UJI SITOTOKSISITAS SEDIAAN JADI DAGING

advertisement
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2, Januari 2007
UJI SITOTOKSISITAS SEDIAAN JADI DAGING BUAH MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) TERHADAP SEL MCF-7
SECARA IN VITRO
(In Vitro Cytotoxicity Test of Dosageform Containing Phaleria macrocarpa on
MCF-7 Cell)
Yahdiana Harahap1, Nadia Farhanah Syafhan1, Bambang Karsono2
1
Departemen Farmasi FMIPA – UI
2
RS. Kanker Dharmais
Abstract
Fruit of Phaleria macrocarpa has been used to heal various health problems by Indonesian people,
including empirical treatment for cancer. Traditional medicines contain P. macrocarpa that available
on the market, must have scientific base of their activity. This experiment was conducted to test
cytotoxicity of traditional medicines containing extract and powder of P. macrocarpa (named Nh),
which on their package were indicated to help healing tumor and cancer. The assay was determined
by MTT-based cytotoxicity test using MCF-7 cell line (human breast cancer cell) as a model. Ethanolic
extract of P. macrocarpa and cisplatin were used as standard and positive control. The result showed
that LC50 of sample I and sample II were 14.85 and 19.34 ìg/ml, whereas LC50 of standard and
positive control were 16.43 and 1.61 ìg/ml respectively after 24 hours incubation. From this research,
it could be concluded that Nh traditional medicines possessed high cytotoxicity against MCF-7
cells because their LC50 were lower than 20 ìg/ml.
Keywords: breast cancer, cytotoxicity, MCF-7, Phaleria macrocarpa.
Naskah diterima tanggal 2 November 2006, disetujui dimuat tanggal 1 Desember 2006
Alamat koresponden:
Puslitbang Farmasi & OT. Badan Litbangkes Depkes. RI, Jl. percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat.
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), pada tahun 2004 kanker merupakan penyebab
kematian kedua terbesar di negara berkembang setelah
penyakit kardiovaskular, sedang penyakit infeksi oleh
parasit bergeser pada posisi ketiga (1). Kanker payudara
merupakan jenis kanker yang paling sering diderita oleh
wanita dan menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian pada wanita akibat kanker (1,2).
Penggunaan kemoterapi antikanker belum
memberikan hasil yang optimal disebabkan obat tersebut
bekerja tidak spesifik, karena selain menyerang sel kanker
juga merusak sel normal (3). Selain itu metode terapi kanker
masih tergolong mahal (4). Penggunaan tumbuhan alami
untuk keperluan pengobatan, hingga saat ini masih
diminati sebagian besar penduduk di Indonesia sebagai
pilihan pengobatan alternatif.
Indonesia kaya akan beragam tanaman obat
tradisional yang memiliki aktivitas antikanker, di antaranya
adalah tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl.) yang telah digunakan secara empiris oleh
masyarakat untuk mengatasi tumor dan kanker (5, 6, 7).
Menurut hasil penelitian diketahui bahwa buah mahkota
dewa memiliki khasiat antara lain: analgesik, antihistamin,
antidiabetes, dan sitotoksik terhadap beberapa kultur sel
kanker. Secara empiris digunakan untuk mengobati
penyakit hati, kanker, kardiovaskuler, diabetes, asam urat,
ginjal, hipertensi, lemah syahwat serta penyakit ringan
seperti eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga (8, 9, 10).
Pengobatan alternatif untuk penyakit kanker
dapat dikembangkan dengan melibatkan evaluasi praklinik
senyawa kimia untuk membuktikan aktivitas sitotoksiknya.
Pengujian sitotoksik secara in vitro dengan menggunakan
biakan sel (cell line), seperti sel HeLa dan MCF-7, dapat
digunakan sebagai penapisan awal untuk mendeteksi
senyawa yang bersifat sitotoksik. Pengujian secara in vitro
memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pengujian
secara in vivo yaitu lebih cepat, lebih murah dan
membutuhkan lebih sedikit zat uji (11).
