Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2, Januari 2007 UJI SITOTOKSISITAS SEDIAAN JADI DAGING BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) TERHADAP SEL MCF-7 SECARA IN VITRO (In Vitro Cytotoxicity Test of Dosageform Containing Phaleria macrocarpa on MCF-7 Cell) Yahdiana Harahap1, Nadia Farhanah Syafhan1, Bambang Karsono2 1 Departemen Farmasi FMIPA – UI 2 RS. Kanker Dharmais Abstract Fruit of Phaleria macrocarpa has been used to heal various health problems by Indonesian people, including empirical treatment for cancer. Traditional medicines contain P. macrocarpa that available on the market, must have scientific base of their activity. This experiment was conducted to test cytotoxicity of traditional medicines containing extract and powder of P. macrocarpa (named Nh), which on their package were indicated to help healing tumor and cancer. The assay was determined by MTT-based cytotoxicity test using MCF-7 cell line (human breast cancer cell) as a model. Ethanolic extract of P. macrocarpa and cisplatin were used as standard and positive control. The result showed that LC50 of sample I and sample II were 14.85 and 19.34 ìg/ml, whereas LC50 of standard and positive control were 16.43 and 1.61 ìg/ml respectively after 24 hours incubation. From this research, it could be concluded that Nh traditional medicines possessed high cytotoxicity against MCF-7 cells because their LC50 were lower than 20 ìg/ml. Keywords: breast cancer, cytotoxicity, MCF-7, Phaleria macrocarpa. Naskah diterima tanggal 2 November 2006, disetujui dimuat tanggal 1 Desember 2006 Alamat koresponden: Puslitbang Farmasi & OT. Badan Litbangkes Depkes. RI, Jl. percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat. PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2004 kanker merupakan penyebab kematian kedua terbesar di negara berkembang setelah penyakit kardiovaskular, sedang penyakit infeksi oleh parasit bergeser pada posisi ketiga (1). Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering diderita oleh wanita dan menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian pada wanita akibat kanker (1,2). Penggunaan kemoterapi antikanker belum memberikan hasil yang optimal disebabkan obat tersebut bekerja tidak spesifik, karena selain menyerang sel kanker juga merusak sel normal (3). Selain itu metode terapi kanker masih tergolong mahal (4). Penggunaan tumbuhan alami untuk keperluan pengobatan, hingga saat ini masih diminati sebagian besar penduduk di Indonesia sebagai pilihan pengobatan alternatif. Indonesia kaya akan beragam tanaman obat tradisional yang memiliki aktivitas antikanker, di antaranya adalah tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) yang telah digunakan secara empiris oleh masyarakat untuk mengatasi tumor dan kanker (5, 6, 7). Menurut hasil penelitian diketahui bahwa buah mahkota dewa memiliki khasiat antara lain: analgesik, antihistamin, antidiabetes, dan sitotoksik terhadap beberapa kultur sel kanker. Secara empiris digunakan untuk mengobati penyakit hati, kanker, kardiovaskuler, diabetes, asam urat, ginjal, hipertensi, lemah syahwat serta penyakit ringan seperti eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga (8, 9, 10). Pengobatan alternatif untuk penyakit kanker dapat dikembangkan dengan melibatkan evaluasi praklinik senyawa kimia untuk membuktikan aktivitas sitotoksiknya. Pengujian sitotoksik secara in vitro dengan menggunakan biakan sel (cell line), seperti sel HeLa dan MCF-7, dapat digunakan sebagai penapisan awal untuk mendeteksi