Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia

advertisement
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
Komang Indra Setia Widyantara, Anggraeni Janar Wulan
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Stroke merupakan kegawatdaruratan dalam bidang neurologi. Prevalensi stroke pada tahun 2013 adalah 7 per 1000
penduduk. Angka kematian yang tinggi dan komplikasi baik neurologi serta non neurologi menyebabkan stroke masih
merupakan masalah pada negara maju dan berkembang. Wanita usia 63 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek
(RSAM) dengan keluhan tungkai kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakkan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Selain itu pasien tidak dapat berbicara dan mengalami penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
o
keadaan umum tampak sakit sedang, stupor, GCS E3VafasiaM5. TD 160/110 mmHg, nadi 98 x/menit, RR 22 x/menit, T 36,8 C.
Pada pemeriksaan neurologis, terdapat parase nervus cranial VII sentral, lateralisasi ke kanan, hemiplegia dextra. Dari
algoritma gadjah mada, skor Siriraj dan skor Djoenadi mengarahkan ke stroke hemoragik. CT Scan kepala didapatkan
intraserebral hemoragik di lobus parietalis sinistra. Diagnosa parese NVII + hemiplegia dextra + Aphasia e.c Stroke
hemoragik. Terapi yang diberikan IVFD RL XX gtt/menit, asam traneksamat ampul 3x500 mg, Ranitidin ampul 2x50mg,
Ceftriaxone vial 2x1 gr dan fisioterapi.
Kata Kunci: hemiplegia, nervus cranial, stroke hemoragik
A 63 Years Woman With Hemorrhagic Stroke And Aphasia
Abstract
Stroke is an emergency in neurology. The prevalence of strokes in 2013 was 7 per 1000 population. A high death rate and
both neurology and non neurology complications of stroke is still a problem in developed and developing countries. A 63
years old woman came to Abdul Moeloek Hospital complaint right leg and right hand can`t be moved since 5 days before
entering the hospital. Furthermore, the patient couldn`t speak and loss of consciousness. On physical examination found
o
moderate sick in general condition, stupor, GCS E3VafasiaM5. BP 160/110 mm Hg, pulse 98 x/min, RR 22 x/min, T 36,8 C. On
neurological examination, found central parase cranial nerve VII, lateralization to the right and hemiplegia dextra. From
Gadjah Mada algorithm, Siriraj stroke scores and Djoenadi score lead into hemorrhagic stroke. CT Scan head showed
intracereberal hemorhagic in left parietal lobe. Diagnosis parese NVII + hemiplegic dextra + Aphasia e.c. hemorrhagic
stroke. Patients received IVFD RL 20 tpm, tranexamic acid 3x500 mg, Ranitidine 2x50mg, Ceftriaxone 2x1 gr and
physiotherapy.
Keyword: cranial nerve, hemiplegia, hemorrhagic stroke
Korespondensi: Komang Indra Setia Widyantara, S. Ked., alamat Perum Bumi Puspa Kencana Blok i7 Gedong Meneng, HP
081369949094, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Stroke
merupakan
suatu
kegawatdaruratan dalam bidang neurologi
dengan angka kematian yang tinggi.1,2
Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi
stroke di Indonesia 7 per 1000 penduduk yang
didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan
menjadi penyebab kematian di wilayah
perkotaan dan pedesaan. Kasus stroke
tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan
adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun
(0,2%). Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan perempuan (6,8%). Dalam 10
tahun terakhir, pasien dengan stroke
menempati 50% tempat di bangsal penyakit
saraf dimana sekitar seperlima dari jumlah
tersebut meninggal selama perawatan. Di
provinsi Lampung, prevalensi stroke mencapai
3,7 per 1000 penduduk.3,4
Dibutuhkan biaya yang besar untuk
mengelola pasien dengan stroke. Di Amerika
Serikat, dikeluarkan biaya rata-rata 140 ribu
dolar untuk mengelola pasien dengan stroke
iskemik, total pada tahun 2008 dikeluarkan
biaya 65,5 milyar dolar untuk seluruh pasien
stroke.2,5
Kasus
Dari anamnesis yang didapatkan pada 7
Januari 2015 pada wanita usia 63 tahun
datang dengan keluhan tungkai kanan dan
tangan kanan tidak bisa digerakkan sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Keluarga juga mengatakan bahwa disaat
bersamaan pasien tidak bisa bicara. Keluhan
dirasakan secara tiba-tiba. Pasien sebelumnya
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 86
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
sempat merasakan nyeri kepala. Setelah
mengalami keluhan yang tiba-tiba pasien
lagsung dirawat di RS swasta di Bandar
Lampung. Keluarga mengatakan pasien
sempat tidak sadarkan diri selama 1 hari
sehingga dirawat di ruang ICU. Setelah
menjalani perawatan selama 5 hari pasien lalu
dirujuk ke RSAM. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok dan minum minuman
beralkohol. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi sejak 1 tahun yang tidak terkontrol,
riwayat kolesterol tinggi, diabetes mellitus
disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran stupor, GCS E3VxM5 = 8 (Afasia).