Akhir-akhir ini banyak sekali sediaan yang
berasal dari tumbuhan alami yang berkhasiat antikanker,
salah satunya sediaan yang berasal dari daging buah
mahkota dewa yang diindikasikan untuk membantu
pengobatan kanker. Obat tradisional yang beredar di
masyarakat secara luas harus memiliki khasiat yang nyata
dan teruji secara ilmiah. Oleh karena itu diperlukan suatu
metode yang dapat digunakan sebagai cara penapisan
awal efek farmakologi suatu sediaan yaitu pengujian
sitotoksisitas secara in vitro terhadap sediaan jadi ekstrak
dan serbuk daging buah mahkota dewa bermerek Nh yang
pada kemasannya tertulis bermanfaat untuk membantu
pengobatan pada penderita kanker. Dengan demikian
dapat dipastikan secara ilmiah apakah sediaan jadi tersebut
memang dapat digunakan untuk membantu pengobatan
55
Uji Sitotoksisitas Sediaan… (Yahdiana Harahap, dkk.)
kanker. Pada penelitian ini digunakan sel MCF-7 (sel kanker
payudara manusia) karena kanker payudara yang memiliki
sifat estrogen responsive memiliki tingkat kejadian yang
tinggi dan pengujian sitotoksisitas dengan menggunakan
sel MCF-7 masih jarang dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
sitotoksik yang dimiliki sediaan jadi ekstrak dan serbuk
daging buah mahkota dewa bermerek Nh terhadap sel
kanker payudara secara in vitro.
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan terdiri dari:
1. Sel MCF-7 (sel kanker payudara manusia) ATCC cell
lines HTB 22 yang diperoleh dari Institut Sains Biologi,
Fakultas Biologi dan Sains Universitas Malaya.
2. Bahan uji berupa sediaan jadi ekstrak kering daging
buah mahkota dewa dengan berat 385 mg/kapsul dan
sediaan jadi serbuk buah mahkota dewa dengan berat
550 mg/kapsul. Kedua sediaan jadi bermerk Nh yang
diproduksi oleh PT. Mahkotadewa Indonesia dan dibeli
di salah satu toko obat di Depok, Jawa Barat.
3. Bahan pembanding yaitu ekstrak etanol 96% daging
buah mahkota dewa yang diperoleh dari PT.
Mahkotadewa Indonesia dan dibeli di salah satu toko
obat di Depok, Jawa Barat, dan kontrol positif sisplatin
(Platosin, Pharmachemie B.V) yang diperoleh dari
Rumah Sakit Kanker Dharmais.
4. Bahan kimia yaitu: etanol 96% teknis, dimetilsulfoksida
(DMSO, Sigma), medium kultur Rosewell Park Memorial
Institute 1640 (RPMI 1640, Gyibco), Fetal Calf Serum
(FCS, Mycoplex), ampicillin (Meiji), tripsin (Sigma),
Phosphate Buffer Saline (PBS, Gibco), MTT [3-(4,5dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida], asam
klorida (Merck), isopropanol (Merck), biru tripan
(Merck), dan air suling.
Alat
Labu kultur jaringan 40 ml (Tissue Culture Flask,
Nunclon), pelat kultur jaringan 96 sumuran (Tissue Culture
Plate 96 well, Nunclon), kabinet laminar (Laminar Air Flow
Biological Safety Cabinet, Forma Scientific) inkubator sel
dengan aliran oksigen 95% dan CO2 5% (Forma Scientific),
pendingin (Forma Biofreezer), tangki nitrogen cair
(Locator JR Thermolyne), oven, otoklaf, alat suntik 2,5 ml
(Terumo), tabung 1,5 ml (EppendorfTM), pipet serologik
steril 2 ml (Falcon), tabung dan alat sentrifuge (Falcon,
Porta Centrifuge), penyaring steril berdiameter pori 0,2
ì m (Nalgene), mikropipet (EppendorfTM), evaporator,
alat-alat gelas, timbangan analitik (Sartorius), pH meter
(MeterLab), mikroskop (Nikon TMS), hemositometer
(Improved Neubauer, Superior Marienfeld), dan ELISA
plate reader (Stat Fx 2100).
1. Pemilihan Sampel Sediaan Jadi Daging Buah Mahkota
Dewa
Sampel yang digunakan adalah sediaan jadi
ekstrak atau serbuk daging buah mahkota dewa yang dijual
di daerah Depok. Sediaan yang diuji adalah sediaan jadi
daging buah mahkota dewa yang pada kemasannya tertulis
56
memiliki khasiat membantu pengobatan atau mencegah
pertumbuhan kanker atau tumor.
