BAB II

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis (TB)
Mikobakterium adalah genus dari basil Gram positif yang menunjukkan
karakteristik pewarnaan dari tahan asam. Spesies yang paling penting adalah M.
tuberculosis yang merupakan agen etiologi dari tuberkulosis dan menyebabkan
penyakit yang menakutkan yaitu tuberkulosis (TB). TB merupakan penyebab
kematian terbesar di dunia (Ryan et al., 2010). M. tuberculosis
mampu
menginfeksi secara laten ataupun progresif. Bakteri ini dapat ditransmisikan dari
satu orang ke orang lainnya melalui batuk dan bersin (Wells et al., 2009).
Penularan TB dapat terjadi dari orang ke orang terutama melalui saluran napas
dengan menghirup dahak (droplet infection) yang mengandung basil pada saat
penderita batuk. Dahak penderita berupa lendir (mucoid), purulent atau
mengandung darah. Penyebabnya adalah suatu basil Gram positif tahan asam
dengan pertumbuhan sangat lambat yakni M. tuberculosis (Tjay dan Rahardja,
2007).
M. tuberculosis merupakan bakteri nonmotil berbentuk batang, sangat
tipis
dengan panjang 2-4 µm dan lebar 0,2-0,5 µm. Bakteri ini seringkali
menunjukkan butiran-butiran pada saat pewarnaan, kelihatan sebagai rangkaian
yang bersambung dari granul tahan asam (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada
suhu 37o C dan memerlukan media yang subur dan kompleks untuk
pertumbuhannya. Pertumbuhan bakteri ini sangat lambat dalam waktu rata-rata 12
7
8
- 24 jam. Koloni yang kasar, kering dan berwarna kekuning-kuningan akan
kelihatan setelah 3 sampai 6 minggu waktu inkubasi. Pertumbuhan bakteri ini
lebih cepat pada media cair dan media semisintetik (asam oleat – albumin) Irving
et al., 2006 ; Ryan et al., 2010 ).
Gambar 2.1.
Bakteri M. tuberculosis pada sputum dengan teknik pewarnaan tahan
asam (Ryan et al., 2010)
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan
asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur
lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
9
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asam–alkohol (Forbes et al., 2007).
Dinding sel M. tuberculosis terdiri dari dua segmen, yaitu segmen atas dan
bawah. Di luar membran sel adalah peptidoglikan (PG) yang berikatan kovalen
pada arabinogalaktan (AG), yang selanjutnya melekat pada asam mikolat dengan
rantai meromikolat panjang dan pendek. Segmen atas terdiri dari lipid bebas,
bagian lainnya dengan asam lemak yang melengkapi rantai pendek α, dan
sebagian lagi dengan asam lemak lebih pendek yang melengkapi rantai yang lebih
panjang (Forbes et al., 2007).
Permukaan M. tuberculosis bersifat lipid hidrofobik , karena sifatnya ini M.
tuberculosis sangat resisten terhadap pengeringan, desinfektan, pengasaman dan
alkalis. Basil tuberkulosis sangat sensitif terhadap pemanasan termasuk
pasteurisasi. Struktur dinding sel M. tuberculosis didominasi oleh asam mikolat
dan LAM (Lipoarabinomannan). LAM merupakan komplek lipid polisakarida
yang diperpanjang dari membran plasma sampai ke permukaan (Ryan et al.,
2010).
Asam mikolat
Peptidoglikan
Membran sel
Gambar 2.2.
Dinding sel mikobakteri (Ryan et al., 2010)
10
Secara struktural dan fungsional LAM analog dengan lipopolisakarida dari
bakteri Gram negatif, unsur ini menyebabkan mikobakteria memiliki dinding sel
dengan kandungan lipid yang sangat tinggi ( lebih dari 60 % dari massa total
dinding sel). Karakter merupakan lapisan lemak yang membuat dinding sel ini
keras , tidak bisa dipenetrasi dan hidrofobik. Karakteristik pewarnaan dari tahan
asam sangat sering diamati dalam hal ini. Sel mikobakteri dapat diwarnai hanya
melalui tindakan-tindakan yang ekstrim (pemanasan, agen penetrasi) tetapi tetap
metode pewarnaan yang paling cepat (Ryan et al., 2010).
