UPAYA GURU DALAM PENGEMBANGAN

advertisement
UPAYA GURU DALAM PENGEMBANGAN LITERASI INFORMASI
SISWA PADA MATA PELAJARAN PAI
(Studi Kasus di SMPN 27 Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Nur Fauziah
1110011000010
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
ABSTRAK
Nur Fauziah, 1110011000010, Upaya Guru dalam Pengembangan Literasi
Informasi Siswa pada Mata Pelajaran PAI Studi Kasus di SMPN 27 Jakarta.
Skripsi : Program Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.
Penelitian ini berfokus pada literasi informasi siswa dalam proses
pembelajaran.
Permasalahan
yang
diungkap
adalah
guru
tidak
dapat
mempersiapkan muridnya untuk menjadi seorang yang literate terhadap informasi
jika mereka sendiri tidak mengerti bagaimana menemukan dan menggunakan
informasi untuk itu guru dituntut harus melek informasi. Sehingga tujuan dari
penelitian ini adalah menggambarkan bagaimana kemampuan literasi informasi
guru dan bagaimana upaya guru agar dapat menjadikan siswa nya menjadi
individu yang literate terhadap informasi.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan desain
deskriptif. Literasi informasi dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek yaitu,
menyadari kebutuhan informasi, akses informasi dan pemanfaatan informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi informasi siswa masih harus
dikembangkan. Dari aspek kesadaran akan kebutuhan informasi siswa SMPN 27
Jakarta sudah baik. Hal ini dikarenakan mereka menyesuaikan antara peran yang
mereka jalani sebagai siswa dan terus mengembangkan diri dalam rangka
meningkatkan kemampuan literasi informasinya. Dari segi penelusuran informasi,
kemampuan siswa masih dalam tahap pengembangan. Perkembangan teknologi
informasi menuntut kemampuan yang lebih dalam melakukan penelusuran
informasi. Selain itu pemanfaatan perpustakaan juga harus lebih ditingkatkan
bukan hanya mengandalkan pencarian informasi melalui internet. Dari segi
pemanfaatan informasi siswa sudah baik, hal ini dapat dilihat bagaimana siswa
membuat karya ilmiah atau tugas-tugas sekolah secara mandiri. Secara
keseluruhan literasi informasi yang dimiliki siswa sudah baik hanya perlu
beberapa pengembangan. Kolaborasi antara guru dan komunitas sekolah lainnya
juga perlu diwujudkan secara baik karena dari penelitian ini menunjukkan guru,
i
pustakawan dan sekolah belum maksimal bekerjasama dalam membangun
generasi yang melek informasi.
Keyword
:Literasi
Informasi
(Information
(Information Literate)
ii
Literacy),
Melek
Informasi
ABSTRACT
Nur Fauziah, 1110011000010, Effort Teacher in Student Information Literacy
Development in Subjects PAI Case Study in SMPN 27 Jakarta. Thesis: Bachelor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta in 2015.
This study focuses on the information literacy of students in the learning
process. Problems that can not be disclosed are teachers prepare students to
become a literate to information if they themselves do not understand how to find
and use information for the teachers are required to be literate information. So the
purpose of this study is to describe how the information literacy skills of teachers
and how the efforts of teachers in order to make his students become literate
individuals to information.
This study used a qualitative approach with descriptive design. Information
literacy seen in this study of three aspects, namely, realizing the need of
information, access to information and use of information.
The results showed that students' information literacy yet to be developed.
From the aspect of awareness of the information needs of students of SMPN 27
Jakarta has been good. This is because they match the role in which they live as
students and continue to develop themselves in order to improve their information
literacy skills. In terms of information retrieval, the ability of students are still in
the development stage. The development of information technologies require a
greater ability to surf the information. Besides the use of the library should also be
enhanced not just rely on the information search through the internet. In terms of
utilization of information students are good, it can be seen how students make
scientific work or school tasks independently. Overall the information literacy of
the students had either just needs some development. Collaboration between
teachers and other school community also needs to be realized as well as from this
study showed teachers, librarians and school have not been up to cooperate in
building a literate generation information.
Keyword: Information Literacy (Information Literacy), Information Literacy
(Information Literate)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala.
Yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam sebagai panutan dan suri tauladan bagi umatnya
yang telah membimbing untuk menempuh jalan yang benar guna meraih kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar kesarjanaan Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Namun banyak pihak yan membimbing dan membantu dalam proses penulisan
skripsi ini, tanpa dukungan mereka rasanya mustahil penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan rasa hormat penulis sampaikan
kepada :
1. Keluarga tercinta terutama kedua orangtua, Ayahanda H. Liyas, SH, MH dan
Ibunda
Hj. Maemunah, S.Pd.I yang tak hentinya selalu bersabar serta memberikan
dorongan dan motivasi dalam mendidik dan mengajari dengan tulus sekaligus
memberi semangat dan doa untuk penulis. Penulis persembahkan skripsi ini untuk
kalian.
2. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta staff nya yang telah memberikan kesempatan dan
pelayanan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di kampus UIN Jakarta.
3. Dra. Nurlena Rifai, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan penulis untuk
menyelesaikan studi di kampus UIN Jakarta.
iii
4. Bapak Dr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam dan Ibu Marhamah Saleh, Lc, MA, selaku sekretaris Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta .
5. Bapak Ahmad Irfan Mufid, MA selaku dosen akademik yang telah banyak
memberikan pengarahan dalam menjalankan perkuliahan dari awal sampai di akhir
perkuliahan.
6. Desen Pembimbing skripsi Yudhi Munadi, M.Ag yang senantiasa memberikan
bimbingan, dan arahan yang bermanfaat serta motivasi yang membangun kepada
penulis selama proses penyusunan skripsi.
7. Seluruh dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya kepada dosen PAI
beserta staf-stafnya yang telah banyak membantu.
8. Pimpinan perpustakaan fakultas tarbiyah dan perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu pelayanan fasilitas buku-buku
demi terselesaikannya skripsi ini.
9. Ibu kepala sekolah SMPN 27 Jakarta Helia Askarina, S.Si yang telah mengizinkan
melakukan penelitian dan observasi dengan pelayanan yang sangat baik.
10. Segenap guru-guru PAI SMPN 27 Jakarta yang telah sabar dan ikhlas dalam
membantu penelitian skripsi ini.
11. Kakakku, Muhammad Zaki, SH dan adik-adikku Lia Kamaliah dan Muhammad
Akrom Fahmi karena kalian yang menjadi motivator untukku agar selalu
memberikan yang terbaik.
12. Sahabat-sahabat seperjuangan Eva Fauziyah, Fitri Handayani, Reni Anggraeni,
Debi Utami Rizki, Widya Rafika, Maisaroh dan seluruh sahabat PAI 2010
Khususnya PAI kelas A, karena kalian yang selalu menjadi tempat bertukar fikiran
dalam penulisan skripsi ini, dan juga pengalaman bersama kalian yang tak akan
pernah terlupakan.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kritik dan saran secara
iv
konstruktif diharapkan penulis untuk mengevaluasi laporan penelitian ini agar lebih
baik lagi. Penulis berharap agar skripsi ini menjadi kebutuhan serta menambah
pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, 11 Februari 2015
Penulis
Nur Fauziah
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK ..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ..............................................................................5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................5
D. Perumusan Masalah ..............................................................................5
E. Tujuan dan Kegunan Penelitian.............................................................5
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Upaya.....................................................................................................7
1. Pengertian.................................................................................................7
2. Jenis-Jenis Upaya.....................................................................................7
B. Guru ......................................................................................................9
1. Pengertian Guru...............................................................................9
C. Literasi Informasi ................................................................................12
1. Pengertian Literasi Informasi ........................................................12
2. Ciri Orang yang Memiliki Literasi Informasi ...............................16
3. Model Literasi Informasi ...............................................................16
D. Pendidikan Agama Islam ....................................................................19
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................................19
vi
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ..................................................21
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah ................................24
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ....................................25
D. Hasil Penelitian yang Relevan.............................................................28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................29
B. Latar Penelitian ...................................................................................29
C. Metode Penelitian ................................................................................30
D. Pendekatan...........................................................................................31
E. Informan...............................................................................................31
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................32
G. Pengecekan Keabsahan Data ...............................................................35
H. Teknik Analisis Data............................................................................37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pemahaman Guru tentang Konsep Literasi Informasi........................39
B. Upaya Guru dalam Mengembangkan Literasi Informasi Siswa.........43
C. Penerapan Literasi Informasi dalam Proses Pembelajaran.................54
D. Peran Guru dalam Mengembangkan Literasi Informasi.....................57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................59
B. Saran ...................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel Model Literasi Informasi The Big6
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Format Pengamatan Observasi Literasi Informasi
Lampiran 2
Pedoman Wawancara
Lampiran 3
Pengkodingan Data
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia berkualitas merupakan faktor penting dalam
meningkatkan taraf kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan masyarakat Indonesia
yang berkualitas tinggi amat berkaitan erat dengan pendidikan. Pemerintah telah
berupaya memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang
diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1
Dalam konsep pembelajaran, cara belajar yang baik adalah mengarahkan dan
mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan memperluas materi secara
mandiri melalui diskusi, observasi, studi literatur dan studi dokumentasi, serta
cara belajar yang dapat menumbuhkan dan memupuk motivasi internal peserta
didik untuk belajar lebih jauh dan lebih dalam.2 Hal ini diungkapkan dalam salah
satu pilar pendidikan yang menyatakan bahwa proses pembelajaran harus mampu
mengajarkan kepada peserta didik/siswa “learning how to learn” (belajar
bagaimana cara belajar).
Pendidik dalam hal ini adalah guru harus memiliki kemampuan
mengidentifikasi,
menemukan,
mengevaluasi,
menyusun,
menciptakan,
menggunakan dan mengkomunikasikan informasi kepada orang lain untuk
menyelesaikan dan mencari jalan keluar terhadap suatu masalah. Bila seorang
1
Sudarsono, Blasius, et. Al. (2009) Literasi Informasi: Pengantar untuk Perpustakaan
Sekolah, Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
2
Fitrihana, Noor, 2009. Peningkatan Kompetensi Literasi Informasi di Internet.
http://batikyogya.wordpress.com/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2014 jam 09.12
1
2
guru memiliki kemampuan tersebut barulah dikatakan memiliki literasi informasi.
Untuk itu dibutuhkan suatu pembelajaran agar dapat mengembangkan
keterampilan ini karena kebutuhan untuk menggunakan informasi adalah
kebutuhan setiap lapisan masyarakat, baik rumah, tempat kerja, perguruan tinggi
tidak terkecuali sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang dapat mengembangkan
sumber daya manusia, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam membangun
masyarakat yang berkualitas. Oleh karena peran sekolah yang begitu penting,
maka harus diimbangi dengan kualitas tenaga pengajar (guru) yang baik, yaitu
guru yang dapat berinteraksi secara sinergis dengan siswa, dapat dengan aktif
mengantisipasi
perkembangan
pengetahuan,
mempunyai
keahlian
dan
kemampuan dalam mengakses ilmu pengetahuan dan melakukan penelitian serta
kerjasama ilmiah.
Dalam laporan seminar American Library Association (ALA) tahun 1989
disebutkan bahwa untuk dapat mencetak masyarakat yang literate terhadap
informasi, hal yang dapat dilakukan adalah mengintegrasikan konsep literasi
informasi sebagai satu program dalam kegiatan belajar di sekolah dan perguruan
tinggi. Untuk dapat mewujudkan integrasi literasi informasi dan kegaiatan belajar
mengajar perlu adanya upaya dari guru dan pustakawan. Guru dan Pustakawan
dituntut untuk dapat berkolaborasi sehingga dapat mewujudkan tujuan dari literasi
informasi yaitu menjadi pembelajar seumur hidup. Peran guru dalam mewujudkan
literasi informasi sangat penting karena mereka harus dapat mentransfer konsep
literasi informasi kepada peserta didiknya. Guru juga harus dipersiapkan untuk
mengajari siswa bagaimana untuk menjadi individu yang kritis, individu yang
penuh rasa ingin tahu, pencipta dan pengguna informasi yang baik. Oleh karena
itu, guru harus dapat membimbing siswanya bagaimana belajar mencari informasi
dengan sumber-sumber yang ada dan menentukan keabsahan dari sekian banyak
informasi dalam proses memecahkan masalah.
Informasi merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
karena dengan adanya informasi kita dapat mengambil keputusan secara tepat.
Informasi berkembang diikuti oleh berkembangnya teknologi komputer dan
3
telekomunikasi. Informasi yang ada tidak hanya dalam bentuk tercetak seperti
buku, surat kabar, majalah tetapi juga dalam bentuk elektronik seperti internet,
pangkalan data dan sebagainya.
Berkembangnya informasi seperti sekarang ini menyebabkan terjadinya
ledakan informasi (information explosion) yang tidak bisa dihindarkan. Hal
tersebut sangat wajar mengingat banyaknya informasi yang tersedia baik tertulis,
terekam maupun digital yang setiap saat bertambah yang beredar dikalangan
masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, masyarakat secara potensial dapat terjebak dalam jutaan
informasi yang terus bertambah dan semakin kompleks. Untuk mencegahnya,
setiap orang harus memiliki kemampuan dalam mencari, menggunakan, dan
mengevaluasi informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efesien serta dapat
mengembangkannya menjadi pengetahuan baru. Kemampuan ini lebih dikenal
dengan istilah information literacy yang dalam bahasa indonesia lebih dikenal
dengan literasi informasi atau melek informasi. The Southern Association of
Collage and Schools mendefinisikan literasi informasi sebagai kemampuan
menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi untuk menjadi pelajar
sepanjang hayat dan mandiri.3 Dan jelaslah bahwa dengan memiliki litersi
informasi kita memiliki kemudahan-kemudahan dalam melakukan berbagai hal
yang berhubungan dengan kegiatan informasi. Literasi informasi bermanfaat
dalam persaingan di era globalisasi informasi sehingga pintar saja tidak cukup
tetapi yang utama adalah kemampuan dalam belajar terus-menerus.
Peserta didik dalam hal ini siswa
diharapkan memperoleh keterampilan
literasi informasi, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
menyelesaikan masalah, serta pada gilirannya menambah motivasi untuk belajar.
Keterampilan mencari dan menemukan informasi menjadi faktor pendukung dan
semacam fasilitas untuk belajar secara lebih aktif dan efisien. Seseorang yang
sudah melek informasi dianggap akan mampu menjelajahi lautan dan belantara
informasi yang semakin lama semakin luas dan rumit, baik yang menggunakan
3
Ida Farida dkk, Information Literacy Skills: Dasar Pembelajaran Seumur Hidup, (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2005), h. 30
4
sumber-sumber tercetak maupun yang elektronik. Program penguasaan literasi
informasi dianggap dapat menciptakan keberaksaraan yang berbasis keterampilan
(skills-based literacy). Termasuk di dalam keterampilan ini adalah kemampuan
mencari informasi, memilih sumber informasi secara cerdas, menilai dan
memilah-milih sumber informasi, menggunakan serta menyajikan informasi
secara etis.4
Dalam pembelajaran, siswa menggunakan asas pendidikan dan teori belajar
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan
proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru atau pendidik,
sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa.5 Begitu juga dengan
adanya pendidikan agama Islam, upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, dan saling
menghormati.6 Serta usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa memahami ajaran Islam secara menyeluruh, yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pedoman hidup.
Pendidikan Agama Islam pada dasarnya bertujuan untuk membantu melatih
pola pikir siswa agar dapat memecahkan masalah dengan kritis, logis, cermat dan
tepat. Pada dasarnya anak mulai belajar yang konkrit, untuk memahami konsep
abstrak, anak memerlukan informasi sebagai perantara atau visualisasinya.
