varian kosakata bahasa sunda di daerah kuningan

advertisement
VARIAN KOSAKATA BAHASA SUNDA DI DAERAH KUNINGAN
RIVA FAHRURROZY
Abstrak
Skripsi ini berjudul “Varian Kosakata Bahasa Sunda Di Daerah Kuningan”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bertujuan
memberikan gambaran data secara sistematis, factual, dan akurat. Metode kajian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kajian distribusional yakni metode yang
mempergunakan alat penentu dari unsur bahasa itu sendiri.
Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Djajasudarma,
dkk (1994), Djajasudarma dan Idat abdulwahid (1987), Kridalaksana (1988), dan
Ramlan (1997). Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah data-data hasil
observasi langsung di daerah Kabupaten Kuningan, yaitu Desa Cikandang, Gunung
Karung, dan Benda. dan diperoleh dari buku Basa Wewengkon Kuningan
Berdasarkan hasil penelitian dari 149 kosakata data yang ada hanya terdapat 9
kosakata beda bentuk – sama makna, 140 kosakata sama bentuk – beda makna, dan
makna yang ada dalam bentuk turunan kosakata dalam varian kosakata bahasa Sunda
di daerah Kuningan itu sendiri.
Abstract
This thesis is titled “Variats of Sundanese Vocabularies in Kuningan Region”.
The method used in this research is descriptive method that aims to provide a
systematic overview of data factually, and accurately. As method of study, this
research used distributional method that used language itself.
The theories used in this study came from Djajasudarma, et al (1994),
Djajasudarma and Idat Abdulwahid (1987), Kridalaksana (1988), and Ramlan (1997).
1
The sourse of data used by researcher in this research is the data that was obtained
from direct observation data in the Kuningan Regency, the Cikandang Village,
Karung Mount, and Benda. The data also was obtained from the book Basa
Wewengkon Kuningan.
Based on research results of the 149 vocabulary existing data there ere only 9
different vocabulary of form – the same meaning, 140 vocabulary of the same shape –
different meanings, and meanings that exist in the vocabulary in the form of
derivative variants of Sundanese vocabularies in Kuningan ifself.
Pendahuluan
Bahasa di dunia sangat beraneka ragam, salah satu dari sekian banyak
keanekaragaman bahasa yaitu bahasa Sunda. Selain masyarakat tuturnya banyak,
daerah tutur bahasa Sunda juga sangat luas. Luasnya daerah tutur bahasa Sunda
menimbulkan perbedaan antara daerah tutur bahasa Sunda yang satu dengan daerah
tutur bahasa Sunda yang lain. Perbedaan fisik geografis dan struktur sosial
menyebabkan terjadinya bermacam-macam variasi bahasa. Pengaruh lingkungan
dalam bahasa Sunda menimbulkan kosakata bahasa Sunda yang berbeda antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain. Dengan demikian, bahasa Sunda di
Kabupaten Kuningan pun memiliki perbedaan tersendiri bila dibandingkan dengan
bahasa Sunda di daerah-daerah lain di Jawa Barat.
Adapun alasan mengapa daerah Kabupaten Kuningan yang dipilih peneliti
sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten Kuningan adalah daerah perbatasan
antara Jawa barat dan Jawa tengah. Oleh karena itu, perlu dikaji adakah perbedaan
bahasa di daerah Kabupaten Kuningan dan sekitarnya dengan bahasa Sunda lulugu di
masa sekarang. Dengan demikian, pembaca mengetahui perbedaan bahasa daerah
Kuningan dengan bahasa lulugu karena pengaruh bahasa Jawa yang mengakibatkan
bahasa Sunda di daerah Kab.Kuningan terdengar berbeda dan cendrung kasar.