M. tuberculosis menunjukkan
peningkatan pertumbuhan pada kondisi
dengan aerasi 10 % karbondioksida dan pada pH relatif sekitar 6,5 sampai 6,8.
Mikobakteri tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan bakteri patogen yang
lain karena permukaan sel yang hidrofobik, yang menyebabkan
mikobakteri
menggumpal dan batas-batas permeabelitas dari nutrisi menuju sel. (Mahon et al.,
2007; Ryan et al., 2010).
2.2 Penegakan Diagnosis Tuberkulosis
Spesimen yang diterima oleh laboratorium untuk mikobakteri dan
kulturnya harus ditangani dengan cara yang aman. Tuberkulosis menduduki
ranking tertinggi diantara penyakit yang diperoleh di laboratorium. Untuk itu
laboratorium dan administrasi rumah sakit harus menyediakan pegawai
laboratorium dengan fasilitas, peralatan dan persediaan yang bisa menurunkan
resiko penyakit. (Forbes et al., 2007).
11
Diagnosis tuberkulosis khususnya tuberkulosis paru, dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan klinik (anamnesis terhadap keluhan penderita dan hasil
pemeriksaan fisik), pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologik.
Ketiga hasil pemeriksaan tersebut disatukan untuk diagnosis tuberkulosis. Salah
satu pemeriksaan laboratorium adalah mendeteksi kuman M. tuberculosis sebagai
penyebabnya. Pada umumnya metode
yang
digunakan adalah
metode
konvensional seperti pemeriksaan mikroskopik basil tahan asam (BTA) dan
pemeriksaan kultur. Pemeriksaan mikroskopik cukup cepat dan ekonomis akan
tetapi sensitivitas dan spesifitasnya masih kurang sedangkan pemeriksaan kultur
memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar 3- 12 minggu (Heifets and Barnes,
1994).
Basil tahan asam menginfeksi hampir semua jaringan dan organ tubuh.
Berhasilnya isolasi dari organisme tergantung pada kualitas spesimen yang
diperoleh, proses yang tepat dan teknik kultur yang digunakan oleh laboratorium
mikobakteriologi. Koleksi dari spesimen klinik yang tepat memerlukan perhatian
serius untuk perawatan kesehatan yang profesional. Spesimen harus dikumpulkan
dalam keadaan steril, tahan bocor dan wadah dilabel dengan tepat. Jenis spesimen
yang bisa digunakan untuk pengujian diantaranya spesimen paru-paru, isi
intestinal, urin , feses, jaringan dan cairan tubuh, darah dan luka kulit (Irving et
al., 2006; Forbes et al., 2007).
Pemrosesan specimen untuk perolehan kembali basil tahan asam dari
spesimen klinik
melibatkan beberapa
tahapan yang kompleks, dan masing-
masing tahapan harus tepat. Spesimen dari tempat yang steril dapat disuntikkan
12
langsung pada media atau dipekatkan. Spesimen yang kebanyakan diajukan untuk
kultur mikobakteri terdiri dari puing organik seperti lendir, jaringan, serum dan
materi proteinase yang terkontaminasi dengan organisme. Contoh spesimen
dengan ciri-ciri tersebut adalah sputum. Laboratorium harus memproses spesimen
supaya bakteri yang mengkontaminasi bakteri yang dapat dengan cepat menguasai
mikobakteri dan terbunuh, jumlahnya berkurang dan mikobakteri terbebas dari
lendir
atau sel. Setelah didekontaminasi, mikobakteri dibersihkan, biasanya
dengan sentrifugasi untuk meningkatkan deteksinya oleh pewarnaan tahan asam
dan kultur. (Forbes et al., 2007; Mahon et al., 2007).
Metode dekontaminasi yang umum digunakan adalah metode NaOH,
metode Zephiran-Trinatrium Posfat dan metode N-asetil-L-sitein (NALC)-NaOH.
