Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil Riswan Akbar Dosen Pembimbing: Ir. Aguk Zuhdi Muhammad Fathallah, MEng. Ph.D I Made Ariana, ST, MT, Dr.MarSc. Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Pasokan minyak dunia akan habis,hal ini menjadi alasan dalam berbagai upaya lanjutan untuk menemukan sumber energi pengganti minyak bumi,salah satunya adalah melalui sumber bahan bakar alternatif. Beberapa jenis tanaman seperti minyak kelapa, minyak jelantah dan minyak sawit diarahkan pada sifat bahan baku yang dapat diperbaharui dan juga telah diteliti untuk digunakan langsung sebagai bahan bakar motor diesel berupa biodiesel. Proses untuk membuat bahan bakar biodiesel adalah melalui proses esterifikasi dan proses transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati.Hasil uji secara fisik terhadap karakteristik biodiesel melalui metode menggunakan methanol sebagai pensuplai gugus metil meliputi kandungan air 0.31% ,densitas 0.881 Kg/l , viskositas 12.5 cPs , nilai setana 68.8 , sedangkan untuk biodiesel menggunakan metil asetat sebagai pensupali gugus metil yaitu kandungan air sebesar 0.29%,densitas 0.8523 Kg/l , viskositas 7.5 cPs , nilai setana 43.9 . Kata kunci: Bahan bakar alternatif, biodiesel, karakteristik biodiesel,methanol,metil asetat. 1. Pendahuluan Namun, penggunaan katalis alkali ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya proses pemurnian produk yang bercampur homogen sehingga relatif sulit. Selain itu, katalis alkali tersebut akan bereaksi dengan trigliserida sehingga terjadi reaksi samping yaitu reaksi saponifikasi (penyabunan). Reaksi saponifikasi ini akan mengakibatkan proses pemisahan produk semakin sulit.Kelemahan lain dari teknologi ini adalah perlunya sejumlah asam untuk penetralan katalis basa yang ikut dalam aliran produk sehingga akan berdampak terhadap lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan katalis yang tidak bercampur homogen dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik guna menghasilkan produk yang diinginkan tanpa reaksi samping. Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan. Sumber daya energi yang berasal dari minyak bumi akan semakin menipis persediannya seiring dengan bertambahnya industri yang akan mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. Indonesia memiliki beragam sumber untuk dimanfaatkan menjadi energi alternatif terbarukan. Salah satu sumber energi alternatif yang terbarukan adalah biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati,atau minyak hewani. Salah satu pemanfaatan bahan dari minyak nabati adalah limbah minyak goring bekas (minyak jelantah). 2. Tinjauan Pustaka Pada dasarnya teknologi produksi biodiesel yang diterapkan dalam skala industri yaitu melalui reaksi transesterifikasi dari trigliserida (yang terdapat pada minyak nabati) dengan alkohol (umumnya metanol) menggunakan katalis basa (alkali). Teknologi ini banyak dikembangkan dikarenakan proses ini relatif lebih murah. 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri dari mono-alkyl ester yang berasal dari 1 asam lemak yang sumbernya renewable limit, dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas dari belerang, aplikasinya sederhana dan berbau harum (Haryahto,2002). sama dengan solar,yang berarti daya dan torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya. Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku dari biodiesel menyebabkan bahan bakar biodiesel sedikit kurang stabil dibandingkan dengan solar,kestabilan yang tidak stabil dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas,menaikkan viskositas,terbentuknya gums ,dan terbentuknya sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Biodiesel memiliki sifat melarutkan (solvency). Hal ini menyebabkan suatu permasalahan,dimana apabila digunakan pada mesin diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tankinya telah terbentuk kerak dan sedimen ,maka biodiesel akan melarutkan kerak dan sedimen tersebut,sehingga dapat menyumbat saringan dan saluran bahan bakar. Oleh karena itu apabila kandungan sedimen dan kerak didalam tangki bahan bakar cukup tinggi sebaiknya diganti sebelum digunakan biodiesel. Beberapa material seperti kuningan ,tembaga, timah,dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen,untuk mencegah hal ini maka sebaiknya biodiesel terbuat dari bahan stainless steel atau alumunium . Biodiesel dapat ditulis sebagai B100 atau dapat diartikan bahwa biodiesel tersebut murni 100% terdiri atas mono-alkyl ester. Biodiesel campuran ditandai seperti " BXX", dimana " XX" menyatakan prosentase komposisi biodiesel yang terdapat di campuran tersebut, dengan kata lain B20 adalah 20% biodiesel, 80% minyak solar (Fangrui,1996). 