PERANAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL PADA PERILAKU ETIS KARYAWAN DI DALAM ORGANISASI Siti Hidayah dan Haryani Email: [email protected] Dosen STIE Dharmaputra Semarang Abstrak Globalisasi yang semakin luas telah memiliki dampak negatif terhadap perilaku individu, terutama perilaku individu yang tidak etis di dalam organisasi. Globalisasi telah membuat tatanan kemanusiaan menjadi begitu kerdil, persahabatan tak dibatasi dengan sekat-sekat wilayah, pelbagai fasilitas hidup yang serba instan sehingga membuat manusia semakin pragmatis, perempuan menggugat hak-hak emansipasinya, nilai-nilai etika moral dijungkirbalikkan, dan perubahan sosial menjadi niscaya, yang kaya bisa menjadi miskin karena persaingan yang terlalu ketat dan kompetitif, yang miskin dan sederhana bisa menjadi sebaliknya jika menggunakan nalar budi luhurnya untuk terus bersaing dan berkompetisi. Sehingga dengan masalah-masalah tersebut maka dibutuhkan suatu kendali atau kontrol, khususnya kendali atau kontrol dari dalam diri individu itu sendiri atau disebut dengan locus of control internal agar perilaku-perilaku individu yang tidak etis tersebut bisa dikendalikan. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan peranan locus of control internal pada perilaku etis karyawan di dalam organisasi. Dengan peranan locus of control internal ini maka diharapkan perilaku etis karyawan di dalam organisasi bisa terbentuk dengan baik. Kata kunci: Locus of Control Internal, Perilaku Etis Karyawan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi saat ini telah memberikan dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan organisasi, baik dampak yang positif maupun dampak yang negatif. Dampak yang positif tentunya akan dapat memberikan perkembangan yang baik bagi organisasi. Namun sebaliknya, dampak yang negatif bisa memberikan perkembangan yang tidak menyenangkan bagi organisasi, terutama bagi sikap dan perilaku anggota organisasi yang tidak diharapkan. 1 Runaway World (2001 dikutip oleh Soraya Eka, 2010) berpendapat bahwa globalisasi telah menciptakan sebuah kampung dunia dengan tatanan yang beroperasi di dalamnya yang membuat dunia semakin ”lepas kendali” atau kehilangan kontrol, dan sebagainya. Globalisasi telah membuat tatanan kemanusiaan menjadi begitu kerdil, persahabatan tak dibatasi dengan sekat-sekat wilayah, pelbagai fasilitas hidup yang serba instan sehingga membuat manusia semakin pragmatis, perempuan menggugat hak-hak emansipasinya, nilai-nilai etika moral dijungkirbalikkan, dan perubahan sosial menjadi niscaya, yang kaya bisa menjadi miskin karena persaingan yang terlalu ketat dan kompetitif, yang miskin dan sederhana bisa menjadi sebaliknya jika menggunakan nalar budi luhurnya untuk terus bersaing dan berkompetisi. Sejalan dengan pendapat tersebut, maka Francis Fukuyama dalam The Great Disruption (2002 dikutip oleh Soraya Eka, 2010) menyatakan bahwa globalisasi telah menciptakan kekacauan besar dalam struktur sosial. Peran agama menjadi nihil, terjadinya dekadensi etika moral, kemiskinan semakin merajalela, banyak terjadi kriminalitas, bunuh diri akibat stres dan depresi hidup karena serba bersaing, korupsi pejabat di dunia ketiga semakin menggurita untuk menyelamatkan diri dari tuntutan hidup keluarga, dan sebagainya. Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan bahwa individu memainkan peranan penting dalam sikap dan perilaku manusia di dalam organisasi. Perilaku adalah perwujudan atau manifestasi dari karakteristik seorang individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga perilaku ini merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi individu (karyawan), khususnya perilaku etis. Hal ini disebabkan karena, interaksi antar individu di dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai etika. Pada dasarnya hal ini dapat dikatakan bahwa kesadaran semua anggota organisasi untuk bersikap dan berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan keharmonisan dalam berorganisasi. Namun demikian, hal itu tidak dapat diharapkan untuk semua orang bisa bersikap dan berperilaku etis (Arens, 2006). Perilaku etis adalah perilaku atau tindakan yang sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan yang benar dan salah atau 2 tindakan yang bermanfaat dan membahayakan (Azwar, 1998). Perilaku etis adalah perilaku yang tidak berbeda dari sesuatu yang seharusnya dilakukan (Arens, 2006). Beberapa penulis atau peneliti menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang (karyawan) bisa bersikap dan berperilaku etis, dan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi seseorang bisa bersikap dan berperilaku etis adalah locus of control. Locus of control adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya, atau dengan kata lain locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi (Rotter, 1966 dikutip oleh Prasetyo, 2002). Menurut Soraya Eka (2010) berdasarkan pendapat Brownell (1981) disebut bahwa locus of control adalah