5 TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Udara merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan keadaan lingkungan sekitarnya. Udara adalah atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini (Patra, 2002). Udara bersih merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi pada saat ini udara bersih sudah sangat sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar yang padat industri dan padat lalu lintasnya. Udara yang mengandung zat pencemar disebut udara tercemar. Udara yang tercemar akan merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan berarti berkurangnya daya dukung alam terhadap kehidupan, yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia secara keseluruhan (Fardiaz, 1992). Wardhana (1995) menyatakan, bahwa udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu : 1) Karbon monoksida (CO), 2) Nitrogen oksida (NOx), 3) Hidrokarbon (HC), 4) Sulfur oksida (SOx) dan 5) Partikel. Fardiaz (1992) menyatakan, bahwa sumber pencemaran udara yang utama berasal dari transportasi/kendaraan bermotor. Sumber-sumber pencemaran lainnya berasal dari pembakaran, proses industri, pembuangan limbah dan lain-lain. Menurut Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta (1996), emisi gas buang kendaraan bermotor akan mempengaruhi kualitas udara di sepanjang ruas jalan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas udara 6 ambien. Nilai baku mutu udara ambien menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.KEP-03/MENKLH/II/1991 dapat dilihat pada Tabel 1. Table 1. Baku Mutu Udara Ambien No Parameter 1. Sulfur dioksida (SO2) 2. Karbon monoksida (CO) 3. Oksigen oksida 4. Oksidan (O3) 5. 6. 7. 8. Debu Timah hitam Hidrogen sulfida (H2S) Amonia (NH3) 9. Nitrogen oksida (NOx) 10. Hidrokarbon Sumber : Fardiaz, 1992 Baku Mutu Waktu Pengukuran 0,1 ppm (260 µg/m3) 20 ppm (2260 µg/m3) 0,1 ppm (260 µg/m3) 0,05 ppm (92,50 µg/m3) 0,26 µg/m3 0,06 µg/m3 0,03 µg/m3 2 ppm (1360 µg/m3 0,05 ppm 0,24 ppm 24 jam 8 jam 24 jam 1 jam 24 jam 24 jam 30 menit 24 jam 24 jam 3 jam Konsentrasi polutan yang melewati nilai baku mutu udara atau level toleransi, dapat menyebabkan toksisitas/keracunan bagi makhluk hidup, dan mempengaruhi kesehatan manusia. Di dalam lingkungan perkotaan terdapat berbagai macam tumbuhan yang dapat ditemukan di taman-taman kota, di pinggir jalan, di taman-taman perumahan, dan bagian-bagian lainnya. Saat ini, ditemukan keanekaragaman spesies yang sangat beragam, meskipun terancam punah akibat polusi, terutama polusi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Kualitas udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di lingkungan perkotaan. Beberapa studi menunjukkan bahwa palawija dan tumbuhan lain yang ditanam sepanjang jalur jalan utama dari wilayah pinggir kota sampai dengan pusat kota memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang rendah di lokasi sekitar kota. Efek dari masing-masing pencemar sulit untuk diketahui, dan kerusakan tumbuhan kemungkinan merupakan hasil dari interaksi pencemar 7 di udara, tetapi kadar ozon yang tinggi telah memperlihatkan kerusakan species tumbuhan dalam beberapa studi ( Nugraha, 2005). Pencemaran seperti CO dan SO telah dapat dikurangi dengan perbaikan struktur mesin dan perbaikan mutu bahan bakar. Namun polutan seperti NOx (NO, NO2) dan partikel dalam udara belum dapat ditekan melalui perbaikan struktur mesin dan perbaikan mutu bahan bakar, (Nasrullah, 1997). Nitrogen Dioksida (NO2) Udara merupakan campuran dari berbagai gas. Gas Nitrogen merupakan komponen utama dengan kadar 78,08 %, gas Oksigen kadarnya 20,95 % dan gas Karbon-dioksida sekitar 0,03 % atau 300 ppm, kemudian ada beberapa gas lainnya yang kadarnya sangat rendah. Namun dengan adanya kendaraan bermotor yang jumlahnya kian meningkat dan juga industri, udara kota menjadi tercemar oleh gas. Udara yang tercemar tidak sehat untuk pernapasan (Dahlan, 2004). Di atmosfer, nitrogen dioksida (NO2) bersama dengan nitrogen oksida (NO) merupakan kelompok gas yang paling banyak ditemui sebagai pencemar udara dibanding bentuk nitrogen oksida lainnya yang terdapat di atmosfer. Gas NO2 apabila mencemari udara mudah diamati, karena gas ini berwarna coklat kemerahan, berbau tidak sedap dan cukup menyengat. Pencemar udara dari jalan raya sebagai penyebab gangguan kesehatan di perkotaan negara maju saat ini adalah NO2. Keterkaitan antara NO2 dengan kesehatan masyarakat adalah merupakan polutan yang menyebabkan peningkatan total angka kematian karena penyakit jantung, kematian bayi, kunjungan pengidap asma di unit gawat darurat, dan perawatan penyakit paru di rumah sakit. NO2, bersama dengan volatile organic compounds (VOCs) merupakan komponen penyebab munculnya ozone (O3) dan pencemar fotokimia lainnya. O3 telah diketahui memperparah gejala asma, selain juga dapat merusak pertanian. Sifat toksisitas gas NO2 empat kali lebih kuat dibanding gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paruparu yang terkontaminasi dengan gas NO2 akan membengkak, sehingga sulit untuk bernafas dan dapat menyebabkan kematian (Wardhana, 1995) 8 Selain berdampak terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan perkotaan, emisi dari sarana transportasi turut berkontribusi terhadap perubahan atmosfer, seperti deposisi asam, penipisan ozon di stratosfer, dan perubahan iklim global. Gas buang SO2 dan NOx lebih jauh dapat memunculkan proses pengasaman di atmosfer melalui oksidasi, yang merubahnya menjadi asam sulfur dan asam nitrat. Meskipun pencemaran dari sarana transportasi masih jauh untuk menjadi sumber penipisan lapisan ozon di stratosfer, namun unit penyejuk udara (AC) dalam kendaraan bermotor ternyata ikut berkontribusi terhadap terjadinya dampak tersebut. Untuk mengetahui penyerapan gas N02 dari udara dapat digunakan gas N02 berlabel 15 N (isotop 15 N). Penggunaan nitrogen berlabel 15 N membantu dalam penelitian penyerapan/fiksasi nitrogen melalui akar maupun serapan melalui daun. Dengan menggunakan gas ini maka nitrogen yang berasal dari tanah dapat dibedakan dengan nitrogen yang berasal dari udara. Unsur nitrogen yang berasal dari udara atau serapan gas dengan menganalisa kandungan 15 15 N02 dapat diketahui N dalam jaringan tanaman. Nasrullah (1997) lebih lanjut mengatakan, bahwa untuk menguji serapan gas N02 pada berbagai tanaman digunakan kondisi yang optimum untuk penyerapan, yaitu suhu 30°C, intensitas cahaya 1000 lux dan kondisi gas 15 N sebesar 3 ppm (v/v). Kondisi ini juga sesuai dengan kondisi lingkungan di jalan (alami) dengan kelembaban udara relatif sebesar 60 %. Vegetasi Untuk dapat hidup, tanaman harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan lingkungan yang ekstrim. Kehidupan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana tanaman akan tumbuh dengan baik pada lingkungan fisik, seperti ; struktur, tekstur dan kelembaban tanah yang baik, pada lingkungan kimia, seperti ; pH tanah, ketersediaan unsur hara dan kandungan air tanah yang cukup, serta pada lingkungan biotik yang baik, seperti ; adanya unsur makhluk hidup (mikroorganisme) Penghijauan dengan menggunakan tanaman sebagai materi pokok merupakan suatu usaha penataan lingkungan. Dari tanaman, banyak sekali 9 manfaat yang dapat diambil, sehingga penghijauan dapat diartikan sebagai upaya untuk menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan, terutama pada daerah industri atau padat lalu lintas. Pohon pelindung di sepanjang jalur hijau sangat penting untuk menjaga kualitas udara perkotaan dan dapat mengurangi kadar bahan pencemar yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Tanaman