1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar terbentuk karena adanya kerjasama antara banyak orang. Pasar merupakan tempat berkumpulnya manusia dimana mereka bisa mendapatkan hampir seluruh kebutuhan mereka disana. Pasar tradisional merupakan salah satu wadah dimana kita bisa membeli hampir segala jenis kebutuhan kita sehari-hari, seperti sembako, perlengkapan rumah tangga, pakaian, dan sebagainya, bahkan sampai jajanan tradisional. Pasar memang memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan kita sehari-hari. Banyaknya orang yang datang di pasar tradisional kemudian dimanfaatkan oleh banyak pihak. Salah satunya adalah para pedagang makanan. Mereka memanfaatkan pasar sebagai tempat untuk mendagangkan makanan yang mereka buat sendiri. Mulai dari pedagang kue-kue tradisional, pedagang bakso, dan lainlain. Rasanya yang enak dan harganya yang relatif murah menjadi daya tarik bagi para pembeli. Mereka yang membeli biasanya orang-orang yang kelelahan sehabis keliling pasar. Dari jajanan yang beraneka ragam di pasar, kue-kue tradisional, cemilan, bakso menjadi pilihan utama bagi mereka. Namun, akhir-akhir ini minat masyarakat akan jajanan di pasar mulai menurun. Hal ini mulai terjadi setelah adanya isu tentang penggunaan bahan berbahaya yang dicampurkan ke dalam makanan yang biasa dijual di pasar 2 tradisional. Masyarakatpun akhirnya menjadi resah dan takut untuk berbelanja makanan tradisional yang biasa di jual.Kebanyakan dari mereka takut jika jajanan yang mereka beli nantinya adalah makanan yang telah tercampur oleh bahanbahan berbahaya tersebut. Isu tentang penggunaan bahan berbahaya pada jajanan-jajanan pasar mulai berkembang di masyarakat setelah ditayangkannya kasus-kasus pembuatan makanan yang menggunakan bahan-bahan yang berbahaya.Trans Tv sebagaimedia yang paling “serius” menayangkan peristiwa tersebut melalui program Reportase Investigasi nya. Dalam program Reportase Investigasi Trans Tv ini memperlihatkan oknum-oknum pedagang yang menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti boraks dan pewarna tekstil dalam makanan yang mereka jual di pasar. Berdalih untung yang besar oknum-oknum pedagang tersebut seakan tidak perduli tentang efek yang akan ditimbulkan dari perbuatan mereka meskipun mereka sebenarnya tahu betul bahaya apa yang disa ditimbulkan oleh bahanbahan berbahaya yang mereka pakai. Dalam tayangan tersebut, diperlihatkan bagaimana proses produksi berjalan. Mulai dari proses pembelian bahan-bahan makanan, pembuatan makanan, sampai pada proses penjualan makanan itu sendiri. Sebagai contoh, dalam tayangan reportase investigasi episode kasus es pisang ijo tanggal 10 Mei 2012, tim menemukan sebuah praktik penggunaan boraks pada es pisang ijo.Dengan menggunakan boraks, adonan yang digunakan untuk melapis pisang pada es pisang ijo, akan tahan lama dan terlihat kenyal. Selain itu, para oknum juga menggunakan campuran pewarna tekstil, mereka 3 biasa menggunakannya untuk menekan biaya produksi dengan menggunakan pewarna tekstil pada adonan pelapis pisang sebagai pengganti pewarna makanan. Tim Reportase Investigasi lalu berusaha melanjutkan penelusurannya, dengan mengikuti aktivitas dan berinteraksi langsung dengan oknum penjual es pisang ijo tersebut. Sebenarnya bahan-bahan seperti boraks ataupun pewarna tekstil bukan lagi sesuatu yang baru di kalangan masyarakat. Seperti halnya boraks, boraks merupakan suatu senyawa yang berbentuk kristal, warna putih, tidak berbau, larut dalam air dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Efeknya pada tubuh manusia bila dikonsumsi adalah dapat menyebabkan mual, muntah darah, gangguan pada ginjal dan lambung. Boraks digunakan sebagai pengawet makanan yang membuat makanan tahan lama. Sedangkan pewarna tekstil digunakan untuk memberi warna pada makanan agar lebih kelihatan menarik.. Topik yang diangkat oleh reportase investigasi umumnya merupakan satu gejala atau masalah sosial yang sedang hangat terjadi dalam kehidupan masyarakat serta menyangkut kepentingan umum. Timbul dampak dalam