sebagai tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Dalam teori locus of control menyebutkan bahwa sikap dan perilaku karyawan dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control, khususnya internal locus of controlnya, dimana locus of control internal adalah cara pandang bahwa segala hasil yang didapat, baik atau buruk adalah karena tindakan yang berasal dari kapasitas dan faktor-faktor dalam diri mereka sendiri. Ciri dari internal locus of control adalah mereka yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam rentang kendalinya dan kemungkinan akan bersikap dan bertindak lebih etis, objektif, dan independen. Oleh karena itu, kesimpulan dari penjelasan tersebut adalah bahwa sikap dan perilaku etis individu juga dipengaruhi oleh tipe personalitas individu-individu dengan locus of control internal, yang lebih banyak berorientasi pada tugas yang dihadapinya sehingga akan meningkatkan kinerja mereka di dalam organisasi (Soraya Eka, A., 2010). Berdasarkan uraian di atas maka judul yang diambil dalam penulisan artikel ini adalah peranan locus of control internal pada perilaku etis karyawan di dalam organisasi. 3 B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa masalah dari penulisan artikel ini adalah globalisasi yang semakin luas telah memiliki dampak negatif terhadap perilaku individu, terutama perilaku individu yang tidak etis. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa globalisasi telah membuat tatanan struktur sosial di dunia menjadi lepas kendali atau tidak terkontrol, dimana etika moral yang menjadi bagian dari agama menjadi tidak penting. Sehingga dengan masalah tersebut, maka rumusan permasalahannya adalah bagaimana peranan locus of control internal pada perilaku etis karyawan di dalam organisasi? C. Tujuan Penulisan Dari dasar rumusan permasalahan di atas maka tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan dan menguraikan peranan locus of control internal pada perilaku etis karyawan di dalam organisasi. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Etis Karyawan 1. Pengertian Etika dan Perilaku Etis Karyawan Etika dalam bahasa latin berarti falsafah moral yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Menurut Barney (1992 dikutip oleh Beekun, 1997) menyatakan bahwa “Ethics may be defined as the set of moral principles that distinguish what is right from what is wrong. It is a normative field because it prescribes what one should do or abstain from doing”. Sedangkan etika menurut Beekun (1997) adalah studi yang bersifat normatif sebab etika menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan seseorang dan apa yang seharusnya tidak dilakukan seseorang. Etika yang berisi tentang nilai-nilai dan moral pribadi perorangan serta konteks sosial ini menentukan apakah suatu perilaku tertentu dianggap sebagai perilaku yang etis atau tidak etis. Menurut Azwar (1998) perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakantindakan yang benar dan baik atau tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. 4 Perilaku etis ini dapat menentukan kualitas individu (karyawan) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diperoleh dari luar yang dikemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Pengaruh Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi yang lain. Dengan demikian budaya organisasi adalah nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi yag diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku pada organisasi. b. Kondisi Politik Kondisi politik merupakan rangkaian asas atau prinsip, keadaan, jalan, cara atau alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Pencapaian itu dipengaruhi oleh sikap dan perilaku individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya. c. Perekonomian Perekonomian global merupakan kajian tentang pengurusan sumber daya materian individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Perekonomian global merupakan suatu ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi. Sebagian besar perusahaan memiliki kode etik untuk mendorong para karyawan bersikap dan berperilaku secara etis. Namun, kode etik saja belum cukup sehingga pihak pemilik dan manajer perusahaan harus menetapkan standar etika yang tinggi agar tercipta lingkungan pengendalian yang efektif dan efisien. Menurut Arens (2006) ada dua pendekatan yang paling umum untuk membentuk komitmen terhadap praktek bisnis yang etis adalah: a. Menerapkan Kode Etik Tertulis Banyak perusahaan menuliskan kode etik tertulis yang secara formal menyatakan keinginan mereka melakukan bisnis dengan sikap dan perilaku yang etis. Jumlah perusahaan seperti itu meningkat secara pesat dalam kurun 5 waktu tiga dasawarsa terakhir ini, dan kini hampir semua korporasi besar telah memiliki kode etik tertulis. b. Memberlakukan Program Etika Banyak contoh mengemukakan bahwa tanggapan etis dapat dipelajari berdasarkan pengalaman. Sebagian besar analisis setuju bahwa walaupun sekolah-sekolah bisnis harus tetap mengajarkan masalah-masalah etika di lingkungan kerja, namun perusahaanlah yang bertanggung jawab penuh dalam mendidik para karyawannya. 