Pengelolaan Air Terjun untuk Budidaya Tanaman

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit
merupakan sub keluarga cocoideae yang paling besar habitusnya. Klasifikasi
tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Palmaceae
Sub keluarga : Cocodideae
Genus
: Elais
Spesies
: Elais guineensis Jacq.
Titik tumbuh aktif secara terus-menerus menghasilkan bakal daun setiap 2
minggu. Pada setiap ketiak daun terdapat satu primordial bunga. Secara
proporsional beberapa bakal bunga akan rontok sebelum penyerbukan (anthesis).
Bunga jantan dan bunga betina yang dihasilkan mempunyai siklus yang
jumlahnya beragam dari waktu ke waktu. Setelah terjadi penyerbukan, bunga
betina berkembang menjadi tandan buah yang daging buah dan intinya
menghasilkan minyak nabati (Pahan, 2008).
Batang kelapa sawit memiliki tiga fungsi utama, yaitu: (1) struktur yang
mendukung daun, bunga dan buah; (2) sebagai sistem pembuluh yang
mengangkut air dan hara mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis dari daun
ke bawah; (3) berfungsi sebagai organ penimbunan makanan (Pahan, 2008).
Batang tanaman tegak dengan ukuran diameter 30-60 cm. Pertambahan tinggi
tanaman 30-60 cm per tahun dan dapat mencapai ketinggian 25-30 m untuk
kelapa sawit liar, sedangkan pada kelapa sawit yang dibudidayakan ketinggian
ideal sebelum diremajakan setinggi 15-18 m. Batang tanaman tunggal, tidak
bercabang, dan mempunyai pelepah-pelepah di ujung batangnya. Batang tanaman
diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah
yang mengering dan membusuk akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip
dengan kelapa.
4
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip, terdiri atas kumpulan anak
daun (leaflets) yang mempunyai helaian dan tulang anak daun, rachis yang
merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang merupakan
bagian antara daun dan batang, dan seludang daun (sheath) yang berfungsi
sebagai perlindungan dari kuncup dan memberikan kekuatan pada batang (Pahan,
2008). Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda.
Tanaman dewasa memiliki 40-50 daun dewasa yang telah membuka dan
bergantung pada metode panen dan penunasan. Luas daun meningkat secara
progresif pada umur sekitar 8-10 tahun setelah tanam dan bergantung pada faktorfaktor kesuburan, kelembaban tanah dan tingkat stres air.
Setiap tahun, 18-24 pelepah daun baru akan dihasilkan bergantung pada
umur dan pemeliharaan tanaman tersebut. Daun tersusun secara spiral dan teratur
yang dinamakan philotaxis. Jumlah pelepah dalam satu spiral berjumlah 8
pelepah. Setiap pelepah terdiri atas anak daun yang berjajar lurus sebanyak 250400 helai.
Akar berfungsi utama untuk menunjang struktur batang di atas tanah,
menyerap air, unsur-unsur hara dari dalam tanah, dan alat respirasi. Kelapa sawit
memiliki sistem perakaran serabut yang tumbuh dari bongkol/pangkal batang
dekat permukaan tanah. Akar-akarnya membentuk lapisan anyaman yang tebal di
dekat permukaan tanah. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh
mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Sebagian besar perakaran kelapa sawit berada dekat dengan permukaan
tanah. Hanya sedikit akar yang berada pada kedalaman 90 cm, padahal tinggi
permukaan air tanah cukup dalam. Dengan demikian, sistem perakaran yang aktif
berada antara kedalaman 5-35 cm. Secara umum akar tanaman kelapa sawit pada
tahun ketujuh setelah tanam mulai berkompetisi dalam memperebutkan unsur
hara, karena luas bidang penyerapan akar telah bertemu. Kerapatan akar yang
tinggi terjadi pada daerah gawangan mati, tempat pelepah daun dibuang dan
terjadi dekomposisi.
5
Kelapa sawit termasuk tanaman monocious diclin, sehingga bunga jantan
dan betina terpisah, tetapi berada pada satu pohon dan memiliki waktu
pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga
jantan berbentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar
dan mekar. Jenis kelamin jantan/betina ditentukan  9 bulan setelah inisiasinya
ditambah selang 24 bulan untuk inflor bunga berkembang sempurna.
