bab i pendahuluan - Repository | UNHAS

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar terbentuk karena adanya kerjasama antara banyak orang. Pasar
merupakan tempat berkumpulnya manusia dimana mereka bisa mendapatkan
hampir seluruh kebutuhan mereka disana.
Pasar tradisional merupakan salah satu wadah dimana kita bisa membeli
hampir segala jenis kebutuhan kita sehari-hari, seperti sembako, perlengkapan
rumah tangga, pakaian, dan sebagainya, bahkan sampai jajanan tradisional. Pasar
memang memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan kita
sehari-hari.
Banyaknya orang yang datang di pasar tradisional kemudian dimanfaatkan
oleh banyak pihak. Salah satunya adalah para pedagang makanan. Mereka
memanfaatkan pasar sebagai tempat untuk mendagangkan makanan yang mereka
buat sendiri. Mulai dari pedagang kue-kue tradisional, pedagang bakso, dan lainlain. Rasanya yang enak dan harganya yang relatif murah menjadi daya tarik bagi
para pembeli. Mereka yang membeli biasanya orang-orang yang kelelahan sehabis
keliling pasar. Dari jajanan yang beraneka ragam di pasar, kue-kue tradisional,
cemilan, bakso menjadi pilihan utama bagi mereka.
Namun, akhir-akhir ini minat masyarakat akan jajanan di pasar mulai
menurun. Hal ini mulai terjadi setelah adanya isu tentang penggunaan bahan
berbahaya yang dicampurkan ke dalam makanan yang biasa dijual di pasar
2
tradisional. Masyarakatpun akhirnya menjadi resah dan takut untuk berbelanja
makanan tradisional yang biasa di jual.Kebanyakan dari mereka takut jika jajanan
yang mereka beli nantinya adalah makanan yang telah tercampur oleh bahanbahan berbahaya tersebut.
Isu tentang penggunaan bahan berbahaya pada jajanan-jajanan pasar mulai
berkembang di masyarakat setelah ditayangkannya kasus-kasus pembuatan
makanan
yang
menggunakan
bahan-bahan
yang
berbahaya.Trans
Tv
sebagaimedia yang paling “serius” menayangkan peristiwa tersebut melalui
program Reportase Investigasi nya. Dalam program Reportase Investigasi Trans
Tv ini memperlihatkan oknum-oknum pedagang yang menggunakan bahan-bahan
berbahaya seperti boraks dan pewarna tekstil dalam makanan yang mereka jual di
pasar. Berdalih untung yang besar oknum-oknum pedagang tersebut seakan tidak
perduli tentang efek yang akan ditimbulkan dari perbuatan mereka meskipun
mereka sebenarnya tahu betul bahaya apa yang disa ditimbulkan oleh bahanbahan berbahaya yang mereka pakai.
Dalam tayangan tersebut, diperlihatkan bagaimana proses produksi
berjalan. Mulai dari proses pembelian bahan-bahan makanan, pembuatan
makanan, sampai pada proses penjualan makanan itu sendiri.
Sebagai contoh, dalam tayangan reportase investigasi episode kasus es
pisang ijo tanggal 10 Mei 2012, tim menemukan sebuah praktik penggunaan
boraks pada es pisang ijo.Dengan menggunakan boraks, adonan yang digunakan
untuk melapis pisang pada es pisang ijo, akan tahan lama dan terlihat kenyal.
Selain itu, para oknum juga menggunakan campuran pewarna tekstil, mereka
3
biasa menggunakannya untuk menekan biaya produksi dengan menggunakan
pewarna tekstil pada adonan pelapis pisang sebagai pengganti pewarna makanan.
Tim Reportase Investigasi lalu berusaha melanjutkan penelusurannya, dengan
mengikuti aktivitas dan berinteraksi langsung dengan oknum penjual es pisang ijo
tersebut.
