4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Pemimpin adalah seseorang yang mengatur atau memimpin atau menginspirasi orang lain. Pemimpin dapat pula diartikan sebagai kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan memungkinkan orang lain berkontribusi menuju kesuksesan dan efektifitas organisasi di manapun mereka berada. Menurut Robbins (2008) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai serangkaian tujuan. Menurut Yukl (2010), kepemimpinan adalah proses untuk memengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama (Gambar 1). Gambar 1. Pengaruh pemimpin terhadap yang dipimpin 5 Menurut Nawawi (2006), kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih), agar bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuantujuan bersama. Kepemimpinan adalah suatu proses, dimana pimpinan atau pemimpin dapat memengaruhi bawahannya, agar bawahan tersebut mau melakukan apa yang diinginkan oleh pimpinan atau pemimpin tersebut. Definisi kepemimpinan, cukup singkat, diajukan Peter G. Northouse yaitu “ ... is a process whereby an individual influences a group of individuals to achieve a common goal” adalah proses dalam mana seorang individu memengaruhi sekelompok individu guna mencapai tujuan bersama. Lewat definisi singkat ini, Northouse menggarisbawahi sejumlah konsep penting dalam definisi kepemimpinan, yaitu : a. Kepemimpinan merupakan sebuah proses b. Kepemimpinan melibatkan pengaruh c. Kepemimpinan muncul di dalam kelompok d. Kepemimpinan melibatkan tujuan bersama. Menurut Hasibuan (2006), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Siagian (2004), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sedemikian rupa, sehingga orang lain mau melakukan kehendak pemimpin, meskipun secara pribadi hal itu tidak disenanginya. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam mempengaruhi orang lain agar orang lain tersebut mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri khas pemimpin adalah: a. Jujur Pada kenyataannya, kejujuran lebih banyak dipilih dibandingkan dengan ciri khas kepemimpinan apapun lainnya. Ini secara konsisten muncul sebagai suatu unsur yang paling penting dalam hubungan pemimpin dengan bawahannya. Konsistensi antara kata-kata dan perbuatan 6 merupakan sarana yang dipergunakan untuk menilai apakah seseorang jujur atau tidak. b. Memandang ke Depan Kita mengharapkan pemimpin kita mempunyai rasa akan arah, dan perhatian kepada masa depan organisasi. Tetapi apakah kita menyebut kemampuan itu wawasan, impian, panggilan, tujuan, atau agenda pribadi, pesannya sudah jelas bahwa pemimpin harus tahu kemana mereka akan pergi kalau ingin mengharapkan orang lain bersedia bergabung dengan mereka dalam perjalanan. Dengan kemampuan memandang ke depan, maksudnya adalah kemampuan menetapkan atau memilih tujuan yang diinginkan yang seharusnya dikerjakan bersama. c. Memberikan Inspirasi Kita juga mengharapkan pemimpin kita antusias, penuh semangat, dan positif tentang masa depan. Kita mengharapkan mereka bisa memberikan inspirasi. Tidak cukup seorang pemimpin untuk punya impian tentang masa depan. Seorang pemimpin harus bisa menyampaikan wawasan dengan cara yang mendorong kita untuk bisa bertahan dan bertindak. d. Cakap Supaya dapat mengajak orang dalam perjuangan orang lain, kita harus berkeyakinan bahwa orang itu cakap membimbing kita ke tempat tujuan. Kecakapan yang dimaksud bukanlah dalam arti serba bisa, tetapi seorang pemimpin harus cakap di bidang yang dipimpin. 2.1.2. Gaya Kepemimpinan Gaya adalah sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan dan kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan, agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disuka dan sering diterapkan oleh pemimpin. 7 Gaya kepemimpinan adalah berbagai tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Menurut Rivai (2004), gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Menurut Umar (2005), gaya kepemimpinan adalah suatu cara, atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan dan dapat pula diartikan sebagai norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang dilihat. Dalam hal ini usaha yang dilakukan adalah persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi sangat penting. Menurut Rohmat (2010), gaya kepemimpinan pendidikan lebih terlihat pada pola-pola yang dikembangkan dalam berbagai kebijakan yang ditempuhnya dalam menjalankan