Kelapa sawit memiliki buah bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
bergantung varietas yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah yang masak dengan
kandungan 45-50 persen dari berat mesokarp. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak
jenuh dan tak jenuh akan meningkat ( 1 : 1) dan buah akan rontok dengan
sendirinya. Buah terdiri atas tiga lapisan,yaitu eksokarp atau bagian kulit buah
berwarna kemerahan dan licin, mesoskarp atau serabut buah dan endokarp atau
cangkang pelindung inti
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri atas dua jenis: E. guineensis dan
E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan
orang. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah
keanekaragaman sumber daya genetik. Penangkar seringkali melihat tipe kelapa
sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri atas: Dura, Tenera, dan Psifera
Dura merupakan kelapa sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal
sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, tetapi biasanya tandan
buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18 persen.
Psifera buahnya tidak memiliki cangkang, tetapi bunga betinanya steril sehingga
sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura
dan jantan Psifera. Tipe tersebut dianggap tipe unggul sebab melengkapi
kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis, tetapi bunga
betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per
buahnya mencapai 90 persen dan kandungan minyak per tandannya dapat
mencapai 28 persen.
6
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Komponen yang
menentukan persyaratan agronomis untuk kelapa sawit terutama meliputi curah
hujan, bulan kering, ketinggian dari permukaan laut, bentuk wilayah, kedalaman
efektif, kandungan bahan kasar, tekstur, drainase, dan pH tanah (Adiwiganda,
2007). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan kisaran 15
°LU – 15 °LS. Tanaman tumbuh sempurna pada ketinggian 0-500 m di atas
permukaan laut (dpl) dengan kelembaban 80-90 persen. Kelapa sawit
membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil berkisar 2 000-2 500 mm per
tahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat
kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan
produksi buah kelapa sawit.
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit yang terbaik didapat pada lahan
dengan elevasi 0 – 100 m dpl. Pada lahan-lahan tertentu walaupun ketinggian
tempat lebih dari 500 m dpl, seringkali terpengaruh iklim mikro yang lebih
hangat, sehingga kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi. Bentuk
wilayah sangat erat kaitannya dengan kedalaman efektif tanah. Pada lahan datar
dengan kemiringan 0 – 3 persen umumnya memiliki kedalaman efektif yang tebal.
Sebagian besar lahan kelapa sawit berada pada wilayah berombak sampai
bergelombang dengan kemiringan lereng 3 – 15 persen dengan kedalaman efektif
berkisar antara 80 – 120 cm (Lubis, 1992). Khusus untuk tanah gambut, ketebalan
gambut tidak menjadi pedoman untuk persyaratan agronomis.
Tanah yang baik bagi tanaman kelapa sawit adalah tanah mengandung
banyak lempung, beraerasi baik dan subur, berdrainase baik, permukaan air tanah
cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4‐6, dan tanah tidak berbatu.
Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan
muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Tekstur tanah yang
terbaik untuk kelapa sawit adalah lempung liat berpasir, liat berpasir, lempung liat
berdebu dan lempung berdebu (Adiwiganda, 2007).
7
Faktor Iklim
Kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi
untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada masa pembibitan. Keefisienan
fotosintesis pada daun akan meningkat pada kondisi intensitas cahaya matahari
rendah, sehingga produksi tandan buah segar juga dipengaruhi oleh jumlah jam
efektif penyinaran matahari. Penyinaran efektif didefinisikan sebagai total jumlah
jam penyinaran yang diterima sepanjang periode kelembaban air tanah yang
mencukupi ditambah selama periode stres air dan lamanya stres air yang terjadi.
Panjang penyinaran yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5 – 12 jam/hari dengan
kondisi kelembaban udara 80 persen.
Kelapa sawit tumbuh baik di kisaran suhu 24 – 28 ºC. Kebutuhan air untuk
tanaman di perkebunan komersial sekitar 1 950 mm per tahun. Kecepatan angin
sekitar 5 – 6 km/jam sangat baik untuk membantu peyerbukan kelapa sawit.
Angin yang terlalu kencang menyebabkan tanaman menjadi doyong bahkan
roboh.
Faktor Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti Podsolik,
Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, Organosol dan Aluvial.
Karakteristik tanah Podsolik secara fisik solum cukup dalam dengan tekstur liat
berpasir. Kondisi tersebut cukup baik bagi perkembangan akar dan mekanisme air
tetapi kesuburan kimia tergolong rendah. Tanah Hidromorfik Kelabu secara fisik
baik walaupun unsur hara kurang dan drainasenya buruk, solum tanah cukup
dalam, biasanya terdapat pada daerah datar sehingga aliran permukaannya (run
off) rendah, permeabilitas tanah lambat dan terbatas, dan kekahatan unsur nitrogen
(N) mudah terjadi. Aluvial sebagai sedimen sungai memiliki sifat fisik dan kimia
lebih baik daripada Podsolik dan masalah utamanya pada drainase.
