. 2015; 15(2):1-8. 27. Dirnagl U, Klehmet J, Braun JS, Harms H, Meisel C, Ziemssen T, et al. StrokeInduced Immunodepression Experimental Evidence And Clinical Relevance. Stroke. 2007;38(2):770-3. J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 92