kepemimpinan. Berbagai bentuk gaya kepemimpinan tersebut terimplementasi dalam melakukan semua kebijakan pendidikan, yang meliputi pengadaan pembinaan terhadap semua personel pendidikan, pelaksanaan program-program pendidikan, dan berbagai bentuk realisasi program itu sendiri. Kepala sekolah, guru dan personel sekolah sebagai seorang pemimpin dalam sebuah institusi pendidikan akan sangat terlihat gaya kepemimpinan yang dijalankan dan strategi yang ditanamkan dalam upaya menggerakkan semua warga pendidikan terhadap sosialisasi program pendidikan, maupun relasi guru-siswa yang dikembangkan. Upaya sosialisasi merupakan usaha untuk dapat menggerakkan semua warga pendidikan dalam menuju komitmen pendidikan. Kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari kepengikutan (followership) karena kepemimpinan menjadi tidak berarti jika tanpa adanya pengaruh serta pengikut. Tingginya rasa kepengikutan akan terpengaruh pada sejauh mana pemimpin pendidikan sebagai seorang pemimpin, dalam melibatkan semua personel pendidikan terhadap penyusunan program-program pendidikan. Semakin sering frekuensi personel pendidikan dalam menjalankan 8 program maupun keterlibatan dalam menyusun program akan berpengaruh terhadap keikutsertaan personel pendidikan dalam setiap program. Menurut Rohmat (2010), gaya kepemimpinan terdiri dari empat (4) hal, yaitu : a. Gaya Kepemimpinan Partisipatif Gaya kepemimpinan partisipatif, atau disebut dengan gaya kepemimpinan demokratik merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada usaha seorang pemimpin dalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan. Dampak positif yang ditimbulkan dari gaya kepemimpinan partisipatif bahwa para pengikut memiliki rasa tanggungjawab, yang lebih besar terhadap pencapaian tujuan organisasi karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, pemimpin partisipatif akan lebih merasa diuntungkan dalam menjalankan semua rencana (planning) yang telah ditetapkan. Hal ini karena ditopang oleh kinerja para pengikutnya. Kepemimpinan partisipatif dapat dianggap sebagai suatu jenis perilaku yang berbeda dari perilaku yang berorientasi kepada tugas dan perilaku yang berorientasi pada hubungan (Yukl, 2010:132). Keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh dari gaya kepemimpinan partisipatif adalah : 1) Konsultasi ke bawah dapat digunakan dalam rangka meningkatkan mutu keputusan dengan menarik keahlian yang dimiliki oleh para pengikut, sehingga para pengikut akan dapat menerima semua putusan yang diambil dan menjalankannya. 2) Konsultasi lateral, pemimpin melibatkan peranserta orang-orang dalam berbagai sub unit untuk mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemimpin. Konsultasi lateral memudahkan koordinasi dan kerjasama diantara para pemimpin dari berbagai sub untuk organisasi. 9 3) Konsultasi ke atas, memungkinkan seorang pemimpin untuk menaruh keahlian seseorang atasan yang berkemampuan lebih besar dari manajer. Seorang pemimpin partisipatif akan disegani dan dihormati bukanlah ditakuti. Perilakunya akan mendorong daya inovatif dan kreativitas tinggi bagi para pengikut. Pemimpin partisipatif akan memberikan keleluasaan bagi para pengikut untuk berkreasi, serta memberikan penghargaan kepada para pengikut yang berpartisipasi. Reward atau penghargaan akan memberikan dampak pada pengikut untuk meningkatkan kinerja. Dengan demikian, pemimpin dengan gaya partisipatif berorientasi pada “people centered”, karena menempatkan manusia dalam organisasi pada posisi yang paling fundamental. b. Gaya Kepemimpinan Otokratik Gaya Kepemimpinan Otokratik merupakan kepatuhan pengikut terhadap pimpinan merupakan corak gaya kepemimpinan otokratik. Dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan yang bersumber pada tradisi dan pengikut patuh pada pimpinan bukan dilandaskan pada tatanan impersonal, tetapi menjadi loyalitas pribadi dan membiasakan diri tunduk pada kewajiban. Dalam hal ini, tradisi adalah suatu sistem koordinasi yang bersifat mengikat dan dinyatakan sah, dipercaya atas dasar kesucian dari tatanan sosial dan senantiasa ada sanksi yang dibebankan. Pemimpin yang bergaya otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang bertujuan pada pembenaran segala tindakan yang ditempuhnya untuk mencapai tujuan. Pembenaran tindakan bertendensius pribadi, apabila tindakan tersebut akan mempermudah tercapainya tujuan, maka dikatakan benar dan