Sebenarnya bahan-bahan seperti boraks ataupun pewarna tekstil bukan lagi
sesuatu yang baru di kalangan masyarakat. Seperti halnya boraks, boraks
merupakan suatu senyawa yang berbentuk kristal, warna putih, tidak berbau, larut
dalam air dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Efeknya pada tubuh manusia
bila dikonsumsi adalah dapat menyebabkan mual, muntah darah, gangguan pada
ginjal dan lambung. Boraks digunakan sebagai pengawet makanan yang membuat
makanan tahan lama. Sedangkan pewarna tekstil digunakan untuk memberi warna
pada makanan agar lebih kelihatan menarik..
Topik yang diangkat oleh reportase investigasi umumnya merupakan satu
gejala atau masalah sosial yang sedang hangat terjadi dalam
kehidupan
masyarakat serta menyangkut kepentingan umum. Timbul dampak dalam
masyarakat ketika program berita reportase investigasi ditayangkan di televisi,
antara lain, pertama, tayangan reportase investigasi dapat mengancam nilai-nilai
sosial yang ada dalam masyarakat. Kedua, tayangan investigasi dapat menguatkan
nilai-nilai sosial dalam masyarakat.
Keunggulan tayangan reportase investigasi di Trans TV adalah tayangan
inilebih menilik pada peristiwa-peristiwa sosial yang sering dan sedang ramai
dialami oleh masyarakat. Permasalahan yang diangkat merupakan realitas sosial
4
yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Contohnya, bahanbahan pangan atau makanan yang banyak dicampur dengan bahan-bahan yang tak
lazim digunakan.
Tayangan reportase investigasi ini juga memberikan beberapa solusi
ataupun tips-tips bagi penonton agar tidak tertipu dalam sebuah kasus ataupun
permasalahan yang sedang diangkat menjadi laporan reportase investigasi. Berita
yang dilaporkanpun disajikan secara mendalam dan menarik. Sehingga membuat
tayangan yang berdurasi 30 menit ini dapat memikat pemirsanya. Reportase
investigasi ini tayang setiap hari sabtu dan minggu
Pengemasan yang menarik serta penyajiannya yang berulang-ulang
ditayangkan di televisi membuat program berita reportase investigasi ini mampu
mempengaruhi khalayak.
Sebagaimana yang kita ketahui, televisi memang dapat mempengaruhi
opini dan persepsi di dalam masyarakat. Kemampuan televisi mampu
menampilkan gambar dengan jelas dan berulang-ulang baik berupa budaya, nilai,
gaya dan norma tertentu sehingga dapat membentuk citra bagi penontonnya.
Tujuan akhir dari penyampaian media televisi bisa menghibur, mendidik, kontrol
sosial, atau sebagai sumber informasi.
Menurut J.B Wahyudi, 1991, “komunikasi media massa televisi terbagi
dalam beberapa bagian yaitu siaran informasi atau pemberitaan, “news bulletin”
(berita harian), “news magazine” (berita berkala), wawancara televisi serta
laporan investigasi terhadap suatu kasus. (Kuswandi 1996, 18).
5
Kehadiran media televisi berubah menjadi alat untuk menyelidiki suatu
kasus yang terjadi di masyarakat. Dengan kata lain media televisi berupaya untuk
menyajikan berita yang ingin diketahui masyarakat di luar kenyataan dari
informasi yang telah diberikan secara formal. Oleh karena itu seiring dengan
kemajuan jaman banyak media televisi yang membentuk format jurnalisme
investigasi yang lebih tajam dalam memaparkan berita sesuai dengan kondisi dan
situasi masyarakat.
Kehadiran perkembangan media televisi saat ini mencapai tingkat yang
paling tinggi, yaitu dengan munculnya liputan-liputan investigasi yang tajam
dengan menayangkan bukti-bukti peristiwa kepada khalayak.
