BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang hygiene adalah dasar tentang kebersihan dan akan
mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Permasalahan yang sering terjadi
adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. Sikap seseorang
terhadap rangsangan juga sangat tergantung pada berbagai situasi dan kondisi
lingkungan dimana orang itu berada. Perilaku personal hygiene berfungsi
sebagai tindakan pemelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya. Dalam kehidupan sehari-hari
kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
kesejahteraan (Isroin, 2012).
Kebersihan diri atau disebut juga dengan personal hygiene adalah suatu
pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk memelihara
kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan dan
mencegah timbulnya penyakit. Pelaksanaan personal hygiene ada beberapa
faktor yang mempengaruhi, faktor-faktor tersebut diantaranya citra tubuh,
praktik sosial, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya, pilihan pribadi,
dan kondisi fisik (Potter&Perry, 2009).
Salah satu proses dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada
keluarga yaitu personal hygiene. Personal hygiene adalah upaya yang
dilakukan oleh individu untuk menjaga kebersihan pribadinya agar terhindar
dari penyakit. Personal hygiene atau kebersihan perseorangan perlu untuk
diimplementasikan atau diaplikasikan pada diri pribadi serta keluarga agar
terhindar dari penyakit dan produktivitas diri kita baik. Ada beberapa faktor
yang berkaitan dengan kebersihan diri yaitu tidak memadainya penyediaan
air bersih, kekurangan sarana kebersihan, kebersihan perorangan dan
lingkungan yang jelek (Sander, 2005 dalam Anjar, 2009).
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan
kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang
dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila orang tersebut dapat menjaga
kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit (dilihat berdasarkan
1
2
frekuensi mandi dalam sehari,menggunakan sabun atau tidak ketika mandi),
tangan, kuku, pakaian, handuk dan tempat tidur (Badri, 2008).
Berdasarkan uraian diatas penyakit kulit ini disebabkan oleh tungau (mite)
Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas arachnida. Penyakit scabies
adanya sering disebut dengan penyakit gudik. Penyakit ini juga mudah
menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya.
Berupa papel, vesikel dan urtika. Penyakit ini mudah menyebar baik secara
langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara
tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air atau sisir yang pernah
dipergunakan penderita dan belum dibersihkan (Yosefw, 2007).
Penyakit ini menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari,
siku, selangkangan. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dipondok
pesantren. Kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk,
kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara
langsung adalah salah satu timbulnya penyakit ini. Penyakit gudik inimenular
dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam
pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua
orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang, karena apabila
dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali
pada penderita yang pernah mengalami penyakit gudik ini (Yosefw, 2007).
Menurut Ronald (2010), penularan dapat terjadi dengan berpindahnya kutukutu tersebut secara langsung dari kulit penderita ke kulit orang lain.
Walaupun demikian penularan dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya
kutu itu menempel pada pakaian penderita, sprei tempat tidur, handuk dan
sebagainya. Dari barang-barang ini kutu berpindah tempat ke orang lain.
Kesempatan untuk berpindah tersebut besar sekali, sebab kutu masih bisa
hidup pada barang-barang tersebut selama kira-kira dua hari.
Penyakit gudik ini banyak diderita masyarakat kita di berbagai pelosok
negara ini. Angka kejadiannya cenderung meningkat pada kelompok
masyarakat yang kurang memperhatikan faktor kebersihan diri, baik
disebabkan oleh prilaku masyarakatnya yang demikian atau sarana air untuk
mandi yang tidak memungkinkan, misalnya dataran tinggi yang rawan air
(Ronald, 2010)
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO, 2009)
Distribusi, prevalensi, dan insiden penyakit infeksi parasit pada kulit ini
3
tergantung dari area dan populasi yang diteliti. Penelitian di suatu kota
miskin di Bangladesh menunjukkan bahwa semua anak usia kecil dari 6
tahun menderita scabies, serta di pengungsian Sierra Leone ditemukan 86%
anak pada usia 5-9 tahun terinfeksi Sarcoptes scabei.