dapat mengurangi masalah polusi di sekitar jalan melalui penyerapan polutan gas dan penjerapan partikel pada permukaan daun. Menurut Grey dan Daneke (1978), tanaman/pepohonan membantu dalam memindahkan butir-butir debu yang diangkut melalui udara melalui bagian permukaan daun, batang dan ranting pohon yang mampu menjerap butir-butir debu. Kemudian butir-butir debu yang menempel pada bagian permukaan pohon tersebut akan dicuci melalui proses presipitasi. Tanaman yang digunakan sebagai penghijauan kota mempunyai manfaat dalam rangka menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan. Vegetasi sebagai unsur alamiah merupakan indikator iklim mikro yang baik, seperti jalur pepohonan yang rimbun dapat mengalihkan arah angin, bayangan yang disebabkan oleh naungan pohon dapat mempengaruhi suhu dan oksigen yang diproduksi tanaman sebagai penyejuk. Tanaman jalan sampai batas tertentu dapat bermanfaat menjaga udara tetap segar dan tingkat pencemaran rendah. Tidak semua tanaman baik dijadikan sebagai tanaman pelindung dan berfungsi sebagai penyerap polutan. Ada persyaratan yang harus dipenuhi agar tanaman/pohon yang ditanam di sepanjang jalan dapat benar-benar berfungsi dan tidak menambah permasalahan yang tidak diinginkan. Pemilihan tanaman untuk penghijauan perlu didasarkan pada ketahanan terhadap partikel pencemar udara maupun kemampuan tanaman dalam menyerap partikel pencemaran udara. Banyak jenis tanaman yang cukup baik untuk ditanami sebagai tanaman pelindung tempat tertentu karena mempunyai kemampuan sebagai penyerap polutan yang cukup tinggi. Kemampuan tanaman dalam menyerap polutan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor tanaman itu sendiri. Faktor tanaman dalam menyerap dan mengakumulasi zat pencemar dipengaruhi oleh karakteristik morfologi tanaman, seperti ukuran dan bentuk daun, adanya rambut/bulu pada permukaan daun dan 10 juga tekstur daun, selain itu susunan anatomi daun juga berperan sebagai penghalang (barrier) terhadap masuknya materi dari luar, sehingga akan mempengaruhi jumlah pencemar yang terakumulasi didalam daun (Leopold dan Kriedermann, 1975). Menurut Fakuara (1987) jenis tanaman yang dipakai untuk menyerap gas adalah tanaman yang mempunyai sifat : 1. Mempunyai stomata yang banyak. Stomata atau mulut daun tempat terjadinya pertukaran gas. Gas pencemar dapat diserap tanaman melalui mulut daun. 2. Mempunyai ketahanan terhadap gas tertentu. Tanaman yang mempunyai stomata yang banyak dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gasgas yang dikeluarkan oleh industri bahkan dapat memanfaatkannya untuk proses metabolisme tanaman itu sendiri. 3. Mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. Jenis tanaman yang cepat tumbuh mempunyai daya regenerasi yang cepat pula. Hal ini sangat diperlukan untuk dapat segera berfungsi apabila jenis tanaman tersebut sewaktu-waktu harus diganti oleh jenis yang lain bila telah habis masanya. Stomata merupakan tempat pertukaran gas. Pencemaran udara masuk dalam daun melalui stomata yang terbuka (Bertnatzky, 1980). Periode terbukanya stomata biasanya bersamaan waktunya dengan keadaan yang merangsang fotosintesis (Fitter & Hay, 1994). Stoma (jamak : stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stomata mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis. Kemudian stomata akan mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Sedangkan untuk proses respirasi stomata mengambil O2 dari udara, kemudian mengeluarkan CO2. Stomata terletak di epidermis bawah. Menurut Imaningsih (2006), mekanisme pertahanan struktural terhadap lingkungan berhubungan dengan karakter anatomi antara lain seperti adanya lapisan lilin, ketebalan kutikula, kerapatan dan ukuran stomata, lentisel dan trikoma. Patra (2002) menambahkan, bahwa kerapatan stomata mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap polutan, semakin tinggi kerapatan stomata, semakin tinggi pula tingkat penyerapan polutannya. 