sebaliknya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang bergaya otokratik mempunyai berbagai sikap, antara lain memperlakukan para pengikut sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, sehingga kurang menghargai harkat dan martabatnya; mengutamakan orientasi terhadap pelaksanaan dan 10 penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas tersebut dengan kepentingan dan kebutuhan para pengikut; mengabaikan peranan para pengikut dalam proses pengambilan keputusan. Para pemimpin yang bergaya otokratik menjadikan tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi, sehingga konsekuensinya pemimpin tidak dapat menerima saran para pengikut. Pemimpin otokratik lebih menuntut ketaatan penuh para pengikut, menegakkan displin kaku, keras dalam perintah dan instruksi, serta menggunakan pendekatan punitive dalam hal terjadinya penyimpangan oleh pengikut. Tingginya tingkat otoritas gaya kepemimpinan pendidikan otokratik menjadikan semua kebijakan pendidikan didominasi oleh putusan pemimpin pendidikan bergaya otokratik yang menganggap guru, siswa dan staf administrasi mempunyai kinerja yang rendah dan lebih cenderung statis. c. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan Laissez Faire meliputi persepsi tentang peranan, nilai-nilai yang dianut, sikap dalam hubungannya dengan para pengikut, perilaku organisasi dan gaya kepemimpinan yang biasa digunakan. Persepsi seorang pemimpin bergaya Laissez Faire memandang perannya sebagai seorang pemimpin, hanya berkisar seputar pandangan dirinya yang menganggap bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang telah mampu mengetahui apa yang menjadi tugas organisasi, sasaran-sasaran yang ingin dicapai, tugas apa yang harus diuraikan oleh masing-masing anggota dan seorang pemimpin tidak perlu sering melakukan intervensi dalam organisasi. Pemimpin bergaya Laissez Faire memposisikan dirinya sebagai “Fasilitator”. Melalui sikap yang permisif, perilaku seorang pemimpin yang Laissez Faire cenderung mengarah pada tindakan yang memperlakukan pengikut sebagai rekan sekerja. Hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin diperlukan karena akibat adanya struktur dan hirarki organisasi, 11 maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik utama seorang pemimpin Laissez Faire memiliki ciri berikut : 1) Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif 2) Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal itu yang memang menuntut keterlibatannya secara langsung 3) Status quo organisasional tidak terganggu 4) Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan 5) Selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, serta intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat sangat minimum. Dampak negatifnya dari tipe kepemimpinan tersebut adalah intervensi terlalu longgar dari seorang pemimpin telah menjadikan organisasi tanpa arah dan otoritas kepemimpinan menjadi berkurang. d. Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya Kepemimpinan Transformasional berorientasi kepada proses membangun komitmen menuju sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Teori kepemimpinan transformasional mempelajari cara para pemimpin mengubah budaya organisasi dan menata struktur organisasi, serta melakukan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran organisasi. Kepemimpinan transformasional merupakan proses yang didalamnya para pemimpin dan pengikut saling memberikan ide konstruktif terkait moralitas dan motivasi lebih tinggi dalam budaya organisasi. Para pemimpin tersebut mencoba mengajak para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, 12 seperti keserakahan, atau kebencian. Kepemimpinan yang mentranformasi dapat direalisasikan oleh siapapun dan pemimpin dalam semua tingkatan. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan (a) membuat lebih sadar mengenai pentingnya menyelesaikan pekerjaan dengan baik, (b) mendorong untuk lebih mementingkan organisasi, atau tim daripada kepentingan diri sendiri. Tiga (3) komponen kepemimpinan transformasional meliputi karisma, stimulasi intelektual dan perhatian yang diindividualisasi. Karisma didefinisikan sebagai proses. Seorang pemimpin memengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat bagi para pengikut untuk menuju komitmen organisasi. Perilaku-perilaku kepemimpinan transformasional saling berhubungan untuk melakukan perubahanperubahan kinerja para pengikut dan budaya organisasi yang lebih kondusif. 2.1.3 Fungsi Kepemimpinan Menurut Nawawi (2006), fungsi-fungsi dari kepemimpinan adalah : a. Fungsi Pengambilan Keputusan Fungsi pengambilan keputusan adalah apabila pemimpin memiliki kemauan dalam melaksanakan kekuasaan, atau wewenangnya sebagai pengambil keputusan yang akan dilaksanakan oleh anggotanya dalam suatu organisasi. Pengambilan keputusan memerlukan keberanian karena setiap keputusan pasti memiliki risiko yang akan dihadapi oleh pemimpin untuk memenuhi teori pengambilan keputusan. b. Fungsi Instruksi Fungsi Instruksi adalah sebuah perintah dari seorang pemimpin untuk mewujudkan organisasi efektif yang harus disampaikan secara jelas, baik mengenai isi dan segi bahasa yang harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan, atau pendidikan anggota yang menerima perintah. Dalam memberikan suatu perintah sebaiknya diikuti dengan memberikan penjelasan kepada anggotanya yang akan melaksanakan perintah tersebut, 13 maka akan lebih hati-hati atau teliti dalam mengerjakannya, karena suatu perintah mungkin cukup sulit melaksanakannya bagi setiap anggota organisasi. c. Fungsi Konsultatif Fungsi konsultatif adalah fungsi yang mengefektifkan setiap pemimpin, agar bersedia memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan mungkin juga mengenai masalah pribadi yang berhubungan langsung, atau tidak langsung dengan pekerjaan. Secara lebih rinci Departemen Pendidikan Nasional membagi fungsi kepemimpinan pendidikan menjadi tujuh (7), yaitu : 1. Sebagai educator (pendidik) 2. Manajer 3. Administrator 4. Supervisor (penyelia) 5. Leader (pemimpin) 6. Inovator 7. Motivator atau sering disebut dengan istilah EMASLIM Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai educator (pendidik) mencakup tujuh (7) aspek, yaitu prestasi guru, kemampuan membimbing guru, kemampuan membimbing pegawai, membimbing siswa, mengembangkan staf, kemampuan belajar dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta kemampuan memberi contoh mengajar. Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai manajer mencakup aspek kemampuan menyusun program, menyusun organisasi kepegawaian, menggerakkan staf dan aspek kemampuan mengoptimalkan daya pendidikan. Pemimpin pendidikan dituntut untuk mencapai tujuan akhir yang bersifat khusus. Kerja pemimpin pendidikan merupakan kerja tim yang dibantu oleh guru dan staf administrasi. Pemimpin pendidikan dituntut mampu meningkatkan kinerja semua sub sistem yang terdapat dalam institusi pendidikan. Hal itu 14 semua menuntut kemampuan pemimpin pendidikan sebagai manajer untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai administrator mencakup kemampuan mengelola administrasi kegiatan belajar mengajar dan bimbingan, serta konseling, kesiswaan, ketenagaan, kedanaan, sarana dan prasarana maupun aspek kemampuan mengelola administrasi persuratan. Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai seorang leader, lebih mengarah pada pola penyadaran bagi personel pendidikan. Selain itu, pemimpin pendidikan harus dapat memberikan layanan fasilitas bagi sarana-prasarana pengembangan prestasi akademik, maupun non akademik pendidikan. Sebagai seorang leader, pemimpin pendidikan menjadi faktor penggerak bagi jalannya program pendidikan. Dengan demikian, pemimpin pendidikan harus dapat memberikan perilaku yang dapat menumbuhkan inspirasi para pengikut. 2.2. Kinerja 2.2.1 Pengertian Kinerja Menurut Mangkunegara (2002), kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kuantitas, yaitu jumlah atau banyaknya pekerjaan yang dihasilkan pegawai dan mutu, yaitu mutu pekerjaan yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan waktu menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Hasil kerja, atau prestasi itu merupakan gabungan dari tiga (3) faktor berikut : a. Minat dalam bekerja b. Penerimaan delegasi tugas c. Peran dan tingkat motivasi seorang pekerja Robbins (2010) mengatakan kinerja adalah jawaban atas pertanyaan ”apa hasil yang dicapai seseorang sesudah mengerjakan sesuatu”. Menurut Mangkuprawira (2008) kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target 15 atau sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Menurut Rivai (2004), kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan peranannya dalam perusahaan. Jadi, kinerja pegawai adalah tingkat terhadapnya para pegawai mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yakni