BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pajak
2.1.1
Pengertian dan Unsur Pajak
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.
Santoso Brotodiharjo dalam bukunya Waluyo (2013:2):
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Dalam definisi diatas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak,
sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur.Apabila
memperhatikan coraknya dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat
dibedakan dari berbagai macam ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, segi hukum,
segi sosiologi, dan lain sebagainya. Hal ini ini juga akan mewarnai titik berat yang
diletakkannya, sebagai contoh: segi penghasilan dan segi daya beli, namun
kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi.
Kutipan beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Pengertian pajak menurut Prof. Edwin R. A. Seligman dalam buku Essay
in Taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan:
“Tax is compulsary contribution from the person, to the government to
depray the expenses incurred in the common interest of all, without
reference to special benefit conferred”.
9
10
Dari definisi diatas terlihat adanya kontribusi seseorang yang ditujukan
kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada
seseorang. Memang demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu
ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.
2. Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam buku The Economics of
Public Finance memberikan batasan pajak seperti di atas hanya
menggantikan without reference dengan little reference.
3. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over
Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut normanorma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
4. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De
Economische Betekenis Belastingen (terjemahan): Pajak adalah prestasi
kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang
dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasiyang dapat ditunjukan
dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
5. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam
disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”
menyatakan: “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
11
kesejahteraan umum”. Dari definisi diatas tidak tampak istilah
“dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya
yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan
kontraprestasi itu diperlukan pajak.
6. Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan (1990: 5) menyatakan: “Pajak adalah iuran
kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbale (kontraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari pengeritan-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut.
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari
pemasukannya
masih
terdapat
surplus,
dipergunakan
membiayai public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
untuk
12
2.1.2
Fungsi Pajak
Fungsi pajak dalam buku Suandy (2008:13) mempunyai 2 fungsi yaitu:
1. Fungsi Budgetair atau Finansial
Fungsi budgetair atau finansial yaitu fungsi yang mengumpulkan
uang dari sektor pajak sebanyak-banyaknya yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara.
2. Fungsi Regulerend atau Mengatur
Fungsi regulerend atau mengatur yaitu fungsi pajak yang mengatur
dalam bidang masyarakat, ekonomi, politik, dan sosial yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan menjaga kestabilan
dalam bidang tersebut seperti menjaga kestabilan inflasi.
2.1.3
Syarat-syarat pemungutan pajak
Syarat-syarat pemungutan pajak dalam buku Mardiasmo (2012:2) yaitu :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan)
Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat
kemampuan Wajib Pajak dalam membayar pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Pemungutan pajak yang diatur dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945
untuk memberikan jaminan hukum yang adil baik bagi negara
maupun Warga Negara Indonesia.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
13
Pemungutan
pajak
harus
menjaga
keseimbangan
kehidupan
perekonomian dan tidak menganggu kehidupan ekonomi dari Wajib
Pajak.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya pemungutan
pajak tidak terlalu besar.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna bagi
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.4 Sistem pemungutan pajak
Dalam buku Mardiasmo (2009:7) sistem pemungutan pajak dibagi atas 3
macam yaitu :
1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberikan wewenang kepada pemungut pajak untuk
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh seseorang atau
Wajib Pajak.
2. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya
utang pajak pada suatu tahun pajak.
3. Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang pada pihak ketiga (selain Fiskus dan Wajib
14
Pajak) untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang
terutang pada suatu tahun pajak.
2.1.5 Teori Pemungutan Pajak
Dalam buku Erly Suandy (2008:28)terdapat lima teori pemungutan
pajak yaitu :
1. Teori Asuransi
Teori Asuransi merupakan teori pemungutan pajak dimana
pembayaran pajak yang dibayarkan oleh warga negara sebagai premi
untuk mendapatkan perlindungan dari negara.
2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan merupakan teori pemungutan pajak dimana
negara memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut
dari warga negaranya berdasarkan pada kepentingan masing-masing
individu.
3. Teori Gaya Pikul
Dasar teori pemungutan pajak ini adalah asas keadilan yaitu setiap
orang yang dikenakan pajak harus sama besarnya atau adil dan pajak
yang dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan kemampuan ekonomi
Wajib Pajak.
4. Teori gaya Beli
15
Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan
masyarakat
kepada
negara
dimaksudkan
untuk
memelihara
kesejahteraan masyarakat dalam negara yang bersangkutan.
5. Teori Bakti
Teori Bakti ini menekankan pada negara mempunyai hak mutlak
untuk memungut pajak dan sebagai organisasi yang mempunyai
tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum maka rakyat
harus membayar pajak kepada negara sebagai kewajiban dan tanda
bakti kepada negara.
2.2
Citra Petugas Pajak
2.2.1
Citra
Bill Canton dalam Sukatendel (ArdiantodanSoemirat, 2004: 111)
mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap
perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau
organisasi. Jadi, menurut Sukatendel, citra itu dengan sengaja perlu diciptakan
agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari
suatu perusahaan atau organisasi.