masyarakat ketika program berita reportase investigasi ditayangkan di televisi, antara lain, pertama, tayangan reportase investigasi dapat mengancam nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Kedua, tayangan investigasi dapat menguatkan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Keunggulan tayangan reportase investigasi di Trans TV adalah tayangan inilebih menilik pada peristiwa-peristiwa sosial yang sering dan sedang ramai dialami oleh masyarakat. Permasalahan yang diangkat merupakan realitas sosial 4 yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Contohnya, bahanbahan pangan atau makanan yang banyak dicampur dengan bahan-bahan yang tak lazim digunakan. Tayangan reportase investigasi ini juga memberikan beberapa solusi ataupun tips-tips bagi penonton agar tidak tertipu dalam sebuah kasus ataupun permasalahan yang sedang diangkat menjadi laporan reportase investigasi. Berita yang dilaporkanpun disajikan secara mendalam dan menarik. Sehingga membuat tayangan yang berdurasi 30 menit ini dapat memikat pemirsanya. Reportase investigasi ini tayang setiap hari sabtu dan minggu Pengemasan yang menarik serta penyajiannya yang berulang-ulang ditayangkan di televisi membuat program berita reportase investigasi ini mampu mempengaruhi khalayak. Sebagaimana yang kita ketahui, televisi memang dapat mempengaruhi opini dan persepsi di dalam masyarakat. Kemampuan televisi mampu menampilkan gambar dengan jelas dan berulang-ulang baik berupa budaya, nilai, gaya dan norma tertentu sehingga dapat membentuk citra bagi penontonnya. Tujuan akhir dari penyampaian media televisi bisa menghibur, mendidik, kontrol sosial, atau sebagai sumber informasi. Menurut J.B Wahyudi, 1991, “komunikasi media massa televisi terbagi dalam beberapa bagian yaitu siaran informasi atau pemberitaan, “news bulletin” (berita harian), “news magazine” (berita berkala), wawancara televisi serta laporan investigasi terhadap suatu kasus. (Kuswandi 1996, 18). 5 Kehadiran media televisi berubah menjadi alat untuk menyelidiki suatu kasus yang terjadi di masyarakat. Dengan kata lain media televisi berupaya untuk menyajikan berita yang ingin diketahui masyarakat di luar kenyataan dari informasi yang telah diberikan secara formal. Oleh karena itu seiring dengan kemajuan jaman banyak media televisi yang membentuk format jurnalisme investigasi yang lebih tajam dalam memaparkan berita sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat. Kehadiran perkembangan media televisi saat ini mencapai tingkat yang paling tinggi, yaitu dengan munculnya liputan-liputan investigasi yang tajam dengan menayangkan bukti-bukti peristiwa kepada khalayak. Media memang memberikan kontribusi pada stabilitas sosial dan pada perubahan. Banyak isi media memberi kenyamanan pada audien dengan memperkuat nilai-nilai sosial yang sudah ada. Pada saat yang sama, perhatian media pada ide-ide non mainstream, baik dalam bentuk berita maupun fiksi, membuat orang harus menilai kembali nilai mereka dan dalam kurun waktu tertentu hal ini akan melahirkan perubahan sosial (vivian 2008: Teori Komunikasi Massa, 521) Namun, pengawasan melalui komunikasi massa dapat terbukti disfungsional sebagaimana juga fungsi bagi masyarakat dan anggota-anggotanya. Pertama, berita-berita yang tidak disensor mengenai dunia pada hakekatnya mengancam struktur setiap masyarakat. Misalnya saja, informasi mengenai kondisi-kondisi atau ideologi-ideologi di masyarakat lain bisa mengarah pada pembandingan yang tak menyenangkan dengan kondisi-kondisi atau ideologi- 6 ideologi negara sendiri dan dengan begitu mendesakkan perubahan-perubahan. Yang kedua, peringatan-peringatan yang tidak ditafsirkan tentang bahaya dalam lingkungan menimbulkan panik pada khalayak. Misalnya, dalam siaran radio Mercury Theater On The Air,Orson welles sang penyiar radio, yang menyiarkan cerita fiksi yang menakutkan dari novel Inggris, War of the World, membuat banyak pendengar merasa yakin bahwa drama tersebut benar-benar terjadi dan akhirnay menimbulkan kepanikan mereka (Vivian 2008 : Teori Komunikasi Massa, 468-469) Dengan mengacu pada penjelasan di atas, penulis berkeinginan mengangkat sebuah skripsi dengan judul : “Hubungan Antara Tayangan Reportase Investigasi Trans TV dan Tingkat Kewaspadaan Ibu-Ibu Rumah Tangga Kelurahan Bontoala Terhadap Jajanan Pasar Tradisional” B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan antara tayangan reportase investigasi dan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional. 