BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian Kualitas Pelayanan Para ahli memberikan pengertian kualitas dari cara pandang mereka masing-masing. Beberapa pengertian kualitas yang sering dikemukan, antara lain: 1. Menurut Joseph M. Juran, Kualitas adalah “fitness for use” yang berarti kesesuaian dengan pengguna. 2. Menurut Phillip B. Crosby, kualitas adalah “conformance to reguerements” yang berarti kesesuaian terhadap persyaratan. 3. Menurut Edwards W. Deming, kualitas adalah “satisfy customers needs” yang berarti memuaskan kebutuhan dari konsumen. Deming juga yang mempelopori gerakan Plan, Do, Check, Action (PDCA). 4. Menurut Armand V. Feigenbaum, kualitas adalah tanggung jawab dari semua orang di dalam perusahaan 5. Menurut ISO 9000-2000, kualitas adalah derajad atau tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan. 6. Menurut Fandy Tjiptono (2002), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Lebih lanjut Fandy Tjiptono menyatakan bahwa kualitas mengandung banyak 18 19 pengertian, antara lain: Kesesuaian dengan persyaratan, Kecocokan untuk pemakaian, Perbaikan berkelanjutan, Bebas dari kerusakan/cacat, Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat, Melakukan sesuatu secara benar, atau Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. 7. Menurut Kieron Walsh (1995), kualitas adalah totalitas dari karaktiristik suatu produk (barang dan/atau jasa) yang menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan. 8. Menurut Gaspersz (1997), kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (Meeting The Needs of Customers). Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. 9. Menurut Davis (1996) pengertian kualitas lebih luas cakupannya yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas tidak hanya menekankan pada hasil akhir, yaitu produk atau jasa, tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan suatu produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas. 10. Sedangkan menurut Lukman (1999) pengertian kualitas bervariasi, dari yang konvesional hingga kepada yang lebih strategik. 20 Pengertian kualitas secara strategik merupakan sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Sedangkan pengertian kualitas secara konvensional menggambarkan karakteristik langsung suatu produk seperti: 1. Kinerja (Performance) 2. Keandalan (Reliability) 3. Mudah dalam Penggunaan (Ease of use) 4. Estetika (Esthetics) dan lainnya Dari beberapa pengertian kualitas yang disampaikan di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kualitas adalah membuat produk (barang dan jasa) yang memenuhi kebutuhan dari konsumen sehingga dapat mencapai kepuasan konsumen. Selain itu pengertian kualitas dapat dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya sekedar hasil dari suatu produk, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia dalam rangka menghasilkan suatu produk atau jasa. Bahkan pengertian kualitas secara modern adalah turunnya variabelitas proses dalam pembuatan suatu produk, artinya bahwa bila variasi dalam proses menurun, maka kualitas dari suatu produk meningkat. Davis (1996) mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan yaitu: 1. Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisika dan dioperasionalkan maupun diukur. 21 2. Product-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan dalam selera dan preferensi individual. 3. User-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 4. Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yag menggunakannya. 5. Value-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable ascellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli. 22 Berdasarkan perspektif kualitas di atas Garvin dalam Yamit (2004) kemudian mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama perusahaan yang menghasilkan barang/jasa. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Performance (Kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti. 2. Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan 3. Realibility (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian 4. Conformance (Kesesuaian), sejauhmana karakter desain dan operasi produk/jasa memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya 5. Durability (Daya Tahan), yaitu mengukur berapa lama suatu umur teknis maupun umur ekonomis suatu produk 6. Servicealibility (Pelayanan), yaitu mudah untuk diperbaiki, yang meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan 7. Aesthetics (Estetika), yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik 8. Percived Quality, yaitu menyangkut citra atau reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadap produk Sedangkan pelayanan, terdapat beberapa pengertian yang sering dikemukan oleh para ahli maupun yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, antara lain: 1. Menurut Savas (1987), pada sektor publik terminologi pelayanan pemerintah (government service) adalah pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya (the delivery of service by a givernment agency using its own employees). 23 2. Menurut Lukman (1999) pelayanan adalah kegiatan-kegiatan untuk menyediakan kepuasan konsumen dan/atau pemakai. Lebih lanjut menurut Lukman, pelayanan adalah suatu urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang-orang atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan konsumen. 3. Menurut Davidow dalam Lovelock (1988), pelayanan adalah hal-hal yang jika diterapkan terhadap suatu produk akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan (service is those thing which when added to a product, increase its utility of value to the customor). 4. Menurut Lovelock (1988) pelayanan adalah respon terhadap kebutuhan manajerial yang hanya akan terpenuhi kalau pengguna jasa itu mendapatkan produk yang mereka inginkan. Dengan demikian menurut Lovelock apa yang menjadi perumpamaan bahwa pembeli adalah raja (the customer is always right) menjadi sangat penting dan menjadi konsep yang mendasar bagi peningkatan manajemen pelayanan. Lebih lanjut Lovelock (1988), menyebutkan bahwa pelayanan yang baik membutuhkan instruktur pelayanan yang sangat baik pula. Hal yang paling penting adalah membuat setiap orang dalam organisasi berorientasi pada kualitas. 5. Menurut Kasmir (2005) pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan merupakan suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. 24 6. Menurut Kep.MENPAN Nomor 81 tahun 1993 Tentang Pedoman Pelayanan Umum, Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 7. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992) pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain. 8. Menurut Richard Norman (1991) pelayanan adalah proses sosial, dan manajemen merupakan kemampuan untuk menggerakkan proses-proses sosial. 9. Sedangkan berdasarkan Kep.MENPAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan publik, pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya memenuhi kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Dengan demikian pelayanan publik merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Oleh karena itu negara dalam sistem pemerintahan menjadi tumpuan pelayanan masyarakat dalam memperoleh jaminan atas hak-haknya, sehingga dengan demikian peningkatan kualitas pelayanan (quality of service) akan semangkin penting bagi masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan pemerintah. 25 Kualitas pelayanan (service quality) merupakan faktor yang menetukan, tidak hanya pada sektor privat tetapi juga pada sektor publik. Pelayanan berkualitas yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat sangat penting dalam rangka upaya mewujudkan kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa publik (Customer Satisfaction). Oleh karena itu untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik, maka diperlukan adanya orientasi strategi pada perbaikan kualitas manajemen pelayanan prima (Excellent Service Management) Husaini (1994). Berkaitan dengan strategi pelayanan yang berkualitas menurut Gaspersz (1997), perlu adanya penerapan manajemen kualitas dimana keberhasilannya tergantung pada dua hal pokok, yaitu: 1. Kainginan manajemen puncak untuk menerapkan prinsip kualitas dalam organisasi. 2. Prinsip kualitas diakomodasikan dalam sistem manajemen kualitas Lebih lanjut menurut Gaspersz (1997), dimensi pelayanan yang perlu diperhatikan berkaitan dengan manajemen kualitas adalah: 1. Akurasi pelayanan 2. Kesopanan dan keramahan 3. Tanggung jawab 4. Kelengkapan sarana pendukung pelayanan 5. Kemudahan mendapatkan pelayanan 6. Variasi model pelayanan 7. Pelayanan pribadi 8. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan 9. Atribut pendukung pelayanan 26 Sedangkan menurut Kennedy and Young (1996), terdapat empat dimensi kualitas pelayanan yang perlu diperhatikan berkaitan dengan manajemen kualitas, yaitu: 1) Dimensi waktu pelayanan Adalah dimensi yang menegaskan komitmen petugas yang memberikan pelayanan kepada pelanggan terhadap penyelesaian suatu produk layanan, yaitu dari proses sampai produk layanan diterima berdasarkan standar pelayanan yang telah dibakukan). Dengan dimensi waktu pelanggan dapat mengetahui berapa lama waktu penyelesaian produk layanan untuk memenuhi keinginan pelanggan. 2) Dimensi biaya pelayanan Adalah dimensi yang ditetapkan dengan transparan tentang besar biaya yang dibebankan kepada pelanggan dalam sebuah jenis layanan. Dengan demikian petugas pelayanan tidak dapat bermain dibalik ketidak tahuan pelanggan. 3) Dimensi kualitas pelayanan Adalah dimensi yang ditunjukkan kepada petugas pelayanan dan pelanggan yang memerlukan jasa pelayanan. Dari Aspek petugas pelayanan, bila pelanggan telah memenuhi syarat layanan, petugas pelayanan harus segera memproses tanpa mensyaratkan persyaratan lain yang tidak ada hubungannya. Dari aspek pelanggan, dimaksudkan agar pelanggan mengetahui dan memenuhi segala persyaratan yang disyaratkan untuk memperoleh jasa pelayanan yang berkualitas 27 4) Dimensi moral pelayanan Adalah dimensi yang ditujukan kepada petugas pelayanan dan pelanggan. Dari aspek petugas pelayanan, dalam memberikan jasa pelayanan kepada pelanggan tidak melakukan praktek atau kegiatan diluar aturan main yang telah dibakukan sebagai dasar dalam memberikan pelayanan, misalnya “kalau masih bias dipersulit kenapa dipermudah” atau “kalau masih bias dibayar kenapa gratis” dan sebagainya. Dari aspek pelanggan, agar pelanggan tidak berusaha “membujuk rayu” kepada petugas yang memberikan jasa pelayanan diluar aturan main yang menjadi dasar pelayanan sehingga petugas pelayanan menjadi terpengaruh untuk memberi jasa pelayanan meskipun bertentangan dengan aturan main. Adapun menurut Willington (1998), suatu pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila telah mampu: 1. Menyediakan nilai tambah bagi pelanggan 2. Dekat dengan pelanggan dalam melakukan transaksi 3. Mengenali masalah, cepat, tepat dan akurat dalam menyelesaikan keluhan pelanggan 4. Mengenali apa yang dihargai pelanggan ketika terjadi masalah Merujuk pada pendapat Wallington tersebut di atas, maka strategi dalam manajemen pelayanan dapat dilihat pada tiga dimensi utama, yaitu: 1. Pilihan Strategi, Seleksi Strategi, dan Evaluasi Strategi 2. Analisa Strategi, yang meliputi : Lingkungan dan Sumber Daya 3. Implementasi Strategi, yang meliputi : Perencanaan, Sumber Daya, Struktur Organisasi serta Manusia dan Sistem 28 Oleh karena itu, berkaitan dengan strategi untuk meningkatkan kualitas pelayanan, maka harus dipahami lebih dekat terhadap jenis pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan, seperti: 1. Pelayanan sebelum Transaksi, yang terdiri dari Sistem, Struktur dan Lingkungan Operasi. 2. Pelayanan saat Transaksi, yaitu keadaan yang dirasakan oleh pelanggan pada saat transaksi 3. Pelayanan setelah Transaksi, yaitu keakuratan dan ketepatan waktu dalam pelayanan Sehubungan dengan strategi pelayanan yang berkualitas yang dilaksanakan oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan, hendaknya dapat dilaksanakan dengan penuh perhatian sehingga mampu menimbulkan citra yang positif dari masyarakat. Adapun strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memuaskan masyarakat sebagai penerima pelayanan, antara lain: 1. Dapat menyajikan Pelayanan Minimal sesuai Standar. 2. Dapat memberikan Pelayanan sedikit lebih baik dari yang diharapkan oleh masyarakat sebagai Pelanggan. Untuk itu Hopson Barrie dan Scally Mike (1991), menawarkan strategi pelayanan sedikit lebih baik dari harapan masyarakat sebagai pelanggan, yaitu: 1. Tentukan Bidang Usaha Utama 2. Kenali Pelanggan dan Pesaing 3. Ciptakan Visi Misi yang dapat membawa ke masa depan yang Idial 4. Tentukan saat-saat Berharga 5. Berikan Pelayanan Terbaik kepada semua orang 6. Menciptakan Pengalaman Konsumen 29 7. Mengubah Keluhan menjadi Senyuman 8. Dekat dengan Pelanggan 9. Merancang dan menerapkan pelayanan yang bermuara pada Kepuasan Total Pelanggan 10. Mempersiapkan Standar Pelayanan 11. Kenali dan berikan Penghargaan untuk Pelayanan yang Istimewa 12. Mengembangkan Program Pelayanan sesuai Dinamika Perubahan Vrye (1994) menyebutkan “pelayanan yang baik merupakan bisnis yang menguntungkan (good service is goodbusinness)”. Untuk itu menurut De Vrye sedikitnya terdapat tujuh rahasia pelayanan yang sukses agar pelayanan menjadi berkualitas yaitu : 1) Self-Esteem (harga diri) artinya: a. Pelayanan bukanlah berarti “tunduk” b. Dinilai dari kepemimpinan atau keteladanan c. Menempatkan seseorang sesuai dengan bidangnya d. Membuat tugas pelayanan yang menarik e. Kesuksesan hari ini dan hari esok 2) Exceed Expectations (memenuhi harapan secara berlebihan), artinya: a. Perubahan standar pelayanan b. Pemahaman keinginan pelanggan c. Penciptaan dan ekspektasi pelanggan d. Memaksimalkan kepuasan pelanggan dalam segal urusan 3) Recovery (pembenahan), artinya: a. Keluhan adalah peluang, bukan masalah b. Mengatasi keluhan pelanggan 30 c. Mengumpulkan keterangan yang diinginkan pelanggan d. Testing standar pelayanan e. Pentingnya “mendengarkan’ dengan seksama 4) Vision (pandangan ke depan), artinya: a. Membuat perencanaan untuk masa depan b. Jadikan “teknologi” itu bekerja c. Memberikan pelayanan yang dapat memberikan selera 5) Improve (perbaikan), artinya: a. Perbaikan secara terus menerus “better is better”. b. Menyesuaikan dengan perubahan c. Mengikutsertakan bawahan (perwakilan) dalam membuat perencanaan d. Investasi non materil (training) e. Penerimaan calon peserta yang benar f. Pemberian diklat yang tepat g. Penciptaan lingkungan yang ramah h. Pemberian penyuluhan yang mendidik i. Penciptaan standarisasi yang responsif j. Menjaga momentum “percieved value”. 6) Care (perhatian, penyayang), artinya: a. Sistem yang menyenangkan pelanggan b. Menjaga kualitas c. Menerapkan ukuran yang tepat 31 7) Empowerment (pemberdayaan), artinya: a. Membuat pegawai bertanggung jawab dan mampu merespon b. Belajar dari kesalahan dan pengalaman c. Memberikan rangsangan, pengakuan, dan penghargaan Berikut beberapa pengertian kualitas pelayanan yang sering dikemukan oleh para ahli antara lain: 1) Menurut Atep Adya Barata (2004) kualitas pelayanan adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan prinsip: lebih mudah, lebih baik, cepat, tepat, akurat, ramah, sesuai dengan harapan pelanggan. 2) Menurut Gronros (1994) mengemukakan dua konsep kualitas pada jasa pelayanan, yaitu: a. Kualitas teknik adalah apa yang konsumen dapatkan b. Kualitas fungsional adalah mengacu pada bagaimana mereka menerima jasa pelayanan 3) Menurut Edvardsson (1994) kualitas pelayanan adalah kualitas dihubungkan dengan harapan-harapan konsumen dan memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Ini berarti penting untuk mendengarkan suara konsumen dan kemudian membantunya untuk memformulasikan kebutuhannya. Dalam banyak kasus, konsumen membutuhkan bantuan untuk menjelaskan kebutuhan dan keinginannya. Disini pentingnya kemampuan profesional para pemberi jasa. 32 4) Menurut Crosby, Lethimen dan Wyckoff dalam Lovelock (1988) pengertian kualitas pelayanan adalah “penyesuai terhadap perincian-perincian (conformance to specification) dimana kualitas ini dipandang sebagai derajad keunggulan yang ingin dicapai, dilakukannya kontrol terus-menerus dalam mencapai keunggulan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan pengguna jasa”. Dari beberapa pengertian kualitas pelayanan tersebut di atas, maka untuk menilai kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda-beda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini, tidak mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Salah satu ukuran kualitas pelayanan publik adalah apakah ia memberikan kepuasan tertentu pada diri konsumen. Makna kualitas menurut Jackson, P.M. dan B. Palmer (1992) adalah persepsi konsumen terhadap ciri-ciri dan tampilan tertentu yang dianggap ada pada sebuah pelayanan, dan nilai-nilai yang mereka (konsumen) berikan pada ciri-ciri dan tampilan tersebut. Jadi sebagai sebuah konsep, kualitas pelayanan pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang dilihat dari sudut pandang konsumen yang dilayani, bukan hasil rekayasa dari mereka yang memberi pelayanan Jackson, P.M. dan B. Palmer (1992). Salah satu tolok ukur bagi pelayanan publik yang baik (good service) dengan demikian adalah “the ability to meet the needs of each individual served” Morgan dan Bacon (1996). Menurut Zeithaml Parasuraman dalam Fandy Tjiptono (2002) berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai bidang pelayanan barang dan jasa, sedikitnya terdapat sepuluh faktor yang dapat dijadikan kriteria untuk menilai kualitas pelayanan, yang terdiri dari faktorfaktor: 33 1. Reliability Mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Dalam hal Ini perusahaan pemberi jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time) dalam memenuhi janjinya. Misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakatinya. 2. Responsivenes Responsivensess yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 3. Competence Competence yaitu setiap karyawan dalam perusahaan jasa tersebut memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tersebut. 