BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 2.1.1 Tinjauan Teoritis Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang mengkomunikasikan keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu kepada pihak-pihak yang berkepentingan sehingga manajemen memperoleh informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan (Simbolon, 2009). Sedangkan menurut Weggandt (1995; dalam Sejati, 2007) laporan keuangan merupakan sarana utama dimana informasi keuangan dikomunikasikan dengan pihak luar perusahaan, laporan ini memberikan sejarah kuantitatif perusahaan dalam satuan uang. PSAK No. 1 par. 10 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (IAI, 2012). Disamping itu, laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Menurut PSAK par.07 komponen laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dengan berbagai cara seperti misalnya: sebagai laporan arus kas atau laporan arus 8 9 dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (IAI, 2012). Dalam PSAK par. 24 mengenai Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyebutkan empat karakteristik kualitatif pokok yang merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna (IAI, 2012): 1. Dapat Dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. 2. Relevan Agar bermanfaat, Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi pengguna di masa lalu. 3. Keandalan Informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunaannya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful 10 representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 4. Dapat Dibandingkan Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar entitas untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. 2.1.2 Audit Audit adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadiankejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Sunarto, 2003:16). Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Mulyadi (2002:416) menyebutkan tipe pendapat/opini auditor dalam laporan audit terdiri atas 5 jenis, yaitu: 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan 11 pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi : a. Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language) Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: a. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. 12 b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas. c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. d. Penekanan atas suatu hal. e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain. 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Melalui pendapat wajar dengan pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit. b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. 4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Dengan pendapat tidak wajar, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 5. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) 13 Dengan pernyataan tidak memberikan pendapat, auditor menyatakan bahwa ia tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan ini juga diberikan oleh auditor apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien. 2.1.3 Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan merupakan jenis audit yang paling sering dilakukan oleh auditor independen. Hal ini disebabkan audit laporan keuangan dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan (Halim, 2008:59). Menurut Halim (2008:60) ada empat alasan yang dapat menjawab pertanyaan mengapa audit atas laporan keuangan diperlukan, antara lain: 1. Perbedaan Kepentingan Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para pemakai laporan keuangan. Para pemakai mengharapkan kepastian dari auditor independen bahwa laporan keuangan bebas dari pengaruh konflik kepentingan terutama kepentingan manajemen. Laporan keuangan diaudit untuk menentukan kewajaran dan kenetralan laporan keuangan. Auditor independen juga diharapkan mempertimbangkan setiap kebutuhan dari berbagai kelompok pemakai laporan keuangan. 2. Konsekuensi 14 Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai. Investor, kreditor, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka menginginkan laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk pengambilan. Mereka menginginkan adanya pengungkapan (disclosure) yang memadai. Para pemakai laporan keuangan mengandalkan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum dan berisi pengungkapan yang diperlukan bagi para pemakai yang berpengetahuan dan mengerti tentang laporan keuangan. 3. Kompleksitas Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalah akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks. Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko kesalahan interpretasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini menyulitkan para pemakai laporan keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor independen atas laporan keuangan auditan untuk memastikan kualitas laporan keuangan yang bersangkutan. 