Media memang memberikan kontribusi pada stabilitas sosial dan pada
perubahan. Banyak isi media memberi kenyamanan pada audien dengan
memperkuat nilai-nilai sosial yang sudah ada. Pada saat yang sama, perhatian
media pada ide-ide non mainstream, baik dalam bentuk berita maupun fiksi,
membuat orang harus menilai kembali nilai mereka dan dalam kurun waktu
tertentu hal ini akan melahirkan perubahan sosial (vivian 2008: Teori Komunikasi
Massa, 521)
Namun,
pengawasan
melalui
komunikasi
massa
dapat
terbukti
disfungsional sebagaimana juga fungsi bagi masyarakat dan anggota-anggotanya.
Pertama, berita-berita yang tidak disensor mengenai dunia pada hakekatnya
mengancam struktur setiap masyarakat. Misalnya saja, informasi mengenai
kondisi-kondisi atau ideologi-ideologi di masyarakat lain bisa mengarah pada
pembandingan yang tak menyenangkan dengan kondisi-kondisi atau ideologi-
6
ideologi negara sendiri dan dengan begitu mendesakkan perubahan-perubahan.
Yang kedua, peringatan-peringatan yang tidak ditafsirkan tentang bahaya dalam
lingkungan menimbulkan panik pada khalayak. Misalnya, dalam siaran radio
Mercury Theater On The Air,Orson welles sang penyiar radio, yang menyiarkan
cerita fiksi yang menakutkan dari novel Inggris, War of the World, membuat
banyak pendengar merasa yakin bahwa drama tersebut benar-benar terjadi dan
akhirnay menimbulkan kepanikan mereka (Vivian 2008 : Teori Komunikasi
Massa, 468-469)
Dengan mengacu pada penjelasan di atas, penulis berkeinginan
mengangkat sebuah skripsi dengan judul :
“Hubungan Antara Tayangan Reportase Investigasi Trans TV dan
Tingkat Kewaspadaan Ibu-Ibu Rumah Tangga Kelurahan Bontoala
Terhadap Jajanan Pasar Tradisional”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran pada latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apakah ada hubungan antara tayangan reportase investigasi dan tingkat
kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar
tradisional.
2. Bagaimanakah
hubungan
tayangan
reportase
investigasi
dan
tingkat
kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar
tradisional.
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui adanya hubungan tayangan reportase investigasi
dengan minat belanja ibu-ibu rumah tanggaKelurahan Bontoala
terhadap jajanan pasar tradisional.
2.
Untuk mengetahui seberapa besar hubungan tayangan reportase
investigasi dengan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga
Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional.
D. Kegunaan Penelitian
1. Akademis
a. Sebagai sumbangan dan perspektif akademis bagi pengembangan ilmu
komunikasi pada umumnya dan pengembangan ilmu komunikasi pada
khususnya.
b. Mengetahui
sejauh
mana
teori-teori
komunikasi
massa
yang
dikemukakan oleh beberapa ahli dapat diterapkan penelitian sehingga
penelitian dapat dijadikan pembuktian teori komunikasi massa dalam
kenyataan yang sebenarnya.
2. Praktis
Untuk memberikan gambaran secara praktis, hasil dari penelitian
inidiharapkan mampu memberikan gambaran yang akurat mengenai
hubungan menonton tayangan reportase investigasi Trans Tv dengan tingkat
kewaspadaan di kalangan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala,
8
Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. Serta memberikan manfaat dari
pihak yang berkepentingan.
E. Kerangka Konseptual
Secara etimologi atau menurut asal katanya, komunikasi berasal dari kata
Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama
disini maksudnya adalah sama makna. Jika dua orang terlibat komunikasi,
misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan
(Effendy 1999, 9).
Komunikasi
dalam
pengertian
paradigmatis
bersifat
intensional,
mengandung tujuan. Karena itu harus dilakukan perencanaan. Sejauh mana kadar
perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dan pada
komunikan yang menjadi sasaran.
