BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis yang memiliki ciri khas temperatur dan kelembaban tinggi serta paparan radiasi panas matahari yang besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), negara Indonesia memiliki rata-rata temperatur udara pada tahun 2010 hingga 2012 berturut-turut sebesar 27.1°C, 26.9°C, dan 26.7°C, sedangkan kelembaban udara pada tahun 2010 hingga 2012 berturut-turut sebesar 83,3%, 76,8 %, dan 85,5%. Tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak ataupun tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja). Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat beragam, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas. Pekerja yang memiliki beban kerja tinggi dengan intensitas paparan panas yang lama berpotensi mengalami gangguan kesehatan. Sistem termoregulator di otak akan merespon mekanisme kontrol untuk mempertahankan temperatur tubuh sekitar 36oC-37oC. Jika tubuh terus mendapatkan paparan panas, temperatur tubuh akan meningkat dan akan mengalami heat stress. Respon-respon fisiologis seperti peningkatan tekanan darah, pengeluaran keringat, dan denyut nadi akan nampak jelas serta mengganggu koordinasi saraf perasa dan motoris terhadap pekerja dengan iklim kerja panas (WorkSafeBC, 2007). Pada kondisi lebih lanjut tanpa adanya perbaikan, heat strain dapat mengakibatkan gangguan kesehatan berupa heat rash, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Berdasarkan health and safety executive (hse.gov.uk), salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi terjadinya heat stress yaitu dengan menyediakan alat pelindung diri. Pakaian pelindung yang dapat 1 2 digunakan pada lingkungan panas yaitu thermal protective clothing. Protective clothing yang sudah ada di pasaran terbuat dari material komposit berupa serat atau benang P-Aramid, Kwarsa, Keramik dan lainnya yang memiliki ketahanan api serta mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas pada temperatur tinggi. Saat ini beberapa protective clothing masih memiliki termal konduktivitas yang rendah, pakaian tersebut hanya mampu melindungi tubuh pekerja dari peningkatan kondisi temperatur panas lingkungan kerja, sehingga panas yang dihasilkan oleh tubuh masih terisolir diantara kulit dan pakaian pekerja yang menimbulkan rasa gerah atau hangat. Salah satu cara untuk menanggulangi isolasi panas tersebut dengan menggunakan teknik pre cooling, teknik tersebut telah dikembangkan dan terbukti berpotensi efektif dalam melestarikan kinerja panas karena efek pada kulit dan seluruh temperatur tubuh (Smolander dan Dugue, 2012). Teknik pre cooling diantaranya: udara dan air didinginkan sistem, pakaian yang terbuat dari bahan perubahan fase, desain fan ventilasi, penggunaan liquid cooling dari glycol atau mentol, konsumsi minuman elektrolit yang mampu mendinginkan temperatur tubuh secara langsung, serta penggunaan phase change material (PCM) berupa material yang dapat berubah fase dari cair ke padat. Menurut Zalba et al. (2003) phase change material dapat berasal dari substansi berbeda, eutectics dan percampuran (material-material organik, anorganik, asam lemak). Selain itu phase change material dapat berupa biomaterial hasil pengolahan asam lemak dari lemak hewan, tumbuhan, minyak, dan hewan. Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropik basah dengan tingkat keanekaragaman hayati penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Minyak kelapa sawit merupakan produk pertanian terbesar kedua di Indonesia. Produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan selama 5 tahun terakhir dan menjadi penyumbang ekspor yang meningkat dari sektor pertanian. Pada tahun 2005, sekitar 1.3 juta ha kawasan baru didedikasikan untuk perkebunan kelapa sawit dan terjadi peningkatan produksi minyak sawit lebih dari 18 juta ton pada tahun 2008 (World Growth, 2011). Biomaterial berupa minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan dasar phase change material yang memiliki kemudahan dalam mengolah atau 3 memperoleh material tersebut, harga terjangkau, tidak beracun dan aman digunakan. Penelitian terhadap teknik pre cooling dengan menggunakan PCM berbahan dasar minyak kelapa sawit pada protective clothing masih jarang dilakukan. Berdasarkan pemaparan diatas, diharapkan minyak kelapa sawit sebagai bahan PCM pada protective clothing dapat meminimalisir heat strain yang dialami serta meningkatkan thermal comfort dari pekerja ketika menggunakan protective clothing sebagai pakaian kerjanya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarakan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penggunaan dan penempatannya PCM berbahan minyak sawit pada bagian tubuh (dada dan punggung) terhadap respon fisiologis dan psikologi ketika melakukan aktivitas fisik di lingkungan terpapar panas? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh penggunaan PCM berbahan minyak kelapa sawit terhadap respon fisiologis dan psikologis ketika beraktivitas di lingkungan panas 2. Membandingkan penempatan PCM pada bagian dada dan punggung terhadap respon fisiologis dan psikologis ketika beraktivitas di lingkungan panas 1.4 Asumsi dan Batasan Berikut ini merupaka asumsi dan batasan selama penelitian berlangsung, diantaranya: 1. Temperatur diatur pada suhu 33oC dan kelembaban 80% di Lab Ergonomika JTMI – UGM 2. Material yang digunakan untuk teknik pre cooling yaitu PCM berbahan minyak kelapa sawit 4 3. Beban kerja yang digunakan subjek saat melakukan aktivitas fisik di atas treadmill akan diseragamkan yaitu sebesar 65% dari HRmax atau setara 50% VO2max 4. Faktor-faktor lingkungan (pencahayaan dan ukuran ruangan ruangan) tidak termasuk dalam analisis penelitian. Faktor lain seperti berat PCM, bahan rompi dan baju diasumsikan tidak mempengaruhi penelitian 5. Fokus penelitian adalah penggunakan PCM berbahan minyak sawit sebagai cooling device bukan analisis kimia maupun kesetimbangan kalor dari bahan PCM ketika subjek beraktivitas. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi terkait manfaat penggunaan minyak sawit sebagai jenis biomaterial PCM yang mudah diperoleh dan bernilai jual tinggi 2. Memberikan gambaran safety health pada perusahaan terkait manfaat penggunaan cooling vest