4. Keterbatasan Akses Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses terhadap data akuntansi. Sebagian kecil pemakai mempunyai akses langsung terhadap catatan akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan 15 keuangan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memanipulasi catatan akuntansi dan laporan keuangan untuk kepentingan mereka. Oleh karena itu, para pemakai lainnya akan mengandalkan audit yang dilakukan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan cukup berkualitas dan bebas dari manipulasi. 2.1.4 Tujuan Audit Dalam PSA No. 02 seksi 110 tujuan umum pengauditan atas laporan keuangan oleh auditor independen merupakan pemberian opini atas kewajaran dimana laporan tersebut telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Elder et al., 2011:104). Sedangkan menurut Subramanyam dan Wild (2009:114; dalam Reginea, 2011) tujuan utama audit laporan keuangan adalah untuk mengidentifikasi kesalahan dan penyimpangan yang jika tidak terdeteksi akan memberikan dampak material pada kewajaran penyajian dan kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Menurut Kell dan Boynton audit dapat diklasifikasikan berdasar tujuan dilaksanakannya audit. Dalam hal ini audit terbagi dalam tiga kategori, antara lain (Halim, 2008:5): 1. Audit Laporan Keuangan (financial statement audit) Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporang keuangan yang telah disajikan secara wajar sesuai 16 kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi berterima umum (PABU). 2. Audit Kepatuhan (compliance audit) Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. 3. Audit Operasional (operational audit) Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional. Efisiensi adalah perbandingan antara masukan dengan keluaran, sedangkan efektivitas adalah perbandingan antara keluaran dengan target yang sudah ditetapkan. 2.1.5 Standar Auditing Standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (Elder et al., 2011:41). Dalam PSA No. 01 seksi 150 menetapkan standar-standar audit untuk profesi yaitu Standar Auditing Berlaku Umum. Standar auditing terdiri atas tiga 17 bagian, standar ini diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sebagai berikut (IAPI, 2011): 1. Standar Umum Bagian yang mengatur tentang mutu professional auditor independen atau persyaratan pribadi auditor. Standar umum terdiri dari 3 standar, yaitu: a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi, sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan Bagian yang mengatur mengenai pertimbangan-pertimbangan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan audit dilapangan. Standar pekerjaan lapangan terdiri dari 3 standar, yaitu : a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan kuangan yang diaudit. 18 3. Standar Pelaporan Bagian yang mengatur tentang pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam penyusunan laporan audit. Standar pelaporan terdiri dari 4 standar, yaitu: a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. 2.1.6 Audit Delay Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting khususnya untuk perusahaan-perusahaan publik yang menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Namun auditor memerlukan waktu yang cukup untuk dapat mengumpulkan bukti-bukti kompeten yang dapat mendukung opininya. Lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal ditandatanganinya laporan audit (tanggal opini) ini kemudian didefinisikan sebagai audit delay (Halim, 2000; 19 dalam Subekti dan Novi, 2004). Sedangkan menurut Rachmawati (2008) audit delay adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Menurut Simbolon (2009) dalam melaksanakan audit, maka dibutuhkan sebuah perencanaan. Perencanaan audit termasuk juga membuat anggaran waktu (time budget) yaitu menetapkan pedoman mengenai jumlah waktu dari masingmasing bagian audit. Anggaran waktu merupakan suatu pedoman, namun tidak absolut. Apabila auditor menyimpang dari program audit akibat suatu kondisi, auditor juga mungkin terpaksa menyimpang dari anggaran waktu. Auditor mendapat tekanan dalam memenuhi anggaran waktu untuk menunjukkan efisiensinya dan membantu mengevaluasi kinerjanya. Akan tetapi, bila tidak sesuai dengan tujuan pokok audit, maka informasi yang disampaikan juga tidak baik dan dapat merugikan. Proses audit sangat memerlukan waktu sehingga dapat berakibat pada audit delay yang nantinya akan sangat berpengaruh pada ketepatan waktu pelaporan keuangan. 2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay a. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun (Brigham dan Houston, 2001; dalam Reginea, 2011). Sedangkan menurut Ferry dan Jones (1979; dalam Reginea, 20 2011) ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata– rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan seperti penelitian Courtis (1976), Gilling (1977), Ashton dan Elliot (1987) menunjukkan bahwa faktor ukuran perusahaan dengan indikator total aktiva memiliki pengaruh yang besar terhadap audit delay (Subekti dan Novi, 2004). Dyer dan McHugh (1975; dalam Rachmawati, 2008) menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar memiliki dorongan untuk mengurangi penundaan audit (audit delay) dan penundaan laporan keuangan yang disebabkan oleh karena perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asoisasi perdagangan dan agen regulator. Di samping itu ukuran perusahaan juga memiliki alokasi dana yang lebih besar untuk membayar biaya audit (audit fees), hal ini menyebabkan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki audit delay yang lebih pendek bila dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih kecil. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991; dalam Sejati, 2007) di New Zelland yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan memampukan auditor untuk mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan 21 untuk melakukan pekerjaan intern. Selain itu juga berkaitan dengan pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih besar oleh firma untuk memastikan kepuasan dari klien. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi pada tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan (Machfoedz, 1994; dalam Febrianty, 2011). Kategori ukuran perusahaan yaitu: 1. Perusahaan Besar Perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki penjualan lebih dari Rp 50 Milyar/tahun. 2. Perusahaan Menegah Perusahaan menengah adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih besar dari Rp 1 Milyar dan kurang dari Rp 50 Milyar/tahun. 3. Perusahaan Kecil Perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun. b. Profitabilitas Faktor lain yang diperkirakan berpengaruh adalah perusahaan yang mengumumkan rugi atau tingkat profitabilitas yang rendah. Ini berkaitan dengan 22 akibat yang dapat ditimbulkan oleh pasar terhadap pengumuman rugi tersebut bagi perusahaan. Menurut Mamduh (2003:83; dalam Reginea, 2011) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh operasional perusahaan. Semakin besar rasio profitabilitas perusahaan, maka akan semakin baik perusahaan dalam menghasilkan laba. Ashton dan Elliot (dalam Subekti dan Novi, 2004) berpendapat bahwa ada beberapa alasan yang mendorong terjadinya kemuduran laporan publikasi yaitu: pelaporan laba atau rugi sebagai indikator good news atau bad news atas kinerja manajerial perusahaan dalam setahun. Menurut Sejati (2007) ada dua alasan mengapa perusahaan yang menderita kerugian cenderung mengalami audit delay yang lebih panjang. Pertama, ketika rugi terjadi perusahaan akan cenderung menunda berita buruk (bad news). Sebuah perusahaan yang mengalami rugi akan meminta auditor untuk menjadwal audit lebih lama dari biasanya misalnya terlambat memulai proses audit atau memperlama proses audit. Sebaliknya jika perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan berharap laporan keuangan auditan dapat diselesaikan secepatnya, sehingga berita baik (good news) tersebut segera dapat disampaikan kepada para investor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Kedua, seorang auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses audit pada perusahaan yang rugi jika auditor meyakini bahwa kerugian perusahaan kemungkinan disebabkan karena kegagalan keuangan atau kecurangan manajemen. 23 Dalam penelitian ini, rasio yang akan dipakai untuk mengukur profitabilitas perusahaan adalah Return On Asset (ROA). ROA adalah perbandingan laba sebelum pajak dengan total aset (Subramanyam dan Wild, 2009:37; dalam Reginea, 2011). c. Solvabilitas Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar semua hutangnya (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang) dari harta perusahaan tersebut (Soemardjo, 1977:5; dalam Reginea, 2011). Solvabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan membandingkan jumlah utang dengan jumlah aktiva. Solvabilitas juga mengindikasikan jumlah modal yang dikeluarkan oleh investor dalam rangka menghasilkan laba. Menurut Simbolon (2009) tingkat solvabilitas menunjukkan risiko perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian harga saham. Bila tingkat solvabilitas tinggi, maka resiko kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman juga akan tinggi, demikian juga sebaliknya. Dalam penelitian ini, rasio yang akan dipakai adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER menggambarkan perbandingan total kewajiban dan total ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER, maka semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor. Perusahaan dengan kewajiban yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan kewajiban yang besar diawasi dan dimonitori oleh kreditor sehingga akan 24 memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya menginginkan mengurangi tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka (Subramanyam dan Wild, 2009:37; dalam Reginea, 2011). Menurut Carslaw dan Kaplan (1991; dalam Rachmawati, 2008) proporsi relatif dari hutang terhadap total aset mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang besar dari hutang terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporan keuangan yang akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari hutang akan meningkatkan pula resiko kerugiannya. d. Kualitas Auditor/Ukuran KAP Faktor kualitas auditor/ukuran KAP yang melakukan audit diperkirakan akan berpengaruh terhadap audit delay. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktek akuntan publik (Rachmawati, 2008). Pada umumnya, Kantor Akuntan Publik (KAP) yang besar (yang bekerja sama dengan KAP internasional) mempunyai insentif yang kuat untuk menyelesaikan tugas audit lebih cepat demi mempertahankan reputasinya. Selain itu, KAP besar memiliki lebih banyak sumber daya sehingga tugas audit dapat diselesaikan dalam waktu lebih singkat. KAP besar juga memiliki lebih banyak pengalaman yang membuat mereka dapat melakukan tugas audit lebih cepat. KAP 25 ini dapat menjalankan pengauditan secara lebih efisien dan efektif , serta memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penjadwalan audit (Simbolon, 2009). Dalam penelitian ini, KAP akan dikategorikan menjadi The Big Four dan Non Big Four. Kategori KAP merupakan variabel dummy dimana KAP The Big Four diberi nilai 1 (satu) dan KAP Non Big Four diberi nilai 0 (nol). Kategori KAP The Big Four di Indonesia sebagai berikut: 1. KAP Deloitte Touche Thomatsu (DTT), bekerjasama dengan KAP Osman Bing Satrio. 2. KAP Price Waterhouse Coopers (PwC), bekerjasama dengan KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan. 3. KAP Ernst & Young (E&Y), bekerjasama dengan KAP Purwantoro, Suherman dan Surja. 4. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), bekerjasama dengan KAP Siddharta dan Widjaja. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan sebagai perbandingan dengan penelitian sekarang, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Subekti dan Novi (2004) dengan mengambil judul “Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay di Indonesia” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, jenis perusahaan, opini, tingkat profitabilitas, auditor (ukuran KAP). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kelima variabel tingkat 26 profitabilitas, ukuran perusahaan (aktiva), jenis industri, opini dan auditor (ukuran KAP) berpengaruh signifikan terhadap variabel audit delay. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Sejati (2007) dengan mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit delay pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2003-2005” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, klasifikasi industri, extraordinary item, laporan laba rugi perusahaan, dan opini auditor. Hasil dari penelitian tersebut secara simultan menunjukkan bahwa kelima faktor tersebut berpengaruh positif terhadap audit delay. Klasifikasi industri dan laba rugi perusahaan paling berpengaruh signifikan terhadap audit delay, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan signifikan terhadap audit delay. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Audit delay dan Timeliness” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan, dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Hasil dari penelitian tersebut terdapat tiga kesimpulan yang menunjukan bahwa (1) ukuran perusahaan dan ukuran KAP berpengaruh signifikan terhadap audit delay, sedangkan profitabilitas, internal auditor dan solvabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay. (2) ukuran perusahaan, ukuran KAP dan solvabilitas berpengaruh signifikan 27 terhadap timeliness, sedangkan profitabilitas, internal auditor tidak berpengaruh. (3) profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan, dan KAP secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan baik terhadap audit delay maupun timeliness. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2009) dengan mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit delay pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi profitabilitas (ROA), solvabilitas (DER), ukuran perusahaan, dan reputasi KAP. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa profitabilitas (ROA), solvabilitas (DER), ukuran perusahaan, dan reputasi KAP secara bersama-sama berpengaruh terhadap audit delay. Profitabilitas (ROA) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay, sedangkan solvabilitas, ukuran perusahaan dan reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Reginea (2011) dengan mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada Perusahaan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, dan kualitas auditor. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, dan kualitas auditor secara simultan tidak 28 berpengaruh signifikan terhadap audit delay, sedangkan secara parsial menunjukan bahwa hanya Profitabilitas yang berpengaruh signifikan terhadap audit delay. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Febrianty (2011) dengan mengambil judul “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay Perusahaan Sektor Perdagangan Yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2009” yang melakukan pengujian pengaruh beberapa faktor-faktor sebagai variabel independen terhadap audit delay yang meliputi ukuran perusahaan, tingkat leverage dan kualitas Kantor Akuntan Publik. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa (1) ukuran perusahaan, berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima, (2) tingkat leverage perusahaan berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima, (3) tingkat leverage perusahaan berpengaruh signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia tidak dapat diterima, dan (4) Analisis regresi Y = 0.691 + 1.270 (X1) + 1.099 (X2) + 0.318 (X3) + e, menunjukkan bahwa dari tiga variabel bebas, terdapat 2 variabel yang berperan signifikan yaitu variabel ukuran perusahaan dan tingkat leverage terhadap audit delay pada Perusahaan perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima. Sedangkan variabel ukuran perusahaan yang dominan berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan perdagangan yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia. 29 2.3 Rerangka Pemikiran Ada dua logika yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan dengan audit delay (Sejati, 2007). Pertama, perusahaan besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajeman yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan besar dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya. Kedua, bahwa semakin besar perusahaan maka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit lebih lama. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh. Sehingga ukuran perusahaan dengan indikator total asset memiliki pengaruh positif terhadap audit delay. Logika yang mendasari hubungan antara profitabilitas dengan audit delay, yaitu perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi biasanya memiliki audit delay lebih singkat karena tingkat profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Perusahaan yang memiliki laba cenderung melaporkan laporan keuangannya lebih cepat karena ingin menyampaikan “good news” kepada pihak eksternalnya yang berkepentingan di dalamnya (Simbolon, 2009). 30 Logika yang mendasari hubungan antara solvabilitas dengan audit delay, yaitu perusahaan dengan solvabilitas (kewajiban) yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan kewajiban yang besar diawasi dan dimonitori oleh kreditor sehingga akan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya menginginkan mengurangi tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar solvabilitas, maka audit delay akan semakin singkat (Subramanyam dan Wild, 2009:37; dalam Reginea, 2011). Logika lainnya, yaitu bahwa semakin besar solvabilitas, maka audit delay akan semakin lama. Menurut Carslaw dan Kaplan (1991; dalam Rachmawati, 2008) proporsi relatif dari hutang terhadap total aset mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang besar dari hutang terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporan keuangan yang akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari hutang akan meningkatkan pula resiko kerugiannya. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang tidak sehat cenderung biasanya dapat melakukan kesalahan manajemen (mismanagement) dan kecurangan (fraud). Proporsi yang tinggi dari hutang terhadap total aset ini, akan mempengaruhi likuiditas yang terkait dengan masalah kelangsungan hidup perusahaan (going concern), yang pada akhirnya memerlukan kecermatan yang lebih dalam pengauditan. 31 Logika yang mendasari hubungan antara kualitas auditor/ukuran KAP dengan audit delay, yaitu KAP besar biasanya memiliki auditor yang berkuliatas. Dengan kualitas auditor yang baik akan sejalan dengan tingginya kualitas hasil jasa auditannya. KAP besar juga memiliki lebih banyak pengalaman yang membuat mereka dapat melakukan tugas audit lebih cepat. Kecepatan waktu dalam menyelesaikan audit diyakini sebagai cara KAP ini mempertahankan reputasi mereka di mata klien. Ada 4 KAP internasional terbesar yang memiliki reputasi baik yang sering di kenal dengan sebutan The Big Four. Sehingga dapat disimpulkan bahwa audit delay akan semakin singkat jika perusahaan diaudit oleh KAP yang termasuk The Big Four dibandingkan jika perusahaan diaudit oleh KAP Non Big Four. Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, rerangka pemikiran digambarkan melalui bagan sebagai berikut: Ukuran Perusahaan (X1) Profitabilitas (X2) Audit Delay (Y) Solvabilitas (X3) Kualitas Auditor (X4) Gambar 1 Rerangka Pemikiran 32 2.4 Perumusan Hipotesis Berdasarkan rerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian ini adalah : H1: Ukuran perusahan berpengaruh negatif terhadap audit delay. H2: Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit delay. H3: Solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit delay. H4: Kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay.