BAB I PENDAHULUAN Tulang merupakan rangka pembentuk dan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang merupakan rangka pembentuk dan penopang tubuh
utama manusia, termasuk jaringan dan organ didalamnya. Kerangka
manusia
terdiri dari tulang keras, tulang rawan (kartilago), sendi,
serta ligamen (jaringan ikat) dan tendon. Tulang adalah jaringan keras
yang merupakan komponen utama pembentuk rangka. Tulang juga
berfungsi sebagai alat gerak pasif, untuk melindungi organ vital dan
sebagai alat gerak
karena tulang memiliki banyak persendian.
Kelainan yang terjadi pada tulang akan membuat fungsi tubuh
menjadi terganggu dan bahkan akan memperburuk keadaan jaringan
yang ada di sekitar tulang. Terdapat beberapa kelainan tulang yang
memiliki manifestasi baik dalam rongga mulut atau mempengaruhi
sistem kraniofasial. Oleh karen itu dokter gigi dan dokter gigi spesialis
berperan untuk mengetahui tanda-tanda di rongga mulut dan tanda
klinis lainnya untuk membantu menegakkan diagnosa.
Perawatan gigi yang aman dan sesuai dapat dilakukan dengan
konsultasi dengan dokter pasien dan modifikasi perawatan. Perawatan
yang dilakukan biasanya tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu
saja namun melibatkan lebih dari satu disiplin ilmu. Perawatan secara
interdisiplin dari kelainan tulang ini akan meningkatkan kualitas hidup
pasien
penderita
khususnya
dan
keluarga
serta
lingkungan
disekitarnya pada umumnya menjadi lebih baik.
BAB II
PENYAKIT KELAINAN TULANG
1
2.1 TULANG
2.1.1 Definisi
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi
oleh matriks kolagen ekstraselular (type I kolagen) yang disebut
sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium
hidroksiapatit, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat.
2.1.2 Komponen Jaringan Pembentuk Tulang
1. Osteoblast : yang mensintesis dan menjadi perantara mineralisasi
osteoid.
Osteoblast
ditemukan
dalam
satu
lapisan
pada
permukaan jaringan tulang sebagai sel berbentuk kuboid atau
silindris pendek yang saling berhubungan melalui tonjolantonjolan pendek.
2. Osteosit : merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang.
Mempunyai peranan penting dalam pembentukan matriks tulang
dengan cara membantu pemberian nutrisi pada tulang.
3. Osteoklas : sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis
tulang dan merupakan bagian yang penting. Mampu memperbaiki
tulang bersama osteoblast, osteoklas ini berasal dari deretan sel
monosit makrofag.
4. Sel osteoprogenitor : merupakan sel mesenchimal primitive
yang menghasilkan osteoblast selama pertumbuhan tulang dan
osteosit pada permukaan dalam jaringan tulang.
2
Gambar 1 (a) Endochondral bone development (b) intramembranous bone
development
2.2 Genetic Bone Disease
Terdapat beberapa kelainan pada tulang yang bersifat herediter
yang biasa ditemui dalam kedokteran gigi.
2.2.1 Osteogenesis Imperfecta (Brittle Bone Disease)
2.2.1.1 Definisi
Osteogenesis imperfecta (OI) merupakan salah satu penyakit
keturunan dimana tulang yang terbentuk sedikit dan mudah patah.
Kerusakan utama terjadi pada pembentukan kolagen yang akan
mempengaruhi kartilago dan membran tulang. OI merupakan salah
satu kelainan dimana tulang yang rapuh dan mudah patah dengan
prevalensi 1 :10000.
OI diturunkan secara autosomal dominan yang disebabkan oleh
mutasi gen COL1A1 pada kromosom 17q21.3-q22dan COL1A2 pada
kromosom 7q22.1 yang berperan dalam mengkodekan kolagen tipe I,
proα1(I) dan proα2 (I) yang berperan sebagai protein tulang. 2,3,32 Pada
3
penelitian terbaru ditemukan beberapa tipe OI yang diturunkan
secara resesif.5 Karakteristik OI bervariasi berdasarkan klasifikasi dan
biasanya mengalami brittle bones (mudah patah), terjadi deformitas
skeletal dan dentinogenesis imperfecta2,3,32
2.1.2 Etiologi
Kolagen merupakan glikoprotein fibrous utama yang terdapat
dalam matriks ekstraseluler dan pada jaringan ikat sepeti tulang
rawan, matriks organik tulang, tendon, dan mereka mempertahankan
kekuatan
jaringan
ini.
Kolagen
terbagi
menjadi
kolagen
tipe
I,II,III,V,dan XI. Kolagen tipe I merupakan protein yang paling penting
pada tubuh manusia. Gen COL1A1 yang terletak pada kromosom 17
dan gen COL1A2 yang terletak pada kromosom 73 merupakan gen
yang mengkode 2 rantai kolagen tipe I.5
Osteogenesis
imperfecta
merupakan
kelainan
autosomal
dominan yang disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe I, COL1A1
dan COL1A216 yang bertanggung jawab dalam sintesis dari protein
terbanyak tulang, kulit, ligamen, tendon dan hampir seluruh jaringan
konektif. Mutasi ini memicu formasi kuantitas patologik (OI tipe I) dari
kolagen atau perubahan kualitas produksi kolagen (OI tipe II, III, atau
IV). Hasilnya ialah campuran dari kolagen yang normal dan tidak
normal. Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan
struktural
atau
produksi
dari
prokolagen
tipe
I
(COL1A1
dan
COL1A2)18,19,21-23, komponen protein utama matriks ekstraselular
tulang dan kulit. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, tidak didapat
kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Tidak diketahui dengan
jelas apakah kasus ini dikarenakan deteksi yang terbatas atau karena
kelainan genetik yang heterogen.18
2.1.3 Manifestasi Klinis
4
Osteogenesis
imperfecta
mempunyai
ciri
khas
rapuhnya
sekletal dalam berbagai derajat. Fraktur dan deformitas tulang terjadi
walau dengan trauma ringan.4,5,26 Sistem klasifikasi yang paling sering
dipakai untuk membedakan tipe OI adalah yang dibuat oleh Sillence
dkk. Klasifikasi tersebut didasarkan pada gejala klinis, genetik, dan
kriteria radiografi.33 Gejala klinisnya sangat bervariasi antarpenderita
walaupun dalam tipe yang sama. Tipe-tipe tersebut antara lain :
1. Tipe I (Ringan) 4-6,34
Bentuk OI paling ringan dan paling sering ditemukan, bahkan
sering
ditemukan
dalam
suatu
pedigree keluarga
yang
besar. Diturunkan secara autosomal dominan dan disebabkan oleh
menurunnya produksi/ sintesis prokolagen tipe I (functional null
alleles).6 Kebanyakan penderita tipe I mempunyai sklera berwarna
biru, fraktur berulang pada masa anak-anak tapi tidak sering, dan
ketulian (30-60% pada usia 20-30 tahun).4 Fraktur terjadi karena
trauma ringan sedang dan menurun setelah pubertas.- Terdapat dua
subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta
dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta. 4,6 Kelainan
lainnya yang bisa ditemukan antara lain mudah memar, kelemahan
sendi dan otot, kifoskoliosis, dan perawakan pendek ringan dibanding
anggota keluarga lainnya.4-6
2.Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal)4-6,34
Penderita sering lahir mati atau meninggal pada tahun pertama
kehidupan dengan berat lahir dan panjang badan kecil untuk masa
kehamilan.4
Kematian
terutama
disebabkan
karena
distres
pernafasan, juga karena malformasi atau perdarahan sistem saraf
pusat. Terjadi karena mutasi baru yang diturunkan secara autosomal
dominan (jarang resesif) akibat penggantian posisi glisin pada triple
5
A
B
Gambar 2. Gambaran radiografi pada pasien osteogenesis imperfecta (a). Fraktur
femur yang rekuren. (b) mild bowing legs
36
helix prokolagen tipe I dengan asam amino lain. Tulang rangka dan
jaringan ikat lainnya sangat rapuh. Terdapat fraktur multipel tulang
panjang intrauterin yang terlihat sebagai crumpled appearance pada
radiografi. Selain itu juga dapat terjadi pada tulang tengkorak dan
atau vertebra. Tulang tengkorak tampak lebih besar dibanding ukuran
tubuh dengan pembesaran fontanela anterior dan posterior. Fraktur
multipel tulang iga membentuk gambaran manik-manik (beaded
appearance), thoraks yang sempit ikut berperan dalam terjadinya
distres pernafasan. Penderita mungkin mempunyai hidung yang kecil
dan/ mikrognatia. Sklera berwarna biru gelap-keabuan.
3. Tipe III (Berat/Progresif)
4,5,34
4-6,34
Merupakan tipe dengan manifestasi klinis paling berat namun
tidak mematikan yang menghasilkan gangguan fisik signifikan,
berupa sendi yang sangat lentur, kelemahan otot, nyeri tulang kronis
berulang,
dan
deformitas
tengkorak. Terjadi
karena point
mutation atau frame shift mutation pada prokolagen tipe I yang
6
diturunkan secara autosomal dominan atau resesif.
panjang
lahir
sering
rendah.-Fraktur
sering
6
Berat badan dan
terjadi
dalam
uterus.Setelah lahir, fraktur sering terjadi tanpa sebab dan sembuh
dengan deformitas. Kebanyakan penderita mengalami perawakan
pendek. Bentuk wajah relatif triangular dan makrosefali. Sklera
bervariasi dari putih hingga biru. Sering dijumpai dentinogenesis
imperfecta (80% pada anak usia < 10 tahun)
6,34
Disorganisasi matriks
tulang menyebabkan gambaran popcorn pada metafisis, dilihat dari
gambaran radiologi
7
A
B
Gambar 3 (a). Pasien dengan osteogenesis imperfecta tipe III. (b) sklera yang biru
pada pasien osteogenesis imperfecta.35
4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe)
4-6,34
Terjadi karena point mutation atau delesi kecil pada prokolagen
tipe I yaitu pada rantai COL1A2, kadang pada COL1A1. 6 Merupakan
tipe OI yang paling heterogen karena memasukkan temuan-temuan
8
pada penderita yang tidak tergolong dalam 3 tipe sebelumnya.
Fraktur dapat terjadi dalam uterus dengan tulang panjang bawah
bengkok yang tampak sejak lahir. Sering terjadi fraktur berulang,
kebanyakan penderita mempunyai tulang yang bengkok walau tidak
sering mengalami fraktur. Frekuensi fraktur berkurang setelah masa
pubertas. Penderita tipe ini memerlukan intervensi ortopedik dan
rehabilitasi tetapi biasanya mereka dapat melakukan ambulasi seharihari. Warna sklera biasanya putih. Dapat dijumpai dentinogenesis
imperfecta, sehingga beberapa penulis membedakan tipe ini menjadi
2 subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta
dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta. 4,6 Gambaran
radiologi dapat menunjukkan osteoporotik dan kompresi vertebra.
2.1.4 Manifestasi Oral
Pasien
dengan
OI
mempunyai
beberapa
masalah
pada
pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi dan tulang rahang.
Crossbite dan relasi oklusal klas III (posisi anterior dari lengkung gigi
rahang bawah yang tidak normal dalam hubungannya dengan
lengkung gigi rahang atas) merupakan masalah ortodonti yang paling
sering dijumpai pada pasien OI.
A
Gambar 4
B
(a) Gambar radiografi menunjukkan mahkota berbentuk bulbous
dengan kontriksi servikal disertai obliturasi ruang pulpa (b) maloklusi klas III dan
gigitan terbuka posterior sering ditemui pada pasien osteogenesis imperfecta.5
Maloklusi klas III nampak pada hampir seluruh pasien dengan
OI. Insidensi yang didapatkan sangat tinggi. Studi menunjukkan
9
bahwa pasien OI mempunyai frekuensi maloklusi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan 3-8% populasi normal.5
Pada
pasien
OI
terdapat
banyak
variasi
pada
fenotif
kraniofasial. Postur, berat dan ukuran kepala yang tidak normal pada
populasi OI dapat turut memegang pernanan dari perkembangan
maloklusi. Regio sella yang terdesak oleh berat otak menghasilkan
pembengkokan ke bawah dari basis cranial. Hal ini menyebabkan
tinggi wajah, ukuran maksila dan mandibula, dan ukuran basis kranii
anterior dan posterior memendek. Hal ini kemudian menghasilkan
maksila
yang
lebih
retrusif
dibandingkan
mandibula
dalam
hubungannya dengan basis kranii anterior. Selain itu, adanya
kehilangan prematur dari dimensi vertikal dan tidak stabilnya oklusi
dapat menyebabkan mandibula maju ke depan. Pada pasien OI,
pertumbuhan mandibula dan maksila pada dataran sagital melemah.
Hal ini menyebabkan mengecilnya ukuran maksila dan mandibula.5
Openbite merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi
normal yang terjadi dalam arah vertikal, dengan karakteristik tidak
terjadi overlapping vertikal antara gigi maksila dan mandibula.
Openbite posterior timbul seiring dengan meningkatnya usia dan
insiden yang terjadi pada penderita OI ialah sebesar 46%.
Makroglosia
perkembangan
menimbulkan
rahang,
selain
pengaruh
itu
yang
makroglosia
besar
juga
bagi
dapat
menyebabkan prognatisme mandibula yaitu tulang mandibula yang
maju, sehingga terjadi maloklusi klas III. Pada pasien OI, ukuran
rongga mulut terlalu kecil untuk tempat lidah dan tekanan dari otototot lidah gigi mengkompensasi letak gigi yang normal. Hal ini sejalan
dengan penemuan bahwa pada pasien OI tidak jarang ditemui adanya
tendensi openbite dan gigi yang lebih protrusif.5
Crossbite disebabkan karena kekuatan otot ekstrinsik pada lidah
dan tekanan lidah terhadap gigi anterior rahang bawah. Sementara
openbite
disebabkan
karena
lidah
yang
membesar
dan
tidak
mempunyai tempat yang cukup dalam rongga mulut, sehingga lidah
10
tersebut protrusif dan terletak diantara gigi rahang atas dan rahang
bawah.
Disimpulkan bahwa hampir seluruh pasien dengan OI memiliki
kelainan pada daerah kraniofasial. Pasien OI biasanya memiliki wajah
yang berbentuk segitiga, tulang bitemporal yang protrusif, tulang
dahi yang maju, dan lingkar kepala yang relatif lebih besar
dibandingkan populasi normal. Maloklusi gigi ditemukan pada hampir
seluruh pasien OI dan mencakup insidensi yang tinggi dari maloklusi
klas III, crossbite anterior dan posterior, serta open bite. Kondisi ini
dapat disebabkan oleh kelainan dentoalveolar dan skeletal.5
2.2.2 Osteopetrosis ( Marble Bone Disease)
2.2.2.1 Definisi
Osteopetrosis atau dikenal dengan marble bone disease, albersschonberg disease, osteosclerosis fragilis generalisata. Penyakit ini
pertama kali ditemukan oleh Albers - Schönberg seorang radiologi
dari Jerman pada tahun 1904 yang mendapati adanya pengerasan
tulang skeletal yang menyeluruh. Istilah osteopetrosis pertama kali
diperkenalkan oleh
Karshner pada
tahun
1926.
Penyakit ini
merupakan penyakit herediter dan kongenital dimana tulang menjadi
lebih
tebal
ostepetrosis
daripada
jumlah
keadaan
osteoklas
normalnya.7,9
meningkat
atau
Pada
penderita
normal,
tetapi
osteoklas kehilangan fungsi normalnya. Oleh karena itu, osteoklas
tidak dapat menjalankan fungsinya dalam meresobsi tulang sehingga
terjadi osifikasi yang tidak sempurna yang mengakibatkan perubahan
postur, fraktur berulang, kehilangan fungsi hematopoesis pada sumsum
tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang ganas pada tulang .8
2.2.2.2 Klasifikasi
9,26
11
Osteopetrosis merupakan penyakit yang diturunkan dan ditandai
dengan kerusakan fungsi osteoklas. Kegagalan pada pembentukan
tulang normal menyebabkan kepadatan tulang yang terjadi secara
menyeluruh dan simetris terdapat kegagalan resorpsi tulang.26
Secara garis besar osteopetrosis dibedakan atas 2 bentuk yaitu :
1. Osteopetrosis infantil (auto resesif osteopetrosis / ARO)
Osteopetrosis
infantil
atau
dikenal
sebagai
osteopetrosis
kongenital merupakan bentuk resesif yang terdapat pada masa
infantil atau pada masa anak-anak. Tipe ini merupakan bentuk yang
paling berat, ditandai dengan kelainan pada skeletal, darah, dan
saraf.26 Biasanya anak-anak dengan kelainan ini tidak akan bertahan
hingga usia 2 tahun.
Mempunyai pola penurunan autosomal resesif dimana terjadi
sklerosis yang disebabkan oleh mutasi gen TC1RG1 dan mutasi
heterozigot gen chloride channel 7 (ClCN7) dimana gen ini berlokasi
16p13 dan 11q13,4-q13,5. Pada autosomal resesif osteopetrosis
terdapat dua orang yang masing-masing membawa satu kopi dari
mutasi gen (karier). Pada setiap kehamilan orang tersebut memiliki
50% kesempatan untuk memiliki anak yang gennya karier, 25%
normal, dan 25% yang menderita osteopetrosis.
2. Osteopetrosis dewasa (autosomal dominan osteopetrosis/ ADO)
Osteopetrosis benigna atau dikenal sebagai osteopetrosis tarda
merupakan bentuk dominan yang terlihat pada masa remaja.
Umumnya diketahui pada dekade 3 atau 4, anomali terbatas pada
kelainan skeletal dan mempunyai prognosis yang lebih baik.26
Autosomal dominan osteopetrosis merupakan kelainan tulang
dimana terjadi sklerosis yang disebabkan oleh mutasi heterozigot
gen chloride channel 7 (ClCN7) dimana gen ini berlokasi di 1p21.
12
Pada penderita autosomal dominan osteopetrosis, salah satu dari
orangtua memiliki gen yang karier sehingga terdapat 50 %
kesempatan anak menderita osteopetrosis dan 50 % kesempatan
anak normal.
2.2.2.3 Etiologi dan Patogenesis
Osteopetrosis disebabkan oleh kegagalan diferensiasi atau
kegagalan fungsi dari osteoklas dan dari fungsi ini disebabkan oleh
mutasi gen TC1RG1 yang ditemukan pada penderita autosomal
resesif osteopetrosis dan mutasi gen ClCN7 yang ditemukan pada
penderita autosomal dominan osteopetrosis.10
Tetapi baru-baru ini mutasi ClCN7 telah ditemukan sebagai
penyebab osteopetrosis resesif pada bayi. Mutasi gen TC1RG1 dan
ClCN7
ini
merusak
keasaman
resorbsi
lakuna
osteoklas
yang
menurunkan komponen mineral tulang yang dibutuhkan untuk
menjalankan
fungsi
osteoklas.
Patogenesis
osteopetrosis
dapat
dipahami dengan membandingkannya dengan perkembangan dan
fungsi osteoklas yang normal.11,12
Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk
osteopetrosis adalah kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam
meresorbsi
tulang
Osteopetrosis
mengakibatkan
yang
kongenital
mengakibatkan
muncul
kegagalan
saat
sumsum
penebalan
dalam
tulang
bayi
yang
dan
tulang.
dapat
disebabkan
penggantian ruang sumsum tulang dengan osteoklas. Osteoklas
merupakan sel yang sangat khusus, dapat mendegradasi mineral
tulang dan zat organik pada matriks tulang. Proses-proses ini sangat
penting
untuk
remodeling
tulang
d
an
menjaga
kestabilan
13
biomekanika tulang dan homeostasis mineral. Telah diperkirakan
bahwa tulang orang dewasa mengalami regenerasi setiap sepuluh
tahun. Osteoklas berasal dari prekursor mononuklear pada garis
turunan
myeloid
yaitu
suatu
sel
hematopoetik
yang
juga
meningkatkan jumlah makrofag.
Defisiensi proton pump pada osteoklas dan kerusakan gen
ClCN7 juga merupakan penyebab penyakit ini. Gen ClCN7 ini dapat
merusak fungsi dari osteoklas dalam berdiferensiasi sehingga tidak
ada osteoklas matang ditemukan. Osteoklas yang berdiferensiasi
berguna untuk melarutkan mineral tulang dan medegradasi matriks
tulang menggunakan enzim-enzim khusus. Yang sangat penting pada
fungsi ini adalah polarisasi sel dan khususnya pembentukan kerutankerutan pada pinggir dan daerah pembatas pada sel. Hal ini
membentuk daerah resorbsi lakuna, dan asam hidroklorida disekresi
secara
aktif
dan
menghasilkan
pelarutan
mineral
tulang
hidroksiapatit.
