potensi karbon tersimpan di taman kota 1 bumi serpong damai (bsd)

advertisement
POTENSI KARBON TERSIMPAN
DI TAMAN KOTA 1 BUMI SERPONG DAMAI (BSD),
SERPONG, TANGERANG SELATAN, BANTEN
YUDHI NUGRAHA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
POTENSI KARBON TERSIMPAN
DI TAMAN KOTA 1 BUMI SERPONG DAMAI (BSD), SERPONG,
TANGERANG SELATAN, BANTEN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Yudhi Nugraha
107095002480
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 17 Agustus 2011
Yudhi Nugraha
107095002580
ABSTRAK
Yudhi Nugraha. Potensi Karbon Tersimpan di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai
(BSD), Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Pemanasan global merupakan salah satu isu lingkungan utama di abad ini.
Emisi karbon dioksida (CO2) merupakan penyebab utama pemanasan global. Ruang
terbuka hijau (RTH) seperti taman kota berperan penting dalam mitigasi pemanasan
global dan perubahan iklim di kawasan perkotaan karena mampu mereduksi CO2 dari
atmosfer melalui mekanisme sekuestrasi karbon. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis potensi Taman Kota I Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang dalam
menyimpan karbon pada tegakan pohon, akar dan tanah. Pengambilan data untuk
karbon tersimpan dilakukan pada sepuluh plot kuadrat berukuran 25 m  25 m dengan
mengukur biomassa tegakan pohon, biomassa akar dan kandungan organik tanah.
Biomassa tegakan dan akar pohon dihitung berdasarkan persamaan alometri, dengan
kandungan karbon dihitung sebagai 48% dari biomassa. Kandungan organik tanah
dilakukan dengan menghitung bobot isi dan persentase kandungan organik tanah.
Pada plot pengamatan tercatat 20 jenis pohon yang tergolong ke dalam 13 famili,
dengan jenis pohon dominan yaitu Roystonea regia (INP = 75,99%). Potensi karbon
tersimpan terbesar terdapat pada tegakan pohon, yaitu 86,28 tonC/ha, diikuti oleh akar
pohon dan tanah sebesar 26,25 tonC/ha dan 2,58 tonC/ha. Potensi karbon tersimpan
pada Taman Kota 1 BSD dengan luas area 2,5 ha adalah 287,8 ton.
Kata Kunci: karbon tersimpan, biomassa, karbon organik tanah, Taman Kota I BSD
i
ABSTRACT
Yudhi Nugraha. Carbon Storage Potential in Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai
(BSD), Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Undergraduate Thesis. Biology
Department. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta. 2011.
Global warming is one of the main environmental problems of this millennium.
Carbon dioxide emission is considered the main cause for global warming. Green
open spaces such as urban parks play important role in global warming and climate
change mitigation by reducing carbon dioxide levels through sequestration
mechanism. This study aimed to estimate carbon storage potential of standing tree,
root and soil in Taman Kota I Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang. Carbon data
were taken from eleven 25 m × 25 m plots in which tree biomass, roots biomass and
soil were measured. Carbon organic content in tree and root biomass was converted
using 48% conversion factor. Carbon organic content in soil was calculated from bulk
density and percentage of organic carbon. Based on vegetation analysis 20 species
which consisted of 13 families were found with the most dominant tree was
Roystonea regia (INP = 75,99%). The highest carbon storage potential was found in
standing trees (86,28 tonC/ha), Followed by root and soil with carbon storage
potential of 26,25 tonC/ha and 2,58 tonC/ha. The total carbon storage potential in
Taman Kota 1 BSD with an area of 2,5 ha was 287,8 ton.
Key words: carbon storage, tree biomass, soil organic carbon, Taman Kota I BSD
ii
KATA PENGANTAR
Pengabdian dan keberserahan diri ini hanya milik Allah Subhanahu
wata’ala Sang Pemilik kerajaan tertinggi dengan segala kebesaran cinta kasih
dan sayang-Nya yang ditranformasikan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada
tauladan besar Nabiyullah Muhammad shalallahu alaihi wassalam manusia
paling berpengaruh dalam sejarah bumi dan semesta alam.
Skripsi berjudul “Potensi Karbon Tersimpan di Taman Kota 1 Bumi
Serpong Damai” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan
selesainya skripsi penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya.
2. Dr. Lily Surayya EP., M.Env.Stud. selaku Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta serta telah menjadi pembimbing I yang dengan ikhlas memberikan
bantuan, saran dan bimbingannya selama melaksanakan penelitian hingga
selesainya skripsi ini.
3. Dini Fardila, M.Si selaku pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dasumiati, M.Si, Priyanti, M.Si, Narti Fitriana, M.Si selaku penguji yang telah
memberikan nasihat dan wejangan berarti bagi penulis.
iii
5. Seluruh Dosen prodi Biologi, terima kasih atas semua ilmu yang telah
diberikan, semoga bisa terus bermanfaat untuk penulis.
6. Abi Ummi dan keluarga besar Babay As’ad ibn Mustakar dan Munara ibn
Kasiman tercinta yang memberikan doa, semangat, dan kebutuhan materil
selama penelitian dan penulisan skripsi ini kepada penulis.
7. Agus Haerudin, Asep Saefudin, E. Afrianti, Adinda Permanasari dan seluruh
keluarga besar Sukri Yunus termasuk besan dan cucunya.
8. Teman-teman
di
Badan
Eksekutif
Mahasiswa
Universitas,
Kongres
Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas, Himpunan Biologi
Periode 2010-2011 dan kawan-kawan aktifis lainnya.
9. Teman-teman Biologi angkatan 2007 yang sama-sama saling mendoakan.
10. Heru, Amin, Luqman, Uki, Fachri, Irvan, Ade, Dede, Mulya, Galih, Jael dan
Ria serta kawan-kawan terdekat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut diatas.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna,
untuk itu saran dan kritik yang membangun masih diharapkan.
Ciputat, 17 Agustus 2011
Penulis.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3. Hipotesis ....................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1. Siklus Karbon ................................................................................ 5
2.2. Proses Fotosintesis dalam Proses Sekuestrasi ................................ 6
2.3. Karbon Tersimpan ......................................................................... 7
2.4. Biomassa ....................................................................................... 10
2.4.1. Biomassa Tegakan Pohon .................................................... 11
2.4.2. Biomassa Akar .................................................................... 12
2.5. Kandungan Organik Tanah ............................................................ 12
2.6. Analisi Vegetasi............................................................................. 14
2.5. Taman Kota ................................................................................... 15
2.5. Bumi Serpong Damai..................................................................... 19
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 21
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................... 21
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................ 22
3.3. Cara Kerja .................................................................................... 22
3.3.1.Penentuan Jumlah dan Ukuran Plot ....................................... 22
3.3.2. Analisis Vegetasi ................................................................ 23
3.3.3. Pengukuran Biomassa .......................................................... 24
3.4. Analisis Data ................................................................................ 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
28
4.1 Indeks Nilai Penting Vegetasi Pohon ............................................ 28
4.2. Karbon Tersimpan ........................................................................ 32
4.2.1. Karbon Tersimpan pada Tegakan Batang ............................. 32
4.2.2. Karbon Tersimpan pada Tegakan Akar ................................ 34
4.2.3. Kandungan Organik Tanah .................................................. 36
4.2.4. Karbon Tersimpan Total ...................................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 41
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 41
5.2 Saran .............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
42
LAMPIRAN .................................................................................................................
47
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Indeks Nilai Penting Pohon di Lokasi Penelitian................................... 31
Tabel 2 Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Lokasi Penelitian ..................... 34
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Siklus Karbon ................................................................................... 6
Gambar 2 Lokasi Penelitian ............................................................................. 21
Gambar 3 Citra Satelit Taman Kota 1 BSD ....................................................... 22
Gambar 4 Nilai Kerapatan dan Karbon pada Tegakan Batang ........................... 33
Gambar 5 Nilai Kerapatan dan Karbon pada Tegakan Akar............................... 35
Gambar 6 Nilai Kerapatan dan Karbon pada Karbon Organik Tanah ................. 36
Gambar 7 Karbon Tersimpan Pada Tegakan Batang, Akar dan Tanah ............... 39
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Cara mengukur dbh pada berbagai bentuk batang ........................... 47
Lampiran 2 Cara menentukan ukuran plot ......................................................... 48
Lampiran 3 Cara menentukan jumlah plot ......................................................... 49
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perubahan iklim merupakan salah satu masalah lingkungan yang dialami
dunia saat ini. Salah satu faktor penyebab perubahan iklim adalah pemanasan
global. Pemanasan global salah satunya disebabkan oleh emisi gas rumah kaca
(GRK). Salah satu GRK yang berpengaruh besar dalam peningkatan suhu
permukaan bumi adalah karbon dioksida. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer
telah mengalami peningkatan dari era pra industri pada tahun 1750 yaitu 280 ppm
menjadi 378 ppm pada tahun 2005 (Solomo dkk., 2007). Peningkatan GRK salah
satunya dipicu oleh pemakaian bahan bakar fosil untuk energi dalam bidang
industri maupun transportasi (Lathief, 2008).
