analisis faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay pada

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
2.1.1
Tinjauan Teoritis
Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Pelaporan
keuangan
merupakan
salah
satu
sumber
informasi
yang
mengkomunikasikan keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam
periode tertentu kepada pihak-pihak yang berkepentingan sehingga manajemen
memperoleh informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan (Simbolon,
2009). Sedangkan menurut Weggandt (1995; dalam Sejati, 2007) laporan
keuangan merupakan sarana utama dimana informasi keuangan dikomunikasikan
dengan pihak luar perusahaan, laporan ini memberikan sejarah kuantitatif
perusahaan dalam satuan uang.
PSAK No. 1 par. 10 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas
entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan
dalam pembuatan keputusan ekonomi (IAI, 2012). Disamping itu, laporan
keuangan
juga
menunjukan
hasil
pertanggungjawaban
manajemen
atas
penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Menurut PSAK
par.07 komponen laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan
dengan berbagai cara seperti misalnya: sebagai laporan arus kas atau laporan arus
8
9
dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan (IAI, 2012).
Dalam PSAK par. 24 mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan menyebutkan empat karakteristik kualitatif pokok
yang merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan
berguna bagi pengguna (IAI, 2012):
1. Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini,
pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas
ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi
dengan ketekunan yang wajar.
2. Relevan
Agar bermanfaat, Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan
pengguna dalam proses pengambilan. Informasi memiliki kualitas relevan
kalau dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu
mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa sekarang, dan masa
mendatang, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi pengguna di masa
lalu.
3. Keandalan
Informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika
bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
diandalkan penggunaannya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful
10
representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
diharapkan dapat disajikan.
4. Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas antar
periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (tren) posisi dan kinerja
keuangan. Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan
antar entitas untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan
posisi keuangan secara relatif.
2.1.2
Audit
Audit adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi
bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadiankejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara
asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Sunarto, 2003:16). Audit harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Mulyadi (2002:416)
menyebutkan tipe pendapat/opini auditor dalam laporan audit terdiri atas 5 jenis,
yaitu:
1.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan
11
pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi
berikut ini terpenuhi :
a.
Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan
laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
b.
Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh
auditor.
c.
Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.
d.
Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia.
e.
Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
2.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified
Opinion with Explanatory Language)
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu
paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas
laporan keuangan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah
paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya
suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku
adalah:
a.
Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
12
b.
Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas.
c.
Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
d.
Penekanan atas suatu hal.
e.
Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Melalui pendapat wajar dengan pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang
dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam
keadaan:
a.
Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit.
b.
Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi
penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang
berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan
pendapat tidak wajar.
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Dengan pendapat tidak wajar, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan
tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas
entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
5. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
13
Dengan pernyataan tidak memberikan pendapat, auditor menyatakan bahwa
ia tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pernyataan tidak
memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak melaksanakan
audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan
pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan ini juga diberikan oleh auditor
apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.1.3
Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan merupakan jenis audit yang paling sering
dilakukan oleh auditor independen. Hal ini disebabkan audit laporan keuangan
dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan yang dihasilkan
perusahaan (Halim, 2008:59).
Menurut Halim (2008:60) ada empat alasan yang dapat menjawab
pertanyaan mengapa audit atas laporan keuangan diperlukan, antara lain:
1. Perbedaan Kepentingan
Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara
manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para
pemakai laporan keuangan. Para pemakai mengharapkan kepastian dari
auditor independen bahwa laporan keuangan bebas dari pengaruh konflik
kepentingan terutama kepentingan manajemen. Laporan keuangan diaudit
untuk menentukan kewajaran dan kenetralan laporan keuangan. Auditor
independen juga diharapkan mempertimbangkan setiap kebutuhan dari
berbagai kelompok pemakai laporan keuangan.
2. Konsekuensi
14
Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai.
Investor, kreditor, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat
mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka menginginkan
laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk
pengambilan. Mereka menginginkan adanya pengungkapan (disclosure) yang
memadai. Para pemakai laporan keuangan mengandalkan auditor independen
untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai prinsip
akuntansi yang berterima umum dan berisi pengungkapan yang diperlukan
bagi para pemakai yang berpengetahuan dan mengerti tentang laporan
keuangan.