2
Sebagai contoh, untuk menyatakan perbedaan bahasa Sunda Kuningan dan
bahasa Sunda Lulugu yaitu sebagai berikut: cakar (Kuningan) – sapu nyere (Lulugu),
teoh (Kuningan) – handap (Lulugu), menit (Kuningan) – lieur (Lulugu) dan banyak
lagi yang lainnya. Penelitian yang berkaitan dengan dialek sudah banyak dilakukan,
baik berupa disertasi, tesis maupun skripsi. Adapun judul skripsi yang sama, yang
meneliti perbedaan bahasa Sunda yaitu : Kosakata Anak-Anak Usia Balita Pada
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di kecamatan Bungbulang - Garut. –
(Nursiami, 2008), Perbandingan Kosakata Bahasa Sunda dan Bahasa Banjar
(Kalimantan selatan). – (Saputra, 2009), Komparasi Bahasa Sunda Kawali dan
Bahasa Sunda Lulugu. (Mulya Putra, 2011), Perbandingan Kosakata Bahasa
Sunda dan Bahasa Melayu Minangkabau (Satu Kajian Morfologis). (chrisyanto,
2004), dan penulis ingin meneliti perbedaan bahasa sunda di daerah kabupaten
kuningan yaitu dengan skripsi yang berjudul “Varian KosaKata Bahasa Sunda di
Daerah Kuningan”. Dalam penelitian sebelumnya (chrisyanto, 2004) hanya
menguraikan kosakata sama bentuk – beda makna, kosakata beda bentuk – sama
makna, dan kosakata mirip bentuk – sama makna saja. Dalam penelitian ini penulis
akan menguraikan kosakata sama bentuk – beda makna, kosakata sama bentuk –
beda makna, dan makna apa yuang ada dalam bentuk turunan dalam varian
kosakata bahasa Sunda di daerah Kuningan itu sendiri.
Rumusan masalah
1. Varian apa yang terjadi dalam bahasa Sunda di daerah Kabupaten Kuningan?
2. Makna apa yang ada dalam bentuk turunan varian kosakata bahasa Sunda di
daerah Kuningan?
Penelitian ini bertujuan mengetahui varian apa saja yang terjadi dalam bahasa
Sunda di daerah Kuningan dan makna apa yang ada dalam varian kosakata bahasa
Sunda di daerah Kuningan. Selain itu, penelitian ini bertujuan memperoleh data dan
informasi yang lengkap tentang bahasa Sunda yang ada di Kabupaten Kuningan serta
3
untuk mengetahui sejauh mana perkembangan bahasa Sunda yang terdapat di kota itu
sebagai objek penelitian.
Teori yang digunakan bersifat eklektik. Artinya, penelitian ini tidak mengacu
pada satu teori saja, tetapi dari beberapa teori yang bisa mendapatkan kejelasan dan
bisa menyakinkan pada data penelitian. dalam penelitian ini terdapat beberapa teori,
adapun beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
teori Kata dan kelas kata diambil dari teori (Djajasudarma, dkk., 1994),
(Djajasudarma
dan Idat Abdulwahid 1987), (Kridalaksana 1988), dan (Ramlan,
1997).
Metode kajian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
metode
distribusional yakni metode yang mempergunakan alat penentu dari unsur bahasa itu
sendiri (Djajasudarma, 2010: 69). dasar penentu di dalam kerja metode kajian
distribusional adalah teknik pemilihan data berdasarkan kategori (kriteria) tertentu
dari segi kegramatikalan (terutama dalam penelitian deskriptif) sesuai dengan ciriciri alamiah yang dimiliki oleh data penelitian (Djajasudarma, 2010: 69). Metode
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif yaitu metode
penelitian yang mendeskripsikan data melalui ciri-ciri dan sifat-sifat data paparan.
Metode ini bertujuan membuat deskripsi, membuat gambaran, lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat serta hubungan fenomena yang
diteliti (Djajasudarma, 1993: 8). Dalam penelitian ini, data diambil dari masyarakat di
daerah Kabupaten Kuningan sebagai objek penelitian. Terutama di daerah Kuningan
Timur Desa Cikandang, Gunung Karung dan Benda.
Pembahasan
4
Harimukti Kridalaksana (1984: 110) Menyatakan bahwa kosakata adalah
kekayaan atau perbendaharaan kata yang dimiliki oleh seseorang. Kekayaan kosakata
itu berada dalam ingatannya, yang segera akan menimbulkan reaksi bila didengar
atau dibaca.
