BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan perawatan endodonti bergantung pada kemampuan untuk mengeliminasi mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi.1 Perawatan endodonti melibatkan perawatan terhadap infeksi saluran akar secara primer maupun sekunder. Infeksi saluran akar secara primer adalah infeksi pada saluran akar yang belum dirawat dimana mikroorganisme dapat masuk dan berkoloni di jaringan pulpa serta merusak fungsi dari pulpa, sedangkan infeksi saluran akar secara sekunder adalah saluran akar yang terinfeksi akibat dari kegagalan perawatan endodonti terutama disebabkan oleh bakteri yang persisten di saluran akar. Tidak seperti infeksi saluran akar secara primer yang polimikrobanya didominasi oleh bakteri gram negatif anaerob, mikroorganisme yang terlibat pada infeksi sekunder lebih didominasi oleh bakteri gram positif anaerob. 2 Preparasi biomekanikal dan irigasi saluran akar sangat penting untuk mengurangi jumlah bakteri selama perawatan endodonti. Hal ini juga perlu ditunjang dengan pemberian bahan medikamen saluran akar karena akan sangat membantu untuk mengeliminasi bakteri yang masih tertinggal setelah dilakukan preparasi atau setidaknya menghambat infeksi berulang pada saluran akar diantara kunjungan. Penggunaan bahan medikamen saluran akar selama perawatan endodonti harus dapat mensterilisasi dan mengurangi jumlah mikroorganisme patogen dalam saluran akar yang tidak dapat dihancurkan dengan chemomechanical seperti irigasi dan instrumentasi.3 Adapun syarat bahan medikamen saluran akar yaitu harus memiliki daya antibakteri, menetralisir sisa-sisa debris di saluran akar, mengontrol nyeri pascarawat, mampu mencegah reinfeksi, dan juga bersifat biokompatibel.4 Berbagai bahan medikamen saluran yang sering digunakan antara lain kalsium hidroksida (Ca(OH)2), golongan fenol, kombinasi antibiotik, aldehid dan bahan iodin.5 Kalsium hidroksida telah digunakan sejak tahun 1920 dan saat ini merupakan bahan medikamen saluran akar yang paling sering digunakan.5 Sifat antimikroba dari kalsium hidroksida berasal dari penguraian ion-ion Ca2+ dan OH-. Mekanisme antimikroba kalsium hidroksida terjadi dengan pemisahan ion kalsium dan hydroksil ke dalam reaksi enzimatik pada bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta bertindak sebagai barrier dalam mencegah masuknya bakteri dalam sistem saluran akar. Pemeliharaan konsentrasi tinggi dari ion hydroksil dapat mengubah aktivitas bakteri enzimatik menjadi inaktif. Kemampuannya untuk merangsang mineralisasi yang berhubungan dengan efektivitas antimikroba berhasil menjadikan kalsium hidroksida sebagai bahan medikamen saluran akar.6 Secara klinis, kalsium hidroksida merupakan bahan medikamen yang memiliki kemampuan menginaktifasi endotoksin bakteri serta dapat diterima baik sebagai bahan medikamen saluran akar. Akan tetapi, Hence menyatakan bahwa kalsium hidroksida bukan merupakan bahan medikamen saluran akar universal karena tidak semua spesies bakteri dalam saluran akar efektif terhadapnya. Menurut Podbielski et al (2000) dan Siqueira et al (1998), salah satu spesies bakteri yang menunjukkan resistensi terhadap kalsium hidroksida adalah Enterococcus faecalis. Penggunaan kalsium hidroksida diperkirakan sebagai salah satu faktor tumbuhnya Enterococcus faecalis setelah perawatan saluran akar karena ketidakeffiesiensinya sebagai antibakteri dalam melawan mikroorganisme tersebut.7,8,9 Studi lain oleh Peters et al melaporkan bahwa jumlah bakteri dalam saluran akar meningkat setelah intra kanal diberi medikamen kalsium hidroksida.10 Mikroorganisme yang berperan penting sebagai etiologi infeksi sekunder akibat kegagalan perawatan endodonti adalah Enterococcus faecalis. Enterococcus faecalis umumnya ditemukan dalam persentase yang tinggi yaitu 80-90% dan biasanya merupakan satu-satunya spesies Enterococcus yang diisolasi dari saluran akar yang telah diisi, bakteri ini juga mampu bertahan sebagai organisme tunggal di saluran akar.11 Ketahanan Enterococcus faecalis pada infeksi sekunder dipengaruhi oleh faktor-faktor virulensi yang dimilikinya yaitu lytic enzymes, cytolysin, aggregation substance (AS), sex pheromones, surface adhesions, extracellular superoxide, gelatinase, hyaluronidase, dan lipoteichoic acid (LTA).12 Selain itu, Enterococcus faecalis juga mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan dentin dan menginvasi tubulus dentin, mengubah respon mekanisme pertahanan host, bersaing dengan bakteri lain, dan menimbulkan perubahan patologis secara langsung melalui toksik dan secara tidak langsung dengan menginduksi inflamasi.12,13 Haapasalo et al dan Portenier et al menunjukkan bahwa dentin mempunyai kemampuan menghambat medikamen saluran akar salah satunya