2.2.2.4 Manifestasi Klinis
Diagnosis yang terutama adalah pada test gen dan gambaran
radiografi, dimana pada gambaran radiografi terdapat penebalan
tulang seperti kapur dan “bone in bone”. Pada penderita ini
ditemukan
tanda-tanda
seperti
anemia,
hepatosplenomegali,
14
trombositopenia, makrosefali, hidrosefalus, ketulian, kebutaan, dan
fraktur berulang.9
Osteopetrosis maligna mempunyai berbagai manifestasi klinis
yang berhubungan dengan penebalan tulang yang merupakan dasar
penyakit. Di laporkan 26 kasus osteopetrosis pada anak yang
memperlihatkan wajah tipikal, berupa adenoid appearance, frontal
bossing,
hipertelorism,
makrosefali,
strabismus,
nistagmus
dan
eksoftalmus. Kebutaan terjadi akibat penekanan nervus optikus.
sedangkan ketulian dapat terjadi akibat kompresi tulang pada nervus
akustikus maupun akibat sklerosis pada tulang-tulang di telinga
tengah. Selain itu dilaporkan adanya gangguan pertumbuhan dan
mudah patahnya gigi.37 Anemia terjadi oleh karena kegagalan
sumsum
tulang
pembentukan
trombositopenia.
dalam
darah
proses
pembentukan
menyebabkan
Makrosefali
dan
darah.
Kegagalan
hepatosplenomegali
penulangan
frontal
dan
yang
menyebabkan bentuk kepala yang tidak normal biasanya terjadi pada
awal masa anak-anak. Pembesaran kepala atau hidrosefalus karena
peningkatan cairan yang terisi pada ruangan di otak disebabkan oleh
adanya interupsi pada aliran normal cairan spinal dari otak ke spinal
cord karena overgrowth bone.9 Ketulian disebabkan oleh penekanan
nervus auditori karena penebalan tulang pada daerah tersebut.
Kegagalan penglihatan juga disebabkan karena terjadi penebalan
tulang pada foramen optik.
15
Gambar 5. “Bone in bone”pada osteopetrosis 37
Kelainan tulang ini terbawa secara autosomal, dapat bersifat
resesif dan dominan. Transmisi autosomal resesif menghasilkan
bentuk maligna osteopetrosis dengan ciri klinis pucat, kegagalan
penglihatan, gangguan pendengaran, infeksi berulang, fraktur tulang,
kraniofasial abnormal, hepatosplenomegali. Sedangkan transmisi
autosomal dominan menghasilkan bentuk benigna osteopetrosis
dengan ciri klinis fraktur tulang multipel, kranial nervus palsi
(termasuk
nervus
optik
dan
nervus
fasial),
asimtomatik,
dan
osteomielitis.9,14
2.2.2.5 Manifestasi Oral
16
Dalam bidang Kedokteran Gigi, komplikasi rongga mulut yang
sering terjadi pada pasien osteopetrosis adalah osteomielitis yang
disebabkan oleh infeksi odontogen.12,13,14 Manifetasi lainnya yang
dapat ditemukan pada pasien osteopetrosis dewasa antara lain sering
terjadinya impaksi gigi kaninus rahang bawah, malformasi bentuk
mahkota gigi dan akar gigi yan pendek, fraktur pada gigi, ankilosis,
karies gigi, abses mandibula yang berulang, oral hygiene yang buruk,
embedded
teeth
dan
maloklusi
pada
gigi
sulung
serta
gigi
permanen.9
Pada radiografi dental juga terlihat konstriksi dari kanalis
alveolaris inferior dan penebalan pada saluran pulpa, penebalan dari
lamina dura dan terkadang kamar pulpa
sulit untuk dikenali
dikarenakan peningkatan densitas tulang.9
2.2.3 Achondroplasia
2.2.3.1 Definisi
Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot
(1878). Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros:
tidak
ada
kartilago
dan
plasia:
pertumbuhan.
Secara
harfiah
Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago,
walaupun
sebenarnya
individu
dengan
Achondroplasia
memiliki
kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan
kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang.
17
Achondroplasia merupakan kelainan yang diturunkan pada
ossifikasi endochondral dan mempengaruhi individu seperti bentuk
kerdil dengan tulang kaki yang pendek dan pembesaran kepala.
Kondisi yang diturunkan seperti jenis autosomal dominan dengan
tidak komplitnya penetrasi tetapi banyak kasus sebagai hasil mutasi
yang baru. Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang
disebabkan oleh gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen
FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek
kromosom 4p16.3 Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada
tulang-tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral,
terutama
tulang-tulang
panjang.
Selain
itu,
Achondroplasia
memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga
dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia
Fetalis,
Chondrodystrophy
Syndrome
atau
Osteosclerosis
Congenital.14-16
Achondroplasia adalah tipe dwarfisme yang paling sering
dijumpai. Insiden yang paling umum menyebabkan Achondroplasia
adalah
sekitar
1/26.000
sampai
1/66.000
kelahiran
hidup.
Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance, namun kirakira 85-90% dari kasus ini memperlihatkan de novo gene mutation
atau mutasi gen yang spontan. Ini artinya bahwa kedua orang tua
tanpa Achondroplasia, bisa memiliki anak dengan Achondroplasia.20
2.2.3.2 Etiologi dan Patogenesis
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal
pada gen FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan
pendek kromosom 4p16.3.4-7 Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi
dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan
dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara
osifikasi
endokondral.
Dua
mutasi
spesifik
pada
gen
FGFR3
bertanggungjawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar
98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen
18
FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasimutasi
ini
mengakibatkan
protein
tidak
bekerja
sebagaimana
mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan
tulang. Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia menyebabkan
gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan
perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan
(growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan
tulang terganggu. FGFR3 merupakan reseptor transmembran tirosin
kinase yang mengikat faktro pertumbuhan fibroblast. Ikatan faktor
pertumbuhan fibroblast ke domain ekstraseluler FGFR4 mengaktifkan
domain interseluler tirosin kinase pada reseptor dan mengawali
signal.
Pada
prolifesrasi
tulang
kondrosit
mengkoodinasi
endokondral,
pada
plat
pertumbuhan
dan
aktivasi
FGFR3
pertumbuhan
diferensiasi
menghambat
dan
membantu
kondrosit
dengan
pertumbuhan dan disferensiasisel tulang progenitor. Mutasi FGFR3
mengakibatkan
pemendekan
tulang
panjang
dan
abnormalitas
diferensiasi tulang.21
A
B
Gambar 6(a). Pasien achondroplasia menunjukkan bentuk tubuh tangan serta kaki
yang rhizomelic
(b). Profil muka yang konkaf
20
19
2.2.3.3 Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita Achondroplasia memiliki bentuk
kepala
besar
(megalencephaly/macrocephaly)
sehingga
sering
disebut sebagai circus dwarf , kening menonjol (frontal bossing), basis
kranial yang pendek serta memiliki jembatan hidung (bridging nose)
yang lebar dan datar. Pertumbuhan kranium yang lebih besar dari
rata-rata tidak diikuti oleh pertumbuhan wajah, terutama wajah
bagian tengah (hypoplasia midface).18
A
B
Gambar 7 (a) trident hands (b) radiografi lateral menunjukkan maloklusi kelas III
19
20
2.2.3.4 Manifestasi Oral
Hypoplasia
pertumbuhan
midface
maksila,
dan
sehingga
basis
kranium
maksila
mempengaruhi
menjadi
retrognatik,
sementara mandibula tumbuh normal atau sedikit prognatik. Hal ini
membuat penderita Achondroplasia memiliki hubungan rahang Klas III
dan profil wajah yang konkaf. Palatum tinggi dan sempit pada
penderita Achondroplasia. Gigi-geligi normal dalam hal ukuran,
jumlah dan bentuk namun dijumpai crowded, openbite anterior atau
posterior, protrusi gigi anterior dan crossbite.
A
B
Gambar 8(a dan b). Intraoral menunjukkan dental karies, anterior openbite, anterior
reversed jet, posterior cross bite and maloklusi dental kelas III 19
Hypoplasia midface juga menyebabkan penyempitan saluran
pernafasan atas sehingga meningkatkan resiko gangguan pernafasan,
gangguan
fonetik
dan
infeksi
telinga.
Hal
tersebut
menjadi
pertimbangan dalam manajemen perawatan ortodonsia penderita
Achondroplasia. Perawatan anomali ortodonsia berupa maloklusi pada
Achondroplasia, pada dasarnya sama dengan perawatan maloklusi
lainnya, namun adanya komplikasi medis seperti diabetes dan kifosis
membuat manajemen perawatan berbeda.
19
2.2.4 Cleidocranial Dysplasia
21
2.2.4.1 Definisi Cleidocranial Dysplasia
Cleidocranial dysplasia adalah suatu sindroma
tulang yang
kelainan pada
ditandai oleh adanya trias: multiple supernumerary
teeth, pertumbuhan tulang klavikula yang tidak sempurna, dan
terbukanya sutura sagital dan fontanel. Kelainan ini mempunyai
karakteristik yaitu : (1)Tidak tumbuhnya atau tidak sempurnanya
tulang bahu. Pada penderita akan terlihat kedua bahunya akan
berdekatan atau seperti menjadi satu, (2). Adanya kelainan tengkorak
dan kelainan wajah dengan wajah yang cenderung persegi, sutura
dari tengkorak yang kurang menutup, tulang frontal yang kurang
tertutup, dinding hidung yang rendah, terlambatnya erupsi gigi
permanen atau gigi permanen yang memiliki kelainan.
Kasus mengenai kelainan klavikula pertama kali dilaporkan oleh
Martin pada tahun 1765.22 Pada tahun 1871, Scheuthauer melaporkan
kasus lain yang mengenai kedua klavikula dan tulang kranial. Pada
tahun 1897, Pierre Marie dan Sainton membuat deskripsi mengenai
sindroma ini dan diberi istilah cleidocranial dysplasia, yang dikenal
juga dengan Marie-Sainton Disease.22,23 Sejak publikasi pertama
mengenai cleidocranial dysplasia, lebih dari 1000 kasus cleidocranial
dysplasia telah dipublikasikan pada literatur medis.
Sindroma cleidocranial dysplasia juga dikenal dengan nama
Osteodental dysplasia.23 Insidensi cleidocranial dysplasia diseluruh
dunia sekitar 1: 1.000.000 tanpa membedakan jenis kelamin dan
ras.24
2.2.4.2 Etiologi dan Patogenesis
Cleidocranial dysplasia merupakan kelainan yang disebabkan
oleh kelainan genetik dari kromosom autosomal dinoman. Kelainan ini
disebabkan oleh mutasi gen CBFA 1 (core binding factor alpha 1)
/RUNX2 (runt-related transcription factor 2) yang berada pada lengan
pendek
kromosom
6p21.
Gen
ini
berfungsi
untuk
menuntun
22
diferensiasi osteoblas dan pembentukan tulang yang tepat pada
osifikasi intramembran dan endokhondral. 8,30 CBFA 1 terdapat pada
bagian mesenkim yang merupakan salah satu jaringan pembentuk
gigi geligi.
Individu
yang
kekurangan
CBFA1
akan
menunjukkan
kekurangan osteoblas dalam tulang, sehingga menimbulkan kelainan
pertumbuhan gigi penderita berupa bentuk gigi yang tidak normal.
Pada
hewan
percobaan
dengan
heterozigot
CBFA1
+/-
memperlihatkan adanya penurunan jumlah osteoklas yang berperan
dalam resorbsi normal tulang alveolar selama erupsi gigi. Penurunan
jumlah
osteoklas
pada
penderita
Kleidokranial
displasia
mengakibatkan erupsi gigi dan peningkatan jumlah gigi impaksi. Pada
osifikasi
intramembran,
tulang
kranial;
skeletal
wajah;
serta
mandibula dan klavikula berkembang melalui pertukaran langsung
kondensasi sel mesenkim oleh osteoblas dan osteosit. Sedangkan
tulang skeletal lainnya berkembang melalui osifikasi endokhondral,
yaitu
sel
mesenkim
berkondensasi
dan
yang
tidak
berdiferensiasi
berdiferensiasi
membentuk
langsung
kondroblas.
Kondroblas berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk kondrosit
secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit
yang
menghasilkan
kolagen
tipe
10a1.
Pada
akhir
maturasi,
hipertrofik kondrosit menghasilkan osteopontin dan faktor angiogenik.
Kemudian hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian
sel) dan pada region tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler
serta perpindahan angiogenik dan sel osteoblas. Proses ini akan
membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan
normal tulang panjang tercapai melalui diferensiasi dan maturasi
kondrosit yang sinkron.
Menurut Brueton et al, selain kromosom 6p21, perubahan
kromosom
8q22
juga
dianggap
sebagai
penyebab
terjadinya
heterogenetik pada cleidocranial dysplasia. Penyebab mutasi gen
pada penderita Kleidokranial displasia belum diketahui pasti. Sekitar
23
50% kasus diturunkan dari orangtua melalui gen autosomal dominan
dan 40% kasus terjadi akibat mutasi gen yang spontan.
2.2.4.3 Manifestasi Klinis
Mutasi gen pada kleidokranial displasia bersifat autosomal
dominan dan sebanyak 40% kasus disebabkan oleh mutasi gen yang
spontan.8 Cleidocranial dysplasia mempunyai gambaran klavikular
aplasia atau hipoplasia baik unilateral ataupun bilateral. Keadaan ini
yang menyebabkan bahu terlihat sempit, terkulai dan hipermobilitas
dari bahu sehingga bahu terlihat digerakkan di depan dada. 24,28
Kelainan lain yang ditemukan pada kleidokranial displasia antara lain
osifikasi
yang
terlambat
pada
tulang
tengkorak,
pembesaran
kalvarium (atap tengkorak) secara transversal , penutupan fontanel
frontal, parietal dan oksipital dari tengkorak yang terlambat, tinggi
badan yang pendek, malformasi kraniofasial.25-28
A
B
Gambar 9 (a). Cleidocranial dysplasia (b) Profil pasien menunjukkan
mildfrontal bossing dan depressed nasal bridge.