Morfologi
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari morfem dan bagaimana morfemmorfem tersebut dibentuk menjadi kata atau morfem kompleks. Morfem sendiri
merupakan satuan bunyi bahasa yang terkecil yang mengandung arti atau ikut
mendukung arti. Etimologi morfologi dari bahasa yunani morph ‘bentuk’ atau
‘struktur’, dan logos ‘ilmu’. Dikatakan pula morfologi adalah ‘ilmu bentuk (struktur)
kata’atau ‘tata bentuk kata’ (Djajasudarma dan Idat Abdulwahid, 1987 : 14), Ramlan
(1987: 16) mengemukakan “Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan atau mempelajari seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk kata serta perubahan-perubahan
bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantic”, dan badudu (1985:
66) yang dimaksud morfologi adalah ilmu yang membicarakan morfem, dan
bagaimana kata dibentuk dari morfem-morfem.
Morfem
Morfem adalah kesatuan bunyi bahasa yang terkecil yang mengandung arti
atau ikut mendukung arti (Djajasudarma, 1987: 14), Badudu (1985: 66)
mengemukakan bahwa morfem adalah bahasa terkecil yang tidak dapat lagi membagi
bagian-bagian yang lebih kecil. Ramlan (1997: 26) berpendapat bahwa morfem
adalah satuan gramatik yang paling kecil atau satuan gramatik yang tidak mempunyai
satuan-satuan lain sebagai unsurnya.
Kata
5
Kridalaksana (1994: 89) menyatakan bahwa kata adalah morfem atau
kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat
diujarkan sebagai bentuk yang bebas, satuan bahasa yang berdiri sendiri. Terjadi dari
gabungan tunggal atau gabungan morfem. Keraf (1984: 27) kata ialah kesatuankesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagianbagiannya dan mengandung suatu ide, misalnya pohon, buku. Ramlan (1997: 27)
mendefinisikan kata sebagai bahasa yang paling kecil, atau dengan kata lain setipa
satuan bebas merupakan kata.
Kosakata Sama Bentuk Beda Makna
Kosakata sama bentuk beda makna adalah kosakata yang bentuknya sama,
penulisannya sama dan penyebutannya pun sama, tetapi makna dan artinya
berbeda.perhatikan contoh kosakata berikut ini: kata béca (57) di atas, kata béca
mempunyai dua makna yang berbeda, pada BSK kata béca mempunyai makna ‘salah
satu makanan berupa opak yang terbuat dari singkong’ sedangkan pada BSL kata
béca mempunyai makna ‘kendaraan roda tiga’. Dalam bentuk, penulisan, maupun
penyebutan kata béca tersebut tidak ada perbedaan. Perhatikan contoh kalimat
berikut: BSK : “ Mah, ari Wa Uki sok nyieunan béca kénéh teu?”
‘Mah, kalau Wa Uki masih membuat kicimpring atau tidak?’
BSL : “ Man, balikna mah naék béca waé nya? Asa capé leumpang mah.”
‘Man, pulangnya naik beca saja ya? Terasa cape kalau jalan.’
Kosakata Beda Bentuk Sama Makna
Kosakata beda bentuk sama makna adalah kosakata yang bentuk, penulisan
dan pengucapan yang berbeda tetapi mempunyai makna atau arti yang sama, kosakata
beda bentuk sama makma dapat dikalsifikasikan menjadi bentuk dasar, bentuk
turunan, kata ulang dan kelas kata.
6
Nomina
Nomina adalah nama dari semua benda yang dibendakan (Djajasudarma, dkk.
1994 : 97). Seperti contoh berikut ini: kata (59) pit BSK dan sapédah BSL di atas,
kata pit BSK memiliki perbedaan bentuk, penulisan, dan penyebutan/pengucapan
yang berbeda dengan kata sapédah BSL tetapi makna atau artinya sama yaitu
‘sepedah’. Kata pit tersebut menunjukan bahwa pit termasuk kendaraan beroda dua.