Konsep abstrak ini dicapai melalui tingkatan belajar yang berbeda. Pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
dengan
menggunakan
konsep
abstrak
akan
menimbulkan kesulitan bagi siswa sehingga siswa sulit membayangkan bentuk
konkrit di dalam pembelajaran. Hal ini banyak dialami peserta didik di sekolah.
Oleh sebab itu, perlu adanya sebuah kemampuan mencari informasi dan memilahmilih informasi tersebut agar siswa tidak salah persepsi.
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi. Adapun judul yang akan diangkat
4
Webber Johnston, “As we may think: Information Literacy as a discipline for thr
information age” Research strategies, 20 (3), 108-121 (2006)
5
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 61
6
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke 2, hal 130
5
dalam penulisan skripsi ini adalah “Upaya Guru dalam Pengembangan Literasi
Informasi Siswa pada Mata Pelajaran PAI”.
B. Identifikasi Masalah
1. Guru/pendidik kurang memahami tentang konsep literasi informasi
2. Kurangnya pelatihan untuk siswa dalam mengembangkan literasi
informasi
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi masalah pada upaya yang
dilakukan oleh guru dalam mengembangkan literasi informasi siswa pada
mata pelajaran PAI
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Sejauh mana pemahaman guru terhadap konsep literasi informasi?
2. Bagaimana upaya guru tersebut dalama mengembangkan literasi informasi
siswa pada mata pelajaran PAI?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru terhadap konsep
literasi informasi
b. Untuk mengetahui upaya guru dalam mengembangkan literasi
informasi siswa pada mata pelajaran PAI
2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi Sekolah penelitian ini kiranya dapat dijadikan salah satu sarana
monitoring dan evaluasi, untuk membantu mengembangkan literasi
informasi siswa, khususnya pada mata pelajaran PAI
6
b. Sebagai sumbangan informasi dan evaluasi yang nantinya dapat
dijadikan sebagai bahan percontohan terhadap lembaga pendidikan
formal, maupun non formal lainnya, baik skala mikro maupun makro
dalam hal pengembangan literasi informasi sebagai sumber dalam
pembelajaran.
c. Dari hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan untuk bahan
penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Upaya
1. Pengertian Upaya
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata upaya berarti usaha,
ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari
jalan keluar, dsb).1
Menurut Soeharto “Upaya adalah aspek yang dinamis dalam
kedudukan (status) terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan
suatu upaya”. Upaya dijelaskan sebagai usaha (syarat) suatu cara, juga
dapat dimaksud sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis,
terencana dan terarah untuk menjaga sesuatu hal agar tidak meluas atau
timbul.
Adapun yang dimaksudkan upaya disini adalah upaya informan
selaku guru untuk mencoba dan mencari cara terbaik dan bermanfaat
agar dapat mengembangkan literasi informasi siswa SMPN 27 Jakarta
pada mata pelajaran PAI.
2. Jenis-Jenis Upaya
a. Upaya preventif memiliki konotasi negatif yaitu sesuatu masalah atau
suatu hal yang berusaha untuk dicegah. Adapun sesuatu yang
dimaksud itu mengandung bahaya baik bagi lingkup personal, maupun
global.
Dalam lingkup pendidikan masalah yang dimaksud adalah
berbagai hal yang dapat menghambat perkembangan pendidikan baik
1
Hasan, Alwi. Et.al, (ed.), “upaya”. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007). Ed. 3, Cet. Ke-4, hal. 1250.
7
8
itu dari siswa, guru, kepala sekolah dan unsur – unsur yang yang
terkait didalamnya.
b. Upaya preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan kondisi
yang telah kondusif atau baik, jangan sampai terjadi keadaan yang
tidak yang baik.
c. Upaya kuratif, adalah upaya yang bertujuan untuk membimbing siswa
kembali kepada jalur yang semula, dari yang mulanya menjadi siswa
bermasalah menjadi siswa yang bias menyelesaikan masalah dan
terbebas dari masalah. Upaya ini juga berusaha untuk membangun
rasa kepercayaan diri siswa agar bias bersosialisasi dengan
lingkungannya.
d. Upaya adaptasi adalah upaya yang berusaha untuk membantu
terciptanya penyesuaian antara siswa dan lingkungannya sehingga
dapat timbul kesesuaian antara pribadi siswa dan sekolah. Upaya –
upaya tersebut dapat juga dilakukan dalam mengahadapi maraknya
penyebaran ajaran islam sempalan, pada siswa. Pada suatu daerah
yang masyarakatnya pernah terpengaruh ajaran islam sempalan ini
misalnya, maka gabungan antara kelima upaya diatas efektif sekali
untuk dilakukan. Jika upaya preventif gagal dilaksanakan, maka
langkah selanjutnya adalah pelaksanaan, maka langkah selanjutnya
adalah pelaksanaan upaya kuratif sebagai langkah awal penyembuhan.
Pembinaan kembali suatu masyarakat atau individu menjadi individu
yang memiliki rasa percaya diri dan sosialisasi yang tinggi adalah
merupakan suatu upaya yang berat.
Oleh sebab itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak antara
lain, keluaraga, guru, pustakawan, teman sejawat dan komunitas
lainnya
dalam
selanjutnya.
melaksanakan
upaya
koretif
dan
preservatif
9
B. Guru
1. Pengertian Guru
Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya
dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian
ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat
dalam firman-Nya berikut ini:
         
   
        
Artinya: “Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayatayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al
Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana”.(QS. Al-Baqarah: 129)2
Ayat di atas dapat dipahami bahwa umat Islam dianjurkan untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjadi seorang guru kepada orang
lain atau siswa, mendidiknya dengan akhlak Islam dan membentuknya
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW diutus olah Allah ke muka bumi dengan
tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman
dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus
untuk mengenal Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya
dengan sunggguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk menjadi
seorang guru yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan
melurusknnya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah.
2
Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2009), h. 20
10
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan
tugasnya sebagai makhluk Allah SWT, khalifah dipermukaan bumi,
sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri
sendiri.3
Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru.
Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya. Bedanya, istilah guru
seringkali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik
dipakai di lingkungan formal, informal dan nonformal.
Menurut Zakiah Darajat, “Guru adalah pendidik profesional, karena
secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang
tua”.4
Manurut Ahmad Tafsir, “Guru adalah pendidik yang memegang
mata pelajaran di sekolah”.5 Sementara itu, Moh. Uzer memandang guru
sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai
guru. Untuk mejadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai
guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan
pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina
dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan
penjabatan.6
Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru
adalah:
denga
(1) seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi
tujuan
untuk
memandu
dan
menunjukkan
pengalaman
pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik
3
H. Ihsan Hamdani, H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2001), h. 93
4
Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8,
h. 39
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 20070, Cet. VII, h. 75
6
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001), Edisi kedua, h. 5
11
negeri maupun swasta. (2) Seseorang yang karena kekayaan/pengalaman
luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu
mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain
yang mengadakan kontrak dengannya. (3) Seseorang yang dilengkapi
dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru
dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah
penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.7
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1
yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud
dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya
dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik
kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk
setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.8
Dari pengertian di atas walaupun redaksinya berbeda, namun
mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar
pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi
jug merupakan tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik
kompetensi, yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek
afektif dan psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara
utuh sebagai manusia yang berkepribadian utuh agar maksud mendidik
untuk mengantarkan peserta didk menuju kedewasaan dapat tercapai.
Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didk agar mereka
7
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), Cet. III, h. 6
8
E. Mulyasa, “Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h.
246
12
memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan kompetensi yang
diinginkan melalui proses belajar tersebut.
C. Literasi Informasi
1. Pengertian Literasi Informasi
Literasi Informasi pertama kali ditemukan oleh pemimpin American
Information Industry Association Paul G. Zurkowski pada tahun 1974
dalam proposalnya yang ditujukan kepada The National Commission on
Libraries and Information Science (NCLIS) di Amerika Serikat. Menurut
Zurkowski “seorang pekerja memerlukan kemampuan khusus untuk
menggunakan beraneka ragam sumber informasi dalam melaksanakan
tugasnya”. Orang yang memiliki kemampuan inilah yang disebut sebagai
orang yang information literate. Pendapat ini menjadikan pustakawan
dan pendidik juga mulai sadar akan pentingnya literasi informasi bagi
kalangan masyarakat umum. Hal ini terkait erat dengan bagaimana
masyarakat menggunakan perpustakaan dan beragam sumber informasi
lainnya. Perlu ditekankan bahwa keberadaan perpustakaan di negara
maju sudah dianggap sebagai suatu organisasi pengetahuan masa depan.9
Pengertian Literasi Informasi secara umum adalah kemelekan atau
keberaksaan informasi. Menurut kamus bahasa inggris pengertian
literacy adalah kemelekan huruf atau kemampuan membaca dan
information adalah informasi. Maka literasi informasi adalah kemelekan
terhadap informasi.10 Walaupun istilah literasi belum begitu familiar dan
menjadi istilah yang asing di kalangan masyarakat. Seseorang dikatakan
melek informasi berarti literat terhadap informasi.
Seseorang harus mempunyai kemampuan literasi informasi agar
tidak terjebak oleh jutaan informasi di era informasi yang sangat
9
Blasius Sudarsono, Literasi Informasi (Information Litercy): Pengantar untuk
Perpustakaan Sekolah, (Jakarta: Perpustakaan Nasional ri, 2007), h. 10
10
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia = An English-Indonesia
Dictinor, (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 361
13
berkembang saat ini. Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah
ayat 1-5 yang berbunyi:
 

         
 
 
      
     
              
            
Artinya: “Alif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada
mereka dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur’an)
yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung” (Q.S. Al Baqarah : 1-5)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kita sebagai seorang hamba Allah
SWT harus berusaha untuk terus belajar dan mempunyai kemampuan
untuk mengetahui segala sesuatu agar kita tidak salah dalam menjalani
kehidupan ini.
Di Indonesia Information Literacy diterjemahkan dengan Literasi
Informasi atau melek informasi. Makna literasi, kini mencakup hal yang
amat luas seperti berfikir, membaca, menulis, berbicara dan mendengar
tentang pengetahuan yang kontekstual dengan kehidupan sehari-hari.
Sedangkan informasi sendiri diartikan sebagai kumpulan data yang diatur
dan disajikan dalam bermacam-macam bentuk sehingga memiliki makna
bagi si penerima informasi.
The Southern Association of Colleges and School mendefinisikan
literasi informasi sebagai kemampuan menemukan, mengevaluasi, dan
14
menggunakan informasi untuk menjadi pelajar sepanjang hayat yang
mandiri.11
Sedangkan menurut ACRL (Academic College of Research
Libraries) litersi informasi didefinisikan sebagai berikut:
a.
Kemampuan dalam mengetahui kapan informasi dibutuhkan
b.
Kemampuan dalam mengakses informasi secara efektif dan efesien
dan menggunakannya sesuai dengan tujuannya.
c.
Kemampuan dalam mengevaluasi informasi.
d.
Kemampuan dalam mengembangkan dasar pengetahuan.
e.
Kemampuan dalam menggunakan informasi secara efektif untuk
tujuan khusus dengan segala kesadaran ekonomis, legal dan berbagai
isu sosial yang melingkupi penggunaan informasi.
f.
Kemampuan dalam mengakses dan menggunakan informasi menurut
norma etika dan kesyahan.12
Sebagian pakar lainnya mendefinisikan literasi informasi adalah
kemampuan orang dalam:
a.
Kemampuan
mengakses
informasi.
Yang
dimaksud
dengan
kemampuan orang dalam mengakses literasi informasi adalah
mencakup hal-hal berikut:
1) Kemampuan
untuk
mengetahui
atau
mengidentifikasikan
kebutuhan terhadap kebutuhan informasi
2) Kemampuan
dalam
mengetahui
bahwa
keakuratan
dan
kelengkapan informasi adalah dasar untuk membuat keputusan
yang cerdas
3) Kemampuan dalam menginformasikan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan pada kebutuhan bagi informasi
4) Kebutuhan dalam mengidentifikasi sumber-sumber informasi
yang berpotensi
11
Ida Farida dkk, Information Literacy Skills: Dasar Pembelajaran Seumur Hidup,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 30
12
Ibid, h. 30-31
15
5) Kemampuan
dalam
mengembangkan
berbagai
strategi
penelususran secara sukses
6) Kemampuan dalam mengakses informasi baik yang bersumber
cetakan maupun teknologi (dalam bentuk elektronik)
b.
Kemampuan dalam mengevalusai informasi, yaitu kemampuan
seseorang terhadap:
1) Kemampuan dalam menetapkan kewenangan
2) Kemampuan dalam menentukaan keakuratan dan kerelevanan
informasi
3) Kemampuan dalam mengetahui pendapat dan persepektif
c.
Kemampuan dalam menggunakan informasi, yaitu:
1) Kemampuan dalam mengorganisasi informasi penerapan praktis
2) Kemampuan dalam memadukan (mengintegrasikan) informasi
terbaru kedalam tubuh pengetahuan yang sebelumnya memang
sudah ada
3) Kemampuan dalam menggunakan informasi dalam pemikiran
yang kritis dan pemecahan masalah.13
Berdasarkan definisi-definisi informasi literasi yang telah diuraikan
maka definisi literasi informasi yang digunakan pada penelitian adalah
serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari
kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk mencari,
megecaluasi, menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi secara
efektif. Definisi ini dianggap dapat mewakili semua definisi literasi
informasi yang ada dan memberikan batasan yang jelas dan terinci dari
konsep literasi informasi.
2. Ciri Orang yang Memiliki Literasi Informasi
Seseorang yang telah memiliki literasi informasi biasanya dapat
memecahkan masalah dan mengkomunikasikan idenya dengan baik.
Dalam mempertahankan idenya itu, ia akan membangun argumentasi
13
Ibid, h. 30-32
16
yang logis dan mempertahankannya. Jika ada hal yang baru, orang itu
tidak akan ragu-ragu mempelajarinya untuk kemudian menanggapi
dengan kritis dan selektif. Biasanya orang yang memiliki literasi
informasi akan mempunyai banyak pertanyaan. Dari informasi baru yang
diperolehnya, orang yang memiliki informasi akan dapat menolak
pendapat yang salah atau mungkin membahayakan baik bagi dirinya
sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa orang yang memiliki literasi informasi adalah seorang
yang berpandangan kritis.
3. Model Literasi Informasi
Untuk dapat dikatakan melek informasi, banyak ahli yang membuat
suatu strategi pencarian informasi atau model pencarian informasi. Ada
dua model yang banyak diaplikasikan dalam dunia pendidikan. Dua
model tersebut antara lain:
a.
The Big6
The Big6 adalah model literasi informasi yang dikembangkan
oleh Michael B. Eisenberg dan Robert E. Berkowitz pada tahun
1987. Literasi informasi ini terdiri atas enam keterampilan dan dua
belas langkah (setiap keterampilan terdiri atas dua langkah)
Tabel 1.1
6 Keterampilan
1. Perumusan Masalah
2. Strategi pencarian
informasi
12 Langkah
1. Merumuskan Masalah
2. Mengidentifikasi informasi yang diperlukan
3. Menentukan sumber
4. Memilih sumber terbaik
5. Mengalokasi sumber secara intelektual dan
3. Alokasi dan akses
fisik
6. Menemukan informasi di dalam sumber
17
tersebut
4. Pemanfaatan
informasi
7. Membaca, mendengar, meraba dan
sebagainya.
8. Mengekstraksi informasi yang relevan
9. Mengorganisasikan informasi dari berbagai
5. Sintesis
sumber
10. Mempresentasikan informasi tersebut
11. Mengevaluasi hasil (efektivitas)
6. Evaluasi
b.