2. Ekstraksi Bahan Uji
Serbuk dari 80 kapsul sediaan jadi I ditimbang
sebanyak 30,8 g dan 49 kapsul sediaan jadi II ditimbang
sebanyak 26,95 g kemudian masing-masing dimaserasi
dengan 100 ml etanol 96%. Supernatan didekantasi dan
disaring. Serbuk dimaserasi kembali dengan 100 ml etanol,
dekantasi diulangi dan maserasi dilanjutkan sampai
diperoleh filtrat yang tidak berwarna. Filtrat yang berwarna
dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan
evaporator dilanjutkan dengan penangas air sehingga
diperoleh ekstrak kental bahan uji.
3. Ekstraksi Daging Buah Mahkota Dewa
Buah mahkota dewa sebanyak 20 g dibersihkan,
dicuci, dan dipotong-potong bagian daging buahnya,
pisahkan dari cangkang dan bijinya, dikeringkan, kemudian
diserbuk halus dan dimaserasi dengan 100 ml pelarut
etanol 96%. Supernatan didekantasi dan disaring. Serbuk
dimaserasi kembali dengan 100 ml etanol, dekantasi
diulangi dan maserasi dilanjutkan sampai diperoleh filtrat
yang tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh dipisahkan
dari pelarutnya dengan menggunakan evaporator
dilanjutkan dengan penangas air sehingga diperoleh
ekstrak kental bahan pembanding.
4. Pembuatan Larutan Uji, Pembanding, dan Blangko
DMSO
Ekstrak bahan uji I dan II serta pembanding
masing- masing ditimbang sebanyak 20 mg, kemudian
dilarutkan dalam 1 ml DMSO sehingga diperoleh
konsentrasi larutan induk 20 mg/ml, lalu diencerkan dengan
penambahan medium sampai diperoleh bermacam-macam
konsentrasi yaitu 0,35; 0,3; 0,25; 0,15; 0,1; 0,05 dan 0,02
µg/ml. Pengenceran yang sama dilakukan terhadap larutan
DMSO. Sebanyak 100 µl DMSO 100% diencerkan dengan
900 µl RPMI 1640 sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 10%Kemudian dibuat pengenceran dengan
medium RPMI sampai diperoleh bermacam-macam
konsentrasi yaitu 1,75; 1,5; 1,25; 1; 0,75; 0,5; 0,25 dan 0,1%
5. Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Larutan induk sisplatin dengan konsentrasi 1 ì g/
ì l dibuat pengenceran dengan penambahan medium RPMI
1640 untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi 0,08;
0,07; 0,06; 0,05; 0,04; 0,03; 0,02; dan 0,01 ì g/ì l.
6. Pengujian Sitotoksisitas Terhadap Sel MCF-7
Pengujian sitotoksisitas dilakukan dengan 1
pelat 96 sumuran. Ke dalam tiap sumur dimasukkan
suspensi sel dalam medium RPMI 1640 sebanyak 100 ì l
kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator sel
pada suhu 370C.
Setelah 24 jam, ke dalam sumur uji dimasukkan
100 ì l larutan uji I sehingga diperoleh konsentrasi akhir
10; 25; 50; 75; 100; 125; 150; dan 175 ì g/ml. Kemudian
dilakukan hal yang sama pada larutan uji II dan
pembanding. Larutan sisplatin sebanyak 100 ì l
dimasukkan ke dalam sumur uji sampai diperoleh
konsentrasi akhir 5; 10; 15; 20; 25; 30; 35; dan 40 ì g/ml.
Pada akhir inkubasi ditambahkan 10 ì l MTT 5
mg/ml ke dalam tiap sumur kemudian diinkubasi kembali
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2, Januari 2007
selama 4 jam pada suhu 370C dalam inkubator sel sampai
terbentuk kristal formazan yang berwarna ungu. Setelah
terbentuk kristal formazan, sebanyak 100 ì l isopropanol
HCl 0,04 M ditambahkan ke dalam tiap sumur, biarkan
selama 24 jam pada suhu kamar. Masukkan pelat kultur 96
sumuran ke dalam ELISA plate reader. Baca serapannya
dengan ELISA plate reader pada panjang gelombang 545
nm dengan referensi 630 nm (12).