Menyadari adanya permasalahan tersebut, dunia internasional berupaya
menstabilkan konsentrasi gas-gas penyebab GRK melalui sebuah konvensi kerja
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim United Nations for
Climate Change Convention (UNFCCC). Pertemuan Conference of Parties ke-13
(COP 13) telah menghasilkan kesepakatan untuk mendukung negara-negara
berkembang dalam mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi atau dikenal
dengan program Reduced Emissions from Deforestation and Degradation
(REDD). Program REDD merupakan salah satu skema yang memungkinkan
negara berkembang untuk menjaga lahan hijaunya dan mendapatkan insentif dari
hasil penyerapan karbon atau berkurangnya emisi akibat kerusakan lahan hijaunya
(Roswiniarti dkk., 2008).
1
2
Berkaitan dengan fenomena perubahan iklim ini, tumbuhan mempunyai
peranan penting karena dapat menyerap dan menyimpan karbon sebagai biomassa
melalui mekanisme sekuestrasi (Hairiah, 2007). Salah satu cara untuk mengurangi
dampak pemanasan global adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon
melalui pengembangan program sink, dimana karbon organik sebagai hasil
fotosintesis akan disimpan dalam biomassa tegakan pohon berkayu. Dalam rangka
pengembangan program ini diperlukan data-data pendugaan kandungan biomassa
karbon (Nurmi, 2009).
Menurut Brown (1997), hampir 48% dari biomassa pohon adalah karbon.
Pohon melalui proses fotosintesis menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan
mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam
biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan-lain-lain.
Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan
produktivitas primer (Sutaryo, 2009)
Penelitian tentang urgensi pohon dan tanah sebagai penyimpan karbon
telah banyak dilakukan di ekosistem hutan alami dan hutan produksi (Ginoga dkk,
2005; Rahma, 2008; Nuraziza, 2008; Bakri, 2009). Meskipun demikian, informasi
tentang simpanan karbon di kawasan perkotaan masih belum banyak. Vegetasi
pohon pada ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan dapat berperan sebagai
“kantung-kantung hijau” penyerap dan penyimpan karbon, begitu pula dengan
tanah. Penelitian karbon tersimpan pada RTH akan menunjukan nilai kepentingan
konservasi RTH tersebut dalam upaya mitigasi perubahan iklim di kawasan
perkotaan.
3
Dalam membangun suatu kota, aspek lingkungan penting diperhatikan,
karena dengan adanya lingkungan yang baik maka seluruh kegiatan dalam suatu
kota dapat berjalan dengan lancar. Salah satu pengembang permukiman di
kawasan perkotaan yang berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan adalah PT.
Bumi Serpong Damai Tbk. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah taman
kota yang berada di kawasan perumahan Bumi Serpong Damai (BSD). Taman
kota mempunyai peranan yang besar sebagai penyerap karbon di lingkungan
sekitarnya. Dilihat dari lokasinya, Taman kota 1 BSD berdekatan dengan tempat
aktivitas manusia, lalu lintas kendaraan dan pembangunan-pembangunan. Dengan
kenyataan ini, maka penelitian mengenai karbon di kawasan BSD perlu dilakukan
untuk mengetahui nilai kepentingan RTH tersebut dalam menyerap dan
menyimpan karbon sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim di kawasan
Serpong, Tangerang Selatan.
1.2
Perumusan masalah
Berapa besar potensi karbon tersimpan pada tegakan pohon, akar pohon,
dan tanah di Taman Kota 1 BSD?
1.3
Hipotesis
Tegakan pohon menyimpan karbon lebih besar dibanding akar pohon dan
tanah.
4
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi potensi karbon tersimpan
dalam tegakan pohon, akar pohon, dan tanah di Taman kota 1 BSD.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai:
1. Sumber informasi bagi pengelola taman kota maupun Pemerintah Kota
Tangerang Selatan mengenai potensi penyerapan dan penyimpanan karbon
oleh tegakan pohon, akar pohon dan tanah di Taman kota 1 BSD.
2. Acuan bagi PT. BSD Tbk. dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk
meningkatkan jumlah dan jenis pohon agar dapat menyerap dan menyimpan
karbon lebih banyak dalam rangka mitigasi pemanasan global di kawasan
perkotaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Karbon
Jenis gas rumah kaca (GRK) yang memberikan sumbangan paling besar
terhadap pemanasan global adalah karbon dioksida. Kenaikan kadar karbon
dioksida dipercepat dengan berkembangnya teknologi yang menggunakan bahan
bakar dari biomassa fosil (Arifin, 2001). Konsentrasi GRK di atmosfer dari waktu
ke waktu terus meningkat yang telah dilepas ke atmosfer dalam kurun waktu 148
tahun yaitu dari tahun 1850 sampai 1998. Penyumbang pemanasan global yang
terbesar adalah karbon dioksida sebesar 61%, diikuti oleh metana (CH4) sebesar
15%, chlorofluorocarbon (CFC) sebesar 12%, dinitrogen monoksida (N2O)
sebesar 4% dan sumber lain sebesar 8% (Muhdi, 2008).
Menurut Samsul (2007), karbon dapat dijumpai di atmosfer sebagai
karbon dioksida, di dalam jaringan tubuh mahluk hidup, dan terbesar dijumpai
dalam batuan endapan serta bahan bakar fosil yang terdapat di dalam perut bumi.
Karbon masuk ke dalam tubuh suatu organisme melalui rantai makanan. Karbon
dioksida diserap oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis dan disimpan
sebagai biomassa pada berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam
dedaunan hijau kemudian masuk ke tubuh organisme melalui proses pencernaan
dan kembali ke udara melalui proses respirasi. Rangkaian proses ini
menghasilkan siklus yang lengkap yang disebut dengan siklus karbon (Gambar 1).
Meskipun demikian, tidak semua karbon pada tubuh organisme kembali ke
5
6
atmosfer, sebagian ada yang terikat membentuk biomassa tubuh (Wirakusumah,
2003).
Jumlah karbon di atmosfer dipengaruhi oleh besarnya hasil proses
fotosintesis, respirasi tegakan, respirasi serasah dan respirasi tanah. Jumlah karbon
dalam bentuk karbon bebas juga sangat dipengaruhi oleh tambahan dari luar
sistem seperti kebakaran hutan, letusan gunung dan sebagainya (Muhdi, 2008).
Gambar 1. Siklus Karbon
(Sumber:http://www.bom.gov.au/info/climate/change/gallery/9.shtml)
2.2
Peran Fotosintesis dalam Proses Sekuestrasi
Fotosintesis adalah proses pembentukan makanan yang dilakukan oleh
tumbuhan hijau dan beberapa mikroorganisme fotosintetik. Organisme yang
mampu mensintesis makanannya sendiri disebut sebagai organisme autotrof.
Organisme autotrof dalam rantai makanan menduduki peran sebagai produsen.
Pada prinsipnya komponen yang dibutuhkan dalam reaksi fotosintesis adalah CO2
7
yang berasal dari udara dan air yang diserap dari dalam tanah. Sesuai dengan
namanya, reaksi ini membutuhkan cahaya matahari sebagai energi dalam
pembuatan atau sintesis senyawa gula dan oksigen (Longman dan Jenik, 1987).
Tumbuhan hijau, hewan dan organisme lain berperan aktif dalam
kelangsungan siklus karbon. Karbon dioksida merupakan salah satu komponen
pokok untuk berlangsungnya fotosintesis. Dengan bantuan energi cahaya CO2 dan
H2O oleh tumbuhan hijau akan diubah menjadi senyawa organik berupa glukosa
(C6H12O6) dan oksigen (O2) melalui reaksi yang disederhanakan di bawah ini.
C6H12O6 + 6 O2  6 CO2 + 6 H2O
Menurut Hairiah (2007), tumbuhan memerlukan sinar matahari, karbon
dioksida yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah
untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, karbon dioksida oleh
tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh
tanaman dan akhirnya disimpan dalam organ tumbuhan seperti daun, batang,
ranting, bunga dan buah. Proses penyimpanan karbon dalam berbagai organ
tumbuhan dinamakan proses sekuestrasi (C-sequestration). Pengukuran jumlah
karbon yang disimpan dalam tubuh tumbuhan hidup atau biomassa pada suatu
lahan dapat menggambarkan banyaknya karbon dioksida di atmosfer (Asdak,
2002).
2.3
Karbon Tersimpan
Adanya tumbuhan sebagai penyimpan karbon menyebabkan konsentrasi
karbon dioksida di atmosfer menurun (Bouwman, 1990). Melalui fotosintesis,
karbon dioksida diserap dan diubah oleh tumbuhan menjadi karbon organik dalam
8
bentuk biomassa. Biomassa merupakan suatu penyerapan energi yang dapat
dikonversi ke dalam bentuk karbon, alkohol maupun kayu. Kandungan karbon
absolut dalam biomassa atau jumlah karbon yang tersimpan pada suatu biomassa
dikenal dengan istilah carbon storage atau karbon tersimpan.
Tumbuhan merupakan salah satu tempat penimbunan atau penyimpanan
karbon (C sink). Salah satu cara untuk mengurangi dampak pemanasan global
adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan
program sink, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan
dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu (Hairiyah, 2007)
Dalam rangka pengembangan program ini diperlukan data-data pendugaan
kandungan biomassa karbon, sehingga tersedianya model yang memudahkan
dalam pendugaan kandungan biomassa karbon sangat diperlukan. Untuk
menjawab kebutuhan tersebut maka dilakukan studi tentang teknik mengestimasi
kandungan karbon hutan. Pendugaan kandungan karbon dapat dilakukan
menggunakan pendekatan biomassa dimana hampir 48% biomassa dari vegetasi
hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997).