Dengan demikian komunikasi bisa dikatakan sebagai proses penyampaian
pesan dengan tujuan memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku,
baik secara lisan ataupun tak langsung melalui media.
Komunikasi dalam “bahasa komunikasi” memiliki 5 unsur pokok yaitu:
1.
Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan. Komunikator bisa
individual ataupun lembaga.
2.
Pesan, yaitu pernyataan yang didukung oleh lambang bermakna (meaningful
symbol).
3.
Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan. Biasanya dapat bersifat
homogen atau heterogen.
9
4.
Media, yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh
atau jumlahnya banyak.
5.
Efek, yaitu tanggapan, respon, atau reaksi komunikan ketika mendapat pesan
dari komunikator.
Dalam komunikasi, efek adalah akibat dari proses komunikasi. Efek dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Efek kognitif
Efek kognitif adalah efek yang timbul pada komunikan yang sifatnya
informatif bagi dirinya. Efek ini membahas bagaimana media massa dapat
membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan
mengembangkan keterampilan kognitifnya.
Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu bahwa ada kejadian heboh
di luar sana akhirnya menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan
yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan.
Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk
memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera
kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media
massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang
belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Kita
cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa
yang dilaporkan media massa.
10
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka
sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang
lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa
yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok,
profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali
timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering
ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan
seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan
menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang,
objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa.
Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang
memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia
memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial.
Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik
dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah
menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak
untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial
afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita
untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos ke surat kabar, maka
terjadilah efek prososial behavioral.
11
2.
Efek afektif
Efek afektif adalah efek yang bertujuan mempengaruhi khalayak
untuk turut merasakan iba, sedih, terharu, gembira, marah, dan sebagainya.
Faktor yang mendukung efek ini antara lain:
1.
Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita
terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi
oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan
apabila
kita
menontonnya
dalam
keadaan
sedang
mengalami
kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa
terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan
yang tidak disangka-sangka.
2.
Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang
menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film
action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul,
pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas
ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, pasti akan
tertolong juga.
3.
Situasi terpaan (setting of exposure)
Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau
film horror lainnya, bila kita menontonnya sendirian di rumah tua, ketika
hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik.
12
4.
Faktor predisposisi individual
Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh
yang ditampilkandalam media massa. Dengan identifikasi penontotn,
pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia
merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu, ketika took hidentifikasi
(disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika identifikan berhasil,
ia gembira.
3.
Efek behavioral
Efek behavioral adalah efek yang timbul pada khalayak dalam bentuk
perilaku, tindakan, atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televise atau film
akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama
Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga
mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang
anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara Smack Down
yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun,
dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek
yang sama.
Sebagai pakar komunikasi, Harold D. Lasswell mengatakan (dalam
Effendy 1999, 27) bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukkan 3
fungsi, antara lain:
1.
Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment),
penyingkapan ancaman dan kesehatan yang mempengaruhi nilai masyarakat
dan bagian-bagian unsur di dalamnya.
13
2.
Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan.
3.
Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik baik dalam
kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah yang meneruskan warisan
sosial kepada keturunan berikutnya.
Dampak, pengaruh, atau yang juga sering disebut efek media massa
merupakan salah satu dari berbagai topik yang sering mendapat perhatian dari
para pakar dan peneliti di bidang komunikasi. Secara umum, efek media oleh para
ahli biasanya diartikan sebagai apa yang terjadi akibat konsekuensi langsung
penggunaan media massa, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Menurut
jangka waktu terjadinya, efek media massa bisa dibedakan menjadi dua, yaitu
jangka pendek dan jangka panjang. Menurut sifat penerimaannya oleh khalayak,
efek tersebut juga bisa dibedakan menjadi dua yaitu disengaja atau disadari dan
tidak disengaja atau tidak disadari. Efek media massa juga dapat dilihat dari segi
tingkatan; individual, kelompok atau organisasi, lembaga sosial, masyarakat
secara keseluruhan, dan budaya, dan dilihat dari segi jenisnya; kognitif
(pengetahuan, pendapat), afektif (sikap dan perasaan), dan behavioral(perilaku)
(Gayatri, 1998).