Tanah Andosol sangat baik karena sifat fisik dan kimianya baik, bahan
organik lapisan atasnya tinggi, pH 5 – 7 dan kejenuhan basanya bervariasi dari
8
sedang hingga tinggi. Tanah Organosol (gambut) mengandung lapisan yang terdiri
atas bahan organik yang belum terhumufikasi lebih lanjut, memiliki pH rendah,
drainase dan ketinggian permukaan air tanah merupakan masalah utama. Tanah
gambut berdasarkan kedalamannya dibedakan atas dangkal (0.6 – 1.0 m); sedang
(1.0-2.0 m) dan dalam ( > 2.0 m).
Menurut Lubis (1992) sifat fisik yang baik untuk kelapa sawit adalah
solum yang tebal (80 cm) merupakan media yang baik bagi perkembangan akar
sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik, tekstur tanah
sebaiknya memiliki pasir 20 – 60 persen, debu 10 – 40 persen, liat 20 – 50 persen.
Sedangkan sifat fisik lainnya adalah perkembangan struktur tanah yang baik,
konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang. Derajat
kemasaman (pH) tanah sangat terkait pada ketersediaan hara yang dapat diserap
oleh akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4.0 – 6.0 tetapi yang terbaik pada
pH 5.0 – 5.5. Tanah yang mempunyai pH rendah dapat dinaikkan dengan
pengapuran tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah ber-pH rendah
umumnya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut. Kandungan
unsur hara tinggi meliputi C/N mendekati 10 (1 C : 0.1 N), daya tukar Mg sebesar
0.4 – 1.0 me/100g, dan daya tukar K sebesar 0.15 – 0.2 me/100 g.
Drainase
Metode pengendalian tata air yang umum digunakan, yaitu irigasi dan
drainase. Irigasi merupakan usaha untuk menambah air ke dalam wilayah,
sedangkan drainase kebalikannya. Drainase yang baik diperlukan agar tanah di
areal tanaman tidak selalu jenuh air atau tergenang. Pada tanah jenuh air, pori-pori
tanah akan kekurangan oksigen dan unsur hara dalam tanah teroksidasi
membentuk senyawa beracun, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.
Pertumbuhan tanaman semakin terhambat apabila curah hujan tinggi. Teras
kontur, tapak kuda, dan benteng penahan erosi dibangun pada saat persiapan
lahan, sehingga pada saat fase tanaman menghasilkan (TM) hanya dilakukan
perawatan. Teras kontur dan tapak kuda dirawat setiap tiga tahun dengan
9
mempertahankan sudut kemiringan 8 - 100 (Buana, Siahaan dan Sunardi, 2003).
Untuk lahan gambut pengelolaan tata air sangat dominan, mengingat karakteristik
lahan gambut yang mengering dan mengerut tidak balik (irreversible shrinkage)
apabila mengalami kekeringan.
Kelas drainase untuk kelapa sawit adalah drainase baik hingga sedang,
artinya tanah cukup mengandung air tetapi tidak tergenang. Pada tanah dengan
drainase agak terhambat, biasanya tanaman menunjukkan gejala kekurangan unsur
hara karena serapan unsur hara dan respirasi akar terganggu. Kelapa sawit di tanah
gambut memiliki toleransi yang tinggi terhadap kelas drainase tanah. Gambut
yang agak basah merupakan tempat yang sesuai untuk kelapa sawit. Gambut yang
kering biasanya mengandung pasir semu (pseudo-sand) yang tinggi dan tidak baik
untuk tanaman.
Menurut Pahan (2008) ada beberapa tipe dan ukuran saluran darinase,
yaitu: (a) drainase lapangan berfungsi menyekap air yang ada dan/atau
mengalirkannya di permukaan tanah, dalam keadaan tertentu berfungsi
menurunkan
permukaan
air
tanah;
(b)
drainase
pengumpul
berfungsi
mengumpulkan air dari suatu areal tertentu dan mengalirkannya ke pembuangan,
merupakan buatan manusia dan dapat membentuk saluran (parit), kolam, waduk
dan lainnya, dapat juga berupa teras bersambung dan benteng, yang bentuk dan
pengumpulannya berdiri sendiri dan pembuangannya melalui peresapan tanah; (c)
drainase pembuangan berfungsi mengeluarkan air dari suatu daerah tertentu dan
umumnya memanfaatkan kondisi alam yang ada, seperti sungai, jurang, rendahan,
atau dapat juga berupa aliran buatan. Pembuatan saluran air dimaksudkan untuk
mengendalikan tata air di dalam wilayah perkebunan.