senyawa yang bersifat sitotoksik. Pengujian secara in vitro memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pengujian secara in vivo yaitu lebih cepat, lebih murah dan membutuhkan lebih sedikit zat uji (11). Akhir-akhir ini banyak sekali sediaan yang berasal dari tumbuhan alami yang berkhasiat antikanker, salah satunya sediaan yang berasal dari daging buah mahkota dewa yang diindikasikan untuk membantu pengobatan kanker. Obat tradisional yang beredar di masyarakat secara luas harus memiliki khasiat yang nyata dan teruji secara ilmiah. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang dapat digunakan sebagai cara penapisan awal efek farmakologi suatu sediaan yaitu pengujian sitotoksisitas secara in vitro terhadap sediaan jadi ekstrak dan serbuk daging buah mahkota dewa bermerek Nh yang pada kemasannya tertulis bermanfaat untuk membantu pengobatan pada penderita kanker. Dengan demikian dapat dipastikan secara ilmiah apakah sediaan jadi tersebut memang dapat digunakan untuk membantu pengobatan 55 Uji Sitotoksisitas Sediaan (Yahdiana Harahap, dkk.) kanker. Pada penelitian ini digunakan sel MCF-7 (sel kanker payudara manusia) karena kanker payudara yang memiliki sifat estrogen responsive memiliki tingkat kejadian yang tinggi dan pengujian sitotoksisitas dengan menggunakan sel MCF-7 masih jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik yang dimiliki sediaan jadi ekstrak dan serbuk daging buah mahkota dewa bermerek Nh terhadap sel kanker payudara secara in vitro. METODE Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari: 1. Sel MCF-7 (sel kanker payudara manusia) ATCC cell lines HTB 22 yang diperoleh dari Institut Sains Biologi, Fakultas Biologi dan Sains Universitas Malaya. 2. Bahan uji berupa sediaan jadi ekstrak kering daging buah mahkota dewa dengan berat 385 mg/kapsul dan sediaan jadi serbuk buah mahkota dewa dengan berat 550 mg/kapsul. Kedua sediaan jadi bermerk Nh yang diproduksi oleh PT. Mahkotadewa Indonesia dan dibeli di salah satu toko obat di Depok, Jawa Barat. 3. Bahan pembanding yaitu ekstrak etanol 96% daging buah mahkota dewa yang diperoleh dari PT. Mahkotadewa Indonesia dan dibeli di salah satu toko obat di Depok, Jawa Barat, dan kontrol positif sisplatin (Platosin, Pharmachemie B.V) yang diperoleh dari Rumah Sakit Kanker Dharmais. 4. Bahan kimia yaitu: etanol 96% teknis, dimetilsulfoksida (DMSO, Sigma), medium kultur Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI 1640, Gyibco), Fetal Calf Serum (FCS, Mycoplex), ampicillin (Meiji), tripsin (Sigma), Phosphate Buffer Saline (PBS, Gibco), MTT [3-(4,5dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida], asam klorida (Merck), isopropanol (Merck), biru tripan (Merck), dan air suling. Alat Labu kultur jaringan 40 ml (Tissue Culture Flask, Nunclon), pelat kultur jaringan 96 sumuran (Tissue Culture Plate 96 well, Nunclon), kabinet laminar (Laminar Air Flow Biological Safety Cabinet, Forma Scientific) inkubator sel dengan aliran oksigen 95% dan CO2 5% (Forma Scientific), pendingin (Forma Biofreezer), tangki nitrogen cair (Locator JR Thermolyne), oven, otoklaf, alat suntik 2,5 ml (Terumo), tabung 1,5 ml (EppendorfTM), pipet serologik steril 2 ml (Falcon), tabung dan alat sentrifuge (Falcon, Porta Centrifuge), penyaring steril berdiameter pori 0,2 ì m (Nalgene), mikropipet (EppendorfTM), evaporator, alat-alat gelas, timbangan analitik (Sartorius), pH meter (MeterLab), mikroskop (Nikon TMS), hemositometer (Improved Neubauer, Superior Marienfeld), dan ELISA plate reader (Stat Fx 2100). 