NaOH sebagai agen dekontaminasi dan juga sebagai pengemulsi. Karena
toksisitasnya yang potensial maka NaoH dengan konsentrasi yang lemah
digunakan sebagai dekontaminasi yang efektif terhadap spesimen. Penambahan
agen mukolitik NALC menurunkan konsentrasi NaOH yang diperlukan dan juga
memperpendek waktu yang diperlukan untuk dekontaminasi sehingga membantu
perolehan kembali dari basil tahan asam yang optimal (Mahon et al., 2007).
Mikobakteri memiliki dinding sel mengandung asam mikolat, yang
memiliki rantai panjang. Rantai panjang asam mikolat ini memungkinkan
memperlihatkan warna dasar yang kompleks, menambah karakteristik tahan asam
yang membedakan mikobakteri dengan bakteri yang lain. Pewarnaan tahan asam
dipengaruhi oleh umur koloni, media terjadinya pertumbuhan dan sinar
ultraviolet. Tiga jenis prosedur warna digunakan di laboratorium untuk deteksi
13
cepat dan konfirmasi basil tahan asam diantaranya fluorokrom, Ziehl Neelsen dan
Kinyoun. Visualisasi dari basil tahan asam pada sputum atau materi klinik yang
lain harus dipertimbangkan bahwa itu hanya dugaan tuberkulosis, karena warna
tidak mengidentifikasi secara spesifik M. tuberculosis. Teknik molekuler seperti
PCR digunakan untuk menemukan M. tuberculosis secara langsung pada
spesimen klinik. ( Mahon et al., 2007).
2.3 Metagenomik
Metagenomik adalah analisis genomik dari mikroorganisme dengan cara
ekstraksi langsung dan kloning DNA dari lingkungan alaminya (Kim, 2012).
Metagenomik sudah diperkenalkan dan diterapkan secara luas dalam dunia
bioteknologi sejak tahun 1998, namun di Indonesia belum banyak dikenal. Di
dalam metode metagenomik, sampel langsung diambil dari lingkungan atau
habitatnya. Pendekatan ini merupakan suatu langkah yang cukup berbeda dari
strategi pendekatan sebelumnya, karena selama ini pendekatan konvensional
hanya melibatkan sebuah organisme yang diambil dari habitatnya dan
ditumbuhkan melalui kultur di laboratorium (Lin, 2006).
Metagenomik merupakan gabungan dari sebuah kumpulan teknik
penelitian yang terdiri atas hubungan pendekatan dan metode, dan sebuah
penelitian lapangan. Dalam bahasa Yunani, “meta” berarti sangat atau teramat. Di
dalam pendekatan dan metodenya, metagenomik menjawab dua permasalahan
utama yang mempengaruhi kemajuan dalam bidang klinik dan mikrobiologi
lingkungan, yaitu: ketidakmampuan pengkulturan semua jenis mikroba di
14
laboratorium dan keanekaragaman genomik dari sebagian besar mikroba yang
sampai saat ini belum seluruhnya terungkapkan. Meta dapat diartikan sebagai
ilmu baru yang mencari pemahaman secara biologis pada gen-gen di dalam
komunitas tertentu dan bagaimana gen-gen tersebut mampu saling mempengaruhi
aktivitas di dalam fungsi kolektif mereka. Meta juga diartikan sebagai suatu
kebutuhan dalam mengembangkan metode
yang dapat
memaksimalkan
pemahaman dalam komposisi genetika dan aktivitas komunitas yang sangat
kompleks. Sejak dahulu hanya dapat diambil sebagai sampel, namun tidak pernah
bisa dikarakterisasikan secara lengkap (Handelsman et al., 2007).
Metagenomik merupakan ilmu sains yang masih sangat baru dan sudah
menghasilkan kekayaan ilmu pengetahuan mengenai dunia mikroba yang tidak
terkulturkan selama ini, karena metagenomik adalah suatu langkah baru dalam
pelaksanaan mikrobiologi. Semua studi metagenomik memiliki langkah awal
yang sama, yaitu: DNA diekstraksi langsung dari habitat/lingkungan dimana
semua mikroba hidup di dalamnya. Campuran sampel DNA bisa dianalisis
langsung atau diklon ke dalam jenis bakteri yang dapat dipelihara di dalam
laboratorium, kemudian menciptakan suatu pustaka yang mengandung seluruh
genom dari semua mikroba yang ditemukan dalam lingkungan tersebut
(Handelsman et al., 2007).