3. Kompleksitas
Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalah
akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks.
Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko
kesalahan interpretasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini menyulitkan
para pemakai laporan keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan
keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor independen
atas laporan keuangan auditan untuk memastikan kualitas laporan keuangan
yang bersangkutan.
4. Keterbatasan Akses
Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses
terhadap data akuntansi. Sebagian kecil pemakai mempunyai akses langsung
terhadap catatan akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan
15
keuangan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memanipulasi catatan
akuntansi dan laporan keuangan untuk kepentingan mereka. Oleh karena itu,
para pemakai lainnya akan mengandalkan audit yang dilakukan auditor
independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan cukup berkualitas
dan bebas dari manipulasi.
2.1.4
Tujuan Audit
Dalam PSA No. 02 seksi 110 tujuan umum pengauditan atas laporan
keuangan oleh auditor independen merupakan pemberian opini atas kewajaran
dimana laporan tersebut telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Elder et al., 2011:104). Sedangkan
menurut Subramanyam dan Wild (2009:114; dalam Reginea, 2011) tujuan utama
audit
laporan
keuangan
adalah
untuk
mengidentifikasi
kesalahan
dan
penyimpangan yang jika tidak terdeteksi akan memberikan dampak material pada
kewajaran penyajian dan kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Menurut Kell dan Boynton audit dapat diklasifikasikan berdasar tujuan
dilaksanakannya audit. Dalam hal ini audit terbagi dalam tiga kategori, antara lain
(Halim, 2008:5):
1. Audit Laporan Keuangan (financial statement audit)
Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti
mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan
pendapat apakah laporang keuangan yang telah disajikan secara wajar sesuai
16
kriteria yang telah
ditentukan yaitu prinsip akuntansi berterima umum
(PABU).
2. Audit Kepatuhan (compliance audit)
Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan
tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu
dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi
yang telah ditentukan.
3. Audit Operasional (operational audit)
Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti
mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan
pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional.
Efisiensi adalah perbandingan antara masukan dengan keluaran, sedangkan
efektivitas adalah perbandingan antara keluaran dengan target yang sudah
ditetapkan.
2.1.5
Standar Auditing
Standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan
historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional
seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (Elder et
al., 2011:41).
Dalam PSA No. 01 seksi 150 menetapkan standar-standar audit untuk
profesi yaitu Standar Auditing Berlaku Umum. Standar auditing terdiri atas tiga
17
bagian, standar ini diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
sebagai berikut (IAPI, 2011):
1. Standar Umum
Bagian yang mengatur tentang mutu professional auditor independen atau
persyaratan pribadi auditor. Standar umum terdiri dari 3 standar, yaitu:
a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi,
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
Bagian yang mengatur mengenai pertimbangan-pertimbangan yang harus
digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan audit dilapangan. Standar pekerjaan
lapangan terdiri dari 3 standar, yaitu :
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian
yang dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan kuangan yang diaudit.
18
3. Standar Pelaporan
Bagian yang mengatur tentang pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
dalam penyusunan laporan audit. Standar pelaporan terdiri dari 4 standar,
yaitu:
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan.
2.1.6
Audit Delay
Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang
sangat
penting
khususnya
untuk
perusahaan-perusahaan
publik
yang
menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Namun auditor
memerlukan waktu yang cukup untuk dapat mengumpulkan bukti-bukti kompeten
yang dapat mendukung opininya. Lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur
dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal ditandatanganinya laporan
audit (tanggal opini) ini kemudian didefinisikan sebagai audit delay (Halim, 2000;
19
dalam Subekti dan Novi, 2004). Sedangkan menurut Rachmawati (2008) audit
delay adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan
tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh
laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak
tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang
tertera pada laporan auditor independen.