2. Prinsip-prinsip Etis Menurut Arens (2006) terdapat beberapa prinsip etis dalam bersikap dan berperilaku, antara lain: a. Tanggung jawab Dalam mengemban tanggungjawabnya sebagai profesional, para anggota organisasi harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktifitas mereka. b. Kepentingan Publik Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, serta menunjukkan komitmennya dan profesionalnya. c. Integritas Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat integritas tinggi. d. Objektivitas dan Independensi Anggota harus mempertahankan objektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. e. Keseksamaan Anggota harus mempertahankan standar teknis dan etis profesi, terus berusaha keras meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta melaksanakan tanggung jawab profesional serta sesuai dengan kemampuan terbaiknya. 6 f. Ruang Lingkup dan Sifat Jasa Anggota harus memperhatikan prinsip-prinsip Kode Etik Profesional dalam menentukan ruang lingkup dan sifat jasa yang akan disediakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku etis individu (karyawan) bisa dilihat dari beberapa prinsip, yakni: prinsip tanggungjawab, prinsip kepentingan publik, prinsip integritas, prinsip objektivitas dan independensi, prinsip keseksamaan, serta prinsip ruang lingkup dan sifat jasa. 3. Penyebab Perilaku Tidak Etis Dalam kehidupan berorganisasi, perilaku etis sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena, interaksi antar individu di dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai etika. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa kesadaran semua anggota organisasi untuk bersikap dan berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan keharmonisan dalam berorganisasi. Namun demikian, semuanya itu tidak bisa diharapkan bahwa semua orang dapat berperilaku etis (Arens, 2006). Selanjutnya, Arens (2006) menyebutkan bahwa, terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang bersikap dan berperilaku tidak etis, yaitu: a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. b. Orang tersebut secara sengaja bersikap dan bertindak tidak etis untuk keuntungan sendiri. Dorongan orang untuk bersikap dan berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikumandangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuan. Menurut Arens (2006) rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut: 1) Semua orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama 2) Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. 3) Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya tidak diketahui orang lain serta yang harus di tanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. 7 B. Locus of Control Internal 1. Pengertian Locus of Control Internal Rotter (1966) yang dikutip oleh Prasetyo (2002) menyatakan bahwa Locus of Control merupakan ”generalized belief that a person can or cannot his own destiny” atau cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak dapat mengendalikan sikap dan perilaku yang terjadi padanya. Konsep Locus of Control pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966) yang dikutip oleh Prasetyo (2002) berdasarkan pendekatan Social Learning Theory. Menurut Rotter konsep Locus of Control adalah bagian dari Social Learning Theory yang menyangkut kepribadian dan mewakili harapan umum mengenai masalah faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pujian dan hukuman terhadap kehidupan seseorang. Brownell (1981) yang dikutip oleh Soraya Eka (2010) menulis tentang pendapat Rotter dalam papernya yang mendefinisikan Locus of Control adalah sebagai tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Sedangkan Kustini (2004) mendefinisikan Locus of Control mengarah pada kemampuan seseorang individu dalam mempengaruhi kejadian yang berhubungan dengan hidupnya. Selanjutnya, Locus of Control itu sendiri dibagi menjadi 2, dan salah satunya adalah Locus of Control internal. Locus of Control internal adalah keyakinan seseorang bahwa didalam dirinya tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung. Individu seperti ini memiliki etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam kesulitan baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjannya. Meskipun ada perasaan khawatir dalam dirinya tetapi perasaan tersebut relatif kecil dibanding dengan semangat serta keberadaannya untuk menentang dirinya sendiri sehingga orang-orang seperti ini tidak pernah ingin melarikan diri dari tiap-tiap masalah dalam bekerja (Lee, 1990 dikutip oleh Soraya Eka, 2010). Menurut Lee yang dikutip oleh Soraya Eka (2010) mengatakan bahwa individu dengan Locus of Control internal akan memiliki pemikiran yang lebih sehat dan lebih banyak terlibat dengan lingkungan sekitarnya (dalam Soraya Eka, 8 2010). Literatur dan penelitian empiris terdahulu menyimpulkan bahwa internal Locus of Control memiliki sikap dan perilaku yang lebih etis di dalam kehidupan organisasi. Namun perlu diketahui bahwa setiap orang memiliki Locus of Control tertentu yang berada diantara dua locus of control baik internal maupun eksternal, akan tetapi secara teori dan yang terjadi dilapangan bahwa Locus of Control memungkinkan sikap dan perilaku karyawan apabila dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik internal Locus of Controlnya. 