12. Mengevaluasi proses (efesiensi)14
Empowering 8
Selain big6, model literasi informasi lain yang diakui dan
banyak diadaptasi oleh berbagai institusi dan individu adalah
empowering eight. Empowering eight adalah model literasi informasi
yang dihasilkan dari pertemuan dua workshop di Srilanka tahun 2004
dan di India tahun 2005. Workshop tersebut dihadiri oleh 10 negara
asia selatan dan asia tenggara termasuk Indonesia.15
Empowering 8 menggunakan pendekatan pemecahan masalah
berupa resource-based learning, yaitu suatu kemampuan untuk
belajar berdasarkan pada sumber datanya. Menurut model ini, literasi
informasi terdiri atas kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi topik/subjek, sasaran audiens, format yang
relevan, jenis sumber
2) Mengeksplorasi sumber dan informasi yang sesuai dengan
topik
3) Menyeleksi dan merekam informasi yang relevan dan
mengumpulkan kutipan yang sesuai
14
Diao Ai Lien dkk, Literasi Informasi: tujuh langkah knowledge management, (Jakarta:
Penerbit Universitas Atma Jaya, 2010), Edisi II, h. 4
15
Ibid, h. 4
18
4) Mengorganisasi,
mengevaluasi
dan
menyusun
informasi
manurut susunan yang logis, membedakan antara fakta dan
pendapat,
dan
menggunakan
alat
bantu
visual
untuk
membandingkan dan mengkontraskan informasi
5) Menciptakan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri,
mengedit dan membuat daftar pustaka ataupun menghasilkan
karya baru.
6) Mempresentasi, menyebarkan atau menyampaikan informasi
yang dihasilkan
7) Menilai Luaran (output) berdasarkan pada masukan (input)
dari orang lain
8) Menerapkan maukan, penilaian, dan pengalaman yang
diperoleh untuk kegiatan yang akan datang dan menggunakan
pengetahuan baru yang diperoleh untuk berbagai situasi.16
Perbedaan antara The Big6 dan Empowering 8 terletak pada
kemampuan ke-5 (sintesis pada The Big6 menjadi organisasi,
penciptaan, dan presentasi pada Empowering 8), dan kemampuan ke8 pada Empowering 8-penerapan-tidak terdapat pada The Big6.17
Definisi tentang literasi informasi sangat banyak dan terus
berkembang sesuai kondisi waktu dan perkembangaan lapangan. Dalam
rumusan yang sederhana literasi informasi adalah kemampuan mencari,
mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara
efektif. Hakekat dari literasi informasi adalah seperangkat keterampilan
yang
diperlukan
untuk
mencari,
menelusur,
menganalisis,
dan
memanfaatkan informasi.18
16
Ibid, h. 5
Ibid, h. 5
18
Alan, Bundy. (2004). Australian and New Zealand Information Literacy Framework:
Principle, Standards and Practice. Diakses pada 04 Desember 2014 dari http://www.caul
.edu.au/infoliteracy/InfoLiteracyFramework.pdf
17
19
Mencari informasi dapat dilakukan ke perpustakaan, toko buku,
pusat- pusat informasi, di Internet dan sebagainya. Menelusur adalah
upaya untuk menemukan kembali informasi yang yang telah disimpan.
Jika ke pepustakaan diperlukan alat penelusuran yaitu katalog, sedangkan
untuk mencari informasi ke Internet diperlukan search engine. Dalam
konteks perpustakaan dan informasi, literasi informasi selalu dikaitkan
dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar
sejumlah informasi yang tersedia baik di dalam perpustakaan maupun
yang berada di luar gedung perpustakaan.
D. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan menurut Abuddin Nata adalah “upaya menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik. Sehingga nilai-nilai yang
terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian dari kepribadian anak
yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan
berguna bagi masyarakat”.19
Menurut KI Hajar Dewantara, sebagaimana yang dikutip Abuddin
Nata, menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak
hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan.
Pendidikan berarti memelihara hidup ke arah kemajuan, tidak boleh
melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah
usaha kebudayaan, berasas peradaban, yaitu memajukan hidup agar
mempertinggi derajat kemanusiaan.20
Menurut Redja Mudyaharjo, pendidikan adalah “segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
19
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), Cet.
1, h. 10.
20
Ibid, h. 11
20
hidup”.21 Berdasarkan pengertian tentang pendidikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
seorang pendidik untuk memberi bimbingan kepada yang terdidik dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya menuju arah kehidupan yang
lebih baik, baik bersifat formal, informal maupun nonformal.
Pendidikan agama sendiri adalah “pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan ketrampilan peserta
didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada semua jalur,
jenjang dan jenis pendidikan”.22 Dengan kata lain, pendidikan agama
merupakan “pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran
agamanya”.23
Sedangkan pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat adalah
“suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa
dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam
sebagai pandangan hidup”.24
Pendidikan Agama Islam juga diartikan sebagai: Pendidikan dengan
melalui ajaran-ajaran agama Islam, yakni berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan, ia
dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama
Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran
21
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan diIndonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006), h. 3.
22
http://www.depdiknas.co.id, 18 November 2014
23
http://www.depag.co.id, 18 November 2014
24
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. III, h.
130
21
agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan
dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.25
Dengan demikian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk
membina, menanamkan dan membiasakan peserta didik agar berprilaku
sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam agar kelak mendapat
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dimana Pendidikan Agama Islam
bukanlah sekedar penembahan pengetahuan, pembinaan mental jasmani
dan intelek semata, akan tetapi begaimana pengetahuan dan pengalaman
yang telah didapatkan itu dapat dipraktekkan dalam perilaku sehari-hari.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sebelum membahas tentang tujuan Pendidikan Agama Islam terlebih
dahulu penulis akan menjelaskan apa sebenarnya makna dari “tujuan”
tersebut. Secara etimolog, tujuan adalah “arah, maksud atau haluan”.26
Dalam bahasa Arab “tujuan” diistilahkan dengan ghayat, ahdaf atau
maqasid. Sementara dalam bahasa inggris diistilahkan dengan goal,
purpose, objectives atau aim. Secara terminologi, tujuan adalah “sesuatu
yang diharapkan dapat tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan
selesai”.27
Para ahli pendidikan (muslim) mencoba merumuskan tujuan
Pendidikan Agama Islam, diantaranya, H. M. Arifin seperti yang dikutip
oleh Armai Arief menjelaskan bahwa tujuan dari proses pendidikan
Agama Islam adalah “idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai
Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan
kepada ajaran Islam secara bertahap”.28
Menurut al-Syaibani tujuan tertinggi Pendidikan Agama Islam
adalah “Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan
25
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: A.H. Ba’adillah Press,
2002), Cet. I, h. 37
26
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metologi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat
Press, 2002), Cet. 1, h. 15
27
Ibid, h. 16
28
Ibid, h. 19
22
akhir yang hendak dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik,
baik ruh, fisik, kemauan dan akalnya secara dinamis, sehingga akan
terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya
sebagai khalifah fi al-ardh”.29 Sedangkan Muhammad Athiyah alAbrasyi menyimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam terdiri
dari lima sasaran,
yakni:
“1.) membentuk
akhlak mulia, 2.)
mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, 3.) persiapan untuk
mencari rezeki dan memelihara segi kemanfaatannya, 4.) menumbuhkan
semangat ilmiah dikalangan siswa, dan 5.) mempersiapkan tenaga tenaga
profesional yang terampil”.30
Secara terperinci, tujuan Pendidikan Agama Islam dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Memahami ajaran agama
Memahami ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan Hadist serta menyimpulkan hukum dari ayat-ayatnya untuk
keperluan Negara, masyarakat dan pribadi. Ajaran ini dinyatakan
dalam QS. At-Taubah ayat 122:
         
     
            
 
 
Artinya: “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
29
Al-Rasyidin dan H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), Cet. II, h. 36
30
Ibid, h. 39
23
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diriny”.31
b. Keluhuran budi pekerti
Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan praktek-praktek budi
pekerti dan amal perbuatan serta ucapan-ucapan sehingga menjadi suri
tauladan bagi seluruh umat manusia di dunia.
c. Kebahagiaan hidup di Dunia dan Akhirat
Mengarahkan pendidikan anak untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat dengan melaksanakan ajaran agama Islam
seutuhnya.
d. Persiapan untuk bekerja
Agama Islam memerintahkan kepada semua pemeluknya agar giat
bekerja dan jangan mengharapkan hujan dari langit. Kebahagiaan
hidup ditentukan oleh amal perbuatan seseorang, apabila mengerjakan
perbuatan yang baik (amal shaleh) maka ia akan memperoleh
kebahagiaan dalam hidupnya. Firman Allah SWT dalam QS. AlAn’am ayat 132:
           
 
Artinya: “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat
(seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. dan Tuhanmu
tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.32
Pada intinya Pendidikan Agama Islam mempunyai tujuan yang
berintikan tiga aspek, yakni aspek iman, ilmu, dan amal. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Pendidikan Agama Islam
adalah menanamkan rasa keagamaan pada diri siswa serta meningkatkan
keimanandan ketakwaan kepada Allah SWT sehingga di dalam perilaku
31
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Syamil Cipta
Media), h. 206
32
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Syamil Cipta
Media), h. 145
24
kesehariannya selalu mengharap ridha Allah SWT dan menjadikan ajaran
agama Islam sebagai pedoman hidup dan amal perbuatannya, baik dalam
hubungannya dengan Allah SWT maupun dalam hubungannya dengan
manusia.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah
Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani bahwa pendidikan Agama
Islam di sekolah dan madrasah berfungsi untuk memotivasi siswa
melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian
yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan
serta memberikan pengetahuan agar siswa paham mengenai ajaran-ajaran
agama. Lebih rinci lagi, pendidikan agama Islam berfungsi sebagai
wahana untuk:
a.
Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,
sistem dan fungsionalnya.
b.
Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c.
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan mulai dari
dalam lingkungan keluarga agar terus berkembang secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
d.
Penyesuaian mental, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat
mengubah lingkungannya sesuai dengan agama Islam.
e.
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan bagi orang lain.
f.
Pencegahan,
yaitu
untuk
menangkal
hal-hal
negatif
dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
indonesia seutuhnya.
25
g.
Perbaikan,
yaitu
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam ajaran seharihari.33
Dari penjelasan di atas, fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah
atau madrasah yakni untuk mengembangkan pemahaman siswa mengenai
ajaran agama Islam yang telah mereka dapatkan dalam lingkungan
keluarga serta memperbaiki dan mencegah dari kesalahan-kesalahan
pemahaman dan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Agama Islam.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI)
Islam itu adalah suatu agama yang berisi ajaran mengenai tata hidup
yang diturunkan Allah SWT kepada umat manusia melalui para
RasulNya, sejak Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad SAW. Ajaran
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT ini
berisi pedoman pokok yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya (Allah SWT), dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia,
dengan makhluk bernyawa yang lain, dengan benda mati, dengan alam
semesta ini. Ajaran ini diturunkan Allah SWT untuk kesejahteraan hidup
manusia di dunia ini dan diakhirat nanti, maka PAI sebenarnya harus
berarti pendidikan tentang tata hidup yang berisi pedoman pokok yang
akan dipergunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia
ini untuk menyiapkan kehidupan yang sejahtera di akhirat. Dengan
demikian, berarti ruang lingkup PAI secara umum itu luas sekali meliputi
seluruh aspek kehidupan, yakni:
a.
Keimanan (Ilmu Tauhid)
Pengajaran dan pendidikan keimanan berati proses belajar
mengajar tentang berbagai aspek kepercayaan. Dalam mata pelajaran
keimanan, inti pembahasan adalah tentang ke-Esaan Allah SWT.
33
Op. Cit, h. 134-135
26
Oleh karena itu, ilmu tentang keimanan ini disebut juga Tauhid.
Ruang lingkup pengajaran keimanan itu meliputi rukun Iman yang
enam, yakni percaya kepada Allah SWT, kepada para Rasul Allah
SWT, kepada para Malaikat, kepada Kitab-Kitab Suci yang
diturunkan kepada para Rasul Allah SWT, kepada Hari Kiamat,
kepada Qadha’ dan Qadar.34
b.
Ibadah (Ilmu Fiqih)
Dalam pengertian yang luas, ibadah itu adalah segala bentuk
pengabdian yang ditujukan kepada Allah SWT semata yang diawali
oleh niat. Materi pelajaran ibadah ini seluruhnya dimuat dalam ilmu
Fiqih. Selain membicarakan ibadah, juga membicarakan kehidupan
sosial, seperti perdagangan (jual-beli), perkawinan, perceraian,
kekeluargaan, warisan, pelanggaran, hukuman, perjuangan (jihad),
politik (pemerintahan), makanan, minuman, pakaian dan lain
sebagainya.35
c.
Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an tidak sama dengan membaca buku atau
kitab suci lain. Membaca Al-Qur’an adalah ibadah. Membaca AlQur’an juga merupakan suatu ilmu yang mengandung seni, yakni
seni baca Al-Qur’an. Isi pengajaran Al-Qur’an diantaranya adalah
pengenalan huruf hijaiyah, cara membunyikannya, bentuk dan fungsi
tanda baca dan tanda berhenti, dan lain sebagainya. Ruang lingkup
pengajaran Al-Qur’an ini lebih banyak berisi pengajaran yang
memerlukan banyak latihan dan pembiasaan.36
d. Akhlak
Akhlak merupakan bentuk bathin dari seseorang. Pengajaran
akhlak berarti pengajaran tentang bentuk bathin seseorang yang
keliatan pada tindak tanduknya (tingkah lakunya). Pembentukan ini
34
Zakiah Darajat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), Cet. I, h. 86
35
Ibid, h. 86
36
Ibid, h. 90
27
dapat dilakukan dengan memberikan pengertian tentang baik buruk
kepentingannya dalam kehidupan, memberikan ukuran baik buruk,
melatih dan membiasakan berbuat, mendorong dan memberi sugesti
agar mau dan senang berbuat. Dasar pelaksanaannya, pengajaran ini
berarti proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan
supaya yang diajarkan berakhlak mulia.37
e.
Muamalah
Muamalah merupakan sebagian perincian dari ilmu Fiqih. Ilmu
ini lebih membahas tentang hubungan sosial antar manusia, yakni
muamalat madaniat dan muamalat maliyat. Muamalat madaniat
membahas
masalah-masalah
yang dikelompokkan
ke
dalam
kelompok persoalan harta kekayaan, harta milik, harta kebutuhan,
dan cara menggunakan serta mendapatkannya. Sedangkan muamalat
maliyat membahas masalah-masalah yang dikelompokkan ke dalam
kelompok persoalan harta kekayaan milik bersama baik masyarakat
kecil atau besar seperti negara (pembendaharaan negara = baitul
mal)38
f.
Syari’ah (Ilmu Hukum)
Syari’ah merupakan ilmu yang mempelajari tentang syari’at atau
hukum Islam. Ayat pertama yang berbunyi “iqra” merupakan
pensyariatan pertama hukum Islam. Perintah membaca, merupakan
syari’at yang pertama dalam ajaran agama Islam. Ilmu ini
membicarakan mulai dari hukum pertama dalam Islam sampai
kepada berbagai hukum dalam kehidupan manusia sehari-hari.39
g.