Menurut Simbolon (2009) dalam melaksanakan audit, maka dibutuhkan
sebuah perencanaan. Perencanaan audit termasuk juga membuat anggaran waktu
(time budget) yaitu menetapkan pedoman mengenai jumlah waktu dari masingmasing bagian audit. Anggaran waktu merupakan suatu pedoman, namun tidak
absolut. Apabila auditor menyimpang dari program audit akibat suatu kondisi,
auditor juga mungkin terpaksa menyimpang dari anggaran waktu. Auditor
mendapat tekanan dalam memenuhi anggaran waktu untuk menunjukkan
efisiensinya dan membantu mengevaluasi kinerjanya. Akan tetapi, bila tidak
sesuai dengan tujuan pokok audit, maka informasi yang disampaikan juga tidak
baik dan dapat merugikan. Proses audit sangat memerlukan waktu sehingga dapat
berakibat pada audit delay yang nantinya akan sangat berpengaruh pada ketepatan
waktu pelaporan keuangan.
2.1.7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay
a. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun
yang bersangkutan sampai beberapa tahun (Brigham dan Houston, 2001; dalam
Reginea, 2011). Sedangkan menurut Ferry dan Jones (1979; dalam Reginea,
20
2011) ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–
rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset
yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan seperti
penelitian Courtis (1976), Gilling (1977), Ashton dan Elliot (1987) menunjukkan
bahwa faktor ukuran perusahaan dengan indikator total aktiva memiliki pengaruh
yang besar terhadap audit delay (Subekti dan Novi, 2004).
Dyer dan McHugh (1975; dalam Rachmawati, 2008) menyatakan bahwa
manajemen perusahaan besar memiliki dorongan untuk mengurangi penundaan
audit (audit delay) dan penundaan laporan keuangan yang disebabkan oleh karena
perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asoisasi
perdagangan dan agen regulator. Di samping itu ukuran perusahaan juga memiliki
alokasi dana yang lebih besar untuk membayar biaya audit (audit fees), hal ini
menyebabkan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar
cenderung memiliki audit delay yang lebih pendek bila dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih kecil.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991;
dalam Sejati, 2007) di New Zelland yang menggunakan total asset sebagai proksi
ukuran perusahaan menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang
berkebalikan dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang
lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan
mengurangi kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi
dan memampukan auditor untuk mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan
21
untuk melakukan pekerjaan intern. Selain itu juga berkaitan dengan pelayanan
yang lebih baik, untuk klien yang lebih besar oleh firma untuk memastikan
kepuasan dari klien.
Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi pada tiga kategori, yaitu
perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan
perusahaan kecil (small firm). Penentuan perusahaan ini didasarkan pada total
asset perusahaan (Machfoedz, 1994; dalam Febrianty, 2011). Kategori ukuran
perusahaan yaitu:
1. Perusahaan Besar
Perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih
besar dari Rp 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki penjualan
lebih dari Rp 50 Milyar/tahun.
2. Perusahaan Menegah
Perusahaan menengah adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp
1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih
besar dari Rp 1 Milyar dan kurang dari Rp 50 Milyar/tahun.
3. Perusahaan Kecil
Perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil
penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun.
b. Profitabilitas
Faktor lain yang diperkirakan berpengaruh adalah perusahaan yang
mengumumkan rugi atau tingkat profitabilitas yang rendah. Ini berkaitan dengan
22
akibat yang dapat ditimbulkan oleh pasar terhadap pengumuman rugi tersebut
bagi perusahaan. Menurut Mamduh (2003:83; dalam Reginea, 2011) profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat
penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas mencerminkan tingkat
efektivitas yang dicapai oleh operasional perusahaan. Semakin besar rasio
profitabilitas
perusahaan,
maka
akan
semakin
baik
perusahaan
dalam
menghasilkan laba.