4. Access Access yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi, fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi mudah untuk dihubungi. 5. Courtesy Caurtesy yaitu meliputi sikap yang sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain). 6. Communication Communication artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat dipahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 34 7. Credibility Credibility yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya, kredebilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan. 8. Security Security yaitu aman dari bahaya, resiko, keragu- raguan . Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan finansial serta kerahasiaan. 9. Understanding Knowing the Customer Understanding Knowing the Customer yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles Tangibles yaitu bukti fisik dari jasa yangbisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, dan respresentasi fisik dari jasa. Dalam menilai dan meningkatkan kualitas pelayanan, perlu juga dipikirkan bagaimana keberhasilan dalam menjalankan dan mengembangkan pelayanan dimaksud melalui kemampuan dan pemilihan konsep pendekatannya. Salah satu pendekatan kulitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam pengukuran kualitas pelayanan adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Zeithaml Parasuraman dan Berry dalam Rahayu (1996). SERVQUAL dibangun berdasarkan perbandingan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu: 1. Expective service (pelayanan yang diharapkan) dan 2. Perceived service (pelayanan yang diterima). 35 Dalam tingkat operasional adanya kesenjangan antara harapan pengguna jasa publik (customer) dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah sering kali menimbulkan ketidakpuasan. pada masyarakat sebagai pengguna jasa publik. Kondisi demikian menurut Zeithaml Parasuraman dan Berry dalam Rahayu (1996) disebut sebagai “balancing customer receptions and expectations”. Oleh karena itu pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang mampu menyeimbangkan antara harapan para pengguna jasa publik dan penerima layanan itu sendiri. Dengan demikian tidak ada kesenjangan antara harapan-harapan konsumen dengan pelayanan yang diterima-nya. Kondisi demikian secara skematis dapat dilihat dalam gambar berikut ini: Gambar II.1. Konceptual Model of Servqual Personal Needs World of Mouth Comunication Gap IV Past Experience Expected Service Customer Perceived Service Provider Service Delivery Gap I Gap II Gap III External Comunication to Customer Service Quality Manajemen Perfections of Customer Expectations Sumber: Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Parasuraman dan Berry (1997). 36 Dari gambar di atas dapat dilihat berbagai kesenjangan antara “Customer Expectations” dengan “Customer receptions”. Zeithaml Parasuraman dan Berry dalam Sudarsono (1997) mengambarkan kesenjangan-kesenjangan atau gap-gap sebagai berikut: 1) Gap I: Kesenjangan antara harapan-harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap harapan-harapan konsumen yang disebabkan oleh : a. Organisasi kurang berorientasi pada riset pasar atau menggunakan temuan-temuan riset yang berfungsi untuk pengambilan keputusan tentang keinginan ataupun keluhan dari konsumen. b. Ketidakcukupan komunikasi ke atas, yaitu arus informasi yang meghubungkan pelayanan di tingkat Front Line Service dengan kemauan di tingkat atas (mis communications) 2) Gap II: Kesenjangan antara persepsi manajemen-manajemen terhadap harapan-harapan konsumen dengan spesifikasi-spesifikasi dari pada Kualitas Pelayanan yang disebabkan oleh : a. Kurangnya komitmen manajemen terhadap Kualitas Pelayanan b. Tidak adanya Standarisasi Tugas. 3) Gap III: Kesenjangan antara spesifikasi-spesifikasi Kualitas Pelayanan dengan kenyataan Delivery Service ditingkat bawah, penyebabnya adalah : a. Tidak adanya kepastian atau standarisasi dari tugas-tugas mereka b. Pegawai tidak punya kemampuan untuk memuaskan pelanggan c. Kurangnya teknologi yang sesuai d. Tidak ada keseuaian antara sistem kontrol dengan sistem imbalan bagi Pegawai 37 e. Tidak ada keseimbangan dengan antara Skil pegawai dengan bidang tugas yang sesuai f. Kurang Team Work 4) Gap IV: Kesenjangan antara kenyataan Delivery Servqual dengan komunikasi terhadap pelanggan, penyebabnya adalah : a. Ketidakcukupan komunikasi horizontal antara level operasional dan induk orgnisasi b. Kecenderungan memberikan janji yang berlebihan pada konsumen Selain itu Atep Adya Barata (2004) telah mengembangkan pendekatan konsep pelayanan yang berkualitas berdasarkan A6, yaitu: 1. Ability (kemampuan) Ability adalah pengetahuan dalam keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi dan menggunakan public relations sebagai instrument dalam membina hubungan ke dalam dan keluar organisasi atau perusahaan. 2. Attitude (sikap) Attitude adalah perilaku atau perangai yang harus ditonjolkan ketika menghadapi para pelanggan. 3. Appearance (penampilan) Appearance adalah penampilan seseorang, baik bersifat fisik maupun nonfisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dari kredibilitas pihak lain. 38 4. Attention (perhatian) Attention adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan, baik yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya. 5. Action (tindakan) Action adalah berbagai tindakan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. 6. Accountability (tanggung jawab) Accountability adalah suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pelanggan. Berdasarkan konsep A6 di atas, maka dalam memberikan pelayanan, penyelenggara pelayanan dituntut untuk dapat mamaksimalkan apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan sehingga pelanggan merasa senang dilayani oleh petugas tersebut karena kualitasnya. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa dirugikan akibat pelayanannya berbelitbelit, tidak terbuka atau transparan, maka dapat dikatakan pelayanannya tidak berkualitas. Berkaitan dengan aspek hubungan dengan pengguna jasa pelayanan publik, maka untuk menyempurnakan kualitas pelayaan publik diperlukan upaya Pemberdayaan Masyarakat (empowering society). Sebagaimana halnya barang, jasa pelayanan adalah merupakan suatu yang dihasilkan, artinya ia adalah suatu produk. Dibandingkan sektor privat, persoalan kualitas sektor publik diakui lebih sukar untuk merumuskan atau mengukurnya antara lain karena sarat dengan nilai-nilai politik dan idiologi, walau pada akhirnya kualitas pelayanan publik akan ditentukan oleh para pengguna jasa pelayanan itu sendiri. 39 Untuk itu pemerintah dalam memberikan pelayanan pada sektor publik harus berpaling dari budaya Restriktif kepada budaya Responsif Gore (1995). Pemerintah yang baik (good governance) menurut pemahaman Gore (1995) adalah pemerintah yang digerakkan oleh suatu kesadaran baru dan sikap Responsif dari para pengguna jasa (government is driven by a new awareness of and responsiveness to customer). Pemerintahan yang baik, tercermin dari keterkaitan dan komitmen kepada kepentingan masyarakat serta kesungguhan hati dan konsentrasi dengan penuh rasa tanggung jawab (responsibility) dan bertanggung jawab (accountability) Ramto (1997). Untuk itu Irfan Islamy dalam Suryono (2001), memaparkan ada beberapa prinsip pokok yang bisa dijadikan pedoman dalam mengoptimalkan kualitas/kinerja pelayanan publik oleh pemerintah, yaitu: 1) Prinsip Aksesabilitas Aksesabilitas, artinya setiap pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap pengguna pelayanan. Hal ini terkait dengan problem tempat, jarak, dan prosedur pelayanan. 2) Prinsip Kontinuitas Kontinuitas, artinya upaya mengedepankan pelayanan harus secara terus menerus yang tersedia bagi masyarakat, dengan kepastian dan kejelasan tertentu yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut. 40 3) Prinsip Teknikalitas Teknikalitas, artinya prinsip ini berkaitan dengan proses pelayanan yang harus ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut, berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan. 4) Prinsip Profitabilitas Profitabilitas, artinya pelayanan sebisa mungkin dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat luas. 5) Prinsip Akuntabilitas Akuntabilitas, artinya proses, produk, dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Lebih lanjut Gaspersz (1997) secara singkat menyatakan langkah-langkah yang diperlukan agar sistem kualitas modern menjadi lebih efektif sebagai berikut: 1. Mendefinisikan dan merinci sasaran dan kebijaksanaan kualitas. 2. Berorientasi pada kepuasan pelanggan. 3. Mengarahkan semua aktivitas untuk mencapai sasaran dan kebijaksanaan kualitas yang telah ditetapkan. 4. Mengintegrasikan aktivitas-aktivitas itu dalam organisasi. 5. Memberikan penjelasan maupun tugas-tugas kepada petugas untuk bersikap mementingkan kualitas yang dihasilkan untuk mensukseskan program pengendalian kualitas terpadu. 6. Merinci aktivitas pengendalian kualitas pada penjualan produk. 41 7. Mengidentifikasikan kualitas peralatan secara cermat. 8. Mengidentifikasikan dan mengefektifkan aliran informasi kualitas, memprosesnya dan mengendalikannya. 9. Melakukan pelatihan (training) serta memotivasi karyawan untuk terus bekerja dengan orientasi meningkatkan kualitas. 10. Melakukan pengendalian terhadap ongkos kualitas dan pengukuran lainnya serta menetapkan standar kualitas yang dinginkan 11. Mengefektifkan tindakan koreksi yang bersifat positif 12. Melanjutkan sistem pengendalian, mencakup langkah selanjutnya dan menerima informasi umpan balik, melakukan analisis hasil, serta membandingkan dengan standar kualitas yang delah ditetapkan. 13. Memeriksa kktivitas dari sistem kualitas modern secara periodik. Sedangkan berdasarkan Kep.MENPAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan publik, bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah harus berpedoman pada : 1) Asas Pelayanan publik, yang terdiri atas: a. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 42 c. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsif efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, dan agama, golongan, gender, dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. 2) Prinsip-Prinsip Pelayanan publik, yang terdiri atas: a. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan a. Persyaratan teknis dan adminsitratif pelayanan publik; b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 43 c. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan bertanggungjawab penyelenggaraan atas publik atau pejabat pelayanan dan yang ditunjuk Penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (teletematika). h. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi sarana prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi. i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 44 j. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lainnya. 3) Standar Pelayanan publik, sekurang-kurangnya meliputi : a. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan b. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaikan yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan c. Biaya Pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan d. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan e. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memedai oleh penyelenggara pelayanan publik 45 f. Kompentensi dan Prasarana Kompentensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan 4) Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa a. Pengaduan Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik wajib menyelesaikan setiap laporan atau pengaduan dari masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan sesuai dengan kewenangannya. b. Waktu Penyelesaian Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaiakan oleh unit penyelenggara pelayanan publik yang bersangkutan dan terjadi sengketa, maka penyelesainnya dapat dilakukan melalui jalur hukum. 