2.1.1 2.1.2 Biodiesel Dari Minyak Jelantah Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zat-pencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut (Hendartono,2005). Karakteristik Biodiesel Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 155 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung 11% oksigen dalam persen berat yang keberadannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energy namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida (CO) , Hidrokarbon (HC) , partikulat dan jelaga . Kandungan energy biodiesel 10% lebih rendah bila dibandingkan dengan solar.sedangkan efisiensi bahan bakr biodiesel lebih kurang dapat dikatakan 2 Tabel 1 Tanaman penghasil minyak nabati serta produktifitasnya Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi Ada beberapa pilihan katalis reaksi yang dapat digunakan daiam proses transesterifikasi ini, antara lain berupa alkali, katalis asam, atau enzim. Katalis alkali yang biasa digunakan antara lain NaOH, KOH, karbonat, natrium metoksida, sodium etoksida, sodium propoksida, dan sodium butoksida. Katalis asam yang biasa digunakan antara lain asam sulfat, asam sulfonat, dan asam hidroklorida. Sedangkan sebagai katalis enzim dalam proses transesterifikasi biasa digunakan lipase. Sumber : Sukara,2008 Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol mudah didapat dan tidak mahal. – Esterifikasi adalah konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial. Reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 jam. Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Nurul,2010). Gambar 1 : Diagram alur pembuatan biodiesel (Dewi,2000) Secara umum, pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut : – Esterifikasi Transesterifikasi Transesterifikasi (disebut juga alkoholisis) adalah reaksi antara lemak atau minyak nabati dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Biasanya dalam reaksi ini digunakan katalis untuk meningkatkan laju reaksi dan jumlah yield produk. Karena reaksi ini adalah reaksi reversible, maka digunakan alkohol berlebih untuk menggeser kesetimbangan ke arah produk. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada gambar dibawah (Nurul,2010). Gambar 3. Reaksi Esterifikasi – Interesterifikasi Reaksi interesterifikasi merupakan reaksi pengaturan kembali ikatan ester. Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai 3 terbentuk dalam waterbath pada suhu 100ºC selama 2 menit. Dalam proses pengeringan terlihat adanya uap air yang terbentuk dan menempel pada dinding labu erlenmeyer yang berisikan metil ester. Untuk mengetahui konsentrasi yang terbentuk maka setiap sampel dianalisa (Marno,2008). pertukaran gugus antara dua buah ester di mana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Reaksi interesterifikasi ini dapat dilakukan dengan katalis kimia (misalnya NaOH dan NaOCH), dengan katalis enzim (lipase dan papain), dan tanpa katalis (Marno,2008). Reaksi biodiesel ini dilakukan menggunakan substrat yang berasal dari minyak nabati yaitu minyak jelantah sebagai sumber trigliserida. Reaksi ini dilakukan melalui rute non-alkohol dengan menggunakan katalis KOH. Reaksi interesterifikasi dengan menggunakan minyak jelantah tidak bisa dilakukan secara langsung. Perlu dilakukan pretreatment terlebih dahulu terhadap minyak jelantah. Pretreatment yang dilakukan berupa proses penyaringan minyak jelantah menggunakan kertas saring dan proses penghilangan kandungan air dari minyak jelantah .Proses pengurangan kandungan air dari minyak jelantah dimaksudkan untuk mengurangi reaksi saponifikasi selama proses interesterfikasi. Gambar 4. Reaksi Interesterifikasi 2.1.3 Properties Biodiesel Tabel 2: Tabel SNI untuk biodiesel No 1 2 3 4 Hasil reaksi yang terbentuk berupa dua fasa yaitu lapisan atas metil ester berwarna kuning bening, sedangkan lapisan bawah berwarna kuning dengan sedikit lebih pekat. Setelah reaksi selesai, dilakukan pemisahan secara sederhana,lapisan atas berupa metil ester dipisahkan dengan cara dituang dan triasetilgliserol dibiarkan mengendap didasar reaktor. Setelah dipisahkan dari triasetilgliserol, metil ester yang terbentuk langsung dicuci dengan air hangat secara perlahan-lahan menggunakan aquades. Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan sisa metil asetat dan sisa katalis KOH yang masih terdapat dalam produk. Air merupakan pelarut polar sehingga akan dapat melarutkan senyawa polar seperti metil asetat dan sisa katalis KOH. 5 6 Karakteristik Angka Setana Massa Jenis Viskositas kinematik Titik Nyala (Flash Point) Titik Kabut (Cloud Point) Titik Tuang (Pour Point) Satuan 3 kg/m 2 mm /s (cSt) C min. 100 0 C max. 18 0 C max. 18 Kandungan Air %-volume 8 Gliserol Bebas %-massa 9 Gliserol Total %-massa Total Acik Number (TAN) Soponification Number Ester Content mg KOH/gr mg KOH/gr %-massa 11 12 2.3 - 6.0 0 7 10 Nilai min. 51 820 - 860 max. 0.05 max. 0.02 max. 0.24 max. 0.8 min. 96.5 Sumber : BPPT, Standard Biodiesel Indonesia(SNI) , Workshop Pemanfaatan Biodiesel sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel ,Jakarta 26 Mei 2005 , (www.coderat.com) Setelah dilakukan pencucian dengan air hangat, proses treatment beikutnya adalah penghilangan kandungan air dari produk metil ester yang terbentuk. Proses penghilangan kandungan air ini dimaksudkan untuk mencegah terjadi reaksi penyabunan berkelanjutan. Reaksi penyabunan mungkin terjadi jika masih ada sisa metil asetat dan katalis KOH yang tidak larut selama proses pencucian. Proses penghilangan kandungan air dilakukan dengan merendam produk metil ester yang 2.2 Karakteristik Minyak Jelantah Minyak jelantah (fried palm oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi 4 2.3 Asam Asetat berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (aso3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang tidak menyenangkan. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Adapun pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak jelantah. Biodiesel dari substrat minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan FAME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel (Endans,2005). Dari semua pernyataan yang muncul maka yang menjadi permasalahan utama ialah pengumpulan minyak jelantah yang tidak mudah, selain karena persebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi juga tidak sedikitnya pengumpul minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka olah kembali, bisa juga tidak, untuk kemudian dijual ke pedagang kecil maupun untuk keperluan lain. Disatu sisi berdasarkan pengamatan penulis, para pedagang kecil yang menggunakan minyak goreng untuk dagangannya akan membuang minyak jelantah sisa menggoreng ke selokan yang terdekat yang bermuara pada sungai, sehingga dapat menjadi salah satu sumber polusi pada perairan sungai. Asam asetat biasanya digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester (Imam,2010). 2.4 Biodiesel menggunakan metil asetat Salah satu pemanfaatan bahan dari minyak nabati adalah limbah minyak goreng. Minyak goreng bekas merupakan limbah yang sangat berbahaya apabila dikomsumsi, karena akan menimbulkan beberapa penyakit bagi manusia, diantaranya adalah kanker dan penyempitan pembuluh darah. Sedangakan apabila minyak goreng bekas ini dibuang ke lingkungan akan dapat mencemari lingkungan sekitar.Error! Oleh karena itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel merupakan suatu cara pembuangan limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan nilai ekonomis serta menciptakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar solar yang bersifat ethis, ekonomis, dan sekaligus ekologis (Ekky,2009). 5 Reference source not found. Minyak goreng bekas atau yang sering disebut dengan minyak jelantah, tidak akan lagi menjadi barang buangan. Walaupun warnanya sudah sangat pekat karena sering digunakan, namun minyak jelantah tersebut masih bisa dimanfaatkan. Minyak jelantah tersebut dapat digunakan sebagai substrat untuk energi biodiesel yang dapat menghidupkan mesin diesel tanpa atau tidak dengan substitusi solar. Hal ini dikarenakan minyak jelantah harus terlebih dahulu diperbaiki melalui proses transesterifikasi. Belakangan ini, riset sintesis biodiesel menggunakan enzim lipase semakin banyak dilakukan. Enzim lipase yang bisa menjadi biokatalis dalam sintesis biodiesel tersebut mampu memperbaiki kelemahan katalis alkali, yakni tidak bercampur homogen sehingga pemisahannya lebih mudah.Akan tetapi penggunaan lipase sebagai biokatalis menyisakan satu persoalan. Lingkungan beralkohol seperti metanol menyebabkan lipase terdeaktivasi secara cepat dan stabilitas enzim tersebut dalam mengatalisis reaksi menjadi buruk. Kemudian muncullah suatu pengembangan sintesis biodiesel menggunakan rute non-alkohol,yaitu menggunakan metil asetat yang menggantikan metanol sebagai penyuplai gugus metil