Ashton dan Elliot (dalam Subekti dan Novi, 2004) berpendapat bahwa ada
beberapa alasan yang mendorong terjadinya kemuduran laporan publikasi yaitu:
pelaporan laba atau rugi sebagai indikator good news atau bad news atas kinerja
manajerial perusahaan dalam setahun. Menurut Sejati (2007) ada dua alasan
mengapa perusahaan yang menderita kerugian cenderung mengalami audit delay
yang lebih panjang. Pertama, ketika rugi terjadi perusahaan akan cenderung
menunda berita buruk (bad news). Sebuah perusahaan yang mengalami rugi akan
meminta auditor untuk menjadwal audit lebih lama dari biasanya misalnya
terlambat memulai proses audit atau memperlama proses audit. Sebaliknya jika
perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan berharap laporan
keuangan auditan dapat diselesaikan secepatnya, sehingga berita baik (good news)
tersebut segera dapat disampaikan kepada para investor dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya. Kedua, seorang auditor akan lebih berhati-hati dalam
melakukan proses audit pada perusahaan yang rugi jika auditor meyakini bahwa
kerugian perusahaan kemungkinan disebabkan karena kegagalan keuangan atau
kecurangan manajemen.
23
Dalam penelitian ini, rasio yang akan dipakai untuk mengukur
profitabilitas perusahaan adalah Return On Asset (ROA). ROA adalah
perbandingan laba sebelum pajak dengan total aset (Subramanyam dan Wild,
2009:37; dalam Reginea, 2011).
c. Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar semua
hutangnya (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang) dari harta
perusahaan tersebut (Soemardjo, 1977:5; dalam Reginea, 2011). Solvabilitas suatu
perusahaan dapat diukur dengan membandingkan jumlah utang dengan jumlah
aktiva. Solvabilitas juga mengindikasikan jumlah modal yang dikeluarkan oleh
investor dalam rangka menghasilkan laba. Menurut Simbolon (2009) tingkat
solvabilitas
menunjukkan
risiko
perusahaan
sehingga
berdampak
pada
ketidakpastian harga saham. Bila tingkat solvabilitas tinggi, maka resiko
kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman juga akan tinggi, demikian
juga sebaliknya.
Dalam penelitian ini, rasio yang akan dipakai adalah Debt to Equity Ratio
(DER). DER menggambarkan perbandingan total kewajiban dan total ekuitas
dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri
perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER, maka
semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor. Perusahaan dengan
kewajiban yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan
menyelesaikan audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan
kewajiban yang besar diawasi dan dimonitori oleh kreditor sehingga akan
24
memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan
keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang
pada dasarnya menginginkan mengurangi tingkat risiko dalam pengembalian
modal mereka (Subramanyam dan Wild, 2009:37; dalam Reginea, 2011). Menurut
Carslaw dan Kaplan (1991; dalam Rachmawati, 2008) proporsi relatif dari hutang
terhadap total aset mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi
yang besar dari hutang terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan
kerugian dan dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporan
keuangan yang akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari
hutang akan meningkatkan pula resiko kerugiannya.
d. Kualitas Auditor/Ukuran KAP
Faktor kualitas auditor/ukuran KAP yang melakukan audit diperkirakan
akan berpengaruh terhadap audit delay. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah
suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, yang berusaha di bidang pemberian jasa
profesional dalam praktek akuntan publik (Rachmawati, 2008).
Pada umumnya, Kantor Akuntan Publik (KAP) yang besar (yang bekerja
sama dengan KAP internasional) mempunyai insentif yang kuat untuk
menyelesaikan tugas audit lebih cepat demi mempertahankan reputasinya. Selain
itu, KAP besar memiliki lebih banyak sumber daya sehingga tugas audit dapat
diselesaikan dalam waktu lebih singkat. KAP besar juga memiliki lebih banyak
pengalaman yang membuat mereka dapat melakukan tugas audit lebih cepat. KAP
25
ini dapat menjalankan pengauditan secara lebih efisien dan efektif , serta memiliki
fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penjadwalan audit (Simbolon, 2009).
Dalam penelitian ini, KAP akan dikategorikan menjadi The Big Four dan
Non Big Four. Kategori KAP merupakan variabel dummy dimana KAP The Big
Four diberi nilai 1 (satu) dan KAP Non Big Four diberi nilai 0 (nol). Kategori
KAP The Big Four di Indonesia sebagai berikut:
1. KAP Deloitte Touche Thomatsu (DTT), bekerjasama dengan KAP Osman
Bing Satrio.
