BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri teknologi informasi (IT) terus berkembang dan menjadi salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat. Pertumbuhan ditaksir mencapai 11.3 % pada tahun 2013 dengan nilai total investasi lebih dari US$ 554 Milyar (Research and Markets, Software: Global Industry Guide 2013). Akan tetapi, lebih dari dua per tiga proyek di bidang teknologi informasi berakhir dengan kegagalan (Chaos Summary, 2009). Menurut studi yang dilakukan oleh Standish Group International (2009), sebanyak 44% proyek IT mengalami kegagalan dan sebagian besar disebabkan oleh kegagalan mengelola manajemen scope. Salah satu kendala penting dalam manajemen proyek adalah scope. Project Management Institute (2010) mendefinisikan scope sebagai segala aktivitas atau pekerjaan spesifik yang diperlukan untuk memenuhi tujuan proyek. Menurut Mirza (2013), hampir semua kegagalan proyek disebabkan oleh kurangnya definisi project scope yang spesifik serta lemahnya kontrol terhadap perubahan project scope tersebut. Minimnya perhatian pada scope membuat hasil penelitian sebelumnya kurang relevan untuk diterapkan pada pemantauan beberapa proyek aktual. Kontrol yang lemah terhadap perubahan scope membuat tim pengembang hanya terfokus pada penyelesaian proyek sesuai waktu dan biaya yang ditetapkan tanpa memperhatikan aspek kualitas produk yang dihasilkan. Pada proyek pengembangan perangkat lunak, definisi scope sangat erat kaitannya dengan kualitas. Akan tetapi pada praktiknya, kebanyakan customer tidak mengetahui detil produk perangkat lunak seperti apa yang mereka butuhkan. Pada fase-fase awal perencanaan, manajer proyek dituntut untuk mampu mengestimasi system requirements dan melakukan perencanaan walaupun informasi yang tersedia sangat terbatas. Bahkan informasi requirements tersebut akan terus berubah seiring proyek berjalan. Kerumitan ini memaksa manajer proyek untuk melakukan perencanaan yang matang terutama dalam mengantisipasi ketidakpastian (Pressman, 2001). Salah satu tool yang cukup populer digunakan dalam analisis risiko adalah Bayesian Belief Network atau disebut juga Bayesian Network (BN). Bayesian Network memiliki beberapa keunggulan terutama dalam analisis yang berkaitan dengan faktor ketidakpastian. BN dapat memodelkan hubungan keterkaitan antar ketidakpastian atau risiko secara kualitatif dan kuantitatif. Di samping itu, model BN dapat dibangun tanpa adanya data historis yang lengkap karena dapat menggunakan expert judgment sebagai informasi pelengkap. Arizaga (2007) menggunakan BN untuk memonitor proyek dari sisi biaya dan waktu yang diaplikasikan pada sebuah proyek konstruksi. Ayuningtyas (2012), Sholihat (2013), dan Kusumawardani (2014) mengembangkan beberapa framework dan model dalam memonitor kemajuan proyek dengan mengintegrasikan Risk Register dan Bayesian Network (BN). Expert judgment digunakan sebagai input pada Risk Register, yang merupakan sumber informasi pada model Bayesian Network. Framework dan model yang dikembangkan oleh Sholihat (2013) dan Kusumawardani (2014) dapat diaplikasikan pada proyek yang menggunakan pendekatan kerja scrum. Namun, framework tersebut masih memiliki keterbatasan terutama dalam mengantisipasi risiko perubahan project scope. Mengacu pada hal tersebut, penelitian ini akan mengembangkan framework dan model estimasi berbasis BN pada proyek yang menggunakan kerangka kerja Rational Unified Process (RUP). Penelitian ini menggabungkan hasil kualitas dan durasi proyek sebagai parameter pencapaian proyek. Faktor biaya tidak diperhitungkan karena pada beberapa proyek IT sejenis, aktivitas – aktivitas yang terjadi umumnya didominasi oleh pembuatan dokumen dan pemrograman sistem informasi. Pekerjaan – pekerjaan tersebut berkaitan dengan faktor durasi (working hour) dan scope fitur produk yang dikerjakan. Penelitian ini melengkapi kekurangan penelitian sebelumnya sehingga dapat diaplikasikan pada proyek – proyek IT yang memprioritaskan faktor kualitas (scope). 1.2. Rumusan Masalah Kegagalan dalam mengantisipasi perubahan scope dalam proyek pengembangan perangkat lunak akan berdampak pada rendahnya kualitas produk akhir serta meningkatnya waktu penyelesaian proyek. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan framework dan model yang dapat digunakan untuk memantau dan memprediksi risiko perubahan project scope dengan memperhitungkan faktor ketidakpastian/risiko. 1.3. Batasan Masalah 1. Sistem yang diamati difokuskan pada kemajuan proyek dari sisi kualitas dan waktu. Faktor biaya tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. 2. Data yang digunakan dalam studi kasus merupakan data proyek pengembangan sistem informasi dari perusahaan IT di Indonesia. 3. Proyek pengembangan perangkat lunak menerapkan kerangka kerja Rational Unified Process. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan framework dan model untuk memantau dan memprediksi kualitas dan durasi proyek pengembangan perangkat lunak yang mengakomodasi risiko perubahan project scope. 2. Membandingkan model yang dikembangkan dengan model lain yang sudah ada. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menawarkan framework dan model baru yang lebih baik dalam memantau kemajuan proyek pengembangan perangkat lunak, terutama pada proyek yang menggunakan kerangka kerja Rational Unified Process (RUP). Model yang dihasilkan juga diharapkan dapat menjadi tool baru yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan dalam dunia software project management.