dengan harapan mampu mencegah deaktivasi dan meningkatkan stabilitas biokatalis selama berlangsungnya proses reaksi (Hermasnyah,2008). Biodiesel yang berasal dari minyak jelantah sifatnya ramah lingkungan, tidak mencemari air, udara, maupun tanah karena mudah terurai secara biologis dan bahan bakunya dapat diperbaharui. Pemakaian minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat meminimalisir pencemaran lingkungan akibat limbah minyak goreng yang berasal dari industri – industri rumah tangga. Dengan memakai limbah minyak goreng tersebut juga dapat mereduksi biaya produksi biodiesel yang tergolong mahal, dikarenakan terbatasnya ketersediaan bahan baku dan harganya yang relatif tinggi. 3. Metodologi Penelitian Langkah yang dilakukan adalah : a. Rancangan Percobaan - Pada dasarnya teknologi produksi biodiesel yang diterapkan dalam skala industri melalui reaksi transesterifikasi dari trigliserida (yang terdapat pada minyak nabati) dengan alkohol (umumnya metanol) menggunakan katalis basa (alkali). Teknologi ini banyak dikembangkan dikarenakan proses ini relatif lebih murah. Namun, penggunaan katalis alkali ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya proses pemurnian produk yang bercampur homogen sehingga relatif sulit. Selain itu, katalis alkali tersebut akan bereaksi dengan trigliserida sehingga terjadi reaksi samping yaitu reaksi saponifikasi (penyabunan). Reaksi saponifikasi ini akan mengakibatkan proses pemisahan produk semakin sulit.Kelemahan lain dari teknologi ini adalah perlunya sejumlah asam untuk penetralan katalis basa yang ikut dalam aliran produk sehingga akan berdampak terhadap lingkungan. Penetapan Variabel (MetodeEsterifikasi) Variabel Tetap O Temperatur = 40 C Lama Esterifikasi (menit) = 60 menit - Penetapan Variabel (Metode Trasnsesterifikasi) Variabel Tetap Temperatur Lama Transesterifikasi (menit) Jumlah Katalis KOH (gram) Jumlah Metil Aetat (ml) O = 60 C = 60 menit = 15 gram = 1000 ml Minyak Jelantah yang digunakan dalam percobaan sebanyak 500 ml b. Prosedur Percobaan Berikut akan dijelaskan rincian dari diagram alir penelitian dalam proses preparasi Biodiesel ini : Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan katalis yang tidak bercampur homogen dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik guna menghasilkan produk yang diinginkan tanpa reaksi samping. 6 bawah terpisah dengan ester yang berada pada lapisan atas. Pembuatan Sodium Metoksid Pembuatan sodium metoksid dilakukan dengan cara mencampurkan KOH (15 gram) dan Metil Asetat (satu liter ) yang telah disiapkan sambil melakukan pengadukan hingga seluruh KOH bereaksi dengan Metil Asetat. Setelah proses pengendepan selesai ,maka dilakukan pemisahan ester dengan produk samping yang berupa triacetylglyserol Pencucian Ester (Metil Ester) yang didapatkan kemudian dicuci dengan menggunakan air untuk melarutkan sisa-sisa garam dan sabun yang terbentuk serta masih tertinggal dalam ester. Proses pencuciannya adalah dengan menambahkan air sebanyak 30 – 50% dari volum metil ester yang dilakukan dengan cara dipompakan udara melalui pompa udara akuarium dan biarkan beberapa saat sehingga muncul warna putih susu,setelah itu didiamkan selama kurang lebih satu jam hingga air dan ester terpisah kemudian pisahkan crude biodiesel dengan air warna putih melalui selang. Reaksi Esterifikasi Pada tahapan ini dilakukan pembuatan reaksi esterifikasi, dimana kandungan asam lemak bebas pada minyak jelantah akan bereaksi dengan metanol. Hal ini dipercepat dengan penambahan katalis asam sulfat pekat. Hasil esterifikasi ini menghasilkan suatu campuran yang keruh. Setelah itu hasil campuran tersebut direaksikan yang sebelumnya telah dipanaskan hingga temperature mencapai kurang lebih 40°C sambil dilakukan pengadukan selama seperempat jam,setelah itu hasil produk didiamkan untuk diendapkan agar terjadi pemisahan antara minyak (ester) dengan air,setelah itu dilakukan proses pengeringan agar minyak tidak mengandung air untuk mengurangi proses tercampurnya air dengan katalis pada proses berikutnya. o Setelah pencucian selesai kemudian dilakukan proses pengeringan untuk menghilangkan sisa air yang masih terkandung didalam metil ester selama proses pencucian berlangsung .Kandungan air yang tersisa dihilangkan dengan cara dipanaskan hingga temperaturnya mencapai 100°C agar air yang masih terkandung didalam metil ester tersebut dapat menguap sambil dilakukan pengadukan. Reaksi Transesterifikasi Tahapan dari Reaksi ini adalah : o Memanaskan minyak di hotplate/kompor hingga temperaturnya mencapai kurang lebih 60°C sambil dilakukan pengadukan agar panasnya merata. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan sedang dan jangan sampai terbentuk suatu pusaran. o Menambahkan sodium metoksid yang telah disediakan (20% x volume jelantah) kedalam minyak yang telah dipanaskan tersebut sambil dilakukan pengadukan selama kurang lebih satu jam dan temperature dijaga agar tetap konstan. o Setelah selesai,larutan didiamkan selama kurang lebih 8 jam hingga seluruh produk samping yang terbentuk mengendap pada lapisan Pengeringan (penghilangan kadar air) Pengujian Karakteristik Setelah produk metil ester yang dihasillkan tersebut menjalani serangkain proses pencucian dan pengeringan (penghilangan kadar air) ,maka metil ester tersebut pada dasarnya telah siap untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel). Namun sebelum digunakan sebagai bahan bakar terlebih dahulu dilakukan pengujian karakteristik dengan tujuan mengetahui apakah biodiesel tersbut benar-benar dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel serta mengetahui bahwa bahan bakar 7 Gambar 4.1.2 A : Biodiesel menggunakan metil asetat , B : biodiesel menggunakan methanol b. Biodiesel setelah melalui proses pemisahan tersebut dapat digunakan tanpa menimbulkan masalah pada mesin diesel. Untuk itu hasil pengujian karakteristik yang akan diperoleh nantinya sangat diharapkan dapat mendekati karakteristik dari petrodiesel yaitu berupa solar ataupun minyak diesel lainnya. Adapun beberapa karakteristik yang dianggap penting dan akan dilakukan pengujian,yaitu viskositas (kekentalan) , indeks setana (calculated cetane index) , densitas relative (specific gravity), dan Kandungan air. A B Gambar 4.1.3 A : Biodiesel menggunakan metil Asetat , B : biodiesel menggunakan methanol 4. Hasil dan Pembahasan Dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa perihal yang akan dijelaskan,dengan tujuan dapat melihat dan membandingkan hasil dari masing-masing produk berupa metil ester (biodiesel) dengan menggunakan metode yang berbeda. Beberapa ketentuan yang akan dibahas antara lain : 1) Visual 2) Komposisi 3) Karakteristik 4) Pembahasan c. 4.1 Visual Berikut akan ditampilkan hasil visual produk selama proses penelitian berlangsung. Produk samping A B Gambar 4.1.4 A : TryasetilGliserol , B : Gliserol 4.2 Komposisi Pada penelitian ini percobaan yang dilakukan hanya menggunakan satu jenis substrat. Substrat yang dipakai sebagai sumber trigliserida adalah minyak jelantah. Dalam hal ini minyak jelantah dipanaskan menggunakan pemanas hingga mencapai dalam suhu reaksi , setelah suhu reaksi tercapai dilakukan persiapan larutan metil asetat, yaitu mengukur volume metil asetat yang dibutuhkan sesuai perbandingan menggunakan beaker glass 1000 ml,setelah itu mengambil metil asetat yang dibutuhkan sesuai yang akan digunakan yaitu 20% dari volume minyak jelantah, tahapan selanjutnya adalah memulai reaksi yaitu memasukan larutan KOH dan metil asetat kedalam reaktor yang telah berisi o minyak jelantah pada suhu 60 C, aduk secara perlahan tanpa membentuk suatu Gambar 4.1.1 Biodiesel dari minyak jelantah a. Biodiesel sebelum dilakukan proses pemisahan. A B 8 larut selama proses pencucian. Proses penghilangan kandungan air dilakukan dengan merendam produk metil ester yang terbentuk pada suhu 100ºC selama 2 menit. pusaran hingga 1 jam dan kemudian diambil sampelnya. Berikut adalah kondisi operasi yang digunakan dalam pembuatan katalis untuk membuat biodiesel dari minyak jelantah. Pada penelitian kali ini didapatkan hasil yang setara antara volume minyak yang digunakan dengan volume biodiesel (metil ester) yang dihasilkan. Berikut akan ditampilkan tabel dan grafik yang menunjukkan prosentase input dan output proses pada penelitian kali ini yang disajikan dalam bentuk diagram pie , untuk biodiesel yang dihasilkan dengan methanol sebagai pensuplai gugus metil akan ditunjukkan dalam diagram pie I , sedangkan untuk biodiesel menggunakan metil asetat ditunjukkan pada diagram pie II. Tabel 4.2.1 Pembuatan Katalis Metil Ester dari Minyak Jelantah Produk Metil Ester Katalis Volume Katalis waktu KOH + 60 Metoksid* metanol menit 20% dari Metil Metil 60 volume minyak Ester Asetat menit jelantah *methanol 20% volume minyak jelantah + KOH 30gr/l Tabel 4.4.1 Input dan Output Proses Biodiesel Yang Menggunakan Metanol Bahan input Produk output KOH 1.5 gram BIODIESEL 500 ml METANOL 100 ml GLISEROL 100 ml MINYAK JELANTAH 500 ml Setelah tahapan reaksi selesai, pemanas