Tekanan darah 160/110 mmHg, nadi 98
x/menit, RR 22 x/menit, T 36,8oC. Pada status
generalis didapatkan pemeriksaan dalam
batas normal. Pada pemeriksaan neurologis,
nervus cranial VII lipatan sudut nasolabilis
tertarik ke arah kiri, nervus cranial lainnya
sulit dinilai. Tidak ditemukan gejala rangsang
meningeal, Refleks fisiologis positif pada
keempat ekstremitas, ditemukan refleks
babinski pada tungkai kiri. Pemeriksaan
motorik ditemukan lateralisasi ke kanan,
kekuatan otot pada ekstremitas atas 0/5,
ekstremitas inferior 0/5. Sensibilitas sulit
dinilai, kordinasi sulit dinilai, saraf otonom
didapatkan miksi melalui kateter sedangkan
defekasi normal, pemeriksaan fungsi luhur
sulit dilakukan penilaian.
Pada penilaian algoritma gajah mada
didapatkan nyeri kepala +, penurunan
kesadaran +, refleks babinsky – yang
mengarahkan pada stroke hemoragik.
Sedangkan nilai skor Siriraj adalah (2,5 x
derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x
muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x
ateroma) – 12  (2,5x2) + (2x1) + (2x0) +
(0,1x110) – (3x1) –12 = 3 (stroke hemoragik).
Skor Djoenadi didapatkan TIA sebelum
serangan tidak ada, permulaan serangan
mendadak, saat pasien beraktivitas, sakit
kepala saat serangan hebat, muntah tidak ada,
kesadaran menurun mendadak, tekanan
darah sistolik >140/100 saat masuk rumah
sakit, tidak ada kaku kuduk, pupil isokor,
fundus
okuli
normal
(0+6,5+6,5+7,5+0+10+1+5+0)=36,5
(Stroke
hemoragik).
Hasil pemeriksaan penunjang adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan Hematologi
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
HASIL
13,1 gr/dL
8.000/ul
38%
253.000/ul
0%
0%
0%
68%
21%
11%
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan
Hasil
SGOT
22 U/L
SGPT
12 U/L
Ureum
47 mg/dl
Creatinine
0,5 mg/dl
GDS
110 mg/dl
Colesterol total
227 mg/dl
HDL
44 mg/dl
LDL
172 mg/dl
Trigliserida
55 mg/dl
Asam urat
4,0 mg/dl
Natrium
131 mmol/L
Kalium
3,5 mmol/L
Clorida
101 mmol/L
Gambar 1. CT-Scan Kepala Tanpa Kontras
Dari hasil CT-Scan tampak septum
deviasi, tidak tampak perselubungan di sinus
paranasalis maupun air cellulae mastoidea,
gyri dan sulci tidak prominen, tampak lesi
hiperdens dengan perifocal oedema di lobus
parietalis sinistra, ventrikel lateralis sinistra
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 87
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
menyempit, struktur mediana terdeviasi ke
dextra. Sehingga dari gambaran tersebut
disimpulkan
terdapat
perdarahan
intraserebral di lobus parietalis sinistra
dengan herniasi subfalcine.