2. KAP Price Waterhouse Coopers (PwC), bekerjasama dengan KAP
Tanudiredja, Wibisana dan Rekan.
3. KAP Ernst & Young (E&Y), bekerjasama dengan KAP Purwantoro,
Suherman dan Surja.
4. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), bekerjasama dengan KAP
Siddharta dan Widjaja.
2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai perbandingan dengan penelitian
sekarang, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Subekti dan Novi (2004) dengan mengambil
judul “Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay di Indonesia”
yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel
independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, jenis
perusahaan, opini, tingkat profitabilitas, auditor (ukuran KAP). Hasil
pengujian
hipotesis
menunjukkan
bahwa
kelima
variabel
tingkat
26
profitabilitas, ukuran perusahaan (aktiva), jenis industri, opini dan auditor
(ukuran KAP) berpengaruh signifikan terhadap variabel audit delay.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sejati (2007) dengan mengambil judul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit delay pada Perusahaan
Go Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2003-2005” yang melakukan
pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen
terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, klasifikasi industri,
extraordinary item, laporan laba rugi perusahaan, dan opini auditor. Hasil dari
penelitian tersebut secara simultan menunjukkan bahwa kelima faktor
tersebut berpengaruh positif terhadap audit delay. Klasifikasi industri dan
laba rugi perusahaan paling berpengaruh signifikan terhadap audit delay,
sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan signifikan
terhadap audit delay.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) dengan judul “Pengaruh
Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Audit delay dan
Timeliness” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor
sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi profitabilitas,
solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan, dan ukuran Kantor Akuntan
Publik (KAP). Hasil dari penelitian tersebut terdapat tiga kesimpulan yang
menunjukan bahwa (1) ukuran perusahaan dan ukuran KAP berpengaruh
signifikan terhadap audit delay, sedangkan profitabilitas, internal auditor dan
solvabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay. (2)
ukuran perusahaan, ukuran KAP dan solvabilitas berpengaruh signifikan
27
terhadap
timeliness,
sedangkan
profitabilitas,
internal
auditor
tidak
berpengaruh. (3) profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran
perusahaan, dan KAP secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan baik terhadap audit delay maupun timeliness.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2009) dengan mengambil judul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit delay pada Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” yang melakukan pengujian pengaruh
beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang
meliputi profitabilitas (ROA), solvabilitas (DER), ukuran perusahaan, dan
reputasi KAP. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa profitabilitas
(ROA), solvabilitas (DER), ukuran perusahaan, dan reputasi KAP secara
bersama-sama berpengaruh terhadap audit delay. Profitabilitas (ROA)
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay, sedangkan
solvabilitas, ukuran perusahaan dan reputasi KAP tidak berpengaruh
signifikan terhadap audit delay.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Reginea (2011) dengan mengambil judul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Perusahaan
Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009” yang
melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel
independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, umur
perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, dan kualitas auditor. Hasil dari
penelitian menunjukan bahwa ukuran perusahaan, umur perusahaan,
profitabilitas, solvabilitas, dan kualitas auditor secara simultan tidak
28
berpengaruh signifikan terhadap audit delay, sedangkan secara parsial
menunjukan bahwa hanya Profitabilitas yang berpengaruh signifikan terhadap
audit delay.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Febrianty (2011) dengan mengambil judul
“Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay Perusahaan Sektor
Perdagangan Yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2009” yang melakukan
pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen
terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, tingkat leverage dan
kualitas Kantor Akuntan Publik. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa (1)
ukuran perusahaan, berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada
perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat
diterima, (2) tingkat leverage perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
audit delay pada perusahaan perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek
Indonesia dapat diterima, (3) tingkat leverage perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang tedaftar di
Bursa Efek Indonesia tidak dapat diterima, dan (4) Analisis regresi Y = 0.691
+ 1.270 (X1) + 1.099 (X2) + 0.318 (X3) + e, menunjukkan bahwa dari tiga
variabel bebas, terdapat 2 variabel yang berperan signifikan yaitu variabel
ukuran perusahaan dan tingkat leverage terhadap audit delay pada Perusahaan
perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.