Kendaraan beroda dua adalah benda konkrit yang bisa dilihat dan dipegang sehingga
bisa dikatakan nomina atau kata benda.
Pronomina
Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina.
Pronominal dapat ditentukan melalui wacana atau factor luar bahasa, di samping
kelahirannya secara lahiriah di dalam bahasa. Pronominal memilki kategori
gramatikal tunggal dan jamak. Seperti pada contoh berikut ini: kata (5) déwék BSK
dan manéh BSL di atas, kata déwék BSK memiliki perbedaan bentuk, penulisan, dan
penyebutan/pengucapan yang berbeda dengan kata manéh BSL tetapi makna atau
artinya sama yaitu ‘kamu’. Kata déwék dalam BSK mempunyai makna manéh
sedangkan déwék dalam BSL mempunyai makna abdi, kata déwék tersebut merujuk
pada pengganti nama persona.
Verba
Verba dibedakan dengan verbal. Verba terjadi dari bentuk dasar verba itu
sendiri. Sedangkan verba dibentuk dari bentuk dasar yang berkelas nonverbal
(Djajasudarma, dkk. 1994: 92). Seperti pada contoh berikut ini: kata (12) madang
BSK dan dahar BSL, kata madang BSK memiliki perbedaan bentuk, penulisan, dan
penyebutan/pengucapan yang berbeda dengan kata dahar BSL tetapi makna atau
artinya sama yaitu ‘makan’. Kata tersebut termasuk ke dalam verba aktivitas. Dengan
demikin kata madang tersebut menggambarkan adanya aktifitas yang dilakukan.
7
Adjektiva
Ardiwinata (1984: 3) menyatakan bahwa kata sifat (adjektiva) ialah kata yang
menjadi ciri suatu benda, atau kata yang menjawab pertanyaan bagaimana. Sifat yang
terutama ialah yang berkenaan dengan rupa, rasa, dan bau, yaitu sesuatu yang
terpahami melalui pancaindra. Seperti pada contoh berikut ini: kata (8) kuru BSK
dan begang BSL di atas, kata kuru BSK memiliki perbedaan bentuk, penulisan, dan
penyebutan/pengucapan yang berbeda dengan kata begang BSL tetapi makna atau
artinya sama yaitu ‘kurus’. Kata tersebut menerangkan keadaan orang. Sehingga kata
tersebut dikategorikan sebagai adjektiva.
Numerelia
Numerelia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam
kontruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numerelia lain, dan
(3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat (Djajasudarma, dkk. 1994
: 90). Seperti pada contoh berikut ini: kata (36) saiji (BSK) di atas terdapat proses
afiksasi prefiks (awalan), Morfem dasar yang bergabung dengan prefiks sa- antara
lain pronominal dan numeralia, dan fungsi prefiks sa- membentuk numeralia. Seperti
pada kosa kata berikut ini: (prefiks) sa- + iji →
saiji ‘satu biji’.
Adverbia
Adverbia merupakan salah satu kategori kata yang terdapat di dalam bahasa
Sunda. Selain istilah adverbia dikenal pula istilah kata keterangan (lihat D.K.
Ardiwinata, 1984 dan Momon Wirakusumah & I. Buldan Djajawiguna, 1969). Seperti
pada contoh berikut ini: kata (2) agéh BSK dan gewat BSL di atas, kata agéh BSK
memiliki perbedaan bentuk, penulisan, dan penyebutan/pengucapan yang berbeda
dengan kata gewat BSL tetapi makna atau artinya sama yaitu ‘cepat’. Kata tersebut
menerangkan waktu, sehingga kata tersebut dikategorikan ke dalan kelas kata
adverbial.
Kata Turunan
Kata turunan dalam system gramatika Sunda dikenal dengan istilah kecap
rundayan (Wirakusumah, R. Momon & I. Buldan Djajawiguna, 1957: 23). Kata
8
jadian dapat terwujud melalui kombinasi kata dasar dengan afiks. Seperti pada contoh
dibawah ini: Prefiks (awalan) di- + polka (dipolka ‘dipangkas’), Infiks (sisipan)
sisiwo ‘bercanda’ + -ar- (sarisiwo ‘bercanda’), dan Sufiks (akhiran) babét ‘lempar’ +
-keun(babétkeun ‘lemparkan’).