1. Pemilihan Sampel Sediaan Jadi Daging Buah Mahkota Dewa Sampel yang digunakan adalah sediaan jadi ekstrak atau serbuk daging buah mahkota dewa yang dijual di daerah Depok. Sediaan yang diuji adalah sediaan jadi daging buah mahkota dewa yang pada kemasannya tertulis 56 memiliki khasiat membantu pengobatan atau mencegah pertumbuhan kanker atau tumor. 2. Ekstraksi Bahan Uji Serbuk dari 80 kapsul sediaan jadi I ditimbang sebanyak 30,8 g dan 49 kapsul sediaan jadi II ditimbang sebanyak 26,95 g kemudian masing-masing dimaserasi dengan 100 ml etanol 96%. Supernatan didekantasi dan disaring. Serbuk dimaserasi kembali dengan 100 ml etanol, dekantasi diulangi dan maserasi dilanjutkan sampai diperoleh filtrat yang tidak berwarna. Filtrat yang berwarna dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan evaporator dilanjutkan dengan penangas air sehingga diperoleh ekstrak kental bahan uji. 3. Ekstraksi Daging Buah Mahkota Dewa Buah mahkota dewa sebanyak 20 g dibersihkan, dicuci, dan dipotong-potong bagian daging buahnya, pisahkan dari cangkang dan bijinya, dikeringkan, kemudian diserbuk halus dan dimaserasi dengan 100 ml pelarut etanol 96%. Supernatan didekantasi dan disaring. Serbuk dimaserasi kembali dengan 100 ml etanol, dekantasi diulangi dan maserasi dilanjutkan sampai diperoleh filtrat yang tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan evaporator dilanjutkan dengan penangas air sehingga diperoleh ekstrak kental bahan pembanding. 4. Pembuatan Larutan Uji, Pembanding, dan Blangko DMSO Ekstrak bahan uji I dan II serta pembanding masing- masing ditimbang sebanyak 20 mg, kemudian dilarutkan dalam 1 ml DMSO sehingga diperoleh konsentrasi larutan induk 20 mg/ml, lalu diencerkan dengan penambahan medium sampai diperoleh bermacam-macam konsentrasi yaitu 0,35; 0,3; 0,25; 0,15; 0,1; 0,05 dan 0,02 µg/ml. Pengenceran yang sama dilakukan terhadap larutan DMSO. Sebanyak 100 µl DMSO 100% diencerkan dengan 900 µl RPMI 1640 sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10%Kemudian dibuat pengenceran dengan medium RPMI sampai diperoleh bermacam-macam konsentrasi yaitu 1,75; 1,5; 1,25; 1; 0,75; 0,5; 0,25 dan 0,1% 5. Pembuatan Larutan Kontrol Positif Larutan induk sisplatin dengan konsentrasi 1 ì g/ ì l dibuat pengenceran dengan penambahan medium RPMI 1640 untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi 0,08; 0,07; 0,06; 0,05; 0,04; 0,03; 0,02; dan 0,01 ì g/ì l. 6. Pengujian Sitotoksisitas Terhadap Sel MCF-7 Pengujian sitotoksisitas dilakukan dengan 1 pelat 96 sumuran. Ke dalam tiap sumur dimasukkan suspensi sel dalam medium RPMI 1640 sebanyak 100 ì l kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator sel pada suhu 370C. Setelah 24 jam, ke dalam sumur uji dimasukkan 100 ì l larutan uji I sehingga diperoleh konsentrasi akhir 10; 25; 50; 75; 100; 125; 150; dan 175 ì g/ml. Kemudian dilakukan hal yang sama pada larutan uji II dan pembanding. Larutan sisplatin sebanyak 100 ì l dimasukkan ke dalam sumur uji sampai diperoleh konsentrasi akhir 5; 10; 15; 20; 25; 30; 35; dan 40 ì g/ml. Pada akhir inkubasi ditambahkan 10 ì l MTT 5 mg/ml ke dalam tiap sumur kemudian diinkubasi kembali Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2, Januari 2007 selama 4 jam pada suhu 370C dalam inkubator sel sampai terbentuk kristal formazan yang berwarna ungu. Setelah terbentuk kristal formazan, sebanyak 100 ì l isopropanol HCl 0,04 M ditambahkan ke dalam tiap sumur, biarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Masukkan pelat kultur 96 sumuran ke dalam ELISA plate reader. Baca serapannya dengan ELISA plate reader pada panjang gelombang 545 nm dengan referensi 630 nm (12). 