dimatikan, dan kemudian hasil biodiesel yang didapat berupa campuran metil ester dan triasetilgliserol dalam reaktor langsung disimpan dalam wadah yang sesuai untuk menunggu tahapan pemisahan dengan cara dimasukkan ke dalam beaker glass berukuran 500ml dan dibiarkan kurang lebih dalam waktu 8 jam atau satu malam pada suhu ruang untuk memisahkan metil ester dan triasetilgliserol. Hasil yang diperoleh setelah reaksi adalah terbentuk berupa dua fasa yaitu lapisan atas metil ester, sedangkan lapisan bawah yaitu berupa produk samping Setelah reaksi selesai, dilakukan pemisahan, lapisan atas metil ester dipisahkan dengan cara dituang dan produk samping dibiarkan mengendap didasar. Setelah dipisahkan dari produk samping, metil ester yang terbentuk langsung dicuci dengan air hangat secara perlahan-lahan. Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan sisa metil asetat dan sisa katalis KOH yang masih terdapat dalam produk. Air merupakan pelarut polar sehingga akan dapat melarutkan senyawa polar seperti metil asetat dan sisa katalis KOH. Setelah dilakukan pencucian dengan air hangat, proses treatment berikutnya adalah penghilangan kandungan air dari produk metil ester yang terbentuk. Proses penghilangan kandungan air ini dimaksudkan untuk mencegah terjadi reaksi penyabunan berkelanjutan. Reaksi penyabunan mungkin terjadi jika masih ada sisa metil asetat dan katalis KOH yang tidak Grafik 4.1 Input dan Output Proses Biodiesel Menggunakan Metanol 9 Tabel 4.4.2 Input dan Output Proses Biodiesel Yang Menggunakan Metil Asetat Bahan KOH METIL ASETAT MINYAK JELANTAH input 1.5 gr 100 ml 500 ml Produk BIODIESEL TRYASETIL GLISEROL output 550 ml akan disajikan tabel hasil pengujian produk yang akan dibandingkan berupa reaksi yang menggunakan methanol sebagai pensuplai gugus metil dan metil asetat yang digunakan sebagai pensuplai gugus metil. 50 Tabel 4.3.1 Perbandingan nilai karakteristik ml No. Parameter Satuan 1 H2O % 2 3 Densitas Viscositas Cetane Number Kg/l cPs 4 Hasil Analisa Type Type A B 0,29 0,31 0,852 0,881 3 0 7,5 12,50 43,9 68.8 Keterangan : Type A = Biodiesel dengan menggunakan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil. Type B = Biodiesel dengan menggunakan metanol sebagai pensuplai gugus metil. Dari nilai karakteristik yang didapatkan maka dapat dilihat bahwa penggunaan metil asetat masih belum bisa dikatakan lebih baik dari yang menggunakan metanol, hal ini dikarenakan belum adanya parameter yang lengkap sesuai dengan standart, namun secara garis besar penggunaan metil asetat mampu untuk menurunkan nilai dari viskositas dan kandungan air, yang mana selama ini menjadi permasalahan utama jika menggunakan metanol sebagai pensuplai gugus metil. Adapun kekurangan dari penggunaan metil asetat yaitu nilai setana yang belum mencapai standart. Dari hasil yang didapatkan dalam penelitian kali ini juga adalah jumlah volume minyak yang digunakan selama proses reaksi akan didapatkan jumlah volume biodiesel yang setara. Berikut akan disajikan dalam tabel dibawah ini. Grafik 4.2 Input dan Output Proses Biodiesel Menggunakan Metil Asetat Untuk mengetahui nilai properties yang terbentuk dari penelitian ini, maka setiap sampel dianalisa . Sampel yang dianalisa adalah nilai karakteristik dari biodiesel yang telah dihasilkan berupa viskositas (kekentalan), indeks setana (calculated cetane index), densitas relative (specific gravity), dan Kandungan air. Tabel 4.3.2 Perbandingan hasil produk biodiesel yang dihasilkan Hasil Metode Type A Type B 4.3 Karakteristik Setelah dilakukan proses analisa produk ,maka akan didapatkan hasil berupa nilai karakteristik sesuai dengan yang diharapkan yaitu berupa viskositas (kekentalan), indeks setana (calculated cetane index), densitas relative (specific gravity), dan Kandungan air. Dibawah ini Produk Ester (Biodiesel) Ester (Biodiesel) 92% Produk Samping Tryasetil Glyserol 8% 83% Gliserol 17% % % Keterangan : Type A = Biodiesel dengan menggunakan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil. Type B = Biodiesel dengan menggunakan metanol sebagai pensuplai gugus metil. 