2. Bagaimanakah hubungan tayangan reportase investigasi dan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional. 7 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui adanya hubungan tayangan reportase investigasi dengan minat belanja ibu-ibu rumah tanggaKelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional. 2. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan tayangan reportase investigasi dengan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional. D. Kegunaan Penelitian 1. Akademis a. Sebagai sumbangan dan perspektif akademis bagi pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan pengembangan ilmu komunikasi pada khususnya. b. Mengetahui sejauh mana teori-teori komunikasi massa yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat diterapkan penelitian sehingga penelitian dapat dijadikan pembuktian teori komunikasi massa dalam kenyataan yang sebenarnya. 2. Praktis Untuk memberikan gambaran secara praktis, hasil dari penelitian inidiharapkan mampu memberikan gambaran yang akurat mengenai hubungan menonton tayangan reportase investigasi Trans Tv dengan tingkat kewaspadaan di kalangan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala, 8 Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. Serta memberikan manfaat dari pihak yang berkepentingan. E. Kerangka Konseptual Secara etimologi atau menurut asal katanya, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jika dua orang terlibat komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan (Effendy 1999, 9). Komunikasi dalam pengertian paradigmatis bersifat intensional, mengandung tujuan. Karena itu harus dilakukan perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dan pada komunikan yang menjadi sasaran. Dengan demikian komunikasi bisa dikatakan sebagai proses penyampaian pesan dengan tujuan memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara lisan ataupun tak langsung melalui media. Komunikasi dalam “bahasa komunikasi” memiliki 5 unsur pokok yaitu: 1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan. Komunikator bisa individual ataupun lembaga. 2. Pesan, yaitu pernyataan yang didukung oleh lambang bermakna (meaningful symbol). 3. Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan. Biasanya dapat bersifat homogen atau heterogen. 9 4. Media, yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh atau jumlahnya banyak. 5. Efek, yaitu tanggapan, respon, atau reaksi komunikan ketika mendapat pesan dari komunikator. Dalam komunikasi, efek adalah akibat dari proses komunikasi. Efek dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Efek kognitif Efek kognitif adalah efek yang timbul pada komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Efek ini membahas bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu bahwa ada kejadian heboh di luar sana akhirnya menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja. Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. 10 Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral. 11 2. Efek afektif Efek afektif adalah efek yang bertujuan mempengaruhi khalayak untuk turut merasakan iba, sedih, terharu, gembira, marah, dan sebagainya. Faktor yang mendukung efek ini antara lain: 1. Suasana emosional Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka. 2. Skema kognitif Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, pasti akan tertolong juga. 3. Situasi terpaan (setting of exposure) Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik. 12 4. Faktor predisposisi individual Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkandalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu, ketika took hidentifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika identifikan berhasil, ia gembira. 