BAB I PENDAHULUAN Tulang merupakan rangka pembentuk dan penopang tubuh utama manusia, termasuk jaringan dan organ didalamnya. Kerangka manusia terdiri dari tulang keras, tulang rawan (kartilago), sendi, serta ligamen (jaringan ikat) dan tendon. Tulang adalah jaringan keras yang merupakan komponen utama pembentuk rangka. Tulang juga berfungsi sebagai alat gerak pasif, untuk melindungi organ vital dan sebagai alat gerak karena tulang memiliki banyak persendian. Kelainan yang terjadi pada tulang akan membuat fungsi tubuh menjadi terganggu dan bahkan akan memperburuk keadaan jaringan yang ada di sekitar tulang. Terdapat beberapa kelainan tulang yang memiliki manifestasi baik dalam rongga mulut atau mempengaruhi sistem kraniofasial. Oleh karen itu dokter gigi dan dokter gigi spesialis berperan untuk mengetahui tanda-tanda di rongga mulut dan tanda klinis lainnya untuk membantu menegakkan diagnosa. Perawatan gigi yang aman dan sesuai dapat dilakukan dengan konsultasi dengan dokter pasien dan modifikasi perawatan. Perawatan yang dilakukan biasanya tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu saja namun melibatkan lebih dari satu disiplin ilmu. Perawatan secara interdisiplin dari kelainan tulang ini akan meningkatkan kualitas hidup pasien penderita khususnya dan keluarga serta lingkungan disekitarnya pada umumnya menjadi lebih baik. BAB II PENYAKIT KELAINAN TULANG 1 2.1 TULANG 2.1.1 Definisi Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matriks kolagen ekstraselular (type I kolagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium hidroksiapatit, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat. 2.1.2 Komponen Jaringan Pembentuk Tulang 1. Osteoblast : yang mensintesis dan menjadi perantara mineralisasi osteoid. Osteoblast ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan jaringan tulang sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling berhubungan melalui tonjolantonjolan pendek. 2. Osteosit : merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara membantu pemberian nutrisi pada tulang. 3. Osteoklas : sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis tulang dan merupakan bagian yang penting. Mampu memperbaiki tulang bersama osteoblast, osteoklas ini berasal dari deretan sel monosit makrofag. 4. Sel osteoprogenitor : merupakan sel mesenchimal primitive yang menghasilkan osteoblast selama pertumbuhan tulang dan osteosit pada permukaan dalam jaringan tulang. 2 Gambar 1 (a) Endochondral bone development (b) intramembranous bone development 2.2 Genetic Bone Disease Terdapat beberapa kelainan pada tulang yang bersifat herediter yang biasa ditemui dalam kedokteran gigi. 2.2.1 Osteogenesis Imperfecta (Brittle Bone Disease) 2.2.1.1 Definisi Osteogenesis imperfecta (OI) merupakan salah satu penyakit keturunan dimana tulang yang terbentuk sedikit dan mudah patah. Kerusakan utama terjadi pada pembentukan kolagen yang akan mempengaruhi kartilago dan membran tulang. OI merupakan salah satu kelainan dimana tulang yang rapuh dan mudah patah dengan prevalensi 1 :10000. OI diturunkan secara autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen COL1A1 pada kromosom 17q21.3-q22dan COL1A2 pada kromosom 7q22.1 yang berperan dalam mengkodekan kolagen tipe I, proα1(I) dan proα2 (I) yang berperan sebagai protein tulang. 2,3,32 Pada 3 penelitian terbaru ditemukan beberapa tipe OI yang diturunkan secara resesif.5 Karakteristik OI bervariasi berdasarkan klasifikasi dan biasanya mengalami brittle bones (mudah patah), terjadi deformitas skeletal dan dentinogenesis imperfecta2,3,32 2.1.2 Etiologi Kolagen merupakan glikoprotein fibrous utama yang terdapat dalam matriks ekstraseluler dan pada jaringan ikat sepeti tulang rawan, matriks organik tulang, tendon, dan mereka mempertahankan kekuatan jaringan ini. Kolagen terbagi menjadi kolagen tipe I,II,III,V,dan XI. Kolagen tipe I merupakan protein yang paling penting pada tubuh manusia. Gen COL1A1 yang terletak pada kromosom 17 dan gen COL1A2 yang terletak pada kromosom 73 merupakan gen yang mengkode 2 rantai kolagen tipe I.5 Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe I, COL1A1 dan COL1A216 yang bertanggung jawab dalam sintesis dari protein terbanyak tulang, kulit, ligamen, tendon dan hampir seluruh jaringan konektif. Mutasi ini memicu formasi kuantitas patologik (OI tipe I) dari kolagen atau perubahan kualitas produksi kolagen (OI tipe II, III, atau IV). Hasilnya ialah campuran dari kolagen yang normal dan tidak normal. Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan struktural atau produksi dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2)18,19,21-23, komponen protein utama matriks ekstraselular tulang dan kulit. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, tidak didapat kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Tidak diketahui dengan jelas apakah kasus ini dikarenakan deteksi yang terbatas atau karena kelainan genetik yang heterogen.18 2.1.3 Manifestasi Klinis 4 Osteogenesis imperfecta mempunyai ciri khas rapuhnya sekletal dalam berbagai derajat. Fraktur dan deformitas tulang terjadi walau dengan trauma ringan.4,5,26 Sistem klasifikasi yang paling sering dipakai untuk membedakan tipe OI adalah yang dibuat oleh Sillence dkk. Klasifikasi tersebut didasarkan pada gejala klinis, genetik, dan kriteria radiografi.33 Gejala klinisnya sangat bervariasi antarpenderita walaupun dalam tipe yang sama. Tipe-tipe tersebut antara lain : 1. Tipe I (Ringan) 4-6,34 Bentuk OI paling ringan dan paling sering ditemukan, bahkan sering ditemukan dalam suatu pedigree keluarga yang besar. Diturunkan secara autosomal dominan dan disebabkan oleh menurunnya produksi/ sintesis prokolagen tipe I (functional null alleles).6 Kebanyakan penderita tipe I mempunyai sklera berwarna biru, fraktur berulang pada masa anak-anak tapi tidak sering, dan ketulian (30-60% pada usia 20-30 tahun).4 Fraktur terjadi karena trauma ringan sedang dan menurun setelah pubertas.