Makna
Ahli bahasa Djajasudarma (1994: 5) membedakan pengertian antara makna dan
arti. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsure-unsur bahasa itu sendiri
(terutama kata-kata). Makna hanya menyangkut intrabahasa. Djajasudarma
menyatakan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami
kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang
membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut
makna leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cendrung terdapat di dalam kamus.
Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau
makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat
(Djajasudarma, 1994: 13). Makna ini hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal
seperti proses afiksasi.
Menyatakan Makna Aktif
Makna aktif dalam proses afiksasi yang terdapat pada varian kosakata bahasa
Sunda di daerah Kuningan terdapat dalam bentuk turunan prefiks nga- dan prefiks n(Nasal). Seperti pada contoh kosakata berikut ini: nga- + gampleng (verba) →
ngagampleng ‘menampar’. Bentuk turunan prefiks nga- pada kata ngagampleng
‘menampar’ menyatakan bahwa peristiwa yang dinyatakan oleh bentuk dasar berlangsung
secara sengaja, pada kata ngagampleng ‘menampar’ membentuk dan menunjukan
verba yang maknanya aktif karna melakukan perbuatan dan mengacu pada makna
gramatikal sebagai akibat proses afiksasi.
n- + témbok (verba) → némbok ‘menyeduh’. Bentuk turunan prefiks n- pada
kata némbok ‘menyeduh’ bermakna ‘menyeduh minuman’. Kata tersebut membentuk
dan menunjukan verba yang maknanya aktif karna melakukan perbuatan
mengacu pada makna gramatikal sebagai akibat proses afiksasi.
9
dan
Menyatakan Makna Pasif
Makna pasif dalam proses afiksasi yang terdapat dalam varian kosakata bahasa
Sunda di daerah Kabupaten Kuningan terdapat pada bentuk turunan prefiks di- dan
prefiks ka-. Seperti pada contoh kosakata berikut ini: di- + caram (verba)
→
dicaram ‘dimarahi’. Bentuk turunan prefiks di- pada kata dicaram ‘dimarahi’
menyatakan bahwa peristiwa yang dinyatakan oleh bentuk dasar berlangsung secara
sengaja, hal itu terjadi karena sebab dari suatu perbuatan/keadaan. Kata dicaram
‘dimarahi’ bermakna ‘dimarahi karena sebab dari suatu perbuatan/keadaan (dikenai
perbuatan)’. Bentuk turunan prefiks di- pada kata dicaram ‘dimarahi’ membentuk dan
menunjukan verba yang maknanya pasif karna dikenai perbuatan dan mengacu pada
makna gramatikal sebagai akibat proses afiksasi.
ka- + jeuleu (verba) → kajeuleu ‘kelihatan’. Bentuk turunan prefiks ka- pada
kata kajeuleu ‘kelihatan‘ menyatakan bahwa peristiwa yang dinyatakan oleh bentuk
dasar berlangsung secara tidak sengaja karena kajeuleu ‘kelihatan’ bermakna ‘tidak
sengaja terlihat’. Kata tersebut menyatakan bahwa sesuatu yang tidak sesuai pada
keinginan yang melakukannya atau bertentangan dengan keinginannya. Oleh karena
itu, jika sesuatu hal terjadi bukan atas kehendak yang melakukannya, dapat dikatakan
bahwa sesuatu itu terjadi secara tidak sengaja atau hal itu terjadi karena sebab dari
suatu keadaan yang membentuk dan menunjukan verba yang maknanya pasif karna
dikenai perbuatan
dan mengacu pada makna gramatikal sebagai akibat proses
afiksasi.