3. Efek behavioral Efek behavioral adalah efek yang timbul pada khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televise atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara Smack Down yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama. Sebagai pakar komunikasi, Harold D. Lasswell mengatakan (dalam Effendy 1999, 27) bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukkan 3 fungsi, antara lain: 1. Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment), penyingkapan ancaman dan kesehatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya. 13 2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan. 3. Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah yang meneruskan warisan sosial kepada keturunan berikutnya. Dampak, pengaruh, atau yang juga sering disebut efek media massa merupakan salah satu dari berbagai topik yang sering mendapat perhatian dari para pakar dan peneliti di bidang komunikasi. Secara umum, efek media oleh para ahli biasanya diartikan sebagai apa yang terjadi akibat konsekuensi langsung penggunaan media massa, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Menurut jangka waktu terjadinya, efek media massa bisa dibedakan menjadi dua, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Menurut sifat penerimaannya oleh khalayak, efek tersebut juga bisa dibedakan menjadi dua yaitu disengaja atau disadari dan tidak disengaja atau tidak disadari. Efek media massa juga dapat dilihat dari segi tingkatan; individual, kelompok atau organisasi, lembaga sosial, masyarakat secara keseluruhan, dan budaya, dan dilihat dari segi jenisnya; kognitif (pengetahuan, pendapat), afektif (sikap dan perasaan), dan behavioral(perilaku) (Gayatri, 1998). Menurut sejarah perkembangannya, konsepsi pertama mengenai efek media massa yang dikemukakan para ahli adalah teori peluru (the bullet theory), teori jarum hypodermis (hypodermic neddle theory), atau teori mekanistik stimulus-respon (the mechanistic S-R theory). Teori-teori ini dilandasi oleh pandangan umum yang dipengaruhi oleh kekuatan propaganda pada masa Perang Dunia I sampai dengan beberapa sebelum Perang Dunia II ketika sebagian besar 14 masyarakat merasa khawatir terhadap pengaruh propaganda gaya Hitler terhadap Amerika Serikat melalui komunikasi massa. Meskipun demikian, sejak awal perkembangannya penelitian efek komunikasi massa tidak menghasilkan bukti empiris yang mendukung kebenaran teori tersebut. Sebaliknya, bukti-bukti empiris hasil penelitian para ahli justru lebih banyak mendukung model efek terbatas, yang dengan jelas dikemukakan Joseph Klapper dalam bukunya “The Effect of Mass Communication” (1960). Sebagian dari generalisasi yang disusun Klapper mengenai efek komunikasi massa adalah sebagai berikut: (1) Komunikasi massa biasanya tidak selalu menjadi penyebab utama terjadinya efek pada khalayak, tetapi cenderung berfungsi di antara dan melalui faktor dan pengaruhpengaruh lain yang mengantarai; (2) Faktor-faktor yang mengantarai terjadinya efek tersebut adalah faktor-faktor yang biasanya merupakan pendukung komunikasi massa, tetapi bukan merupakan penyebab satu-satunya, dalam proses memperkuat kondisi yang sudah ada. Faktor-faktor tersebut menurut Klapper di antaranya termasuk proses-proses selektif (persepsi selektif, terpaan selektif, dan retensi selektif), proses-proses dan norma-norma kelompok, dan kepemimpinan komunikasi. Menurut Jack M. McLeod dan Byron Reeves (dalam Gayatri, 1998), khusus untuk studi-studi lapangan noneksperimental, “siapa” yang terkena efek media sering menjadi tidak jelas; cukup sering efek media diukur dari aspek khalayak (ditingkat mikro), tetapi kesimpulan mengenai efek tersebut dibuat dalam kaitannya dengan masyarakat yang lebih besar (di tingkat makro). Di samping itu, pengukuran efek media massa kadang-kadang menjadi sulit 15 dilakukan karena tidak dapat diketahui hanya dari perubahan-perubahan