Menurut sejarah perkembangannya, konsepsi pertama mengenai efek
media massa yang dikemukakan para ahli adalah teori peluru (the bullet theory),
teori jarum hypodermis (hypodermic neddle theory), atau teori mekanistik
stimulus-respon (the mechanistic S-R theory). Teori-teori ini dilandasi oleh
pandangan umum yang dipengaruhi oleh kekuatan propaganda pada masa Perang
Dunia I sampai dengan beberapa sebelum Perang Dunia II ketika sebagian besar
14
masyarakat merasa khawatir terhadap pengaruh propaganda gaya Hitler terhadap
Amerika Serikat melalui komunikasi massa. Meskipun demikian, sejak awal
perkembangannya penelitian efek komunikasi massa tidak menghasilkan bukti
empiris yang mendukung kebenaran teori tersebut. Sebaliknya, bukti-bukti
empiris hasil penelitian para ahli justru lebih banyak mendukung model efek
terbatas, yang dengan jelas dikemukakan Joseph Klapper dalam bukunya “The
Effect of Mass Communication” (1960). Sebagian dari generalisasi yang disusun
Klapper mengenai efek komunikasi massa adalah sebagai berikut: (1) Komunikasi
massa biasanya tidak selalu menjadi penyebab utama terjadinya efek pada
khalayak, tetapi cenderung berfungsi di antara dan melalui faktor dan pengaruhpengaruh lain yang mengantarai; (2) Faktor-faktor yang mengantarai terjadinya
efek tersebut adalah faktor-faktor yang biasanya merupakan pendukung
komunikasi massa, tetapi bukan merupakan penyebab satu-satunya, dalam proses
memperkuat kondisi yang sudah ada. Faktor-faktor tersebut menurut Klapper di
antaranya termasuk proses-proses selektif (persepsi selektif, terpaan selektif, dan
retensi selektif), proses-proses dan norma-norma kelompok, dan kepemimpinan
komunikasi.
Menurut Jack M. McLeod dan Byron Reeves (dalam Gayatri, 1998),
khusus untuk studi-studi lapangan noneksperimental, “siapa” yang terkena efek
media sering menjadi tidak jelas; cukup sering efek media diukur dari aspek
khalayak (ditingkat mikro), tetapi kesimpulan mengenai efek tersebut dibuat
dalam kaitannya dengan masyarakat yang lebih besar (di tingkat makro). Di
samping itu, pengukuran efek media massa kadang-kadang menjadi sulit
15
dilakukan karena tidak dapat diketahui hanya dari perubahan-perubahan perilaku
individual saja. McLeod dan Reeves juga menjelaskan pengukuran dampak media
massa menjadi semakin kompleks karena efek media pada dasarnya tidak sama
pada setiap orang, tetapi sebagaimana ditunjukkan oleh hasil sejumlah penelitian
efek pesan media tidak mempunyai dampak langsung atau silang karena
terjadinya sering disebabkan oleh adanya variabel ketiga yang bersifat
“kondisional”, “mendukung”, “mengantari”, atau justru yang ikut berpengaruh
pada saat yang sama.
1. Landasan Teori
A. Teori Lasswell
Dalam penelitian ini digunakan paradigma Lasswell untuk memahami
teori dalam komunikasi. Seperti yang terdapat dalam karyanya “the structure and
function of communication in society” Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik
untuk menjelaskan pengertian komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan
sebagai berikut :
“who says what in which channel to whom and with what effect”
(siapa mengatakan apa dengan saluran yang mana kepada siapa dan efek
bagaimana?).