- Terdapat dua subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta. 4,6 Kelainan lainnya yang bisa ditemukan antara lain mudah memar, kelemahan sendi dan otot, kifoskoliosis, dan perawakan pendek ringan dibanding anggota keluarga lainnya.4-6 2.Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal)4-6,34 Penderita sering lahir mati atau meninggal pada tahun pertama kehidupan dengan berat lahir dan panjang badan kecil untuk masa kehamilan.4 Kematian terutama disebabkan karena distres pernafasan, juga karena malformasi atau perdarahan sistem saraf pusat. Terjadi karena mutasi baru yang diturunkan secara autosomal dominan (jarang resesif) akibat penggantian posisi glisin pada triple 5 A B Gambar 2. Gambaran radiografi pada pasien osteogenesis imperfecta (a). Fraktur femur yang rekuren. (b) mild bowing legs 36 helix prokolagen tipe I dengan asam amino lain. Tulang rangka dan jaringan ikat lainnya sangat rapuh. Terdapat fraktur multipel tulang panjang intrauterin yang terlihat sebagai crumpled appearance pada radiografi. Selain itu juga dapat terjadi pada tulang tengkorak dan atau vertebra. Tulang tengkorak tampak lebih besar dibanding ukuran tubuh dengan pembesaran fontanela anterior dan posterior. Fraktur multipel tulang iga membentuk gambaran manik-manik (beaded appearance), thoraks yang sempit ikut berperan dalam terjadinya distres pernafasan. Penderita mungkin mempunyai hidung yang kecil dan/ mikrognatia. Sklera berwarna biru gelap-keabuan. 3. Tipe III (Berat/Progresif) 4,5,34 4-6,34 Merupakan tipe dengan manifestasi klinis paling berat namun tidak mematikan yang menghasilkan gangguan fisik signifikan, berupa sendi yang sangat lentur, kelemahan otot, nyeri tulang kronis berulang, dan deformitas tengkorak. Terjadi karena point mutation atau frame shift mutation pada prokolagen tipe I yang 6 diturunkan secara autosomal dominan atau resesif. panjang lahir sering rendah.-Fraktur sering 6 Berat badan dan terjadi dalam uterus.Setelah lahir, fraktur sering terjadi tanpa sebab dan sembuh dengan deformitas. Kebanyakan penderita mengalami perawakan pendek. Bentuk wajah relatif triangular dan makrosefali. Sklera bervariasi dari putih hingga biru. Sering dijumpai dentinogenesis imperfecta (80% pada anak usia < 10 tahun) 6,34 Disorganisasi matriks tulang menyebabkan gambaran popcorn pada metafisis, dilihat dari gambaran radiologi 7 A B Gambar 3 (a). Pasien dengan osteogenesis imperfecta tipe III. (b) sklera yang biru pada pasien osteogenesis imperfecta.35 4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe) 4-6,34 Terjadi karena point mutation atau delesi kecil pada prokolagen tipe I yaitu pada rantai COL1A2, kadang pada COL1A1. 6 Merupakan tipe OI yang paling heterogen karena memasukkan temuan-temuan 8 pada penderita yang tidak tergolong dalam 3 tipe sebelumnya. Fraktur dapat terjadi dalam uterus dengan tulang panjang bawah bengkok yang tampak sejak lahir. Sering terjadi fraktur berulang, kebanyakan penderita mempunyai tulang yang bengkok walau tidak sering mengalami fraktur. Frekuensi fraktur berkurang setelah masa pubertas. Penderita tipe ini memerlukan intervensi ortopedik dan rehabilitasi tetapi biasanya mereka dapat melakukan ambulasi seharihari. Warna sklera biasanya putih. Dapat dijumpai dentinogenesis imperfecta, sehingga beberapa penulis membedakan tipe ini menjadi 2 subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta. 4,6 Gambaran radiologi dapat menunjukkan osteoporotik dan kompresi vertebra. 2.1.4 Manifestasi Oral Pasien dengan OI mempunyai beberapa masalah pada pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi dan tulang rahang. Crossbite dan relasi oklusal klas III (posisi anterior dari lengkung gigi rahang bawah yang tidak normal dalam hubungannya dengan lengkung gigi rahang atas) merupakan masalah ortodonti yang paling sering dijumpai pada pasien OI. A Gambar 4 B (a) Gambar radiografi menunjukkan mahkota berbentuk bulbous dengan kontriksi servikal disertai obliturasi ruang pulpa (b) maloklusi klas III dan gigitan terbuka posterior sering ditemui pada pasien osteogenesis imperfecta.5 Maloklusi klas III nampak pada hampir seluruh pasien dengan OI. Insidensi yang didapatkan sangat tinggi. Studi menunjukkan 9 bahwa pasien OI mempunyai frekuensi maloklusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 3-8% populasi normal.5 Pada pasien OI terdapat banyak variasi pada fenotif kraniofasial. Postur, berat dan ukuran kepala yang tidak normal pada populasi OI dapat turut memegang pernanan dari perkembangan maloklusi. Regio sella yang terdesak oleh berat otak menghasilkan pembengkokan ke bawah dari basis cranial. Hal ini menyebabkan tinggi wajah, ukuran maksila dan mandibula, dan ukuran basis kranii anterior dan posterior memendek. Hal ini kemudian menghasilkan maksila yang lebih retrusif dibandingkan mandibula dalam hubungannya dengan basis kranii anterior. Selain itu, adanya kehilangan prematur dari dimensi vertikal dan tidak stabilnya oklusi dapat menyebabkan mandibula maju ke depan. Pada pasien OI, pertumbuhan mandibula dan maksila pada dataran sagital melemah. Hal ini menyebabkan mengecilnya ukuran maksila dan mandibula.5 Openbite merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi normal yang terjadi dalam arah vertikal, dengan karakteristik tidak terjadi overlapping vertikal antara gigi maksila dan mandibula. Openbite posterior timbul seiring dengan meningkatnya usia dan insiden yang terjadi pada penderita OI ialah sebesar 46%. Makroglosia perkembangan menimbulkan rahang, selain pengaruh itu yang makroglosia besar juga bagi dapat menyebabkan prognatisme mandibula yaitu tulang mandibula yang maju, sehingga terjadi maloklusi klas III. Pada pasien OI, ukuran rongga mulut terlalu kecil untuk tempat lidah dan tekanan dari otototot lidah gigi mengkompensasi letak gigi yang normal. Hal ini sejalan dengan penemuan bahwa pada pasien OI tidak jarang ditemui adanya tendensi openbite dan gigi yang lebih protrusif.5 Crossbite disebabkan karena kekuatan otot ekstrinsik pada lidah dan tekanan lidah terhadap gigi anterior rahang bawah. Sementara openbite disebabkan karena lidah yang membesar dan tidak mempunyai tempat yang cukup dalam rongga mulut, sehingga lidah 10 tersebut protrusif dan terletak diantara gigi rahang atas dan rahang bawah. Disimpulkan bahwa hampir seluruh pasien dengan OI memiliki kelainan pada daerah kraniofasial. Pasien OI biasanya memiliki wajah yang berbentuk segitiga, tulang bitemporal yang protrusif, tulang dahi yang maju, dan lingkar kepala yang relatif lebih besar dibandingkan populasi normal. Maloklusi gigi ditemukan pada hampir seluruh pasien OI dan mencakup insidensi yang tinggi dari maloklusi klas III, crossbite anterior dan posterior, serta open bite. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan dentoalveolar dan skeletal.5 2.2.2 Osteopetrosis ( Marble Bone Disease) 2.2.2.1 Definisi Osteopetrosis atau dikenal dengan marble bone disease, albersschonberg disease, osteosclerosis fragilis generalisata. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Albers - Schönberg seorang radiologi dari Jerman pada tahun 1904 yang mendapati adanya pengerasan tulang skeletal yang menyeluruh. Istilah osteopetrosis pertama kali diperkenalkan oleh Karshner pada tahun 1926. Penyakit ini merupakan penyakit herediter dan kongenital dimana tulang menjadi lebih tebal ostepetrosis daripada jumlah keadaan osteoklas normalnya.7,9 meningkat atau Pada penderita normal, tetapi osteoklas kehilangan fungsi normalnya. Oleh karena itu, osteoklas tidak dapat menjalankan fungsinya dalam meresobsi tulang sehingga terjadi osifikasi yang tidak sempurna yang mengakibatkan perubahan postur, fraktur berulang, kehilangan fungsi hematopoesis pada sumsum tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang ganas pada tulang .8 2.2.2.2 Klasifikasi 9,26 11 Osteopetrosis merupakan penyakit yang diturunkan dan ditandai dengan kerusakan fungsi osteoklas. Kegagalan pada pembentukan tulang normal menyebabkan kepadatan tulang yang terjadi secara menyeluruh dan simetris terdapat kegagalan resorpsi tulang.26 Secara garis besar osteopetrosis dibedakan atas 2 bentuk yaitu : 1. Osteopetrosis infantil (auto resesif osteopetrosis / ARO) Osteopetrosis infantil atau dikenal sebagai osteopetrosis kongenital merupakan bentuk resesif yang terdapat pada masa infantil atau pada masa anak-anak. Tipe ini merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan kelainan pada skeletal, darah, dan saraf.26 Biasanya anak-anak dengan kelainan ini tidak akan bertahan hingga usia 2 tahun. Mempunyai pola penurunan autosomal resesif dimana terjadi sklerosis yang disebabkan oleh mutasi gen TC1RG1 dan mutasi heterozigot gen chloride channel 7 (ClCN7) dimana gen ini berlokasi 16p13 dan 11q13,4-q13,5. Pada autosomal resesif osteopetrosis terdapat dua orang yang masing-masing membawa satu kopi dari mutasi gen (karier). Pada setiap kehamilan orang tersebut memiliki 50% kesempatan untuk memiliki anak yang gennya karier, 25% normal, dan 25% yang menderita osteopetrosis. 2. Osteopetrosis dewasa (autosomal dominan osteopetrosis/ ADO) Osteopetrosis benigna atau dikenal sebagai osteopetrosis tarda merupakan bentuk dominan yang terlihat pada masa remaja. Umumnya diketahui pada dekade 3 atau 4, anomali terbatas pada kelainan skeletal dan mempunyai prognosis yang lebih baik.26 Autosomal dominan osteopetrosis merupakan kelainan tulang dimana terjadi sklerosis yang disebabkan oleh mutasi heterozigot gen chloride channel 7 (ClCN7) dimana gen ini berlokasi di 1p21. 12 Pada penderita autosomal dominan osteopetrosis, salah satu dari orangtua memiliki gen yang karier sehingga terdapat 50 % kesempatan anak menderita osteopetrosis dan 50 % kesempatan anak normal. 2.2.2.3 Etiologi dan Patogenesis Osteopetrosis disebabkan oleh kegagalan diferensiasi atau kegagalan fungsi dari osteoklas dan dari fungsi ini disebabkan oleh mutasi gen TC1RG1 yang ditemukan pada penderita autosomal resesif osteopetrosis dan mutasi gen ClCN7 yang ditemukan pada penderita autosomal dominan osteopetrosis.10 Tetapi baru-baru ini mutasi ClCN7 telah ditemukan sebagai penyebab osteopetrosis resesif pada bayi. Mutasi gen TC1RG1 dan ClCN7 ini merusak keasaman resorbsi lakuna osteoklas yang menurunkan komponen mineral tulang yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi osteoklas. Patogenesis osteopetrosis dapat dipahami dengan membandingkannya dengan perkembangan dan fungsi osteoklas yang normal.11,12 Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk osteopetrosis adalah kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam meresorbsi tulang Osteopetrosis mengakibatkan yang kongenital mengakibatkan muncul kegagalan saat sumsum penebalan dalam tulang bayi yang dan tulang. dapat disebabkan penggantian ruang sumsum tulang dengan osteoklas. Osteoklas merupakan sel yang sangat khusus, dapat mendegradasi mineral tulang dan zat organik pada matriks tulang. Proses-proses ini sangat penting untuk remodeling tulang d an menjaga kestabilan 13 biomekanika tulang dan homeostasis mineral. Telah diperkirakan bahwa tulang orang dewasa mengalami regenerasi setiap sepuluh tahun. Osteoklas berasal dari prekursor mononuklear pada garis turunan myeloid yaitu suatu sel hematopoetik yang juga meningkatkan jumlah makrofag. Defisiensi proton pump pada osteoklas dan kerusakan gen ClCN7 juga merupakan penyebab penyakit ini. Gen ClCN7 ini dapat merusak fungsi dari osteoklas dalam berdiferensiasi sehingga tidak ada osteoklas matang ditemukan. Osteoklas yang berdiferensiasi berguna untuk melarutkan mineral tulang dan medegradasi matriks tulang menggunakan enzim-enzim khusus. Yang sangat penting pada fungsi ini adalah polarisasi sel dan khususnya pembentukan kerutankerutan pada pinggir dan daerah pembatas pada sel. Hal ini membentuk daerah resorbsi lakuna, dan asam hidroklorida disekresi secara aktif dan menghasilkan pelarutan mineral tulang hidroksiapatit. 