2.4
Isolasi DNA Metagenomik
Preparasi sampel merupakan langkah pertama dan paling penting dalam
setiap penelitian metagenomik. DNA metagenomik yang diisolasi dari hasil
15
preparasi sampel tersebut harus mewakili DNA dalam sampel dengan kualitas
yang tinggi dan harus diperoleh dalam jumlah yang cukup untuk produksi pustaka
dan atau sequencing. Preparasi sampel membutuhkan protokol khusus untuk
setiap jenis sampel dan berbagai metode yang sesuai untuk ekstraksi DNA yang
tersedia, seperti metode dan protocol yang digunakan dalam ekstraksi DNA dari
laut, makro-alga, tanah, tulang dan gigi fosil dan masih banyak lagi (Venter et al.,
2004).
Teknik isolasi DNA metagenomik didasarkan pada ukuran gen atau
fragmen gen target dan tujuan skrining dari suatu penelitian tertentu. Ada dua
teknik ekstraksi yang dapat diterapkan, yaitu secara langsung atau in situ dan
secara tidak langsung. Ekstraksi langsung dilakukan dengan melisis sel secara
langsung dalam sampel, kemudian dilanjutkan dengan tahap ekstraksi DNA.
Sedangkan ekstraksi tidak langsung dilakukan dengan memisahkan sel terlebih
dahulu dari sampel kemudian dilakukan proses lisis sel untuk mendapatkan
DNAnya. Lisis sel dapat dilakukan dengan metode seperti sonikasi, grinding,
freeze-thawing dan solubilisasi membran sel atau dinding sel dengan detergent
atau enzim (Courtois et al., 2003).
2.5
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun
1985. Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik sintesis dan
amplifikasi DNA secara in vitro. PCR menggunakan 2 oligonukleotida primer
yang bertindak sebagai situs inisiasi sintesis DNA oleh DNA polimerase sehingga
16
primer akan menentukan daerah dari templat DNA yang akan diamplifikasi.
Nested PCR merupakan salah satu teknik amplifikasi DNA yang menggunakan
dua pasang primer. Produk PCR dari PCR pertama digunakan sebagai templat
DNA untuk putaran PCR kedua dengan primer internal. Metode ini memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode PCR biasa
(McPherson and Moller, 2006). Efisiensi dari PCR dikendalikan oleh berbagai
parameter, seperti jenis polimerase, jenis buffer, konsentrasi dan stabilitas primer
(Tm), konsentrasi dNTP, parameter siklus, dan kompleksitas serta konsentrasi dari
templat (Innis et al., 1999).
Komponen-komponen yang dibutuhkan pada proses PCR adalah templat
DNA, primer yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan
urutan nukleotida DNA templat untuk membatasi daerah amplifikasi, dNTPs
(deoxynucleotide triphosphates), buffer, dan enzim DNA polimerase termostabil
(Crocker and Murray, 2003). Salah satu keuntungan dari teknik PCR adalah
kemampuannya untuk mengamplifikasi daerah DNA yang ditentukan dari templat
awal yang sangat kompleks. Kekurangan dari teknik ini adalah bahwa sejumlah
kecil kontaminasi pada DNA juga akan ikut teramplifikasi sehingga harus
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi (McPherson and Moller,
2006).
Primer merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan
proses PCR. Primer yang didesain sebaiknya mengandung 18-30 basa.
Kandungan GC primer dapat berkisar antara 40-60%. Spesifisitas primer akan
turun ketika ujung 3’ dari primer merupakan basa A atau T. Primer yang ideal
17
adalah primer yang memiliki Tm yang serupa (dalam 2-4 oC), dan di atas 60oC.
Hindari terjadinya interaksi primer seperti cross-homology dan self-homology
karena akan mempengaruhi efisiensi proses amplifikasi (Handoyo dan Rudiretna,
2001; Sulistyaningsih, 2007).