2.2.4.4 Manifestasi Oral
24
Pada umumnya penderita cleidocranial dysplasia memiliki
maksila yang kurang berkembang dan mandibula relatif prognasi,
susunan gigi geligi kurang beraturan, palatum yang sempit dan tinggi
yang disebabkan oleh pertumbuhan dari tengkorak yang tidak
normal. Selain itu terlihat adanya gigi yang berlebih, hipoplasia
enamel, persistensi gigi sulung, gigi permanen tidak tumbuh atau
tumbuh dengan keadaan yang tidak normal.25,26
A
B
C
Gambar 10(a). Radiografi panoramic menunjukkan multiple supernumeraries dan
unerupted teeth
(b) foto oklusal menunjukkan anterior supernumeries (c). Intraoral rahang atas dari
penderita cleidocranial dysplasia38
25
BAB III
PERAN DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS TIM
KELAINAN TULANG
3.1 Tim Genetika Interdisiplin Kelainan Tulang
Penyakit genetik dengan manifestasi klinis yang melibatkan
struktrur kompleks kraniofasial dapat menyebabkan masalah yang
serius bagi penderita, dimana cacat pada anatomi yang terjadi dapat
berpengaruh
pada
kemampuan
fungsi
dari
struktur
kompleks
kraniofasial. Beberapa fungsi penting dapat terganggu seperti fungsi
pengunyahan, fungsi bicara, fungsi pendengaran, pertumbuhan dan
perkembangan
perkembangan
wajah,
oklusi
psikososial
dapat
gigi-geligi
terjadi.
serta
gangguan
Penanganan
secara
komprehensif dapat dilakukan dan pada umumnya melibatkan
beberapa spesialisasi.
Penanganan komprehensif pada kelaianan
struktur kraniofasial oleh tim interdisiplin ini dapat melibatkan
beberapa spesialisasi yang terdiri dari pedodontist, bedah mulut,
ortodontist, prostodontist dan
speech therapist, dimana setiap
anggota tim dari masing-masing ilmu melaksanakan perawatan
berdasarkan spesialisasi bidang ilmu masing-masing. 31
Kelainan tulang yang terjadi dapat mempengaruhi tidak hanya
pada jaringan tulang namun dapat juga berpengaruh pada jaringan
lainnya di sekitar tulang tesebut. Sebuah tim medis yang terdiri dari
berbagai cabang ilmu harus dapat dibentuk dan dapat bekerja secara
interdisiplin pada kasus kelainan tulang ini. Royal National Hospital di
Inggris memiliki sebuah tim interdisiplin yang menangani penyakit
26
yang berhubungan dengan rheumatic atau kelainan pada sendi. Tim
itu terdiri dari : Ahli rheumatologi, ahli orthopedik, spesialis anak, ahli
farmasi, ahli gizi, fisioterapis, terapis okupasi, dan perawat. 29 Contoh
tim genetika interdisiplin kelainan tulang lainnya Sheffields Childrens
Hospital yang terdiri dari Consultant clinician geneticist, consultant
spinal surgeon, consultant orthopedic surgeon, consultant pediatric
neurosurgeon, radiologist, social worker, dietician dan osteogenesis
imperfecta service coordinator.
Namun tim- tim itu masih belum terlalu ideal karena hanya
memfokuskan pada keseluruhan perawatan pasien. Pada perawatan
kelainan tulang ini sebaiknya terdapat suatu tim interdisiplin yang
terdiri dari :
a) Dokter Spesialis Bedah Ortopedi : berperan dalam merawat
kelainan tulang yang terjadi pada pasien.
b) Dokter Spesialis Bedah Umum :berperan bersama dengan
dokter ortopedi dalam melakukan pembedahan.
c) Dokter Spesialis Anak : berperan dalam memantau kedaan
tumbuh kembang anak yang mengalami kelainan tulang serta
keadaan umum anak secara menyeluruh. Biasanya setiap
subbagian dari cabang ilmu kesehatan anak dapat berperan
dalam kasus kelainan ini.
d) Dokter Spesialis Bedah
Anak
:
berperan
dalam
proses
pembedahan dari pasien anak yang mengalami kelainan tulang
dan bekerja sama dengan dokter ortopedi.
e) Dokter Spesialis Penyakit Dalam : berperan dalam memantau
keadaan sistemik dan umum dari pasien yang mengalami
kelainan tulang.
f) Dokter Spesialis Anestesi : berperan dalam menentukan obat
anestesi yang akan dipakai dalam perawatan bedah dengan
narkose umum.
g) Dokter Spesialis Gizi : berperan untuk memantau perkembangan
nutrisi pasien agar tidak terjadi malnutrisi dan kekurangan
asupan makanan.
27
h) Dokter
Spesialis
mengembalikan
Rehabilitasi
fungsi-fungsi
Medik
tubuh
:
dan
berperan
dalam
keadaan
medis
khususnya dalam pergerakan.
i) Dokter Gigi : berperan menjaga kebersihan mulut pasien.
j) Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut : berperan melakukan terapi
baik bedah ataupun non bedah pada kelainan oromaksilofasial
khususnya pada rahang.
k) Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak : berperan dalam
memantau perkembangan kesehatan gigi dan mulut pada anak
yang terkena kelainan tulang dan memantau tumbuh kembang
anak khususnya pada area maksilo fasial. Bekerjasama dengan
Dokter anak untuk memberikan perawatan maksimal pada
tumbuh kembang anak.
l) Dokter
Gigi
Spesialis
Prostodonti
:
berperan
dalam
merehabilitasi segi estetik anak dengan gigi tiruan.
m) Dokter Gigi Spesialis Ortodonti : bereperan dalam memperbaiki
maloklusi gigi geligi dan hubungannya dengan rahang.
n) Konselor Genetik : berperan dalam memberikan saran-saran
pada pasien dilihat dari adanya pengaruh genetik pada kalainan
yang diderita.
o) Psikolog : berperan memberikan terapi untuk meningkatkan
keadaan psikologis dari pasien dan keluarga pasien.
p) Fisioterapis
: berperan dalam terapi pasien
untuk
mengembalikan fungsi tubuh pasien khususnya dalam fungsi
gerak pasien.
q) Terapis okupasi : untuk memulihkan fungsi otot-otot yang
terganggu pada pasien.
r) Perawat : berperan dalam menjaga keadaan pasien, membantu
dokter dalam melakukan perawatan kepada pasien.
s) Pekerja sosial : membantu dalam perawatan pasien kelainan
tulang.
3.2 Peran Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis Pada Tim
Interdisplin Kelainan Tulang
28
3.2.1
.
Manajemen
Dental
pada
Penderita
dengan
Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta (OI), merupakan penyakit mesoderm.
Kecacatan pada kualitas atau kuantitas kolagen tipe I memicu
terjadinya kelainan morfologi dari tulang wajah yang menyebabkan
pertumbuhan kompleks wajah yang tidak wajar, malformasi rahang
atas dan rahang bawah, lengkung gigi, dan gigi Karakteristik wajah,
wajah berbentuk segitiga dan dahi yang lebar, ditemukan pada
seluruh pasien OI dengan warna sklera yang bervariasi. Pasien OI
memiliki sejarah signifikan dari patahnya tulang karena trauma minor.
Pasien dengan OI mempunyai beberapa problema pada gigi dan
oklusal. Crossbite dan relasi oklusal klas III (posisi anterior dari
lengkung gigi rahang bawah yang tidak normal dalam hubungannya
dengan lengkung gigi rahang atas) merupakan problema ortodontik
yang paling sering dijumpai pada pasien OI.5
Gambar 11(a-c). Restorasi gigi sulung menggunakan posterior stainless steel crown dan
anterior strip crown.36
Perawatan ortodontik dan prosedur bedah untuk mengkoreksi
maloklusi
pada
OI
sulit
dilakukan
karena
kecenderungan
gigi
penderita yang rapuh dan mudah terjadi fraktur. Karena itu, anak
dengan kelainan OI harus diinstruksikan dengan benar bahwa
perawatan gigi sulung dan pergantian gigi permanen sangat penting
untuk kesehatan rongga mulut.5 Pada masa gigi campuran restorasi
29
gigi sulung dapat menggunakan mahkota stainless steel dan strip
crown anterior, sedangkan pada gigi permanen anterior harus ditutup
dengan komposit. Pada tahap selanjutnya jika diperlukan juga dapat
digunakan alat protesa seperti mahkota dan jembatan ataupun
veneer untuk melapisi gigi-geligi dengan OI dengan dentinogenesis
imperfecta.36
3.2.2.