Unsur sumber (who) mengandung pertanyaan mengenai pengendalian
pesan. Unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran
komunikasi (in which channel) menarik untuk mengkaji mengenai analisis media.
Unsur penerima (to whom) banyak digunakan untuk studi analisis khalayak.
Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan erat mengenai efek pesan pada
16
khalayak. Oleh karena itu, model Lasswell ini banyak diterapkan dalam
komunikasi massa (Wiryanto 2004, 17).
B. Teori Kultivasi
Media massa secara sengaja ataupun tidak sengaja dapat mempengaruhi
dan mengubah cara berpikir masyarakat. Dengan demikian sangat tepat apa yang
dikatakan oleh McLuhan yang juga disetujui oleh Gerbner bahwa televisi sebagai
kekuatan dominan dapat membentuk masyarakat. Tetapi tidak seperti mcluhan
yang memandang bahwa “The Medium is The Message”, gerbner percaya bahwa
kekuatan televisi berasal dari muatan simbolis drama kehidupan masyarakat.
Teori kultivasi dikembangkan sebagai salah satu cara untuk menjelaskan
pengaruh televisi terhadap masyarakat. Teori Kultivasi atau Cultivationyang
menjelaskan tentang dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap, dan nilainilai orang (Nurudin 2007, 167).
Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang
dilakukan Professor George Gerbner dan para koleganya di Annenberg School of
Communnication di Unirversity Pensylvinia Amerika Serikat.
Menurut Gebner, televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting,
anggota yang paling banyak dan paling sering berbicara.
Signorelli dalam Television’s man and dangerous world menegaskan
bahwa jika teori ini benar maka televisi mungkin memiliki dampak yang penting
tetapi tidak kentara pada masyarakat. Misalnya, teori kultivasi menyatakan bahwa
karena terlalu sering menonton televisi membuat orang merasa dunia ini adalah
17
tempat yang tidak aman. Orang-orang yang ketakutan mungkin akan menerima
penindasan apabila itu membantu mengurangi kegelisahan mereka.
Teori kultivasi menyatakan bahwa khalayak yang mengkomsumsi televisi
dengan waktu yang lama (heavy viewer) memandang dunia nyata sesuai dengan
apa yang mereka lihat di televisi (Bryant 2002, 101).
Pengkomsumsian siaran televisi dalam waktu yang lama (heavy viewing)
dapat mengkultivasi persepsi seseorang akan realitas sehingga sesuai dengan
gambaran yang ditampilkan oleh program televisi (Dominic 1996, 25).
Teori kultivasi berhubungan erat dengan proses sosialisasi yang dilakukan
oleh televisi, bukan hanya pada anak-anak tetapi juga terhadap orang dewasa. Ide
dasar dari analisis kultivasi ini adalah bagaimana heavy viewer mengkultivasi
persepsi akan realitas berdasarkan apa yang disajikan program televisi.
Teori kultivasi mengkhususkan efek jangka panjang dari terpaan media
terhadap sikap dan opini. Teori kultivasi didesain untuk melihat perubahan
sosialisasi suatu generasi secara bertahap dan dalam jangka waktu yang panjang.
Bukan jangka pendek dan perubahan yang tiba-tiba dalam keyakinan dan sikap
individu.
Efek kultivasi dikatakan sering terjadi apabila responden lebih memilih
jawaban “televisi” dibanding “jawaban kenyataan sehari-hari”. Menurut teori
kultivasi, televisi, ketika menceritakan sebuah kisah, lebih menekankan untuk
menyalurkan suatu sistem pesan yang sama berulang kali.