Metode PCR dibagi ke dalam tiga tahap yaitu denaturasi, annealing
(penempelan), dan sintesis DNA. Tahap denaturasi merupakan proses awal PCR
Pada tahap ini untai ganda DNA dipisahkan menjadi untai dengan cara
dipanaskan. Suhu yang digunakan pada umumnya adalah 94oC (McPherson and
Moller, 2006). Pemilihan suhu merupakan faktor yang penting. Suhu denaturasi
tergantung pada panjang DNA templat yang digunakan dan juga pada panjang
fragmen DNA target. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi dapat menurunkan
aktivitas polimerase DNA yang akan berdampak pada efisiensi PCR. Selain itu
juga dapat merusak DNA templat, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat
menyebabkan proses denaturasi DNA templat tidak sempurna (Handoyo dan
Rudiretna, 2001).
Tahap kedua adalah tahap penempelan primer pada templat DNA. Suhu yang
digunakan biasanya berkisar antara 37-60oC. Suhu annealing yang digunakan
dapat dihitung berdasarkan (Tm – 5)oC sampai dengan (Tm + 5)oC. (Handoyo dan
Rudiretna, 2001). Tahap ketiga dari metode PCR adalah sintesis DNA. Suhu yang
digunakan pada proses ini biasanya adalah 72oC. Suhu ini digunakan untuk
menjamin efisiensi proses sintesis DNA oleh enzim DNA polimerase termostabil
(McPherson and Moller, 2006).
18
Ketiga tahap utama di atas dapat diulang sekitar 25-40 kali siklus, tergantung
dari kebutuhan untuk amplifikasi yang spesifik (McPherson and Moller, 2006).
Secara teoritis setiap siklus menggandakan jumlah fragmen target yang ingin
disalin. Oleh karena itu terjadi peningkatan eksponensial pada fragmen gen yang
diinginkan. Produk dari PCR nantinya akan dideteksi dengan metode
elektroforesis untuk menentukan ukuran produk (Crocker and Murray, 2003).
2.6
Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan suatu molekul dalam suatu
campuran dibawah pengaruh medan listrik yang didasarkan pada ukuran
molekulnya. Molekul terlarut dalam medan listrik bergerak atau bermigrasi
dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Teknik
elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA maupun protein
(Yuwono,2007).
Elektroforesis DNA dilakukan misalnya untuk menganalisis fragmenfragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi. Gel yang digunakan
biasanya agarosa atau poliakrilamida, pada gel tersebut sudah terdapat sumursumur untuk adder low berukuran 50-1500 bp, kontrol negatif, kontrol positif
mengandung fragmen DNA berukuran 123 bp, jika sampel menunjukkan DNA
berukuran 123 bp maka sampel dinyatakan positif terinfeksi bakteri . (Novel et al,
2010).
Gel agarosa dibuat dengan melarutkannya dalam suatu buffer. Agar dapat
dapat larut dengan baik, pelarutannya dibantu dengan pemanasan. Dalam keadaan
panas, gel akan berupa cairan sehingga mudah dituang ke atas suatu lempeng
19
(plate) yang biasanya terbuat dari Perspex. Sebelum mendingin dan memadat,
pada ujung gel tersebut dibuat lubang-lubang dengan menggunakan lembaran
Perspex tipis yang dibentuk menyerupai sisir. Sisir tersebut ditancapkan pada
salah satu ujung gel yang masih cair. Dengan demikian, pada waktu gel memadat
dan sisirnya diambil terbentuklah lubang-lubang kecil tempat sampel molekul
DNA dimasukkan. Gel agarosa yang sudah terbentuk kemudian dimasukkkan
kedalam suatu tanki yang berisi buffer yang sama dengan yang digunakan untuk
membuat gel. Buffer yang dibuat misalnya dengan tris-asetat-EDTA(TAE) atau
tris-borat-EDTA (TBE) (Yuwono,2007).
Setelah DNA dimasukkan ke dalam lubang sampel, arus listrik dialirkan.