7. Pengolahan Data Persentase kematian sel MCF-7 dari larutan uji I, uji II, dan pembanding dihitung dengan menggunakan rumus (1) Ab– A u % kematian sel = X 100%.......(1) Ab Keterangan: A b = Serapan Blangko DMSO A u = Serapan Larutan Uji Sedangkan persentase kematian sel dari larutan kontrol positif dan blangko DMSO didapat dengan membandingkan serapannya terhadap kontrol negatif (suspensi sel). Data persentase kematian sel diolah dengan menggunakan analisis probit untuk mendapatkan nilai LC 50 Tabel I.Nilai LC50 larutan uji I, uji II, pembanding, kontrol positif dan blangko DMSO LC Perlakuan Larutan uji I 14,85(ȝg/ml) Larutan uji II 19,34(ȝg/ml) Larutan pembanding Larutan sisplatin 16,43(ȝg/ml) Larutan blangko DMSO 3,89% 50 dan analisis varians (ANAVA) satu arah untuk melihat hubungan antar perlakuan dengan persentase kematian sel dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Sebelumnya dilakukan uji kenormalan KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene (13). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ekstraksi Bahan Uji dan Pembanding Serbuk dari 80 kapsul sediaan jadi daging buah mahkota dewa dengan berat 30,8 g dimaserasi dengan 500 ml etanol 96% dan diperoleh ekstrak bahan uji I seberat 3,225 g. Serbuk dari 49 kapsul sediaan jadi daging buah mahkota dewa dengan berat 26,95 g dimaserasi dengan 500 ml etanol 96% dan diperoleh ekstrak bahan uji I seberat 1,973 g + ekstraksi daging buah mahkota dewa 2. Pengujian Sitotoksisitas Pengujian sitotoksisitas secara in vitro dapat digunakan sebagai penapisan awal untuk mendeteksi senyawa yang bersifat sitotoksik. Pengujian secara in vitro ini lebih cepat, murah dan hanya membutuhkan sedikit bahan uji jika dibandingkan dengan pengujian secara in vivo. Penelitian yang sudah pernah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak daging buah mahkota dewa memiliki efek sitotoksik antara lain terhadap Artemia salina pada Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), sel HeLa, dan sel L1210. Penelitian pada sediaan jadi daging buah mahkota dewa bermerk Nh ini dilakukan untuk menguji apakah sediaan jadi memiliki efek sitotoksik atau tidak. Dengan demikian dapat dipastikan secara ilmiah apakah sediaan jadi tersebut memang dapat digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan pada penderita kanker seperti yang tertera pada kemasannya atau tidak. Pada pengujian sitotoksisitas digunakan DMSO untuk melarutkan bahan uji dan pembanding, karena DMSO merupakan pelarut yang dapat berpenetrasi langsung ke dalam sel, inert, dan sering digunakan dalam pengujian biologi molekuler. 1,61(ȝg/ml) Gambar 1. Grafik hubungan antara log konsentrasi larutan uji I, uji II, dan pembanding dengan persentase kematian sel MCF-7 setelah inkubasi 24 jam 57 Uji Sitotoksisitas Sediaan (Yahdiana Harahap, dkk.) A B C Gambar 2. Sel MCF-7 tanpa perlakuan (A); Sel MCF-7 setelah perlakuan dengan larutan uji I konsentrasi 175ȝg/ml (B); Sel MCF-7 setelah perlakuan dengan larutan uji II konsentrasi 175 ȝg/ml (C) Sebelum dilakukan pengujian, sel MCF-7 diinkubasi terlebih dahulu selama 24 jam pada pelat kultur jaringan karena pertumbuhan sel MCF-7 mencapai fase log setelah 24 jam dan memerlukan waktu untuk penyesuaian dan perlekatan pada dinding pelat kultur. Dalam uji sitotoksisitas, sangat penting untuk menggunakan sel ketika berada dalam fase log karena pada fase tersebut sel dalam keadaan aktif secara metabolik sehingga hasil