2. Karakteristik Locus of Control Internal Menurut Crider (1983) yang dikutip oleh Soraya Eka (2010) menyebutkan bahwa karakteristik Locus of Control internal adalah sebagai berikut: a. Suka bekerja keras b. Memiliki inisiatif yang tinggi c. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah d. Selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa karakteristik-karakteristik tersebut adalah penting dalam mengukur Locus of Control internal bagi individu (karyawan) di dalam organisasi. PEMBAHASAN Peranan Locus of Control Internal Pada Perilaku Etis Karyawan di dalam Organisasi Di dalam teori locus of control menyebutkan bahwa sikap dan perilaku karyawan dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control, khususnya internal locus of controlnya, dimana locus of control internal adalah cara pandang bahwa segala hasil yang didapat, baik atau buruk adalah karena tindakan yang berasal dari kapasitas dan faktor-faktor dalam diri mereka sendiri. Ciri dari internal locus of control adalah mereka yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam rentang kendalinya dan kemungkinan akan bersikap dan bertindak lebih etis, objektif, dan independen. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa sikap dan perilaku etis individu juga 9 dipengaruhi oleh tipe personalitas individu-individu dengan locus of control internal, yang lebih banyak berorientasi pada tugas yang dihadapinya sehingga akan meningkatkan kinerja mereka di dalam organisasi (Soraya Eka, A., 2010). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa locus of control internal memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan perilaku etis individu di dalam organisasi. Hal ini bisa ditunjukkan bahwa dengan locus of control internal yang semakin kuat maka sikap dan perilaku individu (karyawan) semakin etis. Karena dengan locus of control internal yang meliputi kerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah, selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin, dan selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan apabila ingin mencapai keberhasilan, ternyata bisa memberikan dukungan besar terhadap keputusan etis atau tindakan etis karyawan. Dengan locus of control internal tersebut, maka karyawan diharapkan bisa semakin bertanggungjawab dalam aktivitasnya, semakin bisa menunjukkan komitmen kerjanya, semakin memiliki integritas tinggi terhadap organisasinya, semakin objektif dan independen dalam menghadapi konflik kepentingannya, semakin berusaha keras untuk meningkatkan kompetensinya, dan semakin memperhatikan prinsip-prinsip kode etik perilaku profesionalnya (Rotter, 1966 dikutip oleh Prasetyo, 2002). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peranan locus of control internal pada sikap dan perilaku etis karyawan adalah sangat diperlukan karena hal ini penting bagi peningkatan sikap dan perilaku etis karyawan. KESIMPULAN Dari penjelasan dan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa globalisasi yang semakin luas yang telah memberikan dampak negatif terhadap perilaku individu, terutama perilaku individu yang tidak etis bisa dikendalikan atau dikontrol dengan locus of control internal individu (karyawan). Dengan locus of control internal tersebut, maka individu (karyawan) diharapkan bisa semakin bertanggungjawab dalam aktivitasnya, semakin bisa menunjukkan komitmen kerjanya, semakin memiliki integritas tinggi terhadap organisasinya, semakin 10 objektif dan independen dalam menghadapi konflik kepentingannya, semakin berusaha keras untuk meningkatkan kompetensinya, dan semakin memperhatikan prinsip-prinsip kode etik perilaku profesionalnya. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S., 1998. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Arens, Alvin, A., 2006. Auditing. Prentice Hall. Inc. Englewood. Clift. Beekun, Rafik I., 1997. Islamic Business Ethics. International Institute of Islamic Thought. Virginia, USA. Kustini, Suharyadi, 2004. Analisis Pengaruh Locus of Control, Orientasi Tujuan Pembelajaran dan Lingkungan Kerja Terhadap Self Efficiency Dan Transfer Pelatihan. Jurnal Ventura, Vol.7, No.1 Prasetyo, Puji, 2002. Pengaruh Locus of Control Terhadap Hubungan Antara Ketidakpastian Lingkungan Dengan Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.5, No.1 Soraya Eka A., 2010. Analisis Pengaruh Locus of Control Terhadap Kinerja Dengan Etika Kerja Islam Sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Karyawan Tetap Bank Jateng Semarang). Skripsi, UNDIP Semarang. 11