BAB I PENDAHULUAN Laporan penelitian ini membahas tentang perencanaan bisnis ErgoBam Furnitur yang bergerak di bidang industri mebel. Perencanaan bisnis dimulai dari menganalisis lingkungan perusahaan yang dikategorikan dalam dua bagian yakni lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan untuk mengevaluasi bisnis lebih lanjut. Rangkaian analisis berguna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat memperlancar ataupun menghambat perkembangan perusahaan. 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Lingkungan eksternal merupakan faktor penting yang perlu dikaji dalam menentukan pengambilan suatu keputusan. Pengenalan dan pemahaman tentang berbagai kondisi serta dampak yang menjadikan hal mutlak harus ditelaah lebih lanjut. Analisis lingkungan eksternal pada industri mebel di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memiliki ruang lingkup luas dan faktor-faktor diluar yang terlepas dari operasional perusahaan. Analisis yang bertujuan mengetahui ancaman dan peluang. Ancaman adalah suatu kondisi dalam lingkungan umum yang dapat menghambat aktivitas perusahaan dalam mencapai daya saing strategis. Sedangkan peluang adalah kondisi lingkungan umum dapat membantu perusahaan mencapai daya saing strategis. Proses yang dilakukan secara berkelanjutan untuk melakukan analisis adalah dengan melakukan pemindaian, pengawasan, peramalan dan penilaian. Lingkungan eksternal memerlukan 1 pengendalian jangka panjang dari manajemen puncak organisasi dalam menjalankan bisnis. Analisis lingkungan eksternal memberikan faktor-faktor sebagai kunci utama bagi perusahaan untuk memberikan respon dalam merumuskan strategi bagi perusahan. Misalnya faktor eksternal demografis digunakan untuk mengetahui apakah suatu wilayah dapat mendukung aktivitas bisnis dan potensi pasar yang dimiliki pada suatu wilayah tersebut serta peraturan dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan produk yang akan dipasarkan. Faktor-faktor eksternal yang akan diuraikan seperti gambaran umum industri, pemain utama industri mebel, pasar sasaran utama, kekuatan kompetitif dan hambatan pada industri akan menggambarkan kemampuan konsumen dalam memenuhi kebutuhan mebel dan kekuatan konsumen dalam membeli yang berdampak pada tingkat penjualan pada suatu produk. 1.1.1 Gambaran Umum Industri Industri mebel Indonesia masih memiliki pamor yang bagus dalam perdagangan dunia. Mebel Indonesia masih banyak diminati oleh konsumen nasional maupun internasional. Peran pemerintah mendorong pada pengembangan industri permebelan. Terlebih sektor ini telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari sepuluh komoditas unggulan ekspor tanah air. Dukungan dari aspek kualitas dan desain produk yang diminati oleh konsumen luar negeri, ketersedian bahan baku maupun sumber daya manusia yang terampil. 2 Demikian dari sisi pangsa pasar nasional, industri mebel lokal masih menguasai 70% pasar mebel domestik. Tetapi pangsa pasar ini terancam oleh impor mebel asal China yang pertumbuhannya mencapai 200% per tahun dalam satu tahun terakhir. Peningkatan impor mebel asal China yang terjadi tiap tahun terutama untuk segmen pasar menengah ke bawah (Asmindo, 2012). Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya seperti kekayaan hasil hutan dan non hutan misalnya hutan tropis yang dimiliki Indonesia menghasilkan bahan baku yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki kawasan hutan tropis seluas ± 133,84 juta hektar terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire (Data Strategis Kehutanan, 2009). Volume ekspor produk kayu olahan nasional hingga Juni 2013 mencapai 3,6 juta ton dengan nilai transaksi lebih dari Rp 28 triliun Indonesia sudah mengekspor produk olahan kayu ke seluruh belahan dunia sebanyak 36.419 kali. Pengiriman dilakukan melalui 64 pelabuhan yang ada di Indonesia, ke 820 pelabuhan bongkar muat yang ada di 134 negara. Wilayah Asia 75 %, Eropa 10 % dan Amerika 7,7 %. Total penerimaan devisanya mencapai Rp 28 triliun (Dongoran, 2013). Jatah produksi mebel rotan secara nasional periode tahun 2012 sebesar 143.120 ton. Angka produksi tersebut Indonesia tercatat sebagai penghasil 85 % bahan baku rotan (Kementrian Kehutanan, 2012). Sehingga negara-negara produsen mebel lainnya memiliki keterbatasan bahan baku yang signifikan, Indonesia menjadi negara eksportir terbesar untuk komoditas kayu dan rotan sebagai bahan baku mebel dan kayu olahan lainnya. 3 Industri mebel telah lama diakui sebagai industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Seiring dengan perkembangan pasar industri mebel kini diarahkan kepada penghasil produk yang bernilai tinggi, berdaya saing global dan berwawasan lingkungan sehingga industri mebel dapat terus konsisten sebagai industri prioritas penghasil devisa negara (Kementrian Perindustrian, 2011). Daya saing industri mebel Indonesia terletak pada sumber bahan baku alami yang melimpah, keragaman corak dan desain yang berciri khas lokal serta di dukung oleh sumber daya manusia dan teknologi yang memadai. Produk mebel Indonesia memiliki nilai keunggulan pada daya saing dalam diferensiasi maupun harga, diferensiasi pada interior dan eksterior mebel masih mengandalkan sentuhan seni ukir dan keragaman jenis kayu dan serat alam sehingga memiliki nilai pada desain unik. Industri mebel di Jawa Tengah memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dikembangkan. Selain itu, produksi mebel telah dikenal sejak lama karena kualitas, seni dan harga yang kompetitif. Pusat produsen mebel di Jawa Tengah tersebar di berbagai kota seperti Jepara, Klaten, Sukoharjo, Semarang, Kudus, Rembang, Blora dan Sragen (Kementerian Kehutanan, 2010). Tetapi secara nilai ekspor masih kalah dengan Jawa Timur misalnya Surabaya tiap bulannya bisa 200 - 400 kontainer menyumbang hingga 60 % untuk ekspor nasional US$ 1,8 miliar. Jawa Tengah baru menyumbang sekitar 40 %, kemudian disusul Jawa Barat, Cirebon dan Tangerang (Ayudea, 2013). 