7. Pengolahan Data
Persentase kematian sel MCF-7 dari larutan uji
I, uji II, dan pembanding dihitung dengan menggunakan
rumus (1)
Ab– A u
% kematian sel =
X 100%.......(1)
Ab
Keterangan:
A b = Serapan Blangko DMSO
A u = Serapan Larutan Uji
Sedangkan persentase kematian sel dari larutan
kontrol positif dan blangko DMSO didapat dengan
membandingkan serapannya terhadap kontrol negatif
(suspensi sel). Data persentase kematian sel diolah dengan
menggunakan analisis probit untuk mendapatkan nilai LC
50
Tabel I.Nilai LC50 larutan uji I, uji II, pembanding,
kontrol positif dan blangko DMSO
LC
Perlakuan
Larutan uji I
14,85(ȝg/ml)
Larutan uji II
19,34(ȝg/ml)
Larutan
pembanding
Larutan sisplatin
16,43(ȝg/ml)
Larutan blangko
DMSO
3,89%
50
dan analisis varians (ANAVA) satu arah untuk melihat
hubungan antar perlakuan dengan persentase kematian
sel dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil.
Sebelumnya dilakukan uji kenormalan KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene (13).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Bahan Uji dan Pembanding
Serbuk dari 80 kapsul sediaan jadi daging buah
mahkota dewa dengan berat 30,8 g dimaserasi dengan 500
ml etanol 96% dan diperoleh ekstrak bahan uji I seberat
3,225 g.
Serbuk dari 49 kapsul sediaan jadi daging buah
mahkota dewa dengan berat 26,95 g dimaserasi dengan
500 ml etanol 96% dan diperoleh ekstrak bahan uji I seberat
1,973 g + ekstraksi daging buah mahkota dewa
2. Pengujian Sitotoksisitas
Pengujian sitotoksisitas secara in vitro dapat
digunakan sebagai penapisan awal untuk mendeteksi
senyawa yang bersifat sitotoksik. Pengujian secara in vitro
ini lebih cepat, murah dan hanya membutuhkan sedikit
bahan uji jika dibandingkan dengan pengujian secara in
vivo.
Penelitian yang sudah pernah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak daging buah mahkota dewa
memiliki efek sitotoksik antara lain terhadap Artemia salina
pada Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), sel HeLa, dan
sel L1210. Penelitian pada sediaan jadi daging buah
mahkota dewa bermerk Nh ini dilakukan untuk menguji
apakah sediaan jadi memiliki efek sitotoksik atau tidak.
Dengan demikian dapat dipastikan secara ilmiah apakah
sediaan jadi tersebut memang dapat digunakan sebagai
pencegahan atau pengobatan pada penderita kanker
seperti yang tertera pada kemasannya atau tidak.
Pada pengujian sitotoksisitas digunakan DMSO
untuk melarutkan bahan uji dan pembanding, karena
DMSO merupakan pelarut yang dapat berpenetrasi
langsung ke dalam sel, inert, dan sering digunakan dalam
pengujian biologi molekuler.
1,61(ȝg/ml)
Gambar 1. Grafik hubungan antara log konsentrasi larutan uji I, uji II, dan pembanding
dengan persentase kematian sel MCF-7 setelah inkubasi 24 jam
57
Uji Sitotoksisitas Sediaan… (Yahdiana Harahap, dkk.)
A
B
C
Gambar 2. Sel MCF-7 tanpa perlakuan (A); Sel MCF-7 setelah perlakuan dengan
larutan uji I konsentrasi 175ȝg/ml (B); Sel MCF-7 setelah perlakuan
dengan larutan uji II konsentrasi 175 ȝg/ml (C)
Sebelum dilakukan pengujian, sel MCF-7
diinkubasi terlebih dahulu selama 24 jam pada pelat kultur
jaringan karena pertumbuhan sel MCF-7 mencapai fase
log setelah 24 jam dan memerlukan waktu untuk
penyesuaian dan perlekatan pada dinding pelat kultur.