Manajemen
Dental
pada
Penderita
dengan
Osteopetrosis
Manajemen
dental
yang
bersifat
preventif
dengan
cara
peningkatan dental hygiene dengan sikat gigi dna flossing merupakan
cara terbaik pada pasien dengan osteopetrosis. Perawatan dental
pada pasien ini membutuhkan penatalaksanaan secara mutidiplin
karena banyaknya manifestasi yang terjadi. Dokter gigi memainkan
peranan penting dalam diagnosa awal osteomyelitis pada pasien
osteopetrosis
dimana
dihindari
perawatan
dental
yang
dapat
menimbulkan komplikasi lainnya.13
Jika terjadi osteomielitis diperlukan intervensi cepat pada awal
diagnosis,
dilakukan
pengujian sensitivitas
drainase,
debridemen,
kultur
bakteri
dan
diikuti oleh pemberian antibiotik yang tepat.
Intervensi bedah terbatas diperlukan ekstraksi, insisi dan drainase
dan
mungkin
membutuhkan
paliatif
terapi
debridement.
antibiotik
Adanya
intravena
infeksi
sering
berkepanjangan,
dan
oksigen hiperbarik mungkin berguna untuk meningkatkan proses
penyembuhan.13
3.2.3. Manjemen Dental pada Penderita Achondroplasia
30
Penderita
Achondroplasia
memerlukan
perawatan
untuk
menangani gigi- geliginya. The American Academy of Pediatrics
Committee on Genetics merekomendasikan semua anak dengan
Achondroplasia dievaluasi untuk kebutuhan perawatan ortodonsia
pada usia 5 sampai 6 tahun. Suatu studi tentang komplikasi medis
pada anak dengan Achondroplasia menemukan bahwa 50% anak
membutuhkan perawatan ortodonsi.
Perawatan anomali ortodonsi penderita Achondroplasia pada
anak-anak menggunakan pesawat fungsional dan cekat. Sedangkan
pada dewasa dirawat dengan bedah atau kombinasi bedah dengan
perawatan ortodonsia. Tindakan bedah
memang hanya dapat
memperbaiki sedikit profil wajah tapi hal itu positif karena kelainan
pada gigi berupa crowding dan openbite dapat diatasi dengan baik.
3.2.4.
Manjemen
Dental
pada
penderita
Cleidocranial
Dysplasia
Pada
penderita
cleidocranial
dysplasia
masalah
dental
merupakan masalah yang utama. Perawatan dental yang dapat
dilakukan
pada
penderita
Kleidokranial
displasia
antara
lain
perawatan bedah ortognatik dan kombinasi perawatan ortodonti
dengan perawatan bedah. Oleh karena itu perawatan harus dilakukan
dengan hati-hati dan membutuhkan kerja sama dengan beberapa
disiplin ilmu lainnya. Selama beberapa saat para dokter gigi telah
mencoba
mengembangkan
protokol
perawatan
yang
dapat
meningkatkan dan memperbaiki masalah fungsional dan estetis dari
pasien. Beberapa pendekatan antara lain mengekstraksi gigi sulung
dan supernumerary teeth segera setelah mineralisasi mahkota gigi
permanen terbentuk sempurna, diikuti dengan pembuangan tulang
yang menutupi gigi permanen untuk memudahkan erupsi gigi,
mengekstraksi gigi permanen yang impaksi, supernumerary teeth dan
31
gigi sulung dilanjutkan dengan pemakaian protesa atau dengan
mengekstraksi gigi permanen yang impaksi secara ortodonti. 8 Jika
bentuk perawatan yang terakhir ini dilakukan sebelum pasien dewasa
maka rendahnya ketinggian wajah bagian tengah dan prognatisme
mandibula dapat dicegah.8
Menurut
Jensen
dan
Kreiborg
terdapat
2
faktor
yang
mempengaruhi keberhasilan perawatan yaitu waktu perawatan yang
tepat dan jumlah supernumerary teeth. Pasien yang tidak memiliki
atau
hanya
memiliki
beberapa
supernumerary
teeth
memiliki
frekuensi yang lebih tinggi dari erupsi spontan. Waktu perawatan juga
penting untuk menentukan keberhasilan perawatan. Pasien biasanya
tidak memiliki memiliki masalah fungsional dan psikososial hingga
usia 9-10 tahun, seringkali perawatan sudah terlambat untuk
memperbaiki erupsi gigi –geligi pada saat perkembangan insisif.
Selain itu faktor tubuh yang pendek dan terlihat lebih muda dari
usianya sering membuat perawatan menjadi lambat.
Pada awalnya cleidocranial dysplasia diduga hanya melibatkan
tulang intramembranous dan endokondoral pada tengkorak. Setelah
diteliti,
cleidocranial
dysplasia
tidak
hanya
melibatkan
tulang
intramembranous dan endokondoral pada tengkorak saja tetapi juga
mempengaruhi
tulang
rangka
secara
menyeluruh.
Sehingga
cleidocranial dysplasia dianggap sebagai suatu diplasia bukanlah
suatu distosis. Perawatan dental yang dapat dilakukan pada penderita
cleidocranial dysplasia antara lain perawatan bedah ortognatik dan
kombinasi perawatan ortodonti dengan perawatan bedah.26-28
32
BAB IV
SIMPULAN
Tulang adalah jaringan keras yang merupakan komponen utama
pembentuk rangka. Selain itu, tulang juga berfungsi sebagai alat
gerak pasif dan melindungi organ vital misalnya, tulang tengkorak
melindungi
otak.
Sebagai
alat
gerak,
tulang
memiliki
banyak
persendian misalnya, pada telapak tangan dan lengan tangan.
Kelainan pada tulang manusia dan penyakit tulang bisa terjadi oleh
sebagian orang dari kita karena berbagai faktor seperti cacat bawaan
lahir, gangguan metabolik ataupun kecelakaan. Kelainan yang terjadi
pada tulang akan membuat fungsi tubuh menjadi terganggu dan
bahkan akan memperburuk keadaan jaringan yang ada di sekitar
tulang. Kelainan ini harus mendapatkan perawatan yang adekuat agar
dapat sembuh dengan maksimal.
Seorang dokter gigi dan dokter gigi spesialis harus memahami
dalam
pemeriksaan,
pencegahan,
penanganan
dan
perawatan
penderita dengan kelainan tulang terutama yang berkaitan dengan
perawatan gigi dan mulut. Selain itu dokter gigi dan dokter gigi
spesialis juga dituntut untuk memahami kelainan – kelainan pada
tulang
yang
bermanifestasi
terhadap
gigi
dan
mulut.