10 Parameter viskositas (kekentalan), indeks setana (calculated cetane index), densitas relative (specific gravity), dan Kandungan air masih masuk dan sesuai dengan standard SNI. Dari tabel diatas didapatkan hasil berupa metil ester (biodiesel) yang dihasilkan dalam masing-masing metode, yang menggunakan metil asetat memberikan hasil yang lebih besar dalam prosentase daripada yang menggunakan metanol, hal ini dapat dikatakan proses dalam reaksi yang terjadi lebih sempurna dalam artian terjadi pemisahan dan reaksi yang sempurna dalam pemisahan gliserida dan ester, sehingga mendapatkan hasil ester (biodiesel) yang lebih besar . Menurut Darmoko (2005), dengan melakukan transesterifikasi terhadap methanol melalui perbandingan mol pada 0 suhu 50 C dengan menggunakan basa KOH dan berlangsung selama 90 menit didalam batch reactor, kesetimbangan baru dicapai selama 60 menit ,dan akan menghasilkan konversi trigliserida menjadi 0 metil ester sebesar 73% pada suhu 50 C dan konversi sebesar 82% pada suhu 65% . Hal ini dikarenakan penggunaan reactor dan masih terdapat kesalahan ,sehingga dapat diperoleh ketelitian yang lebih baik. Perbedaan jumlah gliserol yang dihasilkan dari masing-masing proses berkaitan dengan jumlah asam lemak yang terkandung. Semakin banyak lapisan yang mengandung asam lemak (fraksi padat), maka jumlah gliserol yang dihasilkan juga semakin banyak. Sebaliknya semakin sedikit lapisan yang mengandung asam lemak (fraksi cair), maka jumlah gliserol yang dihasilkan juga semakin sedikit. Semakin banyak gliserol yang dihasilkan, maka viskositas akan semakin rendah. Sedangkan pada penelitian kali ini dalam kesetimbangan selama 60 menit didapatkan konversi dari trigliserida menjadi metil ester sebesar 83% jika menggunakan methanol sebagai pensuplai gugus metil,dan 92% jika menggunakan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil. Keuntungan jika gliserol yang dihasilkan sedikit, maka produksi Methyl Ester akan meningkat. Sedangkan apabila gliserol yang dihasilkan banyak, maka biodiesel yang dihasilkan juga akan semakin sedikit. Banyak sedikitnya gliserol yang dapat dihasilkan juga sangat erat kaitannya dengan karakteristik fisik yang dihasilkan.. Dengan kualitas bahan baku yang sama, apabila gliserol yang dihasilkan sedikit dan warna ester cenderung gelap, maka diperoleh viskositas yang tinggi. Menurut Suirta (2009), didapatkan suatu pencapaian nilai viskositas dan densitas biodiesel .Dari hasil perhitungan, viskositas 0 biodiesel pada suhu 40 C masih memenuhi range standar biodiesel standar DIN V 51606 yakni 3,5 -5,0 mm2/s. Sedangkan menurut Zahriyah (2006) didaptkan suatu nilai kekentalan kinematik sebesar 4,5042 cSt, hasil ini masih masuk dalam suatu standard biodiesel. 4.4 Pembahasan Sedangkan dalam peneletian kali ini didapatkan nilai dari viskositas yang masih belum masuk dalam batas standard yaitu ,7.5 untuk biodiesel yang menggunakan metil asetat dan 12.5 untuk biodiesel yang menggunakan metanol ,hal ini disebabkan oleh adanya sisa-sisa lemak dari minyak jelantah akibat dari penggunaan minyak yang berulang kali ,sehingga kemungkinan besar sisa lemak dari sisa menggoreng bahan-bahan pokok makanan mengakibatkan pengaruh terhadap hasil biodiesel yang didapatkan khususnya nilai viskositas yang didapatkan yaitu menjadi lebih pekat. Pada penelitian ini dihasilkan suatu produk berupa ester (biodiesel) serta dilakukan suatu perbandingan karakteristik biodiesel tersebut dimana dalam proses penghasilannya menggunakan metode yang berbeda, yaitu metode menggunakan metanol sebagai pensuplai gugus metil dan metode yang menggunakan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil. Reaksi sintesis biodiesel ini dilakukan menggunakan substrat yang berasal dari minyak nabati yaitu minyak jelantah sebagai sumber trigliserida. Reaksi ini dilakukan melalui proses gabungan antara esterifikasi dan transesterifikasi dengan menggunakan 0 katalis KOH pada suhu 60 C dan berlangsung selama 60 menit. Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa biodiesel yang didapatkan pada penelitian kali ini masih belum dikatakan masuk dalam 11 kandungan air baik biodiesel yang menggunakan metanol sebagai pensuplai gugus metil dan biodiesel yang menggunakan metil asetat. standard biodiesel metode ASTM D445 dan SNI ,hal ini dikarenakan pencapaian nilai viskositas yang didapatkan lebih besar dari nilai standard biodiesel. Hal ini dapat terjadi,dikarenakan penggunaan minyak jelantah yang telah digunakan berulang kali,sehingga sisa lemak dari penggunaan menggoreng masih tersisa yang akhirnya mempengaruhi dari kualitas minyak jelantah tersebut dan akibatnya adalah pencapaian suatu nilai dari karakteristik biodiesel khususunya nilai viskositas menjadi lebih meningkat. Untuk hasil karakteristik yang lainnya,seperti densitas,kandungan air,dan nilai setana masih terdapat beberapa nilai yang belum sesuai. Dalam hal ini nilai kandungan air yang didapatkan pada penelitian kali ini msaih relative lebih besar dari nilai standard biodiesel, hal ini dikarenakan adanya proses yang belum sempurna ,khususnya dalam proses pengeringan yang mana seharusnya berfungsi untuk menghilangkan sisa air yang masih terkandung didalam metil ester selama proses pencucian berlangsung,akan tetapi dikarenakan adanya kesalahan dan penggunaan alat yang tidak memadai menyebabkan pencapaian nilai dari kandungan air biodiesel masih jauh dari standard. Hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam proses, pengunaan alat dan bahan yang masih sangat sederhana,sehingga nilai karakteristik yang didapatkan cenderung lebih besar. 