2.2.2.4 Manifestasi Klinis Diagnosis yang terutama adalah pada test gen dan gambaran radiografi, dimana pada gambaran radiografi terdapat penebalan tulang seperti kapur dan “bone in bone”. Pada penderita ini ditemukan tanda-tanda seperti anemia, hepatosplenomegali, 14 trombositopenia, makrosefali, hidrosefalus, ketulian, kebutaan, dan fraktur berulang.9 Osteopetrosis maligna mempunyai berbagai manifestasi klinis yang berhubungan dengan penebalan tulang yang merupakan dasar penyakit. Di laporkan 26 kasus osteopetrosis pada anak yang memperlihatkan wajah tipikal, berupa adenoid appearance, frontal bossing, hipertelorism, makrosefali, strabismus, nistagmus dan eksoftalmus. Kebutaan terjadi akibat penekanan nervus optikus. sedangkan ketulian dapat terjadi akibat kompresi tulang pada nervus akustikus maupun akibat sklerosis pada tulang-tulang di telinga tengah. Selain itu dilaporkan adanya gangguan pertumbuhan dan mudah patahnya gigi.37 Anemia terjadi oleh karena kegagalan sumsum tulang pembentukan trombositopenia. dalam darah proses pembentukan menyebabkan Makrosefali dan darah. Kegagalan hepatosplenomegali penulangan frontal dan yang menyebabkan bentuk kepala yang tidak normal biasanya terjadi pada awal masa anak-anak. Pembesaran kepala atau hidrosefalus karena peningkatan cairan yang terisi pada ruangan di otak disebabkan oleh adanya interupsi pada aliran normal cairan spinal dari otak ke spinal cord karena overgrowth bone.9 Ketulian disebabkan oleh penekanan nervus auditori karena penebalan tulang pada daerah tersebut. Kegagalan penglihatan juga disebabkan karena terjadi penebalan tulang pada foramen optik. 15 Gambar 5. “Bone in bone”pada osteopetrosis 37 Kelainan tulang ini terbawa secara autosomal, dapat bersifat resesif dan dominan. Transmisi autosomal resesif menghasilkan bentuk maligna osteopetrosis dengan ciri klinis pucat, kegagalan penglihatan, gangguan pendengaran, infeksi berulang, fraktur tulang, kraniofasial abnormal, hepatosplenomegali. Sedangkan transmisi autosomal dominan menghasilkan bentuk benigna osteopetrosis dengan ciri klinis fraktur tulang multipel, kranial nervus palsi (termasuk nervus optik dan nervus fasial), asimtomatik, dan osteomielitis.9,14 2.2.2.5 Manifestasi Oral 16 Dalam bidang Kedokteran Gigi, komplikasi rongga mulut yang sering terjadi pada pasien osteopetrosis adalah osteomielitis yang disebabkan oleh infeksi odontogen.12,13,14 Manifetasi lainnya yang dapat ditemukan pada pasien osteopetrosis dewasa antara lain sering terjadinya impaksi gigi kaninus rahang bawah, malformasi bentuk mahkota gigi dan akar gigi yan pendek, fraktur pada gigi, ankilosis, karies gigi, abses mandibula yang berulang, oral hygiene yang buruk, embedded teeth dan maloklusi pada gigi sulung serta gigi permanen.9 Pada radiografi dental juga terlihat konstriksi dari kanalis alveolaris inferior dan penebalan pada saluran pulpa, penebalan dari lamina dura dan terkadang kamar pulpa sulit untuk dikenali dikarenakan peningkatan densitas tulang.9 2.2.3 Achondroplasia 2.2.3.1 Definisi Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan. Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang. 17 Achondroplasia merupakan kelainan yang diturunkan pada ossifikasi endochondral dan mempengaruhi individu seperti bentuk kerdil dengan tulang kaki yang pendek dan pembesaran kepala. Kondisi yang diturunkan seperti jenis autosomal dominan dengan tidak komplitnya penetrasi tetapi banyak kasus sebagai hasil mutasi yang baru. Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3 Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.14-16 Achondroplasia adalah tipe dwarfisme yang paling sering dijumpai. Insiden yang paling umum menyebabkan Achondroplasia adalah sekitar 1/26.000 sampai 1/66.000 kelahiran hidup. Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance, namun kirakira 85-90% dari kasus ini memperlihatkan de novo gene mutation atau mutasi gen yang spontan. Ini artinya bahwa kedua orang tua tanpa Achondroplasia, bisa memiliki anak dengan Achondroplasia.20 2.2.3.2 Etiologi dan Patogenesis Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3.4-7 Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen 18 FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasimutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang. Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu. FGFR3 merupakan reseptor transmembran tirosin kinase yang mengikat faktro pertumbuhan fibroblast. Ikatan faktor pertumbuhan fibroblast ke domain ekstraseluler FGFR4 mengaktifkan domain interseluler tirosin kinase pada reseptor dan mengawali signal. Pada prolifesrasi tulang kondrosit mengkoodinasi endokondral, pada plat pertumbuhan dan aktivasi FGFR3 pertumbuhan diferensiasi menghambat dan membantu kondrosit dengan pertumbuhan dan disferensiasisel tulang progenitor. Mutasi FGFR3 mengakibatkan pemendekan tulang panjang dan abnormalitas diferensiasi tulang.21 A B Gambar 6(a). Pasien achondroplasia menunjukkan bentuk tubuh tangan serta kaki yang rhizomelic (b). Profil muka yang konkaf 20 19 2.2.3.3 Manifestasi Klinis Pada umumnya penderita Achondroplasia memiliki bentuk kepala besar (megalencephaly/macrocephaly) sehingga sering disebut sebagai circus dwarf , kening menonjol (frontal bossing), basis kranial yang pendek serta memiliki jembatan hidung (bridging nose) yang lebar dan datar. Pertumbuhan kranium yang lebih besar dari rata-rata tidak diikuti oleh pertumbuhan wajah, terutama wajah bagian tengah (hypoplasia midface).18 A B Gambar 7 (a) trident hands (b) radiografi lateral menunjukkan maloklusi kelas III 19 20 2.2.3.4 Manifestasi Oral Hypoplasia pertumbuhan midface maksila, dan sehingga basis kranium maksila mempengaruhi menjadi retrognatik, sementara mandibula tumbuh normal atau sedikit prognatik. Hal ini membuat penderita Achondroplasia memiliki hubungan rahang Klas III dan profil wajah yang konkaf. Palatum tinggi dan sempit pada penderita Achondroplasia. Gigi-geligi normal dalam hal ukuran, jumlah dan bentuk namun dijumpai crowded, openbite anterior atau posterior, protrusi gigi anterior dan crossbite. A B Gambar 8(a dan b). Intraoral menunjukkan dental karies, anterior openbite, anterior reversed jet, posterior cross bite and maloklusi dental kelas III 19 Hypoplasia midface juga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan atas sehingga meningkatkan resiko gangguan pernafasan, gangguan fonetik dan infeksi telinga. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam manajemen perawatan ortodonsia penderita Achondroplasia. Perawatan anomali ortodonsia berupa maloklusi pada Achondroplasia, pada dasarnya sama dengan perawatan maloklusi lainnya, namun adanya komplikasi medis seperti diabetes dan kifosis membuat manajemen perawatan berbeda. 19 2.2.4 Cleidocranial Dysplasia 21 2.2.4.1 Definisi Cleidocranial Dysplasia Cleidocranial dysplasia adalah suatu sindroma tulang yang kelainan pada ditandai oleh adanya trias: multiple supernumerary teeth, pertumbuhan tulang klavikula yang tidak sempurna, dan terbukanya sutura sagital dan fontanel. Kelainan ini mempunyai karakteristik yaitu : (1)Tidak tumbuhnya atau tidak sempurnanya tulang bahu. Pada penderita akan terlihat kedua bahunya akan berdekatan atau seperti menjadi satu, (2). Adanya kelainan tengkorak dan kelainan wajah dengan wajah yang cenderung persegi, sutura dari tengkorak yang kurang menutup, tulang frontal yang kurang tertutup, dinding hidung yang rendah, terlambatnya erupsi gigi permanen atau gigi permanen yang memiliki kelainan. Kasus mengenai kelainan klavikula pertama kali dilaporkan oleh Martin pada tahun 1765.22 Pada tahun 1871, Scheuthauer melaporkan kasus lain yang mengenai kedua klavikula dan tulang kranial. Pada tahun 1897, Pierre Marie dan Sainton membuat deskripsi mengenai sindroma ini dan diberi istilah cleidocranial dysplasia, yang dikenal juga dengan Marie-Sainton Disease.22,23 Sejak publikasi pertama mengenai cleidocranial dysplasia, lebih dari 1000 kasus cleidocranial dysplasia telah dipublikasikan pada literatur medis. Sindroma cleidocranial dysplasia juga dikenal dengan nama Osteodental dysplasia.23 Insidensi cleidocranial dysplasia diseluruh dunia sekitar 1: 1.000.000 tanpa membedakan jenis kelamin dan ras.24 2.2.4.2 Etiologi dan Patogenesis Cleidocranial dysplasia merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan genetik dari kromosom autosomal dinoman. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi gen CBFA 1 (core binding factor alpha 1) /RUNX2 (runt-related transcription factor 2) yang berada pada lengan pendek kromosom 6p21. Gen ini berfungsi untuk menuntun 22 diferensiasi osteoblas dan pembentukan tulang yang tepat pada osifikasi intramembran dan endokhondral. 8,30 CBFA 1 terdapat pada bagian mesenkim yang merupakan salah satu jaringan pembentuk gigi geligi. Individu yang kekurangan CBFA1 akan menunjukkan kekurangan osteoblas dalam tulang, sehingga menimbulkan kelainan pertumbuhan gigi penderita berupa bentuk gigi yang tidak normal. Pada hewan percobaan dengan heterozigot CBFA1 +/- memperlihatkan adanya penurunan jumlah osteoklas yang berperan dalam resorbsi normal tulang alveolar selama erupsi gigi. Penurunan jumlah osteoklas pada penderita Kleidokranial displasia mengakibatkan erupsi gigi dan peningkatan jumlah gigi impaksi. Pada osifikasi intramembran, tulang kranial; skeletal wajah; serta mandibula dan klavikula berkembang melalui pertukaran langsung kondensasi sel mesenkim oleh osteoblas dan osteosit. Sedangkan tulang skeletal lainnya berkembang melalui osifikasi endokhondral, yaitu sel mesenkim berkondensasi dan yang tidak berdiferensiasi berdiferensiasi membentuk langsung kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk kondrosit secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit yang menghasilkan kolagen tipe 10a1. Pada akhir maturasi, hipertrofik kondrosit menghasilkan osteopontin dan faktor angiogenik. Kemudian hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada region tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler serta perpindahan angiogenik dan sel osteoblas. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui diferensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Menurut Brueton et al, selain kromosom 6p21, perubahan kromosom 8q22 juga dianggap sebagai penyebab terjadinya heterogenetik pada cleidocranial dysplasia. Penyebab mutasi gen pada penderita Kleidokranial displasia belum diketahui pasti. Sekitar 23 50% kasus diturunkan dari orangtua melalui gen autosomal dominan dan 40% kasus terjadi akibat mutasi gen yang spontan. 2.2.4.3 Manifestasi Klinis Mutasi gen pada kleidokranial displasia bersifat autosomal dominan dan sebanyak 40% kasus disebabkan oleh mutasi gen yang spontan.8 Cleidocranial dysplasia mempunyai gambaran klavikular aplasia atau hipoplasia baik unilateral ataupun bilateral. Keadaan ini yang menyebabkan bahu terlihat sempit, terkulai dan hipermobilitas dari bahu sehingga bahu terlihat digerakkan di depan dada. 24,28 Kelainan lain yang ditemukan pada kleidokranial displasia antara lain osifikasi yang terlambat pada tulang tengkorak, pembesaran kalvarium (atap tengkorak) secara transversal , penutupan fontanel frontal, parietal dan oksipital dari tengkorak yang terlambat, tinggi badan yang pendek, malformasi kraniofasial.25-28 A B Gambar 9 (a). Cleidocranial dysplasia (b) Profil pasien menunjukkan mildfrontal bossing dan depressed nasal bridge. 