Pasien dididagnosis klinis berupa parese
NVII + hemiplegia dextra + Aphasia +
Hipertensi Grade II diagnosa topis pada lobus
parietalis sinistra dan diagnosa etiologi stroke
hemoragik.
Pasien
diberikan
terapi
nonmedikamentosa berupa pantau ABC
(Airway, Breathing, Circulation), Observasi
klinik (vital sign), tinggikan posisi kepala 200300, Tirah baring dengan perubahan posisi,
Diet cair melalui NGT. Terapi medikamentosa
berupa IVFD RL X gtt/menit, Asam
traneksamat ampul 500 mg 3x1, Ranitidin
ampul 50mg 2x1, Ceftriaxone vial 1 gr 2x1.
Selain itu pasien direncanakan untuk
dilakukan fisioterapi.
Pembahasan
Penegakkan diagnosis didasarkan pada
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini
didiagnosa mengalami stroke hemoragik. Hal
ini didasarkan pada anamnesis dimana
didapatkannya defisit neurologis berupa
hemiplagia ekstremitas dextra. Dari anamnesis
didapatkan tungkai kanan dan tangan kanan
lemah dan tidak bisa digerakkan sejak 5 hari
SMRS yang tiba-tiba ketika pasien hendak
ganti pakaian setelah mandi sehingga pasien
terjatuh keluhan ini disertai nyeri kepala dan
penurunan kesadaran.
Onset kejadian yang mendadak pada
saat
beraktivitas,
disertai
penurunan
kesadaran, tanpa tanda peringatan dan nyeri
kepala yang merupakan penanda yang
mengarahkan kepada stroke hemoragik.6,7
Selain itu pada pasien tidak terdapat episode
TIA sehingga dapat disingkirkan stroke non
hemoragik.8 Berikut adalah perbedaan antara
gejala klinis stroke hemoragik dan non
hemoragik.
7,9
Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik
Gejala
Stroke hemoragik
Stroke non hemoragik
Onset atau awitan
Mendadak
Mendadak
Saat Onset
Sedang aktif
Istirahat
Peringatan (warning)
+
Nyeri Kepala
+++
±
Kejang
+
Muntah
+
Penurunan Kesadaran
+++
±
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran stupor, GCS 8 (Afasia), parese NVII
sentral, terdapat lateralisasi ke kanan dan
hemiplegia dextra. Hal ini sesuai dengan teori
yang meyatakan bahwa serangan biasanya
terjadi mendadak dengan adanya gejala
motorik
(hemiparesis,
paraparesis,
tetraparesis, disfagia dan ataxia), gangguan
berbicara/berbahasa
(disfasia,
disleksia,
disgrafia, disartria, diskalkulia), gangguan
sensorik (somatosensoris, visual) ganguan
vestibular (vertigo), gangguan kognitif dan
tingkah laku.7,8,10
Pada pasien ini juga memiliki faktor
resiko stroke dimana faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi berupa usia pasien yang
sudah masuk dekade 6 biasanya mulai terjadi
pada dekade 5.11,12,13 Selain itu faktor resiko
yang dapat dimodifikasi pada pasien ini
berupa hipertensi dimana pada pasien TD
160/110 mmHg dan termasuk dalam
hipertensi grade II berdasarkan klasifikasi JNC
VII, pasien juga memiliki riwayat hipertensi
yang tidak terkontrol sejak 1 tahun SMRS,
namun untuk DM tidak diketahui oleh
pasien.14,15,16
Berdasarkan algoratima gadjah mada
didapatkan interpretasi ke stroke hemoragik
(Penurunan kesadaran +, Nyeri kepala +,
Babinski -), skor Djunaedi 36,5 (>20 stroke
hemoragik), skor Siriraj 3 sehingga pada kasus
ini diagnosa adalah stroke hemoragik.17,18,19
Pemeriksaan diperkuat dengan gambaran CT
Scan yang menunjukkan terdapat perdarahan
intraserebri di lobus parietalis sinistra dengan
herniasi subfalcine
Pada pasien diberikan terapi non
medikamentosa berupa pemantauan ABC
(Airway, Breathing, Circulation), observasi
klinik (vital sign), elevasi posisi kepala 200-300,
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 88
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
Tirah baring dengan perubahan posisi, Diet
cair melalui NGT. Terapi medikamentosa
berupa IVFD RL XX gtt/menit, Asam
traneksamat ampul 500 mg 3x1, Ranitidin
ampul 50mg 2x1, Ceftriaxone vial 1 gr 2x1.