Menurut Sutaryo (2009), biomassa hutan sangat relevan dengan isu
perubahan iklim. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia
terutama dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50%
diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi
kerusakan hutan, kebakaran dan pembalakan akan menambah jumlah karbon di
atmosfer. Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan
siklus karbon. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup
9
pertukaran atau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer
dan atmosfer bumi (Muhdi, 2008).
Vegetasi, tanah laut dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang
berpindah secara dinamis diantara tempat-tempat penyimpanan sepanjang waktu.
Tempat penyimpanan ini disebut dengan kantong karbon aktif (active carbon
pool). Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan karbon dengan
meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon
yang tersimpan di hutan, tetapi hal ini tidak menambah jumlah keseluruhan
karbon yang berinteraksi di atmosfer. Simpanan karbon lain yang penting adalah
deposit bahan bakar fosil. Simpanan karbon ini tersimpan jauh di dalam perut
bumi dan secara alami terpisah dari siklus karbon di atmosfer, kecuali jika
simpanan tersebut diambil dan dilepaskan ke atmosfer ketika bahan-bahan
tersebut dibakar (Sutaryo, 2009).
Karbon dioksida berada di atmosfer dalam konsentrasi yang rendah yakni
sekitar 0,03%. Siklus karbon termasuk dalam siklus yang sangat cepat karena
tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas ini. Setiap tahun,
tumbuhan mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan karbon dioksida yang
terdapat di atmosfer yang diseimbangkan melalui respirasi. Sejumlah karbon bisa
dipindahkan dari siklus karbon dalam waktu yang lebih lama. Hal ini terjadi
misalnya, ketika karbon terakumulasi di dalam kayu atau bahan organik yang
tahan lama lainnya. Perombakan metabolik oleh detritivora akhirnya mendaur
ulang karbon ke atmosfer sebagai karbon dioksida. (Campbell dkk., 2002).
Menurut Hairiah (2007), kebanyakan karbon dioksida di udara
dipergunakan oleh tanaman selama fotosintesis dan memasuki ekosistem melalui
10
serasah tanaman yang jatuh dan akumulasi karbon dalam biomassa (tajuk)
tanaman. Separuh dari jumlah karbon yang diserap dari udara bebas tersebut
diangkut ke bagian akar berupa karbohidrat dan masuk ke dalam tanah melaui
akar-akar yang mati.
2.4
Biomassa
Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau
volume tertentu (Intergovernmental Panel on Climate Change, 1995). Biomassa
juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu
pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown,
1997).
Menurut Kusmana (1993), biomassa dapat dibedakan ke dalam dua jenis
yaitu biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah (aboveground biomass) dan
biomassa di bawah permukaan tanah (belowground biomass). Biomassa atas
permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari
kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari
vegetasi baik strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.
Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup.
Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal
ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari
ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan
serasah (Sutaryo, 2009).
Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbon
dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui
11
proses fotosintesis. Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto.
Laju pengikatan biomassa bergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari,
intensitas penyinaran, suhu, dan ciri-ciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari
hasil respirasi yang dilakukan tumbuhan disebut produktivitas primer bersih
(Anwar dkk., 1984).
2.4.1 Biomassa Tegakan Pohon
Proporsi terbesar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada
komponen pepohonan. Menurut Muhdi (2008), jumlah karbon dalam tegakan
pohon dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi dari tegakan pohonyang
akan mempengaruhi jumlah karbon dioksida bebas di atmosfer. Hubungan timbal
balik ini merupakan proses pengikatan dan pelepasan karbon bebas di atmosfer
menjadi karbon terikat pada tegakan pohon. Tegakan pohon menggunakan energi
cahaya matahari untuk memecah molekul air dan menggabungkannya dengan
karbon dioksida untuk dijadikan karbohidrat.
Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa
pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang
didasarkan pada pengukuran diameter batang (Brown, 1997). Alometrik
didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan
ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari
keseluruhan
organisme.
Dalam
studi
biomassa
pohon
persamaan
alometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter
atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo, 2009)
12
2.4.2 Biomassa Akar
Menurut Hairiyah (2007), akar mentransfer kabon dalam jumlah besar
langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada
tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2
mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus dari
tumbuhan yang lebih pendek daur hidupnya.
Pengambilan data biomassa akar merupakan bagian yang sulit dan tidak
memiliki keakuratan sebaik yang dimiliki komponen vegetasi lainnya. Penggalian
seluruh bagian akar hampir mustahil untuk dilakukan, demikian juga pemilahan
akar-akar yang halus secara individu tanpa tercampur dengan akar dari pohon lain
yang ada di sekitarnya. Karena sulit untuk mengambil sampel, pendekatan yang
kerap dipakai adalah dengan menggunakan rasio akar dan batang.
Menurut Schmid-Haas dan Bachofen (1991) dalam Gartner dan Braker
(2004), ukuran diameter akar berkorelasi positif dengan diameter batang. Oleh
karena itu untuk menentukan biomassa dan simpanan karbon pada akar dapat
diestimasi dari nilai biomassa dan simpanan karbon pada tegakan batang
2.5
Karbon Organik Tanah
Menurut Muhdi (2008), jumlah karbon di dalam tanah selain dipengaruhi
oleh jumlah karbon yang ada dalam tegakan juga dipengaruhi oleh jumlah karbon
dalam serasah. Proses respirasi tanah yang dipengaruhi oleh suhu akan melepas
karbon terikat menjadi karbon dioksida ke atmosfer.
Sebagian besar karbon bumi atau sebanyak 75% di lapisan satu meter dari
permukaan tanah (Muhdi, 2008). Peningkatan penyimpanan karbon dalam tanah
13
dapat dilakukan dengan meningkatkan masukan sumber karbon dan mengurangi
kehilangan melalui mineralisasi. Sisa tumbuhan, hewan dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh
organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah dan dinamakan
bahan organik tanah.
Penentuan karbon bahan organik tanah dilakukan dengan dua macam
sampling yakni sampling tanah terganggu untuk mendapatkan nilai karbon
organik dan sampling tanah tidak terganggu untuk mendapatkan nilai bobot isi.
Sampling tanah terganggu dilakukan dengan mengambil tanah dari kedalaman
tertentu
sedangkan
sampling
tanah
tidak
terganggu
dilakukan
dengan
menggunakan cincin pencuplik (core sampler) agar tidak merubah porositas tanah
sehingga dapat diketahui tekstur dan porositas tanah (Nurmi, 2009).
Jumlah karbon tersimpan pada berbagai tipe lahan berbeda-beda,
bergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta
cara pengelolaannya. Sistem perakaran yang luas dan besar dapat memperbaiki
kondisi fisik tanah, sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah dan meperbesar
kapasitas tanah dalam menyerap karbon (Bardgett, 2005).
Bobot isi tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah pada
keadaan kering konstan dengan volumenya. Tanah dengan bobot isi yang rendah
menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki partikel tanah yang kurang padat
yang kemungkinan disebabkan banyaknya fragmen berukuran besar seperti batubatuan yang terdapat pada tanah tersebut. Adanya fragmen batu-batuan pada tanah
menurunkan kapasitas tanah dalam menyerap dan menyimpan karbon (Carter dan
Gregorich, 2008).
14
2.6
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan
atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Satuan vegetasi yang
dipelajari berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari
semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan
yang ingin dicapai dalam analisis vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi
spesies dan struktur vegetasi pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto,
2006).
Hasil analisis vegetasi disajikan secara deskripsitif mengenai komposisi
spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu vegetasi tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari
setiap spesies organisme yang menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dan
distribusi individu antarspesies dalam vegetasi. Kedua variabel ini dapat
mempengaruhi fungsi suatu vegetasi, dan akhirnya dapat memberikan pengaruh
pada keseimbangan sistem dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas vegetasi
(Soegianto, 1994).
Struktur vegetasi memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif (Indriyanto,
2006). Dengan demikian, dalam deskripsi struktur vegetasi tumbuhan dapat
dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif
dengan parameter kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam
analisis vegetasi adalah:
1. bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies
tumbuhan yang menyusun komunitas vegetasi;
2. parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan;
15
3. penyajian data;
4. interpretasi data agar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat
komunitas vegetasi secara utuh dan menyeluruh.
Analisis vegetasi memiliki beberapa metode. Metode yang biasa
digunakan antara lain adalah metode kuadrat dan kuadran. Metode kuadrat
merupakan metode yang paling sering digunakan di lapangan karena kemudahan
dalam penggunaannya dan mencakup semua parameter yang harus diukur serta
dapat digunakan pada berbagai vegetasi baik yang heterogen maupun yang
homogen, sedangkan metode kuadran lebih tepat digunakan untuk vegetasi yang
heterogen dan distribusi spesiesnya acak karena pada metode ini tidak memiliki
luas area.
2.7
Taman Kota
Taman (garden) diterjemahkan dari bahasa Ibrani, gan dan oden. Gan
berarti melindungi atau mempertahankan lahan yang ada dalam suatu lingkungan
berpagar, dan oden berarti kesenangan, kegembiraan dan kenyamanan. Secara
lengkap taman dapat diartikan sebagai sebidang lahan berpagar yang digunakan
untuk mendapatkan kesenangan, kegembiraan dan kenyamanan (Abdillah, 2005).