Fenomena lain yang ditemukan Gerbner adalah fakta bahwa sering
menyaksikan televisi menimbulkan hasil-hasil yang berbeda bagi kelompok sosial
18
yang berbeda. Mainstreaming dikatakan terjadi apabila sering menyaksikan
televisi menyebabkan pemusatan pandangan seluruh kelompok. Mainstreaming
berarti mengikuti arus, maksudnya bahwa “heavy viewer” dari berbagai kelompok
yang berbeda mengembangkan pandangan yang serupa, perbedaan-perbedaan
yang muncul karena faktor budaya dan sosial seakan berkurang. Resonance
(resonansi) terjadi ketika dampak kultivasi ditingkatkan untuk sekelompok
tertentu dalam populasi. Dengan kata lain resonansi adalah sebuah situasi dimana
pengalaman responden sesuai dengan gambaran televisi sehingga memperbesar
efek kultivasi. Bila tayangan televisi ternyata sesuai dengan pengalaman pribadi
pemirsa maka daya penanaman ideologi televisi akan semakin kuat (Severin 2007,
322).
Hasil penelitian kultivasi memang sangat mengagumkan karena bisa
memberikan perspektif yang berbeda dalam melihat efek media massa terhadap
masyarakat.
Skema Kerangka Konseptual
Hubungan tayangan reportase investigasi dengan tingkat kewaspadaan ibuibu rumah tangga Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional
 Teori Lasswell
 Teori Kultivasi
Tingkat kewaspadaan ibu-ibu
Kelurahan Bontoala terhadap
tradisional
rumah tangga
jajanan pasar
19
2. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara atas
permasalahan penelitian dimana memerlukan data untuk menguji kebenaran
dugaan tersebut.
Hipotesis nihil (H0): Tidak ada hubungan antara tayangan reportase
investigasi Trans TV dengan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga
Kelurahan Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional.
Hipotesis kerja (H1): terdapat hubungan antara tayangan reportase
investigasi dengan tingkat kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan
Bontoala terhadap jajanan pasar tradisional.
3. Definisi Operasional
1. Tayangan,menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (balai pustaka 2002,
1151) adalah sesuatu yang ditayangkan (dipertunjukkan).
2. Reportase investigasi Trans TV, adalah sebuah program berita Trans TV
yang berisi pemberitaan tentang manipulasi yang berkembang di masyarakat
seperti penggunaan bahan berbahaya pada jajanan pasar tradisional dan
penelusurannya dilakukan secara mendalam .
3. Kewaspadaan,adalah sikap keragu-raguan yang muncul akibat dari
pengetahuan baru yang didapatkan.
4. Ibu-Ibu
Rumah
Tangga
Kelurahan
Bontoalaadalah
perempuan yang telah menikah yang tinggaldi Kelurahan Bontola.
kumpulan
20
F. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode korelasional dengan pendekatan kasus melalui survey.
Yang dimaksud dengan korelasional disini adalah penelitian yang memberikan
gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin terhadap hubungan
antar variabel (dua atau lebih hubungan) tanpa ada perlakuan terhadap objek yang
akan diteliti.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pengukuran data yang menggunakan
data statistik dalam pengujiannya.
1. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang
merupakan perhatian peneliti. Objek penelitian dapat berupa makhluk hidup,
benda-benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain.
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang representatif dari
suatu populasi kemudian diteliti.
Total keseluruhan jumlah ibu-ibu di Kelurahan Bontoala, Kec. Pallangga,
Kab. Gowa adalah sebanyak 3907 (sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Gowa).
Untuk penentuan jumlah sampelberdasarkan populasi yang ada, maka
penulis menggunakan tabel Krejcie dan Gorman.