Dalam buku Essential of Public Relations, Jefkins (Ardianto danSoemirat,
2004: 111) menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan
pengetahuan
dan
pengertian
seseorang
tentang
fakta-fakta
atau
kenyataan.Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (Ardianto
danSoemirat, 2004: 111) menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang
16
realitas. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang
diterima seseorang.
Mackiewicz (1993) dalam Oliver (2007:51) percaya bahwa citra korporasi
yang kuat adalah aset yang penting dalam era kompetisi tanpa batas. Namun,
seberapa samar-samarnya sebuah citra, citra merupakan realitas karena orang
hanya dapat bereaksi terhadap apa yang telah mereka alami dan rasakan. Jadi sifat
citra korporasi itu sendiri, tetap merupakan sebuah bidang pertumbuhan dari
produktivitas PR yang dikombinasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
mengenai harapanstakeholder, tetap merupakan fokus perhatian yang populer.
Kotler (1988) dalam Oliver (2007: 53) menyatakan bahwa citra korporasi
dapat sangat spesifik atau sangat berlebihan dan bahwa beberapa organisasi
mungkin tidak ingin atau tidak memerlukan citra yang spesifik. Beberapa
organisasi lebih memilih citra yang berlebihan sehingga kelompok yang berbeda
dapat memproyeksikan kebutuhan mereka dalam organisasi dan hal ini jelas
terjadi pada cara berpikir orang Inggris.
2.2.2
Manfaat Citra
Image (citra) yang baik dan powerful merupakan harta yang tak ternilai
bagi perusahaan manapun karena citra perusahaan yang handal, kuat dan kokoh
akan memberikan banyak sekali manfaat sebagaimana yang dikemukakan oleh
Siswanto Sutojo dalam Arafat (2006 :12) sebagai berikut:
17
1.
Mid and ling term sustainable competition position
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan barang maupun jasa,
dengan memilikicorporate image yang positif maka hal ini dapat melindungi
perusahaan dari serangan perusahaan saingan. Citra perusahaan yang baik dan
kuat akan tumbuh menjadi “kepribadian” perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan
saingan tidak akan mudah menjiplak apa yang kita lakukan.
2.
An insurance for adverse time
Ketika sebuah perusahaan berada pada masa kritis dan terlilit oleh masalah
dan tercium oleh pihak media massa, maka dalam waktu singkat masyarakat luas
akan mengetahuinya. Oleh karena perusahaan memiliki Image (citra) yang baik,
maka sebagian besar masyarakat dapat memahami dan memaafkan kesalahan
yang dialami oleh perusahaan tersebut yang menyebabkan mereka krisis.
3.
Attracting the best executives available
Perusahaan yang memiliki Image (citra) positif tidak akan pernah
mendapat kesulitan yang berarti dalam merekrut karyawan-karyawan yang handal.
4.
Increasing the effectiveness of marketing instrument
Dalam banyak kejadian, Image (citra) baik perusahaan menunjang
efektifitas strategi pemasaran produk. Pencitraan positif akan membuat
konsumennya semakin loyal dan memiliki harapan ketika perusahaan akan
menerjunkan produk atau merek baru.
5.
Cost saving
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, perusahaan dengan citra positif
akan mudah dalam merekrut karyawan handal sehingga mengakibatkan
18
perusahaan
tidak
perlu
mengeluarkan
proses recruitment dan training bagi
karyawan
dana
tersebut.
ekstra
Tidak
untuk
hanya
itu,
perusahaan hanya membutuhkan usaha dan biaya yang lebih sedikit untuk
mempromosikan produk mereka ke pasar (khalayak).
Dalam penelitian Hapsari (2012) dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
perhitungan koefisien korelasi diperoleh nilai sebesar 0,768, yang dapat dikatakan
bahwa korelasi antara pengaruh account representative terhadap kegiatan
intensifikasi
perpajakan
memiliki
hubungan
interpretasi
yang
“kuat”.
Sedangkanberdasarkan hasil perhitungan pengujian hipotesis dapat diketahui
bahwa nilai thitung > ttabelyaitu sebesar 5,743 > 2,069, maka dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan Ha diterima.Dengan demikian dapat disimpulkan
hipotesis
yang diajukan
yaitu ”Diduga
Account
Representative
sangat
berpengaruh dalam kegiatan intensifikasi perpajakan” dapat“diterima”.
2.2.3
Jenis-Jenis Citra
Frank Jefkins menyebutkan beberapa jenis Image (citra). Berikut adalah
lima jenis citra yang dikemukakan, yakni:
1.
Citra Bayangan (Mirror Image)
Citra jenis ini adalah citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan
terutama pihak manajemen yang tidak percaya “apa dan bagaimana” kesan pihak
luar terhadap institusi yang dipimpinnya, tidak selamanya dalam posisi yang baik.
2.
Citra Kini (Current Image)
19
Citra yang sekarang dimiliki oleh pihak luar dalam memandang institusi
tersebut. Ada kemungkinan“citra kini” yang dimiliki oleh sebuah institusi adalah
citra yang buruk atau negatif.
3.
Citra Harapan (Wish Image)
Citra yang menjadi harapan dan cita-cita dari suatu insitusi yang hendak
ditampilkan kepada publiknya. Idealnya citra sebuah insitusi adalah positif.
4.
Citra Perusahaan (Corporate Image)
Citra adalah citra yang berkaitan dengan sosok insititusi sebagai tujuan
utamanya, bagaimana citra institusi yang positif lebih dikenal serta diterima oleh
publiknya.
5.
Citra Serba Aneka (Multiple Image)
Citra ini adalah komplimen (pelengkap) dari corporate image sebagai
contoh pihak Public Relation dapat menampilkan citra dari atribut logo, nama
produk, tampilan gedung dan lain sebagainya.
6.
Citra Penampilan (Performance Image)
Citra ini lebih ditujukan kepada subyek yang ada pada institusi, bagaimana
kinerja atau penampilan diri dari para profesional pada institusi yang
bersangkutan sebagai contoh citra yang ditampilkan karyawan dalam menangani
keluhan para pelanggan.
20
2.3
Kepatuhan Wajib Pajak
Nurmantu, Safri (2006:148), mendefinisikan kepatuhan perpajakan adalah
“Suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, wajib
pajak dimasukan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan suraat pemberitahuan untuk semua
jenis pajak dalam dua tahun terakhir
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d. Dalam dua tahun pajak terakhir menyelanggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 tahun 2007 KUP pasal 28, dan
dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi
pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang
paling banyak 5%.
e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit
oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengeruhi laba rugi
fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form
21
report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh
akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a,
b, c, dan d di atas.
Berdasarkan pengertian diatas, kepatuhan mengandung unsur sebagai
berikut:
a. Adanya pengetahuan dan pengertian dari subyek pajak terhadap
obyek pajak.
b. Adanya sikap setuju dari subyek.
c. Adanya tindakan perbuatan yang konsisten dengan pengetahuan dan
sikap yang telah dimilikinya.
Menurut Sofa, Pakde (2008:2) tentang Definisi Kepatuhan Perpajakan yaitu:
“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya.”
Terdapat dua macam kepatuhan, menurut Ony dtt (2008:70) yakni:
1. Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang perpajakan.
2. Kepatuhan Material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai
22
isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat
meliputi kepatuhan formal.
Dalam penelitian Susanto (2013) dapat disimpulkan bahwa pelayanan aparat
pajak bersama-sama dengan persepsi pengetahuan wajib pajak dan pengetahuan
koruspi akan memberikan pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak.
Teori penghubung yang menghubungkan pengaruh citra petugas pajak
dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang dikemukakan Nasucha (2004)
sebagai berikut:
“Bagaimanapun peran aparat pajak dalam menjalankan fungsinya sebagai
pelayan, pembina atau penyuluh, pengawas dan penerap sanksi masih dibutuhkan.
Lalu apajadinya jika aparatnya saja sudah menyimpang? Oleh karena itu, kunci
utamapeningkatan kepatuhan pajak wajib pajak untuk dapat melaksanakan Self
AssessmentSystem adalah tersedianya aparat pajak yang profesional. Jika tidak
profesional, makapenyelenggaraan penegakan hukum terhadap mereka menjadi
harapan besar. Tentu sajahal tersebut akan berkaitan erat dengan profesionalitas
aparat penegak hukum di lapangan.”
23
2.4
Kerangka Pemikiran
Fungsi Pajak
Pajak sebagai
pengumpul uang dan
mengatur
Fungsi Budgetair
Fungsi Regulerend
Citra Petugas
Pajak
1. Disukai (Likeability)
2. Kompetensi
(Competence)
3. Kualitas (Quality)
4. Kinerja (Performance)
5. Tanggung Jawab
(Responsibility)
Zhang (2009:32)
Kepatuhan Wajib
Pajak Orang
Pribadi
berpengaruh
1. Kepatuhan dalam mendaftarkan diri
2. Kepatuhan untuk mengembalikan Surat
Pemberitahuan (SPT)
3. Kemampuan dalam menghitung dan
pembayaran pajak terutang
4. Kepatuhan dalam pembayaran
tunggakan
(UU No. 28 Tahun 2007, tentang KUP)
Hipotesis Citra Petugas Pajak
memiliki pengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
24
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitiandi atas dapat digambarkan
hubungan antara citra petugas pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi sebagai berikut:
Citra Petugas Pajak (X)
1. Disukai (Likeability)
2. Kompetensi (Competence)
3. Kualitas (Quality)
4. Kinerja (Performance)
5. Tanggung Jawab
(Responsibility)
Zhang (2009:32)
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
(Y)
1. Kepatuhan dalam mendaftarkan diri
2. Kepatuhan untuk mengambalikan
Surat Pemberitahuan (SPT)
3. Kemampuan dalam menghitung dan
pembayaran pajak terutang
4. Kepatuhan dalam
pembayarantunggakan.
(UU No. 28 Tahun 2007, tentang KUP)
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
2.5 Hipotesis
Berdasarkan skema kerangka pemikiran, hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya hubungan antara variabel X (variable
independent) dan variabel Y (variable dependent). Hipotesis (
) merupakan
hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini. Hipotesis tersebut dijabarkan sebagai
berikut:
Ha : Ada pengaruh antara citra petugas pajak terhadap kepatuhan wajib
pajakorang pribadi.
Download