Kutub yang sejajar dengan lubang sampel DNA berupa kutub negatif, sedangkan
kutub lainnya positif. Oleh karena DNA bermuatan negatif maka molekulmolekul DNA akan bergerak kearah kutub positif. Setelah beberapa waktu gel
kemudian direndam dalam larutan yang mengandung etidium bromida. Etidium
bromida akan menginterkalasi (menyisip kedalam) DNA. Penggunaan etidium
bromida dimaksudkan untuk membantu visualisasi karena etidium bromida akan
memedarkan sinar ultraviolet. Jika gel disinari dengan ultraviolet dari bawah,
maka akan tampak pita-pita pada gel. Pita-pita tersebut adalah molekul-molekul
DNA yang bergerak sepanjang gel setelah dielektroforesis. Molekul RNA dapat
dianalisis dengan prinsip yang sama, yaitu menggunakan gel agarosa, namun
dengan menggunakan buffer yang berbeda yaitu mengandung formaldehid. Untuk
analisis molekul DNA dapat digunakan gel poliakrilamid dimana dapat digunakan
20
untuk penetuan urutan basa DNA (DNA sequencing) (Yuwono, 2007; Novel et al,
2010).
Elektroforesis
merupakan
tahap
akhir
uji
diagnostik
molekular
Tuberkulosis yaitu proses pemisahan fraksi DNA pada gel dengan prinsip aliran
listrik yaitu DNA bermuatan negatif akan bergerak menjauhi kutub negatif ke
arah kutub positif sehingga akan terpisah berdasarkan muatannya. Metode
pemurnian ini menggunakan gel agarosa untuk memisahkan produk PCR
berdasarkan ukurannya. Keuntungan menggunakan pemurnian gel adalah metode
ini secara spesifik memisahkan fragmen target dari berbagai kontaminasi (Innis et
al.,1999).
2.7 Sekuensing DNA
Urutan suatu basa DNA dapat diketahui dengan teknik sekuensing DNA.
Cycle sequencing merupakan metode sederhana yang terdiri atas proses
denaturasi, annealing dan ekstensi templat secara berulang dengan menggunakan
sebuah primer dan terminator dideoksinukleotida (ddNTP) dalam sebuah mesin
thermal cycle. Prinsip dari teknik sekuensing ini adalah adanya ddNTP yang
menyebabkan terminasi perpanjangan rantai DNA akibat tidak adanya gugus
3’OH sehingga mencegah terbentuknya ikatan fosfodiester. Produk yang
dihasilkan dianalisa dengan menggunakan gel atau sistem otomatis dengan label
radioaktif atau fluoresensi. Label produk PCR dengan menggunakan fluoresensi
lebih dipilih dibandingkan radioaktif karena pengguna harus memperhatikan
untuk menghindari paparan berlebihan dari sumber radioaktif (McPherson and
Moller, 2006).
21
Saat ini, sekuensing DNA dilakukan dengan sistem deteksi otomatis.
Terdapat dua pendekatan dalam teknik ini yaitu primer labelling atau ddNTPlabelling. Pada primer labelling, empat warna fluoresen yang berbeda ditandai
pada primer. Metode ini dilakukan pada empat reaksi yang terpisah tetapi pada
akhirnya akan dicampur dan dimuat pada satu lajur gel atau kapiler. Dengan
menggunakan ddNTP-labelling, masing-masing dari empat ddNTP ditandai warna
fluoresen yang berbeda. Berbeda dengan primer labeling, ddNTP-labelling dapat
dilakukan dalam satu tabung reaksi. Hanya fragmen yang telah bergabung dengan
dideoksinukleotida yang akan berlabel warna dan akan masing-masing terdeteksi
menggunakan laser (McPherson and Moller, 2006).
2.8
Analisis Homologi.
Identifikasi sementara suatu gen dilakukan dengan analisis homologi.
Analisis ini dilakukan dengan komputer, sekuen dari DNA dibandingkan dengan
semua sekuen gen yang ada di database DNA secara internasional, tidak hanya
gen dari organisme yang sedang dipelajari namun dari semua spesies yang
lainnya. Dasar pemikirannya adalah dua gen dari organisme yang berbeda
memiliki fungsi dan sekuen yang mirip, menggambarkan sejarah evolusioner
mereka yang umum (Brown, 2006).