memperoleh keuntungan. Organisasi dapat beroperasi karena kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh para pegawai yang ada di dalam organisasi. Aktivitas tersebut diharapkan mampu menghasilkan mutu baik, atau biasa disebut dengan kinerja. Kinerja yang baik didukung oleh lingkungan baik, sedangkan kinerja kurang baik didukung oleh lingkungan kurang baik. Menurut Sutrisno (2010), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pegawai adalah : a. Efektif dan efisien b. Otoritas dan tanggungjawab c. Disiplin d. Inisiatif 2.2.3 Penilaian Kinerja Sesuai dengan unit kerja yang terdapat dalam organisasi perusahaan, maka masing-masing unit dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam setiap unit dapat dinilai secara obyektif. Untuk itu seorang pimpinan perlu mempunyai ukuran kinerja para pegawai, 16 jangan sampai menunggu timbulnya suatu masalah. Di samping itu, informasi tentang kinerja pegawai diperlukan pula, bila suatu saat seorang pimpinan ingin merubah sistem yang ada. Handoko (2004) mengatakan, penilaian kinerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai kinerja pegawai. Kegiatan penilaian kinerja dapat memperbaiki keputusankeputusan manajemen sumber daya manusia (MSDM) dan memberikan umpan baik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerjanya. Handoko (2004) mengatakan, bahwa manfaat penilaian kinerja adalah : a. Perbaikan prestasi kerja. b. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. c. Keputusan-keputusan penempatan. d. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. e. Perencanaan dan pengembangan karir. f. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. g. Ketidakakuratan informasi. h. Kesalahan rencana (design) pekerjaan. i. Kesempatan kerja yang adil. j. Tantangan eksternal. 2.3 Hubungan Antara Kinerja dan Kepemimpinan Bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap tingkat prestasi kerja pegawai melalui pemimpin yang memiliki peran membentuk iklim organisasi yang lebih kondusif, dari iklim yang lebih kondusif itu terbentuklah tingkat prestasi kerja pegawai yang lebih baik. Selain itu memberdayakan bawahannya agar mampu meningkatkan produktivitasnya dalam mencapai tujuan pembangunan. Terdapat 4 (empat) faktor yang menentukan perilaku kerja manajemen suatu perusahaan, yaitu (1) budaya perusahaan; (2) struktur, sistem, rencana dan 17 kebijakan formal; (3) kepemimpinan (leadership); dan (4) lingkungan yang teratur. Keberhasilan suatu organisasi sangat kepemimpinan yang terdapat pada organisasi tergantung bersangkutan. pada mutu Maka mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut didalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya, terutama kinerja para pegawainya. 2.4 Penelitian Terdahulu yang Relevan Wahyu Andi Wibowo (2010), melakukan penelitian berjudul Analisis Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Pegawai Bank Negara Indonesia Kantor Cabang Pati. Subyek yang digunakan untuk penelitian adalah pegawai Bank Negara Indonesia Cabang Pati, Jawa Tengah. Peubah kinerja pegawai yang digunakan meliputi kemampuan teknis, kemampuan konseptual dan kemampuan hubungan interpersonal. Rini Natalia (2010), menarik kesimpulan bahwa dimensi gaya kepemimpinan Kepala Cabang PT. Taspen (Persero) adalah dimensi gaya kepemimpinan atas dasar pertimbangan tinggi dan dimensi gaya kepemimpinan menurut struktur tinggi. Pengaruh dimensi gaya kepemimpinan Kepala PT. Taspen (Persero) terhadap kinerja pegawai yang dihasilkan berpengaruh baik dan menghasilkan kinerja bagus, artinya pimpinan perusahaan ini sudah dapat mengkombinasikan dimensi gaya kepemimpinan menurut struktur dan atas pertimbangan dengan baik, karena dari kedua (2) dimensi gaya kepemimpinan yang ada, pemimpin perusahaan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi setiap pegawai yang ada. Menurut Ana Mangopang (2010), Mayoritas penerapan Gaya Kepemimpinan pada Kantor Distrik Abepura adalah Gaya Telling. Kepala Distrik menerapkan gaya Telling. Sekretaris distrik menerapkan gaya Telling. Kepala seksi pemerintahan menerapkan gaya kepemimpinan participating, kepala seksi pemberdayaan masyarakat menerapkan gaya kepemimpinan 18 delegating. Sedangkan kepemimpinan selling, kepala seksi ketentraman menerapkan gaya kepala seksi kesejahteraan menerapkan gaya kepemimpinan selling serta kepala seksi pelayanan umum menerapkan gaya kepemimpinan telling.