Tarikh (Ilmu Sejarah)
Tarikh Islam disebut juga Sejarah Islam. Pengajaran tarikh Islam
sebenarnya pengajaran sejarah, yakni sejarah yang berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan umat Islam, seperti
kerajaan besar yang berkuasa di luar tanah Arab sebelum datangnya
37
Ibid, h. 98
Ibid, h. 102
39
Ibid, h. 108
38
28
Islam, peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan
para sahabat melawan melawan orang kafir, pemerintahan pada
zaman Nabi SAW dan para sahabat, riwayat hidup Nabi Muhammad
SAW dan masih banyak lagi yang lainnya.40
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh:
a. Yuyu Yulianingsih, dengan judul Upaya perpustakaan sekolah Al-Izhar
Pondok Labu dalam meningkatkan literasi informasi siswa. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pengelola
perpustakaan terhadap konsep literasi informasi, dan untuk mengetahui
upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh perpustakaan dalam
meningkatkan literasi informasi. Dan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa petugas perpustakaan mampu menunjukkan bahwa mereka
memiliki pemahaman yang baik tentang literasi informasi dan mengetahui
bagaimana penerapannya disekolah, dan perpustakaan melakukan upaya
untuk meningkatkan literasi informasi siswa dengan mengadakan program
kegiatan yaitu Orientasi Perpustakaan dan Bulan Bahasa.
b. Shoelihatul
Badriah,
dengan
judul
Upaya
perpustakaan
dalam
meningkatkan literasi informasi siswa: studi kasus perpustakaan sekolah
An-Nisaa’ Pondok Aren-Bintaro. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui upaya-upaya apa saja yag dilakukan pihak perpustakaan dalam
meningkatkan kemampuan siswa yang mengarah ke literasi informasi.
Sehingga perpustakaan juga berperan aktif dalam pengembangan dan
peningkatan kemampuan siswa., tidak hanya diserahkan kepada pihak
sekolah.
40
Ibid, h. 112
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian yang dilakukan di SMPN 27, yang berlokasi di Jalan
Lingkar Komplek PTB, Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit,
Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, kemudian waktu penelitian
dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2014.
B. Latar Penelitian
1. Latar Fisik
SMPN 27 Jakarta berada di tengah-tengah komplek perumahan.
Lokasi untuk menjangkau sekolahnya pun sangat strategis, dapat ditempuh
dengan jalan kaki, naik angkot, ojek ataupun naik kendaraan pribadi.
Bangunan sekolah merupakan bangunan pemerintah yang berdiri sejak
1976. Dari tahun ke tahun selalu bertambah jumlah ruangan kelasnya agar
kegiatan belajar mengajar berjalan dengan lancar.
Terdapat bagian depan gedung sekolah ada sebuah pagar sebagai pintu
utama untuk masuk ke dalam sekolah. Dibagian depan gedung sekolah
sekolah terdapat sebuah masjid dan gereja sehingga memudahkan para
komunitas sekolah untuk beribadah ataupun praktek ibadah sesuai dengan
agamanya. Ada 4 gedung dalam sekolah ini, gedung utama terdiri dari 3
lantai sedangkan 3 gedung lainnya hanya terdiri dari 1 lantai. Pada gedung
utama terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru-guru, staff TU serta
ruang kelas. Gedung sekolah ini baru direhab pada tahun 2010. Adapun
jumlah kelas secara keseluruhan berjumlah 21 kelas dan berjumlah 744
siswa.
2. Latar Sosial
Lingkungan sosial yang tercipta di SMPN 27 cukup harmonis dan
religius. Hal ini dapat dilihat dengan adanya hubungan baik antar guru dan
29
30
kepala sekolah. Bahkan kepala sekolah sering mengontrol, berbincangbincang bahkan sering makan-makan bersama guru-guru dan karyawan
sekolah. Begitupun dengan siswa, mereka sangat dekat dengan guru dan
kepala sekolah seperti anak kepada orang tua mereka sendiri.
Dalam hal keagamaan di SMPN 27 Jakarta ini sangat baik, walaupun
mereka berbeda-beda agama namun mereka saling toleransi satu sama lain.
Kedisiplinan di SMPN 27 juga patut dibanggakan. Seperti ketika
siswa terlambat datang ke sekolah maka siswa tersebut tidak boleh masuk
ke dalam sekolah. Dan apabila bel sekolah berbunyi maka seluruh siswa
harus sudah berada di dalam kelas, bila ada yg belum masuk maka akan
diberi hukuman. Kemudian seluruh siswa tidak diperbolehkan membawa
telepon genggam dan juga mewajibkan siswa memakai pakaian seragam
dengan rapih.
3. Entri
Peneliti melakukan observasi pertama kali pada bulan November 2014.
Kepala sekolah menyambut peneliti dengan baik. Guru-guru dan staff lain
juga menunjukkan sikap yang ramah terhadap peneliti dan mereka semua
bersedia membantu peneliti dalam proses penelitian sehingga memudahkan
peneliti dalam memperoleh informasi yang terkait dengan penelitian.
C. Metode Penelitian
Menurut Mardalis metode diartikan sebagai “suatu cara atau teknis yang
dilakukan dalam proses penelitian”. Sedangkan penelitian itu sendiri sebagai
upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh
fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk
mewujudkan kebenaran.1 Jadi metode penelitian adalah suatu cara atau upaya
untuk memperoleh fakta yang sistematis untuk mewujudkan kebenaran.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
yaitu penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan informasi mengenai
1
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. VI, h. 24
31
status gejala yang ada atau kejadian apa saja yang terjadi saat penelitian
dilakukan. Metode deskriptif merupakan prosedur, pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggabungkan, melukiskan subjek atau objek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana adanya. Penelitian
deskriptif umumnya bertujuan mendefinisikan secara sistematis, faktual dan
akurat terdapat suatu populasi atau daerah tertentu mengenai berbagai sifat
dan faktor tertentu.2 Adapun menurut. E Kristi Poerwandari menyatakan
bahwa “dalam penelitian kualitatif sampel tidak diambil secara acak tetapi
justru dipilih mengikuti kriteria tertentu”.3 Dalam penelitian penulis hendak
mendapatkan gambaran mengenai pemahaman seorang guru terhadap konsep
literasi informasi dan upaya guru dalam mengembagkan literasi informasi
pada siswa di SMPN 27 Jakarta.
D. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah data yang berbentuk non angka,
seperti kalimat-kalimat, foto atau rekaman suara dan gambar.
E. Informan
Informan yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti melalui
narasumber yang bersangkutan. Dalam penelitian ini narasumber yang
bersangkutan adalah guru PAI di SMPN 27 Jakarta.
Jumlah informan ditetapkan dengan menggunakan teknik snow ball,
yaitu penggalian data melalui wawancara mendalam dari satu informan ke
informan lainnya dan seterusnya sampai peneliti tidak menemukan informasi
baru lagi atau informasi yang diberikan tidak berkualitas lagi.4
2
Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h. 54
E. Kristi Poerwanari, Pendkatan kualitatif dalam penelitian psikologi, (Jakarta: LP3ES,
1998), Cet.1,h.102
4
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Poposal dan Laporan
Penelitian, (Malang: UMM Press, 2004), h. 75
3
32
F. Teknik Pengumpulan Data
Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini di dapat dari
studi kepustakaan, observasi dan wawancara. Informasi yang didapat dari
observasi langsung, catatan wawancara, rekaman wawancara dan foto
kegiatan. Informasi tersebut dalam bentuk dokumen dan catatan peristiwa
yang diolah menjadi data.
1. Jenis dan Sumber Data
a. Data primer: berupa kata-kata yang diperoleh peneliti mulai dari
wawancara dan data yang diperoleh melalui observasi. Langkah
pertama peneliti melakukan wawancara dilaksanakan dengan pihak
yang terkait, yaitu para guru PAI SMPN 27 Jakarta. Dalam memilih
dan memanfaatkan sumber informasi yang akan diperoleh dari
seorang informan, perlu ditentukan bahwa seorang informan adalah
orang-orang yang mengetahui tentang situasi dan kondisi daerah atau
lingkungan penelitian, jujur, terbuka dan mau memberikan data yang
benar dan akurat. Langkah kedua, Observasi atau pengamatan secara
langsung. Data yang dikumpulkan yaitu data mengenai Literasi
Informasi Siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di
SMPN 27 Jakarta
b. Data sekunder: data sekunder ini berasal dari perpustakaan dan guru,
yaitu terdiri dari buku-buku, literatur-literatur, artikel dan dokumen
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Bisa juga berupa Profil
Sekolah, keadaan guru, keadaan siswa, sarana dan prasarana yang ada
di SMPN 27 Jakarta. Sedangkan dokumentasi seperti foto-foto dan
rekaman untuk penunjang data-data yang diperoleh dari SMPN 27
Jakarta agar diterima keabsahannya.
2. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting dalam
penelitian karena pengumpulan data merupakan proses pengumpulan
data primer untuk keperluan penelitian yang bersangkutan. Dalam
33
penelitian ini akan dilakukan beberapa tahap pengumpulan data dalam
penelitian studi kasus, diantaranya sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Dalam riset ini peneliti melakukannya dengan mempelajari
dokumen-dokumen, buku-buku, literatur-literatur, artikel-artikel,
atau catatan-catatan yang menunjang peneliti yang sedang dilakukan.
Dengan maksud untuk mendapatkan gambaran teoritis sesuai dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
b. Observasi
Merupakan salah satu pengumpulan data penelitian yang memiliki
peranan cukup banyak dalam menemukan masalah-masalah yang
ingin diperoleh di lokasi penelitian. Teknik ini memungkinkan
peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut
pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati.
Lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang
tidak terucapkan (tacit understanding), bagaimana teori digunakan
langsung (theory-in-use), dan sudut pandang responden yang
mungkin tidak tercungkil lewat wawancara.5
c. Wawancara
Merupakan alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap
muka antara pencari informasi (interviewer) dengan sumber
informasi (interviewee).6 Pada metode ini peneliti dan responden
berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi
secara langsung dengan tujuan mendapatkan data yang dapat
menjelaskan permasalahan penelitian. Wawancara dapat digunakan
untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat
5
A. Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2011), Cet. VI, h. 110
6
Drs. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta; PT Rineka Cipta: 2007), h.
165
34
observasi. Melalui Wawancara peneliti bisa mendapatkan informasi
yang mendalam (indepth information) karena beberapa hal, antara
lain:
1) Peneliti dapat menjelaskan atau mem-parafrase pertanyaan yang
tidak dimengerti responden
2) Peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow-up
questions)
3) Responden cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan
4) Responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa
silam dan masa pendatang.7
Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu
melakukan observasi dan pendekatan terhadap informan. Hal ini
peneliti lakukan agar dapat lebih mudah menyelami dan mendalami
karakter dari masing-masing informan sehingga dalam pelaksanaan
wawancara, informan akan lebih mudah mengungkapkan jawaban
tanpa harus merasa canggung dan tertekan karena sudah ada
pendekatan sebelumnya.
Untuk menjaga validitas data, peneliti mengulang dan
menegaskan kembali setiap jawaban yang diberikan informan untuk
mengkonfirmasi apakah interpretasi peneliti terhadap jawaban
informan sudah sesuai dengan apa yang dimaksud informan. Dengan
demikian validitas dan informasi yang diperoleh semakin lengkap.
Dalam melakukan penelitian di lapangan, peneliti menggunakan alat
bantu berupa tape recorder dan alat tulis.
d. Dokumentasi
Merupakan suatu bahan tertulis atau terfilemkan selain record yang
tidak disiapkan khusus atas permintaan peneliti.8 Dokumentasi dapat
berupa rekaman, gambar, arsip dan lain-lain. Data tersebut dapat
7
8
A. Chaedar Alwasilah, Op.Cit, h. 110
Ibid, h. 111
35
dijadikan sebagai penunjang dan pelengkap data yang dihasilkan
dalam penelitian.
G. Pengecekan Keabsahan Data
1. Kredibilitas (Credibility)
Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari
data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus
dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan ari responden
sebagai informan.9
Dalam hal ini ada beberapa cara yang dilakukan, diantaranya adalah :
a. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bertujuan menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang dicari, dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci.10 Dengan kata lain bahwa ketekunan
pengamatan adalah melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.11
Dalam ha ini, peneliti berusaha mempelajari dan menelaah
setiap data yang diperoleh secara rinci dan teliti, sehingga bisa fokus
pada suatu titik permasalahan. Dalam rangka meningkatkan
ketekunan pengamatan maka peneliti membaca referensi maupun
hasil-hasil penelitian ataupun dokumentasi-dokumtasi yang terkait
dengan temuan penelitian.
b. Triangulasi
Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
9
Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistic Kualitatif, (Bandung: Trsito,1988), h.126
10
Moloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.2000, h. 177
11
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kualitatif, (Bandung : Alfabeta,
1988), h. 124
36
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan
menggunakan sumber lainnya.12 Pada penelitian ini, penulis
membandingkan data yang di peroleh dari observasi dengan hasil
wawancara beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu
peneliti dalam meningkatkan derajat kepercayaan data yang di
peroleh. Melalui pengecekan tersebut ternyata data yang diperoleh
penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan beberapa
sumber yang diwawancarai.
c. Diskusi Teman Sejawat
Dalam hal ini peneliti melakukan diskusi analitik dengan
beberapa teman sejawat diantaranya, Eva Faujiyah, Reni Anggraeni,
Fitri handayani, Widya Rafika, Deby Utami Rizki, dan teman-teman
kelas A angakatan 2010 lainnya yang tidak dapat disebutkan satupersatu, mengenai hal-hal yang terkait dengan metode penelitian,
metode penelitian apa yang tepat dalam penelitian ini, instrumen
wawancara dan lain-lain.
Dengan melakukan sebuah diskusi yang sering dilakukan oleh
peneliti ini, diharapkan peneliti bisa bersikap terbuka dalam
mengungkapkan peristiwa yang terjadi, mampu bersikap jujur dan
lapang dada dalam menerima kritik dan saran dari teman-teman
sejawat.
d. Kecukupan Referensi
Kecukupan referensi disini artinya adanya data pendukung
untuk membuktikan data yang telah ditemukan dilapangan. Sebagai
contoh, hasil wawancara perlu didukung dengan rekaman hasil
wawancara. Data tentang interaksi manusia atau gambaran suatu
keadaan perlu didukung oleh foto-foto.13
12
13
ibid, h.334
ibid, h.375
37
Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan alat-alat bantu
perekam data melalui Handphone, penggunaan alat bantu ini juga
bertujuan untuk mendukung kredibilitas data yang ditemukan di
lapangan.
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian data kualitatif Bodgan dan Biklen yang dikutip dalam
buku Sugiyono menjelaskan bahwa teknik analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperolah melalui hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan mudah
dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.14
Sedangkan Lexy J Moleong menjelaskan bahwa “teknik analisis data
adalah proses mengorganisaikan dan data kedalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pekerjaan analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
memberikan
kode
dan
mengatagorikannya.
Pengorganisasian
dan
pemgolahan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja
yang akhirnya diangkat menjadi teori substansif.15 Dengan demikian, analisis
data disini adalah proses pemberian makna kepada data yang diperoleh dari
lapangan dengan melakukan pengaturan, pengelompokkan, mengurutkan dan
sebagainya sehingga data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan
diharapkan dapat menghasilkan teori baru.
Setelah
proses
pengumpulan
data
(Observasi,
Wawancara
dan
Dokumentasi), dilakukan pengkodingan dan dikelompokan. Dalam penelitian
kualitatif data coding atau pengodean data memegang peranan penting dalam
proses analisis data, dan menentukan kualitas abstraksi data hasil penelitian.
Salah seorang sosiolog bernama Anselm Strauss pernah mengatakan
demikian “Setiap peneliti yang berkeinginan untuk menjadi mahir dalam
14
15
Sugiyono.Op.cit.334
Lexi.J.Moloeng, op.cit, h.3
38
melakukan analisis kualitatif, harus belajar mengodekan data dengan baik dan
mudah. Keunggulan penelitian sebagian besar terletak pada keunggulan
pengodean data”.16
Akan tetapi, dalam berbagai literatur mengenai penelitian kualitatif di
indonesia, tidak banyak orang yang membicarakan tata cara atau teknikteknik dalam pengodean, meskipun pengodean merupakan hal yang penting
dalam proses analisis.17 Karenanya langkah penting pertama sebelum analisis
dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh.
Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data
secara lengkap dan mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran
tentang topik yang yang dipelajari. Dengan demikian pada gilirannya peneliti
akan dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya.18
Penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai
berikut. Pertama, data pendukung dan data utama ditranskripkan. Kemudian,
transkip yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi dan diserahkan dengan
menggunakan kategorisasi atau pengkodingan agar mempermudah proses
pengklasifikasian.
Selanjutnya
hasil
kategorisasi
tadi
dideskripsikan,
diterjemahkan dan dianalisa dan memperoleh jawaban dari pertanyaan
penelitian.
16
http://josephrdaniel.wordpress.com/2013/08/16/coding-sebuah-proses-penting-dalampenelitian-kualitatif/
17
Ibid.
18
E. Kristi Poerwanari, Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi, (Jakarta:
LP3ES, 1998), Cet.1,h.102
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang literasi informasi ini dilakukan di SMPN 27 Duren
Sawit Jakarta Timur. Yang dilaksanakan pada bulan November-Desember.
Data-data di bawah ini merupakan jawaban yang dihasilkan dari observasi
dan wawancara.
Hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan di SMPN 27
tersebut untuk selanjutnya dianalisa dan dibahas dalam bab ini, setelah
melalui pemisahan dan pengelompokkan yang dilakukan terhadap data-data
yang diperlukan dalam karya tulis ini.
A. Pemahaman Guru tentang Konsep Literasi Informasi
Kesadaran akan kebutuhan informasi merupakan suatu langkah awal
dalam proses pemenuhan informasi seseorang. Sebelum menyadari
kebutuhan informasi, seseorang harus mengetahui apa itu konsep dari
literasi informasi.
Untuk mengetahui pemahaman mereka tentang konsep literasi
informasi maka penulis mengajukan pertanyaan yaitu, menurut bapak/ibu
apa yang dimaksud dengan literasi/melek informasi?
Menurut informan 1, informan 2, informan 3 dan informan 4 melek
informasi itu tidak hanya menjadikan siswa sebagai individu yang
information
literate,
yang
mampu
mencari,
mengevaluasi
dan
menggunakan informasi yang dibutuhkan, tetapi siswa juga mampu
mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik dan dapat belajar mandiri.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh The Southern
Association of Collages and School (1996) yang mendefinisikan literasi
informasi
sebagai
“kemampuan
39
menemukan,
mengevaluasi
dan
40
menggunakan informasi untuk menjadi pelajar sepanjang hayat yang
mandiri”.
Informan 1 pun menambahkan bahwa konsep literasi informasi di
sekolah juga sangat penting di era informasi sekarang ini, seorang guru
dan perpustakaan harus menyediakan banyak pilihan informasi yang
tersedia, baik itu tercetak, elektronik, gambar, audio dan visual yang
memenuhi kebutuhan informasi seorang siswa.
Setelah seorang guru memahami apa itu konsep literasi informasi,
barulah mereka dapat mengetahui apa itu kebutuhan informasi. Maka
dari itu penulis mengajukan pertanyaan yaitu, apakah bapak/ibu tahu apa
itu kebutuhan informasi?
Menurut Informan 1, Informan 2 kebutuhan informasi merupakan
satu keinginan untuk berkembang. Menurut mereka setiap individu pasti
mempunyai keinginan untuk menambah wawasannya. Oleh karena itu,
setiap orang membutuhkan informasi hanya saja dengan sebuah subyek
yang berbeda-beda.
Menurut informan 3 dan informan 4 mereka membutuhkan informasi
ketika mereka tidak cukup mengerti mengenai sesuatu. Informan 1 juga
mengungkapkan bahwa ketika ia ingin melakukan sesuatu tetapi ia tidak
dapat melakukannya maka ia membutuhkan informasi. Semua informan
dapat dengan baik menyadari kapan informasi itu dibutuhkan dan
informasi apa yang mereka dan siswa butuhkan.
Menurut Doyle, “Kebutuhan informasi seseorang tentu akan
berbeda-beda, hal ini banyak dipengaruhi oleh peran yang mereka jalani
di dalam suatu kehidupan”.1
Dalam hal ini, guru PAI yang ada di SMPN 27 Jakarta
mengungkapkan bahwa para siswa memerlukan informasi yang berkaitan
dengan mata pelajaran yang sedang dipelajarinya, misalnya pada mata
pelajaran PAI, maka siswa tersebut harus mencari informasi yang
1
Christina Doyle (1992). Outcome measures for information literacy within the national
education goals of 1990: final report of the National Forum on Information Literacy. Summary of
findings. Washington, DC: US Department of Education. (ERIC document no; ED 351033).
41
berkaitan dengan mata pelajaran tersebut, contohnya tentang shalat.
Alasan lain yang membuat sebagian siswa banyak membutuhkan
informasi tersebut adalah karena latar belakang mereka yang bukan
berasal dari sekolah yang berbasis Islam sehingga apa yang
dibutuhkannya
mengenai
informasi
tersebut
jauh
lebih
banyak
dibandingkan dengan siswa yang memang dulunya berasal dari sekolah
yang berbasis Islam.
Pengetahuan mengenai Pendidikan Agama Islam mereka dapatkan
dengan bertanya kepada guru yang bersangkutan. Hal ini membuktikan
bahwa siswa yang tidak memiliki latar belakang sekolah Islam secara
formal lebih banyak membutuhkan informasi mengenai hal-hal tentang
Pendidikan Agama Islam. Menurut informan 4 mengajar atau
memfasilitasi proses pembelajaran merupakan satu kemampuan yang
hampir semua orang dapat melakukannya tetapi yang menjadi hambatan
dalam menjalani perannya sebagai guru adalah bagaimana menjalani
fungsi guru di luar kelas.
Menurut Abin Syamsudin “Dalam rangka peran guru sebagai
petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru
bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental siswa”.2 Apalagi
untuk seorang guru SMP bukanlah hal mudah mendisiplinkan prilaku
anak remaja dengan kondisi usia tanggung karena mereka masih dalam
tahap penemuan jati diri -labil- serta masih banyak melakukan
pemberontakan. Untuk menjalankan peran ini dengan baik guru PAI
harus sedikit banyak tahu bagaimana cara mengajarkan siswa untuk
mencari informasi yang relevan dan tidak menyimpang dari mata
pelajaran yang di ajarkan. Hal ini diperlukan untuk dapat memperlakukan
setiap anak didiknya dengan tepat sesuai dengan ajaran agama.
Informan 1 mengatakan bahwa siswa banyak membutuhkan
informasi yang erat kaitannya dengan keagamaan. Hal ini sesuai dengan
2
Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1996), h. 23
42
mata pelajaran yang ia ajarkan yaitu mata pelajaran PAI. Informan 1
adalah guru yang aktif berorganisasi di luar kegiatan mengajar. Karena ia
banyak mendalami tentang keagamaan maka ia pun banyak mengikuti
kegiatan keagamaan dalam hal pengajian dan ceramah. Profesinya diluar
guru yaitu sebagai penceramah membuatnya banyak pemahaman akan
agama. Alasannya mengikuti kegiatan organisasi diluar kegiatan
mengajar adalah untuk mendalami perannya sebagai guru agama.
Menurut informan 1 kegiatan yang ia lakukan dapat membuat dirinya
lebih percaya diri dalam menjalankan perannya sebagai guru agama
sehingga ia dapat menyampaikan mata pelajaran secara maksimal. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh seorang penterjemah kepada
masyarakat, yaitu “Guru bertugas untuk menyampaikan berbagai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat sesuai
dengan subyek yang di tekuninya”.3
Semua informan mengungkapkan bahwa para siswa membutuhkan
informasi mengenai pengetahuan agama, seperti berita terbaru dari
berbagai aspek keagamaan salah satunya agama Islam. Tetapi dari semua
informan tidak ada yang mengungkapkan cakupan kebutuhan informasi
mengenai penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah dibidang pendidikan
agama Islam. Penemuan ini hampir sama dengan yang dinyatakan oleh
Dorothy Williams dari Robert Gordon University yang meneliti
mengenai literasi informasi siswa dalam kaitannya dengan penggunaan
informasi ilmiah. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa “siswa lebih
percaya diri mengakses dan menggunakan informasi yang sifatnya
umum”.4
Namun hal ini berbanding terbalik dengan informasi yang sifatnya
lebih ilmiah, mereka kurang percaya diri dan merasa membutuhkan
3
Ibid, h. 24
Dorothy, Williams and Caroline Wavell (2006). Information Literacy in The Classroom:
Secondary School Teachers’ Conceptions. Final Report on Research Funded by Robert Gordon
Univercity. http://www.rgu.ac.uk/files/
4
43
bantuan dalam mengakses dan menggunakan informasi yang sifatnya
ilmiah.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa kebutuhan informasi siswa
banyak dipengaruhi oleh perannya sebagai siswa, latar belakang sekolah
dan kepribadian masing-masing individu. Berkaitan dengan hal tersebut,
seseorang dapat dikatakan melek informasi bila dalam memenuhi
kebutuhan informasinya, mereka dapat menyesuaikan dengan peran yang
dijalankan.5 Sehingga nantinya kebutuhan informasi tersebut dapat
menunjang perannya sebagai siswa. Siswa yang baik harus mampu
mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan,
dan juga mampu mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik dan
dapat belajar mandiri.
B. Upaya Guru dalam Pengembangan Literasi Informasi
Siswa pada Mata Pelajaran PAI
Setelah diketahui bahwa guru-guru PAI di SMPN 27 paham tentang
konsep literasi informasi, maka mereka harus senantiasa berusaha untuk
mengembangkan literasi informasi siswa sesuai dengan visi misi dari
sekolah ini, yaitu “ Unggul dalam akademik, ekskul dan berbudi pekerti
luhur serta perduli lingkungan”.
Adapun
usaha-usaha
yang
dilakukan
guru
dalam
rangka
pengembangan literasi informasi siswa adalah melaksanakan berbagai
macam kegiatan baik bersifat intern maupun yang bersifat kolaborasi.
Adapun upaya yang dilakukan guru untuk dapat mewujudkan hal
tersebut antara lain:
a. Identifikasi Kebutuhan Informasi
Dalam melakukan identifikasi kebutuhan informasi siswa, ada
berbagai macam cara yang dilakukan oleh guru, misalnya dengan
5
Abin Syamsuddin, Op, Cit, h
44
melakukan penjabaran, membuat kerangka dan bertanya pada sumber
terdekat.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh informan 1 bahwa
ketika ia ingin mengetahui kebutuhan informasi siswa, maka mereka
selalu mengajarkan siswa untuk melakukan penjabaran. Penjabaran
yang diajarkan kepada siswa adalah dengan cara menugaskan siswa
untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan apa yang dibutuhkan.
Misalnya mereka membutuhkan informasi tentang shalat. Maka cara
yang diajarkan oleh informan 1 yaitu
pertama-tama siswa harus
membuat mindmap, dengan menjabarkan macam-macam shalat rukun
shalat, dan bagaimana tata cara shalat.
Sedangkan menurut informan 2, informan 3 dan informan 4
mengaku tidak selalu mengajarkan siswa untuk menjabarkan
kebutuhan informasi. Kegiatan ini hanya dilakukan bila siswa
mengalami kesulitan. Pada umumnya siswa-siswa SMPN 27 tidak
mengalami kesulitan berarti dalam mengidentifikasi kebutuhan
informasi mereka. Hal ini dapat dikarenakan latar belakang sekolah
mereka yang berbasis Islam, yaitu SD IT dan Madrasah Ibtidaiyah.
Pengalaman tentang pendidikan agama Islam pada masa Sekolah
Dasar
membuat
mereka
mempunyai
kemampuan
untuk
mengidentifikasi kebutuhan informasi. Kekurangan mereka hanya
belum melakukannya secara efektif padahal untuk menjadi individu
yang melek informasi harus dapat mengidentifikasi kebutuhan
informasi secara efektif.6
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa masing-masing informan
mengajarkan siswa untuk mengindentifikasi kebutuhan informasi
sesuai dengan apa yang dikemukakkan oleh Hepworth yaitu dengan
6
Association of Collage and Research Libraries. (2000). Information Competency
Standards for Higher Education. Chicago: Association of Collage and Reaearch Libraries.
Diakses pada 02 Desember 2014. Dari http://www.ala.org/content/NavigationMenu/ACRL/
Standards_and_Guidelines/Information_Literacy_Competency_Standards_for_Higher_Education.
htm
45
melakukan penjabaran (brainstroming).7 Selain itu menurut Umi
Proboyekti, “Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan untuk
mengembangkan suatu topik dari berbagai aspek dapat juga dengan
melakukan freewriting yaitu proses menuliskan apa saja yang ada
dalam benak untuk mendapatkan ide topik yang sudah ditentukan,
Clustering yaitu membuat diagram hubungan antara istilah-istilah
yang berkaitan satu sama lain, untuk menysusun ide-ide pembahasan
dalam suatu karya penulisan, dramatizing menggunakan lima W 1 H
(what, why, when, where, who, how). Jika topik sudah ditemukan
maka hal-hal lain yang berkaitan dengan indentifikasi masalah dapat
lebih mudah ditemukan dan ditentukan”.8
b. Penelusuran Informasi
Dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka, para siswa akan
berusaha mengakses informasi ke sumber-sumber informasi yang
tersedia. Sumber informasi yang beragam mengharuskan mereka
untuk dapat memilih sumber informasi yang tepat agar dapat
memenuhi kebutuhan informasinya.
Seperti yang diungkapkan informan 1, informan 2 dan informan 4
bahwa sumber informasi yang biasa digunakan adalah internet.
Menurut pendapat informan 1 sumber informasi yang paling dapat
dimanfaatkan adalah internet karena mudah diakses dan up to date.
Hampir semua informasi yang dibutuhkan selalu mencarinya lewat
intenet.
Namun dalam hal ini peran guru PAI sangat penting untuk dapat
mengarahkan siswa kepada penelusuran informasi yang sesuai dengan
tujuan mereka. Karena apabila melakukan pencarian melalui internet
7
Mark Hepworth (1999). A Study of Undergraduate Information Literacy and Skills: the
inclussion of information Literacy and Skills in the Undergraduate Curriculum.
http://www.ifla.org/IV/ifla65/papers/107-124e.htm-42k8
Umi Proboyekti. (2008). Literasi Informasi: Identifikasi Masalah/ Kebutuhan Informasi.
Diakses 02 Desember 2014, dari http://lecturer.ukdw.ac.id
46
maka akan muncul hal-hal yang negatif bila tidak diarahkan secara
benar.
Dalam melakukan penelusuran biasanya menggunakan search
engine sebagai alat bantu. Informan 1 mengaku terkadang ia
mengajarkan kepada siswa untuk menggunakan pencarian khusus.
Dalam melakukan penelusuran Informan 1 mengaku mengajarkan
siswa untuk mengganti strategi penelusuran bila tidak menemukan
informasi yang dibutuhkan. Selain itu, sumber informasi yang biasa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi siswa adalah buku
agama Islam, Al-Qur’an dan video. Hal ini seperti yang dilakukan
oleh banyak orang lainnya yang menggunakan sumber informasi ini
untuk menemukan informasi yang sifatnya sebagai pengetahuan
agama. Begitu juga dengan ketiga informan lainnya.
Seperti halnya diungkapkan oleh informan 4 yaitu ketika siswa
diberi tugas untuk mencari informasi tentang salah satu topik
pelajaran pada mata pelajaran PAI maka ia lebih banyak mengajarkan
kepada siswa untuk mencari informasi tersebut di google dan yahoo.
Karena menurutnya itu lebih mudah digunakan untuk anak seumuran
siswa SMP.