Salah satu bentuk analisis yang dapat dilakukan adalah analisis
penyejajaran. Analisis penyejajaran dapat digunakan untuk membandingkan dua
sekuen atau lebih. Program yang digunakan untuk analisis penyejajaran yaitu
program BLAST (Basic Local Allignment Search Tools). Program ini dapat
22
diakses melalui website National Center for Biotechnology Information (NCBI)
at
The
National
Library
of
Medicine
in
Washington,
DC
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST). NCBI merupakan server yang memuat
data base tentang informasi kesehatan dan bioteknologi. Data base terus menerus
di update sesuai dengan penemuan-penemuan terkini yang menyangkut DNA,
protein, senyawa aktif dan taksonomi. Disamping data base, NCBI juga
menyediakan berbagai macam software untuk analisis DNA, protein 3D,
pencarian primer, pencarian conserve domain dan lain sebagainya. NCBI
merupakan salah satu bank data gen, protein dan literatur khususnya di bidang
kesehatan yang terlengkap dan di acu oleh para peneliti didunia (Altshul et al.,
1990 ; Widodo, 2010).
Analisis penyejajaran ini sangat penting bagi penentuan lokasi gen dalam
rangkaian
DNA,
tujuanya
adalah
untuk
pencarian
homologi,
dengan
membandingkan rangkaian DNA dengan rangkaian DNA lainya. Dasar dari
pencarian homologi ini adalah dengan membandingkan gen-gen yang memiliki
kemiripan atau sama sehingga gen baru dapat ditemukan dengan kemiripan
dengan gen-gen yang lain (Altshul et al., 1990). Ada juga 5 program utama
dalam BLAST, yaitu :
1. nucleotide blast (blastn) : membandingkan suatu sekuen nukleotida yang
kita miliki dengan database sekuen nukleotida
2. protein blast (blastp) : membandingkan suatu sekuen asam amino yang
kita miliki dengan database sekuen protein
23
3. blastx : membandingkan produk translasi konsep 6-frame sebuah sekuen
nukleotida (translated nucleotide) yang kita miliki dengan database sekuen
protein
4. tblastn : membandingkan suatu sekuen protein yang kita miliki dengan
database sekuen nukleotida yang secara dinamis ditranslasi pada semua
pembacaan 6 frame.
5. tblastx : membandingkan suatu translasi 6 frame dari nukleotida
Analisis ini lebih mudah atau dengan masuk ke salah satu jaringan DNA
database dan kemudian rangkaiannya dapat dilihat secara langsung. Hasil yang
cocok atau positif pada gen yang sudah ada pada database dapat memberikan
indikasi yang jelas tentang fungsi dari gen yang baru atau implikasi dari gen-gen
yang cocok untuk gen lebih halus atau licin. Kenyataannya, gen-gen secara tidak
langsung memiliki segmen-segmen yang pendek yang sama antara yang satu
dengan yang lain. Walaupun gen-gen tidak berhubungan, tetapi protein-proteinnya
memiliki fungsi yang sama (Altshul et al., 1990).
Penelusuran
BLAST
(BLAST
search)
pada
database
sekuens
memungkinkan ilmuwan untuk mencari sekuens asam nukleat maupun protein
yang mirip dengan sekuens tertentu yang dimilikinya. Hal ini berguna misalnya
untuk menemukan gen sejenis pada beberapa organisme atau untuk memeriksa
keabsahan
hasil sekuensing maupun
untuk
memeriksa
fungsi
gen
hasil
sekuensing. Algoritma yang mendasari kerja BLAST adalah sequence alignment (
Mount, 2004)
24
Sequence alignment adalah proses penyusunan/pengaturan dua atau
lebih sekuens sehingga persamaan sekuens-sekuens tersebut tampak nyata. Hasil
dari proses tersebut juga disebut sebagai sequence alignment. Sequence
alignment merupakan metode dasar dalam analisis sekuens. Metode ini digunakan
untuk mempelajari evolusi sekuens-sekuens dari leluhur yang sama (common
ancestor). Sequence alignment memberikan hipotesis atas proses evolusi yang
terjadi dalam sekuens-sekuens tersebut. Selain itu, sequence alignment juga
digunakan untuk mencari sekuens yang mirip atau sama dalam database sekuens
(Altshul et al., 1990 ; Mount, 2004).
Download