Indonesia mempunyai prevalensi scabies yang cukup tinggi dan cenderung
tinggi pada anak-anak sampai dewasa (Asra, 2010). Pada tahun 2010,
penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat
dengan kejadian 106.568 kasus (Prov Sumbar, 2010). Penyakit kulit infeksi
di Kota Padang merupakan penyakit kedua terbanyak, yaitu 24.058 kasus
baru dan 13.148 kasus lama. Kasus scabies di kota Padang banyak ditemukan
di daerah air dingin dengan jumlah 1.781 kasus pada tahun 2010. Kejadian
scabies pada umumnya terjadi peningkatan setiap bulan. Pada bulan Oktober
2010 kasus scabies berjumlah 142 kasus, 157 kasus pada bulan November
2010, dan mengalami sedikit penurunan pada bulan Desember 2010, yaitu
129 kasus (Dinkes Kota Padang, 2010)
Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di
Sumatera Barat dengan 106.568 kasus. Di kota Padang, penyakit kulit infeksi
merupakan penyakit nomor dua ternyak dengan 24.058 kasus baru dan
13.148 kasus lama. Kasus infeksi kulit banyak ditemukan di daerah air dingin
dengan 1781 kasus pada tahun 2010. Scabies merupakan infeksi parasit pada
kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei var hominis. Personal hygiene
diduga berperan terhadap scabies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan personal hygiene dengan kejadian scabies di Pondok Pendidikan
Islam Darul Ulum, Palarik, Air Pacah, Padang (Suci dan Rima, 2013)
Menurut Depkes RI prevalensi scabies di puskesmas seluruh Indonesia pada
tahun 2008 adalah 5,6%-12,95% dan scabies menduduki urutan ketiga dari
12 penyakit kulit tersering. Prevalensi penyakit scabies tahun 2008 di
berbagai pemukiman kumuh (TPA, rumah susun, pondok pesantren) di
Jakarta mencapai 6,20%, di kab Boyolali sebesar 7,36%, di kab Pasuruan
sebesar 8,22% dan di Semarang mencapai 5,80% (Siswono,2008).
Berdasarkan wawancara yang penulis dapatkan dari pimpinan pesatren
Raudhatul Ulum Bener Meriah jumlah santri yang mengalami penyakit
infeksi kulit yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei ada sebanyak 5 orang.
Dengan keluhan merasakan gatal pada malam hari, kemudian timbul bintikbintik padat didaerah sela-sela jari tangan, jari kaki, selangkangan,
pergelangan tangan dan lipatan paha. Serta didapatkan diagnosa secara klinisi
4
dan mereka hanya berobat ke puskesmas terdekat di pesantren. Keluhan yang
muncul disebabkan oleh karena mereka sering bergonta ganti pakaian dari
satu teman ke teman yang lain (pinjam meminjam), menggunakan alat mandi
yang sama dengan penderita, merendam pakaian kotor dalam satu wadah
dengan penderita. Dengan lingkungan pesantren tersebut mempunyai sanitasi
lingkungan yang buruk serta sarana air yang tidak bersih dan kepadatan
hunian.
Berdasarkan laporan data kesakitan perkelompok penyakit Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam Kabupaten/Kota Bener Meriah penyakit infeksi karena
parasit dan akibat kemudian pada tahun 2013 angka kejadian scabies pada
triwulan pertama sebanyak 90% dan triwulan kedua sebanyak 10% (Dinkes
N.A.D, 2014)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah penelitian yaitu apakah
ada “Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Infeksi Penyakit
Kulit Yang Disebabkan Oleh Sarcoptes scabiei Di Pondok Pesantren
Raudhatul Ulum Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan umum pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan personal hygiene santri dengan
kejadian infeksi penyakit kulit yang disebabkan oleh sarcoptes scabies di
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Kabupaten Bener Meriah tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui personal hygiene santri
b. Untuk mengetahui tingkat kejadian infeksi penyakit kulit yang
disebabkan oleh sarcoptes scabieidi Pondok Pesantren Raudhatul Ulum
Kabupaten Bener Meriah tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
5
1. Bagi Santri
Hasil penelitian ini menjadi masukan dan motivasi bagi santri untuk tetap
menjaga personal hygiene dan memelihara kebersihan dirinya.
2. Bagi Pesantren
Hasil penelitian ini menjadi masukan bagi ketua yayasan pesantren
untukmemotivasi
para santri untuk menjaga kebersihan diri
atau
kebersihaningkungan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau acuan untuk
dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
Download