2.2.4.4 Manifestasi Oral 24 Pada umumnya penderita cleidocranial dysplasia memiliki maksila yang kurang berkembang dan mandibula relatif prognasi, susunan gigi geligi kurang beraturan, palatum yang sempit dan tinggi yang disebabkan oleh pertumbuhan dari tengkorak yang tidak normal. Selain itu terlihat adanya gigi yang berlebih, hipoplasia enamel, persistensi gigi sulung, gigi permanen tidak tumbuh atau tumbuh dengan keadaan yang tidak normal.25,26 A B C Gambar 10(a). Radiografi panoramic menunjukkan multiple supernumeraries dan unerupted teeth (b) foto oklusal menunjukkan anterior supernumeries (c). Intraoral rahang atas dari penderita cleidocranial dysplasia38 25 BAB III PERAN DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS TIM KELAINAN TULANG 3.1 Tim Genetika Interdisiplin Kelainan Tulang Penyakit genetik dengan manifestasi klinis yang melibatkan struktrur kompleks kraniofasial dapat menyebabkan masalah yang serius bagi penderita, dimana cacat pada anatomi yang terjadi dapat berpengaruh pada kemampuan fungsi dari struktur kompleks kraniofasial. Beberapa fungsi penting dapat terganggu seperti fungsi pengunyahan, fungsi bicara, fungsi pendengaran, pertumbuhan dan perkembangan perkembangan wajah, oklusi psikososial dapat gigi-geligi terjadi. serta gangguan Penanganan secara komprehensif dapat dilakukan dan pada umumnya melibatkan beberapa spesialisasi. Penanganan komprehensif pada kelaianan struktur kraniofasial oleh tim interdisiplin ini dapat melibatkan beberapa spesialisasi yang terdiri dari pedodontist, bedah mulut, ortodontist, prostodontist dan speech therapist, dimana setiap anggota tim dari masing-masing ilmu melaksanakan perawatan berdasarkan spesialisasi bidang ilmu masing-masing. 31 Kelainan tulang yang terjadi dapat mempengaruhi tidak hanya pada jaringan tulang namun dapat juga berpengaruh pada jaringan lainnya di sekitar tulang tesebut. Sebuah tim medis yang terdiri dari berbagai cabang ilmu harus dapat dibentuk dan dapat bekerja secara interdisiplin pada kasus kelainan tulang ini. Royal National Hospital di Inggris memiliki sebuah tim interdisiplin yang menangani penyakit 26 yang berhubungan dengan rheumatic atau kelainan pada sendi. Tim itu terdiri dari : Ahli rheumatologi, ahli orthopedik, spesialis anak, ahli farmasi, ahli gizi, fisioterapis, terapis okupasi, dan perawat. 29 Contoh tim genetika interdisiplin kelainan tulang lainnya Sheffields Childrens Hospital yang terdiri dari Consultant clinician geneticist, consultant spinal surgeon, consultant orthopedic surgeon, consultant pediatric neurosurgeon, radiologist, social worker, dietician dan osteogenesis imperfecta service coordinator. Namun tim- tim itu masih belum terlalu ideal karena hanya memfokuskan pada keseluruhan perawatan pasien. Pada perawatan kelainan tulang ini sebaiknya terdapat suatu tim interdisiplin yang terdiri dari : a) Dokter Spesialis Bedah Ortopedi : berperan dalam merawat kelainan tulang yang terjadi pada pasien. b) Dokter Spesialis Bedah Umum :berperan bersama dengan dokter ortopedi dalam melakukan pembedahan. c) Dokter Spesialis Anak : berperan dalam memantau kedaan tumbuh kembang anak yang mengalami kelainan tulang serta keadaan umum anak secara menyeluruh. Biasanya setiap subbagian dari cabang ilmu kesehatan anak dapat berperan dalam kasus kelainan ini. d) Dokter Spesialis Bedah Anak : berperan dalam proses pembedahan dari pasien anak yang mengalami kelainan tulang dan bekerja sama dengan dokter ortopedi. e) Dokter Spesialis Penyakit Dalam : berperan dalam memantau keadaan sistemik dan umum dari pasien yang mengalami kelainan tulang. f) Dokter Spesialis Anestesi : berperan dalam menentukan obat anestesi yang akan dipakai dalam perawatan bedah dengan narkose umum. g) Dokter Spesialis Gizi : berperan untuk memantau perkembangan nutrisi pasien agar tidak terjadi malnutrisi dan kekurangan asupan makanan. 27 h) Dokter Spesialis mengembalikan Rehabilitasi fungsi-fungsi Medik tubuh : dan berperan dalam keadaan medis khususnya dalam pergerakan. i) Dokter Gigi : berperan menjaga kebersihan mulut pasien. j) Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut : berperan melakukan terapi baik bedah ataupun non bedah pada kelainan oromaksilofasial khususnya pada rahang. k) Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak : berperan dalam memantau perkembangan kesehatan gigi dan mulut pada anak yang terkena kelainan tulang dan memantau tumbuh kembang anak khususnya pada area maksilo fasial. Bekerjasama dengan Dokter anak untuk memberikan perawatan maksimal pada tumbuh kembang anak. l) Dokter Gigi Spesialis Prostodonti : berperan dalam merehabilitasi segi estetik anak dengan gigi tiruan. m) Dokter Gigi Spesialis Ortodonti : bereperan dalam memperbaiki maloklusi gigi geligi dan hubungannya dengan rahang. n) Konselor Genetik : berperan dalam memberikan saran-saran pada pasien dilihat dari adanya pengaruh genetik pada kalainan yang diderita. o) Psikolog : berperan memberikan terapi untuk meningkatkan keadaan psikologis dari pasien dan keluarga pasien. p) Fisioterapis : berperan dalam terapi pasien untuk mengembalikan fungsi tubuh pasien khususnya dalam fungsi gerak pasien. q) Terapis okupasi : untuk memulihkan fungsi otot-otot yang terganggu pada pasien. r) Perawat : berperan dalam menjaga keadaan pasien, membantu dokter dalam melakukan perawatan kepada pasien. s) Pekerja sosial : membantu dalam perawatan pasien kelainan tulang. 3.2 Peran Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis Pada Tim Interdisplin Kelainan Tulang 28 3.2.1 . Manajemen Dental pada Penderita dengan Osteogenesis Imperfecta Osteogenesis imperfecta (OI), merupakan penyakit mesoderm. Kecacatan pada kualitas atau kuantitas kolagen tipe I memicu terjadinya kelainan morfologi dari tulang wajah yang menyebabkan pertumbuhan kompleks wajah yang tidak wajar, malformasi rahang atas dan rahang bawah, lengkung gigi, dan gigi Karakteristik wajah, wajah berbentuk segitiga dan dahi yang lebar, ditemukan pada seluruh pasien OI dengan warna sklera yang bervariasi. Pasien OI memiliki sejarah signifikan dari patahnya tulang karena trauma minor. Pasien dengan OI mempunyai beberapa problema pada gigi dan oklusal. Crossbite dan relasi oklusal klas III (posisi anterior dari lengkung gigi rahang bawah yang tidak normal dalam hubungannya dengan lengkung gigi rahang atas) merupakan problema ortodontik yang paling sering dijumpai pada pasien OI.5 Gambar 11(a-c). Restorasi gigi sulung menggunakan posterior stainless steel crown dan anterior strip crown.36 Perawatan ortodontik dan prosedur bedah untuk mengkoreksi maloklusi pada OI sulit dilakukan karena kecenderungan gigi penderita yang rapuh dan mudah terjadi fraktur. Karena itu, anak dengan kelainan OI harus diinstruksikan dengan benar bahwa