pengujian akan mencerminkan aktivitas optimal senyawa uji. Hasil pengujian menunjukkan bahwa larutan uji setelah inkubasi 24 jam menghasilkan rata-rata persentase kematian terbesar pada konsentrasi 175 ì g/ml, yaitu sebesar 96,04%, larutan uji II sebesar 95,68%, larutan pembanding sebesar 94,60%, sedangkan larutan kontrol positif sebesar 97,03% (konsentrasi 35 ì g/ml). Persentase kematian sel terbesar dari blangko DMSO setelah inkubasi 24 jam adalah 17,56% Data persentase kematian sel dianalisis menggunakan metode analisis varian (ANAVA) satu arah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada persentase kematian sel antar tiap kelompok perlakuan). Sebelumnya dilakukan uji distribusi normal KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data persentase kematian sel semua kelompok perlakuan terdistribusi normal dan variansi data homogen. Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa persentase kematian sel antar kelompok perlakuan setelah inkubasi 24 jam berbeda secara bermakna (taraf nyata 0,05). Untuk mengetahui hubungan perbedaan pada persentase kematian sel antar tiap kelompok perlakuan, maka dilakukan uji lanjutan ANAVA yaitu uji beda nyata terkecil (taraf nyata 0,05). Uji tersebut menunjukkan adanya perbedaan pada persentase kematian sel larutan kontrol negatif dengan larutan uji I, larutan uji II, pembanding, dan kontrol positif setelah inkubasi 24 jam. Hal tersebut berarti semua konsentrasi larutan uji, pembanding, dan kontrol positif yang digunakan memiliki efek mematikan sel MCF-7 secara bermakna. Sedangkan persentase kematian sel dari blangko DMSO sebagai pelarut tidak 58 memberikan pengaruh yang bermakna terhadap sel MCF7. Setelah inkubasi 24 jam, larutan uji I dan larutan uji II tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap persentase kematian sel MCF-7 dengan pembanding. Begitu pula pada larutan uji I, uji II, dan pembanding tidak memperlihatkan adanya perbedaan bermakna terhadap persentase kematian sel dengan kontrol positif. Akan tetapi, kontrol positif memiliki efek mematikan sel yang lebih kuat karena efek tersebut dicapai pada konsentrasi yang rendah, sedangkan pembanding memerlukan konsentrasi yang lebih besar untuk mencapai hasil yang sama. Nilai LC50 (konsentrasi yang dapat menyebabkan 50% kematian sel) yang dapat diperoleh dengan menggunakan analisis regeresi linier merupakan nilai yang menunjukkan sifat sitotoksik bahan uji. Semakin kecil nilai LC50 sifat sitotoksik semakin kuat. Setelah inkubasi 24 jam larutan uji I, larutan uji II, pembanding, dan kontrol positif, berturut-turut mempunyai nilai LC50 sebesar 14,85; 19,34; 16,43; 1,61 ì g/ml. Sedangkan blangko DMSO mempunyai nilai LC50 sebesar 3,89%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa larutan kontrol positif lebih toksik terhadap sel MCF-7 dibandingkan larutan uji I, uji II, dan pembanding, tetapi larutan uji I bersifat lebih toksik dibandingkan larutan uji II dan pembanding. Bahan uji I merupakan sediaan jadi ekstrak daging buah mahkota dewa sehingga kemungkinan jumlah zat berkhasiat sitotoksik yang terkandung di dalamnya lebih besar dibandingkan bahan uji II yang merupakan sediaan jadi serbuk daging buah mahkota dewa. Walau demikian, nilai LC50 terhadap sel MCF-7 antara larutan uji I dan larutan uji II dengan pembanding tidak jauh berbeda karena pembanding yang digunakan adalah daging buah mahkota dewa dari produsen yang sama (tabel I) Ekstrak tanaman dinyatakan memiliki efek sitotoksik jika nilai LC50 ekstrak tanaman tersebut kurang dari atau sama dengan 