5) Tingkat Kepuasan Masyarakat Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima layanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan indeks kepuasan masyarakat. Untuk melaksanakan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan publik tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka setiap unit atau satuan 46 kerja yang memberikan pelayanan publik wajib menyusun Standar Pelayanan Minimal yang disesuaikan dengan karakteristik dan jenis pelayanan yang diberikan oleh unit atau satuan kerja masing-masing. II.2. Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan Menurut Zeithaml Parasuraman et.al yang dikutip oleh Rambat Lupiyoadi (2001) setidak-tidaknya ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian kualitas pelayanan yaitu: 1. Tangibles (Keberwujudan) Tangibles yaitu kemampuan suatu perusahaan/instansi dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal sebagai bukti nyata dari perusahaan/instansi untuk memberikan pelayanan kepada pengguna jasa, misalnya Ketersediaan fasilitas fisik seperti ruang tunggu pelayanan, tempat parkir, tempat ibadah, tolet, loket khusus untuk penyandang cacat, Penerapan sistem elektronik untuk penerbitan Paspor, Tersedianya fasilitas informasi/visualisasi di ruang tunggu pelayanan dan Penampilan dan Seragam petugas pelayanan. 2. Emphaty (Empati) Emphaty yaitu memberikan perhatian yang tulus yang bersifat individual atau pribadi dengan berupaya memahami keinginan pelanggan dalam melakukan hubungan dan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan, misalnya petugas pelayanan betindak sopan dan ramah, petugas pelayanan memberikan informasi kepada pelanggan dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, Petugas 47 pelayanan memberikan pelayanan dengan ikhlas dan penuh rasa tanggung jawab, dan Petugas pelayanan cepat dan tanggap atas masalah atau keluhan yang dihadapi pemohon Paspor 3. Reliability (Keandalan) Reliability yaitu kemampuan perusahaan/instansi memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, kehandalan dan memuaskan, yang mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), misalnya penyelesaian pelayanan tepat waktu, perlakuan petugas pelayanan kepada pemohon Paspor sama dan tidak dibeda-bedakan (kesamaan hak), Penerapan sistem elektronik penerbitan Paspor telah memenuhi asas cepat, tepat, dan akurat, dan petugas pelayanan bersikap simpati. 4. Responsivenes (Daya Tanggap) Responsivenses yaitu keinginan para pegawai untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap, misalnya tersedianya kemudahan akses dan layanan informasi seperti papan persyaratan permohonan, papan jangka waktu penyelesaian pelayanan, papan prosedur pelayanan, touch screen, e-mail, Petugas pelayanan memberikan perhatian khusus (individu) atas masalah tertentu, seperti kepada penyandang cacat, lanjut usia, orang hamil, Kemauan dan kesiapan petugas pelayanan membantu memberikan pelayanan yang dibutuhkan, dan Tersedianya sarana untuk menyampaikan keluhan, seperti kotak pengaduan, monitor kontrol, layanan pengaduan Via SMS. 48 5. Assurance (Jaminan dan Kepastian) Assurance yaitu pengetahuan, kesopanan, dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh para pegawai perusahaan/instansi dalam arti bebas dari bahaya, resiko dan keraguraguan sehingga menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan/instansi, misalnya petugas pelayanan mampu memberikan penjelasan dan berkomunikasi secara baik, Kedisiplinan petugas pelayanan dalam nenberikan pelayanan, terutama disiplin jam kerja, kejujuran, dan ketegasan, petugas pelayanan mempunyai keahlian dan kemampuan (kompetensi), dan Petugas pelayanan bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) Sistem Penerbitan Paspor. Sedangkan menurut Lovelock dalam Husaini (1994), hal-hal yang dapat dipergunakan untuk semangkin memahami keinginan pengguna jasa adalah perlunya mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pengguna Jasa (customer). Lebih lanjut menurut Lovelock faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pengguna Jasa (customer) antara lain: 1. Sarana dan Fasilitas yang mendukung Efisiensi dalam Kontak dengan Konsumen (presence of absence of intermediaries) 2. Kualitas dan Kuantitas Kontak dengan Konsumen (high contact as low contact) 3. Konsumen yang dapat berupa Individual Buyers Organisasi (institusional vs individual pruchase) 4. Lamanya Proses Layanan berikut Karakteristik yang menyertai layanan tersebut (duration of service delivery process) 5. Keterbatasan yang mungkin terdapat dalam pelayanan (capacity constained service) 6. Frekwensi dari pengguna dan pembeli ulang (frequency at use and repurchase) 49 7. Menyangkut sulit atau mudahnya Pemberian dan Penggunaan oleh Konsumen (level of compexity) 8. Menyangkut Tingkat Resiko Kegagalan yang mungkin terjadi dalam Pelayanan yang Diberikan (degrees of risk) Berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik oleh aparatur negara kepada masyarakat, di dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik SESPANAS LAN yang dikutip Lukman (1999) dinyatakan bahwa pada sektor pubik hendaknya aparatur negara memahami hal-hal sebagai berikut: 1. Pemerintah yang bertugas melayani. 2. Masyarakat yang dilayani pemerintah. 3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik. 4. Peralatan atau sasaran pelayanan yang canggih. 5. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan. 6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asas-asas pelayanan masyarakat. 7. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat. 8. Perilaku yang terlibat dalam pelayanan dan masyarakat, apakah masing-masing menjelaskan fungsi. Dari kedelapan faktor tersebut di atas, telah mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sehingga aparatur negara diharapkan dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai harapan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan publik, maupun tuntutan reformasi dan globalisasi yang terjadi dewasa ini. 50 Menurut Dwiyanto et.al (2002), faktot-faktor kualitas pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah, yang dinilai tidak cukup hanya menggunakan indikator-indikator yang melekat pada pemerintah saja seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat pula dari indikator-indikator yang melekat pada masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pemerintah, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas. Citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Hal ini dikarenakan pelangganlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan. Untuk itulah maka kualitas pelayanan menjadi sangat penting sekali dalam rangka untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan Fandy Tjiptono (2002). Dengan menganalisa indikator-indikator kualitas pelayanan dan pengaruhnya terhadap meningkatnya kepuasan masyarakat didalam menerima pelayanan, maka diharapkan pemerintah dapat menilai dan mengatahui posisi relatif permasalahan yang dihadapi didalam pemberian pelayanan untuk kemudian memfokuskan pada upaya-upaya perbaikan terhadap faktor-faktor kualitas pelayanan yang belum sesuai dengan harapan masyarakat. II.3. Pengertian Kepuasan Pelanggan Fakta penting tentang kupuasan pelanggan antara lain : 1. Bahwa kepuasan pelanggan adalah alat paling ampuh bagi kehidupan suatu organisasi 51 2. Pelanggan harus diberikan pelayanan yang terbaik dan seoptimal mungkin 3. Kepuasan pelanggan memerlukan budaya kerja professional yang mantap 4. Memuaskan pelanggan adalah tanggung jawab semua pihak dalam organisasi 5. Pelayanan yang memuaskan adalah tindakan kita, bukan advertensi atau iklan yang kita tayangkan Berikut ini pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian kepuasan dari cara pandang mereka masing-masing antara lain: 1. Menurut Philip Kotler dan Keller (2007) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul dari seseorang setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapannya, maka dia tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, dia akan puas. Sedangkan jika kinerja melebihi harapan, maka dia akan sangat puas atau senang. Jadi kepuasan pelanggan menurut Kotler adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dengan harapannya. 2. Menurut James L. Gibson (1995) kepuasan akan sangat tergantung pada tingkat intrinsik dan ekstrinsik serta bagaimana persepsi hasil kerja terhadapnya. Intrinsik di sini menyangkut nilai (value) dari suatu hasil kerja. Value ini dapat meliputi aspek sosial, ekonomis, kultural, keamanan, serta prestise yang dapat diraih dari hasil pekerjaan tersebut dan terakses dalam satu hasil pekerjaan kepada mereka sehingga seseorang akan mendapatkan kepuasan. 52 3. Berdasarkan Kep.MENPAN Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Ideks Kepuasan Masyarakat (IKM) Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik. 4. Oliver (1991) mendefinisikan kepuasan sebagai sikap terhadap hasil transaksi, dan dari kepuasan diperkirakan akan mempengaruhi perilaku lanjutan atau kesetiaan pelanggan. Upaya perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggannya agar apa yang diharapkan oleh mereka sesuai dengan kenyataan sehingga mereka puas dan akan membentuk pengalaman konsumsi yang positif. Selanjutnya Oliver (1991 menghubungkan kepuasan pelanggan terhadap perilaku lanjutan, dan loyalitas pelanggan adalah yang paling sering digunakan sebagai referensi. Kepuasan pelanggan merupakan variabel mediator yang menghubungkan variabel kualitas layanan, kepercayaan dan kesetiaan pelanggan. Sementara Locke dalam Sule (2000) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan bergantung kepada kesesuaian antara apa yang diperoleh dengan apa yang diharapkan. Inividu akan merasa puas bila terjadi kesesuaian antara harapan dengan kenyataan. Ketidakpuasan makin besar jika ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan makin besar pula. Oleh karena itu dalam mengembangkan pelayanan yang berorientasi kepada konsumen (customer oriented), maka semua kegiatan harus berbasis pada konsiderasi tentang kebutuhan dan keinginan pengguna jasa, sebab kesalahan dalam mengidentifikasi kebutuhan dan harapan pengguna jasa akan menyebabkan pelayanan tidak berarti atau sia-sia. 53 Oleh karena itu kepuasan pelanggan merupakan perbedaan antara kinerja dengan apa yang diharapkan. Kepuasan pelanggan dapat tercapai bila keinginan pelanggan dapat dipenuhi. Berikut hubungan antara kepuasan pelanggan dengan kinerja: 1. Kinerja di bawah harapan berarti: kecewa 2. Kinerja sesuai harapan berarti: puas 3. Kinerja melebihi harapan berarti: sangat puas Berkaitan dengan harapan pelanggan, setidak-tidaknya ada tiga tingkatan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Paling sederhana dan berbentuk asumsi, yaitu “must have” atau “take it for granted”. 2. Memenuhi persyaratan atau spesipikasi tertentu 3. Menuntut suatu kesenangan (delightfulness) Menurut Mc. Kenna (1991) dalam Fandi Tjiptono (1996), untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan diperlukan: 1. Strategi Pemasaran “Relation Ship Marketing” Artinya transaksi antara pembeli dan penjual berkelanjutan 2. Strategi Superior Customer Service Artinya menawarkan pelayanan yang lebih baik 3. Strategi Unconditional Service Guarantees Artinya strategi yang berintikan komitmen memberikan kepuasan pada pelanggan 4. Strategi penanganan keluhan yang efisien Artinya penangan keluhan untuk mengubah pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang abadi. 54 5. Strategi peningkatan kinerja melalui “Empowering People” Artinya kegiatan pemantauan terhadap kepuasan pelanggan secara berkesinambungan serta memberikan pendidikan dan pelatihan kepada pegawai, misalnya komunikasi dan Public Relation. 6. Menerapkan Quality Fuction Depelopment (GFD) Artinya praktek untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. Agar lebih jelas kita dapat melihat teori yang dikemukakan oleh Wexley dan Yulk (1984) tentang kepuasan. a. Discrepancy Theory Mengemukakan bahwa untuk mengukur kepuasan seseorang dapat dilakukan dengan menghitung selisih apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Artinya orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan sebab batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. b. Equity Theory Mengemukakan bahwa orang akan merasa puas sepanjang mereka merasa ada keadilan (equity). Menurut teori keadilan ada tiga unsur dalam melakukan perbandingan kepuasan, yaitu: a. Input, adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan seseorang sebagai sumbangan terhadap pengorbanannya. b. Outcomes, adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan sebagai hasil dari pengorbanannya. 