naskah publikasi hubungan peningkatan angka

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PENINGKATAN ANGKA LEUKOSIT PADA
PASIEN STROKE HEMORAGIK FASE AKUT
DENGAN MORTALITAS DI RSUD
DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
GAPAR
NIM I11111001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015
HUBUNGAN PENINGKATAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN STROKE
HEMORAGIK FASE AKUT DENGAN MORTALITAS DI RSUD
DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
Gapar1; Dyan Roshinta Laksmi Dewi 2; Effiana3
Intisari
Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab utama cacat
menahun dan penyebab kematian nomor dua dunia serta merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika
Serikat. Stroke hemoragik terjadi pada 10-20% kasus stroke dan memiliki
angka mortalitas yang tinggi mendekati 40% pada 30 hari pasca
serangan. Peningkatan angka leukosit yang tinggi pada fase akut stroke
hemoragik diyakini berkaitan dengan kejadian mortalitas. Tujuan.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan peningkatan angka
leukosit terhadap mortalitas pada pasien stroke hemoragik saat dirawat di
RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang. Metodologi. Penelitian ini merupakan
penelitian analitik dengan desain kohort retrospektif. Subjek penelitian
berjumlah 44 orang. Subjek penelitian dikelompokkan menjadi angka
leukosit yang tinggi atau leukositosis dengan nilai leukosit >11000/uL
darah dan angka leukosit normal atau normoleukosit dengan rentang
leukosit berkisar antara 4000-11000/uL darah. Data angka leukosit dan
status mortalitas diambil dari rekam medis pasien. Hasil. Mortalitas pada
pasien dengan leukositosis lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
dengan pasien dengan normoleukosit, dengan Relative Risk mortalitas
pada pasien dengan leukositosis sebesar 2,857 (IK 95% 1,528-5,342; p =
0,000). Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan
angka leukosit (leukositosis) saat masuk dengan mortalitas saat dirawat
pada pasien stroke hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul
Aziz Singkawang.
Kata kunci: Leukositosis, Stroke Hemoragik Fase Akut, Mortalitas
1) Program Studi Pendidikan Dokter , Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura
Pontianak, Kalimantan Barat.
2) Departemen Neurologi, Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak,
Kalimantan Barat.
3) Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura Pontianak,
Kalimantan Barat.
ASSOCIATION BETWEEN ADMISSION LEUKOCYTE NUMBERS AND
MORTALITY AMONG ACUTE HEMORRHAGE STROKE PATIENTS AT
DOKTER ABDUL AZIZ GENERAL HOSPITAL SINGKAWANG
Gapar1; Dyan Roshinta Laksmi Dewi 2; Effiana3
Abstract
Background. Stroke is a leading cause of chronic disability, the second
cause of mortality in the world and the third cause of mortality in the United
States. Hemorrhagic strokes occur in 10-20% of cases of stroke and have
a high mortality rate approaching 40% at 30 days after the attacks.
Increasing numbers of leukocytes in the acute phase of hemorrhagic
stroke is believed to be related to the incidence of mortality. Objective.
The study was conducted to determine the relationship of the increase in
the numbers of leukocytes on mortality in patients with hemorrhagic stroke
while being treated at the dr. Abdul Aziz General Hospital Singkawang.
Methods. This study was an analytic study with retrospective cohort
design. A total of 44 patients were studied. Research subjects were
grouped into a high leukocyte numbers or leukocytosis with a value of
leukocytes >11,000 / uL blood and normal leukocyte numbers or
normoleukocyte with leukocytes ranges between 4000-11000 / uL blood.
Data numbers of leukocytes and mortality status were taken from the
medical records of patients. Result. Mortality in patients with leukocytosis
was significantly higher compared to patients normoleukocyte by the
Relative Risk of mortality in patients with leukocytosis is 2.857 (95% CI
1.528 to 5.342; p = 0.000). Conclusion. There was a significant
correlation between the increase in the number of leukocytes
(leukocytosis) at admission with patient’s mortality when being treated in
the acute phase of hemorrhagic stroke at the dr. Abdul Aziz General
Hospital Singkawang.
Keywords: leukocytosis, Acute Phase Haemorrhagic Stroke, Mortality
1) Medical Education Program, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak,
West Kalimantan.
2) Department of Neurology, Dokter Soedarso General Hospital Pontianak, West
Kalimantan.
3) Department of Microbiology, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak,
West Kalimantan.
PENDAHULUAN
World Health Organization mendefinisikan Stroke adalah penyakit
pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal dan atau global, munculnya
mendadak, progresif, dan cepat.1,2 Gangguan fungsi saraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke
sebagai masalah kesehatan masyarakat yang merupakan penyebab
utama cacat menahun dan penyebab kematian nomor dua dunia serta
merupakan penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian
di Amerika Serikat.3 Setiap tahunnya diperkirakan 795.000 penduduk
Amerika terserang stroke, sekitar 600.000 orang terserang stroke pertama
kali dan 195.000 mengalami serangan stroke berulang. Penyakit ini telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia baik di negara maju maupun
di negara berkembang.3,4
Menurut Departemen Kesehatan RI terjadi peningkatan prevalensi
untuk stroke, berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden
yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan gejala) meningkat dari 8,3
per 1000 orang pada tahun 2007 menjadi 12,1 per 1000 orang pada tahun
2013.5 Sedangkan prevalensi stroke di Kalimantan Barat sendiri juga
cukup tinggi dengan peningkatan 5,8 % pada hasil Riskesdas tahun 2007
menjadi 8,2 % pada hasil Riskesdas tahun 2013.5,6
Data Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Soedarso
Pontianak tahun 2009-2011 menunjukkan peningkatan kasus stroke
setiap tahunnya. Pada tahun 2009 jumlah pasien stroke sebanyak 498
orang, tahun 2010 sebanyak 548 orang, dan tahun 2011 sebanyak 560
orang.7 Sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Abdul
Aziz Singkawang tercatat sebanyak 182 kasus stroke secara umum
dengan pasien stroke iskemik berjumlah 98 orang dan pasien stroke
hemoragik berjumlah 84 orang.
Stroke merupakan penyakit yang terjadi akibat lesi vaskular di
susunan saraf pusat. Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara
lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara
1
2
tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lainlain.1,2
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim
otak, ruang cairan cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya
perdarahan ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di
otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak
mendapat darah lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang
mengakibatkan penekanan.8
Pasien stroke dengan leukositosis menurut literatur mempunyai
keluaran yang lebih buruk dibanding pada pasien stroke tanpa
leukositosis. Berbagai penelitian menujukkan aktivitas leukosit yang tinggi
pada pasien stroke dapat menginduksi kematian sel yang lebih luas pada
otak.9
Leukositosis adalah keadaan dimana ditemukan jumlah leukosit
melebihi rata-rata batas normal. Leukositosis adalah suatu respon normal
terhadap infeksi atau peradangan. Keadaan ini dapat dijumpai setelah
gangguan emosi, setelah anestesia atau berolahraga, dan selama
kehamilan.10 Leukositosis abnormal dijumpai pada keganasan dan
gangguan sumsum tulang tertentu.8,10
Leukositosis juga biasa ditemukan pada saat tubuh terinfeksi
benda asing atau terjadi perdarahan pada tubuh.10 Stroke sering
menyebabkan kondisi leukositosis dan biasanya memiliki prognosis dan
keluaran yang lebih buruk juga, baik pada saat sebelum serangan
maupun pada saat perawatan di unit stroke.10 Selain itu juga ada temuan
bahwa pasien stroke dengan leukositosis menjalani masa rawat yang
lebih lama dibanding pada pasien tanpa keadaan leukositosis.10,11,12
Kecenderungan leukosit lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibanding stroke iskemik. Semakin besar volume lesi maka semakin tinggi
pula jumlah leukosit baik pada stroke hemoragik maupun pada stroke
3
iskemik, yang pada akhirnya mengarah pada prognosis yang buruk
pula.9,12,13
Berdasarkan paparan sebelumnya terlihat bahwa leukositosis
behubungan dengan kejadian stroke hemoragik. Leukosit merupakan
prediktor independen terhadap kejadian stroke serta berhubungan dengan
kejadian stroke hemoragik.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdul Aziz Singkawang
sendiri belum pernah dilakukan penelitian tentang peningkatan angka
leukosit pada pasien stroke hemoragik dan hubungannya dengan kejadian
mortalitas. Oleh sebab itu peneliti tertarik dan merasa perlu untuk di
lakukan penelitian tersebut.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
analitik
observasional
menggunakan rancangan kohort retrospektif. Sampel pada penelitian ini
ialah pasien stroke hemoragik akut yang dirawat Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) dr. Abdul Aziz Singkawang tahun 2014. Kriteria inklusi
pada penelitian ini ialah pasien stroke hemoragik akut dengan onset
serangan < 72 jam sedangkan kriteria eksklusi penelitian ialah pasien
memiliki catatan rekam medis tidak lengkap, pasien dengan rekam medik
yang mencantumkan penyakit yang berhubungan dengan fungsi sum-sum
tulang primer, leukemia akut, leukemia kronik, kelainan mieloproliferatif
dan pasien dengan penyakit infeksi serta pasien yang pulang dari rumah
sakit atas permintaan pasien ataupun keluarga pasien sebelum waktunya.
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling yakni
consecutive sampling.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berasal dari data rekam
medis. Pasien stroke hemoragik intraserebral akut yang masuk di UGD
pada tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian
akan diperiksa data rekam medisnya. Hal-hal yang diperiksa pada rekam
medis pasien ialah karakteristik pasien, gambaran klinis, hasil CT scan,
4
riwayat serangan stroke, onset stroke, nilai leukosit saat masuk dan
mortalitas pasien saat di rumah sakit.
Variabel bebas yang dipelajari pada penelitian ini ialah nilai angka
leukosit saat masuk. Nilai angka leukosit saat masuk rumah sakit yang
dibagi menjadi dua kategori yaitu: 1) Normoleukosit yaitu kisaran normal
angka leukosit dimana nilai leukosit memiliki rentang antara 4.000/uL
darah sampai 11.000/uL darah dan 2) Leukositosis yaitu angka leukosit
yang melebihi batas normal dimana nilai leukosit pada pasien > 11.000/uL
darah. Nilai angka leukosit yang dicatat merupakan nilai leukosit darah
yang terukur pertama kali saat di UGD. Sedangkan variabel tergantung
pada penelitian ini ialah mortalitas selama pasien dirawat di rumah sakit.