11 Dahlan (2004) mengemukakan, kemampuan daun tanaman dalam menyerap berbagai jenis gas pencemar udara bervariasi menurut : 1. Daya kelarutan polutan tersebut di dalam air/cairan sel. Semakin tinggi tingkat kelarutannya, maka semakin mudah pula diserap oleh daun tanaman. 2. Kelembaban lingkungan di sekitar daun. Laju penyerapan polutan oleh daun ketika lembab lebih tinggi dan dapat mencapai 10 kali lebih besar dibandingkan ketika lingkungannya kering. Pada lingkungan daun yang sangat lembab, stomata daun akan membuka penuh, sehingga kemampuan serapannya pun akan meningkat. 3. Intensitas cahaya matahari. Cahaya memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas fisiologis yang kemudian menentukan daya serap pencemar oleh daun. Hal ini berhubungan dengan membuka dan menutupnya stomata. 4. Kedudukan daun. Pencemar akan mudah diserap oleh tajuk di lapisan permukaan luar daripada tajuk yang berada di bagian dalam. 5. SO2 dan NO2 mampu diserap dalam keadaan gelap, dan sebaliknya laju penyerapan akan berkurang jika dalam keadaan terang. Laju penyerapan gas N02 pada setiap tanaman berbeda, yaitu menurut spesies tanamannya. Pada tanaman evergreen dan tanaman gugur daun memperlihatkan perbedaan kecepatan mentranslokasi polutan N02 yang diserap melalui daun. Dari hasil penelitian diketahui tanaman evergreen menunjukkan laju translokasi nitrogen dari daun ke batang dan akar lebih cepat dibanding tanaman gugur daun Misawa et al (1993). Tebal daun ternyata mempengaruhi penyerapan 15 N yang ditandai dengan uji statistik yang menunjukkan bahwa ada beda nyata antara tebal dan penyerapan, baik pada kondisi gelap maupun kondisi terang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tebal daun, maka penyerapan semakin rendah atau dapat dikatakan semakin tipis daun, maka semakin tinggi penyerapan 15 N, baik pada kondisi gelap maupun kondisi terang (Patra, 2002). Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting, seperti bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. 12 Jika suhu tinggi, maka laju fotosintesis semakin tinggi yang nantinya berpengaruh terhadap stomata daun (Prawiranata et al, 1981). Nasrullah (1997) menyatakan, Suhu dan intensitas cahaya berpengaruh terhadap serapan 15 N, dimana respon tanaman berbeda diantara spesies yang diamati. Pada tanaman trembesi dan sri rejeki serapan 15 N meningkat pada suhu 20°C dan cenderung menurun pada suhu 30°C. Sedangkan pada tanaman angsana dan sapu tangan serapan 15 N cenderung meningkat sampai pada suhu 30°C. Menurut Nasrullah et al. (1997), tanaman tepi jalan dapat menurunkan konsentrasi polutan sekitar jalan. Vegetasi Cemara Criptomeria japonicum D.Don dapat mengurangi konsentrasi SPM (Suspended Particulate Matter) 9-15%. Pada kondisi angin bertiup, vegetasi tersebut mengurangi konsentrasi N02 11-17% dan 20-40% pada kondisi angin diam (kecepatan angin lebih kecil 1m/sec). Namun demikian belum banyak diketahui kemampuan jenis vegetasi lainnya dalam mengurangi konsentrasi polutan dari udara. Respirasi merupakan suatu proses pelepasan energi dari pemutusan dan pelemahan ikatan-ikatan antara karbon dengan karbon, karbon dengan H di dalam suatu molekul. Gula terdapat di dalam sel-sel, sedangkan O2 berasal dari luar atau pelepasan dari fotosintesis (Anonim, 2006). Respirasi dalam biologi adalah proses mobilisasi energi yang dilakukan jasad hidup melalui pemecahan senyawa berenergi tinggi untuk digunakan dalam menjalankan fungsi hidup. Respirasi dapat disamakan dengan pernapasan. Namun demikian, istilah respirasi mencakup proses-proses yang juga tidak tercakup pada istilah pernapasan saja. Kebanyakan respirasi yang dapat disaksikan manusia memerlukan oksigen sebagai oksidatornya. Reaksi yang demikian ini disebut sebagai respirasi aerob. Namun demikian, banyak proses respirasi yang tidak melibatkan oksigen, yang disebut respirasi anaerob. Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawasenyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O. Yang disebut substrat respirasi adalah setiap senyawa organik yang dioksidasikan 13 dalam respirasi, atau senyawa-senyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang secara relatif banyak jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air. Deskripsi Tanaman 1. Kaliandra (Calliandra surinamensis) Kaliandra adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi maksimum 12 m dengan diameter batang 20 cm. Kulit batang berwarna merah keabu-abuan yang ditutupi tentisel kecil, pucat berbentuk oval. Sistem perakaran terdiri atas beberapa akar tunjang dan akar yang lebih halus dengan jumlah cukup banyak memanjang sampai keluar permukaan tanah. Apabila dalam tanah terdapat banyak rizobium dan mikoriza, akan terbentuk simbiosa antara jamur dan bintil-bintil akar yang berfungsi mengikat N dalam udara sehingga kesuburan tanah akan dipertahankan. Bentuk daun kecil-kecil, bertekstur lebih lunak berwarna hijau tua. Panjang daun utama bisa mencapai 20 cm, lebarnya mencapai 15 cm dan pada malam hari daun-daun tersebut melipat ke arah batang. Tandan bunga berkembang dalam posisi terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar ujung batang. (Kartasubrata, 1996). Polong akan terbentuk selama dua hingga empat bulan, dan ketika sudah matang panjangnya dapat mencapai 14 cm dengan lebar 2 cm. Polong berbentuk lurus berwarna agak kecoklatan, biasanya berisi antara 8-12 bakal biji yang berkembang menjadi biji berbentuk oval dan pipih. Tanaman kaliandra dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tahan terhadap tanah asam dengan pH sekitar 4,5 dan rendah unsur haranya. Tanaman kaliandra akan tumbuh subur dengan cepat dan rapat pada lahan terbuka dan miskin unsur haranya (lahan marginal), namun tidak tumbuh dengan baik pada lahan yang drainasenya buruk. Di Meksiko dan Amerika Tengah tanaman ini tumbuh di berbagai habitat dari dataran rendah sampai ketinggian 1860 m. Pohon kaliandra sering dijadikan sebagai tanaman untuk penghijaun pada lahan-lahan kritis atau kurus akan unsur hara. 14 2. Petai (Parkia speciosa Hassk) Petai (Parkia speciosa) merupakan pohon tahunan tropika dari suku polongpolongan (Fabaceae), anak-suku petai-petaian (Mimosoidae). Tumbuhan ini tersebar luas di Nusantara bagian barat. Bijinya, yang disebut "petai" juga, dikonsumsi ketika masih muda, baik segar maupun direbus. Pohon petai menahun, tinggi dapat mencapai 20 m dan kurang bercabang. Daunnya majemuk, tersusun sejajar. Bunga majemuk, tersusun dalam bongkol (khas Mimosoidae). Bunga muncul biasanya di dekat ujung ranting. Buahnya besar, memanjang, bertipe buah polong. Dari satu bongkol dapat ditemukan sampai belasan buah. Dalam satu buah terdapat hingga 20 biji, yang berwarna hijau ketika muda dan terbalut oleh selaput agak tebal berwarna coklat terang. Buah petai akan mengering jika masak dan melepaskan bijibijinya. Petai banyak ditanam pada lahan-lahan pertanian sebagai pembatas lahan dan pada lahan bantaran sungai untuk menahan erosi. 3. Saga pohon (Adenantera pavonina L) Tanaman saga termasuk family fabaceae sub family mimosaceae yang berbentuk pohon. Katinggian pohon mencapai 30 m, daunnya kecil berbentuk persegi panjang lonjong dan tersusun menyirip, bunga dan daun berwarna merah. Pohon saga dapat tumbuh di daerah tropis sampai pada ketinggian 600 m dpl. Tidak memerlukan pemeliharaan khusus, dapat tumbuh pada berbagai topografi dan berbagai keadaan tanah. Di Indonesia tanaman saga pohon sudah lama dikenal sebagai tanaman hias, pagar dan tanaman pinggir jalan sebagai tanaman peneduh. 