Menyatakan Imitative (menyerupai)
Makna yang menyatakan imitative (menyerupai) dalam proses afiksasi yang
terdapat dalam varian kosakata bahasa Sunda di daerah Kabupaten Kuningan terdapat
pada bentuk turunan prefiks ba- yang bergabung dengan bentuk dasar nomina. Seperti
pada contoh kosakata berikut ini: ba- + batok (nomina) → babatok ‘kepala’. Bentuk
turunan prefiks ba- pada kata babatok ‘kepala’ menyatakan bahwa peristiwa yang
10
dinyatakan oleh kata dasar batok (nomina) termasuk ke dalam makna gramatikal yang
menyatakan imitative (menyerupai) karena kata babatok (kepala) berkata dasar batok
(nomina) bermakna ‘cangkang buah kelapa’ yang bergabung dengan prefiks bamenjadi babatok ‘kepala’ hal ini menunjukan bahwa batok kelapa bisa dianggap
menyerupai kepala manusia. Oleh karena itu, kata babatok ‘kepala’ termasuk ke
dalam makna gramatikal yang menyatakan imitative (menyerupai) batok kelapa.
Maka prefiks ba- pada kata babatok membentuk dan menunjukan nomina yang
maknanya menyatakan imitative dan mengacu pada makna gramatikal sebagai akibat
proses afiksasi.
Menyatakan Bilangan atau Ukuran
Makna yang menyatakan bilangan atau ukuran dalam proses afiksasi yang
terdapat dalam varian kosakata bahasa Sunda di daerah Kabupaten Kuningan terdapat
pada bentuk turunan prefiks sa- yang bergabung dengan bentuk dasar numeralia.
Seperti pada contoh kosakata berikut ini: sa- + iji (numeralia) → saiji
‘satu biji’.
Prefiks sa- pada kata saiji ‘satu biji’ bermakna ‘satu atau satu biji (bilangan)’ yang
membentuk dan menunjukan numeralia yang maknanya menyatakan bilangan/ukuran
dan mengacu pada makna gramatikal sebagai akibat proses afiksasi.
Menyatakan Makna Jamak
Makna yang menyatakan makna jamak dalam proses afiksasi terdapat pada
bentuk turunan infiks -ar-. Seperti pada contoh kosakata berikut ini: -ar(verba) → sarisiwo ‘bercanda’. Bentuk turunan infiks -ar-
+ sisiwo
pada kata sarisiwo
‘bercanda’ bermakna ‘bercanda (jamak)’, kata sarisiwo ‘bercanda’ berasal dari kata
dasar sisiwo ‘bercanda (tunggal)’ yang bergabung dengan afiks –ar- sehingga menjadi
sarisiwo ‘bercanda’ bermakna ‘bercanda (jamak)’. Kata ini membentuk dan
menunjukan verba yang maknanya jamak dan mengacu pada makna gramatikal
sebagai akibat proses afiksasi.
11
Menyatakan Perintah
Makna yang menyatakan perintah dalam proses afiksasi yang terdapat dalam
varian kosakata bahasa Sunda di daerah Kabupaten Kuningan terdapat pada bentuk
turunan sufiks –keun. Seperti pada contoh kosakata berikut ini: babet (verba) + -keun
→ babetkeun ‘lemparkan’ bermaknana ‘perintah melemparkan (benda)’. Kata
babétkeun ‘lemparkan’ berasal dari kata dasar babét ‘lempar’. Kata ini membentuk
dan menunjukan verba yang maknanya perintah dan mengacu pada makna gramatikal
sebagai akibat proses afiksasi.
Menyatakan Definit
Makna yang menyatakan definit dalam proses afiksasi yang terdapat dalam
varian kosakata bahasa Sunda di daerah Kabupaten Kuningan terdapat pada bentuk
turunan prefiks ka-. Seperti pada contoh kosakata berikut ini: gabus (nomina) + -na
→ gabusna ‘busanya/busa dia’. Bentuk turunan sufiks -na pada kata gabusna
‘busanya’ bermakna ‘menunjukan benda itu sendiri (busa)’ dan bisa saja kata
gabusna ‘busa dia’ bermakna ‘menunjukan benda (busa) kepunyaan orang (dia)’.