Seseorang pun dapat dikatakan melek informasi bila ia dapat
menggunakan alat bantu pencarian dengan pertimbangan atas
pemahaman dan pengetahuan mereka mengenai search engine
tersebut. Menurut ALA, “Pengetahuan mengenai search engine atau
sistem temu kembali akan sangat membantu dalam menyusun strategi
penelusuran atau pencarian yang efektif dan efisien. Hal ini
dikarenakan setiap sistem database memiliki keunikan tersendiri”.
Padahal untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan
cepat dan tepat, kita harus dapat mengetahui lebih banyak mengenai
internet. Karena selain search engine google, masih banyak search
engine lain (Khazanah Islam, Dakwah Islam dll) yang dapat dijadikan
alat bantu. Ataupun misalnya seorang siswa ingin mencari tentang
47
bagaimana cara membaca Al-Qur’an yang benar maka kita dapat
memanfaatkan search engine Al-Qur’an Digital. Tetapi pengetahuan
siswa mengenai dunia maya masih belum cukup karena tidak adanya
pelatihan tentang bagaimana mencari informasi di internet. Hal inipun
di akui oleh informan bahwa dalam mengajarkan cara melakukan
penelusuran di intenet mereka masih kurang pandai. Hal ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dorrel dari Robert Gordon
University bahwa “Guru-guru membatasi sumber-sumber informasi
pada sumber-sumber informasi yang menurut mereka sudah
familiar”.9
Dari wawancara yang dilakukan ada 2 informan yang mempunyai
kepercayaan terhadap beberapa situs tertentu. Misalnya Informan 1, ia
percaya kepada situs resmi suatu lembaga atau organisasi terpercaya
dan sudah banyak diakui oleh banyak orang. Dalam kaitannya dengan
mata pelajaran yang diampu yaitu Agama Islam, ia banyak merujuk
pada Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, dll. Selain itu, ia juga
membandingkan dengan situs resmi dari pemerintah yaitu Departemen
Agama. Oleh karena itu ia mengajarkan kepada siswa untuk mencari
informasi tentang pelajaran Agama Islam disitus tersebut. Selain
meyakini pada suatu lembaga atau organisasi, ia juga percaya pada
ketenaran suatu tokoh atau pengarang tertentu. Misalnya bila ia
mengajarkan siswa tentang kebutuhan informasi yang berkaitan
dengan tafsir Al-Qur’an, ia selalu merujuk pada Quraish Shihab, hal
ini dilakukan dengan mengunjungi situs resmi dari beliau. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalerensi Naibaho tahun
2004 bahwa “Kepopuleran pengarang merupakan salah satu
pertimbangan dalam memilih informasi. Sedangkan informan 2 lebih
memilih mengajarkan siswa untuk menelusuri langsung ke situs
tertentu berdasarkan rekomendasi dari guru lain atau dengan melihat
rujukan situs yang tertera pada sebuah buku.
9
Dorothy, Williams and Louisa Coles. Op, Cit.
48
Selain internet, diharapkan siswa sebagai bagian dari komunitas
sekolah
dapat
memanfaatkan
sumber-sumber
informasi
lain.
Pepustakaan merupakan salah satu sarana sumber infromasi yang
dapat digunakan dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Dalam
hal ini beberapa guru sudah menganjurkan kepada siswa untuk
memanfaatkan perpustakaan sekolah terutama perpustakaan SMPN 27
dengan baik, seperti yang diungkapkan informan 3. Informan 3
mengungkapkan bahwa ia cenderung lebih banyak memerintahkan
siswa untuk mencari informasi di perpustakaan. Pengakuan Informan
1 sedikit berbeda dengan informan lainnya karena sumber infromasi
yang ia gunakan adalah perpustakaan, dan internet menjadi sumber
kedua. Menurutnya internet merupakan sumber informasi yang
“instan”. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman informan 3
mengenai sumber informasi elektronik terutama internet masih
tergolong kurang. Bila siswa dapat memahami dengan baik informasi
mengenai internet, tentu pemanfaatannya tidak hanya sekedar mencari
informasi yang sifatnya umum tetapi juga informasi ilmiah asalkan
tahu bagaimana cara menelusur.
Lain halnya dengan Informan 2 yang mengaku lebih memilih
internet karena up to date dan kalau ke perpustakaan akan sulit bagi
siswa untuk mencari informasi karena harus tau karangan siapa dan
mencari bukunya. Dan menurutnya pencarian informasi di internet
lebih mudah dan lebih cepat karena kalau siswa mencari buku di
perpustakaan, mereka harus menyalin kembali menggunakan tulisan
tangan dan menganggap siswa akan cepat merasa bosan kalau harus
berdiam di perpustakaan untuk membaca buku. Dalam hal ini, perlu
adanya perubahan paradigma mengenai perpustakaan dan dibutuhkan
satu pemahaman dan pengetahuan lebih luas apa itu perpustakaan.
Bilamana gurunya sudah tidak ada kesan yang baik terhadap
perpustakaan bagaimana mereka dapat memberikan rujukan mengenai
sumber informasi yang tepat kepada siswanya. Sselain itu, hal ini juga
49
akan menghambat adanya kerjasama antara pustakawan dan guru
dalam menciptakan suatu komunitas sekolah yang melek informasi.
Informan 1 dan Informan 4 yang tergolong lebih literate karena
mereka selalu mengajarkan siswa untuk menggunakan perpustakaan
dan internet sebagai sumber informasi dalam memenuhi kebutuhan
terhadap informasi siswa. Siswa diajarkan agar menyesuaikannya
dengan konteks informasi yang akan dicari. Dari pengakuan informan
3 diketahui juga bahwa perpustakaan sekolah belum bisa seluruhnya
mengakomodir kebutuhan informasi siswa.
Para siswa masih mengalami hambatan dalam melakukan akses
informasi terutama dengan media internet. Hambatan yang dirasakan
adalah kurangnya kecepatan internet yang telah disediakan. Mereka
mengaku dengan adanya fasilitas dari sekolah yang menyediakan
internet di setiap kelas memudahkan siswa dalam mencari informasi
namun keterbatasan bandwith yang belum bisa mengakomodir akses
internet dengan kecepatan tinggi menjadi hambatan utama. Hal ini
diungkapkan oleh informan 1 dan informan 2 yang mengatakan bahwa
akses internet yang disediakan di kelas masih lambat. Hal ini
menghambat guru dalam mengajarkan siswa untuk melakukan
penelusuran informasi.
Kemampuan siswa dalam mengakses internet masih dirasakan
kurang. Para siswa juga masih minim dalam memanfaatkan internet
sebagai media komunikasi. Mereka tidak menggunakan internet untuk
bertukar pikiran melalui forum diskusi atau jaringan luas yang ada di
internet. Para siswa
hanya menggunakan internet sebagai media
pemenuhan kebutuhan informasi.
Kendala lainnya adalah keterbatasan waktu. Sedikitnya jumlah
waktu menjadi kendala dalam melakukan proses pencarian dan
penelusuran informasi. Hal ini membuktikan bahwa para informan
belum mampu memanfaatkan waktu secara efektif untuk dapat
50
melakukan pengajaran kepada siswa
tentang bagaimana mencari
informasi yang tepat.
Keterampilan melakukan penelusuran informasi harus ditunjang
dengan keterampilan dasar tentang peberdayaan perpustakaan dan
pengetahuan
serta penggunaan teknologi informasi. Hal ini
dikarenakan selain harus dapat mengakses sumber-sumber informasi
elektronik, individu yang melek informasi juga harus dapat secara
efektif mengakses sumber informasi tercetak. Sumber-sumber
informasi tercetak misalnya buku, majalah, elektronik dll. Hal ini
dapat dilakukan dengan memanfaatkan perpustakaan sebagai salah
satu sarana sekolah yang banyak menyediakan sumber informasi
tersebut.
Dari berbagai jawaban yang diberikan oleh informan, hampir
semua siswa memanfaatkan internet sebagai sumber informasi. Akan
tetapi yang perlu diingat adalah sumber informasi yang dapat
dieksplor bukan hanya internet. Seseorang yang melek informasi juga
harus dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai salah satu sarana
yang dapat dijadikan sumber untuk memenuhi berbagai kebutuhan
informasi. Tetapi sangat disayangkan hanya beberapa informan yang
menjadikan perpustakaan sebagai satu sarana pemenuhan kebutuhan
informasi siswa.
c. Strategi Penelusuran Informasi
Perkembangan teknologi informasi menuntut seseorang untuk
dapat lebih paham dalam penguasaan dan penggunaannya. Teknologi
informasi banyak mempermudah kehidupan manusia untuk itu kita
dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perubahan zaman yang begitu
cepat.
Berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi, internet
merupakan salah satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan.
Namun
berkembangnya
internet,
harus
disesuaikan
dengan
pemahaman mengenai internet dan kemampuan menelusur yang baik
51
sehingga kita tidak tejebak dalam kubangan informasi yang jumlahnya
miliyaran.
Namun pada kenyataannya, para siswa masih mengandalkan satu
search engine yang sudah familiar dan kurang memahami cakupan
dan pengetahuan yang cukup mengenai search engine tersebut. Selain
itu, para siswa pun tidak pernah mengkonsultasikan kepada
pustakawan bagaimana mengidentifikasi alat bantu penelusuran
karena menganggap bahwa dirinya mampu menggunakannya.
Selain internet, perpustakaan dapat dijadikan satu sumber
informasi yang kaya. Namun pada kenyataannya, siswa jarang
menggunakan perpustakaan dalam rangka pemenuhan informasinya.
Disinilah peran guru diperlukan. Dari empat informasn hanya 3 yang
memanfaatkan perpustakaan, itupun maih belum maksimal.
Dari keempat informan, informan 1 dan informan 4 lebih banyak
mengetahui hal-hal mengenai perpustakaan. Oleh karena itu mereka
bekerjasama dengan perpustakaan agar dapat mengajarkan siswa
bagaimana cara mencari sumber informasi dengan cepat tanpa harus
menelusuri semua sumber yang ada di perpustakaan.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa dalam melakukan
penelusuran di internet, kemampuan siswa harus lebih dapat
ditingkatkan. Hal ini dikarenakan, semua siswa masih menggunakan
bahasa ilmiah (natural language) atau kata kunci (keyword) dalam
menerapkan strategi penelusuran di internet. Padahal seseorang dapat
dikatakan literate terhadap informasi bila dalam melakukan
penelusuran juga dapat menggunakan bahasa terkendali (controlled
language) dan dapat mengaitkan istilah-istilah berhubungan dengan
topik yang dicari.
Agar hasil perolehan yang didapatkan maksimal, maka perlu
memfokuskan hasil pencarian. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan boolean operator (AND, OR, NOT) atau menggunakan
tanda petik. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa semua siswa
52
belum mengetahui fungsi dari tanda-tanda tersebut. Selain itu,
seseorang
dapat
dikatakan
information
literate
bila
sudah
menggunakan alat bantu penelusuran informasi dalam berbagai jenis
dan format.10
Kemampuan dalam melakukan penelusuran dapat dilakukan
dengan menerapka strategi yang tepat untuk dapat mencari informasi
yang sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan dalam menerapkan
strategi penelusuran juga diharapkan dapat memberikan efesiensi
waktu dan efektivitas hasil perolehan pencarian.
d. Pemanfaatan Informasi
Selain informasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang relevan
terhadap pembelajaran dan suatu pencapaian dalam pendidikan dan
kehidupan, pemanfaatan informasi dapat dilihat sebagai bagian dari
fondasi untuk dapat belajar sepanjang hayat.
Hal yang terpenting dalam literasi informasi adalah bagaimana
kita dapat memanfaatkan informasi yang telah didapatkan sebaik
mungkin. Informasi yang sudah didapatkan dapat kita oleh dengan
menggabungkan pengetahuan yang sudah kita miliki sebelumnya. Ada
berbagai macam cara untuk mengolah informasi menjadi satu produk
baru. Selain itu, informasi akan lebih berguna jika informasi dapat
disebarluaskan kepada forum atau kelompok. Salah satu standar
individu yang literate adalah individu yang dapat melakukan satu
diskusi dalam suatu kelompok, atau berpartisipasi dan memberikan
kontribusi terhadap pengembangan subyek yang sedang dibahas.
Dalam hal ini siswa juga sudah mulai melakukan diskusi dengan guru
walaupun sifatnya informal.
Menurut standar Australian Framework seseorang yang melek
informasi mengaplikasikan informasi yang lama dengan apa yang
didapatkan untuk membuat satu konsep baru atau menciptakan satu
10
Alan Bundy (2004). Australian and New Zealand Information Literacy Framework:
Principles, Standards and Practice. Diakses 04 Desember 2014, dari http://www.caul.edu.au/
infoliteracy/InfoLiteracyFramework.pdf
53
pemahaman baru. Selain itu orang yang melek informasi dapat
membandingkan
dan
menyatukan
pemahaman
baru
dengan
pengetahuan lama untuk menemukan satu nilai tambah dalam suatu
informasi, kontradiksi, atau keunikan lain dari suatu informasi. Selain
itu, dapat mengkomunikasikan pengetahuan dan pemahaman baru
secara efektif. Seseorang yang melek informasi dapat menemukan
apakah informasi tersebut memuaskan, ataukah ada informasi lain
yang dibutuhkan dan apakah informasi yang ada itu bertolak belakang
dengan melakukan verifikasi informasi menggunakan sumber yang
lain, menyadari hubungan dekat dengan konsep dan dapat
menggambarkan kesimpulan berdasarkan dengan apa yang informasi
yang sudah terkumpul.
e. Mengkomunikasikan Informasi
Dalam mengkomunikasikan informasi yang sudah didapatkan,
diharapka tidak hanya terjadi kepada sesama siswa tetapi juga dapat
meluas ke komunitas sekolah yang lain.
Selain itu, dapat memilih media komunikasi dan format yang
paling tepat untuk mendukung tujuan menyebarkan suatu produk
informasi ke sasaran yang dituju dan menggunakan teknologi
informasi yang cocok dalam menciptakan satu produk informasi
merupakan salah satu ciri seseorang yang melek informasi.
Bekerjasama soal bentuk desain dan mengkomunikasikan dengan baik
untuk lingkungan, mengkomunikasikan produk informasi secara jelas
dan dengan gaya yang mendukung tujuan dari sasaran yang
diinginkan.
Komunikasi tidak hanya dapat terjadi secara lisan dan tatap muka
langsung namun juga tulisan dan tak langsung. Contoh komunikasi tak
langsung adalah berinteraksi di intenet, interaksi yang dilakukan
misalnya berdiskusi pada suatu forum legal, memberikan pendapat
dan ikut berdiskusi mengenai satu bahasan dalam suatu milis dll.
Dalam hal ini, belum ada satupun siswa yang melakukannya. Mereka
54
memanfaatkan internet masih hanya sebatas pencarian informasi dan
belum mengeksplor hal-hal lain, penggunaan email juga masih belum
signifikan.
f. Evaluasi Pembelajaran
Guru yang baik akan selalu melakukan evaluasi pembelajaran
yang telah dilakukan secara berkala. Evaluasi pembelajaran yang
dilakukan tidak harus selalu dari pihak sekolah atau formalitas
penilaian, namun evaluasi yang dimaksud adalah untuk siswa itu
sendiri sebagai individu dalam menjalankan perannya sebagai murid.
Walaupun informan sudah memiliki kesadaran mengevaluasi
dirinya sebagai guru dalam rangka meningkatkan literasi informasi
siswa. Namun pada kenyataannya, mereka belum melakukannya
dengan melakukan tindakan nyata. Informan hanya melakukan
evaluasi secara subyektif, padahal untuk dapat melihat evaluasi secara
nyata kita juga harus melihatnya dari sisi siswa sehingga menjadi
lebih obyektif.