perilaku individual saja. McLeod dan Reeves juga menjelaskan pengukuran dampak media massa menjadi semakin kompleks karena efek media pada dasarnya tidak sama pada setiap orang, tetapi sebagaimana ditunjukkan oleh hasil sejumlah penelitian efek pesan media tidak mempunyai dampak langsung atau silang karena terjadinya sering disebabkan oleh adanya variabel ketiga yang bersifat “kondisional”, “mendukung”, “mengantari”, atau justru yang ikut berpengaruh pada saat yang sama. 1. Landasan Teori A. Teori Lasswell Dalam penelitian ini digunakan paradigma Lasswell untuk memahami teori dalam komunikasi. Seperti yang terdapat dalam karyanya “the structure and function of communication in society” Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan pengertian komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut : “who says what in which channel to whom and with what effect” (siapa mengatakan apa dengan saluran yang mana kepada siapa dan efek bagaimana?). Unsur sumber (who) mengandung pertanyaan mengenai pengendalian pesan. Unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) menarik untuk mengkaji mengenai analisis media. Unsur penerima (to whom) banyak digunakan untuk studi analisis khalayak. Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan erat mengenai efek pesan pada 16 khalayak. Oleh karena itu, model Lasswell ini banyak diterapkan dalam komunikasi massa (Wiryanto 2004, 17). B. Teori Kultivasi Media massa secara sengaja ataupun tidak sengaja dapat mempengaruhi dan mengubah cara berpikir masyarakat. Dengan demikian sangat tepat apa yang dikatakan oleh McLuhan yang juga disetujui oleh Gerbner bahwa televisi sebagai kekuatan dominan dapat membentuk masyarakat. Tetapi tidak seperti mcluhan yang memandang bahwa “The Medium is The Message”, gerbner percaya bahwa kekuatan televisi berasal dari muatan simbolis drama kehidupan masyarakat. Teori kultivasi dikembangkan sebagai salah satu cara untuk menjelaskan pengaruh televisi terhadap masyarakat. Teori Kultivasi atau Cultivationyang menjelaskan tentang dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap, dan nilainilai orang (Nurudin 2007, 167). Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan Professor George Gerbner dan para koleganya di Annenberg School of Communnication di Unirversity Pensylvinia Amerika Serikat. Menurut Gebner, televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, anggota yang paling banyak dan paling sering berbicara. Signorelli dalam Television’s man and dangerous world menegaskan bahwa jika teori ini benar maka televisi mungkin memiliki dampak yang penting tetapi tidak kentara pada masyarakat. Misalnya, teori kultivasi menyatakan bahwa karena terlalu sering menonton televisi membuat orang merasa dunia ini adalah 17 tempat yang tidak aman. Orang-orang yang ketakutan mungkin akan menerima penindasan apabila itu membantu mengurangi kegelisahan mereka. Teori kultivasi menyatakan bahwa khalayak yang mengkomsumsi televisi dengan waktu yang lama (heavy viewer) memandang dunia nyata sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi (Bryant 2002, 101). Pengkomsumsian siaran televisi dalam waktu yang lama (heavy viewing) dapat mengkultivasi persepsi seseorang akan realitas sehingga sesuai dengan gambaran yang ditampilkan oleh program televisi (Dominic 1996, 25). Teori kultivasi berhubungan erat dengan proses sosialisasi yang dilakukan oleh televisi, bukan hanya pada anak-anak tetapi juga terhadap orang dewasa. Ide dasar dari analisis kultivasi ini adalah bagaimana heavy viewer mengkultivasi persepsi akan realitas berdasarkan apa yang disajikan program televisi. Teori kultivasi mengkhususkan efek jangka panjang dari terpaan media terhadap sikap dan opini. Teori kultivasi didesain untuk melihat perubahan sosialisasi suatu generasi secara bertahap dan dalam jangka waktu yang panjang. Bukan jangka pendek dan perubahan yang tiba-tiba dalam keyakinan dan sikap individu. Efek kultivasi dikatakan sering terjadi apabila responden lebih memilih jawaban “televisi” dibanding “jawaban