Selain itu pasien direncanakan untuk
dilakukan fisioterapi.
Hal ini sesuai dengan Guideline Stroke
2011 yang diterbitkan oleh PERDOSSI, dimana
penatalaksanaan stroke dibagi menjadi
penatalaksanaan umum di ruang gawat
darurat dan di ruang rawat . Penatalaksaan
stroke
dibagi
menjadi
tatalaksana
nonmedikamentosa dan medikamentosa.
Penatalaksanaan di ruang rawat darurat
berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan neurologis dan skala stroke
(penilaian dengan skala stroke NIHSS belum
dilakukan).4,20
Selain itu dilakukan terapi umum
berupa stabilisasi jalan napas dan pernapasan
(pada pasien dilakukan pemantauan ABC dan
stabilisasi hemodinamik (pada pasien ini
diberikan cairan kristaloid intravena),
pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian
peningkatan TIK yang dilakukan dengan cara
elevasi kepala 200-300, pengendalian kejang
dan suhu tubuh, pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap, kimia darah dan CT Scan Kepala
tanpa kontras. Pada pasien telah dilakukan
mobilisasi dan pencegahan decubitus.20,21
Pada pasien diberikan IVFD RL XX
gtt/menit. Hal ini sesuai teori bahwa cairan
yang diberikan adalah cairan isotonis serta
dilakukan pemeriksaan elektrolit. Pada pasien
diberikan diet cair menggunakan NGT. Namun
tidak disebutkan komposisi masing-masing zat
gizi. Sesuai teori nutrisi oral yang dibutuhkan
adalah kalori 25-30kkal/kg/hari dengan
komposisi karbohidrat 30-40%, lemak 20-35%,
protein 20-30%. Sehingga pada pasien ini
dengan berat badan 75 Kg dibutuhkan 18752250 kkal/hari.22
Pada pasien ini sudah tepat tidak
diberikan
obat
antihipertensi
untuk
menurunkan tekanan darah karena pemberian
obat antihipertensi diberikan pada stroke
perdarahan apabila TDS>200 mmHG atau
MAP> 150 mmHG. Pada pasien ini tidak dapat
diberikan diuretik osmotik berupa manitol
karena pada pasien ini tidak terjadi edema
serebri. Hal ini dikarenakan pasien datang
pada onset kejadian hari keenam. Sedangkan
menurut teori edema serebri biasa terjadi
pada onset hari ke 3-5.23,24
Untuk
mengatasi
perdarahan
intraserebral dapat diberikan terapi pengganti
faktor koagulasi atau trombosit.2 Namun
berdasarkan pemeriksaan lab trombosit, masa
perdarahan dan masa pembekuan masih
dalam batas normal. Namun seharusnya
pasien ini dilakukan pemeriksaan faktor
pembekuan darah (PT, APTT) untuk menilai
apakah terdapat gangguan pada faktor
pembekuan yang dapat dijadikan dasar untuk
memberikan faktor pembekuan.4
Pada pasien ini telah tepat diberikan
antibiotik karena untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder. Hal ini sesuai dengan
beberapa penelitian retrospektif telah
melaporkan bahwa komplikasi medis dan
neurologis dapat terjadi pada 59% hingga 95%
pasien stroke iskemik, tergantung pada
periode observasi dari penelitian tersebut,
dan infeksi merupakan salah satu komplikasi
medis yang paling sering ditemukan pada
pasien stroke.25
Infeksi sekunder ini mempengaruhi
terhadap prognosis buruk dan peningkatan
mortalitas pasien stroke. Pada 87 penelitian
meta-analisis ditemukan kejadian post stroke
infeksi rate sebesar 30% dengan pneumonia
dan infeksi saluran kemih yang paling
terbesar.26
Peningkatan kejadian infeksi sekunder
pada stroke disebabkan oleh imunodepresi
yang terjadi akibat pengaktivasi katekolamin
dan kortisol yang terjadi pada stroke.