3. Dari penelitian yang dilakukan ,jika dilakukan suatu perbandingan antara biodiesel yang menggunakan metil asetat dan biodiesel yang menggunakan metanol maka penggunaan metil asetat mampu untuk menurunkan nilai dari viskositas yang selama ini menjadi suatu permasalahan utama dalam pembuatan biodiesel menggunakan minyak jelantah,akan tetapi nilai setana yang didapatkan masih belum masuk dalam standard. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan kepastian mengenai waktu lamanya proses pengeringan agar dapat dipastikan bahwa proses pengeringan sesuai dan diharapkan nantinya akan mampu menghasilkan nilai propertis biodiesel yang sesuai standard. Dari hasil pengamatan karakteristik dan setelah dibandingkan dengan standarnya, maka biodiesel hasil sintesis masih belum sesuai standard dan belum dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel. 2. Adanya ketelitian lanjutan mengenai proses pembuatan ,pemilihan bahan ,dan peralatan untuk menghasilkan biodiesel dari minyak jelantah. Dalam hal ini terkait mengenai nilai viskositas,diharapkan untuk menggunakan bahan yang berkualitas baik,karena pengaruh dari kandungan minyak jelantah serta pengaruh waktu dalam proses pembuatan akan sangat mempengaruhi nilai viskositas dan nilai karakteristik lainnya yang didapat. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 1. Biodiesel dapat disintesis dari minyak jelantah melalui proses gabungan yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Dari 500 mL minyak jelantah yang digunakan dan pencampuran 100 mL katalis diperoleh biodiesel sebanyak 500 mL atau 83% untuk biodiesel yang menggunakan methanol sebagai pensuplai gugus metil,sedangkan untuk biodiesel yang menggunakan metil asetat didapatkan hasil sebanyak 550 mL atau 92% biodiesel. 2. Nilai karakteristik yang didapatkan masih belum sesuai dengan standard ,khususnya nilai viskositas dan 12 Soerawidjadja, Tatang , 2008, Biodiesel dari Jelantah, http://www.sentrapolimer.com diakses tanggal 03 Agustus 2008 Daftar Pustaka Boyd, Mike. Biodiesel in British Columbia Feasibility Study Report, http://www.scribd.com diakses tanggal 24 Juli 2008. Sukara, Endang, Pemanfaatn Biodiversity, http://www.biotek.lipi.go.id diakses tanggal 22 Juli 2008 Elisabeth, J, Biodiesel Sawit : Bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, harian kompas 2 Oktober, 2001. Zahriyah , Syifauz , “Esterifikasi sam lemak bebas dalam minyak jelantah dengan katalis TiO2/montmorillonit dan pengaruhnya terhadap biodiesel yang dihasilkan”, 2006. Haryahto, Bode, 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel, Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumetera Utara: USU digital library. Hermasnyah, Heri. 2008. Pengembangan Rute Sintesis Biodiesel Non Alkohol Menggunakan Biokatalis : State of The Arts. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Hendartono, Tomi. 2005. Pemanfaatan Minyak Dari Tumbuhan Untuk Pembuatan Biodiesel. Diakses Tanggal: 28 maret 2007 I W. Suirta , “Preparasi biodiesel dari minyak jelantah kelapa sawit”, Jurnal Kimia 3 (1), Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Januari 2009. Ma, Fangrui dan Milford A. Hanna, “Biodiesel production : a review” , ELSEVIER (1999) Marno, Septian . “Interesterifikasi minyak kelapa sawit dengan metil asetat menggunakan biokatalis untuk memproduksi biodiesel”, Skripsi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 2008. Nurul Hikmah ,Maharani . Zuliyana . 2010 . Pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak dedak dan metanol dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi . Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang Rizkiyadi , Ekky .“Reaksi interesterifikasi minyak jelantah dengan metil asetat menggunakan biokatalis candida rugosa lipase untuk memproduksi biodiesel” ,Skripsi , Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 2008. 13