Uji
statistik
yang
digunakan
untuk
mengetahui
hubungan
peningkatan angka leukosit saat masuk dengan mortalitas pasien saat
dirawat ialah uji Chi-Square dengan alternatif uji Fischer. Perbedaan
dianggap bermakna bila p < 0,05. Pada studi kohort ini juga dicari nilai
estimasi Relative Risk variabel peningkatan angka leukosit terhadap
mortalitas pada pasien stroke hemoragik di RSUD dr. Abdul Aziz
Singkawang. Analisis data menggunakan analisis berbasis komputer.
HASIL
Berdasarkan hasil penelusuran data rekam medis yang dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdul Aziz Singkawang
didapatkan data pasien stroke hemoragik pada tahun 2014 sebanyak 84
orang. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi adalah 44 pasien
dari 84 pasien yang terdiagnosis stroke hemoragik pada periode 1 Januari
sampai 31 Desember tahun 2014. Variabel volume perdarahan tidak
dapat diukur dan diteliti dikarenakan tidak tersedianya data pada rekam
medik pasien yang melampirkan hasil pemeriksaan khususnya mengenai
volume perdarahan maupun diameter perdarahan pada pasien stroke
hemoragik.
5
Gambaran karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 13 dibawah ini.
Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia
Frekuensi
Persentase
34-42 tahun
4 orang
9,1%
43-51 tahun
4 orang
9,1%
52-60 tahun
16 orang
36,4%
61-69 tahun
12 orang
27,2%
70-78 tahun
5 orang
11,4%
79-87 tahun
3 orang
6,8%
Total
44 orang
100%
Sumber : Data Sekunder 2014
Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan kejadian mortalitas
Kategori Angka
Leukosit
Keluaran
Total
Meninggal
Hidup
Leukositosis
20 (90,9%)
2 (9,1%)
22
Normoleukosit
7 (31,8%)
15 (68,2%)
22
27
17
44
Total
Sumber : Data Sekunder 2014
Jumlah pasien stroke hemoragik berjenis kelamin laki-laki adalah
19 orang (43,2%), sedangkan pasien perempuan berjumlah 25 orang
(56,8%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien berjenis kelamin
perempuan lebih banyak daripada pasien berjenis kelamin laki-laki.
Stroke hemoragik paling banyak terjadi pada kelompok usia 52 –
60 tahun yaitu sebanyak 16 orang (36,4%). Kelompok usia pasien stroke
hemoragik paling sedikit yaitu kelompok usia 79-87 tahun, yaitu sebanyak
3 orang (6,8%). Kejadian mortalitas subjek dibagi menjadi dua kelompok
yaitu pasien hidup dan pasien meninggal. Jumlah pasien stroke
6
hemoragik yang hidup adalah 17 orang (38,6%) dan meninggal berjumlah
27 orang (61,4%).
Data leukosit yang didapatkan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
normoleukosit dan leukositosis sesuai dengan definisi operasional.
Berdasarkan data yang tersedia didapatkan data sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi dengan jumlah masing-masing 22 orang. Pasien
stroke hemoragik dengan nilai leukosit tertinggi adalah 46.100/uL darah
dan dengan nilai leukosit terendah adalah 4.800/uL darah dengan nilai
rara-rata leukosit adalah 13.265,68/uL darah.
Analisis untuk mencari hubungan antara peningkatan angka
leukosit saat masuk terhadap mortalitas dapat dilihat pada tabel 3.
dibawah ini :
Tabel 3. Pengaruh Nilai Angka Leukosit Saat Masuk Rumah Sakit
terhadap Kejadian Mortalitas
Keluaran
Leukositosis
Normoleukosit
Meninggal
Hidup
n(%)
n(%)
20
2
(90,90)
(9,10)
7
15
(31,82)
(68,18)
P
<0,001
RR
(IK 95%)
2,857
(1,528-5,342)
Sumber: Data sekunder, 2014
Tabel 3 menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara
peningkatan angka leukosit saat masuk terhadap mortalitas pada pasien
stroke hemoragik intraserebral di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.
Abdul Aziz Singkawang (p <0,005).
PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian ini didapatkan usia termuda pasien stroke
hemoragik yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Abdul Azis
Singkawang adalah 34 tahun sedangkan usia tertua adalah 85 tahun.
7
Kelompok usia pasien stroke hemoragik tersering adalah kelompok usia
52 – 69 tahun yaitu sebanyak 28 orang (63,6%). Kelompok usia lainnya
yaitu 34 – 51 tahun sebanyak 8 orang (18,2%) dan 70 – 87 tahun
sebanyak 8 orang (18,2%). Usia rata-rata pasien adalah 59,48 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan banyak penelitian maupun
kepustakaan sebelumnya yang menyebutkan bahwa rerata usia insiden
stroke hemoragik adalah 58,8 tahun (Chen et al 2014), 57,9 tahun (Hu et
al 2013), dan 55,4 tahun (Indiyarti 2002).14-16 Hasil yang serupa juga
ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Misbach di 28 rumah sakit
di Indonesia, dimana profil usia pasien stroke tersering adalah usia 45 –
64 tahun sebesar 51,3%, diatas 65 tahun sebesar 35,8% dan dibawah 45
tahun adalah sebesar 12,9% dengan usia rata-rata pasien 58,8 tahun.17
Penelitian yang dilakukan oleh Thrift, et al dan Curb, et al
menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya stroke hemoragik intraserebral pada usia yang lebih muda.
Studi oleh Thrift, et al menemukan bahwa odds ratio hipertensi sebagai
faktor risiko stroke hemoragik intraserebral berkurang dari 7,7 pada pasien
dengan rentang usia 15-54 tahun menjadi hanya 1,3 pada pasien dengan
usia 65-74 tahun. Studi oleh Curb, et al menemukan bahwa odds ratio
hipertensi sebagai faktor risiko stroke hemoragik intraserebral pada pasien
pria menurun dari 6,1 pada usia 45-54 tahun, 2,6 pada usia 55-64 tahun
dan 1,6 pada usia 65-81 tahun.18,19 Sebaliknya pada penderita stroke
hemoragik yang berusia lanjut, proses penuaan merupakan faktor risiko
utama terjadinya stroke hemoragik intraserebral. Proses penuaan
terutama terjadi pada pembuluh darah di otak yang meliputi fragmentasi
pembuluh darah, disfungsi endotel dan perubahan elastisitas pembuluh
darah.20
Kecenderungan peningkatan insiden pada usia di atas 55 tahun
didapatkan sebanyak 71,4% disebabkan oleh faktor hemodinamik seperti
tekanan darah sistemik arteri yang tinggi, dimana pembuluh darah otak
sudah berkurang elastisitasnya dan tidak dapat menahan tekanan darah
8
yang meningkat.13,21 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa insidensi
stroke hemoragik intraserebral pada masyarakat Kalimantan Barat
khususnya pasien yang dirawat di RSUD dokter Abdul Aziz Singkawang
terjadi pada usia yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil
penelitian di tempat lain.
Hasil data rekam medik yang ditelusuri di ruangan data rekam
medik Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Abdul Aziz Singkawang
didapatkan bahwa Stroke hemoragik lebih banyak diderita oleh pasien
wanita yang berjumlah 25 orang (56,8%) dibandingkan pasien pria yang
berjumlah 19 orang (43,2%). Penelitian ini sesuai dengan studi yang
dilakukan oleh Hatta et al, yang menyatakan bahwa jumlah pasien stroke
hemoragik lebih tinggi pada pasien wanita dibandingkan pada pasien pria
dengan perbandingan antara pasien pria dan wanita 1:1,14. 13,22 Penelitian
lain yang menunjukan jumlah pasien wanita jauh lebih banyak
dibandingkan pasien pria ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Agnihotri et al, dari penelitian ini didapatkan dari 422 pasien stroke
hemoragik terdapat 204 pasien pria dan 218 pasien wanita. 23
Hasil di atas berbeda dengan kebanyakan studi yang mempelajari
stroke hemoragik yang menunjukan bahwa lebih banyak pasien pria
dibandingkan pasien wanita. Banyak studi yang mempelajari insidensi
stroke hemoragik mengungkapkan bahwa insidensi stroke hemoragik
pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Penelitian yang ada
saat ini belum mampu menjelaskan mengapa insidensi stroke pada pria
sedikit lebih tinggi dibandingkan pada pasien wanita, walaupun secara
statistik perbedaan tersebut tidak bermakna.24-26
Pengaruh hormon seks sepertinya berperan dalam perbedaan
tersebut. Sebuah studi oleh Feldman, et al menunjukkan bahwa
perempuan pasca menopause memiliki insidensi yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan perempuan pra-menopause walaupun harus lebih
banyak studi yang dilakukan untuk membuktikan peran hormon seks
tersebut dalam mencegah stroke hemoragik intraserebral. 27 Hasil
9
penelitian ini dianggap sesuai karena hasil yang didapatkan pada rekam
medis yang memenuhi kriteria inklusi dengan rata-rata usia pada pasien
wanita diatas 50 tahun yang berarti sudah pasien tersebut sudah
memasuki masa pasca menopause. Penelitian lain menunjukkan bahwa
wanita yang memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke
cenderung terserang stroke dibandingkan pria yang tidak memiliki riwayat
stroke pada keluarganya.28 Hasil penelitian ini didukung oleh sebuah studi
kohort meta-analisis yang menunjukkan bahwa keluarga yang positif
dengan
riwayat stroke meningkatkan risiko terjadinya stroke sebesar
≈30%.29 Studi yang dilakukan oleh Framingham menunjukkan bahwa
sejarah orang tua yang didokumentasikan mengalami stroke sebelum usia
65 tahun memiliki risiko 3 kali lipat untuk mengalami stroke semasa
hidupnya.30
Selain hormon seks dan riwayat keluarga pada pasien wanita yang
pernah mengalami stroke, belum ada studi lain yang secara memuaskan
mampu menjelaskan penyebab lain mengapa terdapat perbedaan
insidensi berdasarkan jenis kelamin
tersebut. Penelitian mengenai
insidensi stroke hemoragik yang dipengaruhi oleh jenis kelamin masih
sangat terbatas dan rata-rata tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara insidensi pada pria dan wanita, sehingga masih terdapat
kemungkinan bahwa studi mengenai stroke hemoragik menyebabkan
lebih banyak pasien wanita yang terserang dibandingkan pasien pria.
Penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda
antara jumlah pasien pria dan wanita sehingga ada kemungkinan pasien
wanita yang terserang stroke hemoragik jauh lebih banyak daripada
pasien pria ataupun sebaliknya. Faktor yang paling penting ditinjau adalah
prilaku individu itu sendiri yang dapat berupa gaya hidup dan riwayat
penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan penyakit vaskular. Hasil ini
juga menunjukkan bahwa wanita dengan usia diatas 50 tahun sangat
mungkin untuk terserang stroke khususnya stroke hemoragik, karena ratarata wanita pada usia tersebut sudah memasuki masa pasca menopause.