kenyataan sehari-hari”. Menurut teori kultivasi, televisi, ketika menceritakan sebuah kisah, lebih menekankan untuk menyalurkan suatu sistem pesan yang sama berulang kali. Fenomena lain yang ditemukan Gerbner adalah fakta bahwa sering menyaksikan televisi menimbulkan hasil-hasil yang berbeda bagi kelompok sosial 18 yang berbeda. Mainstreaming dikatakan terjadi apabila sering menyaksikan televisi menyebabkan pemusatan pandangan seluruh kelompok. Mainstreaming berarti mengikuti arus, maksudnya bahwa “heavy viewer” dari berbagai kelompok yang berbeda mengembangkan pandangan yang serupa, perbedaan-perbedaan yang muncul karena faktor budaya dan sosial seakan berkurang. Resonance (resonansi) terjadi ketika dampak kultivasi ditingkatkan untuk sekelompok tertentu dalam populasi. Dengan kata lain resonansi adalah sebuah situasi dimana pengalaman responden sesuai dengan gambaran televisi sehingga memperbesar efek kultivasi. Bila tayangan televisi ternyata sesuai dengan pengalaman pribadi pemirsa maka daya penanaman ideologi televisi akan semakin kuat (Severin 2007, 322). Hasil penelitian kultivasi memang sangat mengagumkan karena bisa memberikan perspektif yang berbeda dalam melihat efek media massa terhadap masyarakat. Skema Kerangka Konseptual Hubungan tayangan reportase investigasi dengan tingkat kewaspadaan ibuibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional Teori Lasswell Teori Kultivasi Tingkat kewaspadaan ibu-ibu Kelurahan Bontoala terhadap tradisional rumah tangga jajanan pasar 19 2. Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara atas permasalahan penelitian dimana memerlukan data untuk menguji kebenaran dugaan tersebut. Hipotesis nihil (H0): Tidak ada hubungan antara tayangan reportase investigasi Trans TV dengan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional. Hipotesis kerja (H1): terdapat hubungan antara tayangan reportase investigasi dengan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional. 3. Definisi Operasional 1. Tayangan,menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (balai pustaka 2002, 1151) adalah sesuatu yang ditayangkan (dipertunjukkan). 2. Reportase investigasi Trans TV, adalah sebuah program berita Trans TV yang berisi pemberitaan tentang manipulasi yang berkembang di masyarakat seperti penggunaan bahan berbahaya pada jajanan pasar tradisional dan penelusurannya dilakukan secara mendalam . 3. Kewaspadaan,adalah sikap keragu-raguan yang muncul akibat dari pengetahuan baru yang didapatkan. 4. Ibu-Ibu Rumah Tangga Kelurahan Bontoalaadalah perempuan yang telah menikah yang tinggaldi Kelurahan Bontola. kumpulan 20 F. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode korelasional dengan pendekatan kasus melalui survey. Yang dimaksud dengan korelasional disini adalah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin terhadap hubungan antar variabel (dua atau lebih hubungan) tanpa ada perlakuan terhadap objek yang akan diteliti. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pengukuran data yang menggunakan data statistik dalam pengujiannya. 1. Populasi Dan Sampel Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti. Objek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda-benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang representatif dari suatu populasi kemudian diteliti. Total keseluruhan jumlah ibu-ibu di Kelurahan Bontoala, Kec. Pallangga, Kab. Gowa adalah sebanyak 3907 (sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Gowa). Untuk penentuan jumlah sampelberdasarkan populasi yang ada, maka penulis menggunakan tabel Krejcie dan Gorman. Tabel Krejcie dan Morgan Populasi Sampel Populasi Sampel Populasi Sampel 5 5 220 140 1200 291 21 10 10 230 144 1300 297 15 14 240 148 1400 302 20 19 250 152 1500 306 25 24 260 155 1600 310 30 28 270 159 1700 313 35 32 280 162 1800 317 40 36 290 165 1900 320 45 40 300 169 2000 322 50 44 320 175 2200 327 55 48 340 181 2400 331 60 52 360 186 2600 335 65 56 380 191 2800 338 70 59 400 192 3000 341 75 63 420 196 3500 346 80 66 440 201 4000 351 85 70 460 205 4500 354 90 73 480 210 5000 357 95 76 484 214 6000 361 100 80 500 217 7000 364 110 86 550 226 8000 367 120 92 600 234 9000 368 130 97 650 242 10000 370 140 103 700 248 15000 375 150 108 750 254 20000 377 22 160 113 800 260 30000 379 170 118 850 265 40000 380 180 123 900 269 50000 381 190 127 950 274 75000 382 200 132 1000 278 100000 382 210 136 1100 285 1000000 384 Dikutip dari Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Sumanto 1995) Maka sampel yang diambil dari populasi ibu-ibu 3907 orang adalah 351 orang. 