Taman kota berperan sebagai sarana pendukung kesehatan, pengaturan iklim
mikro, pengaturan ketersediaan air tanah, pencegahan erosi, penyeimbang alam,
keindahan, kejiwaan, pendidikan lingkungan hidup, serta berkaitan juga dengan
fungsi sosial ekonomi.
16
Taman kota merupakan salah satu bagian dari ruang terbuka hijau (RTH)
kota. Menurut Purnomohadi (1995) dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang
(2006), pengertian RTH adalah “sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang
mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan
apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan
(perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan
tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah
lainnya) sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai
pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan”.
Salah satu bentuk RTH lainnya adalah hutan kota. Menurut Fandeli
(2004), hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu
menciptakan iklim mikro dan lokasinya terletak di perkotaan atau dekat kota.
Hutan di kawasan perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang
luas. Bentuknya juga tidak harus dalam blok, akan tetapi hutan kota dapat
dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria
untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat
dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat
penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas regulasi
mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar.
Mengacu pada Tujuan Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1998 yaitu
RTH dibangun untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang
nyaman, segar, bersih, dan sebagai sarana pengaman lingkungan dan menciptakan
keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk
kepentingan masyarakat. Manfaat penyediaan RTH atau taman kota adalah
17
menumbuhkan kesegaran, kenyamanan, keindahan lingkungan, menurunkan
polusi dan mewujudkan keserasian lingkungan. Setiap orang mempunyai hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat dan yang dapat menanggulangi dari
kerusakan dan pencemaran lingkungan, sehingga suatu kota dituntut untuk
menyediakan fasilitas yang cukup seperti air, udara yang sehat, cahaya,
perumahan, permukiman penduduk serta taman-taman kota yang cukup (Abdillah,
2005). Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan
yang berfungsi sebagai kawasan lindung.
Menurut Adinata dkk. (2009), taman kota sebagai bagian dari ruang
publik, sering tidak disadari oleh masyarakat kota akan peranannya di dalam
menyelaraskan pola kehidupan kota yang sehat. Pemanfaatan ruang taman kota
cenderung menyimpang dari fungsinya. Adanya perubahan aktivitas di dalam
taman menunjukan kekurangpahaman masyarakat kota di dalam memanfaatkan
taman kota terhadap keseimbangan kehidupan lingkungan kota. Makna yang
sangat dalam mengenai kota yang berwawasan lingkungan adalah selalu
menghadirkan taman yang hijau sehingga elemen utama yang tidak dapat
ditinggalkan begitu saja. Bahkan karakter masyarakat sebuah kota dapat tercermin
pada perilaku masyarakat kota di dalam memanfaatkan taman kota. Begitu
berperanya taman kota terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat kota akan
fasilitas ruang publik, sehingga pengelolaannya memerlukan pemikiran yang tidak
bisa dilakukan dengan upaya yang kurang bijaksana.
Taman yang dikelola untuk kepentingan umum (publik) dan merupakan
bagian dari fasilitas umum yang dibangun untuk mendukung kepentingan
masyarakat di sekitarnya disebut taman umum (public park). Taman umum
18
memiliki fungsi sosial dimana mampu mengakomodisi kebutuhan masyarakat
pada tiap level, mulai dari skala kota, lingkungan, sampai ketetanggaan (Arifin
dkk., 2007)
Menurut Unterman dan Small (1986), taman dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori berdasarkan sifat kepemilikannya yaitu:
1. taman publik (umum) yaitu taman yang bisa digunakan oleh umum;
2. taman semi publik yaitu taman milik pribadi yang dapat digunakan oleh
umum atau dapat digunakan secara bersama-sama;
3. taman pribadi yaitu taman milik pribadi yang tidak dapat oleh umum.
Berdasarkan ukuran dan skala cakupan penggunanya, taman umum di
perkotaan biasanya dibedakan atas taman kota, dan taman lingkungan. Taman
kota adalah taman umum pada skala kota, yang peruntukkannya sebagai fasilitas
untuk rekreasi, olahraga, dan sosialisasi masyarakat di kota yang bersangkutan.
Fasilitas yang disediakan di taman kota disesuaikan dengan fungsinya dan fasilitas
pendukung lainnya antara lain:
1. fasilitas rekreasi (fasilitas bermain anak, tempat bersantai, panggung);
2. fasilitas olahraga (jogging track, kolam renang, lapangan bola, lapangan
tennis, basket, volley dan badminton serta fasilitas refleksi);
3. fasilitas sosialisasi (ruang piknik, ruang yang memungkinkan untuk sosialisasi
baik untuk kelompok kecil maupun besar);
4. fasilitas jalan, tampat parkir, mushola, drainase, air, listrik/penerangan,
penampungan sampah dan toilet.
Taman kota biasanya terletak di lokasi yang strategis dan mudah diakses
dari berbagai penjuru kota. Penanggung jawab taman kota adalah pemerintah
19
kota, meskipun demikian dalam pengelolaan dapat berkolaborasi dengan pihak
swasta (Arifin dkk, 2007).
Berdasarkan tata letaknya dalam kota, taman kota dikategorikan antara
lain sebagai taman pertokoan, taman untuk kegiatan industri, taman lingkungan
pemukiman, dan taman-taman rekreasi umum (Eckbo, 1964). Selanjutnya, taman
ini juga dikategorikan berdasarkan pengelolaannya yaitu taman-taman privat,
yaitu yang dimiliki dan dibiayai oleh individu dari kelompok masyarakat atau
suatu perusahaan individu, dan taman-taman publik yaitu taman yang dikelola
oleh pemerintah
2.8
Bumi Serpong Damai
PT. Bumi Serpong Damai (BSD) Tbk. berdiri pada 16 Januari 1984 dan
telah menjadi pelopor pembangunan kota mandiri di Jakarta, Bogor, Tangerang
dan Bekasi (Jabotabek). Pembuatan master plan kota mandiri BSD mendapat
bantuan beberapa konsultan internasional ternama seperti Pacific Consultant
International, Japan City Planning Inc., Nihon Architect Engineer and Consultant
Inc. dan Doxiadis (Arkonin, 1985).
Proyek BSD City memiliki tiga tahap pembangunan dengan total luas
lahan yang direncanakan sebesar 6.000 ha. Tahap awal telah dibangun sekitar
1.300 ha. Tahap kedua akan dikembangkan area seluas 2.400 ha dan sisanya
seluas 2.300 ha merupakan tahap pembangunan berikutnya. Sampai tahun 2006,
telah dibangun kurang lebih 20.000 unit rumah dan lebih dari 4.000 ruko, dan
tempat usaha dengan populasi kurang lebih 100.000 penduduk (Arkonin, 1985).
20
Pihak pengelola BSD City membangun dua taman kota. Taman kota BSD
1 berada di bilangan Giri Loka dibangun pada tahun 2004 dengan luas areal 2,5
hektar, di Taman Kota 1 BSD ini ditumbuhi 60 jenis tanaman dengan jumlah
pohon mencapai 2.500 pohon. Jenis pohon yang ada antara lain nam-nam hutan
(Cynometra cauliflora), keben (Barringtonia asiatica), pulai (Alstonia scholaris),
nyamplung (Calophyllum inophyllum), menteng (Baccaurea racemosa), bintaro
(Cerbera odollam), beringin sabre (Ficus benjamina), saraca (Saraca asoca),
meranti (Shorea macrophylla), sawo duren (Chrysophyllum cainito), dan sosis
afrika (Kigelia aethiopica) dan lain-lain. Pada taman ini juga terdapat fasilitas
pelataran berkumpul dan panggung, jogging track, area fitness, jalan akupuntur,
wahana bermain anak, papan pendidikan lingkungan, dan kios jajanan (Wibisono,
2008).
Taman Kota 2 BSD berada di kawasan Taman Tekno Kecamatan Setu,
Tangerang Selatan. Taman Kota 2 memiliki luas 9 hektar termasuk danau buatan
yang luasnya 2 ha dengan jumlah pepohonan sekitar 7.000 pohon (Wibisono,
2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai April 2011.
Pengambilan data dilakukan di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai (BSD),
Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Pusat Terpadu Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Taman Kota 1 berada di pusat kota BSD tepatnya di Row 30 BSD City
Taman ini memiliki luas 2,5 ha (Gambar 2 dan 3). Secara geografis Taman Kota 1
BSD terletak pada koordinat 6°17'18,97"LS dan 106°40'33,78"BT.
Lokasi Penelitian.
U
Gambar 2. Lokasi penelitian (Sumber: http://maps.google.com/maps).
21
22
Gambar 3. Citra satelit Taman Kota 1 BSD (Sumber: www.googleearth.com)
3.2
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu tegakan pohon dan tanah pada kedalaman 20
cm. Alat yang digunakan antara lain tali rapia, gunting, pita ukur (meteran),
sekop, kantung plastik, cincin pencuplik (core sampler), hagameter, timbangan
presisi, gergaji, pisau golok, nampan, pisau atau gunting rumput, kertas putih,
oven, mesin tanur, tabel data dan spidol marker.
3.3
Cara Kerja
3.3.1 Penentuan Jumlah dan Ukuran Plot
Ukuran plot ditentukan berdasarkan diameter rata-rata pohon yang ada di
lokasi penelitian. Jumlah plot ditentukan oleh luas lokasi penelitian, potensi
karbon terimpan rata-rata, dan nilai variasi karbon tersimpan tiap-tiap plot
(Pearson, 2005). Cara menentukan ukuran dan jumlah plot yang digunakan dalam
23
penentuan karbon tersimpan dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3. Berdasarkan
data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan, ukuran dan jumlah plot yang
dibutuhkan yaitu sepuluh plot dengan ukuran 25 m × 25 m.