10
Hasil penenlitian ini terdapat 27 (61,4%) pasien yang mengalami
kematian selama fase akut stroke hemoragik dan sisanya 17 (38,6%)
pasien berhasil melewati fase akut ini. Tingginya angka mortalitas pada
fase akut stroke hemoragik pada penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Broderick dan Kissela yang menyatakan bahwa
stroke
hemoragik
khususnya
perdarahan
intraserebral
merupakan
keadaan gawat neurologis yang menyebabkan kematian kira-kira 35%
sampai 52% selama 30 hari pertama.31,32
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Palm F et al dan Kleindorfer DO et al yang menyatakan bahwa stroke
perdarahan menyebabkan 40% penderitanya mengalami kematian dalam
30 hari pertama.27,28 Penelitian lain yang dilakukan oleh Counsell
menunjukan bahwa hanya kira-kira 21% pasien stroke hemoragik yang
diharapkan dapat kembali mandiri setelah 6 bulan serangan.33 Selain itu
penelitian yang dilakukan di Australia oleh Feigin menunjukkan bahwa
kematian akibat stroke paling tinggi saat bulan pertama seseorang
terserang stroke terutama stroke perdarahan.1,2
Tingginya mortalitas pada penelitian ini sesuai dengan kepustakaan
sebelumnya yang menyebutkan bahwa tingginya angka mortalitas pada
bulan pertama pasca terserang stroke berhubungan dengan berbagai
faktor risiko stroke yang ada, misalnya keadaan hipertensi yang tidak
tertangani dengan baik. Pada pasien stroke, khususnya pada pasien
stroke hemoragik, tekanan darah yang terlalu tinggi misalnya pada pasien
dengan tekanan sistolik yang lebih dari 180 mmHg akan menyebabkan
banyaknya darah yang merembes keluar dari pembuluh darah yang pecah
sehingga hematom yang terbentuk akan semakin membesar dan
berlangsung secara cepat pasca terjadinya perdarahan. Perluasan
hematom ini akan menyebabkan banyaknya kematian pada bulan
pertama pasca terjadinya stroke hemoragik. Selain itu hematom atau
bekuan darah yang semakin membesar memicu terjadinya peristiwa
inflamasi yang sebenarnya merupakan suatu respon alami tubuh untuk
11
mengeliminasi adanya bekuan darah akibat perdarahan yang dianggap
sebagai benda asing oleh sel-sel imun tubuh khususnya leukosit. Proses
inflamasi ini dapat terjadi secara berlebihan sehingga justru memperluas
hematom itu sendiri. Keadaan ini semakin memperburuk keadaan klinis
pasien sehingga
tingkat mortalitas pasien akibat herniasi batang otak
sangat mungkin terjadi.
Penenlitian ini menunjukkan angka significancy yang didapatkan
dari uji chi-square adalah <0,001 (p<0,05). Hal ini berarti secara statistik,
terdapat pengaruh peningkatan angka leukosit saat masuk rumah sakit
terhadap kejadian mortalitas pasien stroke hemoragik fase akut di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdul Aziz Singkawang. Selain itu, angka
risiko relatif (RR) yang didapatkan dari perhitungan adalah sebesar 2,875
dengan interval kepercayaan 95% yang berkisar antara 1,528-5,342. Hal
ini berarti pasien dengan angka leukosit lebih dari 11.000/uL darah atau
pasien dengan leukositosis mempunyai kemungkinan 2,875 kali untuk
mengalami mortalitas dibandingkan dengan pasien yang mempunyai
angka leukosit normal atau normoleukosit dengan rentang angka leukosit
antara 4.000/uL darah sampai 11.000/uL darah.