C. Penerapan Literasi Informasi dalam Proses Pembelajaran
Dalam membangun siswa agar menjadi pembelajar sepanjang hayat
dan individu yang literate bukanlah hal yang mudah. Hal ini
membutuhkan kemampuan guru sebagai media yang dapat menjembatani
pembelajaran di kelas. Untuk dapat mengetahui bagaimana siswa
menerapkan literasi informasi yang dilakukan adalah bertanya mengenai
metode pembelajaran di kelas dan kegiatan belajar mengajar.
Menurut informan 1 pembelajaran yang efektif adalah dengan
menggali pemahaman mengenai materi yang diajarkan. Sebelum
melakukan diskusi terlebih dahulu dengan membicarakan materi yang
diajarkan atau bahan yang akan dijadikan diskusi. Informan 1 mengaku
bahwa ia menggunakan metode ceramah kelas dalam memulai suatu
materi ajar. Menurutnya hal ini perlu dilakukan agar siswa mengetahui
lebih banyak materi yang akan didiskusikan. Selain itu, Informan 1 juga
55
melakukan
diskusi
kelompok.
Kemudian
setiap
kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya kedepan kelas setelah itu barulah
dilakukan penilaian oleh teman sebayanya (peer assessment).
Mengingat sistem moving class yang diterapkan oleh SMPN 27
maka ruangan kelas menjadi wewenang guru dalam membuat suasana
kelas menjadi nyaman. Karena menurut penelitian, kenyamanan kelas
menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar.
Karena kelas merupakan salah satu media pembelajaran yang penting
maka guru SMPN 27 berusaha membuat susasana kelas menjadi satu
media “inspiring”. Seperti yang dilakukan informan 4, ia selalu berusaha
membuat suasana kelasnya nyaman untuk kegiatan belajar. Salah satu
usaha yang dilakukannya adalah dengan membuat posisi duduk yang
nyaman, menugaskan siswa untuk mengeksplor kreatifitasnya yaitu
membuat majalah dinding kelas dan menempelkan artikel-artikel yang
berhubungan dengan Pendidikan Agama Islam yang mereka dapatkan
ketika mecari informasi di internet ataupun di perpustakaan. Artikelartikel tersebut dapat berfungsi ganda, bentuknya yang beragam dapat
membuat kelas menjadi lebih atraktif dan dapat menambah semangat
belajar. Selain itu, artikel dapat menambah memperkaya wawasan para
siswa.
Menurut informan 2 lebih banyak memberikan simulasi kepada
siswa mengenai peristiwa yang terjadi belakang ini. Ia lebih banyak
memberikan contoh-contoh peristiwa alam dalam bentuk animasi atau
film agar siswa dapat memahami materinya dengan baik. Karena dengan
adanya visualisasi dari sebuah peristiwa siswa diharapkan dapat
membayangkan bagaimana sebenarnya proses dari gejala alam terjadi.
Beberapa metode juga ia lakukan misalnya dengan memberikan tugas
kelompok kepada siswa untuk mencari tahu bagaimana peristiwa alam
terjadi. Setelah itu, mereka akan mempresentasikan di depan kelas.
Sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar, informan 1 selalu
melakukan penyamaan emosi ketika siswanya masuk kelas. Menurutnya
56
ketika masuk ke dalam kelas, emosi mereka harus stabil agar proses
belajar mengajar di dalam kelas berlangsung dengan efektif. Sebelum
masuk ruangan kelas dan mulai belajar biasanya siswa-siswanya
merasakan suasana hati yang berbeda-beda. Hal ini dimungkinkan karena
usia siswa-siswi yang masih labil dan dalam tahap pencarian jati diri.
Dalam menstabilkan emosi siswa-siswi ini,
informan 1 biasanya
melakukan tadarus Al-Qur’an secara bersama-sama. Setelah melakukan
itu secara bersama-sama, ia baru memulai melakukan diskusi mengenai
materi hari itu. Metode pembelajaran yang dilakukan oleh Informan 2
tergolong menarik karena juga menggunakan film.
Sedangkan informan 1 metode yang ia terapkan masih tergolong
konvensional. Kegiatan belajar mengajar dalam kelas ia banyak
melakukan ceramah diskusi. Tetapi ia juga berusaha meningkatkan daya
kritis siswa dengan melakukan adanya diskusi.
Dalam penelitian ini, usaha yang dapat dilakukan guru untuk
menjadikan
siswa
kritis
adalah
dengan
menggunakan
metode
pembelajaran yang tepat untuk di gunakan dalam kelas. Dalam kelas guru
memfasilitasi kegiatan belajar siswanya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa guru SMPN 27 menerapkan berbagai metode pembelajaran
dikelas yang hampir sama.
SMPN 27 tidak secara eksplisit mencantumkan literasi informasi
sebagai suatu hasil belajar yang harus dimiliki oleh setiap bagian dari
komunitas sekolah. Tetapi tujuan pembelajaran dari SMPN 27 yang
berlandaskan pembelajaran sepanjang hayat merupakan satu indikasi
yang dapat dijasikan ukuran dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
di sekolah. Untuk itu SMPN 27 sendiri memberikan satu sarana untuk
mencapai tujuan tersebut.
57
D. Peran Guru dalam Mengembangkan Literasi Informasi
Siswa
Perpustakaan dikatakan sebagai jantung sekolah, oleh karena itu
perpustakaan mempunyai andil dalam mengembangkan komunitas
sekolah baik guru, siswa dan pustakawan. Namun keberadaan
perpustakaan di suatu sekolah masih dipandang sebelah mata. Untuk
dapat menghilangkan citra buruk perpustakaan di mata komunitas
sekolah.
Menurut The Williams and Wavell empelajari mengenai tantangan
guru dalam memahami aktivitas belajar dalam kaitannya dengan
information handling yaitu “kemampuan guru dan pustakawan dalam
mendiagnosis masalah informasi seperti yang dihadapi oleh siswa dan
untuk memberikan dukungan pada mereka”. Dalam penelitian ini, ada
bukti yang mengindikasikan pentingnya pemahaman dan kolaborasi.
Dobber dan Hanna mengatakan bahwa “Orang yang melek informasi
juga harus dapat memanfaatkan perpustakaan”. Untuk dapat menjadikan
siswa-siswi SMPN 27 sebagai individu yang melek informasi maka
mereka harus bisa memanfaatkan perpustakaan dengan baik. Untuk
mewujudkan hal tersebut tidak hanya diperlukan peran pustakawan tetapi
juga guru. Guru dan pustakawan harus dapat berkolaborasi untuk dapat
mewujudkan komunitas sekolah yang literate. Pustakawan merupakan
seseorang yang memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan pengguna,
salah satunya dengan memberikan pendidikan pemakai yang tepat.
Namun demikian pustakawan tidaklah dapat mewujudkan komunitas
yang literate bila tidak didukung oleh peran guru. Guru seharusnya dapat
memberikan kontribusi yang lebih mengingat frekuensinya bertemu
dengan siswa lebih banyak.
Perpustakaan SMPN 27 hanya memberikan pendidikan pemakai
yang berorientasi pada pelatihan literasi informasi kepada siswa-siswi
SMPN 27 di awal tahun ajaran. Akan tetapi pendidikan pemakai ini
belum diberikan kepada guru-guru. Padahal mereka juga sangat
58
membutuhkan pengetahuan mengenai literasi informasi agar mereka
dapat memahami dan menerapkannya dengan baik kepada siswa-siswi
mereka. Dalam penelitian ini terlihat bahwa belum adanya kerjasama
yang baik antara guru dan pustakawan. Penelitian ini juga membuktikan
bahwa siswa-siswi SMPN 27 belum memiliki kesadaran penuh dalam
mengintegrasikan
pembelajaran.
perpustakaan
sebagai
bagian
dalam
proses
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa walaupun belum mengetahui
dan memahami secara mendalam mengenai konsep literasi informasi namun
informan sudah mulai mengarahkan siswanya untuk dapat menjadi individu
yang selalu berpikir kritis dan pembelajar sepanjang hayat. Sebagaimana
tujuan akhir dari literasi informasi. Informan sudah berusaha membuat suatu
metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, misalnya dengan membuat
suatu trigger untuk dapat menghidupkan diskusi di kelas dan menstimulasi
cara berpikir siswa agar terbiasa memecahkan masalah, adanya diskusi
kelompok dan presentasi hasil diskusi untuk menambah rasa percaya diri
siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan literasi informasi yang mengharapkan
semua individu dapat belajar bagaimana caranya belajar –leraning how to
learn.
Pelatihan yang selama ini diberikan dari pihak guru untuk para siswa
secara berkala memiliki sedikit manfaat dalam mengembangkan literasi
informasi siswa. Akan tetapi yang perlu dilakukan adalah pelatihan khusus
mengenai literasi informasi siswa agar para siswa dapat memahami secara
mendalam bagaimana cara menjadi siswa ataupun individu yang literate.
Penelusuran informasi di internet juga masih dalam pengembangan
karena selama ini guru hanya mengajarkan siswa untuk menggunakan search
engine yang menurut mereka familiar bukan karena memahami dari fungsi
search engine itu sendiri. Hal ini membuktikan bahwa guru belum dapat
menguasai literasi informasi dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi
untuk dapat mengembangkan literasi informasi siswa.
Strategi penelusuran informasi yang diterapkan juga masih belum
sistematis. Walaupun mereka mengaku siswa-siswi selalu mendapatkan
informasi yang mereka butuhkan tetapi sistematika penelusuran masih belum
59
60
efektif. Selain itu kegiatan yang dilakukan di dunia maya hanya sebatas
pencarian informasi yang sifatnya pengetahuan umum, tetapi dalam
melakukan pencarian penelitian ilmiah masih belum banyak digali. Selain itu
mereka belum banyak memanfaatkan fasilitas di intenet secara maksimal
misalnya email, forum diskusi dll.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca dan pihak sekolah
terkait dengan penelitian yang telah dilakukan ini diantaranya adalah:
1. Guru harus dapat lebih meningkatkan kemampuan literasi informasi siswa
dalam menunjang prestasi belajarnya. Terutama kemampuan dalam
melakukan penelusuran informasi dan memanfaatkan sumber-sumber
informasi yang tersedia, seperti sarana perpustakaan. Oleh karena itu,
perpustakaan pun dala hal ini harus dapat mengakomodir kebutuhan
informasi siswa SMNPN 27.
2. Dengan meningkatnya teknologi informasi menuntut adanya perubahan
pada kemampuan dalam mengakses dan memanfaatkan informasi.
Pemanfaatan teknologi informasi dapat memudahkan proses belajar
mengajar di SMPN 27.
3. Perlu adanya dukungan dari pihak sekolah SMPN 27 untuk dapat
meningkatkan literasi informasi siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan pelatihan mengenai konsep dan pemahaman literasi
informasi. Serta perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana dalam
menunjang kegiatan belajar mengajar, misalnya dengan menambah koleksi
sumber informasi di perpustakaan dan juga menambah kecepatan akses
internet yang masih jauh kurang.
4. Penerapan literasi informasi dalam proses pembelajaran dirasakan masih
perlu banyak ditingkatkan. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama antara
guru dengan pustakawan untuk mewujudkan terciptanya komunitas yang
lebih literate terhadap informasi. Dalam hal ini guru harus lebih proaktif
untuk mengajak pustakawan dan anggota komunitas sekolah lainnya untuk
61
dapat mewujudkan siswa-siswi yang literate. Hal ini perlu dilakukan
mengingat masih terbatasnya pengetahuan guru dan siswa mengenai
literasi informasi. Jika guru dan siswa sudah memahami konsep literasi
informasi secara ‘utuh’, maka akan memudahkan dalam menerapkan
dalam proses pembelajaran di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya, 2011. Cet. VI.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Ciputat Press, 2002. Cet. 1
Bundy, Alan (2004). Australian and New Zealand Information Literacy
Framework: Principles, Standards and Practice. Diakses 04 Desember
2014, dari http://www.caul.edu.au/infoliteracy/InfoLiteracyFramework.pdf
Darajat, Zakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
_______, Zakiah dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 1995. Cet. I
_______, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam Sejak Dini. Jakarta: A.H. Ba’adillah
Press, 2002. Cet. I
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Syamil Cipta
Media.
Echols, John M dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia = An EnglishIndonesia Dictinor. Jakarta: Gramedia, 2000.
Farida, Ida, Information Literacy Skills: Dasar pembelajaran seumur hidup.
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Fitrihana, Noor, 2009. Peningkatan Kompetensi Literasi Informasi di Internet.
http://batikyogya.wordpress.com/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2014
jam 09.12
Hamdani, Ihsan, H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia, 2001.
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Poposal dan
Laporan Penelitian. Malang: UMM Press, 2004.
http://josephrdaniel.wordpress.com/2013/08/16/coding-sebuah-proses-pentingdalam-penelitian-kualitatif/
http://www.depdiknas.co.id, 18 November 2014
http://www.depag.co.id, 18 November 2014
Lien, Diao Ai dkk, Literasi Informasi: tujuh langkah knowledge management.
Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2010. Edisi II
Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. cet ke 2
Mardalis, Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Cet. VI
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta; PT Rineka Cipta: 2007.
Moloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2000
Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang DasarDasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan diIndonesia. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Mulyasa E, “Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”,
dalam Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008. Cet. III.
Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistic Kualitatif. Bandung: Trsito,1988.
Nata, Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Bandung: Angkasa,
2003. Cet. 1.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Quantum Teaching, 2005. Cet. III
Poerwanari, E. Kristi. Pendkatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta:
LP3ES, 1998. Cet.1.
Rasyidin Al dan H. Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005. Cet. II.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2008.
Singh, Diljit. (2006). School Libraries and Information Literacy. Disampaikan
pada Seminar Perpustakaan Sekolah: Peran Literasi Informasi dan
Teknologi
Informasi
Komunikasi
di
Perpustakaan
Sekolah
dalam
Menunjang Proses Pembelajaran. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Sudarsono, Blasius, et. Al. (2009) Literasi Informasi: pengantar untuk
perpustakaan sekolah, Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif. Bandung:
Alfabeta, 1988.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007. Cet. VII
Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2009.
Usman, Husaini., dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial.