Untuk
penanganan masalah tersebut dokter gigi dan dokter gigi spesialis
diharapkan mampu bekerjasama sebagai satu tim secara interdisiplin
karena perawatan secara interdisiplin akan membuat hasil perawatan
33
menjadi lebih maksimal dan dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bishara, S. E. Textbook of orthodontics. Philadelphia: WB Saunders Co. 2001.
2. Rios D, Vieira ALF, Tenuta LMA, de Andrade Moreira Machado MA.
Osteogenesis
Imperfecta
and
Dentinogenesis
Imperfecta:
Associated Disorders. Quintessence Int 2005;36:695-701.
3. McPhee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of Disease – An
Introduction to Clinical Medicine. 5thed. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill, 2006:9-14.
4. Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB,eds. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17.
Philadelphia: Saunders, 2004, 2336-8.
5. Prameswari ZT, Sjafei A, Winoto ER. Kelainan gigi pada pasien
osteogenesis imperfecta.
Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1
Januari-Juni 2011: 16-25.
6. Root AW, Diamond Jr FB. Disorders of calcium metabolism in the
child
and
adolescent.
Dalam:
Sperling
MA,
eds.
Pediatric
endocrinology, edisi ke-2. Philadelphia: Saunders, 2002, 657-85.
7. Whyte MP. Sclerosing bone disorders. In: Favus MJ, editor. Primer on
the metabolic bone diseases and disorders of mineral metabolism.
4th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. p. 367–83.2.
34
8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, and Bouquot JE. Bone pathology.
In: Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. China: Saunders;
2002.p. 533–539.
9. Makarem A, Lotfi N, Danesh-Sani S.A, Nazifi S. Osteopetrosis : Oral
and Maxillofacial Manifestations (Case Report). Int J Head Neck
Surgery. 2012 ; 3(2). 115-117.
10.
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi 18. Saunders. 2007 : 2882-3,2647.
11. Waguespack SG, Hui SL, Dimeglio LA, Econs MJ. Autosomal
dominant osteopetrosis: clinical severity and natural history of 94
subjects with a chloride channel 7 gene mutation. The journal of
clinical endocrinology & metabolism.2007 ; 92(3) : 771-8.
12. Tolar J, Teitelbaum SL, Orchard PJ. Mechanism of disease
osteopetrosis. The new England journal of medicine, 2004 ;
351(1): 27.
13.
Lam DK, Sándor GKB, Holmes HI, Carmichael RP, Clokie CML.
Marble Bone Disease: A Review of Osteopetrosis and Its Oral
Health Implications for Dentists.
JCDA. www.cda-adc.ca/jcda .
November 2007, Vol. 73, No. 9.
14. Velinov M, Slaugenhaupt SA, Stoilov I, et al. The gene for
achondroplasia maps to the telomeric region of chromosome 4p.
Nat Genet 1994; 6:314– 317.
15. Shiang R, Thompson LM, Zhu YZ, et al. Mutations in the
transmembrane domain of FGFR3 cause the most common
genetic form of dwarfism, achondroplasia. Cell 1994; 78:335–342.
16. Bellus GA, Hefferon TW, Ortiz de Luna RI, et al. Achondroplasia is
defined by recurrent G380R mutations of FGFR3. Am J Hum Genet
1995; 56:368–373.
17. Rousseau F, Bonaventure J, Legeai-Mallet L, et al. Mutations in the
gene
encoding
fibroblast
growth
factor
receptor-3
in
achondroplasia. Nature 1994; 371:252–254.
35
18.
Shirley, E.D., Ain, M.C., 2009. Achondroplasia: manifestations
and treatment. J. Am. Acad. Orthop. Surg. 17, 231–241.
19.
Al-Saleem
A,
Al-Jobair
A.
Achondroplasia:
Craniofacial
manifestations and considerations in dental management. The
Saudi Dental Journal (2010) 22, 195–199.
20.
Kale K, Khambete N, Sodhi S, Kumar R. Achondroplasia with
oligodontia: Report of a rare case. Journal of Oral and Maxillofacial
Pathology. Vol. 17 Issue 3 Sep - Dec 2013.451-454.
21. Lee KE, Seymen F, Ko J, Yildirim M, Tuna EB, Gencay K et al.
RUNX2
Mutations
in
Cleidocranial
Dysplasia.
Genetics
and
Molecules Research 2013; 12(4): 4567-74.
22. Vojvodić D, Komar D, Žabarović D. Prosthetic Rehabilitation of a
patient with Cleidocranial dystosis: a clinical report. Acta Stomatol
Croat 2007 : 41(3) : 273-8.
23. Silva. C, Dirienzo. S,Serman. N. Cleidocranial dysplasia: a case
report. Col Dent Rev 1997: 2 :26.
24. Golan I, Baumert U, Hrala BP, Műβig D. Dentomaxillofacial
variability
of
cleidocranial
dysplasia:
clinicoradiological
presentation and systematic review. Dentomaxillofacial radiology
2003: 32: 347-54.
25. Stafne.EC. Oral radiographic diagnosis. 5th ed. Philadelphia :
W.B.Saunders Company, 1985 : 286-287.
26. Sudiono J. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta :
EGC. 2009 : 72-74.
27. Wood NK, Goaz PW. Differential diagnosis of oral and maxillofacial
Lessions. 5th ed. St. Louis : Mosby, 1997 :506-507.
28. Mundlos S. Cleidocranial dysplasia: Clinical and molecular genetic.
J med Ganet 1999: 36 : 177-82.
36
29. Glorieux FH, Bishop NJ, Plotkin H, Chabot G, Lanoue G, Travers R.
Cyclic administration of pamidronate in children with severe
osteogenesis imperfecta. N Engl J Med. 1998 ; 339 : 947-5215.
30. Toptancı IR, Çolak H, Köseoğlu S. Cleidocranial dysplasia: Etiology,
clinicoradiological presentation and management.
Journal of
Clinical and Experimental Investigations. 2012; 3 (1): 133-136.
31. Salinas, C.F., Jorgenson, R.J. Dentistry In The Interdisiplinary
Treatment of Genetic Disease. 1980. Alan R. liss inc Newyork
32. Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and
biochemical basis of genetic disease. Dalam: Thompson and
thompson genetic in medicine, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders,
2004, 229-346.
33.Chevrel
G.
Osteogenesis
imperfecta.
Didapat
dari:www.orpha.net/data/patho/GB/uk-OI.pdf ( Diunduh pada 1 Juni
2015)
34. Silverwood B. Osteogenesis imperfecta: Care and management.
Paediatric Nursing; Apr 2001; 13, 3; ProQuest Central.
35. Genetic, metabolic andother non-neoplastic bone disease.
Elsevierhealth.
36. Abukabbos H, Al-Sineedi F. Clinical manifestations and dental
management of dentinogenesis imperfecta associated with
osteogenesis imperfecta: Case report. The Saudi Dental Journal
(2013) 25, 159–165.
37. Santi T, Firman K, Abdulsalam M. Osteopetrosis. Sari Pediatri, Vol.
6, No. 2, September 2004: 97-102.
38. Butterworth C. Cleidocranial Dysplasia: Modern Concepts of
Treatment and a Report an Orthodontic Resistant Case Requiring
a Restorative Solution. Update 1999; 26: 458-462.
37
38
Download