55 c. Comparison Person, adalah orang lain yang dapat dijadikan perbandingan rasio InputOutcomes yang dimilikinya, dapat berupa pengorbanan yang sama di suatu lingkungan dengan lingkungan lain dan mungkin pula dirinya di masa lampau. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan pelanggan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kualitas karena kualitas dapat memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalani ikatan hubungan yang kuat dengan pemberi layanan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan pemberi layanan untuk memahami dengan saksama harapan pelanggan serta apa yang menjadi kebutuhan mereka. Dengan demikian, pemberi layanan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas kepada pemberi layanan yang telah memberikan kualitas memuaskan. II.4. Faktor-Faktor Kepuasan Pelanggan Berdasarkan Kep.MENPAN Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, untuk mengukur unsur kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik dapat dilakukan dengan memberi penilaian terhadap 14 unsur pelayanan yang terdiri dari: 1. Kemudahan prosedur pelayanan 2. Kesesuaian antara persyaratan dengan pelayanan yang diterima 3. Kejelasan dan kepastian petugas. 4. Kedisiplinan petugas 56 5. Tanggung jawab petugas 6. Kemampuan petugas 7. Kecepatan pelayanan 8. Keadilan untuk mendapatkan pelayanan 9. Keramahan petugas 10. Kewajaran biaya untuk mendapatkan pelayanan 11. Kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan 12. Ketepatan jadwal waktu pelayanan 13. Kenyamanan dilingkungan unit pelayanan 14. Keamanan pelayanan Moenir (1998) menyatakan bahwa Kepuasan Pelanggan sangat dipengaruhi oleh tingkat pelayanan. Agar pelayanan dapat memuaskan pelanggan yang dilayani, ada empat faktor pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Tingkah laku yang sopan 2. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan 3. Waktu penyampaian yang tepat 4. Keramah tamahan. Faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya dengan Kepuasan Pelanggan di antaranya : 1. Kesadaran para pejabat atau petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum 2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan 3. Organisasi yang merupakan alat 4. Sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan 57 5. Pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum 6. Keterampilan petugas, dan faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Sedangkan menurut Gasperz (1997), mencatat ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Kepuasan Pelanggan, di antaranya: 1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan ketika ia akan mencoba melakukan transaksi. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapannya akan juga tinggi, demikian selanjutnya. 2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk atau jasa. 3. Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk dan jasa yang akan dibeli. 4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi harapan pelanggan. Sebaliknya menurut Morgan (1996), pelanggan menjadi tidak puas dikarenakan oleh faktor-faktor antara lain: 1. Pelanggan menaruh harapan tetapi tidak mendapatkannya 2. Pelanggan sudah kecewa pada seseorang 3. Pelanggan kelelahan, stress atau frustasi 4. Pelanggan merasa menjadi korban dan tidak berdaya 5. Pelanggan merasa tidak seorang pun mendengarkannya 6. Dengan berbagai cara pelanggan ingin menunjukkan dirinya benar 7. Pelanggan geram karena yang dilakukannya selalu salah 8. Pelanggan merasa bahwa janji yang diberikan tidak dipenuhi 9. Pelanggan merasa diacuhkan, diperlakukan tidak seperti yang diharapkan 58 10. Pelanggan mendapatkan keterangan yang berbeda tentang sesuatu hal terhadap objek yang sama 11. Pelanggan merasa tidak didengar 12. Pelanggan membuat asumsi yang keliru tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya 13. Pelanggan mendapatkan tanggapan yang tidak menyenangkan 14. Pelanggan melihat Integritas atau Kejujuran yang meragukan Untuk itu menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono (1996) terdapat empat metode untuk mengukur Kepuasan Pelanggan, yaitu: 1) Sistem Keluhan dan Saran Artinya setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon. 2) Survei Kepuasan Pelanggan Artinya kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Dengan melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut: 59 a. Directly Reported Satisfaction, yaitu pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan, seperti sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas. b. Derived Dissatisfacatin, yaitu pertanyaan yang menyangkut besarnya harapan pelanggan terhadap atribut. c. Problem Analysis, artinya pelanggan yang dijadikan responden untuk mengungkapkan dua hal pokok, yaitu (1) masalahmasalahyang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan (2) saran-saran untuk melakukan perbaikan. d. Importance-Performance Analysis, artinya dalam teknik ini responden dimintai untuk me-ranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan pentingnya elemen. 3) Ghost Shopping Artinya metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost sopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian ghost sopper menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. 4) Lost Customer Analysis Aartinya perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok dan diharapkan diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. 60 Salah satu cara untuk mengukur sikap pelanggan ialah dengan menggunakan kuesioner. Perusahaan harus mendesain kuesioner kepuasan pelanggan yang secara akurat dapat memperkirakan persepsi pelanggan tentang mutu barang atau jasa. Penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan harus benar-benar dapat mengukur dengan tepat persepsi dan sikap pelanggan.