3.3.2 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui indeks nilai penting (INP),
keanekaragaman dan kemerataan jenis tumbuhan pada lokasi penelitian. Untuk
analisis vegetasi pohon, pada lokasi penelitian disebar 10 plot berukuran 25 m ×
25 m. Kemudian seluruh jenis pohon yang terdapat di dalam plot tersebut dicatat
nama, jenis, dbh dan jumlah individunya. Nilai kerapatan relatif, dominansi
relatif, dan frekuensi relatif dihitung untuk tiap jenis pohon. Berdasarkan ketiga
nilai tersebut kemudian dihitung INP tiap jenis pohon. Parameter parameter yang
dihitung pada analisis vegetasi antara lain:
Kerapatan (Individu/Ha)
=
Kerapatan Relatif (%)
=
Frekuensi
=
Frekuensi Relatif (%)
=
Dominansi
=
Dominansi Relatif (%)
=
× 100%
× 100%
×100%
INP (%) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif
24
3.3.3 Pengukuran Biomassa
Pengukuran biomassa meliputi biomassa pohon dan akar. Menurut Brown
(1997), kandungan karbon pada tumbuhan kurang lebih 48% dari biomassa
tumbuhan tersebut.
A. Pengukuran Biomassa Tegakan Pohon
Biomassa tegakan pohon (aboveground biomass density atau ABD) diukur
untuk seluruh jenis pohon yang terdapat pada plot pengamatan di lokasi
penelitian. Menurut Brown (1997), penentuan biomassa pohon dikotil dilakukan
dengan cara mengukur dbh pohon tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan alometrik sebagai berikut:
ABD (ton/ha) = exp. (-2,289 + (2,649 x ln dbh) - (0,021 × ln dbh2))
Adapun penentuan biomassa pohon monokotil dilakukan dengan cara
mengukur tinggi pohon (height) tersebut dan dimasukkan dalam persamaan
alometrik sebagai berikut:
ABD (ton/ha) = 6,666 + 12,826 × height0,5 × ln(height)
B. Pengukuran Biomasa Akar Pohon
Menurut Sutaryo (2009), pengambilan data biomassa akar secara langsung
sulit dilakukan karena penggalian seluruh bagian akar hampir mustahil untuk
dilakukan, demikian juga pemilahan akar-akar yang halus secara individu tanpa
tercampur dengan akar dari pohon lain yang ada di sekitarnya. Karena sulitnya
pengambilan sampel akar, pendekatan yang biasa dipakai untuk menentukan
biomassa akar adalah dengan menggunakan rasio akar dan batang (root to shoot
25
ratio). Rasio akar batang merupakan rasio atau perbandingan antara biomassa
akar dengan biomassa atas permukaan. Persamaan untuk mendapatkan estimasi
biomassa bawah permukaan antara lain adalah persamaan yang disusun oleh
Cairns dkk. (1997) yaitu sebagai berikut:
BBD (ton/ha) = exp (-1,0587 + (0,8836 × ln ABD))
Keterangan:
BBD : belowground biomass density / biomassa bawah permukaan (ton/ha).
ABD : aboveground biomass density / biomassa atas permukaan (ton/ha).
C. Penentuan Karbon Organik Tanah
Karbon organik tanah ditentukan berdasarkan dua faktor, yaitu nilai persen
karbon organik tanah dan bobot isi tanah. Karbon organik tanah diambil dari
sampel tanah terganggu, sedangkan bobot isi diambil dari sampel tanah tidak
terganggu.
Sampel tanah terganggu diambil dari tiga titik pada setiap plot.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggali tanah hingga kedalaman 20 cm.
Tanah yang berasal dari satu plot dicampur kemudian dikeringkan dan disaring
dengan saringan berdiameter 2 mm. Sebanyak 10 gram sampel diambil dan
dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 105°C untuk mendapatkan
berat kering konstan. Sampel kemudian dimasukan dalam tungku pengabuan pada
suhu 1000°C selama 24 jam untuk menentukan berat abu. Persen kandungan
organik tanah terganggu dengan menggunakan rumus:
Kandungan Organik Tanah =
× 100%
26
Sampel tanah tidak terganggu diambil pada tiga plot dengan menggunakan
alat core sampler pada kedalaman 20 cm. Core Sampler ditancapkan ke dalam
tanah untuk mengambil tanah di titik sampling tersebut. Sampel tanah kemudian
kemudian disaring dengan saringan berdiameter 2 mm untuk memisahkan tanah
halus dan tanah kasar. Tanah kasar dan tanah halus ditimbang untuk mendapatkan
berat tanah kasar dan berat awal. Tanah halus kemudian dimasukkan ke dalam
oven selama 24 jam pada suhu 105°C, lalu ditimbang untuk mendapatkan berat
kering. Menurut Pearson dkk. (2005), bobot isi tanah didapatkan dengan
menggunakan rumus:
Bobot Isi (gr/cm3) =
Karbon organik tanah dihitung dengan menggabungkan nilai kandungan
organik tanah dari sampel tanah terganggu dan bobot isi tanah dari sampel tanah
tidak terganggu dalam persamaan sebagai berikut (Pearson dkk., 2005):
Karbon Tersimpan (ton/ha) = Bobot Isi tanah × Kedalaman Sampling ×
Kandungan Organik × 100
3.4
Analisis Data
Menurut Brown (1997), karbon tersimpan dalam pohon dan akar adalah
48% dari total biomasanya. Oleh karena itu estimasi jumlah karbon tersimpan per
komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat biomasanya dengan 0,48.
Dengan demikian, jumlah karbon tersimpan pada biomassa tumbuhan adalah
sebagai berikut:
27
Karbon Tersimpan = Berat Biomassa (ton/ha) × 0,48
Perhitungan karbon tersimpan yang diperoleh masih dalam satuan luas
plot. Untuk mendapatkan nilai karbon tersimpan dalam satuan hektar maka harus
dikonversi dengan mengalikan nilai biomassa dengan faktor ekspansi. Faktor
ekspansi didapat dari 10.000 m2 dibagi luas plot atau luas core sampler.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Indeks Nilai Penting Vegetasi Pohon
Berdasarkan pengamatan pada 10 plot ukuran 25 m × 25 m di Taman Kota
1 Bumi Serpong Damai (BSD) tercatat sebanyak 20 jenis pohon yang termasuk ke
dalam 13 suku dengan jumlah tegakan sebanyak 279 individu. Dari hasil analisis
vegetasi diperoleh bahwa jenis-jenis pohon yang ada di lokasi penelitian memiliki
indeks nilai penting (INP) yang berkisar antara 1,90-59,67%.
Nilai INP yang besar menunjukan bahwa jenis pohon memiliki
kepentingan dan peran yang besar dalam suatu komunitas dan nilai INP yang kecil
menunjukan bahwa jenis pohon memiliki kepentingan dan peranan yang kecil.
Menurut Wirakusumah (2003), INP menyatakan kepentingan suatu jenis
tumbuhan serta memperlihatkan besarnya peranan dalam suatu komunitas. INP
menunjukan kontribusi relatif tiap jenis pohon dalam suatu komunitas vegetasi.
INP yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. INP
tertinggi terdapat pada jenis palem raja (Roystonea regia) dan asam jawa
(Tamarindus indica). Hal ini menunjukan bahwa palem raja dan asem jawa
merupakan dua jenis tumbuhan utama yang membangun komunitas vegetasi di
lokasi penelitian.
Palem raja ditemukan hampir di seluruh plot penelitian dengan total
diameter rata-rata batang yang tinggi. Hal ini dikarenakan palem raja memiliki
jumlah individu yang banyak dan persebaran (frekuensi) yang merata serta luas
basal yang besar (dominansi). Asam jawa memiliki INP kedua terbesar karena
28
29
selain ditemukan dalam jumlah yang banyak juga memiliki luas basal (dominansi)
yang cukup besar.
INP terendah diperoleh pada jenis melinjo (Gnetum gnemon) dan keben
(Barringtonia asiastica), dengan INP masing-masing sebesar 1,90% (Tabel 1).
Selain memiliki luas basal yang relatif kecil, kedua jenis pohon ini juga memiliki
frekuensi yang rendah karena ditemukan hanya pada satu plot penelitian dan
dengan jumlah tegakan satu individu saja.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah individu terbanyak terdapat pada jenis
palem raja yaitu 84 individu dengan nilai kerapatan relatif 31,00%. Selanjutnya
diikuti oleh asam jawa dan ki hujan yang masing-masing memiliki jumlah
individu sebanyak 60 dan 23 individu, dengan nilai kerapatan relatif masingmasing sebesar 21,90% dan 8,39%. Tingginya kerapatan relatif ketiga jenis pohon
disebabkan jumlah individunya yang paling banyak di antara jenis pohon lainnya
yang ditemukan pada lokasi penelitian.
Palem raja memiliki nilai kerapatan relatif terbesar karena merupakan
jenis pohon yang sering ditanam oleh pengelola Taman Kota 1 BSD. Palem raja
merupakan jenis pohon ornamental yang memiliki keunggulan dalam hal estetika.
Asam jawa dan ki hujan juga memiliki nilai kerapatan relatif yang cukup besar
karena kedua jenis pohon ini sudah lama tumbuh di lokasi penelitian.
Palem raja, asam jawa dan ki hujan memiliki nilai dominansi terbesar
yakni 32,48%, 27,77%, dan 7,77%. Nilai dominansi ini berasal dari nilai luas
basal yang diperoleh dari pengukuran diameter batang. Meskipun ukuran luas
basal palem raja per individu relatif kecil namun jenis pohon ini memiliki jumlah
individu yang banyak sehingga nilai total luas basalnya terbesar di antara jenis
30
pohon lainnya. Asam jawa dan ki hujan memiliki jumlah individu yang tidak
sebanyak palem raja. Meskipun demikian, luas basal rata-rata kedua jenis pohon
ini relatif besar sehingga nilai dominansinya juga besar.
Menurut Yefri (1987), ukuran luas basal dipengaruhi oleh faktor
lingkungan tempat tumbuh pohon tersebut, seperti kelembaban, intensitas cahaya
matahari, ruang tumbuh dan suhu. Meskipun demikian, umur dan jenis pohon
merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan diameter batang pohon.
Pada penelitian ini, asam jawa dan ki hujan adalah jenis pohon yang memiliki luas
basal terbesar dibandingkan jenis pohon lain di lokasi penelitian, dikarenakan
kedua jenis pohon ini memiliki umur yang tua dan diameter batang rata-rata yang
besar.
Pada lokasi penelitian diperoleh 14 suku pohon. Komposisi dari setiap
suku yang terdapat pada kesepuluh plot penelitian bervariasi. Hanya jenis palem
raja dari suku Arecaceae yang paling banyak ditemukan yakni terdapat pada
kesembilan plot penelitian, dengan nilai frekuensi relatif sebesar 12,86% dari
seluruh jenis pohon yang ada di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan tingkat
persebaran jenis pohon ini yang cukup tinggi, selain memiliki daya adaptasi yang
tinggi palem raja juga ditanam merata pada lokasi penelitian. Menurut Haryanto
dan Siswono (1997), jenis pohon ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi fisik lingkungan. Suku Arecaceae dikenal memiliki potensi regenerasi
yang tinggi pada berbagai jenis tanah, suhu dan kelembaban udara di daerah
tropis.
31
Tabel 1. Indeks Nilai Penting Pohon di Lokasi Penelitian
Suku
Nama Latin
Nama Daerah
Annonaceae
Cananga
odorata
Polyalthia
longifolia
Cerbera
odollan
Schefflera
actinophylla
Elaeis
guineensis
Roystonea
regia
Delonix
regia
Samanea
saman
Tamarindus
indica
Gnetum
gnemon
Tectona
grandis
Barringtonia
asiatica
Michelia
champaca
Hibiscus
macrophyllus
Hibiscus
tiliaceus
Ficus
elastica
Ficus
lyrata
Ficus
sabrae
Callistemon
lanseolatus
Pometia
pinnata
Kenanga
Apocynaceae
Araliaceae
Arecaceae
Fabaceae
Gnetaceae
Lamiaceae
Lecythidaceae
Magnoliaceae
Malvaceae
Moraceae
Myrtaceae
Sapindaceae
Jml. KR
DR
FR
INP
Ind
(%)
(%)
(%)
(%)
16
5,84
6,40
8,57 20,81
Glodokan
13
4,74
2,14
4,29
11,17
Bintaro
10
3,65
2,80
7,14
13,59
Wali Songo
3
1,09
0,61
2,86
4,56
Kelapa Sawit
5
1,82
1,35
1,43
4,61
Palem Raja
84
31,00
32,48
12,86
75,99
Flamboyan
3
1,09
1,47
2,86
5,42
Trembesi
23
8,39
7,77
10,00
26,17
Asem Jawa
60
21,90
27,77
10,00
59,67
1
0,36
0,11
1,43
1,90
17
6,20
3,70
8,57
18,48
1
0,36
0,11
1,43
1,90
13
4,74
3,02
4,29
12,05
Waru Lanang
4
1,46
2,97
4,29
8,71
Waru Merah
1
0,36
0,20
1,43
1,99
Karet Kebo
5
1,82
2,16
8,57
12,55
Biola Cantik
1
0,36
0,28
1,43
2,07
Beringin Daun
Panjang
Sikat Botol
1
0,36
0,13
1,43
1,92
2
0,73
0,35
2,86
3,94
11
4,01
4,24
4,29
12,54
Melinjo
Jati
Keben
Cempaka
Matoa
32
4.2 Karbon Tersimpan.
Nilai karbon tersimpan yang diestimasi berdasarkan perhitungan biomassa
pada kesepuluh plot sampel bervariasi. Nilai karbon tersimpan terkecil diperoleh
pada plot 5 yaitu 7,053 tonC/ha dan terbesar pada plot 8 dengan nilai karbon
tersimpan sebesar 633,2 tonC/ha. Beragamnya nilai karbon tersimpan pada plot
penelitian dipengaruhi oleh komposisi pohon yang ditemukan pada plot
penelitian. Menurut
Nowak dan Crane (2002), beragamnya nilai karbon
tersimpan pada suatu plot dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah pohon
dalam plot tersebut (kerapatan) dan juga luas basal yang dimiliki pohon penyusun
vegetasi (dominansi).
4.2.1 Karbon Tersimpan pada Tegakan Batang
Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai kerapatan tertinggi ada pada plot 9
(55,71ind/ha) dengan total karbon pada tegakan batang 3,47 tonC/ha, sedangkan
karbon tersimpan terbesar diperoleh pada plot 8, yaitu 492,01 tonC/ha dengan
kerapatan 38,57 ind/ha. Tinggi dan rendahnya nilai karbon tersimpan pada
tegakan batang dipengaruhi oleh diameter batang. Odum (1971) menyatakan
bahwa luas basal mempengaruhi nilai karbon tersimpan karena sebagian besar
karbon tersimpan pada tegakan batang.
33
Gambar 4. Nilai Kerapatan (ind/ha) dan Karbon pada Tegakan Batang (tonC/ha).
Gambar 4 memperlihatkan hubungan antara kerapatan dan
karbon
tersimpan pada tegakan batang. Kerapatan relatif pada plot 9 lebih besar daripada
plot 8, namun nilai karbon tersimpannya lebih rendah. Hal ini disebabkan jenis
pohon yang ditemukan pada plot ini seluruhnya adalah dari suku Arecaceae atau
palem-paleman, yaitu palem raja (Roystonea regia) dan kelapa sawit (Elaeis
guinensis). Pada plot 8, meskipun kerapatannya lebih kecil daripada plot 9, namun
rata-rata diameter batangnya besar, sehingga nilai karbon tersimpannya juga lebih
besar. Beragamnya nilai karbon tersimpan pada suatu plot dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya adalah kerapatan (Nowak dan Crane, 2002).
Pada plot 8, sebagian besar pohon yang ditemukan termasuk kelompok
tumbuhan dikotil yang memiliki diameter batang lebih besar daripada tumbuhan
monokotil. Marin-Spiotta (2007) menyatakan bahwa pada diameter batang yang
34
sama, tumbuhan dikotil menyimpan karbon lebih besar karena memiliki diameter
batang yang lebih lebar daripada tumbuhan monokotil yang tidak mengalami
pertumbuhan batang lateral.
Tabel 2. Biomassa dan karbon tersimpan pada lokasi penelitian.
Plot Jml.
Ind
Kerapatan
(ind/ha)
Dbh
ratarata
(cm)
Biomassa
(ton/ha)
ABD
Karbon tersimpan (tonC/ha)
BBD
Batang
Akar
Tanah
Total
1
24
34,29
30,66
32,83
13,17
15,75
6,32
2,39
24,47
2
44
62,86
32,83
91,73
37,03
44,03
17,77
2,94
64,75
3
17
24,29
29,03
16,54
7,39
7,94
3,54
2,66
14,14
4
25
35,71
27,43
16,90
7,96
8,11
3,82
2,25
14,18
5
22
31,43
19,22
5,56
2,85
2,67
1,37
3,01
7,05
6
30
42,86
19,79
8,49
4,53
4,07
2,17
2,71
8,96
7
21
30,00
30,14
564,16
167,53
270,8
80,41
2,36
353,5
8
27
38,57
32,77
1025,0
289,99
492,01
139,19
2,08
633,2
9
39
55,71
28,63
7,22
4,17
3,47
2,02
2,55
8,02
10
23
32,86
25,27
29,13
12,25
13,98
5,88
2,8
22,66
Jumlah Rata-Rata Karbon
±Standar Deviasi
86,28
± 16,45
26,25
± 4,64
2,57
± 0,03
115,1
±21,06
4.2.2 Karbon Tersimpan pada Akar
Karbon tersimpan pada akar diperoleh dari perhitungan alometrik
berdasarkan nilai karbon tersimpan pada tegakan batang. Karbon tersimpan pada
akar akan dipengaruhi oleh karbon tersimpan pada tegakan batang. Semakin besar
35
karbon tersimpan pada tegakan batang maka semakin besar karbon tersimpan
pada akar.
Menurut Schmid-Haas dan Bachofen (1991) dalam Gartner dan
Braker (2004), ukuran diameter akar berkorelasi positif dengan diameter batang.
Dengan demikian, untuk menentukan biomassa dan karbon tersimpan pada akar
dapat diestimasi dari biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan batang
Seperti halnya nilai karbon tersimpan pada tegakan batang, nilai karbon
tersimpan tertinggi ditemukan pada plot 8 sebesar 139,19 tonC/ha dan terendah
pada plot 5 sebesar 1,37 tonC/ha (Gambar 5). Hal ini disebabkan karena jenis
pohon yang ditemukan pada plot 8 memiliki kerapatan dan nilai dbh rata-rata
yang besar yaitu 38,57 ind/ha dan 32,77 cm.
Gambar 5. Nilai Kerapatan (ind/ha) dan Karbon pada Akar (tonC/ha).
Jumlah individu terbanyak ditemukan pada plot 9 namun jenis pohon yang
terdapat pada plot ini seluruhnya adalah jenis palem-paleman. Oleh karena itu,
36
meskipun plot 9 memiliki nilai diameter batang rata-rata dan kerapatan yang besar
namun nilai karbon tersimpan relatif kecil bila dibandingkan dengan plot 8 dan 7.
Plot 8 dan 7 memiliki nilai rata-rata diameter batang dan kerapatan yang besar
sehingga nilai karbon tersimpannya juga besar. Pada kedua plot tersebut
tumbuhan yang ditemukan termasuk tumbuhan dikotil yang memiliki nilai karbon
tersimpan lebih tinggi dibandingkan tumbuhan monokotil yang banyak dijumpai
pada plot 9. Meskipun pada plot 8 dan 7 ini juga ditemukan tumbuhan monokotil,
namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
4.2.3 Kandungan Organik Tanah
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan kandungan organik tanah
tidak terlalu bervariasi karena tekstur tanah yang seragam, kecuali pada plot 8.
Karbon tersimpan tanah pada lokasi penelitian yang tertinggi terukur pada plot 5
sebesar 3,01 tonC/ha dan terendah pada plot 8 sebesar 2,08 tonC/ha (Gambar 6).
Gambar 6. Nilai Kerapatan (ind/ha) dan Karbon Organik Tanah (tonC/ha).
37
Pada plot 5 nilai kerapatan dan dbh rata-rata yang besar mempengaruhi
nilai karbon tersimpan. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), jumlah karbon
tersimpan pada berbagai tipe lahan berbeda-beda, bergantung pada tata cara
pengelolaan serasah, jenis tanah, keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada.
Sistem perakaran yang luas dan besar dapat memperbaiki kondisi fisik tanah,
sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah dan meperbesar kapasitas tanah
dalam menyerap karbon (Bardgett, 2005).
Tanah pada plot 8 memiliki tekstur yang berbatu kerikil dan berpasir
dibandingkan tanah pada plot lainnya sehingga berpengaruh terhadap rendahnya
nilai karbon tanah pada plot tersebut. Bobot isi tanah menunjukkan perbandingan
antara massa tanah pada keadaan kering konstan dengan volumenya (Carter dan
Gregorich, 2008). Tanah dengan bobot isi yang rendah menunjukkan bahwa tanah
tersebut memiliki partikel tanah yang kurang padat yang kemungkinan disebabkan
banyaknya fragmen berukuran besar seperti batu-batuan. Adanya fragmen batubatuan pada tanah menurunkan kapasitas tanah dalam menyerap dan menyimpan
karbon.
Menurut Knoepp dkk. (2000), jenis dan jumlah pohon yang ditanam pada
suatu area dapat mempengaruhi kualitas tanah yang menjadi substrat pertumbuhan
pohon tersebut, diantaranya memperbaiki porositas tanah, meningkatkan bobot isi
tanah dan meningkatkan kandungan organik tanah. Ecological Society of America
(2008) menyatakan bahwa 75% karbon yang terdapat di ekosistem terrestrial
tersimpan di dalam tanah, atau tiga kali lipat lebih besar dibanding karbon yang
tersimpan pada biomassa organisme. Namun demikian, karbon tanah di lokasi
38
penelitian tidak berkontribusi besar terhadap nilai karbon tersimpan total. Hal ini
kemungkinan disebabkan serasah dan bahan organik mati tidak banyak dijumpai
di lokasi penelitian sehingga proses dekomposisi sedikit menyebabkan masukan
karbon ke dalam tanah kecil.
Nilai karbon tersimpan pada tanah di taman kota ini jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan karbon tersimpan di hutan alami yakni sebesar 1,5×1018
gC/ha karena pada hutan alami terjadi dekomposisi serasah di tanah (Nurmi,
2005). Pada taman kota ini pengelolaan serasah dengan dibersihkan dan dibuang
secara teratur. Hal ini mengakibatkan proses dekomposisi serasah hampir tidak
terjadi sehingga mengakibatkan nilai karbon tersimpan yang kecil. Karbon
tersimpan tanah sebagian besar diduga berasal dari pohon dengan perakarannya
yang telah membantu memperbaiki porositas tanah di lingkungan taman kota ini.
4.2.4 Potensi Karbon Tersimpan Total
Hasil penelitian menunjukan bahwa karbon tersimpan pada tegakan batang
paling besar dibandingkan karbon tersimpan pada akar dan tanah. Rata-rata
karbon tersimpan pada tegakan batang adalah 86,28±16,45 tonC/ha, sedangkan
pada akar adalah 26,25±4,64 tonC/ha dan pada tanah 2,57±0,03 tonC/ha. Tegakan
batang menyimpan karbon tiga kali lebih besar dibandingkan akar dan tiga puluh
kali lebih besar dibandingkan tanah (Gambar 7).
39
Gambar 7. Karbon Tersimpan pada Tegakan Batang, Akar dan Tanah.
Pada Gambar 7 terlihat bahwa variasi pada nilai karbon tersimpan tegakan
pohon dan akar cukup tinggi pada kesepuluh plot. Hal ini disebabkan karena jenis
dan jumlah pohon yang ditemukan pada setiap plot penelitian sangat beragam,
sehingga karbon tersimpan pada tegakan pohon dan akar juga sangat bervariasi
sesuai dengan jumlah dan jenis yang ada di masing-masing plot pada lokasi
penelitian.
Nilai standar deviasi karbon tersimpan pada tanah relatif kecil dikarenakan
nilai karbon tersimpan pada tanah relatif sama pada kesepuluh plot di lokasi
penelitian. Hal ini karena tekstur tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian
seragam yang disebabkan oleh tata kelola yang dilakukan oleh pengurus yang
membersihkan serasah pada lokasi penelitian sehingga menurunkan proses
dekomposisi serasah yang mempengaruhi karbon tersimpan pada tanah.
40
Potensi karbon tersimpan pada Taman Kota 1 BSD adalah sebesar 115,1
ton/ha. Dengan luas area 2,5 hektar maka potensi karbon tersimpan total di Taman
Kota 1 BSD adalah sebesar 287,8 ton. Secara umum potensi karbon tersimpan di
hutan kota lebih kecil daripada hutan alami. Menurut Tomich dkk. (1998), hutan
alami dapat menyimpan karbon tertinggi sekitar 497 tonC/ha. Meskipun
demikian, potensi karbon tersimpan total di taman kota ini relatif lebih besar
dibandingkan dengan jumlah karbon tersimpan di beberapa hutan alami seperti di
Taman Wisata Alam Eden sebesar 95,82 tonC/ha (Bakri, 2009), di Taman Wisata
Alam Sicikeh-cikeh sebesar 113,96 tonC/ha (Widhiastuti, 2010), dan di
Perkebunan Karet Bojong Datar Pandeglang sebesar 39,13 tonC/ha (Cesylia,
2009).
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa Taman Kota I BSD dapat berperan
dalam mengurangi kadar karbon dioksida dari lingkungan sekitarnya, karena
potensinya yang cukup besar dalam menyerap dan menyimpan karbon. Meskipun
luasnya hanya 2,5 ha, namun karbon tersimpan yang terdapat pada Taman Kota I
BSD ini relatif besar yakni 115,1 ton. Penambahan pohon dan pemilihan jenis
pohon yang tepat, seperti pohon dikotil yang memiliki diameter dan tutupan
kanopi yang besar dapat menambah tingkat daya serap dan simpan karbon dalam
upaya mengurangi polusi udara yang ada di sekitar lingkungan BSD.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pendugaan potensi
karbon tersimpan di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai (BSD) dapat diambil
kesimpulan bahwa potensi karbon tersimpan di Taman Kota 1 BSD adalah
sebesar 115,1 tonC/ha, dan dengan luas 2,5 ha maka total potensi karbon
tersimpan adalah sebesar 287,8 ton. Tegakan pohon menyimpan karbon paling
besar yaitu 86,28 tonC/ha, dibandingkan akar (26,25 tonC/ha) ataupun tanah (2,58
tonC/ha).
5.2
Saran
Perlu dilakukan penambahan jumlah dan jenis pohon terutama
tumbuhan dikotil, agar potensi penyerapan dan penyimpan karbon di Taman Kota
1 BSD meningkat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, J. 2005. Pola Penyebaran Taman Kota dan Peranannya terhadap Ekologi
di Kota Jepara. Pendidikan Teknik Bangunan (Arsitektur). Skripsi.
Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.
Adinata, AA, T. W. Murtini dan Wijayanti. 2009. Persepsi Masyarakat Terhadap
Karakter Taman Kota Studi Kasus : Taman Menteri Supeno di Semarang.
Architecture Department of Engineering Faculty, Diponegoro University,
Tembalang Campus. Semarang.
Anwar J, S.J Damanik N, Hisyam dan A. J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem
Sumatera. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Arifin, H. S., A. Munandar, N.H.S. Arifin, Q. Pramukanto dan V.D. Damayanti.