perawatan gigi sulung dan pergantian gigi permanen sangat penting untuk kesehatan rongga mulut.5 Pada masa gigi campuran restorasi 29 gigi sulung dapat menggunakan mahkota stainless steel dan strip crown anterior, sedangkan pada gigi permanen anterior harus ditutup dengan komposit. Pada tahap selanjutnya jika diperlukan juga dapat digunakan alat protesa seperti mahkota dan jembatan ataupun veneer untuk melapisi gigi-geligi dengan OI dengan dentinogenesis imperfecta.36 3.2.2. Manajemen Dental pada Penderita dengan Osteopetrosis Manajemen dental yang bersifat preventif dengan cara peningkatan dental hygiene dengan sikat gigi dna flossing merupakan cara terbaik pada pasien dengan osteopetrosis. Perawatan dental pada pasien ini membutuhkan penatalaksanaan secara mutidiplin karena banyaknya manifestasi yang terjadi. Dokter gigi memainkan peranan penting dalam diagnosa awal osteomyelitis pada pasien osteopetrosis dimana dihindari perawatan dental yang dapat menimbulkan komplikasi lainnya.13 Jika terjadi osteomielitis diperlukan intervensi cepat pada awal diagnosis, dilakukan pengujian sensitivitas drainase, debridemen, kultur bakteri dan diikuti oleh pemberian antibiotik yang tepat. Intervensi bedah terbatas diperlukan ekstraksi, insisi dan drainase dan mungkin membutuhkan paliatif terapi debridement. antibiotik Adanya intravena infeksi sering berkepanjangan, dan oksigen hiperbarik mungkin berguna untuk meningkatkan proses penyembuhan.13 3.2.3. Manjemen Dental pada Penderita Achondroplasia 30 Penderita Achondroplasia memerlukan perawatan untuk menangani gigi- geliginya. The American Academy of Pediatrics Committee on Genetics merekomendasikan semua anak dengan Achondroplasia dievaluasi untuk kebutuhan perawatan ortodonsia pada usia 5 sampai 6 tahun. Suatu studi tentang komplikasi medis pada anak dengan Achondroplasia menemukan bahwa 50% anak membutuhkan perawatan ortodonsi. Perawatan anomali ortodonsi penderita Achondroplasia pada anak-anak menggunakan pesawat fungsional dan cekat. Sedangkan pada dewasa dirawat dengan bedah atau kombinasi bedah dengan perawatan ortodonsia. Tindakan bedah memang hanya dapat memperbaiki sedikit profil wajah tapi hal itu positif karena kelainan pada gigi berupa crowding dan openbite dapat diatasi dengan baik. 3.2.4. Manjemen Dental pada penderita Cleidocranial Dysplasia Pada penderita cleidocranial dysplasia masalah dental merupakan masalah yang utama. Perawatan dental yang dapat dilakukan pada penderita Kleidokranial displasia antara lain perawatan bedah ortognatik dan kombinasi perawatan ortodonti dengan perawatan bedah. Oleh karena itu perawatan harus dilakukan dengan hati-hati dan membutuhkan kerja sama dengan beberapa disiplin ilmu lainnya. Selama beberapa saat para dokter gigi telah mencoba mengembangkan protokol perawatan yang dapat meningkatkan dan memperbaiki masalah fungsional dan estetis dari pasien. Beberapa pendekatan antara lain mengekstraksi gigi sulung dan supernumerary teeth segera setelah mineralisasi mahkota gigi permanen terbentuk sempurna, diikuti dengan pembuangan tulang yang menutupi gigi permanen untuk memudahkan erupsi gigi, mengekstraksi gigi permanen yang impaksi, supernumerary teeth dan 31 gigi sulung dilanjutkan dengan pemakaian protesa atau dengan mengekstraksi gigi permanen yang impaksi secara ortodonti. 8 Jika bentuk perawatan yang terakhir ini dilakukan sebelum pasien dewasa maka rendahnya ketinggian wajah bagian tengah dan prognatisme mandibula dapat dicegah.8 Menurut Jensen dan Kreiborg terdapat 2 faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan yaitu waktu perawatan yang tepat dan jumlah supernumerary teeth. Pasien yang tidak memiliki atau hanya memiliki beberapa supernumerary teeth memiliki frekuensi yang lebih tinggi dari erupsi spontan. Waktu perawatan juga penting untuk menentukan keberhasilan perawatan. Pasien biasanya tidak memiliki memiliki masalah fungsional dan psikososial hingga usia 9-10 tahun, seringkali perawatan sudah terlambat untuk memperbaiki erupsi gigi –geligi pada saat perkembangan insisif. Selain itu faktor tubuh yang pendek dan terlihat lebih muda dari usianya sering membuat perawatan menjadi lambat. Pada awalnya cleidocranial dysplasia diduga hanya melibatkan tulang intramembranous dan endokondoral pada tengkorak. Setelah diteliti, cleidocranial dysplasia tidak hanya melibatkan tulang intramembranous dan endokondoral pada tengkorak saja tetapi juga mempengaruhi tulang rangka secara menyeluruh. Sehingga cleidocranial dysplasia dianggap sebagai suatu diplasia bukanlah suatu distosis. Perawatan dental yang dapat dilakukan pada penderita cleidocranial dysplasia antara lain perawatan bedah ortognatik dan kombinasi perawatan ortodonti dengan perawatan bedah.26-28 32 BAB IV SIMPULAN Tulang adalah jaringan keras yang merupakan komponen utama pembentuk rangka. Selain itu, tulang juga berfungsi sebagai alat gerak pasif dan melindungi organ vital misalnya, tulang tengkorak melindungi otak. Sebagai alat gerak, tulang memiliki banyak persendian misalnya, pada telapak tangan dan lengan tangan. Kelainan pada tulang manusia dan penyakit tulang bisa terjadi oleh sebagian orang dari kita karena berbagai faktor seperti cacat bawaan lahir, gangguan metabolik ataupun kecelakaan. Kelainan yang terjadi pada tulang akan membuat fungsi tubuh menjadi terganggu dan bahkan akan memperburuk keadaan jaringan yang ada di sekitar tulang. Kelainan ini harus mendapatkan perawatan yang adekuat agar dapat sembuh dengan maksimal. Seorang dokter gigi dan dokter gigi spesialis harus memahami dalam pemeriksaan, pencegahan, penanganan dan perawatan penderita dengan kelainan tulang terutama yang berkaitan dengan perawatan gigi dan mulut. Selain itu dokter gigi dan dokter gigi spesialis juga dituntut untuk memahami kelainan – kelainan pada tulang yang bermanifestasi terhadap gigi dan mulut. Untuk penanganan masalah tersebut dokter gigi dan dokter gigi spesialis diharapkan mampu bekerjasama sebagai satu tim secara interdisiplin karena perawatan secara interdisiplin akan membuat hasil perawatan 33 menjadi lebih maksimal dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Bishara, S. E. Textbook of orthodontics. Philadelphia: WB Saunders Co. 2001. 