Tabel Krejcie dan Morgan
Populasi
Sampel
Populasi
Sampel
Populasi
Sampel
5
5
220
140
1200
291
21
10
10
230
144
1300
297
15
14
240
148
1400
302
20
19
250
152
1500
306
25
24
260
155
1600
310
30
28
270
159
1700
313
35
32
280
162
1800
317
40
36
290
165
1900
320
45
40
300
169
2000
322
50
44
320
175
2200
327
55
48
340
181
2400
331
60
52
360
186
2600
335
65
56
380
191
2800
338
70
59
400
192
3000
341
75
63
420
196
3500
346
80
66
440
201
4000
351
85
70
460
205
4500
354
90
73
480
210
5000
357
95
76
484
214
6000
361
100
80
500
217
7000
364
110
86
550
226
8000
367
120
92
600
234
9000
368
130
97
650
242
10000
370
140
103
700
248
15000
375
150
108
750
254
20000
377
22
160
113
800
260
30000
379
170
118
850
265
40000
380
180
123
900
269
50000
381
190
127
950
274
75000
382
200
132
1000
278
100000
382
210
136
1100
285
1000000
384
Dikutip dari Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Sumanto
1995)
Maka sampel yang diambil dari populasi ibu-ibu 3907 orang adalah 351
orang.
2. Teknik Penarikan Sampel
Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel adalah cluster
sampling. Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui
dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka
samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam
klaster-klaster yang berbeda-beda.
Misalnya, populasi pada penelitian kita adalah seluruh IbuRumahTangga
di Kota Makassar. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua data Ibu rumah
tangga dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan
sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit untuk
menyusunnya. Maka kelompok ibu rumah tangga itu kita buat berdasarkan nama
kecamatan ataupun kelurahannya. Kelompok Ibu rumah tangga itu disebut klaster.
Klaster dapat berupa kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya.
Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan
23
sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya,
wilayah penelitian kita ada di Kelurahan Panambungan, yang terdiri dari 10 RW,
maka kita dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah
penelitian dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus
dijadikan sampel (responden).
Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka
pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa
tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak
tahap (multistage cluster sampling).
3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam data
primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan (Hasan 2002, 86). Data primer dapat diperoleh dengan kuesioner,
yaitu suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan
kepada responden.
2. Data sekunder adalah data penunjang penelitian yang diperoleh dari berbagai
sumber untuk membantu menyimpulkan hasil penelitian. Data sekunder dapat
diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu mencari referensi dari buku, internet,
surat kabar, ataupun dari jurnal yang digunakan sebagai acuan serta untuk
mendapatkan landasan ilmiah yang berbentuk teoritis maupun defenisi-defenisi
guna mendapatkan pengertian dari topikpermasalahan dalam pelaksanaan
penelitian
24
4. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent variabel), yaitu variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat
(sugiyono 2006, 33). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas (X)
adalah tayangan reportase investigasi.
2. Variabel terikat (dependent variabel) yaitu variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena danya variabel bebas (sugiyono 2006, 33).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat (Y) adalah tingkat
kewaspadaan ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Bontoala.
5. Teknik Analisis Data
Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka data yang diperoleh
dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan Analisis Tabel Tunggal
yang dilakukan dengan membagi-bagikan variable penelitian ke dalam kategorikategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel Tunggal merupakan langkah
awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom, yaitu sejumlah frekuensi
dan persentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995 : 237). Data yang
diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam 3 tahapan analisa yaitu :
a) Analisa Tabel Frekuensi, Merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan
membagi-bagikan
variable
penelitian
kedalam
kategori-kategori
yang
dilakukan atas dasar frekuensi.
b) Analisa Tabel Silang, Tehnik yang digunakan untuk menganalisa dan
mengetahui variable yang satu memiliki hubungan dengan variable lainnya,
sehingga dapat diketahui apakah variable bernilai positif atau negatif.
25
c) Uji Hipotesa, adalah pengujian data statistic untuk mengetahui data hipotesa
yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji tingkat hubungan
diantara kedua variabel yang dikorelasikan, maka peneliti menggunakan
rumusChi - Square :
∑ (Ef – Of )2
X2 =
Ef
Dimana :
X2 = nilai chi kuadrat
Of = frekuensi yang di observasi (frekuensi empiris)
Ef = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
4.
Waktu Dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bontoala. Waktu penelitian
ini sendiri dimulai pada bulan Januari sampai Maret 2013.
Download