4. Asam Jawa (Tamarindus indica) Termasuk ke dalam family fabaceae sub family Caesalpiniaceae, tumbuhan asli Afrika tropis yang sekarang tersebar luas di daerah panas, merupakan pohon yang tinggi dan indah, ketinggiannya mencapai 25 m dan memiliki bentuk tajuk bulat, daunnya merupakan daun majemuk kecil-kecil berwarna hijau, bunga berwarna kemerahan dan akan berubah menjadi kuning kemudian putih jika telah dewasa. Buah asam adalah buah polong berwarna 15 coklat, pohonnya banyak ditanam sebagai pohon peneduh pinggir jalan. Pohon asam dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terbuka, baik dataran rendah maupun dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 800 m dpl. Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman pinggir jalan, selain karakter pohonnya yang kuat, juga mempunyai bentuk tajuk yang rindang, sehingga sangat baik sebagai pohon peneduh 5. Gamal (Gliricidia sepium) Gamal adalah nama sejenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku fabaceae alias leguminosae). Sering digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh, perdu atau pohon kecil ini merupakan salah satu jenis leguminosa multiguna yang terpenting setelah lamtoro (Leucaena leucocephala). Perdu atau pohon kecil, biasanya bercabang banyak, tinggi 2–15m dan gemang (besar batang) 15-30 cm, kadang kala beralur dalam pada batang yang tua, menggugurkan daun di musim kemarau. Daun majemuk menyirip ganjil, panjang 15-30 cm, ketika muda dengan rambut-rambut halus seperti beledu. Anak daun 7–17 pasang yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan, bentuk jorong atau lanset, 3-6 cm × 1,5-3 cm, dengan ujung runcing dan pangkal membulat. Helaian anak daun gundul, tipis, hijau di atas dan keputih-putihan di sisi bawahnya. Karangan bunga, muncul ketika daun berguguran. Karangan bunga berupa malai berisi 25-50 kuntum, 5-12 cm panjangnya. Bunga berkelopak 5, hijau terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang berwarna putih, umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau. Buah polong berbiji 3-8 butir, pipih memanjang, dengan ukuran 10-15 cm × 1.5-2 cm, hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman, memecah ketika masak dan kering, melontarkan biji-bijinya hingga sejauh 25 m dari pohon induknya. Habitat asli gamal adalah hutan gugur daun tropika, di lembah dan lerenglereng bukit, sering di daerah bekas tebangan dan belukar. Pada elevasi 01600 m dpl. Pohon gamal banyak digunakan sebagai pohon untuk penghijauan lahan dan pohon pinggir jalan. 16 6. Lamtoro (Leucaena leucephala) Lamtoro adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polongpolongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Berasal dari Amerika tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan, dan kemudian menyebar ke pulau-pulau yang lain di Indonesia. Oleh sebab itu, tanaman ini di Malaysia dinamai petai jawa. Pohon atau perdu, tinggi hingga 20 m, meski kebanyakan hanya sekitar 10 m. Percabangan rendah dan banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat. Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang, 6-16 mm × 1-2 mm, dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai. Bunga majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25 - 30°C), ketinggian di atas 1000 m dpl dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kekeringan, tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650-3.000 mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun, akan tetapi termasuk tidak tahan penggenangan. Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman penghijauan lahan, karena tingkat pertumbuhannya yang sangat cepat sehingga bisa mengembalikan kualitas lahan yang sudah kurus akan unsur hara. 7. Flamboyan (Delonix regia) Flamboyan adalah tanaman hias berbentuk pohon dengan perilaku unik dan penuh warna. Tingginya bervariasi dan paling tinggi mencapai 12 m. Ia 17 menyukai tempat terbuka dan cukup sinar matahari. Batangnya licin, berwarna cokelat kelabu dengan teras sangat keras, berat, dan tahan air atau serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika ditanam di trotoar bisa mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk pohonnya yang bercabang banyak dan melebar seolah membentuk payung raksasa. Bentuk daun majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan yang khas dan memberikan kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun yang berteduh di bawahnya. Daun-daunnya akan terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal musim kemarau. Barulah ketika memasuki pertengahan kemarau, daun-daun flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya mengering, meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus dan gundul. Tampaknya, inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan perubahan lingkungannya. Flamboyan adalah pohon yang sangat cepat pertumbuhannya hingga mencapai 15 m per tahun dan toleran terhadap lahan-lahan asam sampai lahan basa, seperti tanah liat sampai tanah yang porositasnya cukup tinggi. Memerlukan sinar matahari penuh sepanjang hari. Flamboyan sangat toleran terhadap musim kering, tetapi sangat baik dengan air yang teratur di dalam masa pertumbuhannya. Flamboyan banyak dijadikan sebagai tanaman pinggir jalan, disamping pohonnya yang kuat dan besar sebagai peneduh, juga menampilkan visualitas yang bagus dengan warna dan bentuk bunganya yang menarik. 8. Sengon (Paraseriathes falcataria) Sengon (jeunjing) adalah nama sejenis pohon penghasil kayu anggota suku Fabaceae. Pohon yang diklaim memiliki pertumbuhan tercepat di dunia ini, dapat mencapai tinggi 7 m dalam waktu setahun, nama ilmiahnya adalah Paraserianthes falcataria. Pohon, berukuran sedang sampai agak besar, mencapai tinggi 40 m dan gemang hingga 100 cm atau lebih. Batang utama umumnya lurus dan silindris, dengan tinggi batang bebas cabang (clear bole) mencapai 20 m. Pepagan berwarna kelabu atau keputih-putihan, licin atau agak berkutil, dengan jajaran lentisel. Bertajuk rindang dan renggang. Ranting yang muda bersegi, berambut. Daun majemuk menyirip ganda, 18 dengan satu kelenjar atau lebih pada tangkai atau porosnya, 23-30 cm. Siripsirip daun berjumlah 6-20 pasang, masing-masing berisi 6-26 pasang anak daun yang berbentuk elips sampai memanjang, dengan ujung yang sangat miring, runcing. Bunga berkelamin dua, terkumpul dalam bulir yang bercabang, 10-25 cm, terletak di ketiak daun. Berbilangan 5, kelopak bunga bergigi setinggi lk. 2 mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih dan lalu menjadi kekuningan, berambut, tinggi lk. 6 mm. Benangsari berjumlah banyak, putih, muncul keluar mahkota, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung. Buah polong tipis serupa pita, lurus, 6-12 × 2 cm, dengan tangkai sepanjang 0,5-1 cm. Polong memecah sepanjang kampuhnya. Biji 16 atau kurang Habitat asli P. falcataria adalah hutan-hutan primer, namun kemudian sering ditemui di hutan sekunder dan dataran banjir di tepian sungai, serta kadangkadang di hutan pantai. Jeungjing cocok di tempat yang beriklim basah hingga agak kering, mulai dari dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 1.500 m dpl. Pohon ini dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah becek maupun yang agak asin, sehingga pohon ini banyak digunakan sebagai tanaman untuk reboisasi lahan, karena ketahanan tumbuhnya pada berbagai kondisi lahan. Tetapi tidak jarang pohon ini juga dijadikan sebagai tanaman pinggir jalan sebagai pohon peneduh.