Penelitian ini sejalan dengan berbagai penelitian para ahli di
Amerika yang menyatakan bahwa peningkatan angka leukosit dapat
digunakan sebagai prediktor kematian pada pasien stroke khususnya
stroke perdarahan.32,34-36 Penelitian lain yang dilakukan oleh Agnihotri et al
menunjukkan bahwa peningkatan angka leukosit saat pertama kali masuk
ke rumah sakit pada pasien stroke perdarahan merupakan prediktor
independent terhadap perburukan keadaan klinis pasien saat dirawat di
rumah sakit. Penelitian yang sama melaporkan bahwa dari total 423 kasus
dilaporkan bahwa 30,4% pasien mengalami mortalitas pada bulan
pertama dan 45,2% selanjutnya mengalami mortalitas pada tahun
pertama. Tercatat hampir semua pasien yang mengalami mortalitas pada
bulan pertama maupun pada tahun pertama rata-rata memiliki angka
leukosit yang tinggi saat pertama kali masuk ke rumah sakit. 37
12
Secara teoritis hasil ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan
oleh Goldstein et al dan Harbuz yang menyatakan bahwa peningkatan
angka leukosit pada pasien stroke hemoragik diawali dengan pecahnya
dinding pembuluh darah yang kemudian mengakibatkan merembesnya
darah ke sekitar area otak tempat pecahnya pembuluh darah tersebut
kemudian akan terbentuk hematoma yang mengarah pada perubahan
proses yang disebut tahap primer dari stroke hemoragik. Proses ini akan
memicu teraktivasinya sinyal stress oleh aktivasi simpatetik dan
meningkatnya aktivasi fungsional sistem hipotalamus-hipofisis dan adrenal
dengan fungsi semua organ sasaran.38 Masuknya produk metabolik yang
terkena dampak dari zona stroke hemoragik ke sistem sirkulasi
selanjutnya mengaktivasi hormon, pengeluaran leukosit dari sum-sum
tulang ke aliran darah sistemik dan teraktivasi lebih lanjut sehingga siap
untuk mengikuti kemotaksis. Karena sumsum tulang terutama berisi
neutrofil, leukositosis muncul sebagai pergeseran jumlah sel, neutrofil
diaktifkan dan bermigrasi ke zona stroke hemoragik oleh kemotaksis
positif.39
Menurut hasil penelitian yang disampaikan oleh Xue M dan Del
Bigio MR, infiltrasi neutrofil dapat diamati dalam waktu 6 jam dan
meningkat secara bertahap pada 6-12 jam pertama dan mencapai
puncaknya pada 12-72 jam dengan sedikit penurunan pada hari ke-7.40,41
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mac Kenzie JM dan Clayton JA
menyatakan bahwa granulosit dikeluarkan tidak hanya untuk memainkan
peran dalam penghancuran jaringan nekrosis, tetapi juga dalam
menstimulasi proses pemulihan selanjutnya dalam kondisi pascaperdarahan. Perubahan pada zona stroke hemoragik memicu peradangan
lebih lanjut seperti migrasi sel darah struktural dan proliferasi sel imun
akibat stress oksidatif.41,42
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kowianski P et al menyatakan
bahwa stroke perdarahan merupakan cidera alami yang bersifat memicu
respon inflamasi atau proses peradangan. Kowianski menjelaskan lebih
13
lanjut bahwa proses peradangan merupakan reaksi pelindung organisme
dari cidera dan merupakan mekanisme adaptif terpadu yang bertujuan
untuk memaksimalkan pemulihan dan mengembalikan integritas dan
fungsi dari jaringan yang rusak. Peradangan ditandai dengan respon
ganda yang melibatkan stress dan adaptasi dan dikendalikan dari tingkat
lokal dan sistemik dengan tujuan untuk menghilangkan dan mengganti
jaringan yang mengalami nekroksis dan jaringan yang rusak dengan
jaringan ikat.43,44 Proses peradangan merupakan suatu siklus yang terusmenerus dalam meningkatkan mediator-mediator pro-inflamasi itu sendiri
yang salah satu komponennya adalah leukosit.44,45
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Huwae melaporkan bahwa kecenderungan angka leukosit
lebih tinggi pada stroke hemoragik dibanding stroke iskemik. Huwae
menjelaskan lebih lanjut bahwa angka leukosit yang tinggi ini biasanya
memiliki prognosis dan keluaran yang jauh lebih buruk.9 Hal ini didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Kammersgaard et al yang menyatakan
adanya hubungan antara leukositosis dan perburukan klinis pasien.46
Selain itu penelitian ini semakin dipertegas lagi oleh Huwae dan penelitian
lainnya yang menyatakan semakin besar volume lesi maka semakin tinggi
pula jumlah leukosit baik pada stroke hemoragik maupun pada stroke
iskemik, yang pada akhirnya mengarah pada prognosis yang buruk
pula.9,36,47
Berdasarkan berbagai penelitian yang ada rata-rata menunjukkan
angka mortalitas yang meningkat dan keluaran yang lebih buruk pada
pasien stroke dengan keadaan angka leukosit yang tinggi, baik pada saat
sebelum serangan maupun pada saat perawatan di rumah sakit. Hal ini
juga berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gofir dan Hatta
yang menyatakan bahwa pasien stroke yang mengalami leukositosis
menjalani masa rawat di rumah sakit yang lebih lama dibandingkan
dengan pasien stroke yang tanpa disertai kondisi leukositosis. 11,13
Dijelaskan lebih lanjut oleh berbagai penelitian lainnya bahwa dicurigai
14
aktivitas leukosit yang tinggi dan berlebihan pada pasien stroke dapat
menginduksi kematian jaringan yang lebih luas pada area otak di mana
terjadinya gangguan vaskular sehingga mortalitas pasien juga akan
meningkat.32,35,36,46,47
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. Jumlah insiden stroke hemoragik fase akut lebih tinggi pada pasien
perempuan dan tertinggi pada kelompok usia 52 – 60 tahun.
b. Jumlah pasien stroke hemoragik fase akut secara keseluruhan yang
mengalami mortalitas berjumlah 27 orang.
c. Jumlah pasien stroke hemoragik fase akut dengan normoleukosit yang
mengalami mortalitas sebanyak 7 orang.
d. Jumlah pasien stroke hemoragik fase akut dengan leukositosis yang
mengalami mortalitas sebanyak 20 orang.
e. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan angka leukosit saat
masuk dengan mortalitas pada pasien stroke hemoragik saat dirawat
di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Abdul Aziz Singkawang.
f. Peningkatan angka leukosit > 11.000/uL darah merupakan faktor risiko
mortalitas pada pasien stroke hemoragik di Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Abdul Aziz Singkawang.
Bagi tenaga kesehatan terutama di Kalimantan Barat disarankan
untuk lebih intensif dalam melakukan pencegahan, edukasi, sosialisasi
pola hidup yang sehat agar insidensi dan mortalitas pada pasien stroke
hemoragik dapat ditekan.
Bagi masyarakat, disarankan untuk menjalankan gaya hidup sehat
dengan cara kontrol berat badan, olahraga ringan rutin dan pembatasan
konsumsi
hemoragik.
makanan
yang
meningkatkan
resiko
terjadinya
stroke
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Feigin VL, Lawes CMM, Bennett DA, Barker-Collo SL, Parag V.
Worldwide stroke incidence and early case fatality reported in 56
population-based
studies:
a
systematic
review.The
Lancet
Panduan
Bergambar
Tentang
Neurology.2009; 8(4): 355-369.
2. Feigin
V.
Pendahuluan.
Stroke
Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu
Populer; 2006.
3. O’Donnell M, Yusuf S. Tackling the global burden of stroke: the need
for large-scale international studies. LancetNeurol. 2009;8(4):306–7.
4. Jones DL, Adams R, carnethon M, Simone G, Ferguson TB, Flegal K,
et al. Hearth dease and stroke Statistic-2009 Update. A report Form
The American Hearth Association Statistic Commite and Stroke
statistic Subcommite. circulation 2009.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional 2013
Riset Bidang Kesehatan 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2013.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional 2007
Riset Bidang Kesehatan 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2007.
7. Darmanto A. Hubungan antara hipertensi dengan kejadian stroke
iskemik di bangsal dan poliklinik saraf RSUD dr. Soedarso Pontianak
[skripsi]. Pontianak: Universitas Tanjungpura, Fakultas Kedokteran;
2014.
8. Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG
eds.Textbook Of Clinical Neurology. 2nd ed. Chicago: Saunders; 1996.
9. Huwae, LBS. Kaelan, C. Muis, A. Aliah , A. Arif, M. Ganda, IJ.
Hubungan Kadar Neutrofil dengan Luaran Klinis Penderita Stroke
Iskemik Akut. Jurnal Pasca Sarjana Universitas Hasanudin. 2010.
10. Sherwood, L. Human Physiology : From Cell to System. Seventh
Editions. Brooks/Cole Cengage Learning. 2010.
16
11. Gofir, A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Pustaka
Cendekia Press. 2009.
12. Wahjoepramono, E. Tatalaksana Stroke Fase Akut. Universitas Pelita
Harapan. 2009.
13. Hatta, SW. Ilyas, M. Murtala, B. Liyadi, F. Profil hitung leukosit darah
pada fase akut strok hemoragik dan strok iskemik dihubungkan volume
lesi pada pemeriksaan ct scan kepala. Jurnal Pasca Sarjana.
Universitas Hasanudin. 2010.
14. Indiyarti R. “Perbandingan kadar gula darah sewaktu pada kedua jenis
stroke.” Jurnal Kedokteran Trisakti; 23.4 (2002): 1-7.
15. Hu, Yun-zhen, Jian-wen Wang, and Ben-yan Luo. “Epidemiological
and clinical characteristics of 266 cases of intracerebral hemorrhage in
Hangzhou, China. Journal of Zhejiang University Science B 14.6
(2013): 496-504.
16. Chen, Hua-Fen, et al. “Improving the One-Year Mortality of Stroke
Patients: An 18-Year Observation in a Teaching Hospital.” Tohoku J.
Exp. Med 232.1 (2014): 47-54.
17. Misbach J. Stroke, Aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI 1999.
18. Thrift AG, McNeill JJ, Forbes A, Donnan GA. Three I,portant
Subgroups of Hypertensive Persons at Greater Risk of Intracerebra
Hemorrhage: Melbourne Risk Factor Study Group. Hypertension.
1998;31:1223-9.
19. Curb JD, Abbott RD, MacLean CJ, Rodriguez BL, Burchfiel CM, Sharp
DS, Ross GW, Yano K. Age-related changes in stroke risk in men with
hypertension and normal blood pressure. Stroke. 1996;27:819-24.
20. Camacho EJ, LoPresti MA, Bruce S, Lin D, Abraham ME, Appelboom
G, McDowell M, DuBois BG, Sathe M, Conolly ES. The Role of Age in
Intracerebral
Hemorrhage:
An
Intricate
Cerebrovasc Dis& Stroke.2014;1(5):id1022
Relationship.
Austin
J
17
21. Smith, Eric E., et al. “A Risk Score for In-Hospital Death in Patients
Admitted With Ischemic or Hemorrhagic Stroke. “Journal of the
American Heart Association 2. 1 (2013): e005207.
22. Hartanto, Huriawati, dkk., Kamus Kedokteran Dorlan. Jakarta: EGC.
2002.
23. Agnihotri et al.: Peripheral leukocyte counts and outcomes after
intracerebral hemorrhage. Journal of Neuroinflammation 2011 8:160.
24. Feigin V, Carter K, Hackett M, et al. Ethnic disparities in incidence of
troke subtypes: Auckland Regional Community Stroke Study, 20022003. Lancet Neurology. 2006;5(2):130-9.
25. Benatru I, Rouaud O, Durier J, et al. Stable stroke incidence rate but
improved case-fatality in Dijon, France, from 1985 to 2004. Stroke.
2006;37(7):1674-9.
26. Zhang LF, Yang J, Hong Z, et al. Proportion of different subtypes of
stroke in China. Stroke. 2003;34(9):2091-6.