2007. Sampoerna Hijau Kotaku Hijau : Buku Panduan Penataan Taman
Umum, Penanaman Tanaman, Penanganan Sampah dan Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta.
Arifin, J. 2001. Estimasi Cadangan Karbon Pada Berbagai Sistem Penggunaan
Lahan Di Kecamatan Ngantang, abstr. Tesis. Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian. Malang.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS). Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Asmani, R. 2004. Perubahan stok karbon di dalam kawasan Taman Nasional
Meru Betiri pada kondisi ada proyek CDM kehutanan. Skripsi.
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Bakri, 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada
Pohon di hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara
Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara.
Bardgett, R.D. 2005. The Biology of Soil: A Community and Ecosystem Approach,
Oxford University Press, Oxford.
Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a
Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome.
Butarbutar, T. 2009. Inovasi Manajemen Kehutanan untuk Solusi Perubahan Iklim
Indonesia (Forestry Management Inovations for Climate Change
Solutions in Indonesia). Jurnal Analisis Kebijakan Hutan 6(2): 121-129.
42
43
Cairns, M. A., S. Brown, E. H. Helmer, G. A. Baumgardner. 1997. Root biomass
allocation in the world's upland forests. Oecologia 111:1 -11.
Campbell N, Reech B, Mitchell L. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Carter, M.R. dan E.G Gregorich. 2008. Soil Sampling and Method of Analysis,
Second Edition, Canadian Society of Soil Science, Florida.
Cesylia, L. 2009. Cadangan Karbon Pada Pertanian Pertanaman Karet (Hevea
brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII
Pandeglang Banten. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Sekolah Pasca
Sarjana. Bogor.
Clark, A. 1979. Suggested procedures for measuring tree biomass and reporting
free prediction equations. Proc. For. Inventory Workshop, SAF-IUFRO.
Ft. Collins, Colorado: 615-628.
Daryono, H. 2009. Potensi, Permasalahan, dan Kebijakan Yang diperlukan dalam
Pengelolaan Hutan dan Lahan Rawa Gambut secara Lestari. Jurnal
Analisis Kebijakan Hutan 6 (2): 71-101.
Eckbo, G. 1964. Urban Landscape Design. McGraw-Hill Book Company, New
York.
Ecological Society of America, (2008), Soil carbon sequestration fact sheet,Dalam
Cleveland, C.J. (ed.), Encyclopedia of Earth, National Council for
Science and the Environment, Washington D.C.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan udara. Kanisius. Jakarta.
Gartner, H. dan O.U. Braker. 2004. Roots: the hidden key players in estimating
the potential of Swiss forests to act as carbon sinks. Tree Rings in
Archaeology, Climatology and Ecology 2: 13-18.
Ginoga, K, Y.C. Wulan, dan D. Djaennudin. 2009. Karbon dan Peranannya
dalam Meningkatkan Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Jati (Tectona
grandis) di KPH Saradan, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sosial &
Ekonomi 2: 183-202.
Hairiah, K. 2007. Perubahan Iklim Global: Neraca Karbon di Ekosistem Daratan.
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Hairiah, K dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran .Karbon Tersimpan Di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre. Bogor.
Haryanto dam Siswono. 1997. Sifat-sifat Morfologis dan Anatomi Langkap
(Arenga obtusifolia). Jurnal Media Konservasi Khusus 2: 105-109
44
Heriansyah, I. 2005. Potensi Hutan Tanaman Industri Dalam Mensequester
Karbon. Jurnal Inovasi On Line. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Koservasi Alam. Bogor.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta.
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung
Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis.
Program Studi Ilmu Kehutanan. Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian. Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Knoepp, J.D., D.C. Coleman, D.A. Crossley, dan J.S. Clark. 2000. Biological
indices of soil quality: an ecosystem case study of their use. Forest
Ecology and Management 138: 357-368.
Kusmana C. 1993. A Study of mangrove forest management base and ecological
data in East Sumatera, Indonesia. Thesis. Japan: Kyoto University.
Faculty of Agricultural.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. E-USU Repository. Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Latief, C. 2007. Perbedaan sebaran karbon pada atmosfer permukaan dan
menengah bulan Desember 2007 hasil pengukuran profil vertical CO2 di
waktukosek. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi..
Yogyakarta.
Lilik, S. S dan A. Haryanto. 2006. Estimasi Emisi CO2 Dari Kebakaran Hutan
(Sebuah Simulasi Dan Aplikasi Dengan Menggunakan Visual FoxPro).
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi.
103-108.
Longman, K.A. dan J. Jenik. 1987. Tropikal Forestand Its Environment. Longman
Group Limited. London.
Marin-Spiotta, E., R. Ostertag, dan W.L. Silver. 2007. Long-term patterns in
tropical eforestation: plant community composition and aboveground
biomass accumulation. Ecological Applications 17(3): 828-839.
Muhdi. 2008. Model Simulasi Kandungan karbon Akibat Pemanenan Kayu di
Hutan Alam Tropika. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatra Utara.
Nowak, D.J. dan D.E. Crane. 2002. Carbon storage and sequestration by urban
trees in the USA. Environmental Pollution 116: 381-389.
45
Nuraziza, I. 2008. Simulasi Dinamika Karbon pada Hutan Tanaman Acacia
Mangium di Kawasan Parungpanjang, Bogor Menggunakan Model
Century. Skripsi. Program Studi Sarjana Biologi SITH. Institut Teknologi
Bandung.
Nurmi. 2005. Peningkatan (Sequestrasi) Karbon Melalui Pengelohan Konservasi
dan Pengelolaan Residu Tanaman. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Odum. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Thahjono Samingan, M.Sc.
Cet. 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pearson, T., S. Walker, dan S. Brown. 2005. Sourcebook for Land use, Land-use
Change and Forestry Project. Winrock International. USA.
Rahma, A. 2008. Estimasi Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Puspa
(Schima wallichii Korth.) Di Hutan Sekunder yang terganggu Akibat dua
kali pembakaran di Jasinga, Bogor. Skripsi. Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Rahmat, M. 2010. Evaluasi Manfaat dan Biaya Pengurangan Emisi serta
Penyerapan Karbondioksida pada lahan gambut di HTI PT, SBA WI.
Jurnal Bumi lestari 10 (2): 275-284
Ravindranath N.H., B.S. Somashekhar, dan M. Gadgil. 1997. Carbon flow in
Indian forests, Submitted to the Ministry of Environment and Forest.
Roswiniarti, O., Solichin, dan Suwarsono. 2008. Potensi pemanfaatan data SPOT
untuk estimasi cadangan dan emisi karbon di hutan rawa gambut Merang,
Sumatera Selatan. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XVII.
Rukaesih, A. 2004. Kimia Lingkungan. ANDI. Yogyakarta
Setiawan, A. B.Irawan dan M. Kamal, 2005. Keanekaragaman Jenis Pohon dan
Penyimpanan Karbon Jalur Hijau Kota Bandar Lampung. Jurnal Hutan
Tropika Vol.I No.1 Juni 2005
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan
Komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.
Soerianegara I. 1996. Ekologi, Ekologisme dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan.
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian. Bogor.
Soerianegara, I dan A. Indrawan, 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor:
Departemen Managemen Hutan. Fakultas Kehutanan.
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa Sebuah pengantar untuk studi karbon
dan perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme.
46
Tomich, T.P., van Noordwijk, M., Budidarsono, S. Gillison, A., Kusumanto,
T.,Murdiyarso, D., Stolle, F. dan Fagi, A.M., (1998), Alternatives to
Slash-and-Burn in Indonesia, Summary Report, ICRAF, Bogor.
Ulumudin, Y., E. Sulistyawati, D.M. Hakim, dan A.B. Harto. 2005. Korelasi Stok
Karbon dengan Karakteristik Spektral Citra Landsat: Studi Kasus Gunung
Papandayan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Untermann, R. dan R. Small. 1986. Perencanaan Tapak dan Perumahan.
Intermatra. Bandung.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi. UI Press. Jakarta.
Wibisono, Y. 2008. Pengelolaan Lanskap dan Pemeliharaan Taman Kota 1 di
BSD City, Tangerang. Skripsi. Departemen Arsitektur Landskap Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Yefri, N. 1987. Struktur Pohon Hutan Bekas Tebangan di Air Gadang Pasaman.
Tesis. Padang: FMIPA-UNAND.
47
Lampiran 1 Cara mengukur dbh pada berbagai bentuk batang
(Pearson dkk., 2005)
48
Lampiran 2 Cara menentukan ukuran plot.
Ukuran plot yang digunakan untuk pengukuran karbon tersimpan berdasarkan
nilai dbh rata-rata pohon (Pearson dkk., 2005).
Diameter at Breast Height (dbh)
Ukuran plot kuadrat
< 5 cm
2m2m
5-20 cm
7mx7m
20-50 cm
25 m x 25 m
>50 cm
35 m x 35 m
49
Lampiran 3 Cara menentukan jumlah plot.
Jumlah plot yang dibutuhkan untuk lokasi penelitian ditentukan berdasarkan
persamaan alometrik dibawah ini (Pearson dkk., 2005):
Keterangan
n
: Jumlah plot
N
: Luas daerah penelitian / Luas plot
S
: Standar deviasi
E
: Karbon tersimpan (dari persamaan alometrik) × Nilai ketelitian
t
: Nilai dari sampel distribusi t dimana tingkat kepercayaan 95%.
Download