Kata gabusna ‘busa dia’ yang bergabung dengan bentuk dasar nomina membentuk
dan menunjukan pronomina yang maknanya menyatakan definit dan mengacu pada
makna gramatikal sebagai akibat proses afiksasi.
Simpulan
Berdasarkan penelitian terhadap Varian Kosakata Bahasa Sunda di Daerah
Kuningan, maka penulis dapat mengambil simpulan yang merupakan jawaban
terhadap rumusan masalah, adapun simpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Dari data yang ada terdapat 149 kosakata yang di dalamnya hanya terdapat 9
kosakata sama bentuk – beda makna dan 140 kosakata beda bentuk – sama
makna antara bahasa Sunda Kuningan dengan bahasa Sunda Lulugu.
12
2.
Terdapat makna yang terjadi dalam bentuk turunan kosakata dalam
Varian
Kosakata Bahasa Sunda Di Daerah Kuningan.
Sumber Data:
Djajasudarma, T. Fatimah
2010
Metode Linguistik (Ancangan Metode Penelitian dan Kajian),
Bandung: Penerbit PT Refika Aditama.
Djajasudarma, T. F. & Idat abdulwahid
1987
Gramatika Sunda. Edisi Bahasa Indonesia: Bandung: Pramaartha.
Djadjasudarma, T. F. dkk.
1994
Tata Bahasa Acuan Bahasa Sunda, Proyek Penelitian Bahasa dan
Sastra Indonesia dan daerah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kridaksana, harimurti
1994
Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia: Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Badudu, J.S
1985
Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Putaka Prima
Ramlan, M
1997
Morfologi Suatu Tinjauan Secara Deskriptif. Cetakan ke II.
Yogyakarta: Karyono.
Wirakusumah, Momon & Djajawiguna, Buldan I
13
1969
Kandaga Tata Basa Sunda. Jakarta: Ganaco.
Ardiwinata, D.K
1984
Tata Bahasa Sunda. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Lampiran:
Kosakata sama bentuk beda makna
No
Kata
Makna BSK
Makna BSL
No
Percakapan
57
Béca
(kicimpring)’
‘kendaran beroda tiga’
Perc. 21/162
5
Déwék
‘kamu’
‘saya’
Perc. 2/9
6
Kami
‘saya’
‘kami’
Perc. 2/9
94
Lurah
‘kepala dusun (RW)’
‘kepala desa’
-
94
Lurah
‘kepala dusun (RW)’
‘kepala desa’
-
Kosakata Beda Bentuk Sama Makna (Bentuk Dasar)
No
Bahasa Sunda
Kuningan
Bahasa Sunda
Lulugu
Bahasa Indonesia
No Percakapan
8
Kuru
Begang
‘Kurus’
Perc. 4/13
18
Menit
Lieur
‘Pusing’
Perc. 8/35
59
Pit
Sapédah
‘Sepeda’
Perc. 22/166
83
Cakar
Sapu nyéré
‘Sapu lidi’
Perc. 29/244
84
Pinci
Kaléci
‘Kelereng’
Perc. 30/253
14
Bentuk Turunan : Prefiks
No
Bahasa Sunda
Kuningan
Bahasa Sunda
Lulugu
Bahasa Indonesia
No percakapan
66
Kajeuleu
Katempo
‘Kelihatan’
Perc. 23/190
77
Babatok
Hulu
‘Kepala’
Perc. 24/221
13
3
Ngaganpleng
Ngagaplok
‘Menampar’
-
No
Bahasa Sunda
Kuningan
Bahasa Sunda
Lulugu
Bahasa Indonesia
No percakapan
65
Sarisiwo
Hareureuy
‘Bercanda’
Perc. 23/189
Bahasa Sunda
Bahasa Sunda
Kuningan
Lulugu
Bahasa Indonesia
No percakapan
37
Babétkeun
Alungkeun
‘Lemparkan’
Perc. 11/94
45
Gabusna
Busana
‘Busanya/busa dia’
Perc. 14/122
90
Sabrangna
Céngékna
‘Cabenya/cabe dia’
Perc. 35/286
Infiks
Sufiks
No
15
16
Download