27. Feldmann E, Broderick JP, Kernan WN, et al. Major risk Factors for
intracerebral hemorrhage in the young are modifiable. Stroke.
2005;36(9):1881-5.
28. Touze E, Rothwell PM. Sex differences in heritability of ischemic
stroke: a systematic review and meta-analysis. Stroke. 2008;39:16 23.
29. Seshadri S, Beiser A, Pikula A, Himali JJ, Kelly-Hayes M, Debette S,
DeStefano AL, Romero JR, Kase CS, Wolf PA. Parental occurrence of
stroke and risk of stroke in their children: the Framingham study.
Circulation. 2010;121:1304–1312.
30. Schulz UG, Flossmann E, Rothwell PM. Heritability of ischemic stroke
in relation to age, vascular risk factors, and subtypes of incident stroke
in population-based studies. Stroke. 2004;35:819–824.
31. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR et al; on behalf of the
American Heart Association Stroke Council, Council on Cardiovascular
Surgery and Anesthesia, Council on Cardiovascular Radiology and
Intervention, Council on Cardiovascular and Stroke Nursing, Council
18
on Epidemiology and Prevention, Council on Peripheral Vascular
Disease, and Council on Nutrition, Physical Activity and Metabolism.
An updated definition of stroke for the 21st century: a statement for
healthcare
professionals
from
the
American
Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2013;44:2064-2089.
32. Kleindorfer DO, Khoury J, Moomaw CJ, Alwell K, Woo D, Flaherty ML,
Khatri P, Adeoye O, Ferioli S, Broderick JP, Kissela BM. Stroke
incidence is decreasing in whites but not in blacks: a population-based
estimate of temporal trends in stroke incidence from the Greater
Cincinnati/ Northern Kentucky Stroke Study. Stroke. 2010;41:1326–
1331.
33. Counsell C, Boonyakarnkul S, Cushing, et al. Primary intracerebral
haemorrhage
in
the
Oxfordshire
Community
Stroke
Project.
Cerebrovasc Dis 1995;5:26–34.
34. Palm F, Urbanek C, Rose S, Buggle F, Bode B, Hennerici MG,
Schmieder K, Inselmann G, Reiter R, Fleischer R, Piplack KO, Safer A,
Becher H, Grau AJ. Stroke incidence and survival in Ludwigshafenam
Rhein, Germany: the Ludwigshafen Stroke Study (LuSSt). Stroke.
2010;41:1865–1870.
35. R. F. Gillum, D. D. Ingram, and D. M. Makuc, “White blood cell count,
coronary heart disease, and death: the NHANES I epidemiologic
follow-up study,” American Heart Journal, vol. 125, no. 3, pp. 855–863,
1993.
36. Ruggiero, E. J. Metter, A. Cherubini et al., “White blood cell count and
mortality in the Baltimore Longitudinal Study of Aging,” Journal of the
American College of Cardiology, vol. 49, no. 18, pp. 1841–1850, 2007.
37. Agnihotri et al.: Peripheral leukocyte counts and outcomes after
intracerebral hemorrhage. Journal of Neuroinflammation 2011 8:160.
38. Goldstein DS and Kopin IJ. Evolution of concepts of stress. Stress.
2007. 10:109-20.
19
39. Harbuz MS and Lightman SL. Stress and the hypothalamo-pituitaryadrenal
axis:
acute,
chronic
and
immunological
activation.
J
Endocrinol. 1992.134:327-39.
40. Xue M and Del Bigio MR. Intracerebral injection of autologous whole
blood in rats: time course of inflammation and cell death. Neurosci Let.
2000.283:230-2.
41. MacKenzie JM and Clayton JA. Early cellular events in the penumbra
of
human
spontaneous
intracerebral
hemorrhage.
J
Stroke
Cerebrovasc Dis. 1999.8:1-8.
42. Zhao X, Sun G, Zhang J, Strong R, Song W, Gonzales N, Grotta JC
and Aronowski J. Hematoma resolution as a target for intracerebral
hemorrhage treatment: role for peroxisome proliferator-activated
receptor gamma in microglia/macrophages. Ann Neurol. 2007.61:35262.
43. Kowianski P, Karwacki Z, Dziewiatkowski J, Domaradzka-Pytel B,
Ludkiewicz B, Wojcik S, Litwinowicz B, Narkiewicz O and Morys J.
Evolution of microglial and astroglial response during experimental
intracerebral haemorrhage in the rat. Folia Neuropathologica .
2003.41:123-30.
44. Wasserman JK, Yang H and Schlichter LC. Glial responses, neuron
death and lesion resolution after intracerebral hemorrhage in young vs.
aged rats. European Journal of Neuroscience . 2008.28:1316-28.
45. Montaner, varez-Sabin J, Abilleira S, Molina C, Arenillas J and Codina
A.[Acute phase response after stroke: differences between ischemic
stroke and intracerebral hemorrhage]. Med Clin (Barc ). 2001.116:54-5.
46. Kammersgaard, LP. Survival after stroke;Risk factors and determinants
in the Copenhagen Stroke Study. Danish Medical Bulletin. 2010.
47. S. T. Weiss, M. R. Segal, D. Sparrow, and C.Wager, “Relation of FEV1
and peripheral blood leukocyte count to total mortality. TheNormative
Aging Study,”American Journal of Epidemiology, vol. 142, no. 5, pp.
493–503, 1995.
Download