4 Produsen mebel untuk kebutuhan ekspor terus mengalami peningkatan, meski mendapatkan persaingan ketat dari negara Vietnam, Malaysia dan Cina. Mebel berbahan dasar kayu dan rotan masih memiliki porsi yang besar untuk kebutuhan ekspor. Pertumbuhan dunia industri mebel yang menunjukkan tren positif membuka peluang bagi para pengusaha mebel untuk terus menggali potensi pasar nasional maupun internasional yang terbuka lebar serta peran teknologi penting untuk menunjang perkembangan dari segi desain dan pemasaran. Kondisi seperti ini dapat dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis mebel untuk memasuki atau menguasai pasar global (Asmindo, 2012). Industri mebel sebagai salah satu bisnis yang bersifat global harus lebih terintegrasi dalam suatu sistem. Para pengusaha mebel harus memiliki kemampuan untuk merubah rantai nilai industri dan perdagangan menjadi rantai nilai yang lintas batas dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah (Kementerian Kehutanan, 2010). Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) memproyeksikan ekspor mebel pada awal tahun 2013 meningkat 3,99 % dan target akhir tahun 2013 meningkat sekitar 11,42 % menjadi US$ 1,95 miliar (Rp 18,81 triliun). Prediksi untuk tahun 2013 tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi hingga akhir tahun 2012 yang mencapai US$ 1,75 miliar (Rp 16,87 triliun). Pada Tabel 1.1 memaparkan jumlah nilai ekspor mebel di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012. 5 Tabel 1.1 Ekspor Mebel Indonesia (dalam miliar dolar AS) Tahun Nilai Ekspor 2013 1,95 2012 1,75 2011 1,85 2010 1,61 2009 1,52 2008 1,37 Sumber : Asmindo, 2013 Berdasarkan data ekspor mebel untuk mengetahui jumlah nilai ekspor mebel Indonesia pada peluang pasar internasional. Ekspor produk mebel menunjukkan peningkatan dan menyumbang 10,2% dari total ekspor non migas. Negara utama tujuan ekspor mebel Indonesia adalah Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Inggris, Belanda dan Jepang (Kementerian Perindustrian, 2012). Ekspor ke Amerika Serikat pada 2011 tercatat US$ 530,8 juta kemudian naik 12,9 % menjadi US$ 599 juta pada 2012. Sedangkan ekspor ke Jepang dan Uni Eropa yang masingmasing tercatat naik 12,6 % dan 24 % pada 2012 (Wardhana, 2013). Meningkatnya permintaan kebutuhan mebel di pasar nasional maupun internasional sejalan dengan pertumbuhan penduduk serta akan kebutuhan tempat sehingga kebutuhan mebel sangat dibutuhkan. Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia berkisar 15 - 17 % pada kuartal ketiga 2013. Pertumbuhan bisnis properti memberikan efek positif pada permintaan mebel (Bastijin, 2013). Namun pasar mulai membaik pemain di industri mebel meningkat dan permintaan akan mebel pun terus menanjak pelaku industri mebel di Indonesia dihadapkan pada menipisnya ketersediaan bahan baku kayu alam yang berkualitas tinggi. Menipisnya bahan baku kayu dari alam disebabkan oleh menyusutnya jumlah lahan hutan produksi di Indonesia karena ketidakseimbangan antara kebutuhan 6 dan ketersediaan bahan baku. Illegal logging menjadi musuh dalam karung bagi para pelaku industri mebel dan penyebab adanya konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit, pengalihan lahan menjadi lahan bisnis properti dan tingkat kebakaran hutan yang tinggi (APKI, 2013). Di satu sisi, produk mebel harus menjaga kualitas untuk mempertahankan pangsa pasar di dalam maupun luar negeri dari ancaman para pesaing baru. Kondisi tersebut akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup industri mebel di Indonesia. Menanggapi isu-isu tersebut, pelaku industri mebel harus mensiasati dengan merencanakan strategi baru misalnya dengan pemanfaatan teknologi dapat menjadi sebuah solusi alternatif bagi pelaku bisnis mebel. Perkembangan industri mebel tidak terlepas dari teknologi dan terutama faktor desain yang sangat berhubungan dengan (kecenderungan) tren mebel yang terus berubah dan berkembang. Diperlukan usaha ekstra keras untuk terus memperbaharui desain produk mebel sesuai tren terkini sekaligus tetap berciri khas Indonesia serta masih mengutamakan image mebel sebagai green product. Mempertimbangkan model, tipe, kualitas dan gaya berdasarkan pasar yang akan dibidik. Indonesia mempunyai model dan tipe mebel dengan gaya antik, klasik maupun modern. Evolusi nilai guna terjadi secara tidak terbatas manusia hanya mengutamakan kenyamanan atau keselamatan (ergonomis), fungsional dan minimalis (Kasmudjo, 2012:61). Pelaku bisnis mebel harus mencari alternatif sumber daya lain non-hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi kayu alam. 7 1.1.2 Perusahaan menurut subsektor hasil hutan dan non hutan Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah perusahaan menurut sub sektor dari tahun 2008 hingga 2012, subsektor kayu dan mebel dapat dilihat pada Tabel 1.2. Jumlah tenaga kerja industri menurut subsektor pada Tabel 1.3. Sedangkan jumlah produktivitas tenaga kerja menurut sub sektor dari tahun 2008 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.2 Jumlah Industri Menurut Sub Sektor 2008 - 2012 Subsektor Kayu, barang dari kayu dan anyaman Mebel dan industri pengolahan lainnya Jumlah 2008 1.435 2.569 4.004 2009 1.252 2.409 3.661 2010 1.237 2.191 3.428 2011 1.141 2.160 3.301 2012e) 1.269 2.079 3.348 Sumber : Statistik Jumlah Perusahaan, BPS 2013 Catatan: e) angka perkiraan Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Sub Sektor, 2008-2012 Subsektor Kayu, barang dari kayu dan anyaman Mebel dan industri pengolahan lainnya Jumlah 2008 2009 2010 2011 2012e) 239.144 212.478 219.641 211.226 222.149 314.081 322.741 362.437 335.964 318.268 553.225 535.219 582.078 