Pemberian Ceftriaxone sebagai antibiotik
spektrum luas pada pasien ini sudah tepat.
Karena berdasarkan data epidemiologi infeksi
yang sering terjadi adalah pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri gram positif dan
infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif. 4,26
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 89
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
Gambar 2. Hipotesa Terjadinya Immunodepresi Akibat Terjadinya Stroke
Pemberian ranitidin pada pasien ini
kurang tepat. Hal ini dikarenakan golongan H2
bloker biasa digunakan pada pasien dengan
perdarahan saluran cerna atas akibat stres
ulser. Pada pasien ini pemberian asam
traneksamat sebagai antifibrinolisis juga dapat
digunakan untuk mengurangi perdarahan.
Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan
rehabilitasi medik. Rehabilitasi medik adalah
suatu program yang disusun untuk memberi
kemampuan
kepada
penderita
yang
mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit
kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja
sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya4,20
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad
bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan
pasien pada saat datang yang masih dalam
keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad
fungsionam dubia dikarenakan sangat
tergantung dari kondisi pasien sendiri yang
dipengaruhi oleh luas lesi sehingga
pengembalian fungsi diharapkan dapat
kembali mendekati semula. Prognosis
sanationam dubia ad malam dikarenakan
adanya faktor resiko hipertensi yang butuh
kesadaran dan perhatian dari pasien untuk
mengontrolnya,4,5
Simpulan
Pada kasus ini penegakkan diagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai.
Penatalaksaan pada pasien ini juga sudah
cukup
sesuai
dengan
pedoman
penatalaksanaan stroke yang diterbitkan oleh
27
PERDOSSI. Selain itu, untuk menanggulangi
defisit neurologis yang terjadi, pasien ini
disarankan unruk melaksanakan rehabilitasi
medik. Pada pasien dan keluarga juga
diberikan
edukasi
untuk
mengurangi
komplikasi dan mencegah serangan stroke
kembali terjadi.
Daftar Pustaka
1. Robert JH. Clinimetrics in stroke. The
Departement of Neurology and the
Departement of Clinical Epidemiology
and Biostatistics. Amsterdam: Vrije
Universiteit Medical Centre; 2004. hlm.
48-74.
2. Caplan RL. Stroke a clinical approch. Edisi
ke-4. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2009. hlm. 3.
3. Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan; 2013. hlm. 91-4.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Saraf
Indonesia.
Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia; 2011.
5. Lloyd JD, Adams R, Carnethon M, Simone
GD, Ferguson TB, Flegal K, et al. Heart
disease and stroke statistics 2009 update:
a report from the American Heart
Association statistics committee and
stroke
statistics
subcommittee.
Circulation.
2009;
119:2181.
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 90
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006.
Ropper AH, Brown RH. Adams and
Victor’s Principles of Neurology. Edisi ke8. New York: McGraw Hill; 2005.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis
Dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian; 2009.
hlm. 270 – 90.
Ay H, Furie KL, Singhal A, Smith WS,
Sorensen AG, Koroshetz WJ. An evidencebased causative classification system for
acute ischemic stroke. Ann Neurol 2005;
58:688–97.
Xi G, Keep RF, Hoff JT. Mechanisms of
brain
injury
after
intracerebral
haemorrhage. Lancet Neurol. 2006; 5:53–
63.
Reeves MJ, Bushnell CD, Howard G,
Gargano JW, Duncan PW, Lynch G, et al
Sex differences in stroke: epidemiology,
clinical presentation, medical care, and
outcomes. Lancet
Neurol.
2008;
7(10):915–26.
Turtzo LC, McCullough LD. Sex
differences
in
stroke. Cerebrovasc
Dis. 2008; 26(5):462–74.
Williams JE, Chimowitz MI, Cotsonis GA,
Lynn MJ, Waddy SP. WASID Investigators.
Gender differences in outcomes among
patients with symptomatic intracranial
arterial
stenosis. Stroke. 2007;
38(7):2055–62.
James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman
WC, Dennison HC, Handler J, et al. 2014
Evidence-based guideline for the
management of high blood pressure in
adults: report from the panel members
appointed to the Eighth Joint National
Committee (JNC 8). JAMA. 2014;
311:507–20.
O'Donnell MJ, Xavier D, Liu L, Zhang H,
Chin SL, Rao-Melacini P, et al. Risk factors
for
ischaemic
and
intracerebral
haemorrhagic stroke in 22 countries (the
INTERSTROKE study): a case-control
study. Lancet. 2010; 376:112–23.
Mihardja L, Soetrisno U, Soegondo S.
Prevalence and clinical profile of diabetes
mellitus in productive aged urban
Indonesians. J Diabetes Investig. 2014;
5(5):507–12.
17. Lamsudin R. Gadjah Mada stroke
algorithm [disertasi]. Yogyakarta: Gadjah
Mada University; 1997.
18. Sherin A, Khan A, Rehman S, Shah NH,
Shabbier G, Zarif M. Comparability and
validity of Siriraj stroke score and Allen
stroke score in differentiation of acute
ischemic
and
haemorrhagic
stroke. JPMI. 2011; 25:206–16.
19. Upadhyaya PH. Correlation of clinical
scores and CT scan in patients of acute
stroke. Bangalor: Karnataka, Rajiv Gandhi
University of Health Sciences; 2006. hlm.
38–48.
20. Rosamond W, Flegal K, Furie K, Go A,
Greenlund K, Haase N, Hailpern SM, et al.
American Heart Association Statistics
Committee
and
Stroke
Statistics
Subcommittee. Heart disease and stroke
statistics--2008 update: a report from the
American Heart Association Statistics
Committee
and
Stroke
Statistics
Subcommittee. Circulation. 2008;
117(4):e25–e146.
21. Fisher M, Feuerstein G, Howells DW,
Hurn PD, Kent TA, Savitz SI, Lo EH. Update
of the stroke therapy academic industry
roundtable
pre-clinical
recommendations.
Stroke.
2009;
40:2244–50.
22. Hooper L,Carolyn DS, Thompson R,Sills
D,Felicia GR, Moore H, Smith GD.
Reduced or modified dietary fat for
preventing
cardiovascular
disease.Cochrane Database Syst Rev.
2011; (7):CD002137.
23. Cooper-DeHoff RM, Gong Y, Handberg
EM, Bavry AA, Denardo SJ, Bakris GL,
Pepine CJ. Tight blood pressure control
and cardiovascular outcomes among
hypertensive patients with diabetes and
coronary artery disease. JAMA. 2010;
304:61–8.
24. Venkatasubramanian C, Mlynash M,
Finley-Caulfield A, Eyngorn I, Kalimuthu R,
Snider RW, et al. Natural history of
perihematomal edema after intracerebral
hemorrhage measured by serial magnetic
resonance imaging.Stroke. 2011; 42:73–
80.
25. Wani MW, Saleem S, Imran R, Shaheen F,
Wani T, Wani MA, et al. Stroke
Associated Infection: A Prospective
Hospital Based Study at A Tertiary Care
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 91
Komang dan Anggraeni | Seorang Wanita 63 Tahun dengan Stroke Hemorrhagic dan Aphasia
Institution of North India. Medical
Sciences. 2012; 15(1):22-7.
26. Maier IL, Karch A, Mikolajczyk R. Effect of
Beta-Blocker Therapy on the Risk of
Infections and Death after Acute Stroke –
A Historical Cohort Study. Plos One. 2015;
15(2):1-8.
27. Dirnagl U, Klehmet J, Braun JS, Harms H,
Meisel C, Ziemssen T, et al. StrokeInduced Immunodepression Experimental
Evidence And Clinical Relevance. Stroke.
2007;38(2):770-3.
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 92
Download