Perencanaan pembangunan saluran air didasarkan atas topografi lahan,
letak sumber air, dan tinggi muka air tanah. Sistem pengeluaran air berlebih
(drainase) dibuat berdasarkan kondisi topografi areal. Dasar pembangunan sistem
drainase di perkebunan terutama ditujukan untuk mengendalikan kelembaban
tanah sehingga kadar airnya stabil antara 20 – 25 persen dengan kedalaman aras
air maksimum 60 cm (Pahan, 2008). Pembangunan drainase juga harus terhindar
10
dari kejenuhan air terus menerus selama maksimum 2 minggu. Sistem drainase
dibuat berdasarkan kemampuan saluran air untuk mengeluarkan kelebihan air
dalam 24 jam. Volume air yang akan dialirkan berkisar 60 – 80 persen dari curah
hujan serta bergantung pada jenis tanah, topografi dan lamanya periode
kekeringan.
Prinsip dasar sistem drainase yaitu menyekap air, mengumpulkannya dan
dibuang keluar areal. Drainase harus dirancang dalam bentuk jaringan yang
memanfaatkan topografi dan mengalirkan kelebihan air berdasarkan gaya berat.
Sistem drainase yang baik harus mengacu pada peta topografi. Kondisi areal yang
tergenang air baik secara permanen maupun sementara merupakan indikasi bahwa
sistem drainase alamiah tidak mampu mengeluarkan air dalam waktu 24 jam.
Peningkatan kemampuan sistem drainase untuk mengeluarkan air perlu dilakukan
dengan membuat saluran air. Saluran air harus membentuk suatu jaringan dan
saling bermuara bertingkat, drainase lapangan bermuara pada drainase pengumpul
kemudian kelebihan air dibuang ke luar areal.
Menurut Pahan (2008) saluran air dibuat membentuk pola tulang ikan
dengan titik temu antar saluran 60 - 70 º. Penampang saluran air harus semakin
membesar pada daerah hilir karena menjadi tempat terakumulasinya air.
Penurunan sudut dasar air dibuat 30 – 50 cm/100 m panjang saluran air. Saluran
drainase lapangan dibuat lurus dan dirawat agar bebas gulma.
Curah Hujan dan Evapotranspirasi
Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan
produksi buah sawit. Mangoensoekarjo dan Tojib, (2005) berpendapat kegiatan
pangkas
daun
dilakukan
sebelum
musim
hujan
untuk
mempermudah
pengangkutan daun keluar lapangan dan pemusnahannya atau ketika intensitas
waktu pekerjaan lain di kebun sedang rendah.
Curah hujan yang tinggi dapat menghambat kegiatan panen karena
rusaknya sarana transportasi dan kesulitan pemanen dalam pengumpulan
brondolan karena bercampur dengan tanah. Curah hujan yang tinggi mendorong
11
peningkatan pembentukan bunga, tetapi menghambat terjadinya penyerbukan
karena serbuk sari hilang terbawa aliran air dan serangga penyerbuk tidak keluar
dari sarangnya dan juga kegagalan matang tandan pada bunga yang telah
mengalami anthesis. Proses pematangan buah dipengaruhi keadaan curah hujan,
bila curah hujan tinggi buah kelapa sawit cepat memberondol.
Curah hujan yang rendah akan menghambat pembentukan daun, yang pada
gilirannya menghambat pembentukan bunga. Pada fase generatif, kekeringan
menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya
pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu,
gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah.
Evapotanspirasi adalah besarnya penguapan air dari dalam tanah ke udara,
baik secara langsung maupun melalui tubuh tanaman. Evapotranspirasi
merupakan gabungan peristiwa evaporasi dan transpirasi. Kedua proses tersebut
merupakan perubahan air menjadi uap air dari permukaan bumi ke atmosfer.
Evapotranspirasi
mempengaruhi
kelembaban
dalam
areal,
sehingga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kelembaban yang tinggi menyebabkan
cepatnya pertumbuhan gulma dan penyakit. Kelembaban ideal di sekitar tanaman
adalah 80-90 persen.
Download