Dalam uji sitotoksisitas, sangat penting untuk
menggunakan sel ketika berada dalam fase log karena pada
fase tersebut sel dalam keadaan aktif secara metabolik
sehingga hasil pengujian akan mencerminkan aktivitas
optimal senyawa uji.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa larutan uji
setelah inkubasi 24 jam menghasilkan rata-rata persentase
kematian terbesar pada konsentrasi 175 ì g/ml, yaitu
sebesar 96,04%, larutan uji II sebesar 95,68%, larutan
pembanding sebesar 94,60%, sedangkan larutan kontrol
positif sebesar 97,03% (konsentrasi 35 ì g/ml). Persentase
kematian sel terbesar dari blangko DMSO setelah inkubasi
24 jam adalah 17,56%
Data persentase kematian sel dianalisis
menggunakan metode analisis varian (ANAVA) satu arah
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada
persentase kematian sel antar tiap kelompok perlakuan).
Sebelumnya dilakukan uji distribusi normal KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa data persentase kematian sel semua
kelompok perlakuan terdistribusi normal dan variansi data
homogen. Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa
persentase kematian sel antar kelompok perlakuan setelah
inkubasi 24 jam berbeda secara bermakna (taraf nyata 0,05).
Untuk mengetahui hubungan perbedaan pada persentase
kematian sel antar tiap kelompok perlakuan, maka
dilakukan uji lanjutan ANAVA yaitu uji beda nyata terkecil
(taraf nyata 0,05). Uji tersebut menunjukkan adanya
perbedaan pada persentase kematian sel larutan kontrol
negatif dengan larutan uji I, larutan uji II, pembanding,
dan kontrol positif setelah inkubasi 24 jam. Hal tersebut
berarti semua konsentrasi larutan uji, pembanding, dan
kontrol positif yang digunakan memiliki efek mematikan
sel MCF-7 secara bermakna. Sedangkan persentase
kematian sel dari blangko DMSO sebagai pelarut tidak
58
memberikan pengaruh yang bermakna terhadap sel MCF7. Setelah inkubasi 24 jam, larutan uji I dan larutan uji II
tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna
terhadap persentase kematian sel MCF-7 dengan
pembanding. Begitu pula pada larutan uji I, uji II, dan
pembanding tidak memperlihatkan adanya perbedaan
bermakna terhadap persentase kematian sel dengan kontrol
positif. Akan tetapi, kontrol positif memiliki efek mematikan
sel yang lebih kuat karena efek tersebut dicapai pada
konsentrasi yang rendah, sedangkan pembanding
memerlukan konsentrasi yang lebih besar untuk mencapai
hasil yang sama.
Nilai LC50 (konsentrasi yang dapat menyebabkan
50% kematian sel) yang dapat diperoleh dengan
menggunakan analisis regeresi linier merupakan nilai yang
menunjukkan sifat sitotoksik bahan uji. Semakin kecil nilai
LC50 sifat sitotoksik semakin kuat. Setelah inkubasi 24 jam
larutan uji I, larutan uji II, pembanding, dan kontrol positif,
berturut-turut mempunyai nilai LC50 sebesar 14,85; 19,34;
16,43; 1,61 ì g/ml. Sedangkan blangko DMSO mempunyai
nilai LC50 sebesar 3,89%. Dari data ini dapat disimpulkan
bahwa larutan kontrol positif lebih toksik terhadap sel
MCF-7 dibandingkan larutan uji I, uji II, dan pembanding,
tetapi larutan uji I bersifat lebih toksik dibandingkan
larutan uji II dan pembanding. Bahan uji I merupakan
sediaan jadi ekstrak daging buah mahkota dewa sehingga
kemungkinan jumlah zat berkhasiat sitotoksik yang
terkandung di dalamnya lebih besar dibandingkan bahan
uji II yang merupakan sediaan jadi serbuk daging buah
mahkota dewa. Walau demikian, nilai LC50 terhadap sel
MCF-7 antara larutan uji I dan larutan uji II dengan
pembanding tidak jauh berbeda karena pembanding yang
digunakan adalah daging buah mahkota dewa dari
produsen yang sama (tabel I)
Ekstrak tanaman dinyatakan memiliki efek
sitotoksik jika nilai LC50 ekstrak tanaman tersebut kurang
dari atau sama dengan 20 ì g/ml (14). Sedangkan menurut
National Cancer Institute (NCI), senyawa yang bersifat
sitotoksik memperlihatkan efek toksik terhadap kultur sel
kanker. Dengan demikian larutan uji I dan larutan uji II
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2, Januari 2007
dikatakan memiliki efek sitotoksik yang kuat karena
memperlihatkan efek mematikan sel pada konsentrasi yang
kecil yaitu di bawah 20 ì g/ml.