547.190 540.417 Sumber : Statistik Tenaga Kerja Industri, BPS 2013 Catatan: e) angka perkiraan Tabel 1.4 Produktivitas Tenaga Kerja, 2007-2011 (juta rupiah) Subsektor Kayu, barang dari kayu dan anyaman Mebel dan industri pengolahan lainnya Jumlah 2007 170.76 135.12 305.88 2008 188.54 125.12 313.88 2009 174.64 101.10 275.74 2010 170.48 106.14 276.62 2011 457.61 395.68 853.29 Sumber : Produktivitas Tenaga Kerja, BPS 2013 Berdasarkan tabel tersebut jumlah industri sektor pengolahan kayu dan mebel di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2011, sedangkan pada tahun 2012 jumlah meningkat. Tabel jumlah tenaga kerja industri besar dan sedang dari tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan, sedangkan 8 tahun 2010 jumlah meningkat dibandingkan tahun 2011 dan 2012. Tabel produktivitas tenaga kerja pada tahun 2007, 2009 dan 2010 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 dan 2011 mengalami kenaikan pada jumlah produktivitas tenaga kerja. Data tersebut untuk mengetahui jumlah kompetitor produsen mebel yang ada di Indonesia. 1.1.3 Luas areal hutan di Indonesia Indonesia merupakan contoh kasus dimana deforestasi terjadi baik secara terencana maupun tidak direncanakan. Lahan hutan konversi dan areal penggunaan lain (APL) secara hukum dapat diubah menjadi penggunaan lain merupakan deforestasi dikategorikan sebagai yang direncanakan. Pembangunan kelapa sawit dan perluasan areal hak penguasaan hutan (HPH) dapat dikategorikan sebagai deforestasi atau kehilangan hutan yang direncanakan. Kerusakan hutan yang tidak direncanakan dapat berasal dari adanya kebakaran, penyerobotan lahan, penebangan liar dan penebangan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip kelestarian. Rusaknya hutan yang tidak direncanakan yang terjadi pada tahun 1990an juga merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan kayu untuk industri perkayuan dengan kapasitas hutan alam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menipisnya kayu yang berasal dari hutan alam didorong oleh kebijakan pemerintah untuk memacu pembangunan hutan tanaman industri (HTI) sejumlah industri perkayuan terutama industri bubur kertas (pulp) membangun hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh untuk menjamin pasokan bahan baku 9 dari sumbernya (Kementerian Kehutanan, 2010). Demikian kecepatan pembangunan hutan tanaman tersebut masih belum mampu mengurangi tekanan terhadap hutan alam. Luas areal hutan Indonesia berdasarkan dari tahun 2008 hingga 2012 mengalami penurunan setiap tahunnya. Penurunan areal lahan ditunjukkan pada tabel 1.5. Tabel 1.5 Luas Areal Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan 2008-2012 Luas Areal (Ha) 2008 2009 2010 2011 NAD 409.644 409.644 145.000 Sumut 328.803 328.803 212.523 212.523 Sumbar 210.240 194.290 160.726 160.726 Riau 715.128 318.408 353.011 233.858 Jambi 45.825 45.825 45.825 45.825 Sumsel 108.170 108.170 56.000 56.000 Bengkulu 23.000 56.070 NTB Kalbar 1.214.065 1.195.570 1.003.315 644.815 Kalteng 4.120.635 4.086.305 3.743.413 3.785.837 Kalsel 359.361 279.421 182.721 182.721 Kaltim 6.581.712 6.183.873 5.248.748 4.729.844 Sulut 60.800 60.800 34.000 34.000 Sulteng 902.245 854.245 578.890 412.030 Sulsel 244.540 244.540 Sultra 385.590 385.590 89.590 89.590 Gorontalo 185.570 145.000 123.500 123.500 Sulbar 249.407 214.245 193.165 193.165 M aluku 554.695 697.195 548.465 503.765 Maluku Utara 913.040 804.820 818.849 818.849 Papua Barat 3.560.590 3.885.970 3.418.090 3.364.290 Papua 5.241.293 5.516.643 4.708.828 4.722.828 Indonesia 26.169.813 25.770.887 21.909.199 20.558.706 Provinsi 2012 405.129 343.603 106.145 308.158 56.045 56.000 56.070 1.267.620 4.020.595 243.241 5.666.512 26.800 779.245 89.590 78.500 184.285 816.445 669.500 3.673.838 5.059.130 23.906.451 Sumber : Statistik Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan, BPS 2013 10 Berdasarkan tabel 1.5 pada jumlah luas areal hutan Indonesia dari tahun 2008 sebesar 26.169.813 sedangkan pada tahun 2012 adanya penurunan setiap tahunnya sebesar 23.906.451. Hal ini merupakan sebuah ancaman bagi industri mebel yang masih mengandalkan bahan baku utama yaitu kayu alam. Diharapkan adanya sebuah inovasi untuk pengembangan bahan baku alternatif yang dapat diperbaharui demi menjaga keberlangsungan hutan di Indonesia. 11 1.1.4 Nilai ekpor hasil non migas wilayah Jawa Tengah Jumlah nilai ekspor non migas jenis komoditas (nilai) menurut empat jenis komoditas dari tahun 2008 hingga 2012 berdasarkan data dinas perindustrian dan perdagangan wilayah Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.6, sedangkan jumlah nilai ekpor non migas jenis komoditas (volume) pada tabel1.7. Tabel 1.6 Ekspor Non Migas Jawa Tengah menurut jenis komoditas (Nilai) periode 2008 - 2012 Jenis Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 (+/-) % ’11-’12 Bambu 213.915 282.835 178.284 117.857 291.854 147.63 Bambu/Rotan Mebel 9.654.539 9.000.008 19.044.399 39.516.694 107.638.827 172.39 Kayu Olahan 269.535.469 346.312.402 465.890.813 617.433.666 702.085.149 13.71 Mebel 105.155 4.165 25.941 65.505 17.211.118 2.617.451 Mebel Kayu 404.907.068 560.092.684 718.822.704 542.019.510 489.711.161 9.65 Sumber: Pusdatin Kementrian Perdagangan (diolah Sieekpor, Bidagglu Dinperindag Prov Jawa Tengah, 2013) Nilai: US$ Trend % ’08-‘12 -2.51 87.80 28.31 26.514 3.45 Share % 2012 0.01 2.39 15.56 0.38 10.85 Tabel 1.7 Ekspor Non Migas Jawa Tengah menurut jenis komoditas(Volume) periode 2008 – 2012 Nilai: US$ Jenis Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 (+/-) % ’11-’12 Bambu 553.023 714.365 410.315 133.977 277.213 106.91 Bambu/Rotan Mebel 4.271.930 4.171.891 8.470.471 16.805.136 39.092.570 132.62 Kayu Olahan 220.144.309 334.388.054 433.793.046 543.500.022 633.053.517 16.48 Mebel 65.684 3.440 40.767 16.749 3.891.937 23.136.83 Mebel Kayu 157.203.027 213.705.885 250.937.642 178.797.621 145.285.606 -18.74 Sumber: Pusdatin Kementrian Perdagangan (diolah Sieekpor, Bidagglu Dinperindag Prov Jawa Tengah, 2013) Trend % ’08-‘12 -26.32 78.98 29.67 165.02 -3.30 Share % 2012 0.01 1.13 18.30 0.11 4.20 12 Data pada tabel di atas menunjukkan jumlah ekspor non-migas menurut jenis komoditas baik dari nilai dan volume periode 2008 hingga 2012. Dari data tersebut pula, diketahui bahwa potensi pasar ekspor mebel yang berbahan baku kayu dan bambu pada wilayah Jawa Tengah terbilang cukup memiliki nilai prospektif yang tinggi. Hal ini merupakan peluang bisnis bagi pelaku di industri mebel karena bahan baku dan pasar sudah tersedia. 