20 ì g/ml (14). Sedangkan menurut National Cancer Institute (NCI), senyawa yang bersifat sitotoksik memperlihatkan efek toksik terhadap kultur sel kanker. Dengan demikian larutan uji I dan larutan uji II Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2, Januari 2007 dikatakan memiliki efek sitotoksik yang kuat karena memperlihatkan efek mematikan sel pada konsentrasi yang kecil yaitu di bawah 20 ì g/ml. Pengamatan secara mikroskopis dengan pewarna biru tripan dapat digunakan untuk melihat perbedaan morfologi sel MCF-7 sebelum dan sesudah perlakuan dengan larutan uji dan pembanding. Sel sebelum perlakuan tampak berbentuk bulat dan bening, sedangkan sel dengan penambahan larutan uji I konsentrasi 10 ì g/ml sudah memperlihatkan adanya perubahan pada membran sel dan bentuk sel sudah sedikit mengkerut, sedangkan konsentrasi 175 ì g/ml memperlihatkan penyusutan sel dan kerusakan membran. Perbedaan morfologi yang serupa terjadi pada penambahan larutan uji II dan pembanding (Gambar 2). Hal ini meyakinkan bahwa larutan uji I dan larutan uji II memiliki efek mematikan sel MCF-7. KESIMPULAN Sediaan jadi ekstrak dan serbuk daging buah mahkota dewa bermerek Nh memiliki efek sitotoksik yang kuat terhadap sel MCF-7 secara in vitro dengan nilai LC50 di bawah 20 ì g/ml yaitu sebesar 14,85 dan 19,34 ì g/ml setelah inkubasi 24 jam. DAFTAR RUJUKAN 1. Anonim. National cancer control programmes: Policies and managerial guidelines. 4thEdition. Geneva: World Health Organization, 2004: 9-61. 2. Curling G dan Tierney K. Breast screening and breast disorders. Women’s Sexual Health: Women’s health issues. London: Harcourt Brace and Company Limited, 1998: 221-223. 3. Calabresi P dan Bruce AC. Chemotherapy of Neoplastic Diseases. Dalam: Gillman G, Theodore R, Alan N, dan Palmot T, (eds). The Pharmacological Basis of Therapeutics. 8th edition. Vol. II. Singapore: Pergamon Press, Inc., 1991: 1202. National Cancer Institute. What is cancer? http:// www.nci.nih.gov/ cancerinfo/wyntk, 5 Desember 2004, pk. 19.00. 5. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara, 2003: 63-65. 6. Anonim. Mahkota Dewa. http:// www.mahkotadewa.com, 03 Oktober 2004, pk. 21:00. 7. Harmanto, N. Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para Dewa. AgroMedia Pustaka. Jakarta, 2001: 3-13. 8. Harmanto, N. Sehat Dengan Ramuan Tradisional Mahkotadewa. Tangerang, PT. Agromedia Pustaka, 2001: 31-35. 9. Sugeng KLB. Kajian Kandungan Kimia Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.). Makalah Pada Pameran Produk Obat Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota Dewa. Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Depkes. Jakarta, 6 Agustus 2003: 1-4, 1012. 10. Lisdawati V. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), In Vitro Anti Cancer Bioassay With Leukemia L1210 Cells, Isolation and Spectrometric Identification Of Chemical Compound From The Fruit Of (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.). Tesis S2 Jurusan Farmasi, FMIPA UI. Depok, 2002: 7-12,17-22,51-54. 11. Freshney I. 1994. Culture of Animal Cells: A Manual rd of Basic Technique. 3 ed. New York: Wiley-Liss Inc., 1994: 85-88, 154-55, 260-70, 287. 12. ATCC. http://www.atcc.org/pdf/301010k.pdf67k/ products/MTTCell.cfm, 12 Maret 2005, pk. 19.00. 13. Bolton S. Pharmaceutical Statistic, Practical and Clinical Application. 2rd Ed., New York: Marcel Dekker Inc., 1990: 157-162. Yacob HB. Aktiviti sitotoksik ekstrak Momordica charantia ke atas sel CaSki. Kuala Lumpur: University Malaya, 2002: 49 (Lihat Geran: 1972). 4. 59