Pengamatan secara mikroskopis dengan pewarna
biru tripan dapat digunakan untuk melihat perbedaan
morfologi sel MCF-7 sebelum dan sesudah perlakuan
dengan larutan uji dan pembanding. Sel sebelum perlakuan
tampak berbentuk bulat dan bening, sedangkan sel dengan
penambahan larutan uji I konsentrasi 10 ì g/ml sudah
memperlihatkan adanya perubahan pada membran sel dan
bentuk sel sudah sedikit mengkerut, sedangkan
konsentrasi 175 ì g/ml memperlihatkan penyusutan sel dan
kerusakan membran. Perbedaan morfologi yang serupa
terjadi pada penambahan larutan uji II dan pembanding
(Gambar 2). Hal ini meyakinkan bahwa larutan uji I dan
larutan uji II memiliki efek mematikan sel MCF-7.
KESIMPULAN
Sediaan jadi ekstrak dan serbuk daging buah
mahkota dewa bermerek Nh memiliki efek sitotoksik
yang kuat terhadap sel MCF-7 secara in vitro dengan
nilai LC50 di bawah 20 ì g/ml yaitu sebesar 14,85 dan
19,34 ì g/ml setelah inkubasi 24 jam.
DAFTAR RUJUKAN
1. Anonim. National cancer control programmes:
Policies and managerial guidelines. 4thEdition.
Geneva: World Health Organization, 2004: 9-61.
2. Curling G dan Tierney K. Breast screening and breast
disorders. Women’s Sexual Health: Women’s health
issues. London: Harcourt Brace and Company Limited,
1998: 221-223.
3. Calabresi P dan Bruce AC. Chemotherapy of
Neoplastic Diseases. Dalam: Gillman G, Theodore R,
Alan N, dan Palmot T, (eds). The Pharmacological
Basis of Therapeutics. 8th edition. Vol. II. Singapore:
Pergamon Press, Inc., 1991: 1202.
National Cancer Institute. What is cancer? http://
www.nci.nih.gov/ cancerinfo/wyntk, 5 Desember
2004, pk. 19.00.
5. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid
3. Jakarta: Puspa Swara, 2003: 63-65.
6. Anonim.
Mahkota
Dewa.
http://
www.mahkotadewa.com, 03 Oktober 2004, pk. 21:00.
7. Harmanto, N. Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para
Dewa. AgroMedia Pustaka. Jakarta, 2001: 3-13.
8. Harmanto, N. Sehat Dengan Ramuan Tradisional
Mahkotadewa. Tangerang, PT. Agromedia Pustaka,
2001: 31-35.
9. Sugeng KLB. Kajian Kandungan Kimia Mahkota
Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.). Makalah
Pada Pameran Produk Obat Tradisional dan Seminar
Sehari Mahkota Dewa. Puslitbang Farmasi dan Obat
Tradisional, Depkes. Jakarta, 6 Agustus 2003: 1-4, 1012.
10. Lisdawati V. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), In
Vitro Anti Cancer Bioassay With Leukemia L1210
Cells, Isolation and Spectrometric Identification Of
Chemical Compound From The Fruit Of (Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.). Tesis S2 Jurusan
Farmasi, FMIPA UI. Depok, 2002: 7-12,17-22,51-54.
11. Freshney I. 1994. Culture
of Animal Cells: A Manual
rd
of Basic Technique. 3 ed. New York: Wiley-Liss Inc.,
1994: 85-88, 154-55, 260-70, 287.
12. ATCC. http://www.atcc.org/pdf/301010k.pdf67k/
products/MTTCell.cfm, 12 Maret 2005, pk. 19.00.
13. Bolton S. Pharmaceutical Statistic, Practical and
Clinical Application. 2rd Ed., New York: Marcel
Dekker Inc., 1990: 157-162.
Yacob HB. Aktiviti sitotoksik ekstrak Momordica
charantia ke atas sel CaSki. Kuala Lumpur:
University Malaya, 2002: 49 (Lihat Geran: 1972).
4.
59
Download