adalah kalsium hidroksida yang kehilangan efek antibakterinya terhadap Enterococcus faecalis setelah 24 jam.9 Oleh karena itu, sangat diharapkan berkembangnya aplikasi bahan medikamen saluran akar yang berasal dari alam dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi. Sastrapradja et al (1977) mengemukakan bahwa di kawasan Indonesia terdapat sejumlah 30.000 jenis tumbuhan). Banyak tumbuhan di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Jumlah tumbuhan obat yang tercatat di Indonesia cukup banyak, dari jumlah yang banyak tersebut sebagian telah dimanfaatkan untuk obat tradisional dan jamu, namun menurut Siswoyo, Zuhud, dan Sitepu (1994) bagian yang terbesar masih tersimpan secara in-situ di kawasan hutan. Menurut Heyne (1987), tidak kurang dari 1.100 spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat.14 Kecenderungan masyarakat kembali memakai bahan alami dikenal sebagai “gelombang hijau baru” (New Green Wave), gerakan ini berupaya menggunakan kembali obat-obatan tradisional yang ramuannya dari bahan alami yang di dapat di alam.15 Bahan alami yang mungkin dapat dikembangkan sebagai bahan medikamen saluran akar adalah buah manggis (Garcinia mangostana Linn). Manggis termasuk buah eksotik yang sangat digemari oleh konsumen, baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang lezat, bentuk buah yang indah dan tekstur daging buah yang putih halus. Tidak jarang juga manggis mendapat julukan Queen of tropical fruit. Potensi manggis tidak hanya terbatas pada buahnya saja, tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. 16,17 Kulit manggis yang dahulu hanya dibuang saja ternyata menyimpan sebuah harapan untuk dikembangkan sebagai kandidat obat. Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah manggis yang dilakukan oleh Masniari Poeloengan dan Praptiwi (2010) menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mengandung komponen kimia yang mempunyai aktivitas antibakteri, yaitu saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid.18 Kulit buah manggis juga diketahui mengandung senyawa xanthone yang berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antimikrobial yang tidak ditemui pada buah-buahan lainnya.16 Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3- metil-2-butenil)- 9H-xanten-9-on and 1,3,6,7- tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)- 9Hxanten-9-on. Menurut Jinsart (1992) keduanya lebih dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin. Menurut Qosim (2007) senyawa-senyawa tersebut sangat bermanfaat untuk kesehatan.16,19 Penelitian yang dilakukan oleh Atika (2012) menunjukkan bahwa efek antibakteri ekstrak pegagan terhadap bakteri Enterococcus faecalis diperoleh nilai KBM 15% dan penelitian Risya (2010) menunjukkan efek antibakteri ekstrak lerak terhadap bakteri Enterococcus faecalis diperoleh nilai KBM 25%.36,37 Suksamrarn et al (2003) asal Thailand melakukan penelitian terhadap kulit buah manggis dimana senyawa kimianya menunjukkan aktivitas kuat dalam menghambat bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hasil temuan tersebut ditindaklanjuti oleh peneliti asal Osaka, Jepang, Sakagami et al (2005) dimana senyawanya diisolasi dari kulit batang pohon manggis yang memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus.19 Torrungruang et al (2007) melakukan uji efek abtibakteri ekstrak kulit buah manggis terhadap bakteri Streptococcus mutan KPSK2 dengan nilai KHM 6,25% dan KBM 12,5%.20 Salah satu syarat bahan medikamen saluran akar adalah harus memiliki efek antibakteri yaitu kemampuan untuk mengeliminasi bakteri dalam saluran akar yang tidak dapat dihancurkan dengan chemomechanical seperti irigasi dan instrumentasi. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa sudah ada penelitian untuk mengetahui efek antibakteri dari ekstrak kulit buah manggis terhadap beberapa jenis bakteri namun belum ada penelitian efek antibakteri ekstrak kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis sebagai salah satu bakteri yang patogen di saluran akar. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian efek antibakteri ekstrak kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut : Apakah ekstrak kulit buah manggis memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : Untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak kulit buah manggis dengan melihat konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat dan membunuh bakteri Enterococcus faecalis. 1.4 Hipotesis penelitian Ekstrak kulit buah manggis memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengembangkan potensi pendayagunaan tanaman obat berkhasiat yang ada di Indonesia. 2. Sebagai dasar penelitian lanjut mengenai bahan medikamen saluran akar di bidang endodonti.