1.1.5 Peraturan Pemerintah Peraturan kementerian perindustrian No 90/M-IND/PER/11/2011 tentang peta panduan (Roap Map) pengembangan kluster industri mebel. Peta panduan pengembangan klaster industri mebel tahun 2012 hingga 2017 merupakan dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan serta program atau rencana aksi pengembangan klaster industri mebel untuk periode lima tahun. Peraturan pemerintah pada peningkatan daya saing melalui pemberlakuan standar mutu produk mebel mengacu pada regulasi internasional. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan dan mengembangkan pola pikir dan upaya dalam meningkatkan daya saing melalui pemberlakuan penerapan standar mutu produk furnitur dan kayu olahan yang mengacu pada regulasi international. Pemerintah juga mengeluarkan undang-undang No.64/M-DAG/10/2012 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan. Dalam rangka mendorong ekspor dan mencegah perdagangan kayu dan produk kayu ilegal, penyesuaian dengan penetapan sistem klasifikasi barang yang baru dan Standar Verifikasi 13 Legalitas Kayu (SVLK) peraturan pada ketentuan ekspor produk industri kehutanan. 1.1.6 Pengelompokan Industri Mebel Cakupan industri mebel berdasarkan pengelompokan atau kategorisasi yang ada di dunia internasional dan nasional ditampilkan pada tabel 1.8. Tabel 1.8 Pengelompokan Industri Mebel No Kelompok mebel 1 Dining Room Set 2 Living Room Set 3 4 5 6 Bedroom Set (included children &baby) Kitchen Set Office & School Furniture Set Living & Dinning Room Set Jenis & nama satuan mebel Meja (panjang termasuk kursi) Buffet Souveneer Tempat TV 1. Lemari box 2. Lemari pakian 3. Tempat rias berkaca Lemari perangkat alat-alat dapur 1. Bangku (meja+kursi) 2. Meja+kursi 1. Sofa (meja+tempat duduk) 2. Lemari+ rak pakian Kode pos 9401.61.00.00 9401.40.00.00 9403.50.00.00 9401.80.10.00 9403.50.00.00 9403.50.00.00 9403.40.00.00 9401.69.00.00 9403.30.00.00 9401.51.00.00 9403.81.00.00 Catatan: produk mebel (kayu dan rotan) masih terdapat berbagai jenis dan macam (belum termasuk komponen mebel kayu dan barang kerajinan) Sumber: kementrian kehutanan, 2009 Pengelompokan industri mebel dimaksudkan untuk mengetahui pasokan bahan baku dari kelompok industri pengolahan kayu hilir dari sawn-timber sedangkan produk jadi mebel dapat dibedakan menurut fungsi kenyamanan (ergonomics) dan banyak varian desain berbagai corak maupun gaya yang sudah diatur dalam kode pos atau subpos. 14 1.1.7 Kebijakan Pemerintah Pemerintah ikut andil dalam melakukan perkembangan dunia mebel di Indonesia baik di tingkat nasional maupun internasional. Peran aktif pemerintah meliputi pemasaran dengan melakukan pameran mebel skala internasional di Amerika, Eropa, Cina dan Indonesia serta perluasan pasar baru bagi pelaku industri mebel. Dukungan dalam bentuk lain misalnya dikeluarkannya kebijakankebijakan baru mengenai kemudahan birokrasi investasi dan regulasi bagi pelaku industri mebel dan pemanfaatan kayu hutan. Pemerintah mendorong para pelaku industri mebel mengembalikan kembali gairah ekspor mebel asal Indonesia, Asmindo mensiasati kondisi tersebut dengan menyiapkan tiga strategi bisnis, meliputi: 1. Mengubah citra industri lokal dari pengikut menjadi pionir dalam hal desain produk maupun spesifikasi. 2. Kerja sama dengan instansi pemerintahan dan perbankan. Kerja sama dalam bentuk bantuan mengikuti pameran di dalam dan luar negeri, regulasi yang pro pengusaha dan operasionalisasi. 3. Menyelenggarakan pameran berkelas internasional yang membidik pembeli potensial dari Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Seperti acara International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA). Melalui pameran IFFINA yang akan dilaksanakan pada 14 - 17 Maret 2014 di Jakarta, pelaku industri optimis mampu merealisasikannya. Diharapkan sebagai salah satu gerbang untuk memasarkan produk seluruh produsen mebel dan kerajinan. Pelaku industri mebel dapat bertemu dengan pembeli, mendapatkan 15 pemesanan, sehingga dapat menjaga keberlangsungan hidup industri mebel. Asmindo menargetkan transaksi di tempat pada IFFINA 2014 mencapai US$ 500 juta jika dibandingkan tahun 2013 transaksi di tempat mencapai US$ 400 juta, dengan jumlah peserta 413, dan jumlah pembeli 3.663 dari 111 negara (Ayudea, 2013). Berikut mengenai jumlah pengunjung pameran IFFINA dari tahun 2008 hingga 2013 dapat dilihat pada tabel 1.9 dan 20 negara pengunjung pada tabel 1.10. Tabel 1.9 Pengunjung IFFINA 2013 Tahun Peserta Pembeli Negara Ruang (m2) 2013 413 3.663 111` 19.500 2012 373 3.109 105 17.500 2011 340 2.721 105 14.500 2010 326 1.984 99 11.000 2009 311 1.721 91 9.265 2008 240 1.492 89 8.903 Sumber: Asmindo, 2013 Tabel 1.10 20 Negara Pengunjung IFFINA 2013 Negara Persentase Negara Persentase Amerika 6,1 Inggris 3 India 5,7 Jepang 2,9 Australia 5,2 Cina 2,8 Perancis 5,1 Rusia 2,3 Belgia 5,1 Hongkong 2 Belanda 4,6 Taiwan 2,1 Malaysia 3,7 Thailand 1,8 Singapura 3,4 Turkei 1,8 Jerman 3,2 UEA 1,7 Korea Selatan 3,1 Kanada 1,7 Sumber: Asmindo, 2013 Tabel di atas memaparkan potensi bagi para pelaku bisnis mebel di Indonesia untuk dapat memanfaatkan potensi pameran IFFINA yang 16 diselenggarakan oleh Asmindo. Hal tersebut dapat membantu keberlangsungan hidup perusahaan dalam memasarkan produknya. 1.1.8 Pemain Utama Dalam Industri Mebel Pemain industri mebel di wilayah Jawa Tengah terbilang cukup banyak, salah satunya adalah perusahaan Sitra Holdings (International) Limited merupakan perusahaan distributor produk kayu berkualitas dengan produk utamanya garden furniture. Sitra Holdings mempunyai anak perusahaan yang memproduksi mebel. Produk yang dihasilkan berfokus pada bisnis mebel premium di pasar internasional. Produk mebel bermerek Sitra sudah menghiasi banyak hotel mewah dan gedung supermewah. Manajer operasional menyebutkan produk Sitra 100% untuk pasar internasional. Penemuan sebuah inovasi sebagai bahan dasar pembuatan mebel menghadapi kesenjangan permintaan dan pemasok kayu pada bisnis mebel. Menghadapi isu menurunnya pemasok kayu dan meningkatnya permintaan mebel di pasar, pengusaha mebel harus menciptakan alternatif bahan baku sebagai subsitusi kayu menjadi solusi mengurangi eksploitasi dengan menggunakan kayu yang cepat terbaharukan. Adanya permintaan mebel tersebut maka penulis melihat peluang bisnis dalam industri mebel di Indonesia mempunyai proses yang bagus mengingat sektor ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu dari sepuluh komoditas unggulan ekspor tanah air dan juga perdagangan mebel di pasar dunia saat ini trennya cenderung terus meningkat. 17 1.1.9 Pasar Sasaran Utama Sasaran dari produk ErgoBam Furnitur adalah kelas menengah atas dan target sasaran utama adalah perumahan, perhotelan, apartemen dan perkantoran di Indonesia. Potensi pasar bagi industri mebel di Jawa Tengah cukup besar sehingga peluang mendirikan perusahaan mebel di Semarang dinilai cukup baik karena wilayah tersebut memiliki potensi sumber daya yang melimpah mulai dari sumber bahan baku hingga tenaga kerja. Jumlah perusahaan mebel di Jawa Tengah sudah banyak tetapi masih didominasi perusahaan yang menggunakan bahan baku kayu dan rotan sebagai bahan utamanya. 1.1.10 Permasalahan yang Dihadapi Industri Mebel Meskipun Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan perannya pada industri mebel pasar nasional dan internasional di masa mendatang. Menurut Kementrian Perindustrian (2011) permasalahan yang dihadapi oleh setiap produsen mebel nasional meliputi : a. Bahan baku Makin berkurangnya pasokan kayu atau rotan dari hutan alam sebagai akibat dari masih maraknya praktek illegal logging dan illegal trade. Pemanfaatan bahan baku alternatif non hutan alam. Masih kurangnya database yang akurat tentang potensi bahan baku kayu atau rotan. 18 b. Teknologi Lemahnya penerapan standarisasi prosedur teknologi proses. Penguasaan teknologi proses termasuk bidang finishing masih ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Sebagian besar produsen menggunakan mesin atau peralatan masih sederhana menyebabkan produktivitas dan efisiensinya rendah. c. Desain produk Masih terbatasnya jumlah desainer yang menaruh minat pada industri mebel. Masih terbatasnya kemampuan desainer mebel nasional dibandingkan desainer-desainer negara pesaing. Desain produk masih ditentukan oleh pembeli (job order). d. Iklim usaha Implementasi kebijakan intensif penanaman modal bagi daerah tertentu dan produk tertentu sebelum berjalan. Kurangnya kredit perbankan tingginya tingkat suku bunga dan sulitnya prosedur perolehan pinjaman. e. Pemasaran Hambatan tarif dan non-tarif di beberapa tujuan negara ekspor seperti tuntutan sertifikat ekolabel, pengkaitan perdagangan dengan HAM, dll. Menurunya kemampuan daya saing. Lemahnya market intelligent. Promosi ke pasar domestik dan ekspor masih terbatas. 19 Menghadapi permasalahan tersebut produsen dituntut untuk menemukan inovasi sebagai pengganti kayu alam yang telah mendominasi digunakan untuk bahan baku utama mebel. Dalam hal ini tentunya terlebih dahulu perlu mencari bahan lain untuk menggantikan kayu sebagai bahan utama mebel. Misalnya penggunaan bahan baku bambu laminasi dapat menjadi sebuah alternatif pengganti yang menyerupai kayu sebagai bahan dasar industri permebelan. Inovasi penggunaan bambu laminasi dalam berbagai kebutuhan seperti industri mebel menjadi salah satu solusi atas permasalahan semakin langkanya pasokan kayu. Papan laminasi memiliki serat yang indah untuk digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan dinding, penutup lantai, daun pintu serta mebel (Morisco, 2006:6). Keunggulan bahan baku material bambu memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat (masa panen 3 - 5 tahun) dan dipercaya dapat meningkatkan kualitas serta daya saing dalam bisnis mebel melalui kreativitas dan inovasi desain mebel ramah lingkungan sebagai alternatif kayu (Nurkertamanda, 2011:31). Munculnya inovasi baru pada pembuatan mebel bahan baku bambu laminasi, memiliki kekuatan yang hampir mendekati dengan bahan baku kayu solid. Karakteristik bambu sebagai produk ramah lingkungan, multi-fungsi dan ekonomis memberikan angin segar kepada pelaku industri mebel dari segi pemanfaatan bambu serta prospek investasi pada peluang dalam bisnis mebel bambu. Menurut Oegroseno (2013) Prospek industri mebel bambu sangat berpotensi jika dalam penggunaannya tidak lagi fokus di kerajinan dan industri kecil lainnya melainkan telah meluas sampai kepada sumber energi terbarukan 20 Bambu dapat diolah menjadi panel, lantai, bio-fuel, mebel dan kebun bambu itu sendiri dapat menjadi lokasi "carbon catchment" yang memiliki nilai ekonomi. Bambu juga memiliki image sangat bagus yaitu "bamboo is the green material". Para produsen mebel di Indonesia belum banyak yang menerapkan bambu laminasi sebagai subsitusi kayu sebagai bahan dasar mebel maka penggunaan bahan baku bambu laminasi bisa dijadikan peluang bagi pelaku bisnis baru yang dapat dimanfaatkan oleh industri woodworking dan furniture. Keunikan bahan baku bambu laminasi yang dapat terekspos mulai dari munculnya serat dan ruas, sehingga alur serat yang simetris akan menciptakan nuansa seni yang unik jika digunakan untuk indoor furniture maupun outdoor furniture. 1.1.11 Potensi Tanaman Bambu di Indonesia Hasil listing sensus pertanian 2003 menunjukkan bahwa tercatat 4,73 juta rumah tangga yang menguasai tanaman bambu dengan populasi mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52 persen diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang. Tanaman bambu lebih banyak di tanam di Jawa mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar 76,83 % dari total populasi bambu Indonesia sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta rumpun (23,17 %) berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di tiga propinsi berturut-turut adalah di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %) dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di luar Jawa di 21 propinsi Sulawesi Selatan (3,69 %). Meskipun persentase jumlah rumah tangga yang mengusai tanaman bambu di jawa jauh lebih besar dibanding di luar Jawa yaitu mencapai 75,69 % dari total Indonesia, tetapi rata-rata pengusaan tanaman per rumah tangga baik di Jawa maupun di luar Jawa tidak ada perbedaan yang berarti yaitu 8,15 rumpun (jawa) dan 7,65 rumpun (di luar jawa). Sedangkan untuk kondisi tanaman bambu, di jawa persentase tanaman bambu yang siap tebang terhadap total jumlah rumpun seluruhnya mencapai sekitar 72,62 % sedangkan di luar Jawa persentasenya sedikit lebih besar mencapai 76,50 %. Rumah tangga pertanian tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2003 tercatat sebanyak 521,52 ribu dengan populasi rumpun yang diusahakan sebanyak 22,84 juta. Dari 521,52 ribu rumah tangga pertanian bambu sekitar 74,62 % (389,17 ribu) rumah tangga berdomisili di Jawa, sedangkan sisanya sekitar 132,35 ribu di luar jawa. Populasi bambu yang diusahakan mencapai 22,84 juta rumpun sekitar 71,67 % atau 16,37 juta rumpun diantaranya merupakan tanaman yang siap tebang. Populasi bambu di jawa yang diusahakan mencapai 17,97 juta rumpun dengan kondisi tanaman yang siap tebang sebanyak 12,62 juta rumpun sementara di luar jawa populasi bambu yang diusahakan hanya sekitar 4,86 juta dimana sekitar 3,75 juta rumpun diantaranya tanaman yang siap tebang. (Departemen Kehutanan, 2004). Sebagai gambaran mengenai potensi bambu di Indonesia berdasarkan kapasitas dapat dilihat pada tabel 1.11 dan gambar 1.1 pie chart bambu Indonesia. 22 Tabel 1.11 Populasi Rumpun Tanaman Bambu yang Dikuasai/ Diusahakan Rumah Tangga Uraian JAWA a Absolut b Persentase Thd total Siap tebang c. Rata-rata LUAR JAWA a Absolut b Persentase Thd total Siap tebang c Rata-rata INDONESIA a Absolut b Persentase Thd total Siap tebang c Rata-rata Rumah Tangga Kehutanan Jumlah Jumlah Jml Rpn RTK Rumpun Siap Tebang Jumlah RT Usaha RT Usaha BMU Jumlah Jml Rpn Rumpun Siap Tebang 3.576.492 29.139.388 21.161.547 389.169 17.974.175 12.617.844 75.69 76.83 75.89 74.62 78.70 77.08 76.62 - 8.15 5.92 - 1.148.806 8.786.890 6.721.780 24.31 23.17 - - - - 70.20 46.19 32.42 132.349 4.865.497 3.751.487 24.11 25.38 21.30 22.92 76.50 - 7.65 5.85 - 4.725.298 37.926.278 27.883.327 100.00 100.00 100.00 - - - - - - 8.03 - 77.10 36.76 28.35 521.518 22.839.672 16.369.331 100.00 100.00 100.00 73.52 - 5.90 - 43.79 71.67 31.39 Sumber:Departemen Kehutanan, 2004 Gambar 1.1 Pie Chart Bambu Indonesia Potensi Bambu Indonesia Lainnya 27% Sulawesi Selatan 4% Jawa Timur 19% Jawa Barat 28% Jawa Tengah 22% Sumber: Departemen Kehutanan, 2004 23 Berdasarkan pada tabel dan gambar pie chart menjelaskan potensi tanaman bambu terkonsentrasi di tiga propinsi di Jawa, yaitu di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %) dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di luar Jawa terbanyak di Sulawesi Selatan (3,69 %). Hal tersebut untuk menentukan pemasok bahan baku bambu. Peta penyebaran bambu di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1. 1.1.12 Hambatan Dalam Industri Kondisi industri mebel di Jawa Tengah berpotensial untuk dikembangkan dengan pasar yang semakin meningkat. Hambatan pengembangan industri mebel semakin lama semakin kompetitif. Berdasarkan isu-isu kelestarian hutan yang semakin terancam, pemerintah mengupayakan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berlaku secara mandatori diberlakukan bagi produsen mebel sejak awal tahun 2014. Mengatasi masalah tersebut pelaku usaha harus melakukan pembenahan sistem administrasi dari segi hulu sumber bahan baku yang diperoleh secara legal dalam bentuk tata usaha bahan baku sampai sistem administrasi perizinan tenaga kerja dan aspek lingkungan. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) perusahaan yang memiliki SVLK sebanyak 83 perusahaan pengolahan kayu hutan dan untuk permebelan sebanyak 86 perusahaan. Sedangkan jumlah perusahaan mebel di Jawa Tengah yang memiliki izin sebanyak industri kecil 6.183, industri menengah 811 dan industri besar 211. Total perusahaan yang sudah memperoleh SVLK dengan jumlah perusahaan mebel di Jawa Tengah baru mencapai 2,34 % 24 (Asmindo, 2012). Hambatan non-tarrief barrier juga dihadapi oleh eksportir. Pihak pembeli diisukan tentang produk mebel Indonesia tidak bermutu. Hal ini membuktikan produk tersebut bermutu atau tidaknya harus ada bukti pendukung yang menyatakan produk mebel bermutu dalam bentuk sertifikasi jaminan mutu. Penjaminan mutu tersebut dapat membuktikan bahwa industri mebel di Jawa Tengah saat ini memerlukan berbagai dukungan dari berbagai pihak terkait misalnya dari kementerian kehutanan, perdagangan, perindustrian, badan koordinasi penanaman modal dan pemerintah daerah agar potensi industri yang ada dapat memberikan nilai tambah yang besar bagi pendapatan daerah dan nasional. 1.2 Lingkungan Internal Perusahaan Analisis situasi internal perusahaan digunakan untuk menentukan kemampuan kompetisi dan posisi pasar dari perusahaan, sumber daya, kekuatan, kesempatan, tantangan yang dimiliki dan kelemahan yang dihadapi (Jogiyanto, 2005:46). Penulisan perencanaan bisnis ErgoBam Furnitur untuk mendiskripsikan tentang perusahaan dalam menentukan efektifitas dalam menghemat biaya dan waktu karena akan berfokus pada aktivitas dalam menciptakan sebuah mebel yang ramah lingkungan untuk mencapai tujuan jangka panjang yaitu menciptakan perusahaan mebel yang mendominasi menciptakan produk ramah lingkungan serta mengutamakan kenyamanan dan keselamatan (ergonomik). Berbagai kegiatan yang terkait langsung terhadap aktivitas perusahaan mebel untuk mengidentifikasi lingkungan internal perusahaan memfokuskan pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bisnis yang akan direalisasikan. 25 Lingkungan internal proses penentuan strategi letak kekuatan dan kelemahan dari segi memanfaatkan peluang bisnis dengan efektif dalam mengatasi ancaman pada lingkungan perusahaan. 1.2.1 Profil Perusahaan Perusahaan belum didirikan sehingga pendirian perusahaan akan menjadi sebuah awal dari rencana bisnis. Berikut indentifikasi perusahaan: Nama Perusahaan : Jagad Nawa Kartika Jenis Usaha : Industri Mebel Bidang Usaha : Memproduksi mebel bambu laminasi Merek Produk : ErgoBam Furnitur Bentuk Perusahaan : Persero Terbatas Alamat Perusahaan : Jalan kaligawe km 5,6 Kawasan Industri Terboyo Blok N/4C, Semarang Jumlah tenaga kerja : 251 orang Nilai Investasi : Rp 22.443.354.711 Struktur Pemodalan : 100 % modal yang disetorkan sebesar Rp 22.500.000.000 1.2.2 Lingkup Usaha PT. JNK dalam memproduksi mebel ErgoBam Furnitur dengan persentasenya adalah 35% untuk pasar internasional dengan tujuan negara adalah Itali, Kuwait, Jamaika, Denmark, Amerika Serikat, Perancis, Belgia, Mesir, Nepal, Vietnam dan Hongkong (Kementerian perdagangan, 2011) info daftar 26 importir dapat dilihat pada lampiran 2. Sedangkan pasar lokal sebesar 65% dengan segmen bisnis perhotelan, perumahan, apartemen dan perkantoran. Kategori produk mebel khususnya mebel Bedroom, Dining room, Living room, dan Office. 1.2.3 Status Kepemilikan Perusahaan Perusahaan PT. JNK didirikan dalam bentuk badan usaha perseroan terbatas untuk menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan UU No 40 tahun 2007, diatur undang-undang yang mengikat dan melindungi kegiatan perusahaan serta lebih menjaga keamanan para pemegang saham atau pemilik modal dalam usaha. Kepemilikan bisnis ErgoBam Furnitur, dimiliki oleh tiga orang. Jumlah modal yang disetor sebesar Rp 22.500.000.000 atas dasar kesepakatan bersama. Pemegang saham bertanggung jawab pada perusahaan dan pembagian komposisi kepemilikan bisnis berdasarkan saham yang dimilikinya pada tabel 1.12. Tabel 1.12 Pemegang Saham No 1 2 3 Nama Pemegang Saham Asyarota Ni’mah Muchammad Bayqunie Cholid Muchammad Daruquthnie Cholid Kepemilikan Saham (%) 26 43 31 1.2.4 Status Hukum Perusahaan Berdasarkan peraturan dan undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas (UUPT) peraturan pemerintah No.26 Tahun 1998 tentang pemakian nama perseroan terbatas . Adapun persyaratan umum yang dibutuhkan pendirian perseroan terbatas (PT) sebagai berikut: 27 Tahap Pengajuan Nama PT. Tahap Pembuatan Akta Pendirian PT. Tahap Pembuatan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Tahap Permohonan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tahap Pengesahan Anggaran Dasar Perseroan oleh Menteri Kemenkumham. Mengajukan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Mengajukan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Tahap Berita Acara Negara Republik Indonesia (BNRI). Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut: Fotokopi KTP para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang Fotokopi KK penanggung jawab atau direktur. Nomor NPWP penanggung jawab. Pas foto penanggung jawab ukuran 3x4 (2 lembar berwarna). Fotokopi PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan. Fotokopi surat kontrak / sewa kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha. Pendiri minimal 2 orang atau lebih dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia (pasal 7 ayat 1). Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat 2 dan 3). Akta pendirian harus disahkan oleh menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (pasal 7 ayat 4). 28 Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (pasal 32 dan 33). Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (pasal 92 ayat 3 dan pasal 108 ayat 3). Pemegang saham harus warga negara Indonesia (WNI) atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia. 1.2.5 Rencana Pendirian Perusahaan Rancangan pendirian perusahaan PT. JNK dalam memproduksi ErgoBam Furnitur diharapkan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menciptakan bisnis yang efisien. Oleh karena itu penyusunan sebuah rencana bisnis merupakan tahapan penting dalam pendirian bisnis baru. Adapun perencanaan yang dibuat secara tertulis dapat mengurangi kemungkinan kegagalan mencapai tujuan yang diharapkan dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan perusahaan. 1.2.6 Lokasi Perusahaan Penentuan lokasi pabrik pusat perusahaan PT. JNK pada Kawasan Industri Terboyo Semarang (KITS) sebagai lokasi pusat produksi yang terletak di ibukota provinsi Jawa Tengah memiliki kelebihan dalam hal sumber daya manusia yang terdidik, trampil, dedikatif dan memiliki loyalitas yang tinggi. Pemilihan lokasi pabrik yang akan didirikan berstatus bangunan sewa dan beberapa bagian dilakukan renovasi bangunan sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Peta lokasi perusahaan dapat dilihat pada lampiran 6. 29 1.2.7 Fasilitas Penunjang Perusahaan Rencana fasilitas yang dimiliki PT.JNK untuk menunjang kinerja bisnis, perusahaan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat digunakan secara efisien baik yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan karyawan. Fasilitas yang dimiliki PT.JNK terdiri dari fasilitas produksi dan non produksi. Fasilitas-fasilitas produksi meliputi: a. Fasilitas Produksi: Gudang Penyimpanan, terdiri dari tempat penyimpanan bahan mentah hingga barang jadi. Gudang perawatan atau perbengkelan, pemeliharaan pabrik terdiri dari bengkel mesin produksi, peralatan pabrik, bengkel pertukangan dan perbengkelan kendaraan serta alat-alat berat. b. Fasilitas non-produksi: Bagian kantor, desain tata ruang kantor dibentuk dua macam, yaitu: 1) Tata ruang kantor terpisah, susunan ruangan untuk setiap divisi dibagi dalam beberapa ruangan. 2) Tata ruang kantor yang terbuka, susunan ruang kerja yang dipisahpisahkan tetapi semua aktivitas dilakukan pada satu ruang besar terbuka. Mempermudah pengawasan yang lebih efektif terhadap hubungan antar karyawan. 30 Showroom: 1) Fasilitas Konsultasi, memberikan jasa konsultasi dalam memberikan solusi untuk pemilihan desain dan harga. 2) Fasilitas Intalasi, perusahaan tidak hanya menyediakan produk ErgoBam Furnitur tetapi juga memberikan layanan instalasi gratis untuk mempermudah konsumen nasional. 3) Fasilitas Pengiriman, menyediakan fasilitas pengiriman mebel ke konsumen langsung. 4) Fasilitas ruang display produk ErgoBam Furnitur. Sarana umum 1) Tempat ibadah / mushola. 2) Tempat parkir kendaraan. 1.3 Siklus Bisnis Siklus bisnis dari ErgoBam Furnitur diperkirakan selalu mengalami peningkatan karena setiap sendi kehidupan tidak terlepas dari unsur mebel mulai dari hal-hal kecil seperti makan, duduk, bekerja hingga tidur pasti membutuhkan mebel. Sementara dari sisi makro menjamurnya bisnis perhotelan, perumahan, apartemen dan perkantoran, maupun bangunan komersial lainnya menjadi faktor pendukung keberlangsungan bisnis mebel. Siklus bisnis pada tren (kecenderungan) dengan tema mebel minimalis masih menjadi primadona mebel saat ini tetapi desain mebel masih ditentukan oleh konsumen. Kebutuhan mebel menjadi hal yang sangat prospektif dilihat dari 31 segi kebutuhan konsumen meskipun terjadi beberapa perubahan indikator ekonomi misalnya pengaruh inflasi dan pendapatan riil konsumen. Prospek bisnis mebel Indonesia masih sangat bagus dengan tingkat pertumbuhan industri mebel diharapkan lebih dari 4% untuk masa mendatang bahkan sangat mungkin mencapai 6% bahkan lebih ( Kasmudjo, 2012:126). 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan pada lingkungan eksternal dan internal, menciptakan sebuah mebel dari bahan baku yang mudah diperbaharui dalam rangka mendukung inovasi bambu sebagai bahan alternatif kayu serta menciptakan mebel yang ramah lingkungan dengan konsep mebel ergonomik yang dapat berlangsung jangka panjang. Melihat peluang akan industri mebel, maka ErgoBam Furnitur akan masuk ke dalam kancah bisnis mebel dengan positioning yang berbeda karena menggunakan bahan baku laminasi yang dikombinasikan finger joint sebagai bahan utamanya serta mengutamakan faktor ergonomik. Pembuatan mebel dari bambu laminasi diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan dari segi produksi hingga hasil produksi. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan utama dari penelitian ini sebagai berikut: 32 1. Menyusun rencana bisnis untuk mendirikan industri mebel berbahan baku bambu laminasi dikombinasikan dengan finger joint. 2. Mengidentifikasi strategi terhadap peluang dalam memasuki industri permebelan untuk perhotelan, perumahaan, apartemen dan perkantoran. 1.6 Manfaat Penelitian Penyusunan rencana bisnis pendirian perusahaan dengan produk ErgoBam Furnitur. Penulisan perencanaan bisnis diharapkan akan memperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Entrepreneur, sebagai blue print yang akan di implementasikan bisnis dan arah strategi perusahaan, pengawasan lebih mudah dalam pengoperasian. Alat untuk mencari dana dari bank serta mendekati investor, seperti investor penyandang dana atau kapitalis ventura. 2. Calon Investor, memberikan penjelasan mengenai bagian keuangan dan berapa banyak yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas dan kelayakan bisnis mebel. Sehingga dana yang di investasikan dapat menghasilkan manfaat (keuntungan) sesuai dengan harapan investor. 3. Akademis, memberikan pengetahuan tambahan kepada akademis yang akan membuat perencanaan bisnis di bidang permebelan. 33 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan rencana bisnis untuk mempermudah dalam menguraikan penulisan. Pembahasan perencanaan bisnis terbagi atas lima bab meliputi: BAB I : PENDAHULUAN Bagian ini memuat tentang pendahuluan penelitian dari segi lingkungan ekternal dan internal bisnis mebel, rumusan masalah dalam membuat penelitian, tujuan bisnis dan manfaat perencanaan bisnis serta sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Bagian ini membahas landasaan teori dan model teorikal yang berkaitan dengan perencanaan bisnis mebel. BAB III : METODE PENELITIAN Bagian ini membahas metode penelitian terdiri dari level analisis, sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV : STRATEGI DAN RENCANA Bagian ini membahas strategi dan rencana bisnis secara fungsional meliputi visi, misi, tujuan, rencana pemasaran, rencana operasi, rencana produksi, rencana sumber daya manusia, rencana keuangan dan strategi keluar dalam merealisasikan bisnis mebel bambu laminasi. BAB V : RENCANA AKSI Bagian ini membahas rencana aksi dalam menguraikan tujuan dan sasaran pelaksaan perencanaan bisnis yang berkaitan dengan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan perusahaan. 34