Sedangkan variabel ukuran perusahaan yang dominan berpengaruh terhadap
audit delay pada perusahaan perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek
Indonesia.
29
2.3
Rerangka Pemikiran
Ada dua logika yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan
dengan audit delay (Sejati, 2007). Pertama, perusahaan besar akan menyelesaikan
proses auditnya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajeman yang berskala besar cenderung
diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan besar
dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Oleh
karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan
eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu
perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang
lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya. Kedua,
bahwa semakin besar perusahaan maka waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan audit lebih lama. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya
sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh.
Sehingga ukuran perusahaan dengan indikator total asset memiliki pengaruh
positif terhadap audit delay.
Logika yang mendasari hubungan antara profitabilitas dengan audit delay,
yaitu perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi biasanya memiliki audit
delay lebih singkat karena tingkat profitabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba. Perusahaan yang memiliki laba cenderung
melaporkan laporan keuangannya lebih cepat karena ingin menyampaikan “good
news” kepada pihak eksternalnya yang berkepentingan di dalamnya (Simbolon,
2009).
30
Logika yang mendasari hubungan antara solvabilitas dengan audit delay,
yaitu perusahaan dengan solvabilitas (kewajiban) yang besar cenderung mendesak
auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan
perusahaan dengan kewajiban yang besar diawasi dan dimonitori oleh kreditor
sehingga akan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan
laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik
modal yang pada dasarnya menginginkan mengurangi tingkat risiko dalam
pengembalian modal mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar
solvabilitas, maka audit delay akan semakin singkat (Subramanyam dan Wild,
2009:37; dalam Reginea, 2011). Logika lainnya, yaitu bahwa semakin besar
solvabilitas, maka audit delay akan semakin lama. Menurut Carslaw dan Kaplan
(1991; dalam Rachmawati, 2008) proporsi relatif dari hutang terhadap total aset
mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang besar dari
hutang terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan
dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporan keuangan yang
akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari hutang akan
meningkatkan pula resiko kerugiannya. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki
kondisi keuangan yang tidak sehat cenderung biasanya dapat melakukan
kesalahan manajemen (mismanagement) dan kecurangan (fraud). Proporsi yang
tinggi dari hutang terhadap total aset ini, akan mempengaruhi likuiditas yang
terkait dengan masalah kelangsungan hidup perusahaan (going concern), yang
pada akhirnya memerlukan kecermatan yang lebih dalam pengauditan.
31
Logika yang mendasari hubungan antara kualitas auditor/ukuran KAP
dengan audit delay, yaitu KAP besar biasanya memiliki auditor yang berkuliatas.
Dengan kualitas auditor yang baik akan sejalan dengan tingginya kualitas hasil
jasa auditannya. KAP besar juga memiliki lebih banyak pengalaman yang
membuat mereka dapat melakukan tugas audit lebih cepat. Kecepatan waktu
dalam menyelesaikan audit diyakini sebagai cara KAP ini mempertahankan
reputasi mereka di mata klien. Ada 4 KAP internasional terbesar yang memiliki
reputasi baik yang sering di kenal dengan sebutan The Big Four. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa audit delay akan semakin singkat jika perusahaan diaudit oleh
KAP yang termasuk The Big Four dibandingkan jika perusahaan diaudit oleh
KAP Non Big Four.
Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, rerangka pemikiran digambarkan
melalui bagan sebagai berikut:
Ukuran Perusahaan (X1)
Profitabilitas (X2)
Audit Delay
(Y)
Solvabilitas (X3)
Kualitas Auditor (X4)
Gambar 1
Rerangka Pemikiran
32
2.4
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian ini
adalah :
H1: Ukuran perusahan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
H2: Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit delay.
H3: Solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit delay.
H4: Kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Download