Usman, Uzer M, Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001. Edisi kedua
DAFTAR REFERENSI
Nama
: Nur Fauziah
NIM
: 1110011000010
Fakultas
: Tarbiyan dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: Upaya Guru dalam Mengembangkan Literasi Informasi Siswa pada
Mata Pelajaran PAI
BAB I
No
1
2
3
4
5
6
7
Judul Buku
No
Halaman
Paraf
Footnote
Referensi
Pembimbing
Literasi Informasi: pengantar untuk
1, 8
perpustakaan sekolah
Peningkatan Kompetensi Literasi
2
Informasi di Internet
School Libraries and Information Literacy
Information Literacy Skills: Dasar
3
4, 10, 11, 12
pembelajaran seumur hidup
As we may think: Information Literacy as
30, 31, 32
5
a discipline for thr information age
Konsep dan Makna Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi
6
61
7
130
BAB II
No
Judul Buku
9
Mushaf Al-Qur’an dan
Terjemahannya
Filsafat Pendidikan Islam
10
Ilmu Pendidikan Islam
8
No
Footnote
1
Halaman
Referensi
2
93
3
39
Paraf
Pembimbing
11
12
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam
Menjadi Guru Profesional
4
75
5
5
Guru Profesional & Implementasi
Kurikulum
Undang-Undang RI No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen
Kamus Inggris Indonesia = An
English-Indonesia Dictinor
Literasi Informasi: tujuh langkah
knowledge management
Australia and New Zealand
Information Literacy Framework:
Principles, Standards and Practice
Kapita Selekta Pendidikan Agama
Islam
Pengantar Pendidikan Sebuah Studi
Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan Pada Umumnya dan
Pendidikan diIndonesia
Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi
Ilmu Pendidikan Islam Sejak Dini
6
6
7
246
9
361
13, 14, 15
4, 5
17
18, 19
10, 11
20
3
23, 32
24
130, 134135
37
25, 26, 27
15, 16, 19
28, 29
36, 29
22
Pengantar Ilmu dan Metologi
Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam:
Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis
23
Al-Qur’an dan Terjemahannya
30, 31
206, 145
24
Metodik Khusus Pengajaran Agama
Islam
33-39
86-112
BAB III
No
Judul Buku
25
Mardalis, Metode Penelitian
26
Nazir, Moh., Metode Penelitian
27
Pendkatan kualitatif dalam penelitian
psikologi
Metode Penelitian Kualitatif:
Aplikasi Praktis Pembuatan Poposal
dan Laporan Penelitian,
Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar
28
29
No
Footnote
1
Halaman
Referensi
24
2
54
3, 19
102
4
75
5, 7, 8
110-111
Paraf
Pembimbing
30
31
32
33
34
Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif
Metodologi Penelitian Pendidikan
165
9
126
10, 12
11
334, 338,
369, 124
177
11, 12, 13
85, 87
Metodologi Penelitian Naturalistic
Kualitatif
Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif
Lexy J Moleong. Metodologi
Penelitian Kualitatif
Metodologi Penelitian Sosial
6
BAB IV
No
No
Footnote
1
Judul Buku
35
Pokoknya Penelitian Kualitatif
36
Metodologi Penelitian Kualitatif
2
37
Outcome measures for information
literacy within the national education
goals of 1990
Psikologi Pendidikan Perangkat
Sistem Pembelajaran Modul
3, 7
39
Information Literacy in the Classroom
6
40
Information Competency Standards for
Higher Education
A Study of Undergraduate Information
Literacy and Skills
Literasi Informasi: Identifikasi Masalah/
Kebutuhan Informasi
The Use of Research by Teachers
8
Australian and New Zealand
Information Literacy Framework
12
38
41
42
43
44
4, 5
9
10
11
Halaman
Referensi
105
110
Paraf
Pembimbing
Lampiran 1
Format Pengamatan Observasi Literasi Informasi
No.
Dimensi
1. Kemampuan
mengakses
informasi
2.
Kemampuan
dalam
mengevaluasi
informasi
Sasaran yang diamati
a. Kemampuan
untuk
mengetahui
atau
mengidentifikasikan
kebutuhan
terhadap
kebutuhan informasi
b. Kebutuhan
dalam
mengetahui
bahwa
keakuratan
dan
kelengkapan informasi
adalah dasar untuk
membuat keputusan
yang cerdas
c. Kemampuan
dalam
menginformasikan
pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan
pada
kebutuhan
bagi
informasi
d. Kebutuhan
dalam
mengidentifikasi
sumber-sumber
informasi
yang
berpotensi
e. Kemampuan
dalam
mengembangkan
berbagai
strategi
penelusuran
secara
sukses
f. Kemampuan
dalam
mengakses informasi
baik yang bersumber
cetakan
maupun
teknologi
(dalam
bentuk elektronik)
a. Kemampuan
dalam
menetapkan
kewenangan
b. Kemampuan
dalam
menentukan
keakuratan
dan
Baik
√
Kurang
√
√
√
√
√
√
√
3.
Kemampuan
dalam
menggunakan
informasi
kerelevanan informasi
c. Kemampuan
dalam
mengetahui pendapat
dan persepektif
a. Kemampuan
dalam
mengorganisasi
informasi penerapan
praktis
b. Kemampuan
dalam
memadukan
(mengintegrasikan)
informasi
terbaru
kedalam
tubuh
pengetahuan
yang
sebelumnya memang
sudah ada
c. Kemampuan
dalam
menggunakan
informasi
dalam
pemikiran yang kritis
dan
pemecahan
masalah
√
√
√
√
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA
Mengakses Informasi
1. Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud dengan literasi/melek informasi?
2. Menurut Bapak/Ibu, apa sih yang dimaksud dengan kebutuhan informasi?
3. Apakah bapak/ibu tahu kebutuhan informasi siswa itu seperti apa?
4. Bagaimana cara bapak/ibu menentukan kebutuhan informasi siswa?
5. Apakah selama ini bapak/ibu mempunyai kendala dalam menentukan
kebutuhan informasi siswa dan menentukkan jenis dan sumber informasi
dalam memenuhinya?
Mengevaluasi Informasi
1. Untuk mata pelajaran PAI ini, dimana bapak/ibu mengeksplor informasi yang
dibutuhkan oleh siswa?
2. Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada siswa untuk menerapkan
strategi penelusuran yang efektif?
3. Apa pertimbangan bapak/Ibu untuk menggunakan alat bantu dalam melakukan
pencarian informasi yang diajarkan kepada siswa?
4. Mengapa bapak/ibu mengajarkan kepada siswa untuk menyeleksi dan
merekam informasi yang relevan untuk mata pelajaran PAI?
5. Apakah bapak/ibu mengajarkan kepada siswa untuk menyimpan informasi
yang didapat? Teknologi seperti apa yang digunakan?
6. Apakah siswa yang bapak/ibu ajarkan pernah mengalami kendala dan kesulitan
dalam mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif?
7. Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada siswa untuk mengevaluasi
hasil perolehan informasi yang mereka dapatkan (efektivitas)?
8. Apakah mereka juga mengevaluasi proses (efesiensi), bagaimana caranya?
Penggunaan Informasi
1.
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada siswa cara mengektraksi
informasi yang relevan?
2.
Bagaimana
cara
bapak/ibu
mengajarkan
kepada
siswa
agar
dapat
mengorganisasikan informasi dari berbagai sumber?
3.
Bagaimana
cara
bapak/ibu
mengajarkan
kepada
siswa
untuk
mempresentasikan informasi tersebut?
4.
Apakah dalam hal mengembangkan literasi informasi siswa, bapak/ibu
mendengarkan masukan orang lain?
Lampiran 3
TRANSKIP WAWANCARA
Nama Informan
No.
1
2
3
4
5
6
: Informan 1
Pertanyaan
Jawaban Informan
Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud “Literasi informasi itu mereka tau informasi seperti
dengan literasi/melek informasi?
apa yang dipakai dan bagaimana cara memperoleh
informasi yang relevan...”
Menurut Bapak/Ibu, apa sih yang dimaksud “Kebutuhan bagi sesorang pada saat dia tidak memiliki
dengan kebutuhan informasi?
sumber yang cukup atau tidak cukup mengerti
mengenai sesuatu seperti saya merasa saya butuh
informasi pada saat saya ingin melaukan sesuatu tetapi
tidak bisa saya lakukan...”
Apakah bapak/ibu tahu kebutuhan informasi “Para siswa memerlukan informasi yang berkaitan
siswa itu seperti apa?
dengan mata pelajaran yang sedang dipelajarinya,
misalnya pada mata pelajaran PAI, maka siswa
tersebut harus mencari informasi yang berkaitan
dengan mata pelajaran tersebut...”
Bagaimana cara bapak/ibu menentukan “Ya dilihat aja sesuai dengan bab apa yang sedang kita
kebutuhan informasi siswa?
pelajari di kelas...”
Apakah selama ini bapak/ibu mempunyai “Selama ini sih ga terlalu sulit dan banyak kendala,
kendala
dalam
menentukan
kebutuhan paling kendalanya hanya pada siswa yang SD atau
informasi siswa dan menentukkan jenis dan sekolahnya bukan berasal dari sekolah yang berbasis
sumber informasi dalam memenuhinya?
Islam sehingga pengetahuan keislamannya agak
kurang...”
Untuk mata pelajaran PAI ini, dimana “Saya biasanya bekerjasama dengan perpustakaan,
bapak/ibu mengeksplor informasi yang misalnya saya menyumbang buku-buku, artikel dan
dibutuhkan oleh siswa?
sebagainya yang berkaitan dengan Pendidikan Agama
Islam...”
Kode
Kode 1 : Warna Merah
Identifikasi
Kebutuhan
Informasi
Kode 2 : Warna Hijau
Akses Informasi
7
8
9
10
11
12
13
14
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada “Biasanya saya mengajarkan siswa untuk membuat
siswa untuk menerapkan strategi penelusuran mindmap terlebih dahulu dari sesuatu yang mereka
yang efektif?
butuhkan misalnya mereka butuh informasi tentang
shalat, maka mereka harus buat dulu keragkanya...dari
mulai niat shalat dan sebagainya...”
Apa
pertimbangan
bapak/Ibu
untuk “Karena bila tidak begitu maka siswa akan membuka
menggunakan alat bantu dalam melakukan web-web yang aneh-aneh yang bisa merusak moral
pencarian informasi yang diajarkan kepada siswa, maka saya selalu mengarahkan siswa untuk
siswa?
mencari informasi melalui alat bantu, seperti google
dan yahoo atau web-web yang menyangkut denga
pelajaran PAI...”
Mengapa bapak/ibu mengajarkan kepada siswa “Ya karena pelajaran PAI itu kan menyangkut masalah
untuk menyeleksi dan merekam informasi yang agama, jadi harus hati-hati dalam mencari
relevan untuk mata pelajaran PAI?
informasi...salah-salah bisa disebut penyimpangan
agama...”
Apakah bapak/ibu mengajarkan kepada siswa “Iyalah, saya selalu mengajarkan siswa untuk
untuk menyimpan informasi yang didapat? menyimpan informasi yang didapat ke dalam flashdisk
Teknologi seperti apa yang digunakan?
supaya ga ilang dan ketika diperlukan informasi itu
masih ada...”
Apakah siswa yang bapak/ibu ajarkan pernah “Ya sedikit-sedikit pasti ada kendala, dari mulai siswa
mengalami kendala dan kesulitan dalam yang belum tau tentang internet atau bahkan dimana
mengakses informasi yang dibutuhkan secara atau buku apa yang harus mereka pakai untuk mata
efektif?
pelajaran PAI...”
Bagaimana cara guru mengevaluasi hasil “Saya jarang sih melakukan evaluasi, paling ya
perolehan informasi yang siswa dapatkan bagaimana mereka mengerjakan semua tugas dengan
(efektivitas)?
baik atau tidaknya....”
Apakah mereka juga mengevaluasi proses “Tidak...”
(efesiensi), bagaimana caranya?
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada “Mengambil dari segala sumber yang terpercaya...”
Kode 3 : Warna Ungu
siswa cara mengektraksi informasi yang
Pemanfaatan Informasi
relevan?
15
16
17
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada
siswa agar dapat mengorganisasikan informasi
dari berbagai sumber?
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada
siswa untuk mempresentasikan informasi
tersebut?
Apakah dalam hal mengembangkan literasi
informasi siswa, bapak/ibu mendengarkan
masukan orang lain?
“Membuat
catatan-catatan
dirangkum...”
kecil
kemudian
“Mereka membacakan hasil informasi yang diperoleh
dan menyebutkan sumber informasi yang dipakai...”
“Pasti, saya memang butuh masukan dari guru
lain...saya juga mencari masukan dan saran-saran dari
guru yang menguasai tentang konsep literasi walaupun
beda mata pelajaran yang diajar...”
Lampiran 3
TRANSKIP WAWANCARA
Nama Informan
No.
1
2
3
4
5
6
7
: Informan 2
Pertanyaan
Jawaban Informan
Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud “Kemampuan memperoleh informasi....”
dengan literasi/melek informasi?
Menurut Bapak/Ibu, apa sih yang dimaksud “Kebutuhan pemenuhan hasrat kalo kita ingin
dengan kebutuhan informasi?
berkembang ingin menjadi yang lebih baik bisa juga
sebagai kebutuhan sesuatu yang diperlukan saat itu
untuk memenuhi wawasan untuk menambah
wawasan...”
Apakah bapak/ibu tahu kebutuhan informasi “Ya kalau dalam pelajaran, berarti mereka
siswa itu seperti apa?
memerlukan informasi mengenai mata pelajaran sesuai
dengan apa yang mereka sedang pelajari...”
Bagaimana cara bapak/ibu menentukan “Dilihat dari apa yang sekarang mereka sedang
kebutuhan informasi siswa?
pelajari...”
Apakah selama ini bapak/ibu mempunyai “Paling karena latar belakang sekolah mereka yang
kendala
dalam
menentukan
kebutuhan berbeda-beda atau tidak berbasis Islam makanya saya
informasi siswa dan menentukkan jenis dan harus lebih ekstra mengajarkannya cara mencari
sumber informasi dalam memenuhinya?
informasi mengenai masalah Pendidikan Agama
Islam...”
Untuk mata pelajaran PAI ini, dimana “Saya hanya merekomendasikan buku-buku yang
bapak/ibu mengeksplor informasi yang relevan, memperlihatkan video tentang pelajaran
dibutuhkan oleh siswa?
PAI...”
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada “Saya merasa agak kesulitan untuk itu...nah untuk
siswa untuk menerapkan strategi penelusuran menyiasati kebingungan kita maka itu biasanya saya
yang efektif?
mengajarkan siswa untuk menulis apa yang mau
mereka tulis...buat coret-coretan dulu...”
Kode
Kode 1 : Warna Merah
Identifikasi
Kebutuhan
Informasi
Kode 2 : Warna Hijau
Akses Informasi
8
9
Apa
pertimbangan
bapak/Ibu
untuk
menggunakan alat bantu dalam melakukan
pencarian informasi yang diajarkan kepada
siswa?
Mengapa bapak/ibu mengajarkan kepada siswa
untuk menyeleksi dan merekam informasi yang
relevan untuk mata pelajaran PAI?
10
Apakah bapak/ibu mengajarkan kepada siswa
untuk menyimpan informasi yang didapat?
Teknologi seperti apa yang digunakan?
11
Apakah siswa yang bapak/ibu ajarkan pernah
mengalami kendala dan kesulitan dalam
mengakses informasi yang dibutuhkan secara
efektif?
Bagaimana cara siswa mengevaluasi hasil
perolehan informasi yang mereka dapatkan
(efektivitas)?
Apakah mereka juga mengevaluasi proses
(efesiensi), bagaimana caranya?
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada
siswa cara mengektraksi informasi yang
relevan?
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada
siswa agar dapat mengorganisasikan informasi
dari berbagai sumber?
Bagaimana cara bapak/ibu mengajarkan kepada
siswa untuk mempresentasikan informasi
tersebut?
Apakah dalam hal mengembangkan literasi
12
13
14
15
16
17
“Karena kalo ga pake alat bantu mereka akan bingung
dimana harus mencari informasi tersebut...”
“Karena kalo mereka langsung memakan informasi
yang ada, mereka akan salah nantinya...kalo informasi
nya benar ga jadi masalah tapi kalo informasi nya
salah gimana...”
“Ya saya memang selalu menyuruh siswa untuk
menyimpannya, biasanya saya mengajarkan kepada
mereka untuk membuat catatan kecil mengenai
informasi yang didapat...”
“Ya palingan kalo misalnya ada siswa yang belum
mengerti cara menggunakan internet untuk mencari
informasi...atau mereka kebingungan saat mencari
materi di buku...”
“Saya
hanya
melihat
bagaimana
mereka
mempresentasikan tugas yang diberikan...”
“Jarang...”
“Dilihat dulu sumbernya terpercaya atau tidak Kode 3 : Warna Ungu
kemudian disatukan...”
Pemanfaatan Informasi
“Ya membuat coret-coretan dulu kemudian dijadikan
satu...”
“Ya mereka presentasi aja makalah yang dibuat
kemudian disebutkan deh sumbernya...”
“Itu sudah pasti, saya sangat butuh saran dari guru-
informasi siswa, bapak/ibu
masukan orang lain?
mendengarkan guru lain....semakin saya mendapat masukan semakin
banyak pengetahuan saya tentang bagaimana cara
mengajarkan siswa menjadi orang yang literate...”
Download