2. Rios D, Vieira ALF, Tenuta LMA, de Andrade Moreira Machado MA. Osteogenesis Imperfecta and Dentinogenesis Imperfecta: Associated Disorders. Quintessence Int 2005;36:695-701. 3. McPhee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of Disease – An Introduction to Clinical Medicine. 5thed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006:9-14. 4. Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,eds. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004, 2336-8. 5. Prameswari ZT, Sjafei A, Winoto ER. Kelainan gigi pada pasien osteogenesis imperfecta. Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2011: 16-25. 6. Root AW, Diamond Jr FB. Disorders of calcium metabolism in the child and adolescent. Dalam: Sperling MA, eds. Pediatric endocrinology, edisi ke-2. Philadelphia: Saunders, 2002, 657-85. 7. Whyte MP. Sclerosing bone disorders. In: Favus MJ, editor. Primer on the metabolic bone diseases and disorders of mineral metabolism. 4th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. p. 367–83.2. 34 8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, and Bouquot JE. Bone pathology. In: Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. China: Saunders; 2002.p. 533–539. 9. Makarem A, Lotfi N, Danesh-Sani S.A, Nazifi S. Osteopetrosis : Oral and Maxillofacial Manifestations (Case Report). Int J Head Neck Surgery. 2012 ; 3(2). 115-117. 10. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Saunders. 2007 : 2882-3,2647. 11. Waguespack SG, Hui SL, Dimeglio LA, Econs MJ. Autosomal dominant osteopetrosis: clinical severity and natural history of 94 subjects with a chloride channel 7 gene mutation. The journal of clinical endocrinology & metabolism.2007 ; 92(3) : 771-8. 12. Tolar J, Teitelbaum SL, Orchard PJ. Mechanism of disease osteopetrosis. The new England journal of medicine, 2004 ; 351(1): 27. 13. Lam DK, Sándor GKB, Holmes HI, Carmichael RP, Clokie CML. Marble Bone Disease: A Review of Osteopetrosis and Its Oral Health Implications for Dentists. JCDA. www.cda-adc.ca/jcda . November 2007, Vol. 73, No. 9. 14. Velinov M, Slaugenhaupt SA, Stoilov I, et al. The gene for achondroplasia maps to the telomeric region of chromosome 4p. Nat Genet 1994; 6:314– 317. 15. Shiang R, Thompson LM, Zhu YZ, et al. Mutations in the transmembrane domain of FGFR3 cause the most common genetic form of dwarfism, achondroplasia. Cell 1994; 78:335–342. 16. Bellus GA, Hefferon TW, Ortiz de Luna RI, et al. Achondroplasia is defined by recurrent G380R mutations of FGFR3. Am J Hum Genet 1995; 56:368–373. 17. Rousseau F, Bonaventure J, Legeai-Mallet L, et al. Mutations in the gene encoding fibroblast growth factor receptor-3 in achondroplasia. Nature 1994; 371:252–254. 35 18. Shirley, E.D., Ain, M.C., 2009. Achondroplasia: manifestations and treatment. J. Am. Acad. Orthop. Surg. 17, 231–241. 19. Al-Saleem A, Al-Jobair A. Achondroplasia: Craniofacial manifestations and considerations in dental management. The Saudi Dental Journal (2010) 22, 195–199. 20. Kale K, Khambete N, Sodhi S, Kumar R. Achondroplasia with oligodontia: Report of a rare case. Journal of Oral and Maxillofacial Pathology. Vol. 17 Issue 3 Sep - Dec 2013.451-454. 21. Lee KE, Seymen F, Ko J, Yildirim M, Tuna EB, Gencay K et al. RUNX2 Mutations in Cleidocranial Dysplasia. Genetics and Molecules Research 2013; 12(4): 4567-74. 22. Vojvodić D, Komar D, Žabarović D. Prosthetic Rehabilitation of a patient with Cleidocranial dystosis: a clinical report. Acta Stomatol Croat 2007 : 41(3) : 273-8. 23. Silva. C, Dirienzo. S,Serman. N. Cleidocranial dysplasia: a case report. Col Dent Rev 1997: 2 :26. 24. Golan I, Baumert U, Hrala BP, Műβig D. Dentomaxillofacial variability of cleidocranial dysplasia: clinicoradiological presentation and systematic review. Dentomaxillofacial radiology 2003: 32: 347-54. 25. Stafne.EC. Oral radiographic diagnosis. 5th ed. Philadelphia : W.B.Saunders Company, 1985 : 286-287. 26. Sudiono J. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta : EGC. 2009 : 72-74. 27. Wood NK, Goaz PW. Differential diagnosis of oral and maxillofacial Lessions. 5th ed. St. Louis : Mosby, 1997 :506-507. 28. Mundlos S. Cleidocranial dysplasia: Clinical and molecular genetic. J med Ganet 1999: 36 : 177-82. 36 29. Glorieux FH, Bishop NJ, Plotkin H, Chabot G, Lanoue G, Travers R. Cyclic administration of pamidronate in children with severe osteogenesis imperfecta. N Engl J Med. 1998 ; 339 : 947-5215. 30. Toptancı IR, Çolak H, Köseoğlu S. Cleidocranial dysplasia: Etiology, clinicoradiological presentation and management. Journal of Clinical and Experimental Investigations. 2012; 3 (1): 133-136. 31. Salinas, C.F., Jorgenson, R.J. Dentistry In The Interdisiplinary Treatment of Genetic Disease. 1980. Alan R. liss inc Newyork 32. Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and biochemical basis of genetic disease. Dalam: Thompson and thompson genetic in medicine, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders, 2004, 229-346. 33.Chevrel G. Osteogenesis imperfecta. Didapat dari:www.orpha.net/data/patho/GB/uk-OI.pdf ( Diunduh pada 1 Juni 2015) 34. Silverwood B. Osteogenesis imperfecta: Care and management. Paediatric Nursing; Apr 2001; 13, 3; ProQuest Central. 35. Genetic, metabolic andother non-neoplastic bone disease. Elsevierhealth. 36. Abukabbos H, Al-Sineedi F. Clinical manifestations and dental management of dentinogenesis imperfecta associated with osteogenesis imperfecta: Case report. The Saudi Dental Journal (2013) 25, 159–165. 37. Santi T, Firman K, Abdulsalam M. Osteopetrosis. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 97-102. 38. Butterworth C. Cleidocranial Dysplasia: Modern Concepts of Treatment and a Report an Orthodontic Resistant Case Requiring a Restorative Solution. Update 1999; 26: 458-462. 37 38