2. Teknik Penarikan Sampel Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel adalah cluster sampling. Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster yang berbeda-beda. Misalnya, populasi pada penelitian kita adalah seluruh IbuRumahTangga di Kota Makassar. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua data Ibu rumah tangga dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok ibu rumah tangga itu kita buat berdasarkan nama kecamatan ataupun kelurahannya. Kelompok Ibu rumah tangga itu disebut klaster. Klaster dapat berupa kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan 23 sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah penelitian kita ada di Kelurahan Panambungan, yang terdiri dari 10 RW, maka kita dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel (responden). Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak tahap (multistage cluster sampling). 3. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan (Hasan 2002, 86). Data primer dapat diperoleh dengan kuesioner, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden. 2. Data sekunder adalah data penunjang penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber untuk membantu menyimpulkan hasil penelitian. Data sekunder dapat diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu mencari referensi dari buku, internet, surat kabar, ataupun dari jurnal yang digunakan sebagai acuan serta untuk mendapatkan landasan ilmiah yang berbentuk teoritis maupun defenisi-defenisi guna mendapatkan pengertian dari topikpermasalahan dalam pelaksanaan penelitian 24 4. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independent variabel), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (sugiyono 2006, 33). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas (X) adalah tayangan reportase investigasi. 2. Variabel terikat (dependent variabel) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena danya variabel bebas (sugiyono 2006, 33). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat (Y) adalah tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala. 5. Teknik Analisis Data Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan Analisis Tabel Tunggal yang dilakukan dengan membagi-bagikan variable penelitian ke dalam kategorikategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel Tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom, yaitu sejumlah frekuensi dan persentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995 : 237). Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam 3 tahapan analisa yaitu : a) Analisa Tabel Frekuensi, Merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variable penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. b) Analisa Tabel Silang, Tehnik yang digunakan untuk menganalisa dan mengetahui variable yang satu memiliki hubungan dengan variable lainnya, sehingga dapat diketahui apakah variable bernilai positif atau negatif. 25 c) Uji Hipotesa, adalah pengujian data statistic untuk mengetahui data hipotesa yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji tingkat hubungan diantara kedua variabel yang dikorelasikan, maka peneliti menggunakan rumusChi - Square : ∑ (Ef – Of )2 X2 = Ef Dimana : X2 = nilai chi kuadrat Of = frekuensi yang di observasi (frekuensi empiris) Ef = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) 4. Waktu Dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bontoala. Waktu penelitian ini sendiri dimulai pada bulan Januari sampai Maret 2013.